Tampilkan postingan dengan label hamil nifas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hamil nifas. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Juni 2023

hamil nifas

  
 
  
  
  

Prinsip-prinsip pencegahan COVID-19 pada ibu hamil, ibu nifas dan bayi baru lahir 
di warga meliputi universal precaution dengan selalu cuci tangan memakai 
sabun selama 20 detik atau hand sanitizer, pemakaian alat pelindung diri, menjaga 
kondisi tubuh dengan rajin olah raga dan istirahat cukup, makan dengan gizi yang 
seimbang, dan mempraktikan etika batuk-bersin.  
Sedangkan prinsip-prinsip manajemen COVID-19 di fasilitas kesehatan adalah 
isolasi awal, prosedur pencegahan infeksi sesuai standar, terapi oksigen, hindari 
kelebihan cairan, pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko sekunder 
akibat infeksi bakteri), pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan infeksi penyerta 
yang lain, pemantauan janin dan kontraksi uterus, ventilasi mekanis lebih dini 
jika  terjadi gangguan pernapasan yang progresif, perencanaan persalinan 
berdasar pendekatan individual / indikasi obstetri, dan pendekatan berbasis tim 
dengan multidisipin. 
 
A. BAGI IBU HAMIL, BERSALIN, NIFAS, BAYI BARU LAHIR DAN IBU MENYUSUI  
1. usaha Pencegahan Umum yang Dapat Dilakukan oleh Ibu Hamil, Bersalin 
dan Nifas :  
a) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sedikitnya 
selama 20 detik (cara cuci tangan yang benar pada buku 
KIA hal. 28). Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang 
setidaknya mengandung alkohol 70%, jika air dan sabun 
tidak tersedia. Cuci tangan terutama setelah Buang Air Besar (BAB) dan 
Buang Air Kecil (BAK), dan sebelum makan (Buku KIA hal 28 ). 
b) Khusus untuk ibu nifas, selalu cuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah 
memegang bayi dan sebelum menyusui.  (Buku KIA hal. 28).  
c) Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum 
dicuci. 
d) Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.  

 
e) Gunakan masker medis saat sakit. Tetap tinggal di rumah saat sakit atau 
segera ke fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak beraktivitas di luar.  
f) Tutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang tissue 
pada tempat yang telah ditentukan. Bila tidak ada tissue, lakukan batuk 
sesuai etika batuk.  
g) Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda yang 
sering disentuh.  
h) Menggunakan masker medis adalah salah satu cara 
pencegahan penularan penyakit saluran napas, termasuk 
infeksi COVID-19. Akan tetapi pemakaian masker saja masih 
kurang cukup untuk melindungi seseorang dari infeksi ini, 
karenanya harus disertai dengan usaha pencegahan lain. Pengunaan masker 
harus dikombinasikan dengan hand hygiene dan usaha-usaha pencegahan 
lainnya.  
i) pemakaian masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya dan 
dapat membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha pencegahan 
lain yang sama pentingnya seperti hand hygiene dan perilaku hidup sehat.  
j) Cara pemakaian masker medis yang efektif :  
• Pakai masker secara seksama untuk menutupi mulut dan hidung, 
kemudian eratkan dengan baik untuk meminimalisasi celah antara masker 
dan wajah.  
• Saat digunakan, hindari menyentuh masker. 
• Lepas masker dengan teknik yang benar (misalnya : jangan menyentuh 
bagian depan masker, tapi lepas dari belakang dan bagian dalam). 
• Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker yang telah 
digunakan, segera cuci tangan. 
• Gunakan masker baru yang bersih dan kering, segera ganti masker jika 
masker yang digunakan terasa mulai lembab. 
• Jangan pakai ulang masker yang telah dipakai. 
• Buang segera masker sekali pakai dan lakukan pengolahan sampah 
medis sesuai SOP. 
• Masker pakaian seperti katun tidak direkomendasikan. 
  
k) Menunda pemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatan jika  tidak ada 
tanda-tanda bahaya pada kehamilan 
l) Menghindari kontak dengan hewan seperti: kelelawar, tikus, musang atau 
hewan lain pembawa COVID-19 serta tidak pergi ke pasar hewan. 
m) Bila terdapat gejala COVID-19, diharapkan untuk menghubungi telepon 
layanan darurat yang tersedia (Hotline COVID-19 : 119 ext 9) untuk dilakukan 
penjemputan di tempat sesuai SOP, atau langsung ke RS rujukan untuk 
mengatasi penyakit ini. 
n) Hindari pergi ke negara/daerah terjangkit COVID-19, bila sangat mendesak 
untuk pergi diharapkan konsultasi dahulu dengan spesialis obstetri atau 
praktisi kesehatan terkait.  
o) Rajin mencari informasi yang tepat dan benar mengenai COVID-19 di media 
sosial terpercaya. 
 
2. Bagi Ibu Hamil: 
a) Untuk pemeriksaan hamil pertama kali, buat janji dengan dokter agar tidak 
menunggu lama. Selama perjalanan ke fasyankes tetap melakukan 
pencegahan penularan COVID-19 secara umum.  
b) Pengisian stiker Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan 
Komplikasi (P4K) dipandu bidan/perawat/dokter melalui media komunikasi. 
c) Pelajari buku KIA dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari.  
d) Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan janinnya. Jika 
terdapat risiko / tanda bahaya (tercantum dalam buku KIA), maka periksakan 
diri ke tenaga kesehatan. Jika tidak terdapat tanda-tanda bahaya, 
pemeriksaan kehamilan dapat ditunda.  
e) Pastikan gerak janin diawali usia kehamilan 20 minggu dan setelah usia 
kehamilan 28 minggu hitung gerakan janin (minimal 10 gerakan per 2 jam).  
f) Ibu hamil diharapkan senantiasa menjaga kesehatan dengan mengonsumsi 
makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri dan tetap 
mempraktikan aktivitas fisik berupa senam ibu hamil / yoga / 
pilates / aerobic / peregangan secara mandiri dirumah agar ibu 
tetap bugar dan sehat. 
g) Ibu hamil tetap minum tablet tambah darah sesuai dosis yang diberikan oleh 
tenaga kesehatan. 
  
h) Kelas Ibu Hamil ditunda pelaksanaannya sampai kondisi bebas dari pandemik 
COVID-19. 
 
3. Bagi Ibu Bersalin: 
a) Rujukan terencana untuk ibu hamil berisiko. 
b) Ibu tetap bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan. Segera 
ke fasilitas kesehatan jika sudah ada tanda-tanda 
persalinan.  
c) Ibu dengan kasus COVID-19 akan ditatalaksana sesuai tatalaksana 
persalinan yang dikeluarkan oleh PP POGI. 
d) Pelayanan KB Pasca Persalinan tetap berjalan sesuai prosedur yang telah 
ditetapkan sebelumnya. 
 
4. Bagi Ibu Nifas dan Bayi Baru Lahir: 
a) Ibu nifas dan keluarga harus memahami tanda bahaya di masa nifas (lihat 
Buku KIA). Jika terdapat risiko/ tanda bahaya, maka periksakan diri ke tenaga 
kesehatan.  
b) Kunjungan nifas (KF) dilakukan sesuai jadwal kunjungan nifas yaitu : 
i. KF 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 2 (dua) hari pasca 
persalinan;  
ii. KF 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari pasca 
persalinan;  
iii. KF 3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh 
delapan) hari pasca persalinan; 
iv. KF 4 : pada periode 29 (dua puluh sembilan) sampai dengan 42 
(empat puluh dua) hari pasca persalinan. 
c) Pelaksanaan kunjungan nifas dapat dilakukan dengan metode kunjungan 
rumah oleh tenaga kesehatan atau pemantauan menggunakan media online                   
(disesuaikan dengan kondisi daerah terdampak COVID-19), dengan 
melakukan usaha-usaha pencegahan penularan COVID-19 baik dari petugas, 
ibu dan keluarga. 
d) Pelayanan KB tetap dilaksanakan sesuai jadwal dengan membuat perjanjian 
dengan petugas. 
  
e) Bayi baru lahir tetap mendapatkan pelayanan neonatal esensial saat lahir (0 – 
6 jam) seperti pemotongan dan perawatan tali pusat, inisiasi menyusu dini, 
injeksi vitamin K1, pemberian salep/tetes mata antibiotik dan pemberian 
imunisasi hepatitis B. 
f) Setelah 24 jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas 
kesehatan, pengambilan sampel skrining hipotiroid kongenital 
(SHK) dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan.  
g) Pelayanan neonatal esensial setelah lahir atau Kunjungan Neonatal (KN) 
tetap dilakukan sesuai jadwal dengan kunjungan rumah oleh tenaga 
kesehatan dengan melakukan usaha pencegahan penularan COVID-19 baik 
dari petugas ataupun ibu dan keluarga. Waktu kunjungan neonatal yaitu :  
i. KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat puluh 
delapan) jam setelah lahir;  
ii. KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah 
lahir;  
iii. KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh 
delapan) hari setelah lahir. 
h) Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru lahir termasuk ASI ekslusif 
dan tanda – tanda bahaya pada bayi baru lahir (sesuai yang tercantum pada 
buku KIA). jika  ditemukan tanda bahaya pada bayi baru lahir, segera 
bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan. Khusus untuk bayi dengan berat 
badan lahir rendah (BBLR), jika  ditemukan tanda bahaya atau 
permasalahan segera dibawa ke Rumah Sakit.   
 
 
B. BAGI PETUGAS KESEHATAN: 
1. Rekomendasi Utama Untuk Tenaga Kesehatan Yang Menangani Pasien 
COVID-19 Khususnya Ibu Hamil, Bersalin Dan Nifas:  
a) Tenaga kesehatan tetap melakukan pencegahan penularan COVID 19, jaga 
jarak minimal 1 meter jika tidak diperlukan tindakan. 
b) Tenaga kesehatan harus segera memberi tahu tenaga penanggung jawab 
infeksi di tempatnya bekerja (Komite PPI) jika  kedatangan ibu hamil yang 
telah terkonfirmasi COVID-19 atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP).  
  
c) Tempatkan pasien yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau 
Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dalam ruangan khusus 
(ruangan isolasi infeksi airborne) yang sudah disiapkan 
sebelumnya jika  rumah sakit tersebut sudah siap sebagai 
pusat rujukan pasien COVID-19. Jika ruangan khusus ini tidak ada, pasien 
harus sesegera mungkin dirujuk ke tempat yang ada fasilitas ruangan khusus 
tersebut. Perawatan maternal dilakukan diruang isolasi khusus ini termasuk 
saat persalinan dan nifas.  
d) Bayi yang lahir dari ibu yang terkonfirmasi COVID-19, dianggap sebagai 
Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan bayi harus ditempatkan di ruangan 
isolasi sesuai dengan Panduan Pencegahan Infeksi pada Pasien Dalam 
Pengawasan (PDP).  
e) Untuk mengurangi transmisi virus dari ibu ke bayi, harus disiapkan fasilitas 
untuk perawatan terpisah pada ibu yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau 
Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dari bayinya sampai batas risiko transmisi 
sudah dilewati.  
f) Pemulangan pasien postpartum harus sesuai dengan rekomendasi. 
 
2. Rekomendasi bagi Petugas Kesehatan saat antenatal care:  
a) Wanita hamil yang termasuk pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 
harus segera dirawat di rumah sakit (berdasar pedoman pencegahan dan 
pengendalian infeksi COVID-19). Pasien dengan COVID-19 yang diketahui 
atau diduga harus dirawat di ruang isolasi khusus di rumah sakit. jika  
rumah sakit tidak memiliki ruangan isolasi khusus yang memenuhi syarat 
Airborne Infection Isolation Room (AIIR), pasien harus ditransfer secepat 
mungkin ke fasilitas di mana fasilitas isolasi khusus tersedia.  
b) Investigasi laboratorium rutin seperti tes darah dan urinalisis tetap dilakukan  
c) Pemeriksaan rutin (USG) untuk sementara dapat ditunda pada ibu dengan 
infeksi terkonfirmasi maupun PDP sampai ada rekomendasi dari episode 
isolasinya berakhir. Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko 
tinggi.  
d) pemakaian pengobatan di luar penelitian harus mempertimbangkan analisis 
risk benefit dengan menimbang potensi keuntungan bagi ibu dan keamanan 
bagi janin. Saat ini tidak ada obat antivirus yang disetujui oleh FDA untuk 
  pengobatan COVID-19, walaupun antivirus spektrum luas digunakan pada 
hewan model MERS sedang dievaluasi untuk aktivitas terhadap SARS-CoV-2  
e) Antenatal care untuk wanita hamil yang terkonfirmasi COVID-19 pasca 
perawatan, kunjungan antenatal selanjutnya dilakukan 14 hari 
setelah periode penyakit akut berakhir. Periode 14 hari ini 
dapat dikurangi jika  pasien dinyatakan sembuh. 
Direkomendasikan dilakukan USG antenatal untuk pengawasan 
pertumbuhan janin, 14 hari setelah resolusi penyakit akut. Meskipun tidak ada 
bukti bahwa gangguan pertumbuhan janin (IUGR) akibat COVID-19, 
didapatkan bahwa dua pertiga kehamilan dengan SARS disertai oleh IUGR 
dan solusio plasenta terjadi pada kasus MERS, sehingga tindak lanjut 
ultrasonografi diperlukan.  
f) Jika ibu hamil datang di rumah sakit dengan gejala memburuk dan diduga / 
dikonfirmasi terinfeksi COVID-19, berlaku beberapa rekomendasi berikut: 
Pembentukan tim multi-disiplin idealnya melibatkan konsultan dokter spesialis 
penyakit infeksi jika tersedia, dokter kandungan, bidan yang bertugas dan 
dokter anestesi yang bertanggung jawab untuk perawatan pasien sesegera 
mungkin setelah masuk. Diskusi dan kesimpulannya harus didiskusikan 
dengan ibu dan keluarga tersebut. 
g) Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak melakukan 
perjalanan ke luar negeri dengan mengikuti anjuran perjalanan (travel 
advisory) yang dikeluarkan pemerintah. Dokter harus menanyakan riwayat 
perjalanan terutama dalam 14 hari terakhir dari daerah dengan penyebaran 
luas SARS-CoV-2.  
h) Vaksinasi. Saat ini tidak ada vaksin untuk mencegah COVID-19.  
 
3. Rekomendasi Bagi Tenaga Kesehatan Terkait Pertolongan Persalinan: 
a) Jika seorang wanita dengan COVID-19 dirawat di ruang isolasi di ruang 
bersalin, dilakukan penanganan tim multi-disiplin yang terkait yang meliputi 
dokter paru / penyakit dalam, dokter kandungan, anestesi, bidan, dokter 
neonatologis dan perawat neonatal.  
b) usaha harus dilakukan untuk meminimalkan jumlah anggota staf yang 
memasuki ruangan dan unit, harus ada kebijakan lokal yang menetapkan 
personil yang ikut dalam perawatan. Hanya satu orang (pasangan/anggota 
  
 
keluarga) yang dapat menemani pasien. Orang yang menemani harus 
diinformasikan mengenai risiko penularan dan mereka harus memakai APD 
yang sesuai saat menemani pasien.  
c) Pengamatan dan penilaian ibu harus dilanjutkan sesuai praktik standar, 
dengan penambahan saturasi oksigen yang bertujuan untuk menjaga saturasi 
oksigen > 94%, titrasi terapi oksigen sesuai kondisi.  
d) Menimbang kejadian penurunan kondisi janin pada beberapa laporan kasus 
di Cina, jika  sarana memungkinkan dilakukan pemantauan janin secara 
kontinyu selama persalinan. 
e) Sampai saat ini belum ada bukti klinis kuat merekomendasikan salah satu 
cara persalinan, jadi persalinan berdasar indikasi obstetri dengan 
memperhatikan keinginan ibu dan keluarga, terkecuali ibu dengan masalah 
gagguan respirasi yang memerlukan persalinan segera berupa SC maupun 
tindakan operatif pervaginam.  
f) Bila ada indikasi induksi persalinan pada ibu hamil dengan PDP atau 
konfirmasi COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan jika  
memungkinkan untuk ditunda samapai infeksi terkonfirmasi atau keadaan 
akut sudah teratasi. Bila menunda dianggap tidak aman, induksi persalinan 
dilakukan di ruang isolasi termasuk perawatan pasca persalinannya.  
g) Bila ada indikasi operasi terencana pada ibu hamil dengan PDP atau 
konfirmasi COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan jika  
memungkinkan untuk ditunda untuk mengurangi risiko penularan sampai 
infeksi terkonfirmasi atau keadaan akut sudah teratasi. jika  operasi tidak 
dapat ditunda maka operasi sesuai prosedur standar dengan pencegahan 
infeksi sesuai standar APD lengkap.  
h) Persiapan operasi terencana dilakukan sesuai standar.  
i) jika  ibu dalam persalinan terjadi perburukan gejala, 
dipertimbangkan keadaan secara individual untuk melanjutkan 
observasi persalinan atau dilakukan seksio sesaria darurat 
jika  hal ini akan memperbaiki usaha resusitasi ibu.  
j) Pada ibu dengan persalinan kala II dipertimbangkan tindakan operatif 
pervaginam untuk mempercepat kala II pada ibu dengan gejala kelelahan ibu 
atau ada tanda hipoksia.  
  
 
k) Perimortem cesarian section dilakukan sesuai standar jika  ibu dengan 
kegagalan resusitasi tetapi janin masih viable.  
l) Ruang operasi kebidanan :  
• Operasi elektif pada pasien COVID-19 harus dijadwalkan terakhir.  
• Pasca operasi ruang operasi harus dilakukan pembersihan penuh ruang 
operasi sesuai standar.  
• Jumlah petugas di kamar operasi seminimal mungkin dan menggunakan 
alat perlindungan diri sesuai standar. 
m) Penjepitan tali pusat ditunda beberapa saat setelah persalinan masih bisa 
dilakukan, asalkan tidak ada kontraindikasi lainnya. Bayi dapat dibersihkan 
dan dikeringkan seperti biasa, sementara tali pusat masih belum dipotong.  
n) Staf layanan kesehatan di ruang persalinan harus mematuhi Standar Contact 
dan Droplet Precautions termasuk menggunakan APD yang sesuai dengan 
panduan PPI.  
o) Antibiotik intrapartum harus diberikan sesuai protokol.  
p) Plasenta harus dilakukan penanganan sesuai praktik normal. Jika diperlukan 
histologi, jaringan harus diserahkan ke laboratorium, dan laboratorium harus 
diberitahu bahwa sampel berasal dari pasien suspek atau terkonfirmasi 
COVID-19.  
q) Berikan anestesi epidural atau spinal sesuai indikasi dan menghindari 
anestesi umum kecuali benar-benar diperlukan.  
r) Tim neonatal harus diberitahu tentang rencana untuk melahirkan bayi dari ibu 
yang terkena COVID-19 jauh sebelumnya. 
 
4. Rekomendasi bagi Tenaga Kesehatan terkait Pelayanan Pasca Persalinan 
untuk Ibu dan Bayi Baru Lahir :  
a) Semua bayi baru lahir dilayani sesuai dengan protokol perawatan bayi baru 
lahir. Alat perlindungan diri diterapkan sesuai protokol. Kunjungan neonatal 
dapat dilakukan melalui kunjungan rumah sesuai prosedur. 
Perawatan bayi baru lahir termasuk Skrining Hipotiroid 
Kongenital (SHK) dan imunisasi tetap dilakukan. Berikan 
informasi kepada ibu dan keluarga mengenai perawatan bayi 
  
 
baru lahir dan tanda bahaya. Lakukan komunikasi dan pemantauan 
kesehatan ibu dan bayi baru lahir secara online/digital.  
b) Untuk pelayanan Skrining Hipotiroid Kongenital, pengambilan spesimen tetap 
dilakukan sesuai prosedur. Tata cara penyimpanan dan pengiriman spesimen 
sesuai dengan Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital. jika  terkendala 
dalam pengiriman spesimen dikarenakan situasi pandemik COVID-19, 
spesimen dapat disimpan selama maksimal 1 bulan pada suhu kamar.   
c) Untuk bayi baru lahir dari ibu terkonfirmasi COVID-19 atau masuk dalam 
kriteria Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dikarenakan informasi mengenai 
virus baru ini terbatas dan tidak ada profilaksis atau pengobatan yang 
tersedia, pilihan untuk perawatan bayi harus didiskusikan dengan keluarga 
pasien dan tim kesehatan yang terkait.  
d) Ibu diberikan konseling tentang adanya referensi dari Cina yang 
menyarankan isolasi terpisah dari ibu yang terinfeksi dan bayinya selama 14 
hari. Pemisahan sementara bertujuan untuk mengurangi kontak antara ibu 
dan bayi.  
e) Bila seorang ibu menunjukkan bahwa ia ingin merawat bayi 
sendiri, maka segala usaha harus dilakukan untuk 
memastikan bahwa ia telah menerima informasi lengkap dan 
memahami potensi risiko terhadap bayi.  
f) Sampai saat ini data terbatas untuk memandu manajemen postnatal bayi dari 
ibu yang dites positif COVID-19 pada trimester ke tiga kehamilan. Sampai 
saat ini tidak ada bukti transmisi vertikal (antenatal).  
g) Semua bayi yang lahir dari ibu dengan PDP atau dikonfirmasi COVID-19 juga 
perlu diperiksa untuk COVID-19.  
h) Bila ibu memutuskan untuk merawat bayi sendiri, baik ibu dan bayi harus 
diisolasi dalam satu kamar dengan fasilitas en-suite selama dirawat di rumah 
sakit. Tindakan pencegahan tambahan yang disarankan adalah sebagai 
berikut:  
• Bayi harus ditempatkan di inkubator tertutup di dalam ruangan.  
• Ketika bayi berada di luar inkubator dan ibu menyusui, mandi, merawat, 
memeluk atau berada dalam jarak 1 meter dari bayi, ibu disarankan untuk 
  mengenakan APD yang sesuai dengan pedoman PPI dan diajarkan 
mengenai etiket batuk.  
• Bayi harus dikeluarkan sementara dari ruangan jika ada prosedur yang 
menghasilkan aerosol yang harus dilakukan di dalam ruangan.  
i) Pemulangan untuk ibu postpartum harus mengikuti rekomendasi pemulangan 
pasien COVID-19. 
 
5. Rekomendasi terkait Menyusui bagi Tenaga Kesehatan dan Ibu Menyusui : 
a)  Ibu sebaiknya diberikan konseling tentang pemberian ASI. Sebuah penelitian 
terbatas pada dalam enam kasus persalinan di Cina yang dilakukan 
pemeriksaan ASI didapatkan negatif untuk COVID-19. Namun mengingat 
jumlah kasus yang sedikit, bukti ini harus ditafsirkan dengan hati-hati.  
b) Risiko utama untuk bayi menyusu adalah kontak dekat dengan ibu, yang 
cenderung terjadi penularan melalui droplet infeksius di udara.  
c) Petugas kesehatan sebaiknya menyarankan bahwa manfaat menyusui 
melebihi potensi risiko penularan virus melalui ASI. Risiko dan manfaat 
menyusui, termasuk risiko menggendong bayi dalam jarak dekat dengan ibu, 
harus didiskusikan. Ibu sebaiknya juga diberikan konseling bahwa panduan 
ini dapat berubah sesuai perkembangan ilmu pengetahuan.  
d) Keputusan untuk menyusui atau kapan akan menyusui kembali (bagi yang 
tidak menyusui) sebaiknya dilakukan komunikasi tentang risiko kontak dan 
manfaat menyusui oleh dokter yang merawatnya.  
e) Untuk wanita yang ingin menyusui, tindakan pencegahan harus diambil untuk 
membatasi penyebaran virus ke bayi:  
• Mencuci tangan sebelum menyentuh bayi, pompa 
payudara atau botol.  
• Mengenakan masker untuk menyusui.  
• Lakukan pembersihan pompa ASI segera setelah pemakaian.  
• Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang dengan kondisi yang 
sehat untuk memberi ASI. 
• Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau elektrik), sehingga 
bayi dapat menerima manfaat ASI dan untuk menjaga persediaan ASI 
agar proses menyusui dapat berlanjut setelah ibu dan bayi disatukan 
  
 
kembali. Jika memerah ASI menggunakan pompa ASI, pompa harus 
dibersihkan dan didesinfeksi dengan sesuai.  
• Pada saat transportasi kantong ASI dari kamar ibu ke lokasi penyimpanan 
harus menggunakan kantong spesimen plastik. Kondisi penyimpanan 
harus sesuai dengan kebijakan dan kantong ASI harus ditandai dengan 
jelas dan disimpan dalam kotak wadah khusus, terpisah dengan kantong 
ASI dari pasien lainnya.