ASMA BRONKIAL
Asma yaitu suatu penyakit heterogen ditandai dengan inflamasi kronik saluran napas.
Penyakit ini ditegakkan berdasar riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak,
rasa berat di dada dan batuk yang bervariasi dalam waktu dan intensitas, disertai
keterbatasan aliran udara ekspirasi.
2. Anamnesis
Gejala-gejala berikut merupakan karakteristik asma, antara lain:
Lebih dari 1 gejala (mengi, sesak, batuk dan dada terasa berat) terutama pada orang
dewasa
Gejala umumnya lebih berat pada malam atau awal pagi hari
Gejala bervariasi menurut waktu dan intensitas
Gejala dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktivitas fisik, pajanan alergen, perubahan
cuaca, emosi, serta iritan seperti asap rokok atau bau yang menyengat
3. Pemeriksaan Fisis
Dapat normal
Ekspirasi terlihat memanjang
Mengi mungkin terdengar saat ekspirasi saja atau tidak terdengar pada asma berat
4. Kriteria diagnosa
Kriteria diagnosa asma ditegakkan berdasar :
1.Anamnesis
Gejala utama: sesak napas, batuk, rasa tertekan di dada, mengi yang bersifat episodik
dan bervariasi.Gejala tambahan: rinitis atau atopi lainnya
2.Pemeriksaan Fisis : Normal sampai ada tanda obstruksi: ekspirasi memanjang,
mengi, hiperinflasi (sela iga melebar, dada cembung, hipersonor dan suara napas
melemah)
3.Pemeriksaan Penunjang:
-Foto toraks normal/hiperinflasi
-Arus puncak ekspirasi (APE): menurun, dengan pemberian bronkodilator meningkat
20%
-Spirometri: VEP1/KVP < 75%, dengan pemberian bronkodilator meningkat ≥ 12%
dan 200 ml.
Asma dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Derajat berat/keparahan asma (sebelum pengobatan) dapat dibagi menjadi:
Asma intermiten
Asma persisten ringan
Asma persisten sedang
Asma persisten berat
2. berdasar derajat kontrol (sesudah mendapat pengobatan), dibagi menjadi :
Asma terkendali penuh
Asma terkendali sebagian
Asma tidak terkendali
berdasar derajat berat/keparahan
berdasar derajat kontrol
Intermiten Persisten ringan Persisten sedang Persisten berat
Gejala Bulanan:
‐ < 1x sepekan
‐ Gejala (-) di luar
serangan
‐ Serangan singkat
Setiap pekan:
‐ > 1x sepekan
‐ < 1x/hari
‐ Serangan
mengganggu
aktivitas dan tidur
Harian:
‐ Setiap hari
‐ Butuh bronkodilator
tiap hari
‐ Serangan
mengganggu
aktivitas dan tidur
Terus-menerus:
‐ Terus menerus
‐ Sering kambuh
‐ Aktivitas fisis
terbatas
Malam < 2x/bulan > 2x/bulan > 1x sepekan Sering
VEP1
APE
Variabilitas
> 80% prediksi
> 80% terbaik
< 20%
> 80% prediksi
> 80% terbaik
20-30%
60-80% prediksi
60-80% terbaik
> 30%
< 60% prediksi
< 60% terbaik
> 30%
A. Kontrol Gejala Asma Tingkat Kontrol Gejala Asma
Dalam 4 minggu terakhir, pasien mengalami :
Gejala asma di siang hari lebih dari dua
kali/pekan
Apakah pernah terbangun malam hari
karena asma?
Apakah pelega dibutuhkan untuk gejala
lebih dari dua kali/pekan
Apakah ada pembatasan aktivitas karena
asma?
Ya/Tdk
Ya/Tdk
Ya/Tdk
Ya/Tdk
terkendali terkendali Tidak
Sebagian terkendali
Tidak ada gejala 1-2 gejala 3-4 gejala
5. diagnosa Kerja
berdasar derajat berat/keparahan asma (sebelum pengobatan)
Asma intermiten
Asma persisten ringan
Asma persisten sedang
Asma persisten berat
berdasar derajat kontrol (sesudah mendapat pengobatan)
Asma terkendali penuh
Asma terkendali sebagian
Asma tidak terkendali
6. diagnosa Banding
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Pneumotoraks
Gagal jantung kiri
Sindrom obstruksi pascatuberkulosis (SOPT)
Allergic bronchopulm onary aspergillosis (ABPA)
Gastroesophageal reflux disease (GERD)
Rinosinusitis
7. Pemeriksaan
Penunjang
Umum:
Pada saat tidak serangan:
Spirometri
Uji bronkodilator
Uji metakolin/histamin
Peak flow rate (PFR)
Analisis gas darah
Foto toraks
Kadar IgE total atau spesifik
Kadar eosinofil total serum
Darah rutin
Uji kulit (Skin Prick Test)
Khusus :
Body box
Cardiopulmonary exercise (CPX)
Eosinofil sputum
Kadar NO ekspirasi (FeNO)
Ig E
8. PENGOBATAN
A. Medikamentosa
Obat pengontrol
Kortikosteroid inhalasi (Inhaled corticosteroids/ICS)
Kombinasi ICS/LABA
Leukotriene receptor antagonists (LTRA)
Antikolinergik kerja lama (LAMA)
Metilsantin (teofilin)
Obat pelega napas:
Agonis beta2kerja singkat (short acting β2 agonist/SABA)
Antikolinergik kerja singkat (SAMA)
Obat tambahan:
Terapi Anti IgE
Kortikosteroid Oral/sistemik (OCS)
Terapi Anti IL-5
Terapi spesial (spesifik fenotip) dan intervensi di pusat spesialistik
B. Non Medikamentosa
Olahraga
Menghindari alergen dan polusi udara
Berhenti merokok
Imunoterapi alergen
9. Komplikasi Gagal napas
Bulla paru
Pneumotoraks
Pneumonia
ABPA
10. Penyakit Penyerta Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Rinosinusitis
Obstructive Sleep Apnea (OSA)
11. Prognosis Quo ad vitam: ad bonam
Quo ad functionam: ad bonam
Quo ad sanasionam: ad bonam
12. nasihat Hindari faktor yang diketahui sebagai pencetus
Pakai obat pengontrol secara teratur
Kontrol rutin
13. Indikasi Pulang Bila:
sesak berkurang
keadaan umum membaik
penyakit penyerta berkurang
ASMA EKSASERBASI
(ASMA AKUT)
Episode asma yang ditandai dengan peningkatan gejala sesak napas,
batuk, mengi atau dada terasa berat/tertekan dan penurunan fungsi paru
secara progresif. Eksaserbasi dapat menjadi manifestasi klinis pertama
pada pasien yang belum terdiagnosa asma. Eksaserbasi seringkali
terjadi sesudah terpajan zat seperti serbuk sari, polutan dan bau
menyengat, dapat juga terjadi karena ketidakpatuhan pemakaian obat
pengontrol. Sebagian pasien mengalami eksaserbasi karena terpajan zat
yang tidak diketahui. Eksaserbasi berat dapat terjadi pada pasien asma
yang terkendali sebagian atau total.
2. Anamnesis
Di Fasilitas Non Gawat Darurat / Faskes terbatas
Anamnesis harus meliputi:
Onset dan penyebabnya (jika diketahui) saat terjadi eksaserbasi
Keparahan gejala asma, termasuk terbatasnya latihan atau
terganggunya tidur
Setiap gejala anafilaksis
Setiap faktor risiko kematian terkait asma.
Semua medikasi pelega dan pengontrol saat ini, termasuk dosis dan
perangkatnya, pola kepatuhan, setiap perubahan dosis baru-baru ini
dan respons terhadap terapi saat ini
Di IGD
Anamnesis singkat (poin-poin anamnesis sama dengan di atas) dan
pemeriksaan fisis harus dilakukan bersamaan dengan terapi inisial
Eksaserbasi asma berat merupakan keadaan darurat medis yang
mengancam jiwa sehingga paling aman dikelola dalam perawatan akut
seperti unit gawat darurat.
3. Pemeriksaan Fisis
Ekspirasi memanjang
pemakaian otot bantu napas
Mengi mungkin terdengar saat ekspirasi saja atau tidak terdengar pada
serangan asma sangat berat
Tanda-tanda eksaserbasi berat dan tanda-tanda vital (misalnya
tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan,
tekanan darah, kemampuan untuk menyelesaikan kalimat,
pemakaian otot aksesori, mengi).
Faktor-faktor penyulit (misalnya anafilaksis, pneumonia,
pneumotoraks)
Tanda-tanda dari kondisi alternatif yang bisa menjelaskan penyebab
sesak napas akut (misalnya gagal jantung, disfungsi saluran napas
bagian atas, terhirup benda asing atau emboli paru).
4. Kriteria diagnosa
Eksaserbasi ditandai dengan perubahan gejala dan fungsi paru dari
kondisi pasien biasanya. Perlambatan aliran udara ekspirasi ditentukan
dengan pengukuran arus puncak ekspirasi (APE) atau volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1), dibandingkan dengan fungsi paru pasien
sebelumnya atau dengan nilai prediksi. Pada kondisi akut, pengukuran
ini lebih dapat dipercaya sebagai indikator keparahan eksaserbasi
dibandingkan dengan gejala. Sebagian kecil pasien mungkin
menunjukkan gejala yang tidak terlalu buruk dan mengalami
penurunan fungsi paru yang bermakna. Eksaserbasi berat berpotensi
mengancam jiwa dan terapinya memerlukan pemantauan yang ketat.
Penilaian Objektif
Oksimetri nadi (pulse oxymetry). Tingkat saturasi oksigen <90%
pada anak-anak atau orang dewasa merupakan tanda kebutuhan
terapi yang agresif.
APE pada pasien yang berumur lebih dari 5 tahun.
5. diagnosa Kerja
Asma akut ringan/sedang/berat/mengancam jiwa pada asma
intermiten/Persisten ringan, sedang, berat atau asma terkendali
sebagian/ tidak terkendali
6. diagnosa Banding
PPOK eksaserbasi
Pneumotoraks
Gagal jantung kiri
Sindrom obstruksi pascatuberkulosis (SOPT)
Terhisap benda asing
Emboli Paru
7. Pemeriksaan Penunjang
Spirometri
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Analisis gas darah
Oksimetri nadi (Pulse oximetry)
Foto toraks
Kadar eosinofil total serum
Darah rutin
8. PENGOBATAN
A. Di Fasilitas Non Gawat Darurat / Faskes terbatas
Medikamentosa:
Inhalasi Agonis beta-2 kerja singkat (SABA)
Inhalasi kortikosteroid
Kortikosteroid oral (jika tidak tersedia kostikosteroid inhalasi)
Kombinasi dosis rendah ICS dengan onset cepat LABA
Evaluasi respons pengobatan
B. Di IGD
Oksigen
Inhalasi Agonis beta-2 kerja singkat (SABA)
Inhalasi Antikolinergik kerja singkat (SAMA)
Inhalasi kombinasi SABA+SAMA
Inhalasi Kortikosteroid
Kortikosteroid Sistemik
Aminofilin dan teofilin
Evaluasi pengobatan
C. Khusus
Rawat di ruang intensif (ICU) jika terjadi gagal napas.
9. Komplikasi Gagal napas
Pneumotoraks
Pneumonia
Anafilaksis
10. Penyakit Penyerta GERD
Rinosinusitis
OSA
11. Prognosis Quo ad vitam: ad bonam
Quo ad functionam: ad bonam
Quo ad sanasionam: ad bonam
12. nasihat Hindari faktor pencetus
Pakai obat pengontrol secara teratur
Kontrol rutin
13. Indikasi Pulang Perbaikan gejala klinis
Peak flow (APE) > 60%
Saturasi oksigen> 94%
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK)
Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan
keterbatasan aliran udara yang progresif dan berhubungan dengan
peningkatan respons inflamasi kronik pada saluran napas dan paru
terhadap gas atau partikel berbahaya lainnya. Eksaserbasi dan komorbid
berkontribusi pada keparahan penyakit pada pasien.
2. Anamnesis
Umumnya terjadi pada usia di atas 40 tahun
Gejala pernapasan berupa sesak umumnya terus menerus, progresif
seiring waktu, memburuk terutama selama latihan atau aktivitas.
Gejala batuk kronik dengan produksi sputum, dan disertai dengan suara
mengi, namun mungkin batuk hilang timbul dan tidak produktif.
Riwayat terpajan partikel dan gas beracun (terutama asap rokok dan
biomass fuel )
Riwayat keluarga dengan PPOK, atau kondisi saat masih anak-anak
seperti berat badan lahir rendah, infeksi saluran napas berulang.
3. Pemeriksaan Fisis
Adanya tanda-tanda hiperinflasi
Adanya tanda-tanda insufisiensi pernapasan
Abnormalitas pada auskultasi (mengi [wheezing] dan/atau crackle)
4. Kriteria diagnosa
Adanya gejala dan tanda sesuai dengan PPOK
Konfirmasi dengan spirometri, dimana keterbatasan aliran udara
menetap dengan rasio VEP1/KVP < 0,70 sesudah terapi bronkodilator.
5. diagnosa Kerja
berdasar Populasi
PPOK Grup A
PPOK Grup B
PPOK Grup C
PPOK Grup D
6. diagnosa Banding
Asma Bronkial
Gagal jantung kongestif
Bronkiektasis
Tuberkulosis
Bronkiolitis obliteratif
Panbronkiolitis difus
7. Pemeriksaan Penunjang
Umum :
Foto toraks PA
Laboratorium (analisis gas darah arteri, hematologi rutin: eosinofil
darah)
Khusus :
Arus puncak ekspirasi (APE)
Spirometri
Bodyplethysmography
CT dan ventilation-perfusion scanning
Skrining Alpha-1 antitrypsin deficiency
E xercise testing
Sleep studies
8. PENGOBATAN
A. Medikamentosa
Bronkodilator inhalasi
Agonis 2 (SABA, LABA) dan antikolinergik inhalasi (SAMA,
LAMA)
Antiinflamasi
Kortikosteroid inhalasi (ICS), PDE4 inhibitor,
Antibiotik
Azitromisin dan Eritromscin
Mukolitik
N-Asetil Ssstein dan Karbosistein
Populasi A: Pemberian bronkodilator berdasar efek terhadap
gejala sesak. Dapat diberikan bronkodilator kerja cepat (SABA,
SAMA) ataupun bronkodilator kerja lama (LABA, LAMA)
Populasi B: Terapi awal dengan bronkodilator kerja lama. Untuk
pasien yang sesaknya menetap dengan monoterapi,
direkomendasikan pemakaian dua bronkodilator.
Populasi C: Terapi awal dengan satu bronkodilator kerja lama.
Direkomendasikan pemakaian LAMA. Pada eksaserbasi
persisten, direkomendasikan pemakaian kombinasi
bronkodilator kerja lama atau kombinasi LABA dengan ICS.
Populasi D: Direkomendasikan memulai terapi dengan
kombinasi LABA dan LAMA. bila masih mengalami
eksaserbasi direkomendasikan kombinasi LAMA, LABA dan
ICS. Pertimbangan pemberian Roflumilast untuk pasien dengan
VEP1< 50% prediksi dan bronkitis kronik. Makrolid
(Azitromisin) pada bekas perokok.
B. Nonmedikamentosa
Vaksinasi influenza untuk semua pasien PPOK, vaksinasi
pneumokokal untuk usia > 65 tahun atau usia lebih muda dengan
komorbid penyakit jantung dan paru kronik.
Oksigen
pemakaian Long-term oxy gen therapy pada pasien hipoksemia
berat.
Ventilasi mekanis
pemakaian long-term non-invasive ventilation pada
hiperkapnia kronik berat
Nutrisi adekuat untuk mencegah kelaparan dan menghindari
kelelahan otot pada pasien malnutrisi.
Rehabilitasi dengan aktivitas fisik dan latihan pernapasan untuk
mengurangi disabilitas
9. Komplikasi
Pneumonia
Gagal napas kronik
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Pneumotoraks
Kor Pulmonale
10. Penyakit Penyerta
Kanker paru
Penyakit jantung (Gagal jantung, penyakit jantung iskemik, Aritmia,
Hipertensi)
Osteoporosis
Depresi dan gangguan cemas
Gastroesophageal reflux ( GERD)
Gagal napas
Sindrom metabolik dan diabetes
Bronkiektasis
Obstructive sleep apneu
11. Prognosis
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Dubia
Quo ad sanasionam: Dubia
12. nasihat
Berhenti merokok
Aktivitas fisik
Tidur yang cukup
Diet sehat
Strategi managemen stres
Mengenali gejala eksaserbasi
pemakaian obat yang tepat
Kontrol teratur
13. Indikasi Pulang
Sesak berkurang atau hilang
Dapat mobilisasi
Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain
Penyakit penyerta tertangani
Mengerti pemakaian obat
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK) EKSASERBASI AKUT
Kondisi PPOK yang mengalami perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya.
2. Anamnesis
Pasien PPOK yang mengalami perburukan dengan gejala:
1. Sesak bertambah
2. Produksi sputum meningkat dan atau
3. Perubahan warna sputum menjadi purulen
3. Pemeriksaan Fisis
Frekuensi napas meningkat
Mengi atau ekspirasi memanjang
Pursed lip breathing
Mungkin didapat ronki dan demam
4. Kriteria diagnosa
1. Memenuhi kriteria PPOK
2. ada perburukan dengan gejala berupa :
a. Sesak bertambah
b. Produksi sputum meningkat dan atau
c. Perubahan warna sputum menjadi purulen
Kriteria eksaserbasi dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Tipe I: Eksaserbasi berat, memiliki 3 gejala di atas
2. Tipe II: Eksaserbasi sedang, memiliki 2 gejala
3. Tipe III: Eksaserbasi ringan, memiliki 1 gejala di atas ditambah :
a. Infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari
b. Demam tanpa sebab lain
c. Peningkatan batuk
d. Peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20%
nilai dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.
5. diagnosa Kerja PPOK eksaserbasi
6. diagnosa Banding
Asma akut
Pneumonia
Bronkiektasis terinfeksi
Gagal jantung
7. Pemeriksaan Penunjang
Umum :
Foto toraks PA
Darah lengkap
Analisis gas darah
Biakan mikroorganisme dari sputum
Khusus :
Arus puncak ekspirasi (APE)
Spirometri
CT dan ventilation-perfusion scanning
Sleep studies
8. PENGOBATAN
A. Medikamentosa
Bronkodilator inhalasi
Agonis 2 dan antikolinergik inhalasi/nebuliser merupakan obat
bronkodilator yang paling banyak dipakai.
Bronkodilator intravena
Metilsantin intravena dapat diberikan bersama bronkodilator
lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.
Dosis awal aminofilin diberikan 2,5-5 mg/kgBB diberikan
secara bolus dalam 30 menit. Untuk pemeliharaan diberikan
dosis 0,5 mg/kgBB per jam.
Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik tidak selalu diberikan, tergantung derajat
eksaserbasi. GOLD merekomendasikan prednisolon dosis 30-40
mg.
Antibiotik
Antibiotik diberikan bila :
a. PPOK eksaserbasi dengan semua gejala kardinal
b. PPOK eksaserbasi dengan 2 gejala kardinal, bila salah
satunya yaitu bertambahnya purulensi sputum
c. PPOK eksaserbasi berat yang memerlukan ventilasi
mekanis
B. Nonmedikamentosa
Oksigen
Terapi oksigen dosis yang tepat, gunakan sungkup ventury mask .
Pertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Saturasi > 90%, evaluasi
ketat hiperkapnia
Ventilasi mekanis
pemakaian Noninvasive Positive Pressure Ventilation
diutamakan, bila tidak berhasil gunakan ventilasi mekanis
dengan intubasi.
Nutrisi adekuat untuk mencegah kelaparan dan menghindari
kelelahan otot.
Rehabilitasi paru sejak awal
C. Khusus
Segera pindah ke ICU bila ada indikasi pemakaian ventilasi
mekanis
PENGOBATAN penyakit penyerta
9. Komplikasi
Gagal napas kronik
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Pneumotoraks
Kor Pulmonale
10. Penyakit Penyerta
Pneumotoraks
Gagal napas
Kor pulmonale
Gagal jantung
Osteoporosis
Depresi
Diabetes melitus
Kanker paru
11. Prognosis
Dubia
12. nasihat
Berhenti merokok
Mengerti pemakaian obat inhaler
Mengenali gejala eksaserbasi
13. Indikasi Pulang
Sesak berkurang atau hilang
Dapat mobilisasi
Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain
Penyakit penyerta tertangani
Mengerti pemakaian obat.
SINDROM OBSTRUKSI PASCA
TUBERKULOSIS
Gangguan paru yang ditandai adanya obstruksi saluran napas kronik
akibat komplikasi yang timbul dari tuberkulosis paru pasca pengobatan.
Obstruksi jalan napas merupakan salah satu komplikasi yang diketahui
dari tuberkulosis, dimana gejala dari gangguan yang muncul seperti
PPOK / Asma (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis / SOPT)
2. Anamnesis
Gejala pernapasan berupa batuk disertai dahak, batuk darah (hemoptoe) ,
sesak napas, dan mengi.
Sering pada usia muda < 40 th, biasanya bukan perokok.
Klinis lebih buruk, eksaserbasi lebih sering dan lebih berat daripada
PPOK.
Memiliki riwayat tuberkulosis paru dan pengobatan tuberkulosis paru.
3. Pemeriksaan Fisis
Kurang spesifik, tetapi bisa ditemukan suara napas bronchial, amforik,
suara napas melemah, tergantung luas lesi sebelumnya
4. Kriteria diagnosa
Anamnesis dan pemeriksaan fisis dan penunjang sesuai dengan SOPT,
terutama adanya riwayat tuberkulosis paru dan mendapat pengobatan.
Pemeriksaan spirometri: obstruktif atau restriktif tergantung jenis
kelainan paru, lebih banyak obstruktif yang kurang respons dengan
bronkodilator
5. diagnosa Kerja Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis
6. diagnosa Banding
Asma Bronkial
PPOK
Tumor Paru
Bronkiektasis
Bronkiolitis obliteratif
Mikosis paru
7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : darah rutin, kimia klinik.
Elektrokardiogram
Foto torak (fibrosis, kavitas, bronkiektasis, destroyed lung)
Analisis gas darah
Status nutrisi
Spirometri
HRCT
8. PENGOBATAN
A. Medikamentosa
Bronkodilator inhalasi
Agonis 2 (SABA, LABA) dan antikolinergik inhalasi (SAMA,
LAMA)
Antiinflamasi
Kortikosteroid inhalasi (ICS),
Antibiotik
(Empiris, Sesuai hasil kultur),
Mukolitik
(NAC dan karbosistein)
B. Nonmedikamentosa
Oksigen
pemakaian Long-term oxygen therapy pada pasien hipoksemia
berat.
Ventilasi mekanis
pemakaian long-term non-in vasive ventilation pada
hiperkapnia kronik berat
Nutrisi adekuat untuk mencegah atau menghindari kelelahan
otot pada pasien malnutrisi.
Rehabilitasi dengan aktivitas fisik dan latihan pernapasan untuk
mengurangi disabilitas.
Vaksinasi untuk mencegah infeksi paru berulang
9. Komplikasi Pneumonia
Hemoptisis masif
Pneumotoraks
Gagal napas kronik
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Kor Pulmonale
10. Penyakit Penyerta Kanker paru
Gagal jantung
Bronkiektasis
Mikosis paru
11. Prognosis Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Dubia
Quo ad sanasionam: Dubia
12. nasihat Hindari asap rokok
Aktivitas fisik
Diet sehat
Strategi managemen stres
Mengenali gejala eksaserbasi
pemakaian obat yang tepat
Efek samping pengobatan
Kontrol teratur
13. Indikasi Pulang Sesak berkurang atau hilang
Dapat mobilisasi
Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain
Penyakit penyerta tertangani
Mengerti pemakaian obat
BRONKIOLITIS
Infeksi pada bronkiolus (saluran napas kecil) tetapi tidak melibatkan
alveoli yang bisa disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur
2. Anamnesis
Batuk berdahak bening sampai kekuningan
Pilek
Sesak napas, kadang mencuit
Nyeri tenggorokan
Bersin-bersin
Demam
Bisa ditemukan adanya nyeri otot
3. Pemeriksaan Fisis
Frekuensi napas meningkat
Suhu bisa normal atau meningkat
Pemeriksaan toraks
a. Inspeksi : Simetris
b. Palpasi : Fremitus raba sama pada kedua sisi
c. Perkusi : sonor pada kedua sisi
d. Auskultasi : suara napas bisa memanjang dan kadang ditemukan
mengi (wheezing)
4. Kriteria diagnosa
Gejala klinis infeksi saluran napas bawah
Tidak ditemukan infiltrat pada foto toraks
5. diagnosa Kerja Bronkiolitis akut
6. diagnosa Banding
Pneumonia virus
Pneumonia bakterialis
Asma bronkial
PPOK eksaserbasi akut
7. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
AGD bila ada tanda hipoksemia
Foto toraks
Pewarnaan gram sputum
Kultur sputum
CRP
Kultur darah bila disertai tanda-tanda sepsis
8. PENGOBATAN
Medikamentosa
a. Pemberian antibiotik empirik bila ada tanda-tanda infeksi bakteri
b. Bronkodilator inhalasi
c. Kortikosteroid inhalasi
d. Mukolitik dan ekspektoran
e. Pemberian inhalasi NaCl hipertonik pada anak memberi
outcome yang baik tetapi pada dewasa belum ada laporan
Non medikamentosa
a. Suportif dan mempertahankan oksigenisasi
9. Komplikasi Pneumonia
Sepsis
Gagal napas
10. Penyakit Penyerta -
11. Prognosis Quo ad vitam: bonam
Quo ad functionam: bonam
Quo ad sanasionam: bonam
12. nasihat Berhenti merokok
Pengenalan gejala infeksi dan perilaku mencari pengobatan
13. Indikasi Pulang 4-5 hari perawatan
Perbaikan klinis
PANDUAN UMUM PRAKTIK KLINIS
GANGGUAN PERNAPASAN SAAT TIDUR
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA)
Obstructive sleep apnea (OSA) merupakan kondisi dengan karakteristik
episode berulang berhentinya aliran udara (apnea) atau penurunan aliran
udara (hipopnea) yang terjadi selama tidur disebabkan oleh saluran
napas atas yang kolaps.
2. Anamnesis
DEWASA
Gejala klinis pada dewasa dapat ditemukan salah satu atau lebih :
Keluhan mendengkur saat tidur
Episode henti napas saat tidur (apnea)
Terbangun saat tidur dengan menahan napas, tersengal-sengal /
tersedak / chocking
Nocturnal dyspnea
Gejala gastroesophageal refluks (GERD)
Rasa mengantuk sepanjang hari
Tidak segar saat bangun tidur
Sakit kepala saat bangun tidur
Lelah di siang hari
Tertidur saat mengemudi
Gangguan memori dan konsentrasi
Disfungsi ereksi
Iritabel
Depresi
ANAK
Pada anak-anak gejala bervariasi sesuai umurnya.
Beberapa gejala tersering pada anak yaitu gangguan tidur malam,
napas berbunyi atau mendengkur,napas dari mulut, tidur tidak nyenyak,
gangguan pertumbuhan, sleep walking , sakit kepala pagi hari dll.
PENAPISAN
Untuk penapisan dapat memakai kuesioner Berlin atau STOP
BANG atau Epworth Sleepiness Scale. Risiko tinggi OSA bila pada
kuesioner Berlin positif pada 2 sampai 3 kategori atau kuesioner STOP
BANG positif minimal pada 3 pertanyaan.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan indeks massa tubuh dapat normal, overweight atau
obesitas.
Pemeriksaan lingkar leher (dalam centimeter), umumnya lingkar
leher besar.
Pemeriksaan bidang THT dapat ditemukan stridor, hipertrofi konka
inferior, septum deviasi, hipertrofi adenoid, polip, micro atau
retroganthia, hipertofi tonsil lingula, palatal webbing , elongated
uvula , makroglosia, Friedman tongue position (tipe I,II,III,IV).
Pemeriksaan fisik paru dapat normal, dapat juga ditemukan tanda
obstruksi seperti mengi (wheezing) atau ekspirasi memanjang.
4. Kriteria diagnosa
DEWASA :
Kriteria diagnosa OSA bila ditemukan salah satu dari 2 hal berikut :
1. Hasil pemeriksaan polisomnografi (PSG), nilai apnea hipopnea
indeks (AHI) > 15
2. Hasil pemeriksaan polisomnografi (PSG), nilai apnea hipopnea
indeks (AHI) > 5 disertai 1 atau lebih gejala berikut :
a. Episode tidur unintentional selama periode terjaga
b. Mengantuk sepanjang hari (daytime sleepiness), tidak segar
sesudah tidur, lelah atau insomnia
c. Terbangun dari tidur dengan menahan napas, tersengal-sengal
atau tersedak/chocking
d. Pasangan melaporkan ada mengorok keras, berhenti napas atau
keduanya selama tidur
ANAK :
Hasil pemeriksaan polisomnografi (PSG), nilai apnea hipopnea indeks
(AHI) > 1
5. diagnosa Kerja Obstructive sleep apnea
6. diagnosa Banding
Central sleep apnea
Obesity hypoventilation syndrome
7. Pemeriksaan Penunjang
Polisomnografi (PSG) lengkap yang dilakukan saat tidur di Rumah
Sakit dengan rekaman PSG malam hari minimal selama 6 jam. (Gold
standard) Pada beberapa kondisi dapat dipakai pemeriksaan PSG
portabel.
Sleep endoscopy atau Drug Induced Sleep Endoscopy (DISE).
8. PENGOBATAN
Terapi konservatif, termasuk menurunkan berat badan.
Medikamentosa (dekongestan seperti nasal steroid, antihistamin, PPI
(omeprazole, lanzoprazole).
CPAP (Continuous positive airways pressure ).
Oral appliance.
Pembedahan/operatif pada daerah hidung, orofaring, maksiofasial
dan tenggorok (THT-KL).
9. Komplikasi
Penyakit kardiovaskular: hipertensi tidak terkendali .
Penyakit metabolik: diabetes tidak terkendali .
Gangguan kognitif.
Risiko kecelakaan dalam kerja.
Risiko kecelakaan saat mengemudi.
Gangguan pertumbuhan (pada anak).
10. Penyakit Penyerta
PPOK
Obesitas
Hipertensi
Gagal Jantung
Aritmia
Penyakit Jantung koroner
Stroke
Diabetes mellitus
Penyakit tiroid
Acromegaly
11. Prognosis Dubia ad bonam
12. Kriteria Pulang -
13. nasihat
Turunkan berat badan
Tidak merokok (berhenti merokok)
Sleep hygiene (tidur teratur dan cukup minimal 7 jam, tidur dengan
bantal di leher, makan terakhir 2 jam sebelum tidur)
Tidak minum alkohol
Olah raga teratur
PANDUAN UMUM PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT INFEKSI PARU
PNEUMONIA KOMUNITAS
Pneumonia komunitas ialah peradangan akut pada parenkim paru yang
didapat di masyarakat disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, parasit, protozoa), bukan disebabkan M.tb
2. Anamnesis
Gejala klinis berupa :
Batuk
Perubahan karakteristik sputum/purulen
Demam
Nyeri dada
Sesak napas
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
Suhu tubuh > 380C (aksila)/ riwayat demam
Frekuensi napas meningkat
Pemeriksaan paru
Nyeri di dada
Dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi
Suara napas bronkial dan ronki
4. Kriteria diagnosa
Pada foto toraks ada infiltrat/ air bronchogram ditambah dengan
beberapa gejala di bawah ini.
Batuk
Perubahan karakteristik sputum/purulen
Suhu tubuh > 380C (aksila)/ riwayat demam
Nyeri dada
Sesak
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi,
suara napas bronkial dan ronki
Leukosit > 10.000 atau < 4500
5. diagnosa Kerja Pneumonia komunitas
6. diagnosa Banding
Tumor paru
Tuberkulosis paru
Mikosis/ jamur paru
Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru)
7. Pemeriksaan Penunjang
UMUM
Foto toraks PA dan lateral
Laboratorium rutin darah
Jumlah leukosit > 10.000 atau < 4500
Pada hitung jenis ada dominasi sel leukosit PMN
Sputum mikroorganisme dan uji kepekaan aerob, anaerob, dan
atipik
C-reactive protein
Prokalsitonin (PCT)
Hemostasis (dalam keadaan berat)
Tes fungsi hati dan ginjal (dalam keadaan berat)
KHUSUS
Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari:
- darah
- aspirat transtrakea
- aspirat transtorakal
- bilasan bronkus
Analisis gas darah
CT scan toraks dengan kontras
Bronkoskopi
8. PENGOBATAN
Medikamentosa
Awal terapi antibiotik bersifat empirik dan harus diberikan secepat
mungkin, ketika berada di IGD.
Rawat
jalan
1. Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
Golongan laktam atau laktam ditambah
anti laktamase
ATAU
Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
Pasien dengan komorbid atau mempunyai
riwayat pemakaian antibitotik 3 bulan
sebelumnya.
Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin 750
mg, moksifloksasin)
ATAU
Golongan laktam ditambah anti laktamase
ATAU
laktam ditambah makrolid
Rawat
inap non
ICU
Fluorokuinolon respirasi levofloksasin 750 mg,
moksifloksasin)
ATAU
laktam ditambah makrolid
Ruang
rawat
Intensif
Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin
sulbaktam) ditambah makrolid baru atau
fluorokuinolon respirasi intravena (IV)
8. PENGOBATAN
Pertimbangan
khusus
Bila ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
Anti pneumokokal, anti pseudomonas laktam
(piperacilin-tazobaktam, sefepime, imipenem
atau meropenem) ditambah levofloksasin 750
mg
ATAU
laktam seperti ini di atas ditambah
aminoglikosida dan azitromisin
ATAU
laktam seperti ini di atas ditambah
aminoglikosida dan antipneumokokal
fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi
penisilin, laktam diganti dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA
Tambahkan vankomisin atau linezolid
Non Medikamentosa
Jika tak ada perbaikan antibiotik berikan sesuai hasil uji
sensitivitas.
Pemberian obat simtomatik antara lain antipiretik, mukolitik dan
ekspektoran dan bronkodilator dan lain lain.
Terapi oksigen (nasal kanul, simple mask, NRM, RM, NIV, ETT
dan ventilasi mekanik) sesuai derajat kebutuhan pasien
Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam.
Anti inflamasi sistemik (dalam keadaan berat).
Imunoglobulin /IVIG (dalam keadaan berat).
Activated Protein C / APC (dalam keadaan berat)
Khusus
Istirahat
Nutrisi adekuat sesuai kebutuhan
Pengisapan lendir bila perlu dengan suctioning dan bronkoskop
9. Komplikasi Abses paru
Empiema
Atelektasis
Sepsis
ALI dan ARDS
Mikosis paru
Gagal napas
Gagal ginjal
Gagal multi organ
10. Penyakit Penyerta Tuberkulosis
Diabetes
Jamur
HIV
Tumor paru
PPOK
Bronkiektasis
11. Prognosis Dubia ad bonam
12. nasihat Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) walaupun
masih perlu penelitian lebih lanjut mengenai efektivitasnya.
Berhenti merokok.
Menjaga kebersihan tangan, pemakaian masker, menerapkan etika
batuk.
Menerapkan kewaspadaan standar dan isolasi pada kasus khusus.
13. Indikasi Pulang bila dalam 24 jam sebelum pulang tidak ditemukan :
Suhu 37,80C
Frekuensi jantung > 100/menit
Frekuensi napas > 24/ menit
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
Saturasi oksigen < 90%
Belum dapat makan peroral
PNEUMONIA NOSOKOMIAL (HOSPITAL
ACQUIRED PNEUMONIA)
Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP)
yaitu pneumonia yang terjadi sesudah pasien 48 jam dirawat di rumah
sakit dan disingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi sebelum
masuk rumah sakit.
2. Anamnesis
ada faktor risiko terjadi pneumonia nosokomial.
Timbul gejala pneumonia seperti demam, batuk dengan sputum
purulen dalam 48 jam sesudah dirawat di rumah sakit.
3. Pemeriksaan Fisik
Suhu tubuh > 380 C
Suara napas bronkial dan ronki
4. Kriteria diagnosa
Kriteria pneumonia nosokomial menurut The Centers for Disease
Control (CDC) yaitu sebagai berikut.
Onset pneumonia yang terjadi 48 jam sesudah dirawat di rumah
sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi
pada waktu masuk rumah sakit.
diagnosa pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar:
‐ Foto toraks, ada infiltrat baru atau progresif
‐ Ditambah 2 di antara kriteria berikut yaitu suhu tubuh > 380
C, sekret purulen, ronki atau suara napas bronkial, leukositosis
(>12.000) atau leukopenia < 4000), saturasi memburuk atau
AGD dengan hasil penurunan nilai PO2 dan/atau PCO2
sehingga memerlukan terapi oksigen atau ventilasi mekanik.
5. diagnosa Kerja Pneumonia nosokomial
6. diagnosa Banding
Pneumonia komunitas
Mikosis/ jamur paru
7. Pemeriksaan Penunjang
UMUM
Foto toraks PA dan lateral.
Laboratorium rutin darah.
‐ Jumlah leukosit > 12.000 atau < 4000).
‐ Pada hitung jenis ada dominasi sel leukosit PMN.
Sputum mikroorganisme dan uji kepekaan aerob, anaerob
dan atipik
C-Reactive Protein
Prokalsitonin (PCT)
Analisis gas darah
Hemostasis (dalam keadaan berat)
Tes fungsi hati dan ginjal (dalam keadaan berat)
KHUSUS
Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari:
o darah
o aspirat transtrakea
o aspirat transtorakal
o bilasan bronkus
CT scan toraks dengan kontras
Bronkoskopi
8. PENGOBATAN
Terapi awal antibiotik yaitu empirik dengan pilihan antibiotik
yang mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen
yang mungkin sebagai penyebab, pertimbangkan pola resistansi
setempat.
Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan
terinfeksi kuman MDR
Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam kecuali jika keadaan
klinis memburuk.
Bila sudah ada hasil kultur dan tes sensitivitas, terapi empirik dapat
diubah bila responss klinis awal tidak memuaskan.
Terapi antibiotik secara empirik pada pasien tanpa faktor risiko
MDR patogen, onset dini (< 5 hari) dan semua derajat penyakit.
Terapi antibiotik secara empirik untuk semua derajat penyakit pada
onset lanjut (> 5 hari) atau ada faktor risiko MDR patogen.
Pengobatan antibiotik empirik untuk HAP
Tanpa risiko tinggi mortalitas dan tidak memiliki faktor risiko
MRSA
Salah satu di bawah ini:
‐ Sefepim 2g IV per 8 jam
‐ Levofloksasin 750mg IV oper 24 jam
‐ Imipenem 1g IV per 6 jam
‐ Meropenem 1g IV per 8 jam
‐ Piperasilin-tazobaktam 4.5g IV per 6 jam
Tanpa risiko tinggi mortalitas tetapi memiliki faktor risiko MRSA
Salah satu di bawah ini:
‐ Sefepim 2g IV per 8 jam
‐ Levofloksasin 750mg IV oper 24 jam
‐ Siprofloksasin 400mg IV per 8 jam
‐ Imipenem 1g IV per 6 jam
‐ Meropenem 1g IV per 8 jam
‐ Aztreonam 2g IV per 8 jam
‐ Piperasilin-tazobaktam 4.5g IV per 6 jam
Ditambah
‐ Vankomisin 15mg/kg IV per 8-12 jam dengan target 15-
20mg/ml dengan kadar loading dose 25-30mg/kg x 1 untuk
penyakit berat
ATAU
‐ Linezolid 600mg IV per 12 jam
Risiko mortalitas atau riwayat pemakaian antibiotik IV dalam 90
hari terakhir
Pilih 2 dari di bawah ini (hindari β-laktam)
‐ Piperasilin – tazobaktam 4.5g IV per 6 jam
ATAU
‐ Sefepim 2g IV per 8 jam
ATAU
‐ Levofloksasin 750mg IV oper 24 jam
‐ Siprofloksasin 400mg IV per 8 jam
ATAU
‐ Amikasin 15-20mg/kg IV per 24 jam
‐ Gentamisin 5-7mg/kg IV per 24 jam
‐ Tobramisin 5-7mg
ATAU
‐ Imipenem 1g IV per 6 jam
‐ Meropenem 1g IV per 8 jam
ATAU
‐ Aztreonam
DITAMBAH
‐ Vankomisin 15mg/kg IV per 8-12 jam dengan target 15-20
mg/ml dengan loading dose 25-30 mg/kg x 1 untuk penyakit
berat
ATAU
‐ Linezolid 600 mg IV per 12 jam
Bila tidak memakai antibiotik dengan cakupan MRSA maka
gunakan antibiotik yang mencakup MSSA, pilihannya:
Piperasilin – tazobaktam, sefepime, levofloksasin, imipenem,
meropenem. Oxasilin, nafsilin, dan sefazolin dipakai bila terbukti
MSSA tetapi umumnya tidak dipakai sebagai regimen empiris HAP.
9. Komplikasi Abses paru
Empiema
Atelektasis
Sepsis
ALI dan ARDS
Mikosis paru
Gagal napas
Gagal ginjal
Gagal multi organ
10. Penyakit Penyerta Diabetes mellitus
Penyakit jantung
Stroke
Gagal ginjal kronik.
HIV
Tumor paru
PPOK
11. Prognosis Prognosis buruk jika ditemukan salah satu kriteria di bawah ini
Umur > 60 tahun
Koma saat masuk rumah sakit
Perawatan di ICU
Syok
Pemakaian alat bantu napas yang lama
Foto toraks ditemukan kelainan abnormal bilateral
Kreatinin serum > 1,5 mg/dl
Penyakit dasar yang berat
Pengobatan awal yang tidak tepat
Infeksi oleh bakteri resistan
Onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen
Gagal multiorgan
pemakaian obat penyekat H2.
Faktor pasien dan pengobatan yang berhubungan dengan mortalitas.
ada ≥ 2 penyakit berat yang mendasari.
Riwayat pemakaian antibiotik.
status fungsional buruk.
Status imunosupresi.
Fungsi kardioplumoner yang sudah ada sebelumnya (preexisting
cardiopulmonary function )
Pengobatan empiris yang tidak memadai.
pemakaian ventilator mekanik.
Kondisi berat (syok septik).
12. nasihat Mencegah koloni di orofaring lambung dengan menghindari
pemakaian antibiotik yang tidak tepat, memilih dekontaminan
saluran cerna secara selektif, memakai sukralfat disamping
antagonis H2, memakai obat-obatan untuk meningkatkan
gerakan duodenum misalnya metoklopramid dan cisapride, berhenti
merokok dan vaksinasi.
Mencegah terjadinya aspirasi ke saluran napas bawah dengan cara
memposisikan pasien dengan kepala lebih tinggi, memakai
selang saluran napas yang ada suction subglotis, memakai selang
nasogatrik yang kecil, menghindari intubasi ulang, pemberian
makanan secara kontinu dengan jumlah sedikit.
Mencegah inokulasi eksogen dengan menghindari infeksi silang
dengan cara mencuci tangan sesuai prosedur, memakai
peralatan (seperti selang nasogastrik, kateter, alat bantu napas,
bronkoskopi dan lain-lain) secara steril, mengisolasi pasien yang
terinfeksi kuman MDR, mengganti secara berkala kateter urine,
selang naso gastrik dan lain-lain.
Menjaga daya tahan tubuh pasien tetap optimal dengan melakukan
drainase sekret saluran napas dengan fisioterapi dada, mobilisasi.
13. Indikasi Pulang Gejala berkurang atau hilang, dapat mobilisasi, perbaikan kondisi
klinis dan pemeriksaan lain.
PLEUROPNEUMONIA
Parapneumonia efusi, dimana ditemukan opacity shadow pleura ≤
10mm pada rontgen toraks dekubitus, CT scan toraks atau USG
2. Anamnesis
Munculnya gejala akut di bawah ini
Batuk
Nyeri dada terutama saat batuk dan menarik napas
Riwayat demam
Gejala konstitusi seperti anoreksia, malaise
3. Pemeriksaan Fisik
Frekuensi napas meningkat
Suhu bisa normal atau meningkat
Pemeriksaan toraks
- Inspeksi: bentuk dada simetris dengan pergerakan napas
tertinggal pada salah satu sisi
- Palpasi: Fremitus bisa meningkat pada sisi yang tertinggal
- Perkusi: redup pada sisi yang tertinggal
- Auskultasi: suara napas sedikit melemah pada sisi yang
tertinggal, ada pleural friction rub , dan bisa ditemukan
adanya ronki.
4. Kriteria diagnosa
Parapneumonia efusi dimana ditemukan gambaran opacity shadow
pleura ≤ 10mm pada rontgen toraks dekubitus, CT scan toraks atau
USG
5. diagnosa Kerja
Pleuropneumonia dekstra/ sinistra atau efusi parapneumonia kategori 1
dekstra/ sinistra (Light 2006)
6. diagnosa Banding
Pneumonia
Pleuritis sicca TB
7. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Rontgen toraks PA/ Lateral dekubitus
USG toraks
CT scan toraks
Kultur sputum
8. PENGOBATAN
Medikamentosa
Pemberian antibiotik empiris dan selanjutnya sesuai kultur
Non Medikamentosa
Observasi
Oksigenasi adekuat
9. Komplikasi Efusi parapneumonia kompleks
Empiema
Sepsis
10. Penyakit Penyerta Diabetes mellitus
Penyakit paru kronik
11. Prognosis Quo ad vitam: dubia at bonam
Quo ad functionam: dubia at bonam
Quo ad sanasionam: dubia at bonam
12. nasihat Etika batuk
Pemakaian antibiotik harus dengan resep dokter
13. Indikasi Pulang Perbaikan klinis sesudah 5-7 hari pemberian antibiotik dilanjutkan
oral 2 – 4 minggu
Tidak ada pertambahan opacity shadow pada pleura, bila ada
harus dilakukan evaluasi
Pemeriksaan radiologi ulang dilakukan sesudah 4 minggu
PNEUMONIA ASPIRASI
Pneumonia Aspirasi yaitu masuknya mikroorganisme dari orofaring
atau lambung ke dalam saluran napas sehingga memicu
peradangan dan kerusakan parenkim paru.
2. Anamnesis
Anamnesis : Batuk, perubahan karakteristik sputum/purulen, demam
atau riwayat demam, nyeri dada, sesak napas. Anamnesis juga
ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi termasuk evaluasi faktor
predisposisi.
Pasien sangat dicurigai mengalami aspirasi jika mengalami kondisi-
kondisi berikut:
Perubahan status mental yang berkaitan dengan stroke, intoksikasi
alkohol atau obat/racun, anestesia umum, kejang-kajang, trauma,
dan gangguan berkenaan dengan metabolisme seperti hipoglikemia.
Gangguan neuromuskular seperti distrofi muskular atau Guillain-
Barré syndrome .
Kelainan struktural atau anatomi seperti tumor lokal, striktur
esophagus, achalasia, fistula trakeoesofagea, atau gastroesophageal
reflux disease .
3. Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda konsolidasi paru seperti perkusi paru pekak, ronki nyaring, suara napas bronkial.
4. Kriteria diagnosa
ada infiltrat/ air bronchogram pada foto toraks ditambah
beberapa gejala:
Batuk
Perubahan karakteristik sputum
Suhu ≥ 38 C (aksila) atau riwayat demam
Nyeri dada
Sesak
Pemeriksaan fisik
o Sisi dada yang sakit tertinggal waktu bernapas
o Suara napas bronkial atau vesikuler menurun
o Ronki basah halus - ronki basah kasar
Leukosit ≥ 10.000 atau ≤ 4500
5. diagnosa Kerja Pneumonia aspirasi
6. diagnosa Banding
Atelektasis
Efusi Pleura
Tumor Paru
Tuberkulosis
7. Pemeriksaan Penunjang
Radiologis
Darah Rutin
Pemeriksaan bakteriologis: sputum, darah, aspirat nasotrakeal,
aspirasi trans torakal, punksi pleura, bronkoskopi, dan biopsi
Analisis Gas Darah
8. PENGOBATAN
Terapi suportif/ simtomatik
a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 – 100 mmHg atau saturasi 95
– 96% berdasar pemeriksaan AGD.
b. Mukolitik, antipiretik
c. Pemberian bronkodilator bila ada bronkospasme.
d. Pengaturan cairan.
e. Ventilasi mekanis bila didapatkan gagal napas.
Pemberian Antibiotik sesegera mungkin dengan cara empiris
sesuai pola kuman dan hasil sesuai dengan hasil biakan.
9. Komplikasi Penyebaran infeksi secara hematogen (bakteremia)
• Penurunan tekanan darah
• Syok
• Acute respiratory distress syndrome
• Pneumonia dengan abses paru
10. Penyakit Penyerta DM, HIV, penyakit ginjal kronis, gagal jantung kronik
11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad bonam
Ad sanasionam: Dubia ad bonam
Ad vitam: Dubia ad bonam
12. nasihat Pengetahuan penyakit, rencana pengobatan, dan prognosis
Pola hidup bersih dan sehat
Asupan gizi yang baik
13. Indikasi Pulang Klinis stabil, tidak ada lagi masalah medis dan keadaan lingkungan
aman untuk perawatan di rumah.
Kriteria klinis stabil :
Suhu ≤ 37,8 C
Frekuensi nadi ≤100 kali/menit
Frekuensi napas ≤ 24 kali/ menit
Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
Saturasi oksigen arteri ≥ 90 % atau PO2 ≥ 60 mmHg
BRONKIEKTASIS
Bronkiektasis yaitu dilatasi abnormal bronkus yang kronik dan
menetap disertai destruksi dinding bronkus akibat kelainan kongenital
ataupun yang didapat seperti infeksi kronik saluran napas.
2. Anamnesis
Gejala respiratorik
- batuk kronik disertai produksi sputum
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
pasien terdiagnosa pada saat medical check up. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar.
Gejala sistemik
- Demam yang berulang
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kadang-kadang tidak dijumpai kelainan