Rabu, 28 Februari 2024

penyakit paru 1




 

ASMA BRONKIAL  

 

  

Asma yaitu  suatu penyakit heterogen ditandai dengan inflamasi kronik saluran napas. 

Penyakit ini ditegakkan berdasar  riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak, 

rasa berat di dada dan batuk yang bervariasi dalam waktu dan intensitas, disertai 

keterbatasan aliran udara ekspirasi. 

 

2.  Anamnesis 

Gejala-gejala berikut merupakan karakteristik asma, antara lain: 

  Lebih dari 1 gejala (mengi, sesak, batuk dan dada terasa berat) terutama pada orang 

dewasa 

  Gejala umumnya lebih berat pada malam atau awal pagi hari 

  Gejala bervariasi menurut waktu dan intensitas 

  Gejala dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktivitas fisik, pajanan alergen, perubahan 

cuaca, emosi, serta iritan seperti asap rokok atau bau yang menyengat 

 

3. Pemeriksaan Fisis 

  Dapat normal 

  Ekspirasi terlihat memanjang 

  Mengi mungkin terdengar saat ekspirasi saja atau tidak terdengar pada asma berat 

 

 

 

 

 

4. Kriteria  diagnosa  

Kriteria diagnosa  asma ditegakkan berdasar : 

1.Anamnesis 

Gejala utama: sesak napas, batuk, rasa tertekan di dada, mengi yang bersifat episodik 

dan bervariasi.Gejala tambahan: rinitis atau atopi lainnya  

2.Pemeriksaan Fisis : Normal sampai ada tanda obstruksi: ekspirasi memanjang, 

mengi, hiperinflasi (sela iga melebar, dada cembung, hipersonor dan suara napas 

melemah)  

3.Pemeriksaan Penunjang:  

-Foto toraks normal/hiperinflasi 

-Arus puncak ekspirasi (APE): menurun, dengan pemberian bronkodilator meningkat 

20% 

-Spirometri: VEP1/KVP < 75%, dengan pemberian bronkodilator meningkat ≥ 12% 

dan 200 ml.  

 

Asma dapat dikelompokkan sebagai berikut: 

 

1.  Derajat berat/keparahan asma (sebelum pengobatan) dapat dibagi menjadi:  

  Asma intermiten 

  Asma persisten ringan 

  Asma persisten sedang 

  Asma persisten berat 

 

2. berdasar  derajat kontrol (sesudah  mendapat pengobatan), dibagi menjadi : 

  Asma terkendali  penuh 

  Asma terkendali  sebagian 

  Asma tidak terkendali  

 

             

berdasar  derajat berat/keparahan 

 

 

berdasar  derajat kontrol 

 

 

 Intermiten Persisten ringan Persisten sedang Persisten berat 

Gejala Bulanan: 

‐ < 1x sepekan 

‐ Gejala (-) di luar 

serangan 

‐ Serangan singkat 

Setiap pekan: 

‐ > 1x sepekan  

‐ < 1x/hari 

‐ Serangan 

mengganggu  

aktivitas dan tidur 

Harian: 

‐ Setiap hari 

‐ Butuh bronkodilator 

tiap hari  

‐ Serangan 

mengganggu 

aktivitas dan tidur 

Terus-menerus: 

‐ Terus menerus 

‐ Sering kambuh 

‐ Aktivitas fisis 

terbatas 

Malam < 2x/bulan > 2x/bulan > 1x sepekan Sering 

 

VEP1 

 

APE 

Variabilitas  

> 80% prediksi 

 

> 80% terbaik 

< 20% 

> 80% prediksi 

 

> 80% terbaik 

20-30% 

60-80% prediksi 

 

60-80% terbaik 

> 30% 

< 60% prediksi 

 

< 60% terbaik 

> 30% 

A. Kontrol Gejala Asma Tingkat Kontrol Gejala Asma 

Dalam 4 minggu terakhir, pasien mengalami : 

 

  Gejala asma di siang hari lebih dari dua 

kali/pekan 

  Apakah pernah terbangun malam hari 

karena asma? 

  Apakah pelega dibutuhkan untuk gejala 

lebih dari dua kali/pekan 

  Apakah ada pembatasan aktivitas karena 

asma? 

 

 

Ya/Tdk 

 

Ya/Tdk 

 

Ya/Tdk 

 

Ya/Tdk 

terkendali             terkendali             Tidak  

                              Sebagian         terkendali     

 

Tidak ada gejala     1-2 gejala      3-4 gejala 

 

5.  diagnosa  Kerja 

 

berdasar  derajat berat/keparahan asma (sebelum pengobatan)  

  Asma intermiten 

  Asma persisten ringan 

  Asma persisten sedang 

  Asma persisten berat 

 

berdasar  derajat kontrol (sesudah  mendapat pengobatan) 

  Asma terkendali  penuh 

  Asma terkendali  sebagian 

  Asma tidak terkendali  

6. diagnosa  Banding 

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) 

Pneumotoraks 

Gagal jantung kiri 

Sindrom obstruksi pascatuberkulosis (SOPT) 

Allergic bronchopulm onary aspergillosis (ABPA) 

Gastroesophageal reflux disease (GERD) 

Rinosinusitis 

 

7. Pemeriksaan 

Penunjang 

Umum: 

Pada saat tidak serangan: 

Spirometri  

Uji bronkodilator 

Uji metakolin/histamin 

Peak flow rate  (PFR) 

Analisis gas darah 

Foto toraks 

Kadar IgE total atau spesifik 

Kadar eosinofil total serum 

Darah rutin 

Uji kulit (Skin Prick Test) 

Khusus : 

Body box 

Cardiopulmonary exercise  (CPX) 

Eosinofil sputum 

Kadar NO ekspirasi (FeNO) 

       Ig E 

 

8.  PENGOBATAN 

A. Medikamentosa 

Obat pengontrol 

Kortikosteroid inhalasi (Inhaled corticosteroids/ICS) 

       Kombinasi ICS/LABA 

       Leukotriene receptor antagonists (LTRA) 

       Antikolinergik kerja lama (LAMA) 

       Metilsantin (teofilin) 

 

Obat pelega napas: 

      Agonis beta2kerja singkat (short acting β2 agonist/SABA) 

      Antikolinergik kerja singkat (SAMA) 

 

Obat tambahan: 

       Terapi Anti IgE 

       Kortikosteroid Oral/sistemik (OCS) 

       Terapi Anti IL-5 

       Terapi spesial (spesifik fenotip) dan intervensi di pusat spesialistik 

 

B. Non Medikamentosa 

     Olahraga 

     Menghindari alergen dan polusi udara 

     Berhenti merokok 

     Imunoterapi alergen 

 

9.  Komplikasi Gagal napas 

Bulla paru 

Pneumotoraks 

Pneumonia  

ABPA 

 

10. Penyakit Penyerta Gastroesophageal Reflux Disease  (GERD) 

Rinosinusitis 

Obstructive Sleep Apnea  (OSA) 

 

11. Prognosis Quo ad vitam: ad bonam 

Quo ad functionam: ad bonam 

Quo ad sanasionam: ad bonam 

 

12. nasihat  Hindari faktor yang diketahui sebagai pencetus 

Pakai obat pengontrol secara teratur 

Kontrol rutin 

 

13. Indikasi Pulang Bila: 

  sesak berkurang  

  keadaan umum membaik 

  penyakit penyerta berkurang 

 


ASMA EKSASERBASI 

(ASMA AKUT) 

 

Episode asma yang ditandai dengan peningkatan gejala sesak napas, 

batuk, mengi atau dada terasa berat/tertekan dan penurunan fungsi paru 

secara progresif. Eksaserbasi dapat menjadi manifestasi klinis pertama 

pada pasien yang belum terdiagnosa  asma. Eksaserbasi seringkali 

terjadi sesudah  terpajan zat seperti serbuk sari, polutan dan bau 

menyengat, dapat juga terjadi karena ketidakpatuhan pemakaian obat 

pengontrol. Sebagian pasien mengalami eksaserbasi karena terpajan zat 

yang tidak diketahui. Eksaserbasi berat dapat terjadi pada pasien asma 

yang terkendali  sebagian atau total. 

 

 

2.  Anamnesis 

 

Di Fasilitas Non Gawat Darurat / Faskes terbatas 

 

Anamnesis harus meliputi:  

  Onset  dan penyebabnya (jika diketahui) saat terjadi eksaserbasi 

  Keparahan gejala asma, termasuk terbatasnya latihan atau 

terganggunya tidur 

  Setiap gejala anafilaksis  

  Setiap faktor risiko kematian terkait asma. 

  Semua medikasi pelega dan pengontrol saat ini, termasuk dosis dan 

perangkatnya, pola kepatuhan, setiap perubahan dosis baru-baru ini 

dan respons terhadap terapi saat ini 

 

Di IGD 

 

Anamnesis singkat (poin-poin anamnesis sama dengan di atas) dan 

pemeriksaan fisis harus dilakukan bersamaan dengan terapi inisial  

 

Eksaserbasi asma berat merupakan keadaan darurat medis yang 

mengancam jiwa sehingga paling aman dikelola dalam perawatan akut 

seperti unit gawat darurat.  

3.  Pemeriksaan Fisis 

Ekspirasi memanjang 

pemakaian  otot bantu napas 

Mengi mungkin terdengar saat ekspirasi saja atau tidak terdengar pada 

serangan asma sangat berat 

  Tanda-tanda eksaserbasi berat dan tanda-tanda vital (misalnya 

tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan, 

tekanan darah, kemampuan untuk menyelesaikan kalimat, 

pemakaian  otot aksesori, mengi).  

  Faktor-faktor penyulit (misalnya anafilaksis, pneumonia, 

pneumotoraks) 

  Tanda-tanda dari kondisi alternatif yang bisa menjelaskan penyebab 

sesak napas akut (misalnya gagal jantung, disfungsi saluran napas 

bagian atas, terhirup benda asing atau emboli paru).  

 

4.  Kriteria diagnosa  

Eksaserbasi ditandai dengan perubahan gejala dan fungsi paru dari 

kondisi pasien biasanya. Perlambatan aliran udara ekspirasi ditentukan 

dengan pengukuran arus puncak ekspirasi (APE) atau volume ekspirasi 

paksa detik pertama (VEP1), dibandingkan dengan fungsi paru pasien 

sebelumnya atau dengan nilai prediksi. Pada kondisi akut, pengukuran 

ini lebih dapat dipercaya sebagai indikator keparahan eksaserbasi 

             

             

dibandingkan dengan gejala. Sebagian kecil pasien mungkin 

menunjukkan gejala yang tidak terlalu buruk dan mengalami 

penurunan fungsi paru yang bermakna. Eksaserbasi berat berpotensi 

mengancam jiwa dan terapinya memerlukan pemantauan yang ketat. 

 

Penilaian Objektif 

  Oksimetri nadi (pulse oxymetry). Tingkat saturasi oksigen <90% 

pada anak-anak atau orang dewasa merupakan tanda kebutuhan 

terapi yang agresif.  

  APE pada pasien yang berumur lebih dari 5 tahun. 

 

5.  diagnosa  Kerja 

Asma akut ringan/sedang/berat/mengancam jiwa pada asma 

intermiten/Persisten ringan, sedang, berat atau asma terkendali  

sebagian/ tidak terkendali  

6.  diagnosa  Banding 

PPOK eksaserbasi 

Pneumotoraks 

Gagal jantung kiri 

Sindrom obstruksi pascatuberkulosis (SOPT) 

Terhisap benda asing 

Emboli Paru 

 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

Spirometri 

Arus Puncak Ekspirasi (APE) 

Analisis gas darah 

Oksimetri nadi (Pulse oximetry) 

Foto toraks 

Kadar eosinofil total serum 

Darah rutin 

 

 

8.  PENGOBATAN 

A.  Di Fasilitas Non Gawat Darurat / Faskes terbatas  

Medikamentosa: 

Inhalasi  Agonis beta-2 kerja singkat (SABA) 

Inhalasi kortikosteroid 

Kortikosteroid oral (jika tidak tersedia kostikosteroid inhalasi) 

Kombinasi dosis rendah ICS dengan onset cepat LABA 

Evaluasi respons pengobatan 

 

B.  Di IGD 

Oksigen 

Inhalasi  Agonis beta-2 kerja singkat (SABA) 

Inhalasi Antikolinergik kerja singkat (SAMA) 

Inhalasi kombinasi SABA+SAMA 

Inhalasi Kortikosteroid 

Kortikosteroid Sistemik 

Aminofilin dan teofilin 

Evaluasi pengobatan 


C.  Khusus 

Rawat di ruang intensif (ICU) jika terjadi gagal napas. 

 

9.  Komplikasi Gagal napas 

Pneumotoraks 

Pneumonia  

Anafilaksis 

10. Penyakit Penyerta GERD 

Rinosinusitis 

OSA 

11. Prognosis Quo ad vitam: ad bonam 

Quo ad functionam: ad bonam 

Quo ad sanasionam: ad bonam 

 

12. nasihat  Hindari faktor pencetus 

Pakai obat pengontrol secara teratur 

Kontrol rutin 

13. Indikasi Pulang   Perbaikan gejala klinis 

  Peak flow  (APE) > 60% 

  Saturasi oksigen> 94% 

 


 

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK 

(PPOK) 


Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan 

keterbatasan aliran udara yang progresif dan berhubungan dengan 

peningkatan respons inflamasi kronik pada saluran napas dan paru 

terhadap gas atau partikel berbahaya lainnya. Eksaserbasi dan komorbid 

berkontribusi pada keparahan penyakit pada pasien. 

 

2.  Anamnesis 

Umumnya terjadi pada usia di atas 40 tahun 

Gejala pernapasan berupa sesak umumnya terus menerus, progresif 

seiring waktu, memburuk terutama selama latihan atau aktivitas. 

Gejala batuk kronik dengan produksi sputum, dan disertai dengan suara 

mengi, namun mungkin batuk hilang timbul dan tidak produktif. 

Riwayat terpajan partikel dan gas beracun (terutama asap rokok dan 

biomass fuel )  

Riwayat keluarga dengan PPOK, atau kondisi saat masih anak-anak 

seperti berat badan lahir rendah, infeksi saluran napas berulang. 

 

3.  Pemeriksaan Fisis 

Adanya tanda-tanda hiperinflasi  

Adanya tanda-tanda insufisiensi pernapasan 

Abnormalitas pada auskultasi (mengi [wheezing] dan/atau crackle) 

 

4.  Kriteria diagnosa  

  Adanya gejala dan tanda sesuai dengan PPOK 

  Konfirmasi dengan spirometri, dimana keterbatasan aliran udara 

menetap dengan rasio VEP1/KVP < 0,70 sesudah  terapi bronkodilator. 

 

5.  diagnosa  Kerja 

berdasar  Populasi 

PPOK Grup A 

PPOK Grup B 

PPOK Grup C 

PPOK Grup D 

 

6.  diagnosa  Banding 

  Asma Bronkial 

  Gagal jantung kongestif 

  Bronkiektasis 

  Tuberkulosis 

  Bronkiolitis obliteratif 

  Panbronkiolitis difus 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

Umum : 

  Foto toraks PA 

  Laboratorium (analisis gas darah arteri, hematologi rutin: eosinofil 

darah) 

 

Khusus : 

  Arus puncak ekspirasi (APE) 

  Spirometri  

  Bodyplethysmography 

  CT dan ventilation-perfusion scanning  

            

             

  Skrining Alpha-1 antitrypsin deficiency 

  E xercise testing 

  Sleep studies  

 

8. PENGOBATAN 

 

A.  Medikamentosa  

  Bronkodilator inhalasi  

Agonis 2 (SABA, LABA) dan antikolinergik inhalasi (SAMA, 

LAMA) 

  Antiinflamasi 

Kortikosteroid inhalasi (ICS), PDE4 inhibitor, 

  Antibiotik  

Azitromisin dan Eritromscin 

  Mukolitik 

N-Asetil Ssstein dan Karbosistein 

 

Populasi A: Pemberian bronkodilator berdasar  efek terhadap 

gejala sesak. Dapat diberikan bronkodilator kerja cepat (SABA, 

SAMA) ataupun bronkodilator kerja lama (LABA, LAMA) 

 

Populasi B: Terapi awal dengan bronkodilator kerja lama. Untuk 

pasien yang sesaknya menetap dengan monoterapi, 

direkomendasikan pemakaian  dua bronkodilator. 

 

Populasi C: Terapi awal dengan satu bronkodilator kerja lama. 

Direkomendasikan pemakaian  LAMA. Pada eksaserbasi 

persisten, direkomendasikan pemakaian  kombinasi 

bronkodilator kerja lama atau kombinasi LABA dengan ICS. 

 

Populasi D: Direkomendasikan memulai terapi dengan 

kombinasi LABA dan LAMA. bila  masih mengalami 

eksaserbasi direkomendasikan kombinasi LAMA, LABA dan 

ICS. Pertimbangan pemberian Roflumilast untuk pasien dengan 

VEP1< 50% prediksi dan bronkitis kronik. Makrolid 

(Azitromisin) pada bekas perokok. 

 

 

B. Nonmedikamentosa 

  Vaksinasi influenza untuk semua pasien PPOK, vaksinasi 

pneumokokal untuk usia > 65 tahun atau usia lebih muda dengan 

komorbid penyakit jantung dan paru kronik. 

  Oksigen  

pemakaian  Long-term oxy gen therapy pada pasien hipoksemia 

berat. 

  Ventilasi mekanis  

pemakaian  long-term non-invasive ventilation  pada 

hiperkapnia kronik berat 

  Nutrisi adekuat untuk mencegah kelaparan dan menghindari 

kelelahan otot pada pasien malnutrisi. 

  Rehabilitasi dengan aktivitas fisik dan latihan pernapasan untuk 

mengurangi disabilitas 


9. Komplikasi 

  Pneumonia 

  Gagal napas kronik 

  Gagal napas akut pada gagal napas kronik 

  Pneumotoraks 

  Kor Pulmonale 

 

10. Penyakit Penyerta 

  Kanker paru 

  Penyakit jantung (Gagal jantung, penyakit jantung iskemik, Aritmia, 

Hipertensi) 

  Osteoporosis 

  Depresi dan gangguan cemas 

  Gastroesophageal reflux ( GERD)  

  Gagal napas 

  Sindrom metabolik dan diabetes 

  Bronkiektasis 

  Obstructive sleep apneu 

 

11. Prognosis 

Quo ad vitam: Bonam 

Quo ad functionam: Dubia 

Quo ad sanasionam: Dubia  

 

12. nasihat  

  Berhenti merokok 

  Aktivitas fisik 

  Tidur yang cukup 

  Diet sehat 

  Strategi managemen stres 

  Mengenali gejala eksaserbasi 

  pemakaian  obat yang tepat 

  Kontrol teratur 

 

13. Indikasi Pulang 

  Sesak  berkurang atau hilang 

  Dapat mobilisasi 

  Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain 

  Penyakit penyerta tertangani 

  Mengerti pemakaian obat 

 

 


 

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK 

(PPOK) EKSASERBASI AKUT 

  

Kondisi PPOK yang mengalami perburukan dibandingkan dengan 

kondisi sebelumnya. 

 

2.  Anamnesis 

Pasien PPOK yang mengalami perburukan dengan gejala: 

1. Sesak bertambah 

2. Produksi sputum meningkat dan atau 

3. Perubahan warna sputum menjadi purulen 

 

3.  Pemeriksaan Fisis 

  Frekuensi napas meningkat 

  Mengi atau ekspirasi memanjang 

  Pursed lip breathing 

  Mungkin didapat ronki dan demam 

 

4.  Kriteria diagnosa  

1.  Memenuhi kriteria PPOK 

2.  ada  perburukan dengan gejala berupa : 

a. Sesak bertambah 

b. Produksi sputum meningkat dan atau 

c. Perubahan warna sputum menjadi purulen 

 

Kriteria eksaserbasi dibagi menjadi 3 yaitu :  

1. Tipe I: Eksaserbasi berat, memiliki 3 gejala di atas 

2. Tipe II: Eksaserbasi sedang, memiliki 2 gejala 

3. Tipe III: Eksaserbasi ringan, memiliki 1 gejala di atas ditambah : 

a. Infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari 

b. Demam tanpa sebab lain 

c. Peningkatan batuk 

d. Peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% 

nilai dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar. 

5.  diagnosa  Kerja PPOK eksaserbasi 

6.  diagnosa  Banding 

  Asma akut 

  Pneumonia 

  Bronkiektasis terinfeksi 

  Gagal jantung 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

Umum : 

  Foto toraks PA 

  Darah lengkap 

  Analisis gas darah 

  Biakan mikroorganisme dari sputum 

Khusus : 

  Arus puncak ekspirasi (APE) 

  Spirometri  

  CT  dan ventilation-perfusion scanning  

  Sleep studies 

 


8. PENGOBATAN 

A. Medikamentosa  

  Bronkodilator inhalasi  

Agonis 2 dan antikolinergik inhalasi/nebuliser merupakan obat 

bronkodilator yang paling banyak dipakai. 

  Bronkodilator intravena 

Metilsantin intravena dapat diberikan bersama bronkodilator 

lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. 

Dosis awal aminofilin diberikan 2,5-5 mg/kgBB diberikan 

secara bolus dalam 30 menit. Untuk pemeliharaan diberikan 

dosis 0,5 mg/kgBB per jam. 

  Kortikosteroid sistemik 

Kortikosteroid sistemik tidak selalu diberikan, tergantung derajat 

eksaserbasi. GOLD merekomendasikan prednisolon dosis 30-40 

mg. 

  Antibiotik  

Antibiotik diberikan bila : 

a. PPOK eksaserbasi dengan semua gejala kardinal 

b. PPOK eksaserbasi dengan 2 gejala kardinal, bila  salah 

satunya yaitu  bertambahnya purulensi sputum 

c. PPOK eksaserbasi berat yang memerlukan  ventilasi 

mekanis 

 

B. Nonmedikamentosa 

  Oksigen  

Terapi oksigen dosis yang tepat, gunakan sungkup ventury mask . 

Pertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Saturasi > 90%, evaluasi 

ketat hiperkapnia 

  Ventilasi mekanis  

pemakaian  Noninvasive Positive Pressure Ventilation  

diutamakan, bila tidak berhasil gunakan ventilasi mekanis 

dengan intubasi. 

  Nutrisi adekuat untuk mencegah kelaparan dan menghindari 

kelelahan otot. 

  Rehabilitasi paru sejak awal 

 

C. Khusus 

  Segera pindah ke ICU bila ada indikasi pemakaian  ventilasi 

mekanis 

  PENGOBATAN penyakit penyerta 

 

9. Komplikasi 

  Gagal napas kronik 

  Gagal napas akut pada gagal napas kronik 

  Pneumotoraks 

  Kor Pulmonale 

 

           

             

 

10. Penyakit Penyerta 

  Pneumotoraks  

  Gagal napas 

  Kor pulmonale 

  Gagal jantung 

  Osteoporosis  

  Depresi  

  Diabetes melitus 

  Kanker paru 

 

11. Prognosis 

 

Dubia 

 

12. nasihat  

  Berhenti merokok 

  Mengerti pemakaian obat inhaler 

  Mengenali gejala eksaserbasi 

13. Indikasi Pulang 

  Sesak  berkurang atau hilang 

  Dapat mobilisasi 

  Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain 

  Penyakit penyerta tertangani 

  Mengerti pemakaian obat. 

 


 

SINDROM OBSTRUKSI PASCA 

TUBERKULOSIS 

 

  

Gangguan paru yang ditandai adanya obstruksi saluran napas kronik 

akibat komplikasi yang timbul dari tuberkulosis paru pasca pengobatan. 

Obstruksi jalan napas merupakan salah satu komplikasi yang diketahui 

dari tuberkulosis, dimana gejala dari gangguan yang muncul seperti 

PPOK / Asma (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis / SOPT) 

 

2.  Anamnesis 

Gejala pernapasan berupa batuk disertai dahak, batuk darah (hemoptoe) , 

sesak napas, dan mengi. 

Sering pada usia muda < 40 th, biasanya bukan perokok. 

Klinis lebih buruk, eksaserbasi lebih sering dan lebih berat daripada 

PPOK. 

Memiliki riwayat tuberkulosis paru dan pengobatan tuberkulosis paru. 

 

3.  Pemeriksaan Fisis 

Kurang spesifik, tetapi bisa ditemukan suara napas bronchial, amforik, 

suara napas melemah, tergantung luas lesi sebelumnya 

 

4.  Kriteria diagnosa  

Anamnesis dan pemeriksaan fisis dan penunjang sesuai dengan SOPT, 

terutama adanya riwayat tuberkulosis paru dan mendapat pengobatan. 

Pemeriksaan spirometri: obstruktif atau restriktif tergantung jenis 

kelainan paru, lebih banyak obstruktif yang kurang respons dengan 

bronkodilator 

 

5.  diagnosa  Kerja Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis  

6.  diagnosa  Banding 

  Asma Bronkial 

  PPOK 

  Tumor Paru 

  Bronkiektasis 

  Bronkiolitis obliteratif  

  Mikosis paru 

 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

  Laboratorium : darah rutin, kimia klinik. 

  Elektrokardiogram 

  Foto torak (fibrosis, kavitas, bronkiektasis, destroyed lung)  

  Analisis gas darah 

  Status nutrisi 

  Spirometri 

  HRCT 

            

8.  PENGOBATAN 

A. Medikamentosa  

  Bronkodilator inhalasi  

Agonis 2 (SABA, LABA) dan antikolinergik inhalasi (SAMA, 

LAMA) 

  Antiinflamasi  

Kortikosteroid inhalasi (ICS),  

  Antibiotik  

(Empiris, Sesuai hasil kultur),  

  Mukolitik  

(NAC dan karbosistein) 

 

B. Nonmedikamentosa 

  Oksigen  

pemakaian  Long-term oxygen therapy  pada pasien hipoksemia 

berat. 

  Ventilasi mekanis  

pemakaian  long-term non-in vasive ventilation  pada 

hiperkapnia kronik berat 

  Nutrisi adekuat untuk mencegah atau menghindari kelelahan 

otot pada pasien malnutrisi. 

  Rehabilitasi dengan aktivitas fisik dan latihan pernapasan untuk 

mengurangi disabilitas. 

  Vaksinasi untuk mencegah infeksi paru berulang 

 

9.  Komplikasi   Pneumonia 

  Hemoptisis masif 

  Pneumotoraks 

  Gagal napas kronik 

  Gagal napas akut pada gagal napas kronik 

  Kor Pulmonale 

 

10. Penyakit Penyerta   Kanker paru 

  Gagal jantung 

  Bronkiektasis 

  Mikosis paru 

 

11. Prognosis Quo ad vitam: Bonam 

Quo ad functionam: Dubia 

Quo ad sanasionam: Dubia  

 

12. nasihat     Hindari asap rokok 

  Aktivitas fisik 

  Diet sehat 

  Strategi managemen stres 

  Mengenali gejala eksaserbasi 

  pemakaian  obat yang tepat 

  Efek samping pengobatan 

  Kontrol teratur 

 


13. Indikasi Pulang   Sesak  berkurang atau hilang 

  Dapat mobilisasi 

  Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain 

  Penyakit penyerta tertangani 

  Mengerti pemakaian obat 

 


 

BRONKIOLITIS  

  

Infeksi pada bronkiolus (saluran napas kecil) tetapi tidak melibatkan 

alveoli yang bisa disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur 

 

2.  Anamnesis 

  Batuk berdahak bening sampai kekuningan 

  Pilek 

  Sesak napas, kadang mencuit 

  Nyeri tenggorokan 

  Bersin-bersin 

  Demam 

  Bisa ditemukan adanya nyeri otot 

 

3.  Pemeriksaan Fisis 

  Frekuensi napas meningkat 

  Suhu bisa normal atau meningkat 

  Pemeriksaan toraks  

a. Inspeksi : Simetris 

b. Palpasi   : Fremitus raba sama pada kedua sisi 

c. Perkusi   : sonor pada kedua sisi 

d. Auskultasi : suara napas bisa memanjang dan kadang ditemukan 

mengi (wheezing) 

 

4.  Kriteria diagnosa  

  Gejala klinis infeksi saluran napas bawah 

  Tidak ditemukan infiltrat pada foto toraks 

 

5.  diagnosa  Kerja Bronkiolitis akut  

6.  diagnosa  Banding 

  Pneumonia virus 

  Pneumonia bakterialis 

  Asma bronkial 

  PPOK eksaserbasi akut 

 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

  Darah rutin 

  AGD bila ada tanda hipoksemia 

  Foto toraks 

  Pewarnaan gram sputum 

  Kultur sputum 

  CRP 

  Kultur darah bila disertai tanda-tanda sepsis 

 

8.  PENGOBATAN 

  Medikamentosa 

a. Pemberian antibiotik empirik bila ada tanda-tanda infeksi bakteri 

b. Bronkodilator inhalasi 

c. Kortikosteroid inhalasi 

d. Mukolitik dan ekspektoran 

e. Pemberian inhalasi NaCl hipertonik pada anak memberi  

outcome yang baik tetapi pada dewasa belum ada laporan 

  Non medikamentosa 

a. Suportif dan mempertahankan oksigenisasi  

 

9.  Komplikasi   Pneumonia 

  Sepsis 

  Gagal napas 

10. Penyakit Penyerta - 

 

11. Prognosis   Quo ad vitam: bonam 

  Quo ad functionam: bonam 

  Quo ad sanasionam: bonam 

12. nasihat    Berhenti merokok 

  Pengenalan gejala infeksi dan perilaku mencari pengobatan 

 

13. Indikasi Pulang   4-5 hari perawatan 

  Perbaikan klinis 


  

 

PANDUAN UMUM PRAKTIK KLINIS 

GANGGUAN PERNAPASAN SAAT TIDUR 

 


 

OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) 


Obstructive sleep apnea  (OSA) merupakan kondisi dengan karakteristik 

episode berulang berhentinya aliran udara (apnea) atau penurunan aliran 

udara (hipopnea) yang terjadi selama tidur disebabkan oleh saluran 

napas atas yang kolaps. 

 

2.  Anamnesis 

DEWASA 

Gejala klinis pada dewasa dapat ditemukan salah satu atau lebih : 

  Keluhan mendengkur saat tidur 

  Episode henti napas saat tidur (apnea) 

  Terbangun saat tidur dengan menahan napas, tersengal-sengal / 

tersedak / chocking 

  Nocturnal dyspnea 

  Gejala gastroesophageal refluks  (GERD) 

  Rasa mengantuk sepanjang hari 

  Tidak segar saat bangun tidur 

  Sakit kepala saat bangun tidur 

  Lelah di siang hari 

  Tertidur saat mengemudi 

  Gangguan memori dan konsentrasi 

  Disfungsi ereksi 

  Iritabel 

  Depresi 

  

ANAK 

Pada anak-anak gejala bervariasi sesuai umurnya.  

Beberapa gejala tersering pada anak yaitu  gangguan tidur malam, 

napas berbunyi atau mendengkur,napas dari mulut, tidur tidak nyenyak, 

gangguan pertumbuhan, sleep walking , sakit kepala pagi hari dll.  

 

PENAPISAN 

Untuk penapisan dapat memakai kuesioner Berlin atau STOP 

BANG atau Epworth Sleepiness Scale. Risiko tinggi OSA bila pada 

kuesioner Berlin positif pada 2 sampai 3 kategori atau kuesioner STOP 

BANG positif minimal pada 3 pertanyaan. 

3.  Pemeriksaan Fisik 

  Pemeriksaan indeks massa tubuh dapat normal, overweight  atau 

obesitas. 

  Pemeriksaan lingkar leher (dalam centimeter), umumnya lingkar 

leher besar. 

  Pemeriksaan bidang THT dapat ditemukan stridor, hipertrofi konka 

inferior, septum deviasi, hipertrofi adenoid, polip, micro atau 

retroganthia, hipertofi tonsil lingula, palatal webbing , elongated 

uvula , makroglosia, Friedman tongue position  (tipe I,II,III,IV). 

  Pemeriksaan fisik paru dapat normal, dapat juga ditemukan tanda 

obstruksi seperti mengi (wheezing) atau ekspirasi memanjang. 

        

4.  Kriteria diagnosa  

 

DEWASA : 

Kriteria diagnosa  OSA bila  ditemukan salah satu dari 2 hal berikut : 

1. Hasil pemeriksaan polisomnografi (PSG), nilai apnea hipopnea 

indeks (AHI) > 15 

2. Hasil pemeriksaan polisomnografi (PSG), nilai apnea hipopnea 

indeks (AHI) > 5 disertai 1 atau lebih gejala berikut :  

a. Episode tidur unintentional selama periode terjaga 

b. Mengantuk sepanjang hari (daytime sleepiness), tidak segar 

sesudah  tidur, lelah atau insomnia 

c. Terbangun dari tidur dengan menahan napas, tersengal-sengal 

atau tersedak/chocking 

d. Pasangan melaporkan ada mengorok keras, berhenti napas atau 

keduanya selama tidur 

 

ANAK : 

Hasil pemeriksaan polisomnografi (PSG), nilai apnea hipopnea indeks 

(AHI) > 1 

  

5.  diagnosa  Kerja Obstructive sleep apnea  

6.  diagnosa  Banding 

Central sleep apnea 

Obesity hypoventilation syndrome 

 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

 

  Polisomnografi (PSG) lengkap yang dilakukan saat tidur di Rumah 

Sakit dengan rekaman PSG malam hari minimal selama 6 jam. (Gold 

standard) Pada beberapa kondisi dapat dipakai pemeriksaan PSG 

portabel.  

  Sleep endoscopy  atau Drug Induced Sleep Endoscopy  (DISE). 

 

8.  PENGOBATAN 

  Terapi konservatif, termasuk menurunkan berat badan. 

  Medikamentosa (dekongestan seperti nasal steroid, antihistamin, PPI 

(omeprazole, lanzoprazole). 

   CPAP (Continuous positive airways pressure ). 

  Oral appliance. 

  Pembedahan/operatif pada daerah hidung, orofaring, maksiofasial 

dan tenggorok (THT-KL). 

9.  Komplikasi 

  Penyakit kardiovaskular: hipertensi tidak terkendali . 

  Penyakit metabolik: diabetes tidak terkendali . 

  Gangguan kognitif. 

  Risiko kecelakaan dalam kerja. 

  Risiko kecelakaan saat mengemudi. 

  Gangguan pertumbuhan (pada anak). 

 


10. Penyakit Penyerta 

  PPOK 

  Obesitas 

  Hipertensi 

  Gagal Jantung 

  Aritmia 

  Penyakit Jantung koroner 

  Stroke 

  Diabetes mellitus 

  Penyakit tiroid 

  Acromegaly 

11. Prognosis Dubia ad bonam  

12. Kriteria Pulang -  

13. nasihat  

 

  Turunkan berat badan 

  Tidak merokok (berhenti merokok) 

  Sleep hygiene  (tidur teratur dan cukup minimal 7 jam, tidur dengan 

bantal di leher, makan terakhir 2 jam sebelum tidur) 

  Tidak minum alkohol 

  Olah raga teratur 

 


 

  

 

PANDUAN UMUM PRAKTIK KLINIS 

PENYAKIT INFEKSI PARU 

 

 


 

PNEUMONIA KOMUNITAS 


Pneumonia komunitas ialah peradangan akut pada parenkim paru yang 

didapat di masyarakat disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, 

jamur, parasit, protozoa), bukan disebabkan M.tb 

 

2.  Anamnesis 

 

Gejala klinis berupa : 

  Batuk  

  Perubahan karakteristik sputum/purulen 

  Demam  

  Nyeri dada 

  Sesak napas 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

 

  Tanda vital 

   Suhu tubuh > 380C (aksila)/ riwayat demam 

   Frekuensi napas meningkat 

   Pemeriksaan paru 

   Nyeri di dada 

   Dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi 

   Suara napas bronkial dan ronki 

 

4.  Kriteria diagnosa  

 

Pada foto toraks ada  infiltrat/ air bronchogram ditambah dengan 

beberapa gejala di bawah ini. 

  Batuk 

  Perubahan karakteristik sputum/purulen 

  Suhu tubuh > 380C (aksila)/ riwayat demam 

  Nyeri dada 

  Sesak 

  Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi, 

suara napas bronkial dan ronki 

  Leukosit > 10.000 atau < 4500 

5.  diagnosa  Kerja Pneumonia komunitas  

6.  diagnosa  Banding 

  Tumor paru 

  Tuberkulosis paru 

  Mikosis/ jamur paru 

  Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru) 

 

            

 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

 

 

UMUM 

Foto toraks PA dan lateral 

Laboratorium rutin darah 

Jumlah leukosit  > 10.000 atau < 4500 

Pada hitung jenis ada  dominasi sel leukosit PMN 

Sputum mikroorganisme dan uji kepekaan aerob, anaerob, dan 

atipik 

C-reactive protein  

Prokalsitonin (PCT)  

Hemostasis (dalam keadaan berat) 

Tes fungsi hati dan ginjal (dalam keadaan berat) 

 

KHUSUS 

Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari:  

- darah 

- aspirat transtrakea 

- aspirat transtorakal 

- bilasan bronkus 

Analisis gas darah 

CT scan toraks dengan kontras  

Bronkoskopi 

 

8.  PENGOBATAN 

  Medikamentosa 

Awal terapi antibiotik bersifat empirik dan harus diberikan secepat 

mungkin, ketika berada di IGD. 

  

Rawat 

jalan 

1. Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat 

pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya  

  Golongan  laktam atau  laktam ditambah 

anti  laktamase  

     ATAU 

  Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)  

  Pasien dengan komorbid atau mempunyai 

riwayat pemakaian antibitotik 3 bulan 

sebelumnya.  

  Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin 750 

mg, moksifloksasin)  

     ATAU 

  Golongan  laktam ditambah anti  laktamase  

     ATAU  

   laktam ditambah makrolid  

Rawat 

inap non 

ICU  

  Fluorokuinolon respirasi levofloksasin 750 mg, 

moksifloksasin)  

       ATAU 

   laktam ditambah makrolid  

Ruang 

rawat  

Intensif 

Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas: 

   laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin 

sulbaktam) ditambah makrolid baru atau  

fluorokuinolon respirasi intravena (IV)  

 

8.  PENGOBATAN 

 

Pertimbangan 

khusus 

Bila ada faktor risiko infeksi pseudomonas: 

  Anti pneumokokal, anti pseudomonas  laktam 

(piperacilin-tazobaktam, sefepime, imipenem 

atau meropenem) ditambah levofloksasin 750 

mg  

ATAU 

 laktam seperti ini  di atas ditambah 

aminoglikosida dan azitromisin  

ATAU 

   laktam seperti ini  di atas ditambah 

aminoglikosida dan antipneumokokal 

fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi 

penisilin,  laktam diganti dengan aztreonam)  

 

Bila curiga disertai infeksi MRSA 

  Tambahkan vankomisin atau linezolid  

 

Non Medikamentosa 

  Jika tak ada perbaikan antibiotik berikan sesuai hasil uji 

sensitivitas. 

  Pemberian obat simtomatik antara lain antipiretik, mukolitik dan 

ekspektoran dan bronkodilator dan lain lain. 

  Terapi oksigen (nasal kanul, simple mask, NRM, RM, NIV, ETT 

dan ventilasi mekanik) sesuai derajat kebutuhan pasien 

  Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam. 

  Anti inflamasi sistemik (dalam keadaan berat). 

  Imunoglobulin /IVIG (dalam keadaan berat). 

  Activated Protein C / APC (dalam keadaan berat) 

 

Khusus 

  Istirahat 

  Nutrisi adekuat sesuai kebutuhan 

  Pengisapan lendir bila perlu dengan suctioning dan bronkoskop  

 

9.  Komplikasi   Abses paru 

  Empiema 

  Atelektasis 

  Sepsis 

  ALI dan ARDS 

  Mikosis paru 

  Gagal napas 

  Gagal ginjal 

  Gagal multi organ 

 

   

             

 

10. Penyakit Penyerta   Tuberkulosis 

  Diabetes 

  Jamur 

  HIV  

  Tumor paru 

  PPOK 

  Bronkiektasis 

11. Prognosis  Dubia ad bonam 

 

12. nasihat    Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) walaupun 

masih perlu penelitian lebih lanjut mengenai efektivitasnya.  

  Berhenti merokok. 

  Menjaga kebersihan tangan, pemakaian  masker, menerapkan etika 

batuk. 

  Menerapkan kewaspadaan standar dan isolasi pada kasus khusus. 

  

13. Indikasi Pulang bila  dalam 24 jam sebelum pulang tidak ditemukan : 

  Suhu 37,80C 

  Frekuensi jantung > 100/menit 

  Frekuensi napas > 24/ menit  

  Tekanan darah sistolik < 90 mmHg 

  Saturasi oksigen < 90% 

  Belum dapat makan peroral  

 


 

PNEUMONIA NOSOKOMIAL (HOSPITAL 

ACQUIRED PNEUMONIA) 

 

  

Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia  (HAP) 

yaitu  pneumonia yang terjadi sesudah  pasien 48 jam dirawat di rumah 

sakit dan disingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi sebelum 

masuk rumah sakit. 

 

2.  Anamnesis 

  ada  faktor risiko terjadi pneumonia nosokomial. 

  Timbul gejala pneumonia seperti demam, batuk dengan sputum 

purulen dalam 48 jam sesudah  dirawat di rumah sakit. 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

  Suhu tubuh > 380 C 

  Suara napas bronkial dan ronki 

 

4.  Kriteria diagnosa  

Kriteria pneumonia nosokomial menurut The Centers for Disease 

Control (CDC) yaitu  sebagai berikut.  

  Onset  pneumonia yang terjadi 48 jam sesudah  dirawat di rumah 

sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi 

pada waktu masuk rumah sakit. 

  diagnosa  pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar: 

‐ Foto toraks, ada  infiltrat baru atau progresif 

‐ Ditambah 2 di antara kriteria berikut yaitu suhu tubuh    > 380 

C, sekret purulen, ronki atau suara napas bronkial,  leukositosis 

(>12.000) atau leukopenia < 4000), saturasi memburuk atau 

AGD dengan hasil penurunan nilai PO2 dan/atau PCO2 

sehingga memerlukan  terapi oksigen atau ventilasi mekanik.  

 

5.  diagnosa  Kerja Pneumonia nosokomial  

6.  diagnosa  Banding 

Pneumonia komunitas 

Mikosis/ jamur paru 

 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

UMUM 

  Foto toraks PA dan lateral. 

  Laboratorium rutin darah. 

‐ Jumlah leukosit > 12.000 atau < 4000). 

‐ Pada hitung jenis ada  dominasi sel leukosit PMN. 

  Sputum mikroorganisme dan uji kepekaan aerob, anaerob   

      dan atipik 

  C-Reactive Protein 

  Prokalsitonin (PCT)  

  Analisis gas darah 

  Hemostasis (dalam keadaan berat) 

  Tes fungsi hati dan ginjal (dalam keadaan berat) 

 

KHUSUS 

  Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari: 

o darah 

o aspirat transtrakea 

o aspirat transtorakal 

o bilasan bronkus 

  CT scan toraks dengan kontras  

  Bronkoskopi 

    

8. PENGOBATAN 

  Terapi awal antibiotik yaitu  empirik dengan pilihan antibiotik 

yang mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen 

yang mungkin sebagai penyebab, pertimbangkan pola resistansi 

setempat. 

  Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan 

terinfeksi kuman MDR 

  Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam kecuali jika keadaan 

klinis memburuk. 

  Bila sudah ada hasil kultur dan tes sensitivitas, terapi empirik dapat 

diubah bila responss klinis awal tidak memuaskan. 

  Terapi antibiotik secara empirik pada pasien tanpa faktor risiko 

MDR patogen, onset dini (< 5 hari)  dan semua derajat penyakit. 

  Terapi antibiotik secara empirik untuk semua derajat penyakit pada 

onset lanjut (> 5 hari) atau ada  faktor risiko MDR patogen. 

 

Pengobatan antibiotik empirik untuk HAP 

  Tanpa risiko tinggi mortalitas dan tidak memiliki faktor risiko 

MRSA 

       Salah satu di bawah ini: 

‐ Sefepim 2g IV per 8 jam 

‐ Levofloksasin 750mg IV oper 24 jam 

‐ Imipenem 1g IV per 6 jam 

‐ Meropenem 1g IV per 8 jam  

‐ Piperasilin-tazobaktam 4.5g IV per 6 jam 

 

  Tanpa risiko tinggi mortalitas tetapi memiliki faktor risiko MRSA 

      Salah satu di bawah ini: 

‐ Sefepim 2g IV per 8 jam 

‐ Levofloksasin 750mg IV oper 24 jam 

‐ Siprofloksasin 400mg IV per 8 jam 

‐ Imipenem 1g IV per 6 jam 

‐ Meropenem 1g IV per 8 jam  

‐ Aztreonam 2g IV per 8 jam 

‐ Piperasilin-tazobaktam 4.5g IV per 6 jam 

       

 Ditambah 

‐ Vankomisin 15mg/kg IV per 8-12 jam dengan target 15-

20mg/ml dengan kadar loading dose 25-30mg/kg x 1 untuk 

penyakit berat 

ATAU 

‐ Linezolid 600mg IV per 12 jam 

 

  Risiko mortalitas atau riwayat pemakaian  antibiotik IV dalam 90 

hari terakhir 

Pilih 2 dari di bawah ini (hindari β-laktam) 

‐ Piperasilin – tazobaktam 4.5g IV per 6 jam 

ATAU 

‐ Sefepim 2g IV per 8 jam 

ATAU 

‐ Levofloksasin 750mg IV oper 24 jam 

‐ Siprofloksasin 400mg IV per 8 jam 

ATAU 

‐ Amikasin 15-20mg/kg IV per 24 jam 

‐ Gentamisin 5-7mg/kg IV per 24 jam 

‐ Tobramisin 5-7mg 

 

ATAU 

‐ Imipenem 1g IV per 6 jam 

‐ Meropenem 1g IV per 8 jam  

ATAU 

‐ Aztreonam  

 

 DITAMBAH 

‐ Vankomisin 15mg/kg IV per 8-12 jam dengan target 15-20 

mg/ml dengan loading dose 25-30 mg/kg x 1 untuk penyakit 

berat 

ATAU 

‐ Linezolid 600 mg IV per 12 jam  

 

Bila tidak memakai antibiotik dengan cakupan MRSA maka 

gunakan antibiotik yang mencakup MSSA, pilihannya: 

Piperasilin – tazobaktam, sefepime, levofloksasin, imipenem, 

meropenem. Oxasilin, nafsilin, dan sefazolin dipakai bila terbukti 

MSSA tetapi umumnya tidak dipakai sebagai regimen empiris HAP. 

 

9.  Komplikasi   Abses paru 

  Empiema 

  Atelektasis 

  Sepsis 

  ALI dan ARDS 

  Mikosis paru 

  Gagal napas 

  Gagal ginjal 

  Gagal multi organ 

 

10. Penyakit Penyerta   Diabetes mellitus 

  Penyakit jantung 

  Stroke 

  Gagal ginjal kronik. 

  HIV  

  Tumor paru 

  PPOK 

       

             

11. Prognosis Prognosis buruk jika ditemukan salah satu kriteria di bawah ini 

  Umur > 60 tahun 

  Koma saat masuk rumah sakit 

  Perawatan di ICU 

  Syok 

  Pemakaian alat bantu napas yang lama 

  Foto toraks ditemukan kelainan abnormal bilateral 

  Kreatinin serum > 1,5 mg/dl 

  Penyakit dasar yang berat 

  Pengobatan awal yang tidak tepat 

  Infeksi oleh bakteri resistan 

  Onset  lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen 

  Gagal multiorgan 

  pemakaian  obat penyekat H2. 

 

Faktor pasien dan pengobatan yang berhubungan dengan mortalitas. 

  ada  ≥ 2 penyakit berat yang mendasari. 

  Riwayat pemakaian  antibiotik. 

  status fungsional buruk. 

  Status imunosupresi. 

  Fungsi kardioplumoner yang sudah ada sebelumnya (preexisting 

cardiopulmonary function ) 

  Pengobatan empiris yang tidak memadai. 

  pemakaian  ventilator mekanik. 

  Kondisi berat (syok septik). 

 

12. nasihat    Mencegah koloni di orofaring lambung dengan menghindari 

pemakaian antibiotik yang tidak tepat, memilih dekontaminan 

saluran cerna secara selektif, memakai sukralfat disamping 

antagonis H2, memakai obat-obatan untuk meningkatkan 

gerakan duodenum misalnya metoklopramid dan cisapride, berhenti 

merokok dan vaksinasi. 

 

  Mencegah terjadinya aspirasi ke saluran napas bawah dengan cara 

memposisikan pasien dengan kepala lebih tinggi, memakai 

selang saluran napas yang ada suction subglotis, memakai selang 

nasogatrik yang kecil, menghindari intubasi ulang, pemberian 

makanan secara kontinu dengan jumlah sedikit. 

 

  Mencegah inokulasi eksogen dengan menghindari infeksi silang 

dengan cara mencuci tangan sesuai prosedur, memakai 

peralatan (seperti selang nasogastrik, kateter, alat bantu napas, 

bronkoskopi dan lain-lain) secara steril, mengisolasi pasien yang 

terinfeksi kuman MDR, mengganti secara berkala kateter urine, 

selang naso gastrik dan lain-lain. 

 

  Menjaga daya tahan tubuh pasien tetap optimal dengan melakukan 

drainase sekret saluran napas dengan fisioterapi dada, mobilisasi. 

13. Indikasi Pulang Gejala  berkurang atau hilang, dapat mobilisasi, perbaikan kondisi 

klinis dan pemeriksaan lain. 

 


 

PLEUROPNEUMONIA 

 

  

Parapneumonia efusi, dimana ditemukan opacity shadow  pleura ≤ 

10mm pada rontgen toraks dekubitus, CT scan toraks atau USG 

 

2.  Anamnesis 

Munculnya gejala akut di bawah ini  

  Batuk  

  Nyeri dada terutama saat batuk dan menarik napas 

  Riwayat demam  

  Gejala konstitusi seperti anoreksia, malaise 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

  Frekuensi napas meningkat 

  Suhu bisa normal atau meningkat 

  Pemeriksaan toraks  

-  Inspeksi: bentuk dada simetris dengan pergerakan napas 

tertinggal pada salah satu sisi 

-  Palpasi: Fremitus bisa meningkat pada sisi yang tertinggal  

-  Perkusi: redup pada sisi yang tertinggal 

-  Auskultasi: suara napas sedikit melemah pada sisi yang 

tertinggal, ada  pleural friction rub , dan bisa ditemukan 

adanya ronki.  

4.  Kriteria diagnosa  

Parapneumonia efusi dimana ditemukan gambaran opacity shadow  

pleura ≤ 10mm pada rontgen toraks dekubitus, CT scan toraks atau 

USG 

 

5.  diagnosa  Kerja 

Pleuropneumonia dekstra/ sinistra atau efusi parapneumonia kategori 1 

dekstra/ sinistra (Light 2006) 

 

6.  diagnosa  Banding 

  Pneumonia 

  Pleuritis sicca TB 

  

7.  Pemeriksaan Penunjang 

  Darah rutin 

  Rontgen toraks PA/ Lateral dekubitus 

  USG toraks 

  CT scan toraks 

  Kultur sputum 

8.  PENGOBATAN 

Medikamentosa 

       Pemberian antibiotik empiris dan selanjutnya sesuai kultur 

Non Medikamentosa 

  Observasi 

  Oksigenasi adekuat 

 

9.  Komplikasi   Efusi parapneumonia kompleks 

  Empiema 

  Sepsis 


10. Penyakit Penyerta   Diabetes mellitus  

  Penyakit paru kronik 

11. Prognosis   Quo ad vitam: dubia at bonam 

  Quo ad functionam: dubia at bonam 

  Quo ad sanasionam: dubia at bonam 

 

12. nasihat  Etika batuk  

Pemakaian antibiotik harus dengan resep dokter 

 

13. Indikasi Pulang   Perbaikan klinis sesudah  5-7 hari pemberian antibiotik dilanjutkan 

oral 2 – 4 minggu  

  Tidak ada pertambahan opacity  shadow  pada pleura, bila       ada 

harus dilakukan evaluasi 

  Pemeriksaan radiologi ulang dilakukan sesudah  4 minggu 

 


PNEUMONIA ASPIRASI 

 

  

Pneumonia Aspirasi yaitu  masuknya mikroorganisme dari orofaring 

atau lambung ke dalam saluran napas sehingga memicu  

peradangan dan kerusakan parenkim paru. 

 

2.  Anamnesis 

Anamnesis : Batuk, perubahan karakteristik sputum/purulen, demam 

atau riwayat demam, nyeri dada, sesak napas. Anamnesis juga 

ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang 

berhubungan dengan faktor infeksi termasuk evaluasi faktor 

predisposisi. 

Pasien sangat dicurigai mengalami aspirasi jika mengalami kondisi-

kondisi berikut: 

  Perubahan status mental yang berkaitan dengan stroke, intoksikasi 

alkohol atau obat/racun, anestesia umum, kejang-kajang, trauma, 

dan gangguan berkenaan dengan metabolisme seperti hipoglikemia. 

  Gangguan neuromuskular seperti distrofi muskular atau Guillain-

Barré syndrome . 

  Kelainan struktural atau anatomi seperti tumor lokal, striktur 

esophagus, achalasia, fistula trakeoesofagea, atau gastroesophageal 

reflux disease . 

 

3.  Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda konsolidasi paru seperti perkusi paru pekak, ronki nyaring, suara napas bronkial. 

4.  Kriteria diagnosa  

ada  infiltrat/ air bronchogram pada foto toraks ditambah 

beberapa gejala: 

  Batuk 

  Perubahan karakteristik sputum 

  Suhu ≥ 38 C (aksila) atau riwayat demam 

  Nyeri dada 

  Sesak 

  Pemeriksaan fisik 

o Sisi dada yang sakit tertinggal waktu bernapas 

o Suara napas bronkial atau vesikuler menurun 

o Ronki basah halus - ronki basah kasar 

  Leukosit ≥ 10.000 atau ≤ 4500 

 

5.  diagnosa  Kerja Pneumonia aspirasi

6.  diagnosa  Banding 

Atelektasis 

Efusi Pleura 

Tumor Paru 

Tuberkulosis  


7.  Pemeriksaan Penunjang 

  Radiologis 

  Darah Rutin 

  Pemeriksaan bakteriologis: sputum, darah, aspirat     nasotrakeal, 

aspirasi trans torakal, punksi pleura, bronkoskopi,  dan biopsi 

  Analisis Gas Darah 

 

8.  PENGOBATAN 

  Terapi suportif/ simtomatik 

a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 – 100 mmHg atau saturasi 95 

– 96% berdasar  pemeriksaan AGD.  

b.  Mukolitik, antipiretik 

c.  Pemberian bronkodilator bila ada  bronkospasme. 

d.   Pengaturan cairan. 

e.   Ventilasi mekanis bila didapatkan gagal napas. 

  Pemberian  Antibiotik sesegera mungkin dengan cara empiris 

     sesuai pola kuman dan hasil sesuai dengan hasil biakan. 

9.  Komplikasi Penyebaran infeksi secara hematogen (bakteremia) 

•    Penurunan tekanan darah 

•    Syok 

•    Acute respiratory distress syndrome 

•    Pneumonia dengan abses paru 

 

10. Penyakit Penyerta DM, HIV, penyakit ginjal kronis, gagal jantung kronik 

 

11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad bonam 

Ad sanasionam: Dubia ad bonam 

Ad vitam: Dubia ad bonam 

 

12. nasihat    Pengetahuan penyakit, rencana pengobatan, dan prognosis 

  Pola hidup bersih dan sehat 

  Asupan gizi yang baik 

 

13. Indikasi Pulang Klinis stabil, tidak ada lagi masalah medis dan keadaan lingkungan 

aman untuk perawatan di rumah.  

 

Kriteria klinis stabil : 

  Suhu ≤ 37,8 C 

  Frekuensi nadi ≤100 kali/menit 

  Frekuensi napas ≤ 24 kali/ menit 

  Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg 

  Saturasi oksigen arteri ≥ 90 % atau PO2 ≥ 60 mmHg 

 


 

BRONKIEKTASIS 

 

  

Bronkiektasis yaitu  dilatasi abnormal bronkus yang kronik dan 

menetap disertai destruksi dinding bronkus akibat kelainan kongenital 

ataupun yang didapat seperti infeksi kronik saluran napas. 

 

2.  Anamnesis 

  Gejala respiratorik 

- batuk kronik disertai produksi sputum 

- batuk darah 

- sesak napas 

- nyeri dada 

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala 

sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang 

pasien terdiagnosa  pada saat medical check up. Batuk yang pertama 

terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan 

untuk membuang dahak ke luar. 

 

  Gejala sistemik 

-  Demam yang berulang 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan fisik kadang-kadang tidak dijumpai kelainan