Lidokain Intravena
Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman
yang bersifat subjektif yang tidak menyenangkan
dan dapat dipicu oleh kerusakan jaringan.
Manajemen nyeri pascaoperasi memberi
hasil luaran yang baik pada pasien, sehingga
tatalaksana nyeri pascaoperasi dinilai esensial.
Penggunaan lidokain intravena pada kasus
bedah saraf dinilai memiliki efek yang esensial.
Penggunaan lidokain intravena dengan dosis
0,5–2 mg/kg/jam selama masa intraoperatif dan
pascaoperasi memiliki efek yang baik sebagai
obat analgesik adjuvan tanpa menimbulkan gejala
toksisitas. Selain itu, lidokain juga menjadi obat
analgesik menjanjikan dalam menangani nyeri
pascaoperasi di bidang bedah saraf.
Nyeri merupakan suatu perasaan atau
pengalaman yang bersifat subjektif yang
melibatkan sensoris, emosional, dan tingkah laku
yang tidak menyenangkan yang dihubungkan
dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi
kerusakan pada jaringan.1
Seiring dengan
meningkatnya jumlah dan jenis operasi yang
sehari-hari dikerjakan saat ini, manajemen nyeri
akut menjadi aspek penting dari perawatan
anestesi perioperatif.2 Suatu penelitian
menunjukkan bahwa 75% pasien mengalami
nyeri akut pascaoperasi dengan intensitas nyeri
berada pada level sedang hingga berat. Selain
itu, hampir 20% dari populasi yang diteliti
mengalami nyeri pascaoperasi yang persisten
dan memicu gangguan kualitas hidup.2
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa 60%
pasien mengalami nyeri pascaoperasi; dimana
nyeri pasca kraniotomi kurang menyakitkan
daripada operasi lainnya.
Meskipun rasa sakit
yang dipicu oleh kraniotomi mungkin
lebih ringan daripada rasa sakit yang mengikuti
prosedur lain, namun jika diremehkan maka akan
mengganggu fase pemulihan akut dari pasien.4
Penanganan nyeri yang baik akan meningkatkan
hasil akhir pembedahan dengan mengurangi
morbiditas dan mempercepat waktu pemulihan.
Obat analgesik multimodal terbukti dapat
menurunkan stres pascaoperasi, mengurangi nyeri
pada pasien dengan komorbid yang berhubungan
dengan komplikasi, dan juga mengurangi masa
rawat di rumah sakit.
Penggunaan obat analgesik opioid merupakan
terapi yang paling sering digunakan sebagai
terapi nyeri perioperatif, namun pemakaiannya
diduga memiliki beberapa efek samping seperti
memicu gangguan napas, mual dan muntah,
pruritus, retensi urin, konstipasi, hiperalgesia
dan juga gangguan fungsi imun. Oleh sebab
itu, terapi alternatif untuk mengurangi dosis
opioid diperlukan, salah satunya yaitu
dengan penggunaan lidokain intravena.
Beberapa penelitian telah mengenai lidokain
pada bedah saraf juga telah dilakukan, namun
penggunaan lidokain secara sistemik saat periode
perioperatif dan injeksi lidokain intravena masih
memiliki hasil yang tidak terduga bagi para
peneliti.
Untuk itu, penulis tertarik melakukan
tinjauan pustaka yang membahas mengenai
penggunaan lidokain sebagai terapi adjuvan obat
analgesik khususnya pada operasi bedah saraf.
II. Pembahasan
Nyeri pada bedah saraf
Prosedur bedah saraf memicu nyeri
pascaoperasi termasuk kraniotomi untuk
reseksi tumor, operasi epilepsi dan kraniotomi
untuk kliping aneurisma, cedera otak
traumatis, dan prosedur neuroradiologis
seperti prosedur embolisasi arteriovenosa
dan lilitan aneurisma. Selain itu, pengelolaan
nyeri pascaoperasi juga akan diperberat oleh
hematoma pascaoperasi, peningkatan tekanan
intrakranial, infark serebral, kejang, hipertensi,
perkembangan emboli udara, cedera saraf
kranial, dan perkembangan edema serebral.10
Penatalaksanaan nyeri pascaoperasi setelah
prosedur intrakranial telah dikelola dengan buruk
sebab berbagai alasan di masa lalu, termasuk
kekhawatiran bahwa pemberian opioid dapat
memengaruhi atau menghambat pemantauan
pemeriksaan neurologis.
Opioid, yang merupakan agen yang paling
sering diresepkan untuk nyeri sedang hingga
berat, dapat memicu miosis, sedasi,
dan menyembunyikan tanda-tanda darurat
intrakranial yang merugikan.10,11 Oleh sebab
itu, secara historis beralasan bahwa paparan
pasien terhadap risiko pemberian opioid harus
diminimalkan mengingat anggapan luas bahwa
rasa sakit yang hebat tidak dialami setelah
prosedur intrakranial, keyakinan yang diperkuat
oleh fakta bahwa prosedur bedah pada parenkim
otak itu sendiri tidak memicu rasa sakit.12
Namun, semakin banyak penelitian pada pasien
dewasa menunjukkan bahwa nyeri setelah
operasi intrakranial, seiring berjalannya waktu,
sering, sering parah, dan kurang terkelola.
Perawatan nyeri yang tidak memadai dalam
situasi pascaoperasi lainnya dikaitkan dengan
hasil yang merugikan, dan agresif. manajemen
nyeri untuk kondisi lain sekarang menjadi praktik yang berlaku dan telah menjadi standar perawatan
yang biasa. Sebuah studi oleh menemukan bahwa
dalam 24 jam awal pasca kraniotomi, 55%
pasien mengalami nyeri sedang hingga berat.13
Lidokain
Farmakologi
Lidokain tersusun dari 2-(dietil amino)-N-
(2,6-dimetil fenil) asetamida hidroklorida yang
merupakan suatu basa lemah dengan pKa 7,9.
Lidokain memiliki struktur lipofilik dan bersifat
non ionized sehingga dapat dengan mudah masuk
kedalam serabut saraf dan membran aksonal.6
Lidokain HCl memiliki beberapa anonim yaitu
xylocaine dan juga lignocaine dengan sediaan
0,4%, 0,5%, 0,8%, 1%, 1,5%, 2% dan 4%, namun
sediaan yang sering digunakan yaitu yang 2%.8
Lidokain termasuk dalam antiaritmia kelas
1B yang bekerja dengan cara memperpendek
masa repolarisasi aksi potensial, dan memiliki
efek depresi laju nadi lebih baik. Selain dapat
digunakan sebagai anti aritmia, lidokain dapat
bekerja sebagai agen anestetik lokal yang
digunakan secara luas baik melalui pemberian
topikal, maupun sebagai adjuvan anestesi.9
Distribusi dari lidokain dipengaruhi oleh perfusi
jaringan dan koefisien parsial jaringan dan darah
dari masing-masing organ. Lidokain akan lebih
cepat didistribusikan pada organ yang memiliki
perfusi jaringan yang tinggi (otak, paru, hati,
ginjal, dan jantung). Koefisien partial dari jaringan
dan darah memiliki kekuatan ikatan protein
plasma akan mempertahankan obat anestetik
lokal didalam darah, sedangkan kelarutannya
dalam lemak akan memudahkan pengambilan
oleh organ. Paru – paru mengekstraksi sebagian
besar dari obat anestetik lokal, yang memicu
ambang toksisitas obat anestetik lokal rendah
bila disuntikkan intraarterial daripada intravena.8
Metabolisme dan ekskresi obat anestetik
lokal bergantung dari struktur molekul yang
menyusunnya. Golongan amida seperti lidokain
dimetabolisme oleh enzyme p-450 mikrosomal di
hati (N-deacylase dan hydroxylase). Menurunnya
fungsi hepar (sirosis) atau penurunan aliran
darah hepar akan mengurangi kecepatan
metabolisme dari lidokain. Hal tersebut dapat
memicu toksisitas sistemik meningkat.14
Mekanisme Kerja
Lidokain menimbulkan blok saraf lebih cepat,
lebih kuat, dan durasinya lebih lama dibandingkan
dengan prokain. Tidak seperti prokain, lidokain
efektif digunakan secara topikal dan sangat
poten untuk obat anti disritmia jantung. Untuk
alasan ini, lidokain digunakan sebagai standar
perbandingan dari obat anestesi lainnya.
Lidokain dapat menimbulkan blok reversibel
terhadap konduksi impuls saraf pusat dan perifer
setelah anestesi regional ataupun blok saraf tepi.14
Lidokain bekerja dengan cara mencegah
transmisi impuls saraf dengan menghambat
aliran ion natrium melalui saluran natrium pada
saat potensial aksi dalam keadaan istirahat.
Molekul lidokain masuk ke dalam sel
dan menutup kanal ion Na dari dalam sel,
sehingga potensial aksi dicegah dan transmisi
impuls sepanjang saraf tidak terjadi.2
Lidokain juga memblok kanal kalsium dan
potasium serta reseptor N-methyl-D-aspartat
(NMDA) dengan derajat yang berbedabeda. Lidokain juga diketahui lebih dominan
dalam blokade saraf tipe C sebab saraf tipe C
memiliki struktur yang lebih kecil dan tidak
diselubungi oleh selubung myelin sehingga
lebih mudah terjadinya absorbsi. Serabut saraf
tipe C ini merupakan saraf yang berperan
dalam transmisi respons nyeri pada tubuh.6,14
Respons anti inflamasi dengan cara menghambat
proses pembentukan oksigen radikal bebas,
sensitisasi neutrofil lisosomik, dan menurunkan
sekresi mediator dari makrofag dan sel glial.
6,14 Pada umumnya penggunaan lidokain dapat
meredakan proses nyeri dan inflamasi secara
cepat melalui berbagai mekanisme kerjanya.
Studi Klinis
Penggunaan lidokain sistemik secara kontinu
intravena pada masa perioperatif memiliki efek
obat analgesik, antihiperalgesik, dan efek anti
inflamasi yang dapat mengurangi penggunaan
terapi obat analgesik intra dan pasca operasi
serta mengurangi durasi rawat inap pasien di
rumah sakit.2,6 Sebagian besar pemakaiannya
dilakukan dengan cara intravena (IV) pada saat
intraoperatif diikuti dengan IV pascaoperasi
selama beberapa hari atau bahkan minggu sebab masa paruhnya. Hal ini membuktikan bahwa
cara kerja lidokain tidak terbatas pada inhibisi
kanal natrium melainkan efek lainnya yang
luas dan bekerja pada sistem saraf pusat atau
perifer yang berperan dalam stimulus rasa nyeri.2
Penggunaan dosis lidokain intravena yang paling
efektif hingga saat ini masih belum diketahui.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan dosis rendah antara 1,5–3 mg/kg/jam
(dengan kadar plasma kurang dari 5 mcg/mL)
dapat mengurangi nyeri pascaoperasi dengan
tingkat insidensi efek samping pada sistem tubuh
yang lebih rendah.
Pada kebanyakan penelitian RCT dengan
tatalaksana bedah digestif dosis lidokain
intravena yang digunakan secara umum yaitu
2-3 mg/kg/jam. Penggunaan lidokain intravena
pada kasus bedah digestif memiliki kelebihan
seperti mengurangi durasi dari ileus paralitik,
dan juga memiliki efek mual dan muntah yang
lebih jarang dibandingkan dengan opiod.4
Pada kasus bedah saraf seperti kraniotomi
penggunaan lidokain sudah digunakan sejak
tahun 1951. Dosis lidokain intravena pada
kasus kraniotomi yang digunakan pada sebuah
penelitian yaitu 0,5–2 mg/menit atau 1–2 mg/
kg/jam selama intraoperatif dan dilanjutkan
hingga pascaoperasi dinilai tidak menimbulkan
Local Anesthesic Systemic Toxicity (LAST) dan
secara efektif menurunkan penggunaan opioid.3
Toksisitas
Efek pada berbagai sistem organ yang timbul
setelah pemberian lidokain pada prinsipnya
yaitu sama dengan efek yang ditimbulkan oleh
obat anestetik lokal golongan amida lainnya.
Timbulnya efek samping pada sistem organ
ini berhubungan dengan dosis dan konsentrasi
obat yang berlebihan (absorbsi) yang cepat,
obat secara langsung masuk intravaskular.8
Pemberian lidokain dapat memberi efek
samping terutama melibatkan sistem saraf
pusat dan sistem kardiovaskular. Toksisitas
lidokain terhadap sistem saraf pusat terjadi
secara bifasik. Manifestasi awal yaitu eksitasi
sistem saraf pusat dengan masalah berupa
kejang. Manifestasi yang berikutnya yaitu
depresi sistem saraf pusat dengan berhentinya
kejang dan diikuti dengan hilangnya kesadaran,
depresi napas, hingga berhentinya napas. Efek
bifasik ini terjadi sebab obat anestetik lokal
memblok inhibitory pathway (menghasilkan
stimulasi), kemudian dengan cepat memblok
inhibitory dan excitatory pathway (menghasilkan
hambatan luas pada sistem saraf pusat).8
Konsentrasi tinggi dalam serum dari suatu
anestesi lokal memicu efek pada
kardiovaskular. Lidokain memblok kanal
natrium melalui mekanisme fast-in slowout. Pada jantung mekanisme ini mendepresi
depolarisasi selama fase 0 potensial aksi
jantung dan mungkin memicu aritmia.
Dosis maksimum yang direkomendasikan
yaitu 3–5 mg/kgBB tanpa adrenalin dan
sampai 7 mg/kgBB bila dengan adrenalin.8
Rasa tebal lidah, pandangan kabur dan mengantuk
yaitu gejala awal dengan konsentrasi plasma >
5 mcg/ml, hilangnya kesadaran pada konsentrasi
> 10 mcg/ml, diikuti dengan kejang pada 12–18
mcg/ml, dan akhirnya depresi napas dan jantung
pada konsentrasi 20–24 mcg/ml.10, 11
Penggunaan Lidokain pada Bedah Saraf
Penggunaan lidokain sebagai terapi adjuvan
obat analgesik memiliki hasil yang sama pada
kasus tumor otak di Nazarbayev University di
Kazakstan pada tahun 2019. Pada laporan kasus
tumor otak ini pasien diberikan adjuvan lidokain
intravena dengan dosis 0,5–1 mg/kg/jam dan
ditemukan sensasi bebas nyeri selama masa infus.
Penggunaan lidokain intravena pada kasus bedah
saraf juga diketahui dapat menurunkan tekanan
intrakranial dengan cara menurunkan aktivitas
transmisi otak, eksitotoksisitas (suatu fenomena
eksitasi patologis), dan vasokonstriksi yang
memicu penurunan cerebral blood volume.
7
Suatu studi kasus neurologi yang disertai
peningkatan tekanan intrakranial, penggunaan
lidokain intravena dengan dosis 1–2 mg/kg/jam
dapat menurunkan tekanan intrakranial secara
signifikan tanpa menimbulkan efek toksisitas.17
Farag dan rekan melakukan percobaan pada 116
pasien yang menjalani operasi tulang belakang
kompleks dengan memasukkan lidokain secara
acak pada 2 mg/kg/jam untuk induksi (maksimum
200 mg/jam) yang dilanjutkan selama maksimal
8 jam pascaoperasi, untuk beberapa dan plasebo untuk yang lain. Kelompok yang menerima
lidokain melaporkan peningkatan substansial
dalam nyeri pascaoperasi dibandingkan dengan
kelompok plasebo. Walaupun demikian,
mual muntah pascaoperasi dan lama rawat
inap tidak berbeda secara signifikan.18
Lidokain juga merupakan adjuvan anestesi yang
menjanjikan pada pasien anak yang menjalani
kraniotomi. Sebuah studi lain mendapatkan
bahwa pemberian lidokain secara klinis aman dan
umum untuk pasien anak-anak yang menjalani
kraniotomi dalam menangani nyeri pasca
kraniotomi
Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang bersifat subjektif yang melibatkan sensoris, emosional,
dan tingkah laku yang tidak menyenangkan yang dipicu oleh kerusakan jaringan. Manajemen nyeri
pascaoperasi dinilai esensial sebab akan memberi hasil luaran yang baik pada pasien serta meningkatkan
kualitas hidup pascaoperasi. Opioid merupakan obat analgesik intravena yang paling sering digunakan sebagai
terapi nyeri perioperatif, namun memiliki efek samping yang kurang menyenangkan. Pengembangan dalam
penggunaan obat analgesik yang lebih efektif diperlukan, salah satu yaitu lidokain intravena yang memiliki
efek samping yang lebih kecil dibandingkan opioid. Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan lidokain
sebagai obat analgesik intraoperatif memiliki efek samping minimal dan pemulihan lebih cepat. Penelitian lain
juga menunjukkan penggunaan lidokain sebagai analgesik pada operasi bedah saraf memiliki efek yang cukup
baik. Maka dari itu, tinjauan pustaka ini akan membahas mengenai penggunaan lidokain sebagai terapi adjuvan
obat analgesik, khususnya pada operasi bedah saraf