Minggu, 12 Oktober 2025

Lidokain Intravena

 



Lidokain Intravena


Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman 

yang bersifat subjektif yang tidak menyenangkan 

dan dapat dipicu  oleh kerusakan jaringan. 

Manajemen nyeri pascaoperasi memberi   

hasil luaran yang baik pada pasien, sehingga 

tatalaksana nyeri pascaoperasi dinilai esensial. 

Penggunaan lidokain intravena pada kasus 

bedah saraf dinilai memiliki efek yang esensial. 

Penggunaan lidokain intravena dengan dosis 

0,5–2 mg/kg/jam selama masa intraoperatif dan 

pascaoperasi memiliki efek yang baik sebagai 

obat analgesik adjuvan tanpa menimbulkan gejala 

toksisitas. Selain itu, lidokain juga menjadi obat 

analgesik menjanjikan dalam menangani nyeri 

pascaoperasi di bidang bedah saraf.


Nyeri merupakan suatu perasaan atau 

pengalaman yang bersifat subjektif yang 

melibatkan sensoris, emosional, dan tingkah laku 

yang tidak menyenangkan yang dihubungkan 

dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi 

kerusakan pada jaringan.1

 Seiring dengan 

meningkatnya jumlah dan jenis operasi yang 

sehari-hari dikerjakan saat ini, manajemen nyeri 

akut menjadi aspek penting dari perawatan 

anestesi perioperatif.2 Suatu penelitian 

menunjukkan bahwa 75% pasien mengalami 

nyeri akut pascaoperasi dengan intensitas nyeri 

berada pada level sedang hingga berat. Selain 

itu, hampir 20% dari populasi yang diteliti 

mengalami nyeri pascaoperasi yang persisten 

dan memicu  gangguan kualitas hidup.2

Studi sebelumnya menunjukkan bahwa 60% 

pasien mengalami nyeri pascaoperasi; dimana 

nyeri pasca kraniotomi kurang menyakitkan 

daripada operasi lainnya.

 Meskipun rasa sakit 

yang dipicu  oleh kraniotomi mungkin 

lebih ringan daripada rasa sakit yang mengikuti 

prosedur lain, namun jika diremehkan maka akan 

mengganggu fase pemulihan akut dari pasien.4

Penanganan nyeri yang baik akan meningkatkan 

hasil akhir pembedahan dengan mengurangi 

morbiditas dan mempercepat waktu pemulihan. 

Obat analgesik multimodal terbukti dapat 

menurunkan stres pascaoperasi, mengurangi nyeri 

pada pasien dengan komorbid yang berhubungan 

dengan komplikasi, dan juga mengurangi masa 

rawat di rumah sakit.

Penggunaan obat analgesik opioid merupakan 

terapi yang paling sering digunakan sebagai 

terapi nyeri perioperatif, namun pemakaiannya  

diduga memiliki beberapa efek samping seperti 

memicu  gangguan napas, mual dan muntah, 

pruritus, retensi urin, konstipasi, hiperalgesia 

dan juga gangguan fungsi imun. Oleh sebab  

itu, terapi alternatif untuk mengurangi dosis 

opioid diperlukan, salah satunya yaitu  

dengan penggunaan lidokain intravena.

Beberapa penelitian telah mengenai lidokain 

pada bedah saraf juga telah dilakukan, namun 

penggunaan lidokain secara sistemik saat periode 

perioperatif dan injeksi lidokain intravena masih 

memiliki hasil yang tidak terduga bagi para 

peneliti.

 Untuk itu, penulis tertarik melakukan 

tinjauan pustaka yang membahas mengenai 

penggunaan lidokain sebagai terapi adjuvan obat 

analgesik khususnya pada operasi bedah saraf.

II. Pembahasan

Nyeri pada bedah saraf

Prosedur bedah saraf memicu  nyeri 

pascaoperasi termasuk kraniotomi untuk 

reseksi tumor, operasi epilepsi dan kraniotomi 

untuk kliping aneurisma, cedera otak 

traumatis, dan prosedur neuroradiologis 

seperti prosedur embolisasi arteriovenosa 

dan lilitan aneurisma. Selain itu, pengelolaan 

nyeri pascaoperasi juga akan diperberat oleh 

hematoma pascaoperasi, peningkatan tekanan 

intrakranial, infark serebral, kejang, hipertensi, 

perkembangan emboli udara, cedera saraf 

kranial, dan perkembangan edema serebral.10

Penatalaksanaan nyeri pascaoperasi setelah 

prosedur intrakranial telah dikelola dengan buruk 

sebab  berbagai alasan di masa lalu, termasuk 

kekhawatiran bahwa pemberian opioid dapat 

memengaruhi atau menghambat pemantauan 

pemeriksaan neurologis.

Opioid, yang merupakan agen yang paling 

sering diresepkan untuk nyeri sedang hingga 

berat, dapat memicu  miosis, sedasi, 

dan menyembunyikan tanda-tanda darurat 

intrakranial yang merugikan.10,11 Oleh sebab  

itu, secara historis beralasan bahwa paparan 

pasien terhadap risiko pemberian opioid harus 

diminimalkan mengingat anggapan luas bahwa 

rasa sakit yang hebat tidak dialami setelah 

prosedur intrakranial, keyakinan yang diperkuat 

oleh fakta bahwa prosedur bedah pada parenkim 

otak itu sendiri tidak memicu  rasa sakit.12

Namun, semakin banyak penelitian pada pasien 

dewasa menunjukkan bahwa nyeri setelah 

operasi intrakranial, seiring berjalannya waktu, 

sering, sering parah, dan kurang terkelola. 

Perawatan nyeri yang tidak memadai dalam 

situasi pascaoperasi lainnya dikaitkan dengan 

hasil yang merugikan, dan agresif. manajemen 

nyeri untuk kondisi lain sekarang menjadi praktik yang berlaku dan telah menjadi standar perawatan 

yang biasa. Sebuah studi oleh menemukan bahwa 

dalam 24 jam awal pasca kraniotomi, 55% 

pasien mengalami nyeri sedang hingga berat.13

Lidokain

Farmakologi

Lidokain tersusun dari 2-(dietil amino)-N-

(2,6-dimetil fenil) asetamida hidroklorida yang 

merupakan suatu basa lemah dengan pKa 7,9. 

Lidokain memiliki struktur lipofilik dan bersifat 

non ionized sehingga dapat dengan mudah masuk 

kedalam serabut saraf dan membran aksonal.6 

Lidokain HCl memiliki beberapa anonim yaitu 

xylocaine dan juga lignocaine dengan sediaan 

0,4%, 0,5%, 0,8%, 1%, 1,5%, 2% dan 4%, namun 

sediaan yang sering digunakan yaitu  yang 2%.8

Lidokain termasuk dalam antiaritmia kelas 

1B yang bekerja dengan cara memperpendek 

masa repolarisasi aksi potensial, dan memiliki 

efek depresi laju nadi lebih baik. Selain dapat 

digunakan sebagai anti aritmia, lidokain dapat 

bekerja sebagai agen anestetik lokal yang 

digunakan secara luas baik melalui pemberian 

topikal, maupun sebagai adjuvan anestesi.9

Distribusi dari lidokain dipengaruhi oleh perfusi 

jaringan dan koefisien parsial jaringan dan darah 

dari masing-masing organ. Lidokain akan lebih 

cepat didistribusikan pada organ yang memiliki 

perfusi jaringan yang tinggi (otak, paru, hati, 

ginjal, dan jantung). Koefisien partial dari jaringan 

dan darah memiliki kekuatan ikatan protein 

plasma akan mempertahankan obat anestetik 

lokal didalam darah, sedangkan kelarutannya 

dalam lemak akan memudahkan pengambilan 

oleh organ. Paru – paru mengekstraksi sebagian 

besar dari obat anestetik lokal, yang memicu  

ambang toksisitas obat anestetik lokal rendah 

bila disuntikkan intraarterial daripada intravena.8

Metabolisme dan ekskresi obat anestetik 

lokal bergantung dari struktur molekul yang 

menyusunnya. Golongan amida seperti lidokain 

dimetabolisme oleh enzyme p-450 mikrosomal di 

hati (N-deacylase dan hydroxylase). Menurunnya 

fungsi hepar (sirosis) atau penurunan aliran 

darah hepar akan mengurangi kecepatan 

metabolisme dari lidokain. Hal tersebut dapat 

memicu  toksisitas sistemik meningkat.14

Mekanisme Kerja

Lidokain menimbulkan blok saraf lebih cepat, 

lebih kuat, dan durasinya lebih lama dibandingkan 

dengan prokain. Tidak seperti prokain, lidokain 

efektif digunakan secara topikal dan sangat 

poten untuk obat anti disritmia jantung. Untuk 

alasan ini, lidokain digunakan sebagai standar 

perbandingan dari obat anestesi lainnya. 

Lidokain dapat menimbulkan blok reversibel 

terhadap konduksi impuls saraf pusat dan perifer 

setelah anestesi regional ataupun blok saraf tepi.14 

Lidokain bekerja dengan cara mencegah 

transmisi impuls saraf dengan menghambat 

aliran ion natrium melalui saluran natrium pada 

saat potensial aksi dalam keadaan istirahat. 

Molekul lidokain masuk ke dalam sel 

dan menutup kanal ion Na dari dalam sel, 

sehingga potensial aksi dicegah dan transmisi 

impuls sepanjang saraf tidak terjadi.2 

Lidokain juga memblok kanal kalsium dan 

potasium serta reseptor N-methyl-D-aspartat 

(NMDA) dengan derajat yang berbeda￾beda. Lidokain juga diketahui lebih dominan 

dalam blokade saraf tipe C sebab  saraf tipe C 

memiliki struktur yang lebih kecil dan tidak 

diselubungi oleh selubung myelin sehingga 

lebih mudah terjadinya absorbsi. Serabut saraf 

tipe C ini merupakan saraf yang berperan 

dalam transmisi respons nyeri pada tubuh.6,14 

Respons anti inflamasi dengan cara menghambat 

proses pembentukan oksigen radikal bebas, 

sensitisasi neutrofil lisosomik, dan menurunkan 

sekresi mediator dari makrofag dan sel glial. 

6,14 Pada umumnya penggunaan lidokain dapat 

meredakan proses nyeri dan inflamasi secara 

cepat melalui berbagai mekanisme kerjanya.

Studi Klinis 

Penggunaan lidokain sistemik secara kontinu 

intravena pada masa perioperatif memiliki efek 

obat analgesik, antihiperalgesik, dan efek anti 

inflamasi yang dapat mengurangi penggunaan 

terapi obat analgesik intra dan pasca operasi 

serta mengurangi durasi rawat inap pasien di 

rumah sakit.2,6 Sebagian besar pemakaiannya  

dilakukan dengan cara intravena (IV) pada saat 

intraoperatif diikuti dengan IV pascaoperasi 

selama beberapa hari atau bahkan minggu sebab  masa paruhnya. Hal ini membuktikan bahwa 

cara kerja lidokain tidak terbatas pada inhibisi 

kanal natrium melainkan efek lainnya yang 

luas dan bekerja pada sistem saraf pusat atau 

perifer yang berperan dalam stimulus rasa nyeri.2

Penggunaan dosis lidokain intravena yang paling 

efektif hingga saat ini masih belum diketahui. 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 

penggunaan dosis rendah antara 1,5–3 mg/kg/jam 

(dengan kadar plasma kurang dari 5 mcg/mL) 

dapat mengurangi nyeri pascaoperasi dengan 

tingkat insidensi efek samping pada sistem tubuh 

yang lebih rendah.

Pada kebanyakan penelitian RCT dengan 

tatalaksana bedah digestif dosis lidokain 

intravena yang digunakan secara umum yaitu  

2-3 mg/kg/jam. Penggunaan lidokain intravena 

pada kasus bedah digestif memiliki kelebihan 

seperti mengurangi durasi dari ileus paralitik, 

dan juga memiliki efek mual dan muntah yang 

lebih jarang dibandingkan dengan opiod.4

Pada kasus bedah saraf seperti kraniotomi 

penggunaan lidokain sudah digunakan sejak 

tahun 1951. Dosis lidokain intravena pada 

kasus kraniotomi yang digunakan pada sebuah 

penelitian yaitu  0,5–2 mg/menit atau 1–2 mg/

kg/jam selama intraoperatif dan dilanjutkan 

hingga pascaoperasi dinilai tidak menimbulkan 

Local Anesthesic Systemic Toxicity (LAST) dan 

secara efektif menurunkan penggunaan opioid.3

Toksisitas 

Efek pada berbagai sistem organ yang timbul 

setelah pemberian lidokain pada prinsipnya 

yaitu  sama dengan efek yang ditimbulkan oleh 

obat anestetik lokal golongan amida lainnya. 

Timbulnya efek samping pada sistem organ 

ini berhubungan dengan dosis dan konsentrasi 

obat yang berlebihan (absorbsi) yang cepat, 

obat secara langsung masuk intravaskular.8

Pemberian lidokain dapat memberi   efek 

samping terutama melibatkan sistem saraf 

pusat dan sistem kardiovaskular. Toksisitas 

lidokain terhadap sistem saraf pusat terjadi 

secara bifasik. Manifestasi awal yaitu  eksitasi 

sistem saraf pusat dengan masalah berupa 

kejang. Manifestasi yang berikutnya yaitu  

depresi sistem saraf pusat dengan berhentinya 

kejang dan diikuti dengan hilangnya kesadaran, 

depresi napas, hingga berhentinya napas. Efek 

bifasik ini terjadi sebab  obat anestetik lokal 

memblok inhibitory pathway (menghasilkan 

stimulasi), kemudian dengan cepat memblok 

inhibitory dan excitatory pathway (menghasilkan 

hambatan luas pada sistem saraf pusat).8

Konsentrasi tinggi dalam serum dari suatu 

anestesi lokal memicu  efek pada 

kardiovaskular. Lidokain memblok kanal 

natrium melalui mekanisme fast-in slow￾out. Pada jantung mekanisme ini mendepresi 

depolarisasi selama fase 0 potensial aksi 

jantung dan mungkin memicu  aritmia. 

Dosis maksimum yang direkomendasikan 

yaitu  3–5 mg/kgBB tanpa adrenalin dan 

sampai 7 mg/kgBB bila dengan adrenalin.8

Rasa tebal lidah, pandangan kabur dan mengantuk 

yaitu  gejala awal dengan konsentrasi plasma > 

5 mcg/ml, hilangnya kesadaran pada konsentrasi 

> 10 mcg/ml, diikuti dengan kejang pada 12–18 

mcg/ml, dan akhirnya depresi napas dan jantung 

pada konsentrasi 20–24 mcg/ml.10, 11

Penggunaan Lidokain pada Bedah Saraf

Penggunaan lidokain sebagai terapi adjuvan 

obat analgesik memiliki hasil yang sama pada 

kasus tumor otak di Nazarbayev University di 

Kazakstan pada tahun 2019. Pada laporan kasus 

tumor otak ini pasien diberikan adjuvan lidokain 

intravena dengan dosis 0,5–1 mg/kg/jam dan 

ditemukan sensasi bebas nyeri selama masa infus. 

Penggunaan lidokain intravena pada kasus bedah 

saraf juga diketahui dapat menurunkan tekanan 

intrakranial dengan cara menurunkan aktivitas 

transmisi otak, eksitotoksisitas (suatu fenomena 

eksitasi patologis), dan vasokonstriksi yang 

memicu  penurunan cerebral blood volume.

7

Suatu studi kasus neurologi yang disertai 

peningkatan tekanan intrakranial, penggunaan 

lidokain intravena dengan dosis 1–2 mg/kg/jam 

dapat menurunkan tekanan intrakranial secara 

signifikan tanpa menimbulkan efek toksisitas.17

Farag dan rekan melakukan percobaan pada 116 

pasien yang menjalani operasi tulang belakang 

kompleks dengan memasukkan lidokain secara 

acak pada 2 mg/kg/jam untuk induksi (maksimum 

200 mg/jam) yang dilanjutkan selama maksimal 

8 jam pascaoperasi, untuk beberapa dan plasebo untuk yang lain. Kelompok yang menerima 

lidokain melaporkan peningkatan substansial 

dalam nyeri pascaoperasi dibandingkan dengan 

kelompok plasebo. Walaupun demikian, 

mual muntah pascaoperasi dan lama rawat 

inap tidak berbeda secara signifikan.18

Lidokain juga merupakan adjuvan anestesi yang 

menjanjikan pada pasien anak yang menjalani 

kraniotomi. Sebuah studi lain mendapatkan 

bahwa pemberian lidokain secara klinis aman dan 

umum untuk pasien anak-anak yang menjalani 

kraniotomi dalam menangani nyeri pasca 

kraniotomi


Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang bersifat subjektif yang melibatkan sensoris, emosional, 

dan tingkah laku yang tidak menyenangkan yang dipicu  oleh kerusakan jaringan. Manajemen nyeri 

pascaoperasi dinilai esensial sebab  akan memberi   hasil luaran yang baik pada pasien serta meningkatkan 

kualitas hidup pascaoperasi. Opioid merupakan obat analgesik intravena yang paling sering digunakan sebagai 

terapi nyeri perioperatif, namun memiliki efek samping yang kurang menyenangkan. Pengembangan dalam 

penggunaan obat analgesik yang lebih efektif diperlukan, salah satu yaitu  lidokain intravena yang memiliki 

efek samping yang lebih kecil dibandingkan opioid. Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan lidokain 

sebagai obat analgesik intraoperatif memiliki efek samping minimal dan pemulihan lebih cepat. Penelitian lain 

juga menunjukkan penggunaan lidokain sebagai analgesik pada operasi bedah saraf memiliki efek yang cukup 

baik. Maka dari itu, tinjauan pustaka ini akan membahas mengenai penggunaan lidokain sebagai terapi adjuvan 

obat analgesik, khususnya pada operasi bedah saraf