Minggu, 12 Oktober 2025

Neurologis Hiponatremia

 



Otak beroperasi dalam lingkungan yang 

sangat rumit dan membutuhkan pengaturan 

elektrolit secara tepat.

 Elektrolit adalah 

senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi 

menjadi partikel bermuatan positif atau 

negatif.

 Elektrolit perlu diawasi secara ketat 

dan jika terganggu dapat memicu   

banyak manifestasi neurologis.

Natrium adalah kation utama cairan ekstraseluler, 

jumlahnya dapat mencapai 60 mEq per 

kilogram berat badan dan sebagian kecil 

terdapat di cairan intraseluler.

 Tekanan osmotik 

ditentukan oleh natrium, sehingga perubahan 

tekanan osmotik pada cairan ekstraseluler 

menggambarkan perubahan konsentrasi 

natrium.

 Jumlah natrium dalam tubuh 

merupakan gambaran keseimbangan antara 

natrium yang masuk dan yang dikeluarkan dari 

tubuh.

 Berdasarkan rekomendasi nutrisi dari 

Health Canada,

 tubuh kita membutuhkan 115 

mg natrium per hari untuk hidup sehat. World 

Health Organization (WHO)8

 menyarankan 

untuk membatasi konsumsi natrium, yaitu 

sebesar 2.400 mg per harinya.

Gangguan natrium merupakan gangguan 

elektrolit yang paling sering dapat 

memicu   manifestasi neurologis.

Hiponatremia merupakan kondisi konsentrasi 

natrium dalam darah lebih rendah dari 

normal.

 Hiponatremia dapat memicu   

pembengkakan otak yang berbahaya bagi 

fungsi otak  yang dapat dikaitkan dengan 

keluaran pasien yang lebih buruk. Fofi, et 

al, melaporkan bahwa gangguan natrium 

pada pasien dengan gangguan neurologis 

berhubungan dengan risiko kematian yang 

lebih tinggi.

Hiponatremia yang tidak terkoreksi dapat 

memicu   berbagai manifestasi klinis.

Pasien hiponatremia dapat mengalami nyeri 

kepala hingga penurunan kesadaran.12 Oleh 

sebab   itu, pemicu , gejala, diagnosis, 

dan penanganan yang tepat perlu untuk 

mencegah penurunan kualitas hidup pasien.

METABOLISME NATRIUM

Natrium adalah kation primer dalam cairan 

ekstraseluler dan merupakan komponen 

penting untuk konduksi saraf dan fungsi 

seluler. Tekanan osmotik di cairan ekstrasel 

sebagian besar ditentukan oleh garam 

mengandung natrium, khususnya dalam 

bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium 

bikarbonat (NaHCO3).

Asupan natrium berasal dari diet, diabsorpsi 

oleh epitel mukosa usus halus saluran cerna 

dengan proses difusi dan diekskresikan 

melalui ginjal, saluran cerna, atau keringat.

Absorpsi natrium dilakukan secara aktif dan 

dibawa oleh aliran darah ke ginjal. Selanjutnya 

akan disaring dan dikembalikan lagi ke aliran 

darah dalam jumlah yang cukup untuk 

mempertahankan kadar natrium dalam 

darah.

Regulasi natrium berfungsi mempertahankan 

tekanan darah dan volume intravaskular 

yang adekuat.16 Tekanan darah dipantau 

oleh baroreseptor yang akan menyampaikan 

informasi ke hipotalamus. Hipotalamus 

akan memberikan respons untuk mencapai 

homeostasis.1(Renin, Angiotensin, Aldosteron) dan sistem 

saraf simpatis yang meningkatkan retensi 

natrium dan vasokonstriksi.10 Regulasi ini 

juga dipengaruhi oleh faktor natriuretik yang 

menghasilkan vasodilatasi.

Pengaturan natrium sendiri diatur oleh hormon 

aldosteron dari kelenjar adrenal. Penurunan 

tekanan darah dan volume intravaskular akan 

memengaruhi pelepasan renin, mengaktifkan 

sistem RAAS dan sistem saraf simpatis. Renin 

akan mengubah angiotensinogen menjadi 

angiotensin I dan merangsang angiotensin II 

untuk mensekresikan aldosteron dari korteks 

adrenal. Angiotensin II juga akan menimbulkan 

rasa haus dan vasokonstriksi. Aldosteron 

akan merangsang ginjal kembali untuk 

mengabsorpsi natrium dan mempertahankan 

homeostasis tubuh.

Sistem yang berlawanan meningkatkan 

ekskresi natrium dan vasodilatasi. 

Atrial natriuretic peptide (ANP) bekerja 

meningkatkan kehilangan natrium. ANP 

dilepaskan jika tekanan atrium jantung 

meningkat, menghasilkan natriuresis dan 

diuresis, merelaksasi otot polos pembuluh 

darah, dan menghambat pelepasan ADH, 

renin, dan aldosteron. Brain natriuretic peptide 

(BNP) memainkan peran yang serupa dalam 

mengatur homeostasis natrium.

SUMBER DIET NATRIUM DAN KALIUM

Data World Health Organization (WHO) 

menyimpulkan bahwa kelebihan konsumsi 

natrium berkaitan dengan peningkatan 

kejadian hipertensi dan penyakit 

kardiovaskular seperti stroke. Oleh sebab   

itu, mengurangi asupan natrium dapat 

membantu menurunkan kejadian penyakit￾penyakit tersebut.20

Asupan minimum natrium untuk fungsi 

tubuh diperkirakan sekitar 200-500 mg per 

hari. Batas yang direkomendasikan oleh WHO 

adalah 2 gram natrium per hari atau setara 

dengan 5 g garam per hari.

 Namun, data dari 

seluruh dunia menunjukkan bahwa rata-rata 

penduduk mengonsumsi natrium jauh di atas 

kebutuhan fisiologis minimalnya.

Kalium merupakan elektrolit yang dapat 

membantu menurunkan tekanan darah. 

Meningkatkan asupan kalium dapat 

mengurangi risiko penyakit akibat natrium 

yang berlebih.

ADAPTASI SUSUNAN SARAF TERHADAP 

HIPONATREMIA

Penurunan cepat konsentrasi natrium dalam 

darah yang cukup besar dapat memicu   

pembengkakan sel dan edema serebral.

Pembengkakan ini akan memicu inisiasi 

mekanisme adaptif untuk mengembalikan 

homeostasis diawali dengan tekanan cairan 

interstisial yang meningkat dan mendorong 

cairan hidrostatik ke cerebrospinal fluid (CSF), 

kemudian ke sirkulasi sistemik. Mekanisme 

adaptif ini berfungsi sebagai langkah pertama 

untuk mencegah edema serebral. Langkah 

berikutnya melibatkan pergerakan elektrolit 

yang memungkinkan elektrolit keluar dari sel 

ke kompartemen ekstraseluler.

Dalam beberapa jam, kandungan natrium, 

klorida, dan kalium intraseluler turun 

signifikan. Saat sel di dalam otak mulai 

kehilangan elektrolit, terjadi pergerakan air 

keluar dari sel. Kemudian, terjadi deplesi 

osmolit seperti asam amino (glutamin, 

glutamat, dan aspartat), polialkohol, dan


methylalamine dalam 24 jam.1

pemicu 

Hiponatremia menggambarkan keadaan 

kelebihan air tubuh total relatif terhadap 

kandungan natrium di dalam tubuh.

Hiponatremia dibagi menjadi jenis isotonik, 

hipertonik, dan hipotonik. Hiponatremia 

isotonik biasa disebut pseudohiponatremia 

dapat disebabkan oleh hiperlipidemia atau 

hiperproteinemia. Hiponatremia hipertonik 

disebabkan oleh zat terlarut yang aktif secara 

osmotik dalam serum, seperti manitol atau 

glukosa. Hiponatremia hipotonik merupakan 

true hyponatremia, dapat diklasifikasikan 

lagi menjadi hipovolemik,euvolemik, dan hipervolemika. Hiponatremia Hipovolemik

Pada hiponatremia hipovolemik terjadi 

penurunan kadar air dan natrium dalam tubuh 

dengan penurunan natrium yang relatif lebih 

besar. Hipovolemia memicu   aktivasi 

neurohumoral yang menginduksi sistem RAAS 

dan simpatis serta vasopresin. Sekresi vasopresin 

meningkatkan retensi air yang dikonsumsi, 

sehingga memicu   hiponatremia.

Berbagai hal yang dapat memicu   

hiponatremia hipovolemik antara lain:

1. Kehilangan Cairan Ekstrarenal

Kehilangan cairan terjadi melalui 

saluran gastrointestinal seperti muntah 

berkepanjangan dan diare berat.

Kejadian seperti diare dan muntah 

dapat memicu   hiponatremia jika 

kehilangan cairan diganti menggunakan 

cairan rendah natrium. Kehilangan cairan 

ekstraseluler juga dapat memicu   

pelepasan vasopresin yang memicu   

retensi cairan oleh ginjal dan dapat 

memperburuk hiponatremia.

2. Kehilangan Cairan Renal

Kehilangan cairan ini dapat terjadi jika 

terdapat defisiensi mineralokortikoid, 

terapi diuretik, dan diuresis osmotik.

Kehilangan cairan renal dapat dibedakan 

dari kehilangan cairan ekstrarenal dari 

konsentrasi natrium urin yang tinggi (>20 

mEq/L).

Diuretik dapat memicu   hiponatremia 

hipovolemik sebab   diuretik thiazide 

khususnya dapat menurunkan kapasitas dilusi 

ginjal dan meningkatkan ekskresi natrium. 

Setelah penurunan volume, pelepasan 

vasopresin dapat memicu   retensi air 

yang memperburuk hiponatremia.

Cerebral salt wasting merupakan pemicu  

hiponatremia hipovolemik pada penyakit 

neurologik, terutama pada perdarahan 

subaraknoid. Cerebral salt wasting ini akibat 

penurunan fungsi saraf simpatis yang dapat 

menurunkan kadar natrium di ginjal; ditandai 

oleh osmolalitas plasma yang rendah dan 

osmolalitas urin yang lebih tinggi.

b. Hiponatremia Euvolemik

Pada hiponatremia euvolemik, total natrium 

dalam tubuh dan volume cairan ekstraseluler 

normal atau mendekati normal, namun total 

air dalam tubuh meningkat. Normalnya, 

ginjal dapat mengekskresikan hingga 25 L urin 

per hari. Polidipsi primer dapat memicu   

hiponatremia jika asupan air melebihi 

kemampuan ginjal untuk mengeluarkan 

air.26 Hiponatremia oleh polidipsi disebabkan 

konsumsi air dalam jumlah besar atau defek 

kapasitas ginjal untuk mengekskresikan air.

Hiponatremia euvolemik juga dapat terjadi 

akibat asupan air berlebihan pada defisiensi 

glucocorticoid, hipotiroid, syndrome of 

inappropriate ADH secretion (SIADH), atau 

pelepasan vasopresin non-osmotik yang dapat 

disebabkan oleh stres dan keadaan pasca￾operasi.Hiponatremia pasca-operasi paling 

sering terjadi sebab   kombinasi pelepasan 

vasopresin non-osmotik dan pemberian 

cairan hipotonik berlebihan setelah operasi.

Kasus hiponatremia euvolemik kebanyakan 

merupakan SIADH.22 pemicu  tersering 

SIADH meliputi penyakit pulmoner dan 

penyakit sistem saraf pusat, seperti tumor, 

perdarahan subaraknoid, dan meningitis.

SIADH juga dapat terjadi pada malignansi dan 

penggunaan obat, seperti selective serotonin 

reuptake inhibitors (SSRI), antidepresan, 

carbamazepine, dan obat antipsikotik.

c. Hiponatremia Hipervolemik

Hiponatremia hipervolemik ditandai dengan 

peningkatan natrium dan air dalam tubuh 

dengan peningkatan air relatif lebih besar.

Hal ini dapat terjadi dengan pemicu  


ekstra-renal seperti gagal jantung dan sirosis 

atau oleh pemicu  renal seperti sindrom 

nefrotik.

GEJALA

Gejala utama hiponatremia merupakan 

disfungsi sistem saraf pusat akibat edema 

serebral.

 Secara umum, gejala dibagi atas 

hiponatremia akut dan kronis tergantung 

derajat hiponatremia, usia pasien, dan 

kecepatan perubahan konsentrasi natrium.

Hiponatremia pada lanjut usia (lansia) lebih 

banyak gejalanya dibanding pada kasus lebih 

muda sebab   lansia lebih sulit mengeluarkan 

cairan, kebanyakan juga menggunakan 

diuretik, dan sensasi rasa haus berkurang.

Pada hiponatremia akut, manifestasi klinis 

akan terjadi jika natrium serum kurang dari 

125 mEq/L.1 Onset gejala dapat cepat terjadi, 

mulai dari mual dan malaise menjadi nyeri 

kepala dan letargi.1,22 Pada kasus berat, dapat 

terjadi kejang, koma, dan henti napas jika 

konsentrasi serum natrium turun di bawah 

115 mEq/L dengan cepat. Gejala minor 

hiponatremia dapat meliputi nyeri kepala, 

mual, muntah, kram otot, dan lesu. Mual dan 

muntah dapat menjadi tanda peningkatan 

tekanan intrakranial.

Pada hiponatremia kronis, onset gejalanya 

lebih lambat, sebab   mekanisme adaptif 

memiliki cukup waktu untuk meminimalisir 

edema yang terjadi. Gejalanya dapat berupa 

gangguan kognitif, dapat dijumpai gejala 

minor, seperti mual, lesu, pusing, gangguan 

keseimbangan, kram otot, dan letargi.1

Hiponatremia juga dapat memicu   

defisit neurologis fokal akibat edema serebral, 

seperti hemiparesis, monoparesis, ataksia, 

nistagmus, tremor, rigiditas, afasia, dan gejala 

traktus kortikospinal.

Identifikasi pemicu  hiponatremia dapat 

diawali dari anamnesis; misalnya kehilangan cairan



diare, penyakit ginjal, konsumsi kompulsif 

cairan, asupan obat yang merangsang 

pelepasan vasopresin atau meningkatkan 

aksi vasopresin. Beberapa obat seperti 

diuretik, antidepresan, dan antipsikotik dapat 

menimbulkan hiponatremia. Kebiasaan 

minum alkohol dan menggunakan obat￾obatan terlarang juga dapat menjadi 

faktor risiko hiponatremia. Status volume 

intravaskular harus dinilai untuk membantu 

menentukan pemicu .

Pemeriksaan harus mencakup riwayat 

pemeriksaan fisik, khususnya jantung, paru, 

endokrin, gastrointestinal, status neurologis, 

dan ginjal. Defisit neurologi perlu segera 

ditangani untuk mencegah kerusakan 

neurologis permanen.

Hiponatremia harus dibedakan dari 

pseudohiponatremia melalui osmolalitas 

serum. Pseudohiponatremia dapat terjadi 

akibat peningkatan konsentrasi lipid dan 

konsentrasi protein, seperti pada penyakit 

multiple myeloma. Hiponatremia hipertonik 

dapat terjadi jika konsentrasi glukosa 

meningkat seperti pada ketoasidosis 

diabetik.

Pasien yang sangat hipovolemik biasanya 

memiliki sumber kehilangan cairan yang jelas 

dan telah diobati dengan penggantian cairan 

hipotonik. Pasien hipervolemik biasanya 

memiliki kondisi yang mudah dikenali, seperti 

gagal jantung, penyakit hati atau ginjal.

Pasien euvolemik dan dengan status 

volume yang samar membutuhkan lebih 

banyak uji laboratorium untuk identifikasi 

pemicu . Uji laboratorium harus mencakup 

osmolalitas serum dan urin serta elektrolit.

Pasien SIADH dapat didiagnosis dengan 

kombinasi hiponatremia, osmolalitas serum 

rendah, konsentrasi urin >100 mOsm/kgBB, 

dan ekskresi natrium urin persisten tinggi. 

Hipoadrenal dan hipotiroid harus dieksklusi 

jika fungsi tiroid dan level kortisol dinilai.


Hiponatremia dapat mengancam jiwa, 

sehingga membutuhkan tata laksana segera 

dan tepat. Koreksi hiponatremia terlalu cepat 

dapat berisiko komplikasi neurologis.1

 Derajat hiponatremia, durasi dan kecepatan onset, 

serta gejala merupakan parameter untuk 

menentukan pengobatan yang paling tepat.

Pada hiponatremia berat, konsentrasi 

natrium tidak boleh dikoreksi lebih cepat 

dari 0,5 mmol/L/jam. Pasien hiponatremia 

hipovolemia dapat diberi NaCl 0,9%.

Jika konsentrasi natrium <120 mmol/L, 

hiponatremia tidak sepenuhnya terkoreksi 

setelah pengembalian volume intravaskular. 

Oleh sebab   itu, mungkin diperlukan 

pembatasan konsumsi air cukup 500-1000 

mL/24 jam.

Pasien hiponatremia hipervolemik memerlukan 

pembatasan air dikombinasikan dengan obat 

sesuai gejala.32 Pada pasien gagal jantung, 

angiotensin-converting enzyme inhibitor dan 

diuretic loop dapat mengoreksi hiponatremianya.

Pada pasien yang pembatasan cairannya tidak 

efektif, dapat digunakan diuretic loop dalam dosis 

yang meningkat.Pengobatan biasa disertai 

pemberian NaCl 0,9% IV. Kalium dan elektrolit 

yang hilang melalui urin juga harus diganti. Jika 

hiponatremia berat dan tidak responsif terhadap 

diuretik, mungkin diperlukan hemodialisis untuk 

mengontrol volume cairan ekstraseluler.

Pengobatan hiponatremia euvolemik 

diarahkan pada pemicu . Jika SIADH, 

diperlukan pembatasan air. Selain itu, diuretic 

loop dapat dikombinasi dengan NaCl 0,9% 

IV.22 Jika pemicu  tidak dapat diperbaiki dan 

pasien tidak dapat membatasi cairan, dapat 

diberikan demeclocycline 300-600 mg setiap 

12 jam.32 Namun, demeclocycline berisiko 

gagal ginjal akut. Conivaptan IV, antagonis 

reseptor vasopresin, memicu   diuresis 

air yang efektif tanpa kehilangan signifikan 

elektrolit dari urin; dapat digunakan pada 

hiponatremia resisten pasien rawat inap. 

Tolvaptan oral adalah antagonis reseptor 

vasopresin lain dengan aksi mirip conivaptan; 

penggunaannya dibatasi kurang dari 30 hari 

sebab   dapat merusak hepar.

Pasien severe symptoms hyponatremia, 

seperti hiponatremia akut, dapat diberi NaCl 

hipertonik 3%; hiponatremia kronik dapat 

dikoreksi cepat selama beberapa jam pertama 

diikuti koreksi lambat terbatas pada 10 

mmol/L selama 24 jam.


Prognosis hiponatremia tergantung tingkat 

keparahan dan etiologi.31 Prognosis buruk 

pada pasien hiponatremia berat, akut, dan 

lansia.33 Hiponatremia pada pasien kanker 

juga dapat memiliki prognosis lebih buruk. 

Hiponatremia pada pasien yang dirawat di 

rumah sakit memiliki tingkat kematian 50% 

lebih tinggi dibandingkan pasien rawat 

jalan. Penanganan yang tidak adekuat dapat 

memicu   komplikasi hingga kematian.34

Penelitian menunjukkan bahwa 73% pasien 

yang meninggal dunia memiliki konsentrasi 

serum natrium <115 mEq/L saat masuk 

rumah sakit, tetapi 66% meninggal ketika 

konsentrasi serum natrium kembali normal 

atau mendekati normal. Semua pasien yang 

meninggal memiliki penyakit akut yang 

signifikan, 72% di antaranya sepsis ataupun 

cedera ginjal akut.35

Chawla, et al, menyimpulkan bahwa koreksi 

lambat pada hiponatremia berat akan 

mengakibatkan kematian yang lebih tinggi.35

Bukti ini juga dikuatkan oleh penelitian 

Hoorn, et al.

36 Namun, hiponatremia yang 

tidak terkoreksi atau terkoreksi terlalu cepat 

juga akan membahayakan dan dapat 

memicu   defisit neurologis.


Natrium merupakan kation primer dalam 

cairan ekstraseluler yang regulasinya 

melibatkan sistem RAAS dan sistem saraf 

simpatis. Penurunan cepat konsentrasi 

natrium dapat memicu   pembengkakan 

sel dan edema serebral yang dapat memicu 

mekanisme adaptif di otak. Pembengkakan 

sel ini sangat memengaruhi fungsi saraf 

pusat, dapat memicu   defisit neurologis 

fokal. Diagnosis hiponatremia harus melalui 

anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik, 

pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan 

penunjang. Tata laksana hiponatremia harus 

tepat, konsentrasi natrium tidak boleh 

dikoreksi lebih cepat dari 0,5 mmol/L/jam. 

Sebagian besar pasien hiponatremia dapat 

diberi NaCl 0,9% dan pengobatan pemicu . 

Prognosis hiponatremia tergantung tingkat 

keparahan dan etiologi. Prognosis buruk 

pada hiponatremia berat, akut, dan lansia. 

Koreksi hiponatremia berat yang lambat akan 

mengakibatkan kematian yang lebih tinggi.