Tampilkan postingan dengan label pembuluh darah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pembuluh darah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 Maret 2024

pembuluh darah

   

 

 

 

 

 

     

















                            

 Struktur dan komposisi umum dari pembuluh darah hampir sama 

pada seluruh sistem kardiovaskular. Komposisi dari dinding pembuluh 

darah adalah extracellular matrix (ECM) yang mempunyai kandungan 

elastin, kolagen, dan glycosaminoglycans. Dinding pembuluh darah terdiri 

atas tiga bagian yaitu tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia. 

Batas antara tunika intima dan tunika media disebut lamina elastika interna, 

dan batas antara tunika media dan tunika adventisia adalah lamina elastika 

externa. Pada arteri yang normal tunika intima terdiri atas monolayer cells 

dan ECM yang dikelilingi oleh jaringan ikat, serat saraf, dan pembuluh 

darah kecil dari adventisia. Tunika media mendapatkan nutrisi dan oksigen 

dari lumen pembuluh darah 

Pembuluh darah terdiri atas lapisan-lapisan sebagai berikut 

:  

a. Tunika intima (tunika interna) terdiri atas selapis sel endotel yang 

membatasi permukaan dalam pembuluh. Di bawah endotel adalah 

lapisan subendotel, terdiri atas jaringan penyambung jarang halus yang 

mengandung sel otot polos yang berperan untuk kontraksi pembuluh 

darah.  

b. Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos yang tersusun melingkar 

(sirkuler). Pada arteri, tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh 

suatu membrana elastik interna. Membran ini terdiri atas elastin, 

berlubang-lubang sehingga zat-zat dapat berdifusi melalui lubang-

lubang yang terdapat dalam membran dan memberi makan sel-sel yang 

terletak jauh di dalam dinding pembuluh. Pada pembuluh besar, sering 

ditemukan membrana elstika externa yang lebih tipis yang memisahkan 

tunika media dari tunika adventisia yang terletak di luar. 

c. Tunika adventisia terdiri atas jaringan penyambung dengan serabut-

serabut elastin. Pada pembuluh yang lebih besar, vasa vasorum 

(pembuluh dalam pembuluh) bercabang-cabang luas dalam tunika 

adventisia.  

d. Vasa vasorum memberikan metabolit-metabolit untuk tunika adventisia 

dan tunika media pembuluh-pembuluh besar, karena lapisan-lapisannya 

terlalu tebal untuk diberi makanan oleh difusi dari aliran darah. 

 Endotel pembuluh darah 

Sel endotel melapisi bagian dalam lumen dari seluruh pembuluh 

darah dan berperan sebagai penghubung antara sirkulasi darah dan sel-sel 

otot polos pembuluh darah. Disamping berperan sebagai sawar fisik antara 

darah dan jaringan, sel endotel juga memfasilitasi berbagai fungsi yang 

kompleks dari sel otot polos pembuluh darah dan sel-sel di dalam 

kompartemen darah. Sel endotel mempunyai beberapa peranan penting 

diantaranya adalah mengatur resistensi vaskular, metabolisme hormon, 

regulasi inflamasi dan mempengaruhi pertumbuhan sel tipe lain khususnya 

sel otot polos. Sebagai membran monolayer yang selektif permeabel sel 

endotel mengatur pertukaran molekul baik yang berukuran besar maupun 

kecil yang mengenai dinding vaskular. Hubungan interendotel dapat 

berkurang atau hilang karena berbagai macam penyebab gangguan 

hemodinamik seperti hipertensi dan zat vasoaktif .

Berikut merupakan contoh substansi vasoaktif yang dikeluarkan 

oleh endotel pembuluh darah  : 

1. Nitrit Oksida (NO) 

Selama beberapa dekade, telah terbukti bahwa NO tidak hanya 

berperan dalam mengatur tonus vasomotor melainkan juga berperan 

dalam homeostasis pembuluh darah dan saraf serta proses imunologik. 

NO endogen diproduksi melalui perubahan asam amino L-arginine 

menjadi L-citrulline oleh enzim NO-synthase (NOS). NO yang 

dihasilkan oleh NOS tipe III di dalam endotel akan berdifusi ke dalam 

otot polos pembuluh darah yang akan mengaktifkan enzim guanylate 

cyclase. Bersama dengan peningkatan Cyclic Guanosine Monophosphat 

(cGMP), akan terjadi relaksasi dari otot polos pembuluh darah. Jadi hasil 

akhir dari peningkatan NO akan terjadi vasodilatasi. 

2. Angiotensin  

Sel endotel juga memproduksi mediator-mediator yang 

merangsang vasokonstriksi, yaitu endothelin, prostaglandin dan 

angiotensin II serta mengatur tonus pembuluh darah dengan cara 

mempertahankan keseimbangan produksi NO dengan produksi 

angiotensin II sebagai vasodilator dan vasokonstriktor, angiotensin II 

diproduksi oleh sel endotel pada jaringan lokal. Enzim yang mengatur 

produksi angiotensin II adalah angiotensin converting enzyme (ACE), 

bersifat proteolitik, disintesis oleh sel endotel, diekspresikan pada 

permukaan sel endotel dan mempunyai aktivitas di bawah pengaruh 

angiotensin I. Angiotensin I diproduksi melalui pemecahan dari suatu 

makromolekul prekursor angiotensinogen di bawah pengaruh renin, 

suatu enzim proteolitik yang dihasilkan oleh ginjal. Angiotensin II 

berikatan dan mengatur tonus otot polos pembuluh darah melalui 

reseptor angiotensin yang spesifik. Angiotensin II dapat memberi efek 

regulasi terhadap berbagai aktivitas fungsional otot polos pembuluh 

darah, termasuk kontraksi (vasokontriksi), pertumbuhan, proliferasi dan 

diferensiasi. Kerja dari angiotensin II berlawanan dengan kerja NO. 

 

. Otot polos pembuluh darah 

Sel otot polos juga mensintesis ECM seperti kolagen, elastin, 

proteoglikan dan merangsang faktor pertumbuhan dan sitokin. Pada 

keadaan terangsang baik secara fisiologis maupun farmakologis sel otot 

polos pembuluh darah juga dapat bervasokonstriksi dan juga vasodilatasi. 

Jika terdapat injury atau kerusakan pada dinding endotel maka sel otot polos 

akan bermigrasi ke bagian intima untuk berproliferasi menjadi lapisan 

tunika intima yang baru disebut dengan neointima. Namun proliferasi otot 

polos yang berlebihan mengakibatkan stenosis lumen yang dapat 

menghambat laju aliran darah terutama pembuluh darah kecil seperti arteri 

koroner. Komponen yang menyusun arteri dan vena pembuluh darah 

berbeda disesuaikan dengan karakteristik darah yang diangkut 

Gambar 2.2. A. Komponen arteri; B. Komponen vena 

Keterangan : Arteri mempunyai tunika media yang lebih tebal dari vena sehingga otot 

polos lebih banyak dan tekanan lebih tinggi, oleh karena itu arteri disebut reservoir 

tekanan. Sedangkan vena memiliki lumen yang diameternya lebih besar sehingga disebut 

reservoir darah 


. Aorta 

Aorta terdiri dari beberapa lapisan, yaitu :  

a. Tunika intima (endothelium) terdiri atas selapis sel endotel, dan di 

bawahnya ada lapisan subendotel yang mengandung serat jaringan ikat 

yang terdiri dari serat elastis dan sedikit serat otot polos. Bagian bawah 

dari jaringan ikat ini ada membrana elastica interna, yang mengandung 

serat elastis yang bersusun rapat membentuk berkas. 

b. Tunika media (membrana fenestrata) terdiri terutama atas otot polos dan 

serat elastis. Ada pula sedikit serat kolagen dan urat saraf. Lapisan ini 

sangat tebal dan inilah yang membuat pembuluh elastis ini jadi sangat 

bingkas. Pada lapisan ini, di daerah pangkal lebih banyak serat elastis 

daripada serat otot polos dan makin jauh dari jantung jumlah serat elastis 

menyusut dan serat otot bertambah. 

c. Tunika adventisia terdiri terutama atas jaringan ikat, berupa serat kolagen 

dan sedikit serat elastis. Disini terdapat pula vasa vasorum dan urat saraf, 

yang bercabang dan masuk ke tunica media. 

Gambar 2.3. Dinding arteri elastik besar: aorta (potongan transversal). Pulasan: 

pulasan elastik. Pembesaran lemah  

Dinding aorta terdiri dari tiga lapisan, yaitu: intima, media, 

adventisia. Bagian intima tipis, media berisi serat-serat elastik dan otot polos 

yang membentuk lapisan spiral yang kemudian menjadi penguat dinding 

aorta, sementara adventisia memasuk nutrisi untuk aorta dengan adanya 

arteri dan vena. Ketebalan dinding aorta normal adalah < 89,98μm 

.  Arteri 

 Berdasarkan ukurannya, arteri dapat diklasifikasikan menjadi arteri 

besar atau arteri elastis,  arteri ukuran sedang atau arteri muskuler, dan 

arteriola .

a. Arteri besar (arteri elastin) termasuk aorta dan cabang-cabang besarnya. 

Arteri jenis ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:  

- Intima, dibatasi oleh sel-sel endotel. Pada arteri besar membrana 

basalis subendotel kadang-kadang tidak terlihat. Membrana elastika 

interna tidak selalu ada.   

- Lapisan media terdiri adventisia tidak menunjukkan membrana 

externa, relatif tidak berkembang dan mengandung serabut-serabut 

elastin dan kolagen. 

b. Arteri ukuran sedang dan kecil memiliki lapisan muskuler yang tebal. 

Sel-sel ini bercampur dengan sejumlah serabut elastin serta kolagen dan 

proteoglikan. 

c. Arteriola merupakan pembuluh arteri yang paling kecil (halus), 

berdiameter kurang dari 0,5 mm dan relatif mempunyai lumen yang 

sempit. Memiliki tunika intima dengan tanpa lapisan subendotel dan 

umumnya tidak mempunyai membrana elastik interna. Lapisan media 

adalah lapisan sel-sel otot polos yang tersusun melingkar. Lapisan 

adventisia tipis, tidak berkembang dengan baik dantidak menunjukkan 

adanya membrana elastik externa. 

. Vena 

Tunika intima terdiri dari endothelium (selnya pipih selapis) dan 

subendothelium  (jaringan ikat tipis langsung berhubungan dengan tunika 

adventisia). Tunika media tidak ada. Tunika adventisia yang terdiri dari 

jaringan ikat longgar dengan serabut colagen yang membentuk berkas-

berkas longitudinal, sel fibroblast dan sel otot polos tampak diantaranya 

Vena  digolongkan menjadi 

a. Venula, garis tengah 0,2 – 1 mm, ditandai oleh tunika intima yang terdiri 

atas endotel, tunika media tebal yang terdiri atas lapisan sel otot polos, 

dan lapisan adventisia merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri atas 

jaringan penyambung yang kaya akan serabut-serabut kolagen. 

b. Vena ukuran kecil atau sedang dan mempunyai garis tengah 1 – 9 mm. 

Tunika intima biasanya mempunyai lapisan subendotel yang tipis, tetapi 

hal ini pada suatu saat mungkin tidak ada. Tunika media terdiri atas 

berkas-berkas kecil otot polos yang bercampur dengan serabut-serabut 

kecil kolagen dan jala-jala halus serabut elastin. Lapisan kolagen 

adventisia berkembang dengan baik. 

c. Vena besar mempunyai tunika intima yang berkembang dengan baik. 

Tunika media jauh lebih kecil, dengan sedikit sel-sel otot polos dan 

banyak jaringan penyambung. Tunika adventisia adalah lapisan yang 

paling tebal dan pada pembuluh yang paling besar dapat mengandung 

berkas-berkas longitudinal otot polos. Vena ukuran-kecil atau sedang 

menunjukkan adanya katup-katup di dalamnya. Struktur ini terdiri atas 

2 lipatan semilunaris dari lapisan dalam pembuluh yang menonjol ke 

dalam lumen. Mereka terdiri atas jaringan penyambung elastin dan 

dibatasi pada kedua sisinya oleh endotel. Katup-katup khususnya 

banyak pada vena anggota badan (lengan dan tungkai). Mereka 

mendorong darah vena ke arah jantung berkat kontraksi otot-otot rangka 

yang terletak di sekitar vena. 

Gambar 2.4. Arteri dan vena muskular (potongan transversal). Pulasan: pulasan 

elastik. Pembesaran lemah  

Gambar 2.5. Arteri dan vena dalam jaringan ikat padat tidak teratur di duktus 

deferens. Pulasan: hematoksilin besi dan biru Alcian. 64 x. 

 

. Kapiler 

Kapiler tersusun atas selapis sel endotel yang berasal dari mesenkim, 

melingkar dalam bentuk tabung, mengelilingi ruang silindris, garis tengah 

rata-rata kapiler berkisar dari 7 sampai 9 μm (Price, 2006).  

Kapiler dapat dikelompokkan dalam 3 jenis menurut struktur 

dinding sel endotel, yaitu : 

a. Kapiler kontinu. Susunan sel endotel rapat. 

b. Kapiler fenestrata atau perforata ditandai oleh adanya pori-pori diantara 

sel endotel. Kapiler perforata biasanya ditemukan dalam jaringan-

jaringan dimana terjadi pertukaran-pertukaran zat dengan cepat antara 

jaringan dan darah, seperti yang terdapat pada ginjal, usus, dan kelenjar 

endokrin. 

c. Kapiler sinusoid, berkelok-kelok dan garis tengahnya sangat besar (30-

40 μm), sirkulasi darah lambat, tidak memiliki dinding yang dibatasi 

kontinu oleh sel–sel endotel, tetapi terbuka pada ruang–ruang antara sel, 

dan adanya sel dengan dinding bulat selain sel endotel yang biasa 

dengan aktivitas fogositosis. Kapiler sinusoid terutama ditemukan pada 

hati dan organ-organ hemopoetik seperti sumsum tulang dan limpa. 

Struktur ini diduga bahwa pada kapiler sinusoid pertukaran antar darah 

dan jaringan sangat dipermudah, sehingga cairan darah dan 

makromolekul dapat berjalan dengan mudah bolak-balik antara kedua 

ruangan tersebut.  

Kapiler-kapiler beranastomosis (berhubungan satu dengan lainnya) 

membentuk jala-jala antar arteri-arteri dan vena-vena kecil. Arteriol 

bercabang menjadi pembuluh-pembuluh kecil yang mempunyai lapisan otot 

polos yang tidak kontinyu, yang disebut metarteriol. Metarteriol bercabang 

menjadi kapiler-kapiler yang membentuk jala-jala. Konstriksi metarteriol 

membantu mengatur, tetapi tidak menghentikan sama sekali sirkulasi dalam 

kapiler, dan mempertahankan perbedaan tekanan dalam dua sistem. Suatu 

cincin sel-sel otot polos yang disebut sfinkter, terdapat pada tempat asal 

kapiler dari metarteriol. Sfinkter prekapiler ini dapat menghentikan sama 

sekali aliran darah dalam kapiler. Seluruh jala-jala tidak berfungsi semua 

secara serempak, dan jumlah kapiler yang berfungsi dan terbuka tidak hanya 

tergantung pada keadaan kontraksi metarteriol tetapi juga pada anastomosis 

arteriovenosa yang memungkinkan metarteriol langsung mengosongkan 

darah kedala vena-vena kecil. Antar hubungan ini banyak sekali pada otot 

rangka dan kulit tangan dan kaki. Bila pembuluh-pembuluh anastomis 

arteriovenosa berkontraksi, semua darah harus berjalan melalui jala-jala 

kapiler. Bila relaksasi, sebagian darah mengalir langsung ke vena bukan 

mengalir ke dalam kapiler. Sirkulasi kapiler diatur oleh rangsang syaraf dan 

hormon , 

Tubuh manusia luas permukaan jala-jala kapiler mendekati 6000m². 

Garis tengah totalnya kira-kira 800 kali lebih besar daripada garis tengah 

aorta. Suatu unit volume cairan dalam kapiler berhubungan dengan luas 

permukaan yang lebih besar daripada volume yang sama dalam bagian 

sistem lain. Aliran darah dalam aorta rata-rata 320 mm/detik, sedangkan 

dalam kapiler sekitar 0,3 mm/detik. Sistem kapiler dapat dimisalkan dengan 

suatu danau di mana sungai-sungai masuk dan keluar, dindingnya yang tipis 

dan alirannya yang lambat, kapiler merupakan tempat yang cocok untuk 

pertukaran air dan solut antara darah dan jaringan-jaringan 


. Aterosklerosis 

. Definisi dan etiologi aterosklerosis 

Aterosklerosis digambarkan sebagai pembuluh darah arteri yang 

kaku. Proses inflamasi yang kronik yang dalam patofisiologinya melibatkan 

lipid, thrombosis, dinding vaskular dan sel-sel imun. Aterosklerosis 

merupakan penyebab tersering penyakit arteri koroner, penyakit arteri 

karotis, penyakit arteri perifer dan merupakan penyebab utama morbiditas 

dan mortalitas di dunia. (Strom JB et al., 2011). 

Aterogenesis dimulai saat terjadi jejas pada endotel akibat berbagai 

faktor risiko dengan berbagai intensitas. Salah satu penjejas utama endotel 

adalah Low Density Lipoprotein (LDL) plasma yang tinggi. LDL akan 

mengalami oksidasi menjadi LDL–oks yang mudah sekali menempel dan 

menumpuk pada dinding pembuluh darah, menjadi deposit lipid. 

Penumpukan ini menyebabkan jejas pada endotel. Pada keadaan terjejas, 

endotel normal akan menjadi endotel yang hiperpermeabel, yang 

ditunjukkan dengan terjadinya berbagai proses eksudasi (misalnya: protein, 

glukoprotein) dan infiltrasi monosit ke dalam lapisan pembuluh darah, 

akibat peningkatan adesivitas terhadap lipoprotein, lekosit, platelet dan 

kandungan plasma lain. Selain itu, endotel terjejas juga memiliki 

prokoagulan yang lebih banyak dibanding antikoagulan, serta mengalami 

pemacuan molekul adesi lekosit seperti L-selektin, integrin, platelet-

endothelial-cell adhesion molecule (PECAM)-1 dan molekul adesi endotel 

seperti E-selektin, P-selektin, intraceluler cell adhesion molecule (ICAM-

1) dan vascular-cell adhesion molecule (VCAM-1). Keadaan ini 

mengakibatkan makromolekul lebih mudah menempel pada dinding 

pembuluh darah, sehingga mengakibatkan jejas pada endotel. Respon 

inflamasi yang terjadi pada aterogenesis diperantarai oleh makrofag derivat 

monosit dan limfosit T, yang apabila berlanjut akan meningkatkan jumlah 

makrofag dan limfosit yang beremigrasi. Aktivasi makrofag dan limfosit 

menimbulkan pelepasan enzim hidrolitik, sitokin, kemokin dan faktor 

pertumbuhan, yang dapat menginduksi kerusakan lebih lanjut, dan akhirnya 

menimbulkan nekrosis fokal. Respon inflamasi ini apabila terus berlanjut 

akan menstimulasi migrasi dan proliferasi miosit yang saling bercampur 

pada area inflamasi dan membentuk lesi intermedia. Apabila inflamasi tidak 

mereda, maka arteri akan mengalami remodeling, yaitu penebalan dan 

pelebaran dinding pembuluh darah secara bertahap hingga lumen pembuluh 

darah tidak dapat berdilatasi kembali 

Gambar 2.6. Penebalan Tunika Intima  

Etiologi aterosklerosis adalah multifaktorial, tetapi ada berbagai 

keadaan yang erat kaitannya dengan aterosklerosis yaitu faktor genetik, 

penyakit jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, usia, 

kelamin pria, kebiasaan merokok, dislipidemia, hipertensi, obesitas, 

diabetes melitus, kurang aktifitas fisik dan menopause 

  Faktor resiko aterosklerosis 

  Faktor resiko mayor : 

a. Hiperkolesterolemia 

Hiperkolesterolemia merupakan gangguan metabolisme 

kolesterol yang disebabkan oleh kadar kolesterol dalam darah melebihi 

batas normal. Ketidaknormalan metabolisme kolesterol tersebut ditandai 

salah satunya dengan peningkatan kolesterol LDL (≥160 mg/dl) 

Hiperkolesterol memudahkan LDL menyusup ke dalam intima 

dan akan mengalami oksidasi tahap pertama sehingga terbentuk gugus 

hidroksil pada sel endotel dan otot polos pembuluh darah. Radikal 

hidroksil ini akan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh atau 

polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) yang merupakan struktur dari 

membran sel termasuk sel endotel sehingga dapat menimbulkan reaksi 

peroksidasi lipid yang akan menghasilkan peroksidasi peroksid. LDL 

teroksidasi dan lipid peroksida yang terbentuk merusak sel endotel 

pembuluh darah dan terjadi disfungsi sel endotel 

Disfungsi sel endotel akan menurunkan produksi dan bioaktivitas 

faktor vasodilatasi lokal, khususnya NO atau nama lainya Endothelium 

Derivate Relaxing Factor (EDRF) (Ghasemi et al., 2007). Disfungsi sel 

endotel akan memicu terbentuknya molekul VCAM-1, ICAM-1 (Mittal 

et al.,2009). Molekul ini dapat melekatkan dan menarik monosit dan 

menembus lapisan endotel dan masuk ke dalam lapisan intima ,LDL teroksidasi akan difagosit oleh makrofag. Semakin 

banyak LDL teroksidasi semakin banyak difagosit oleh makrofag dan 

membentuk sel busa . LDL teroksidasi juga 

merangsang sel-sel otot polos pembuluh darah dan kemudian akan 

berproliferasi sehingga jumlahnya semakin banyak dan mempertebal 

dinding pembuluh darah dan membentuk atheroma (

b. Hipertensi   

Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan tekanan 

darah systole maupun diastole, merangsang peningkatan resiko 

aterosklerosis. Resiko ini meningkat sejalan dengan derajat keparahan 

hipertensi. Pada individu dibawah umur 45 tahun, hiperkolesterolemia 

tampaknya sebagai faktor resiko paling utama, sedangkan hipertensi 

sebagai faktor resiko pada individu yang lebih tua. Pemberian terapi anti 

hipertensi dapat menurunkan insiden penyakit yang berhubungan dengan 

aterosklerosis, terutama stroke dan iskemi pada jantung. Hipertensi dapat 

disebabkan oleh karena stres psikologis, dimana pada kondisi ini akan 

diproduksi hormon adrenalin dari medulla adrenal. Pelepasan adrenalin 

akan mengaktivasi reseptor -adrenergik. Aktivasi reseptor  ini, pada 

jantung akan meningkatkan influks kalsium ke dalam sel jantung 

sehingga mengakibatkan denyut jantung meningkat, dan berhubungan 

dengan adanya peningkatan tekanan sistolik. Keadaan ini mengakibatkan 

perubahan hemodinamik, sehingga menimbulkan jejas endotel yang 

merupakan awal aterosklerosis. Penderita hipertensi sering mengalami 

peningkatan kadar angiotensin II, yang merupakan vasokonstriktor poten 

dengan menstimulasi perkembangan miosit, sehingga memperberat 

aterogenesis. Angiotensin II berikatan dengan reseptor spesifik miosit, 

menghasilkan aktivasi fosfolipase C yang dapat meningkatkan 

konsentrasi kalsium intraseluler dan kontraksi miosit, meningkatkan 

sintesis protein dan hipertrofi miosit, serta meningkatkan aktivitas lipoksigenase yang dapat meningkatkan inflamasi dan oksidasi LDL 

c. Merokok  

Ditemukan hubungan yang kuat dan menetap antara merokok 

sigaret dengan komplikasi dari aterosklerosis, yaitu ischaemic heart 

disease. Hubungan ini paling kuat terjadi pada pria yang berumur 35-55 

tahun. Resiko ini akan menurun setelah penghentian merokok. Belum 

jelas bagaimana rokok menyebabkan aterosklerosis. Penyebab paling 

mungkin adalah perangsangan sistem syaraf simpatis oleh nikotin, 

pergantian O2 di dalam molekul Hb dengan karbon monoksida, 

peningkatan daya lekat trombosit, dan peningkatan permeabilitas 

endotel, yang dirangsang oleh unsur pokok yang ada di dalam rokok 

d. Diabetes Melitus 

Kelainan metabolik ini dapat menimbulkan kelainan 

aterosklerosis pada umur dini dan mempercepat progresivitasnya. 

Perkembangan lesi aterogenik dipertimbangkan meliputi proses 

inflamasi yang kompleks. Tahap awal perkembangan plak dikenal 

dengan disfungsi endotel, dimana hiperglikemia merupakan salah satu 

faktor resiko, selain interaksi langsung dari sitokin-peradangan jaringan, 

seperti tumor necrosis factor alfa (TNF-α), dan inter leukin 6 (IL-6) 

mengaktifkan endotel. Sel-sel inflamasi akan memasuki dinding 

pembuluh darah, dan tahap ini dikenal dengan pembentukan fatty streak, 

dimana otot polos vaskular berproliferasi dan bermigrasi dari media 

kedalam lesi yang menambah perkembangan lesi. Tahap berikutnya 

dikenal dengan pembentukan inti lipid nekrotik, melalui apoptosis dan 

kematian sel, dan peningkatan aktivitas proteolitik dan akumulasi lipid. 

Plak ini yang bersifat stabil dapat berubah menjadi tidak stabil, yang 

dikarakteristik dengan inti lipid nekrotik yang besar, infiltrasi sel 

inflamasi, dan kapsul fibrous yang tipis dan rapuh 

Gambar 2.7.  Kerentanan pembuluh darah  

 

Hiperglikemia, sitokin inflamasi jaringan, disertai berbagai faktor 

resiko kardiovaskular mempengaruhi fase aterogenesis pasien dengan 

diabetes, yang berkontribusi terhadap lesi komplikasi yang dapat ruptur 

dan menyebabkan kejadian koroner akut 

  Faktor resiko minor :

a. Kurangnya gerak fisik atau olah raga yang teratur 

b. Stress emosional  

 

c. Pemakaian kontrasepsi oral  

d. Hiperuricemia  

e. Obesitas  

f. Makanan tinggi karbohidrat  

.  Klasifikasi lesi aterosklerosis 

Aterosklerosis merupakan penyakit yang menyerang pembuluh 

darah besar dan sedang. Lesi utamanya berbentuk plak menonjol pada 

tunika intima yang mempunyai inti berupa lemak (terutama kolesterol dan 

ester kolesterol) dan ditutup oleh fibrous cap 

1. Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak (lapisan lemak) 

Fatty streak yaitu penumpukan lemak pada daerah subintima. 

Secara makroskopis, fatty streak tampak sebagai daerah berwarna 

kekuningan pada permukaan dalam arteri. Pada umumnya berbentuk 

guratan dengan lebar 1-2mm dan panjang sampai 1 cm. Fatty streak 

ditandai dengan pengumpulan sel-sel besar yang disebut sel busa (foam 

cell) di subintima. Sel busa ini pada mulanya adalah makrofag yang 

memfagosit ox-LDL 

Gambar 2.8. A. Fatty Streak; B. Foam cell (Pulasan: HE. Pembesaran 400x) 

 

 

Foam cell 

 

2. Fibrous plaque  

Fibrous plaque merupakan lesi utama dari aterosklerosis karena 

menjadi sumber manifestasi klinis penyakit. Lesi ini paling sering 

dijumpai di aorta abdominalis, arteri koronaria, arteri poplitea, aorta 

descendens, arteri karotis interna, dan pembuluh darah yang menyusun 

sirkulus wilisi. Secara mikroskopis perubahan arteri banyak terjadi di 

tunika intima dimana terjadi akumulasi monosit, limfosit, foam cell,dan 

jaringan ikat. Juga dijumpai bagian tengah lesi yang nekrotik berisi 

debris sel dan kristal kolesterol yang ditutupi oleh jaringan fibromuskular 

mengandung banyak sel-sel otot polos dan kolagen. Pada lesi ini juga 

disertai fibrous cap yang merupakan kumpulan sel otot polos dalam 

matriks jaringan ikat 

Manifestasi klinis yang dapat timbul mengikuti pembentukan 

fibrous plaque adalah : 

a. Kalsifikasi, yang menyebabkan pembuluh darah menjadi kurang 

lentur dan mudah pecah. 

b. Ulserasi pada permukaan plak yang dapat menyebabkan kaskade 

agregrasi trombosit yang pada akhirnya dapat membentuk trombus 

dan menyumbat aliran darah. 

c. Pada pembuluh darah besar, bagian ateroma yang terlepas dapat 

menyebabkan emboli pada bagian distal pembuluh darah. 

d. Ruptur endotel atau kapiler pada bagian plak, dapat menyebabkan 

perdarahan di dalam plak dan penekanan pada plak terhadap tunika 

media dan menyebabkan terjadinya atropi serta berkurangnya                                    

jaringan elastik sehingga dapat meningkatan terbentuknya 

anneurisma. 

.  Patogenesis aterosklerosis  

Patogenesis aterosklerosis merupakan proses interaksi kompleks 

yang terjadi di endotel. Lipid dan inflamasi telah terbukti memiliki peran 

penting terhadap terjadinya disfungsi endotel. Disfungsi endotel merupakan 

awal mula proses aterogenesis. Rangsangan biokimiawi atau mekanis dapat 

menimbulkan endothelial injury (jejas endotel). Disfungsi endotel 

menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, adhesi, dan infiltrasi 

monosit dan sel T, serta peningkatan growth factor 

Gambar 2.9. Gambar Tahapan Pembentukan Aterosklerosis

Beberapa penelitian dan literatur menunjukkan bahwa disfungsi 

endotel disebabkan oleh penurunan bio-availabilitas NO yang disebabkan 

salah satunya oleh stres oksidatif. Stres oksidatif merupakan ketidak-

seimbangan antara oksidan dan antioksidan yang disebabkan oleh 

peningkatan jumlah reactive oxygen species (ROS) atau reactive nitrogen 

species (RNS) dibandingkan dengan sistem pertahanan antioksidan endogen 

tubuh 

Gambar 2.10. Patogenesis Aterosklerosis  

.  Proses inflamasi aterosklerosis karena peningkatan LDL 

LDL dimodifikasi secara oksidatif oleh logam transisional seperti 

iron (Fe) dan copper (Cu), yang mempunyai pengaruh terhadap semua sel 

utama di dinding arteri seperti sel endotel, sel otot polos, dan 

  

monosit/makrofag. Mekanisme oksidasi LDL in-vivo yang fisiologis 

diperkirakan dimediasi oleh superoxide, myeloperoksidase, 15-

lypoxygenase, peroxynitrite, dan Thiol melalui sistem yang berbeda 

Patogenesis aterosklerosis pada disfungsi endotel yang disebabkan 

ox-LDL adalah melalui aktivasi lectin-like ox-LDL reseptor  yang disebut 

LOX-1. LOX-1 adalah reseptor ox-LDL pada sel endotel. TNF-α 

menginduksi ekspresi LOX-1 pada sel endotel kapiler. Ox-LDL terikat pada 

LOX-1 untuk masuk ke dalam sel dan menginduksi pembentukan ROS. 

Kerusakan endotel oleh ox-LDL melalui jalur ROS. ROS seperti superoxyde 

anions, hydroxyl radical, hydrogen peroxide dapat menyebabkan kerusakan 

serius pada DNA, protein, dan lipid (Hotamsil, 2010). 

ROS mengganggu keseimbangan redoks normal dan akhirnya 

membuat sel dalam keadaan stress oksidatif. Pada tingkat seluler, ROS 

bertindak sebagai messenger kedua pada berbagai sinyal transduksi dan 

ROS terbentuk sebagai respon terhadap proliferasi, diferensiasi, penuaan 

sel, dan kematian sel. ROS yang dibentuk intraseluler menyebabkan aktivasi 

protein kinase dan faktor transkripsi NF-kB. Ikatan ox-LDL ke LOX-1 

mengawali aktivasi NF-kB, yang selanjutnya akan merangsang seluruh gen 

yang menjadi targetnya, terutama gen yang berkaitan dengan inflamasi 

(Libby, 2013). 

2.3. Induksi Aterosklerosis 

Minyak babi dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah hewan coba 

dikarenakan minyak babi memiliki kandungan asam lemak jenuh yaitu sekitar 38-

43% dan kolesterol. Pemberian minyak babi secara terus menerus selama 14 hari 

mengakibatkan kadar kolesterol dan trigliserida meningkat disertai dengan 

peningkatan lipoprotein (hiperlipoproteinemia) dalam darah. Peningkatan 

lipoprotein ini memicu peningkatan kolesterol total, LDL dan trigliserida yang 

menyebabkan hewan coba dalam kondisi hiperkolesterolemia .

Penelitian pada tikus percobaan dapat menginduksi kondisi 

hiperkolesterolemia dengan cara pemberian pakan yang ditambah kolesterol 2%, 

minyak babi 5%, dan asam kolat 0,2%. Pemberian pakan ini selama 8 minggu dapat 

meningkatkan kolesterol darah dan menginduksi terbentuknya foam cell secara 

bermakna .

Pemberian diet kaya kolesterol yang berkomposisi minyak babi sebanyak 2 

gram, asam kolat 0,02 gram dan kuning telur puyuh rebus 1 gram. Bahan-bahan 

tersebut ditambah aquades hingga 2ml, diberikan dengan metode sonde lambung 

dan ditambah pakan standar selama 28 hari terbukti mampu menginduksi plak 

aterosklerosis yang bermakna 

Minyak babi mempunyai kandungan kolestrol yang lebih tinggi 

dibandingkan dengan minyak hewani lainnya dan minyak nabati. Induksi 

aterosklerosis pada tikus (high-fat/high-cholesterol) perlu diet yang ditambah 

dengan asam kolat (cholic acid). Dengan diet tersebut dapat merubah gambaran 

lipoprotein menjadi lebih aterogenik, yaitu menurunkan kadar High Density 

Lipoprotein (HDL) dan meningkatkan LDL plasma. Diet aterogenik tanpa 

penambahan asam kolat akan meningkatkan baik HDL maupun LDL, asam kolat 

berfungsi menurunkan kadar HDL 

. Antioksidan 

Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor). Secara 

biologis, antioksidan adalah senyawa yang mampu meredam dampak negatif 

oksidan dalam tubuh. Keseimbangan antara oksidan dan antioksidan sangat penting 

dalam menjaga integritas dan berfungsinya membran lipid, protein sel dan asam 

nukleat serta mengontol transduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun. Pada 

kondisi normal, molekul scavanger atau antioksidan berperan mengkonversi 

senyawa oksigen reaktif menjadi H2O untuk mencegah produksi senyawa oksigen 

reaktif yang berlebihan. Antioksidan mentransformasikan radikal bebas menjadi 

spesies yang kurang reaktif sehingga membatasi efek toksiknya .

Sistem antioksidan dibagi menjadi kelompok enzimatis dan non enzimatis. 

Antioksidan enzimatis sering disebut sebagai antioksidan primer, terdiri dari enzim 

glutathione peroxidase, catalase dan superokside dismutase (SOD). Antioksidan 

enzimatis bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru 

dan memutus reaksi radikal berantai. Antioksidan non enzimatis atau sering disebut 

antioksidan sekunder terdiri dari vitamin C, A, E, β karoten, tokoferol dan flavonoid 

berfungsi menangkap senyawa oksidan dan mencegah terbentuknya reaksi radikal 

berantai (Winarsi, 2007). 

Senyawa antioksidan alami terdiri dari senyawa fenolik, polifenol yang 

dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, turunan asam galat, 

kumarin, tokoferol, dan asam organik polifungsional. Flavonoid adalah senyawa 

yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. 

Flavonoid tersebar luas di tanaman mempunyai banyak fungsi. Flavonoid adalah 

pigmen tanaman untuk memproduksi warna bunga merah atau biru pigmentasi 

kuning pada kelopak yang digunakan untuk menarik hewan penyerbuk 

Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, 

flavonol, isoflavon, katesin, dan kalkon flavonoid hampir terdapat pada semua 

bagian tumbuhan termasuk buah, akar, daun dan kulit luar batang zDibandingkan dengan jenis flavonoid lain, jenis flavonol dan flavon 

merupakan dua dari jenis falvonoid yang paling banyak terdapat dalam tanaman 

sayur-sayuran ,Flavonol terdiri atas quercetin, kaempferol, dan 

myricetin. Flavon yang terdiri atas apigenin dan luteolin, hanya ditemukan pada 

bahan pangan tertentu, contohnya seledri, lada (hanya luteolin), dan peterseli 

(hanya apigenin) ,

Manfaat flavonoid antara lain untuk melindungi struktur sel, meningkatkan 

efektifitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai 

antibiotik ,


. Daun Ginseng Jawa 

. Taksonomi 

Divisi   : Magnoliophyta  

Klas   : Magnoliopsida  

Anak-klas  : Caryophyllidae 

Bangsa  : Caryophyllales  

Suku   : Portulacaceae  

Marga   : Talinum  

Jenis   : Talinum triangulare (Jacq.) Willd. 

 

. Morfologi tanaman ginseng jawa (Tallinum triangulare) 

Ginseng jawa ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman obat, 

kadang ditemukan tumbuh liar. Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropis. 

Di Jawa tumbuh pada ketinggian 5 - 1.250 m dpl. Terna tahunan, tegak, 

tinggi 30 - 60 cm, batang bercabang di bagian bawah dan pangkalnya 

mengeras. Daun tunggal, letak berhadapan, bertangkai pendek, bundar telur 

sungsang, tepi rata, ujung dan pangkal runcing, panjang 3 - 10 cm, lebar 1,5 

- 5 cm. Perbungaan majemuk dalam malai di ujung tangkai, berbentuk anak 

payung menggarpu yang mekar di sore hari, warnanya merah ungu. 

Buahnya buah kotak, diameter 3 mm, bijinya kecil, hitam, bulat gepeng 


Gambar 2.11. Daun Ginseng Jawa (polybag yang digunakan ukuran 

25x25cm) 

. Kandungan ginseng jawa 

Ginseng jawa (Talinum triangulare) merupakan salah satu 

tumbuhan berkhasiat obat. Daun ginseng jawa ini mengandung senyawa 

flavonoid, alkaloid, saponin, dan tannin (Aja et al., 2010). Jenis flavonoid 

juga diketahui dalam penelitian terdahulu , yaitu 

quersetin, kaempferol, antosianin, asam klorogenat, asam kafeat, dan asam 

ferulat. Daun ginseng jawa (Talinum triangulare) mengandung flavonoid 

yang 90% adalah kaempferol Kaempferol diketahui 

memiliki beberapa aktivitas farmakologis, seperti antioksidan, antimikroba, 

anti inflamasi, anti-kanker, neuroprotective, antidiabetik, analgesic, dan anti 

alergi , Beberapa hasil dari penelitian terdahulu 

menunjukkan bahwa konsumsi makanan kaya kaempferol akan 

menurunkan resiko beberapa penyakit termasuk penyakit kardiovaskuler ,Saponin dapat mengurangi resiko aterosklerosis karena 

kemampuannya dalam mengikat kolesterol 


Tabel 2.1. Kandungan Antioksidan Daun Ginseng Jawa  

Komponen zat non-gizi    Kandungan per 100 gr 

Total Fenol 64,64 mg 

Quersetin 0,41 mg 

Kaemferol 3,52 mg 

Antosianin 0,22 mg 

Asam Klorogenat 0,38 mg 

Asam Kafeat 0,41 mg 

Asam Ferulat 0,09 mg 


 


. Tikus Putih 

Lebih dari 90% dari semua hewan uji yang digunakan di dalam berbagai 

penelitian adalah binatang pengerat, terutama mencit (Mus musculus L.) dan tikus 

(Rattus norvegicus L.). Hal ini disebabkan karena secara genetik, manusia dan 

kedua hewan uji tersebut mempunyai banyak sekali kemiripan. Terdapat beberapa 

galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian. Galur-galur tersebut antara 

lain: Wistar, Sprague-Dawley, Long Evans, dan Holdzman). Jenis mencit dan tikus 

yang paling umum digunakan adalah jenis albino galur Sprague Dawley dan galur 

Wistar (Wolfenshon dan Lloyd, 2013).  

Klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah (Krinke, 2006): 

Kingdom  : Animalia 

Divisi   : Chordata  

Kelas   : Mammalia  

Ordo   : Rodentia  

Famili   : Muridae  

Subfamili  : Murinae  

Genus   : Rattus  

Spesies   : Rattus norvegicus L. 

  

 

Tabel 2.3. Data Fisiologis Tikus Putih (Rattus novergicus)  

Nilai Fisiologis Kadar  

Berat tikus dewasa Jantan 450-520 gram 

Betina 250-300 gram 

Kebutuhan makan 5-10g/100g berat badan 

Kebutuhan minum 10 ml/100g berat badan 

Jangka hidup 3-4 tahun 

Temperatur rektal 360C – 400C 

Detak jantung 250-450 kali/menit 

Tekanan darah Sistol    : 84-134 mmHg 

Diastol : 60mmHg 

Laju pernapasan 70-115kali/menit 

Serum protein (g/dl) 5,6-7,6 g/dl 

Albumin (g/dl) 3,8-4,8 g/dl 

Globulin (g/dl) 1,8-3 g/dl 

Glukosa (mg/dl) 50-135 mg/dl 

Nitrogen urea darah (mg/dl) 15-21 mg/dl 

Kreatinin (mg/dl) 0,2-0,8 mg/dl 

Total bilirubin (mg/dl) 0,2-0,55 mg/dl 

Kolesterol (mg/dl) 40-130 mg/dl 

(Suzanne, 2012) 

Tikus putih atau yang lebih dikenal dengan tikus albino ini lebih banyak 

dipilih karena tikus yang dilahirkan dari perkawinan antara tikus albino jantan dan 

betina mempunyai tingkat kemiripan genetis yang besar, yaitu 98%, meskipun 

sudah lebih dari 20 generasi. Bahkan setelah terjadi perkawinan tertutup di antara 

tikus albino ini, mereka masih mempunyai kemiripan genetis yang sangat besar 

yaitu 99,5% 

   


Gambar 2.12. Tikus Putih (Rattus norvegicus strain wistar) 

                                 

Tabel 2.4. Perbandingan Pembuluh Darah Tikus dan Manusia  

Bagian-Bagian Tikus Manusia 

Lapisan arteri Tunika intima, tunika media, tunika 

adventisia 

Sama dengan tikus 

Elastisitas 

arteri 

Mengandung lamina elastika Sama dengan tikus 

Lapisan otot 

arteri 

Lapisan terdiri dari sel – sel otot polos; 

lamina Elastic Externa  (LEE) and 

Lamina Elastica Interna (IEL) 

Sama dengan tikus 

Arteriole Terdiri Dari (1-2 lapisan sel) lapisan 

tebal kulit Otot tipis; ditemukan 

pericyte intermiten 

Sama dengan tikus 

 

















Kapiler Tidak ada IEL dari lapisan sel otot 

polos; ditemukan pericytes intermiten 

 

Sama dengan tikus 

Jaringan ikat 

subendotelial 

Jarang ditemukan Ditemukan jumlah yang 

bervariasi : Biasanya di 

pembuluh darah yang lebih 

besar 

Vasa vasorum Jarang terlihat, hampir tidak pernah 

mencapai pembuluh darah 

Kadang – kadang terlihat 

Vena 

pulmonary 

Dikelilingi oleh kardiomiosit sampai 

ke parenkim paru 

Kadang dikelilingi 

kardiomiosit ujung jantung