Tampilkan postingan dengan label diabetes melitus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label diabetes melitus. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 Maret 2024

diabetes melitus

 




DIABETES MELITUS 



diabetes melitus merupakan sesuatu penyakit akibat  defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin, diabetes melitus terdiri  dari DM pada kehamilan,DM tipe 1, DM tipe 2, dan  DM  tipe lain,  

diabetes melitus tipe 2 (DMT2)  yaitu  penyakit metabolik dengan  .hiperglikemia, akibat  kelainan kerja insulin atau  sekresi insulin  atau kedua-duanya, 

kebanyakan  diabetes yaitu  diabetes melitus tipe 2 dengan gangguan sensitivitas insulin dan/atau gangguan sekresi insulin,diabetes melitus tipe 2 muncul saat  tubuh tidak mampu lagi menghasilkan   insulin unuk mengkompensasi peningkatan insulin  resisten,pengidap  diabetes melitus tipe 2  berisiko penyakit jantung dan pembuluh darah  lebih tinggi dibandingkan  tanpa  diabetes,  juga  mempunyai risiko hipertensi dan dislipidemia yang lebih tinggi  dibandingkan yang sehat, kelainan pembuluh darah sudah   terjadi sebelum diabetesnya terdiagnosa karena adanya resistensi  insulin pada saat prediabetes,

kejadian hiperglikemia pada diabetes melitus tipe 2  dikaitkan dengan beberapa kelainan pada tubuh penderita diabetes melitus tipe 2  yang dinamakan  omnious 

octet yaitu :

-pada ginjal terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2 sehingga reabsorpsi glukosa meningkat.

-pada otak, resistensi insulin dikaitkan dengan peningkatan nafsu makan. 

-pada sel beta pankreas terjadi kegagalan untuk mensekresikan insulin 

yang cukup dalam usaha  memgurangi  peningkatan resistensi insulin.

- pada hepar terjadi peningkatan produksi glukosa dalam keadaan basal 

oleh karena resistensi insulin. 

-pada usus terjadi defisiensi GLP-1 dan increatin effect yang berkurang.

-pada sel alpha pancreas penderita diabetes melitus tipe 2 , sintesis glukagon meningkat dalam keadaan puasa.

-pada otot terjadi gangguan kinerja insulin yaitu gangguan dalam transportasi dan utilisasi glukosa.

- pada sel lemak, resistensi insulin memicu  lipolisis yang meningkat dan lipogenesis yang berkurang.


 yang mendasari terjadinya diabetes melitus tipe 2 secara  genetik yaitu  resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas, resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi pasien  obesitas. insulin tidak mampu  bekerja  optimal pada  sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas  mengkompensasi untuk menghasilkan  insulin lebih banyak. saat  produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat untuk  mengurangi  peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa  darah akan naik , pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik. hiperglikemia kronik pada diabetes melitus tipe 2   semakin  memperburuk resistensi insulin di sisi lain  dan merusak sel beta di satu sisi  sehingga penyakit  diabetes melitus tipe 2 semakin parah, resistensi insulin yaitu  adanya konsentrasi insulin yang lebih tinggi  yang diperlukan  untuk mempertahankan normoglikemia, resistensi insulin menunjukan kemampuan yang tidak adekuat dari insulin signaling mulai dari pre reseptor, reseptor, dan post reseptor.  faktor pemicu patogenesis resistensi insulin antara lain protein kinase C,  mekanisme molekuler dari  inhibisi transkripsi gen IR (Insulin Receptor),perubahan pada protein kinase B, mutasi protein insulin receptor  substrate (IRS), peningkatan fosforilasi serin dari protein insulin receptor  substrate ,  phosphatidylinositol 3 kinase (PI3 Kinase), 

pada perjalanan penyakit diabetes melitus tipe 2 terjadi penurunan fungsi sel beta 

pankreas dan peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga terjadi hiperglikemia kronik , hiperglikemia kronik   memperburuk disfungsi sel beta pankreas,sebelum   diabetes melitus tipe 2  muncul , sel beta pankreas  menghasilkan  insulin cukup  untuk mengimbangi   peningkatan resistensi insulin.  saat  diabetes melitus tipe 2   terjadi , sel beta pankreas tidak dapat menghasilkan  insulin yang adekuat untuk mengimbangi   naiknya  resistensi insulin oleh karena pada saat itu fungsi sel beta pankreas yang normal tinggal 50%. kemudian saat terjadi  diabetes melitus tipe 2 , sel beta pankreas diganti dengan jaringan amiloid, sehingga  produksi insulin mengalami penurunan drastis, sehingga   diabetes melitus tipe 2 sudah menyerupai diabetes melitus tipe 1 yaitu kekurangan 

insulin drastis, sel beta pankreas merupakan sel yang sangat penting diantara sel 

lainnya seperti sel jaringan ikat pada pankreas,sel alfa dan sel delta, disfungsi sel beta pankreas muncul  akibat kombinasi faktor  lingkungan dan genetik , jumlah dan kualitas sel beta pankreas dipengaruhi  oleh   kelangsungan hidup  sel beta  , proses regenerasi ,mekanisme selular sebagai pengatur sel beta, kemampuan adaptasi sel beta , kegagalan mengkompensasi beban metabolik dan proses apoptosis sel,  pada pasien  dewasa, sel beta mempunyai  waktu hidup 60 hari. umumnya  0,5 % sel beta mengalami apoptosis namun  diimbangi dengan neogenesis dan replikasi , normalnya, ukuran sel beta relatif konstan sehingga jumlah sel beta dipertahankan pada kadar optimal  selama masa dewasa. seiring dengan bertambahnya usia, jumlah sel beta  akan menurun karena proses apoptosis melebihi  neogenesis  dan replikasi , maka  pasien  lanjut usia  lebih rentan  mengalami  pada masa dewasa, jumlah sel beta bersifat adaptif terhadap 

perubahan homeostasis metabolik. jumlah sel beta mampu  beradaptasi 

terhadap peningkatan beban metabolik yang disebabkan oleh  resistensi insulin   dan  obesitas  . peningkatan jumlah sel beta ini terjadi melalui  hipertrofi sel beta juga peningkatan replikasi dan neogenesis, teori glukotoksisitas,  lipotoksisitas dan penumpukan amiloid adalah teori yang memjelaskan  bagaimana terjadinya  kerusakan sel beta, efek hiperglikemia terhadap sel  beta pankreas  muncul dalam beberapa bentuk. antaralain: 

- ausnya sel beta  pankreas yang merupakan kelainan yang masih reversibel dan terjadi  lebih dini dibandingkan glukotoksisitas.

 - kerusakan sel beta yang menetap.

-desensitasi sel beta pankreas, yaitu gangguan sementara sel beta yang 

dirangsang oleh hiperglikemia yang berulang, ini akan kembali 

normal bila glukosa darah dinormalkan. 

-faktor lingkungan yang memicu penyakit diabetes melitus tipe 2 , yaitu kurang olah raga, obesitas, banyak makan, 

hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan obesitas  melibatkan sitokin proinflamasi yaitu stres retikulum endoplasma,tumor necrosis factor alfa (TNFα) dan interleukin-6 

(IL-6), resistensi insulin, gangguan metabolisme asam lemak, proses selular seperti disfungsi mitokondria, 

pada diabetes melitus tipe 2, sel beta pankreas yang terpajan  hiperglikemia  akan menghasilkan  reactive oxygen species (ROS). peningkatan  reactive oxygen species yang  berlebihan memicu kerusakan sel beta pankreas.  hiperglikemia kronik merupakan keadaan yang memicu  berkurangnya sintesis dan sekresi insulin di satu sisi dan merusak sel beta secara gradual,


tetrad concept  yaitu  4 pemicu  komplikasi  diabetes melitus tipe 2 antaralain, meningkatnya variabilitas glukosa,meningkatnya HbA1c, glukosa plasma puasa, dan glukosa  post prandial , tetrad concept   memicu timbulnya komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Hiperglikemia kronik dan fluktuasi kadar glukosa darah akut dari 

puncak ke nadir pemicu  komplikasi kronik  diabetes melitus   melalui  mekanisme  yaitu glikasi protein yang berlebihan dan stres oksidatif, Glikasi Protein yaitu  proses non-enzimatik yang  pertama kali ditemukan oleh Louis Camille Mailard pada tahun 1990, Ikatan antara glukosa dengan protein serum dalam suatu reaksi non-enzimatik ini terjadi secara proporsional sesuai kadar glukosa serum. 

albumin, lipoprotein,  Hemoglobin, protein jaringan lainnya dapat mengalami glikosilasi  secara non-enzimatik, 

 glycated  albumin (GA) yaitu  albumin mengandung lisin yang berikatan dengan 

glukosa. Albumin serum manusia merupakan protein terbanyak di sirkulasi, terdiri dari 59 lisin dan 23 arginin yang dapat terlibat dalam proses glikasi. Albumin merupakan protein yang memgandung banyak  lisin,  Albumin mempunyai  

waktu paruh yang lebih pendek dibandingkan  hemoglobin yaitu 12 sampai 19 hari sehingga dapat dijadikan sebagai marker alternatif kendali  glikemik,glycated  albumin terjadi akibat gabungan molekul glukosa dengan molekul protein yang membentuk ketoamin melalui proses glikasi, yaitu sebuah mekanisme 

nonenzimatik. Glikasi nonenzimatik ini dinamakan  reaksi Maillard, yaitu reaksi spontan antara glukosa dengan molekul yang mengandung amin.

Persentase atau kadar protein yang terglikosilasi ini dapat dipakai  untuk memperkirakan rata-rata status glikemik dan  untuk evaluasi keterkendalian diabetes. Hemoglobin yang terglikosilasi (HbA ) menunjukan  kadar glukosa 1c

darah sesuai dengan masa hidup eritrosit, yaitu sekitar 120 hari. Kadar HbA yang tinggi dimiliki  pada pasien dengan kadar glukosa darah 1c puasa yang tinggi, glukosa darah post prandial yang meningkat, ataupun keduanya. Dari semua protein yang terglikasi, hemoglobin terglikosilasi (HbA ) digunakan sebagai penentu gula darah 1c  penderita diabetes melitus tipe 2. glikasi albumin glycated  albumin dinamakan  indeks keterkendalian diabetes jangka menengah.

-Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara pro oksidan  dan  antioksidan yang berpotensi memicu  kerusakan,Hiperglikemia kronik akan mengakibatkan  apoptosis sel endotel vaskuler melalui overproduksi superoksida mitokondria. Metabolisme glukosa yang berlebihan akan menghasilkan radikal bebas. Pada kondisi normal di dalam tubuh terjadi keseimbangan antara produksi radikal bebas yang berperan sebagai oksidan dengan antioksidan. Beberapa jalur metabolik yang dapat memicu  stress metabolik pada pengidap  diabetes melitus tipe 2  ,antaralain:

1.Jalur poliol

Aktivasi enzim aldosa reduktase  memudahkan munculnya  kerusakan sel. Aktivasi jalur poliol  meningkatkan kadar fruktosa dan  sorbitol fruktosa dan  sorbitol  adalah  agen glikosilasi yang berperan dalam pembentukan AGEs.

Penggunaan yang berlebihan NADPH akibat overaktivitas aldosa reduktase memicu  berkurangnya kofaktor yang tersedia untuk proses metabolisme seluler dan enzim.  ini akan mengurangi kapabilitas sel untuk merespon stres oksidatif, sehingga terjadi peningkatan aktivitas mekanisme kompensasi seperti aktivitas glucose monophosphate shunt, penyedia NADPH seluler. penggunaan NAD oleh sorbitol dehidrogenase mengakibatkan  +peningkatan rasio NADPH/NAD yang diartikan sebagai kondisi  pseudohipoksia.

ketika  kadar glukosa intrasel naik , jalur poliol pada metabolisme glukosa menjadi aktif. Enzim pertama pada jalur ini yaitu  aldosa reduktase yang mereduksi glukosa menjadi sorbitol menggunakan NADPH sebagai kofaktor. Afinitas aldosa reduktase untuk peningkatan glukosa pada kondisi hiperglikemik memicu  

sorbitol berakumulasi dan menggunakan lebih banyak NADPH, 

2.Advanced glycation end products (AGEs)

Pada diabetes, protein yang terglikosilasi secara nonenzimatik akan berubah menjadi produk irreversibel yaitu AGEs. Kemudian AGEs akan berikatan dengan reseptor AGEs pada sel mesangial dan memicu  kerusakan jaringan.

3. Aktivasi protein kinase C (PKC)

Aktivasi PKC  mempengaruhi akumulasi protein matriks mikrovaskuler di sel mesangial.  ini disebabkan oleh inhibisi terhadap produksi NO.Lingkungan yang hiperglikemik merangsang naiknya  aktivitas PKC-β2 di sel endotelial ginjal untuk menghasilkan  tromboksan A2 dan prostaglandin E2 , substansi yang mengendalikan  respon terhadap angiotensin II sel vaskuler dan permeabilitas 

4. Jalur heksosamin

Jalur ini teraktivasi bila  terjadi akumulasi berlebihan dari metabolit glikolisis, Pada kondisi normal 1-3% glukosa memasuki jalur ini,  Pada kondisi hiperglikemia terjadi peningkatan pembentukan ROS sehingga terjadi akumulasi metabolit teroksidasi,


KOMPLIKASI DM TIPE 2

Diabetes melitus memicu  komplikasi mikrovaskular  dan makrovaskular,

komplikasi mikrovaskular   disebabkan oleh hiperglikemia kronik Komplikasi makrovaskular  didasari oleh   adanya resistensi insulin,  Kerusakan vaskular  diawali  dengan terjadinya disfungsi endotel akibat proses glikosilasi dan stres  oksidatif pada sel endotel, Disfungsi endotel berperan   dalam mempertahankan 

homeostasis pembuluh darah. Untuk memfasilitasi hambatan fisik antara lumen dan  dinding pembuluh darah , endotel menyekresikan  mediator yang mengendalikan tonus vaskular, agregasi trombosit, koagulasi dan fibrinolisis, 

 disfungsi endotel  yaitu  dimana endotel kehilangan fungsi fisiologisnya seperti 

kecenderungan untuk meningkatkan antiagregasi ,vasodilatasi, fibrinolisis, 

 Sel endotel mensekresikan beberapa mediator yang dapat memicu  vasokontriksi seperti tromboksan A2 dan endotelin-a , atau  vasodilatasi seperti  endothelium derived hyperpolarizing factor dan  nitrik oksida (NO), prostasiklin, .nitrik oksida  berperan pada  vasodilatasi arteri,Pada pasien diabetes melitus tipe 2  selalu mengalami  disfungsi endotel sebab  hiperglikemia kronis memicu terjadinya gangguan produksi dan aktivitas nitrik oksida,

, sedang  endotel terbatas  intrinsiknya  untuk memperbaiki diri. Paparan sel endotel dengan kondisi hiperglikemia memicu  munculnya  proses apoptosis yang mengawali kerusakan  tunika intima. Proses apoptosis ini terjadi melewati serangkaian proses yang kompleks yaitu teraktivasi jalur sinyal β-1 integrin, sesudah  aktivasi integrin, akan terinduksi peningkatan p38 mitogen- activated protein  kinase (MAPK) dan c-Jun N-terminal (JNK) yang berujung pada apoptosis 

sel. Pada sel endotel yang telah mengalami apoptosis, akan terjadi juga  aktivasi vascular endothelial-cadherin yang memicu apoptosis sel-sel sekitar pada area  yang rentan mengalami aterosklerosis.

ULKUS KAKI DIABETIK(UKD) 

ulkus kaki diabetik (UKD) yaitu  salah satu komplikasi kronik dari diabetes melitus tipe 2 , ulkus kaki diabetik yaitu  penyakit pada kaki penderita diabetes dengan terdapat  gangguan pembuluh darah tungkai ,neuropati sensorik, motorik atau  otonom ,ulkus kaki diabetik memicu ulkus, infeksi, gangren, amputasi, ulkus kaki diabetik   dapat terjadi oleh karena adanya gangguan pada aliran darah pembuluh darah tungkai yang merupakan manifestasi dari penyakit arteri perifer. penyakit arteri perifer pada pembuluh darah tungkai didasari oleh hiperglikemia kronik, kerusakan endotel dan terbentuknya plak aterosklerosis,pengobatan  ulkus kaki diabetik  yang optimal  membutuhkan penanganan dari ahli gizi, ahli rehabilitasi medik , ahli bedah, ahli endokrin,  ahli patologi klinik, ahli mikrobiologi, kurangnya sanitasi dan kurangnya kebersihan,  berjalan kaki tanpaalas kaki memicu  kerusakan ulkus kaki diabetik,keterbatasan mobilitas sendi pada sendi subtalar dan metatarsalphalangeal sangat sering terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2  berhubungan dengan glikosilasi kolagen yang mengakibatkan  penebalan struktur periartikuler, seperti kapsul sendi, tendon, ligamen, hilangnya sensasi karena neuropati pada sendi memicu  destruktif, artropati kronik, progresif,  glikosilasi kolagen ikut memperburuk penurunan fungsi tendon achilles pada pasien diabetes melitus tipe 2  sehingga pergerakan tendon achilles menyebabkan deformitas. jika  kaki mendapat tekanan yang tinggi maka memudahkan terjadinya ulserasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 ..ada 3 mekanisme kerusakan saraf yang disebabkan oleh hiperglikemia, yaitu efek metabolik, kondisi  mekanik, dan efek kompresi kompartemen tungkai bawah. penurunan  kadar oksigen jaringan, yang digabung dengan fungsi saraf sensorik dan motorik yang terganggu dapat  memicu  ulkus kaki diabetik. kerusakan saraf pada diabetes mengenai serat motorik, sensorik, dan otonom. neuropati motorik mengakibatkan  paresis,  kelemahan otot, atrofi, neuropati sensorik menyebabkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan,  neuropati otonom yang menyebabkan vasodilatasi dan pengurangan keringat juga  memicu  kehilangan integritas kulit, yang membentuk lokasi ideal untuk invasi mikrobial.faktor yang berperan pada patogenesis ulkus kaki diabetik meliputi deformitas,hiperglikemia 

kronik, neuropati perifer, keterbatasan sendi , perubahan  fisiologis yang diinduksi oleh  hiperglikemia jaringan  ekstremitas bawah termasuk penurunan potensial pertukaran oksigen dengan  membatasi proses pertukaran atau melalui induksi kerusakan pada  sistem saraf otonom yang menyebabkan shunting darah yang mengandung banyak  oksigen menjauhi permukaan kulit. sistem saraf dirusak oleh keadaan  hiperglikemia melalui berbagai cara sehingga lebih mudah terjadinya  cedera pada saraf tersebut,  

diagnosa ulkus kaki diabetik ,

deteksi dini kelainan pada kaki penderita diabetes melitus tipe 2 , khususnya pada pasien berisiko tinggi, membantu untuk menentukan intervensi awal dan mengurangi potensi perawatan dirumah sakit atau amputasi.deteksi dini itu meliputi identifikasi riwayat keluhan kaki dan  pemeriksaan fisik. anamnesis secara rinci meliputi anamnesis mengenai penyakit yang mendasarinya,riwayat ulkus sebelumnya, riwayat amputasi, riwayat trauma, pemeriksaan fisik seperti tanda-tanda infeksi,penilaian adanya neuropati tungkai, kelainan anatomi tungkai dan kelainan vaskuler tungkai , bone scan dengan technetium-99 methylene diphosphonate (Tc-99 MDP)  digunakan untuk mencari osteomielitis pada infeksi ulkus kaki diabetik ,osteomielitis akut pada rontgen pedis  tidak menunjukkan perubahan tulang hingga 14 hari berikutnya. pada osteomielitis akut diperlukan pemeriksaan radiologis serial.pemeriksaan ini mempunyai  sensitifitas yang tinggi, tidak spesifik untuk  pemeriksaan kaki neuropati. tidak spesifiknya pemeriksaan ini disebabkan oleh adanya peningkatan radiotracer uptake pada banyak 

kondisi seperti: neuropati artropati,osteomielitis, fraktur, arthritis, 

untuk menilai adanya infeksi, maka  dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap untuk mengetahui apakah ada peningkatan leukosit dengan peningkatan neutrofil segmen. sebagai  standard adanya infeksi pada ulkus kaki diabetik   adalah ditemukan hasil kultur yang positif pada swab ulkus, suatu ulkus kaki diabetik  yang mengalami infeksi harus dicurigai  apakah sudah terjadi osteomyelitis atau belum yaitu dengan melakukan pemeriksaan radiologis. rontgen pedis dilakukan sebagai pemeriksaan radiologi awal pasien diabetes dengan tanda dan gejala  penyakit ulkus kaki diabetik . pada pemeriksaan rontgen pedis dapat ditemukan adanya gas jaringan lunak, benda asing,  arthritis,gambaran osteomielitis, osteolisis, fraktur, dislokasi, kalsifikasi arteri medial, setelah   pemeriksaan ulkus kaki diabetik  , pasien  diklasifikasikan berdasarkan kategori risiko kumulatif,klasifikasi  memudahkan  terapi 

Ankle-Brachial Index (ABI)

American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan ABI sebagai tes untuk  vaskuler tungkai, Pemeriksaan ABI  mendiagnosa  tingkat obstruksi pada arteri ekstremitas bawah. siku  brachial index merupakan rasio dari tekanan darah sistolik yang diukur pada arteri  dorsalis pedis atau tibialis posterior pada siku, dibandingkan dengan  tekanan darah sistolik pada arteri brakial yang diukur pada lengan pasien  pada posisi supine. Interpretasi diagnostik menunjukan  bahwa rasio  ABI yang rendah berhubungan dengan risiko kelainan vaskuler yang 

tinggi. ankle brachial index mempunyai kelemahan dalam interpretasi hasil pada kondisi tertentu. nilai ABI yang lebih dari 1,2 bisa sekunder terhadap kalsinosis pembuluh darah dan ABI bisa menjadi false negative pada pasien diabetes dengan stenosis aortoiliaka.pada pasien dengan kalsinosis arteri tungkai bawah, perlu dilakukan pemeriksaan toe brachial index (TBI). jika nilai TBI normal maka 

kelainan arterial dapat diabaikan,

Skin perfusion pressure (SPP)

skin perfusion pressure (SPP) yaitu  diagnosa  dengan laser doppler yang memakai  tensimeter pada siku , pemeriksaan ini lebih baik  dibandingkan  teknik lain untuk mendeteksi kelainan arteri perifer ekstremitas bawah. pemeriksaan ini dapat mendiagnosa  adanya gangguan perfusi pada ekstremitas bawah,pemeriksaan ini merupakan diagnosa  terhadap sirkulasi kapiler kutaneus, 

segmental pressure pulse volume (SPPV)

segmental pressure pulse volume (SPPV) dilakukan pada pasien dengan  nilai ABI yang normal namun  dicurigai menderita penyakitvaskuler perifer. pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan prinsip bahwa obstruksi pembuluh darah yang terjadi timbul pada proksimal tempat tekanan darahnya turun. untuk mengetahui lokasi lesi, tensimeter diletakkan di paha, betis,   secara berurutan kemudian  tekanan darahnya dicatat. dari catatan tekanan darah yang didapatkan pada  lokasi

pemeriksaan dapat dinilai adanyalokasi utama kelainan vaskuler, lesi vaskuler, tingkat keparahan,  pemeriksaan ini lebih mudah dilakukan .dibandingkan   TBI  pada pasien diabetes  dengan  ulkus kaki diabetik   pada jempol.

Penilaian Vaskuler

pemeriksaan vaskuler dimulai dari pemeriksaan refilling  kapiler, palpasi arteri ekstremitas bawah, kemudian  dilakukan pemeriksaan ankle brachial index (ABI). bila riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik ditemukan adanya  iskemia pada tungkai atau bila ulkus tidak sembuh, maka dilakukan pemeriksaan tekanan darah pada ujung jari. bila tekanan darah ujung jari kurang dari 40 mmHg, atau 

transcutaneous oxygen tension (TcPO ) dengan nilai kurang dari 30 2 mmHg karena gangguan perfusi arteri akan menyebabkan gangguan penyembuhan luka.

- ultrasonografi (USG)  sensitifitasnya   sebanding dengan Tc-99 MDP bone scanning untuk deteksi osteomielitis kronis 

-Computed tomography scanning (CT scan)  CT scan  memberikan  gambaran subluksasio sendi, fragmentasi tulang  untuk mendiagnosa  tulang dan sendi yang  mengalami gangguan, yang tidak terdeteksi  pada saat pemeriksaan radiologi biasa, 

-Magnetic resonance imaging (MRI)  digunakan untuk ruptur tendon ,osteomielitis, abses dalam,  untuk pemeriksaan osteomielitis sebab mampu   melihat proses infeksi yang meluas  resolusi gambar yang lebih baik ,

Transcutaneous oxygen tension (TcPO )

Transcutaneous oxygen tension (TcPO ) mendiagnosa  tekanan oksigen pada 2

area yang berkaitan  dengan luka. adanya kemungkinan dapat penyembuhan luka. 

Pemeriksaan ini sebagai i alat screening pada pasien  yang  berisiko tinggi mengalami  kelainan vaskuler. Karena TcPO tidak dipengaruhi oleh  kalsifikasi arteri seperti ABI, TcPO  untuk mengevaluasi  pasien diabetes dengan critical limb ischaemia.

Ultrasonography Doppler dan Laser Doppler velocimetry

ultrasonography doppler dan laser doppler velocimetry merupakan peralatan medis  yang mudah, murah  dalam mendiagnosa  derajat stenosis arteri, obstruksi hingga keadaan aliran darah  setelah  revaskularisasi. lokasi stenosis arteri dapat diidentifikasi dengan  menempatkan secara serial probe doppler sepanjang ekstremitas

Vascular Imaging

bila  hasil pemeriksaan ABI dalam batas normal, namun  pada pemeriksaan klinis ditemukan gejala dan tanda penyakit arteri perifen  maka diperlukan pemeriksaan vaskular  imaging seperti  DSA (digital substraction angiography) ,CT-angiografi (CTA), MRA (magnetic resonance angiography), vaskular  imaging ini tidak hanya untuk mendiagnosa, namun  juga  mendiagnosa  derajat keparahan dan lokasi lesi. saat ini, percutaneus transluminal angioplasty (PCTA) merupakan  standard dalam menentukan penyempitan pembuluh darah,

pemeriksaan neurologis dan muskuloskeletal pada ekstremitas bawah

 bertujuan untuk mengetahui adanya motorik ,neuropati otonom, sensorik, pada 

neuropati otonom terjadi perubahan regulasi suhu yaitu ditandai dengan 

hilang atau berkurangnya rambut pada ekstremitas bawah,suhu yang lebih dingin, kulit yang kering, pada neuropati sensorik terjadi  kehilangan sensasi sensoris yang diperiksa dengan benang mikrofilamen (semmes-weinstein monofilament). pada neuropati motorik terjadi kerusakan saraf otot pada kaki

pemeriksaan neuropati motorik yaitu   pemeriksaan kekuatan jari-jari kaki,otot dan range of motion tumit, kaki, 

pemeriksaan dengan garpu tala sangat mudah, ini untuk mengetahui sensibilitas kaki melalui getaran. deteksi dengan garpu tala dapat dilakukan pada plantar hallux. garpu tala standar dengan frekuensi 128 hz bisa digunakan sebagai pemeriksaan tunggal,

semmes weinstein monofilament (SWM) yaitu  alat monofilamen dengan bahan dasar  adalah 10 gram plastik nilon. sensitifitas semmes weinstein monofilament untuk mendeteksi neuropati diabetik  adalah 66-91%, spesifisitas 34-86%, positive predictive value 18-39%, dan negative predictive value 94-95%. Penggunaan SWM yang berulang ulang akan menyebabkan monofilamen tidak sensitif, sehingga hasil  pemeriksaan tidak akurat. maka disarankan  satu  sensitifitas semmes weinstein monofilament  maksimal untuk 10 kali pemeriksaan,penderita duduk  di atas kursi, lalu kaki diluruskan ke depan, telapak kaki tegak lurus  dengan lantai. penderita dipersilakan menutup mata dengan tangannya, monofilamen disentuhkan pada permukaan kulit sampai tekanan monofilamen sedikit melengkung. titik-titik yang dites dianjurkan 10  titik, yaitu sisi plantar jari 1, 3, 5, sisi plantar dari metatarsal 1, 3, 5, sisi  plantar dari pertengahan medial dan lateral, sisi plantar tumit dan sisi dorsal sela jari 1 dan jari 2. bila   pasien  tidak mampu menjawab semua titik yang dites, maka berarti 90% sudah terjadi gangguan sensibilitas. 

Vibration perception threshold (VPT) meter atau biothesiometer, 

dimana Ujung alat yang bergetar 100 Hz ini berbahan baku karet, yang disentuhkan ke permukaan jari kaki. Ujung alat ini dihubungkan dengan kabel ke mesin penggetar utama. Skala pada mesin penggetar diberikan skala 0 sampai 100 volt, dan dikonversikan ke dalam mikron. Saat melakukan tes, skala amplitudo terus ditingkatkan sampai  penderita merasakan getaran. kemudian, diambil nilai rata-rata dari 3  kali pemeriksaan berturut-turut dari setiap jari yang sudah dites. Angka VPT yang mencapai skala amplitudo > 25 volt dapat mendeteksi risiko 

ulkus kaki dengan sensitivitas 83% dan spesifisitas 63%.

 pemeriksaan tungkai  yaitu  dilakukan pemeriksaan permukaan kaki untuk mengetahui apakah ada deformitas. Ciri deformitas lokal, dapat dilihat pada   pemeriksaan :  adanya kontraktur dan keterbatasan gerak sendi,dengan menyuruh pasien berjalan. Kedua keadaan itu  memicu  mobilitas sendi terbatas dan kelainan anatomi ,

Penyakit ginjal diabetes( PGD) dialami  pasien yang menderita diabetes. 

Penyakit ginjal diabetes   terjadi  akibat interaksi antara faktor hemodinamik dan 

metabolik. Faktor hemodinamik berkontribusi dalam perkembangan PGD 

melalui peningkatan tekanan sistemik dan intraglomerular, yang akan 

mengaktivasi jalur hormon vasoaktif seperti endotelin dan Renin Angiotensin System  (RAS) , Faktor hemodinamik  meningkatkan  intracellular second messengers seperti Protein Kinase C (PKC),NF-κβ, Mitogen Activated Protein (MAP kinase), dan  bermacam GF seperti  Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), sitokin  prosklerotik dan TGF-β, Permeability Enhancing Growth Factor (PEGF) , Kondisi hiperglikemia dan produksi mediator humoral, sitokin dan 

bermacam growth factor memicu  perubahan struktur ginjal, seperti 

peningkatan deposisi matrik mesangial dan perubahan fungsi seperti 

peningkatan permeabilitas membrana basalis glomerulus. kemudian 

perkembangan dan progresifitas PGD dipengaruhi oleh berbagai macam 

perubahan metabolik yang diinduksi oleh hiperglikemia dan gangguan 

hemodinamik. 

3 komponen yang menjadi pemicu  filtrasi glomerulus, yaitu podosit sel endotel kapiler dan  membrana basalis glomerulus ,Pada  mulanya , kerusakan podosit dianggap sebagai proses akhir yang terjadi setelah   proteinuria pada penyakit ginjal diabetes. Podosit glomerulus  berperan pada patogenesis penyakit ginjal  diabetes. Kerusakan podosit,  terjadi pada fase sangat awal dari PGD. Kerusakan pada podosit   tidak berhubungan   dengan kedua komponen lainnya, sehingga proses ini  dapat terjadi sebelum adanya mikroalbuminuria. Kerusakan podosit 

 terjadi sebelum adanya kerusakan endotel glomerulus, Podosit 

menghasilkan vascular endothelial growth factor (VEGF) yang   menjaga fenestrasi sel endotel yang normal,

Nefrin yaitu  protein transmembran yang  berada  di slit diafragma, terdiri atas 1.241 asam amino dengan berat  molekul 185-200 kDa. Protein ini berperan dalam adhesi sel dengan sel  atau antara sel dengan matriks. 

Nefrin merupakan komponen dari membrana basalis glomerulus di slit diafragma. Nefrin  diidentifikasi berinteraksi dengan jalur sinyal untuk mempertahankan 

integritas podosit, Mutasi pada protein ini memicu  gangguan  pada foot process podosit dan mengakibatkan  proteinuria. 

Podosit berlokasi di luar membrana basalis  glomerulus dan terletak di bagian proksimal saluran kemih sehingga  kejadian patologis pada bagian ini dapat terdeteksi di dalam urin, Pelepasan podosit dari membrana basalis glomerulus berhubungan dengan penurunan α3β1 integrin di membrana plasma podosit yang 

dapat muncul satu bulan sesudah  kondisi hiperglikemia. Beberapa protein yang menggambarkan kondisi podosit, seperti podocalyxin,podocin, nefrin synaptopodin mengalami peningkatan  ekskresi pada pasien diabetes. 

Sel podosit memanjang membentuk foot process, merupakan struktur  podosit. Foot process melekatkan diri ke membrana basalis  glomerulus melalui protein adhesi di permukaan sel. Foot process podosit  yang berdekatan dipisahkan oleh ruang yang sempit (30-40 nm) yang  dijembatani oleh sebuah membran berpori yang dinamakan  slit diafragma. Membran ini mempunyai  pori-pori yang bebas permeabel terhadap air dan zat terlarut dengan berat molekul kecil tetapi relatif impermeabel  terhadap protein plasma. 

glomerulosklerosis pada pasien DM  ditemukan oleh Kimmelstiel dan Wilson pada tahun 1936,Penemuan ini merupakan berkembangnya PGD,adanya   peningkatan ekspansi matrik mesangium  berupa  penimbunan kolagen tipe IV laminin,fibronektin ,akumulasi matrik ekstraseluler, penebalan membrana basalis, p

 nodul Kimmelstiel Wilson yang   dikombinasi dengan mikroaneurisma yang   memicu  fibrosis tubolointerstisial,glomerulosklerosis noduler , difusa dan  hialinosis, 

Perubahan dasar atau disfungsi pada ginjal  terjadi pada  endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel  mesangial ginjal yang dapat meningkatkan tekanan glomerular. Peningkatan tekanan glomerular memicu  berkurangnya area filtrasi  dan terjadi perubahan yang memicu  glomerulosklerosis.  Bukti   PGD yaitu  mikroalbuminuria (30 - 300 mg/hari atau 20-200 µg/menit) yang dinamakan  insipient nephropathy. Tanpa  intervensi khusus ekskresi albumin urin akan meningkat sebesar 10-20%  pertahun, sehingga akan menjadi albuminuria klinis (>300 mg/hari atau  >200 µg/menit)  ini dinamakan overt nephropathy. bila    telah terjadi overt nephropathy dan tidak dilakukan perawatan khusus  maka akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. Penurunan laju  filtrasi glomerulus pada PGD terjadi secara bertahap dalam beberapa  tahun, penurunan laju filtrasi glomerulus   2-20 ml/tahun. jika  penurunan laju filtrasi glomerulus tidak   diatasi  dengan perawatan khusus  maka  akan  menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). mikroalbuminuria merupakan gejala disfungsi endotel pembuluh darah ginjal sehingga adanya mikroalbuminuria merupakan tanda  untuk skrining kemungkinan 

munculnya  PGD. Pasien DM yang berkembang menjadi PGTA sebanyak 35%.  ini disebabkan adanya beberapa faktor predisposisi yang  mempengaruhi proses perkembangan PGTA seperti  gaya hidup pasien, faktor metabolik ,faktor lingkungan dan faktor genetik ,

Pemeriksaan albumin kreatinin rasio (ACR  penggunaan perbandingan albumin kreatinin (ACR) untuk diagnosa  proteinuria yang  juga  sebagai pengawasan ,   Pemeriksaan ACR  digunakan  sebagai pengganti pemeriksaan kadar albumin urin 24 jam karena  sulitnya pengumpulan urin selama 24 jam. Pemeriksaan ACR  menggunakan urin ,

 Pada  diabetes melitus tipe 2  , adanya hiperglikemia kronik  dan resistensi insulin memicu  gangguan availabilitas nitrit oksida endotel vaskuler,inflamasi, stres oksidatif, dan 

ada  hubungan  antara penyakit vaskuler,hiperglikemia, resistensi insulin, 

 Kerusakan endotel memicu  terbentuknya lesi aterosklerosis koroner yang 

kemudian muncul penyakit kardiovaskuler (CVD), Komplikasi makrovaskular  pada penderita diabetes melitus tipe 2 yaitu  penyakit pembuluh  arteri karotis,penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer, 

diabetes melitus tipe 2 merupakan faktor risiko  penyakit  kardiovaskular, 

 kematian pada  diabetes melitus tipe 2   adalah karena CVD. CVD memicu  kematian pada pasien diabetes melitus tipe 2  sebab Diabetes dan CVD adalah  kombinasi penyakit ,

Pasien  diabetes melitus tipe 2  berpotensi mengidap  penyakit arteri koroner,  mengalami infark 

miokard,  mengalami stroke, dan penyakit gagal jantung,

pasien  yang menderita diabetes melitus tipe 2 , cenderung  berpotensi mengidap 

 komplikasi kardiovaskular,  aterosklerosis, penyakit arteri koroner, gagal jantung,  angina,  infark miokard, stroke, 

Komplikasi CVD pada penderita diabetes melitus tipe 2   terjadi  karena disfungsi  endotel yang disebabkan oleh resistensi insulin dan adanya  hiperglikemia kronik yang mengakibatkan  proses aterosklerosis pada  pembuluh darah jantung. 

Resistensi insulin berperan  pada patofisiologi diabetes melitus tipe 2    dan komplikasi CVD.  genetik dan lingkungan memicu  tingginya  resistensi insulin dan  CVD. Pada pasien diabetes melitus tipe 2    obesitas  maka pelepasan asam lemak bebas dan sitokin inflamasi dari  jaringan adiposa meningkatkan resistensi insulin. 

Pembentukan ROS yang diinduksi oleh keadaan hiperglikemia terlibat  dalam proses disfungsi vaskuler kronik walaupun kadar glukosa darah kemudian menjadi normal.  ini dinamakan  metabolic memory dan  ini  menjelaskan progresivitas dari komplikasi makro dan  mikrovaskuler walapun kendali  glikemik intensif telah tercapai pada pasien  diabetes melitus tipe 2 ,

Diagnosis diabetes melitus tipe 2    atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah, pemeriksaan glukosa  darah secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Penggunaan 

darah vena ataupun kapiler  dapat dipergunakan dengan  melihat  angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda ,Untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan 

 dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah  kapiler, 

 adanya  diabetes melitus tipe 2  pada pasien  biasanya  dengan  gejala  poliuria, polidipsia, polifagia, pruritus vulvae pada wanita, penurunan berat badan , lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, 

Diagnosia  diabetes melitus tipe 2   melalui pemeriksaan darah vena  dengan sistem enzimatik dengan hasil : 

1. Tanpa gejala  + 2x Pemeriksaan GDP ≥ 126 mg/dl

2. Tanpa gejala  + 2x Pemeriksaan GDS ≥ 200 mg/dl

3. Tanpa gejala  + 2x Pemeriksaan GD 2 jam sesudah  TTGO ≥ 200 mg/dl

4. HbA1c ≥ 6.5%

5. Gejala  + GDP ≥ 126 mg/dl

6.Gejala  + GDS ≥ 200 mg/dl

7.Gejala  + GD 2 jam sesudah  TTGO ≥ 200 mg/dl

walaupun  TTGO dengan beban glukosa 75 g lebih sensitif  dibandingkan pemeriksaan glukosa darah puasa, TTGO mempunyai  keterbatasan . TTGO sulit dilakukan berulang-ulang. jika  hasil pemeriksaan TTGO tidak memenuhi kriteria diabetes melitus tipe 2  , dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (toleransi glukosa terganggu/ 

impaired glucose tolerance) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu/ 

impaired fasting glucose).   TGT terbukti  jika  sesudah  pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa darah 2 jam sesudah  TTGO antara 140-199 mg/dL.   GDPT terbukti  jika  ssudah pemeriksaan  glukosa darah puasa diperoleh  antara 100-125 mg/dL.

3 hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti biasa ,Pasien  berpuasa paling sedikit 8 jam  mulai malam hari , sebelum pemeriksaan. boleh Minum air putih tanpa gula , sesudah  diperiksa kadar glukosa darah puasa, penderita diberikan glukosa  75 gram yang dilarutkan dalam air 250 mL, kemudian penderita berpuasa  kembali sampai pengambilan sampel darah 2 jam sesudah  minum larutan glukosa,

Pemeriksaan penyaring untuk pasien   yang memiliki  diabetes melitus tipe 2  namun tidak menunjukkan adanya gejala diabetes melitus tipe 2 . Pemeriksaan penyaring  untuk menemukan pasien dengan diabetes melitus tipe 2 , TGT maupun  GDPT, sehingga dapat ditangani ,  Pasien dengan TGT dan GDPT  dinamakan pasien prediabetes. Prediabetes ini sebagai  tahapan sementara menuju diabetes melitus tipe 2   Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar  glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. jika  pada  pemeriksaan penyaring diperoleh  hasil peningkatan kadar glukosa 

darah sesuai  kriteria  diabetes, maka  dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengkonfirmasi dengan pemeriksaan  glukosa plasma puasa ulang atau dengan tes toleransi glukosa oral  (TTGO). Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak disarankan  , Pemeriksaan penyaring  dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain  misalnya pada pasien dengan sindrom metabolik  atau general check-up,

Tujuan pengobatan  jangka panjang yaitu  untuk mencegah  progresivitas komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler,  neuropati diabetikum. Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus tipe 2   yaitu  menurunkan morbiditas dan mortalitas diabetes melitus tipe 2 . pengobatan dilakukan agar tekanan darah,berat badan ,  kadar glukosa darah puasa, glukosa darah sesudah  makan,variabilitas glukosa darah, HbA1c.dan lipid dapat dikendalikan. 

Komposisi Makanan 

 karbohidrat  untuk pasien diabetes melitus tipe 2    yaitu  sebesar  65% dari kebutuhan kalori total.    lemak  untuk pasien diabetes melitus tipe 2   yaitu  20-25% dari kebutuhan kalori total, lemak jenuh untuk pasien diabetes melitus tipe 2    yaitu kurang 7 % dari kebutuhan kalori total, makanan yang dilarang yaitu makanan  yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain :susu penuh, daging  berlemak dan susu penuh  Anjuran konsumsi

 penderita diabetes  disarankan  mengonsumsi  serat dari kacang-kacangan, buah dan  sayuran ,  karbohidrat  tinggi serat, sebab  mengandung  vitamin, mineral, serat, serat disarankan  25 g/1000 kkal/hari. 

 pemanis bergizi yaitu  gula alkohol dan fruktosa. gula alkohol  antara lain sorbitol, xylitol,isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, fruktosa tidak disarankan  digunakan pada  pasien  diabetes karena dapat mempengaruhi kadar lemak darah. 

pemanis tidak  bergizi seperti neotame,aspartam, sakarin, acesulfame potassium, 

sukralose, 

 kolesterol   untuk pasien diabetes melitus tipe 2   yaitu  kurang  dari 300 mg/hari. 

protein untuk pasien  diabetes melitus tipe 2  yaitu  10 – 20% dari kebutuhan kalori total, protein didapat dari  kacang-kacangan, tahu,  tempe, ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam  tanpa kulit, produk susu rendah lemak, 

 pasien  PGD perlu mengurangi  protein menjadi  0,8 g/kgBB perhari atau sekitar 10% dari dari kebutuhan kalori total. natrium untuk  pasien  diabetes sama dengan  natrium untuk pasien yang sehat  yaitu tidak lebih dari  3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur. Pada pasien  diabetes melitus tipe 2   dengan hipertensi,   natrium nya  yaitu  tidak lebih dari 2,4g garam dapur.  natrium didapat dari natrium nitrit,garam , vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat 

pengobatan  diabetes melitus tipe 2   dimulai dengan pengaturan makan dan olahraga  ,jika  kadar glukosa darah belum  tercapai maka diberikan  obat  hipoglikemik oral (OHO)  atau suntikan insulin, Pemilihan obat untuk  pasien diabetes melitus tipe 2  memerlukan pertimbangan seperti  lamanya menderita  diabetes, adanya komorbid dan jenis komorbidnya, riwayat pengobatan  sebelumnya, riwayat hipoglikemia sebelumnya, dan kadar HbA Dengan 1c,  Pada keadaan dekompensasi  metabolik berat, misalnya adanya ketonuria,,ketoasidosis, stres berat, berat badan yang  menurun  cepat, maka diberikan nsulin , 

obat Golongan Sulfonilurea untuk pengobatan diabetes melitus tipe 2   sejak tahun 1950 ,Obat ini digunakan bila konsentrasi glukosa darah  tinggi, meliputi obat obatan  sulfonilurea generasi pertama   yaitu tolazamid,asetoheksimid, klorpropramid, tolbutamid,   generasi kedua  yaitu gliklopiramid., glipizid, glikazid, glibenklamid, glikuidon,   generasi  ketiga  yaitu glimepiride , Namun sulfonilurea generasi pertama sudah   jarang digunakan karena efek hipoglikemi yang  hebat. Obat 

golongan sulfonilurea memiliki  efek hipoglikemi yang tidak sama, ini tergantung pada kekuatan ikatan antara obat dengan reseptornya di  membran sel, contohnya glibenklamid. Efek hipoglikemi dan ikatan  antara glibenklamid dengan reseptornya lebih kuat dibandingkan  golongan  glimepiride oleh karena ikatan glimepirid dengan reseptornya tidak  sekuat ikatan glibenklamid,  digunakan sulfonilurea  generasi II dan generasi III yang  memiliki  waktu paruh pendek dan metabolisme lebih cepat. walaupun   masa paruhnya pendek, yaitu 3-5 jam, efek hipoglikeminya berlangsung  12-24 jam. Sehingga  diberikan 1 kali sehari. sebab   

semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, 

obat  ini tidak boleh diberikan pada pasien diabetes melitus tipe 2  yang memiliki  gangguan 

fungsi hepar dan   ginjal yang berat  , 

Glikuidon  ber efek hipoglikemi sedang dan jarang memicu  hipoglikemi. Glikuidon diekskresi melalui empedu dan usus, maka dapat  diberikan pada pasien diabetes melitus tipe 2   dengan ganguan fungsi hati ginjal yang tidak terlalu berat,

-  sulfonilurea pada  pasien diabetes melitus tipe 2   usia lanjut harus diperhatikan   hipoglikemia. Kecenderungan munculnya  hipoglikemia pada pasien diabetes melitus tipe 2   usia lanjut  disebabkan oleh karena metabolisme sulfonilurea lebih lambat,  Hipoglikemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 . usia lanjut  tidak mudah dikenali sebab  muncul  

perlahan tanpa tanda gejala  namun   menimbulkan gangguan pada otak

hingga  koma.

- terapi  diabetes dengan CVD yaitu dengan kombinasi metformin dan sitagliptin. Terapi  kombinasi ini dapat meningkatkan keberhasilan pencapaian target HbA1c

<7% dibandingkan dengan penggunaan terapi tunggal metformin. 

Aspirin tidak direkomendasikan pada pasien diabetes tanpa CVD atau kerusakan organ lainnya  risiko kardiovaskuler rendah, 

-terapi antiplatelet  diberikan pada pasien  diabetes dengan risiko kardiovaskuler tinggi. Stratifikasi risiko  kardiovaskuler pada pasien diabetes (apakah rendah, sedang, atau tinggi)  tidak  penting karena jika  diagnosa  diabetes sudah dilakukan  berarti sudah terdapat risiko kardiovaskuler yang tinggi. maka  pasien-pasien diabetes walaupun tanpa CAD seharusnya  mendapatkan terapi yang sama seperti pasien diabetes dengan CAD. 

- statin direkomendasikan pada pasien diabetes. Terapi  peningkatan kadar HDL tidak direkomendasikan karena peningkatan  kadar HDL tidak bermanfaat pada pasien diabetes. efek protektif dari HDL hilang pada pasien diabetes dengan CAD. 

- terapi untuk menurunkan kadar LDL perlu bagi  pasien diabetes dengan CVD. AMG145, suatu antibodi monoklonal,  sebagai  terapi lipid-lowering yang menjanjikan pada  pasien dengan hiperkolesterolemia dengan manfaat penurunan kolesterol LDL ,

cara pengobatan  Farmakologis diabetes melitus tipe 2   dengan CVD  Metformin , Kombinasi metfromin dengan obat golongan lainnya  dengan memperhatikan efek samping obat ,terapi  yang efektif  untuk menurunkan resiko   kardiovaskular, terutama infark miokard, CAD, stroke, dan CHF.metformin  merupakan pilihan pertama karena keamaannya dan keuntungannya terhadap risiko infark miokard. Sulfonilurea tanpa metformin juga menurunkan risiko infark miokard dan kematian, penggunaan agen GLP-1 agonis atau SGLT2 inhibitor sebagai terapi kombinasi dengan metformin pada terapi pasien diabetes dengan CVD. metformin sebagai terapi bagi  semua pasien DM tipe 2.  GLP-1 agonis dan SGLT2  inhibitor sebagai terapi pilihan pada pasien diabetes dengan CVD karena  adanya keuntungan untuk sistem kardiovaskuler, GLP-1 agonis   direkomendasikan sebagai terapi injeksi lini pertama. Contoh  GLP-1 agonis adalah exenatide ,liraglutide, dulaglutide, 

-Terapi inkretin dengan glucagon-like peptide-1 (GLP-1) agonis dan dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) inhibitor tampaknya tidak memperbaiki  kardiovaskuler pada pasien diabetes. GLP-1 agonis dan DPP-4  inhibitor tidak mempunyai  efek samping  dan tidak  meningkatkan dampak negatif  pada pasien diabetes dengan CVD. Contoh  kelompok DPP IV inhibitor ini adalah saxagliptin,sitagliptin, vildagliptin, linagliptin, 

-Sodium-Glucose Cotransporter 2 (SGLT2) Inhibitor Pada pasien dengan gagal jantung dan penyakit kardiovaskuler  aterosklerotik, pemberian SGLT2 inhibitor sangat bermanfaat  Contoh kelompok SGLT2 inhibitor ini yaitu  ertugliflozin,canagliflozin, empagliflozin, dapagliflozin, 

-Meglitinid  sama dengan sulfonilurea , Karena lama kerjanya pendek maka glinid digunakan sebagai obat sesudah   makan (prandial). Karena strukturnya tanpa sulfur maka dapat digunakan  pada pasien yang alergi sulfur,

-Repaglinid  menurunkan glukosa darah puasa walaupun memiliki  masa paruh yang singkat karena lama menempel pada kompleks reseptor sulfonilurea.

-  nateglinide merupakan  golongan terbaru, yang memiliki  masa paruh yang lebih singkat  dibandingkan  repaglinid dan tidak menurunkan glukosa darah puasa, 

Keduanya merupakan obat untuk  menurunkan glukosa darah sesudah  makan degan efek hipoglikemi yang minimal. 

-Glinid .digunakan pada pasien  lanjut usia  , Glinid  dimetabolisme dan dieksresikan melalui kandung empedu, sehingga  aman digunakan pada  pasien  lanjut usia  yang menderita gangguan fungsi  ginjal ringan sampai sedang. 

-Acarbose  tidak diabsorbsi dan bekerja  pada saluran pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme pada saluran pencernaan  oleh hidrolisis intestinal, aktifitas enzim , flora mikrobiologis, pencernaan.  enzim ini  dapat mengurangi 

peningkatan kadar glukosa sesudah  makan pada pasien diabetes melitus tipe 2  , pemakaian  acarbose pada pasien lanjut usia   aman karena tidak   merangsang sekresi insulin sehingga tidak dapat memicu   hipoglikemi. Efek sampingnya yaitu diare

meteorismus, flatulence ,Acarbose dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal yang lanjut dengan laju filtrasi glomerulus ≤ 30 mL/min/1.73 m, penyakit irritable bowel syndrome, obstruksi saluran cerna, sirosis hati, 

- 3  golongan biguanid, yaitu metformin, fenformin, buformin ,  Fenformin 

memicu  asidosis laktat.Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan otot dan adiposa, Metformin sebagai  obat antihiperglikemik ,metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan  gangguan fungsi ginjal dengan LFG ≤ 30 mL/min/1.73 m. Metformin tidak  memicu  hipoglikemia atau rangsangan sekresi insulin metformin  menurunkan BB. Metformin akan diabsorbsi di usus kemudian masuk ke dalam sirkulasi, di dalam sirkulasi metformin tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya adalah sekitar 2 jam. 

 metformin aman untuk  pasien lanjut usia  karena tidak mempunyai efek 

hipoglikemi. 

-Tiazolidinedion menurunkan kadar asam lemak bebas di plasma  dan  menurunkan produksi glukosa di hepar , kombinasi  tiazolidinedion bersama insulin memicu Edema tiazolidinedion tidak untuk  pada pasien dengan  gagal jantung kongestif kelas 3 dan 4 ,Tiazolidinedion   menurunkan kadar HbA1c (1-1.5 %), meningkatkan HDL, efeknya pada  trigliserida dan LDL bervariasi. Pada pemberian oral, absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan,Efek samping tiazolidinedion antara lain memperburuk gagal jantung kongestif,peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma, Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang terjadi, 

-Terapi  glitazone berhubungan  dengan peningkatan resiko fraktur baik pada wanita  maupun laki laki ,glitazone  memicu fraktur ekstremitas bawah pada wanita yang telah menopause , glitazone  dikontraindikasi  pada pasien lanjut usia  atau pemilik  gangguan hati berat, 

- DPP-4 inhibitor sebagai terapi tunggal memberi efek positif  dalam menurunkan kadar HbA , penggunaan  DPP-4 inhibitor jangka 1c  panjang memicu  efek samping yang rendah seperti edema,  hipoglikemia, gangguan saluran pencernaan, peningkatan berat badan,  Pada pasien diabetes melitus tipe 2  dengan gangguan fungsi ginjal 

sedang dan berat, penyakit jantung kongestif, gangguan fungsi hati  dengan peningktan GOT dan GPT lebih dari 3x nilai normal maka  dilakukan penyesuaian dosis. Kecuali  obat  linagliptin sebab  obat ini tidak  memerlukan penyesuaian dosis pada ganguan fungsi ginjal berat,

DPP4- inhibitor Incretin yaitu  sejenis peptida yang disekresikan oleh usus halus 

sebagai respon terhadap makanan pada usus. Ada 2 jenis peptida yang 

tergolong incretin yang berpengaruh terhadap metabolisme glukosa yaitu 

GIP (Glucose dependent Insulinotropic Peptide) dan GLP-1 (Glucagon Like Peptide-1) 

GLP-1 lebih penting dalam  metabolisme glukosa. GLP-1  meningkatkan sekresi insulin, terutama sekresi insulin fase 1, akibat rangsangan glukosa pada sel beta 

juga  menekan sekresi glukagon. Keduanya memicu  penurunan kadar glukosa darah, sesudah  disekresi di usus halus (ileum), GLP-1 memasuki peredaran 

darah dan aktif bekerja dalam meningkatkan proses sekresi insulin dan 

menekan sekresi glukagon, namun  GLP-1 tidak dapat bertahan lama  didalam darah (waktu paruh 1 – 2 menit) sebab  segera dihancurkan oleh  enzim DPP-4 (dipepeptidyl peptidase-4). usaha untuk .mempertahankan  GLP-1 lebih lama didalam darah adalah dengan  menekan nekan enzim DPP-4 yaitu  dengan cara  menggunakan DPP-4 inhibitor  sehingga , aktifitas GLP-1 meningkat. Pada saat ini golongan DPP- 4 inhibitor yaitu linagliptin,  sitagliptin, vildagliptin ,

-Obat golongan penghambat SGLT-2 yaitu  obat antidiabetes oral  jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal  ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat  yang termasuk golongan ini yaitu dapaglifozin, empaglifozin dan canaglifozin, 

-Terapi insulin  meniru pola sekresi insulin , insulin dapat berupa  insulin basal, insulin prandial .sesudah  makan  atau keduanya,  insulin basal mengakibatkan  munculnya  hiperglikemia pada saat  puasa, sedang insulin prandial memicu   hiperglikemia sesudah makan.Pemberian insulin basal  untuk memperbaiki kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan. Oleh  karena glukosa darah sesudah  makan merupakan kondisi yang  dipengaruhi oleh kadar glukosa puasa, maka  dengan  menurunkan glukosa basal, kadar glukosa darah setelah makan juga ikut  turun. Insulin  diberikan pada semua pasien .diabetes melitus tipe 2   saat    glikemik  buruk. Insulin  diberikan pada  diabetes melitus tipe 2   yang baru dikenal dengan penurunan berat badan yang hebat dan  dalam keadaan ketosis,Contoh  insulin sekali sehari,antaralain: 

Lakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum makan pagi,Lakukan titrasi dosis untuk mengendalikan kadar glukosa darah sebelum makan pagi,Teruskan pemakaian OAD  metformin ,Mulai  dengan dosis  8–10  unit  long acting insulin(insulin  kerja  panjang) Dalam pemakaian  insulin, dosis dinaikan secara bertahap. jika   kadar glukosa darah belum terkendali , titrasi dosis dapat dilakukan setiap  2- 3 hari. Cara mentitrasi dosis insulin basal ,yaitu 

meNaikan dosis 4 unit jika glukosa darah puasanya di atas 144 mg/dl

meNaikan dosis 2 unit jika  glukosa darah puasanya di atas 126 mg/dl

Titrasi dosis ini dapat dilakukan selama 2-3 bulan pertama sampai  kadar glukosa darah puasa mencapai kadar yang diinginkan

Pemberian Insulin Basal, basal plus insulin  bila  nilai HbA1c masih belum mencapai target, sesudah  kadar glukosa  darah puasa terkendali dengan  basal insulin, maka dibutuhkan  insulin lain untuk menurunkan HbA1c, yaitu dengan menambahkan  insulin prandial. Pemberian basal insulin dengan menambahkan insulin  prandial dinamakan  dengan terapi basal plus. bila  dengan pemberian cara di  atas belum mendapatkan hasil  maka pemberian insulin  kerja cepat dapat diberikan setiap akan  makan. Cara pemberian insulin  seperti ini dinamakan  dengan basal bolus. Dengan menggunakan 2 macam insulin dapat dilakukan berbagai  metode untuk mencapai kendali  glukosa darah. 

 pemberian insulin  basal bolus, pada seorang penderita dapat diberi sekali injeksi insulin  basal digabung dengan OAD, bila  diperlukan tambahan insulin pada satu 

waktu makan, maka dapat ditambahkan satu bolus insulin. bila  setiap makan diperlukan insulin tambahan maka bolus insulin dapat diberikan setiap kali akan makan.Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan 

pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian baik glukosa darah puasa maupun glukosa darah setelah makan,

Efek samping terapi insulin yaitu  hipoglikemi, reaksi imunologi terhadap insulin yang memicu  alergi insulin atau resistensi insulin. untuk  menghindari efek samping hipoglikemi, maka kepada setiap penderita diabetes melitus tipe 2   yang  akan diberikan insulin harus paham tanda dan gejala  hipoglikemi. jika  seorang pasien mengalami tanda atau gejala  hipoglikemia sesudah  mendapat suntikan insulin, maka yang  pasien  harus segera memeriksa kadar glukosa darahnya secara 

mandiri dan bila kadar glukosa darahnya < 70 mg/dl, maka pasien harus  minum air gula dan menurunkan dosis insulin pada pemberian insulin berikutnya,

Efek samping  terapi insulin basal bolus pada penderita rawat  jalan yaitu  terjadinya obesitas, 

pengobatan  diabetes melitus  dengan Ulkus Kaki Diabetik (UKD)

pengobatan  Ulkus Kaki Diabetik   dibagi menjadi 2 ,antaralain : 

pencegahan primer  atau pencegahan sebelum terjadinya ulkus  dan 

pencegahan sekunder  atau pencegahan dan penatalaksanaan ulkus  gangren 

diabetik yang telah  terjadi  agar tidak terjadi kecacatan ,Pencegahan primer yaitu pengarahan diet, olahraga,  gaya hidup,   menggunakan golongan vasodilator seperti cilostazol atau antiplatelet,menggunakan insulin agar kadar glukosa darah normal , melakukan penilaian dengan  seksama terhadap kelainan vaskuler tungkai, memberikan antibiotik sesuai kultur, 

cara  penderita diabetes melitus tipe 2  dengan laju filtrasi glomerulus < 30 .mL/menit/1.73,   dihindari pemakaian OHO golongan biguanid dan  α-glukosidase inhibitor. 

diberikan  insulin atau OHO  golongan sulfonil urea (gliquidone) kerja singkat dan linagliptin ,

cara  pengobatan  komplikasi diabetes melitus tipe 2   pada Ginjal, pasien diabetes melitus tipe 2  dengan mikroalbuminuria diberikan obat  golongan ACE-I untuk menurunkan tekanan intraglomerulus ,Pada diabetes melitus tipe 2  dengan proterinuria persisten biasanya  disertai dengan hipertensi sistemik, maka diberikan  terapi anti hipertensi golongan ACE-I atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB),