berasx.blogspot.com
....
kacangx.blogspot.com
.....
Tampilkan postingan dengan label paru-paru 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label paru-paru 1. Tampilkan semua postingan
Rabu, 07 Juni 2023
paru-paru 1
Juni 07, 2023
paru-paru 1
ASMA BRONKIAL
1. Pengertian
Asma adalah suatu penyakit heterogen ditandai dengan inflamasi kronik saluran napas.
Penyakit ini ditegakkan berdasar riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak,
rasa berat di dada dan batuk yang bervariasi dalam waktu dan intensitas, disertai
keterbatasan aliran udara ekspirasi.
2. Anamnesis
Gejala-gejala berikut yaitu sifat asma, antara lain:
o Lebih dari 1 gejala (mengi, sesak, batuk dan dada terasa berat) terutama pada orang
dewasa
o Gejala biasanya lebih berat pada malam atau awal pagi hari
o Gejala bervariasi menurut waktu dan intensitas
o Gejala dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktivitas fisik, pajanan alergen, perubahan
cuaca, emosi, serta iritan seperti asap rokok atau bau yang menyengat
3. Pemeriksaan Fisis
o Dapat normal
o Ekspirasi terlihat memanjang
o Mengi mungkin terdengar saat ekspirasi saja atau tidak terdengar pada asma berat
4. Kriteria diagnosa
Kriteria diagnosa asma ditegakkan berdasar:
1.Anamnesis
Gejala utama: sesak napas, batuk, rasa tertekan di dada, mengi yang bersifat episodik
dan bervariasi.Gejala tambahan: rinitis atau atopi lainnya
2.Pemeriksaan Fisis : Normal sampai ada tanda obstruksi: ekspirasi memanjang,
mengi, hiperinflasi (sela iga melebar, dada cembung, hipersonor dan suara napas
melemah)
3.Pemeriksaan Penunjang:
-Foto toraks normal/hiperinflasi
-Arus puncak ekspirasi (APE): menurun, dengan pemberian bronkodilator meningkat
20%
-Spirometri: VEP1/KVP < 75%, dengan pemberian bronkodilator meningkat ≥ 12%
dan 200 ml.
Asma dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Derajat berat/keparahan asma (sebelum pengobatan) dapat dibagi menjadi:
o Asma intermiten
o Asma persisten ringan
o Asma persisten sedang
o Asma persisten berat
2. berdasar derajat kendali (setelah mendapat pengobatan), dibagi menjadi :
o Asma terkendali penuh
o Asma terkendali sebagian
o Asma tidak terkendali
Berdasarkan derajat berat/keparahan asma (sebelum pengobatan)
oAsma intermiten
oAsma persisten ringan
oAsma persisten sedang
oAsma persisten berat
5. diagnosa Kerja
berdasar derajat berat/keparahan asma (sebelum pengobatan)
o Asma intermiten
o Asma persisten ringan
o Asma persisten sedang
o Asma persisten berat
berdasar derajat kendali (setelah mendapat pengobatan)
o Asma terkendali penuh
o Asma terkendali sebagian
o Asma tidak terkendali
6. diagnosa Banding
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Pneumotoraks
Gagal jantung kiri
Sindrom obstruksi pascatuberkulosis (SOPT)
Allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA)
Gastroesophageal reflux disease (GERD)
Rinosinusitis
7. Pemeriksaan
Penunjang
Umum:
Pada saat tidak serangan:
Spirometri
Uji bronkodilator
Uji metakolin/histamin
Peak flow rate (PFR)
Analisis gas darah
Foto toraks
Kadar IgE total atau spesifik
Kadar eosinofil total serum
Darah rutin
Uji kulit (Skin Prick Test)
Khusus :
Body box
Cardiopulmonary exercise (CPX)
Eosinofil sputum
Kadar Noekspirasi (FeNO)
Ig E
8. penanganan
A. Medikamentosa
Obat pengontrol
Kortikosteroid inhalasi (Inhaled corticosteroids/ICS) Kombinasi ICS/LABA Leukotriene receptor antagonists (LTRA) Antikolinergik kerja lama (LAMA) Metilsantin (teofilin)
Obat pelega napas:
Agonis beta2kerja singkat (short acting β2 agonist/SABA)
Antikolinergik kerja singkat (SAMA)
Obat tambahan:
Terapi Anti IgE Kortikosteroid Oral/sistemik (OCS) Terapi Anti IL-5 Terapi spesial (spesifik fenotip) dan intervensi di pusat spesialistik
B. Non Medikamentosa
Olahraga
Menghindari alergen dan polusi udara
Berhenti merokok
Imunoterapi alergen
9. Komplikasi Gagal napas
Bulla paru
Pneumotoraks
Pneumonia
ABPA
10. Penyakit Penyerta Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Rinosinusitis
Obstructive Sleep Apnea (OSA)
11. Prognosis Quo ad vitam: ad bonam
Quo ad functionam: ad bonam
Quo ad sanasionam: ad bonam
12. nasihat Hindari faktor yang diketahui sebagai pencetus
Pakai obat pengontrol secara teratur
Kontrol rutin
13. Indikasi Pulang Bila:
o sesak berkurang
o keadaan umum membaik
o penyakit penyerta berkurang
ASMA EKSASERBASI
(ASMA AKUT)
1. Pengertian
Episode asma yang ditandai dengan peningkatan gejala sesak napas,
batuk, mengi atau dada terasa berat/tertekan dan penurunan fungsi paru
secara progresif. Eksaserbasi dapat menjadi manifestasi klinis pertama
pada pasien yang belum terdiagnosa asma. Eksaserbasi seringkali
terjadi setelah terpajan zat seperti serbuk sari, polutan dan bau
menyengat, dapat juga terjadi karena ketidakpatuhan pemakaian obat
pengontrol. Sebagian pasien mengalami eksaserbasi karena terpajan zat
yang tidak diketahui. Eksaserbasi berat dapat terjadi pada pasien asma
yang terkendali sebagian atau total.
2. Anamnesis
Di Fasilitas Non Gawat Darurat / Faskes terbatas
Anamnesis harus meliputi:
o Onset dan penyebabnya (jika diketahui) saat terjadi eksaserbasi
o Keparahan gejala asma, termasuk terbatasnya latihan atau
terganggunya tidur
o Setiap gejala anafilaksis
o Setiap faktor risiko kematian terkait asma.
o Semua medikasi pelega dan pengontrol saat ini, termasuk dosis dan
perangkatnya, pola kepatuhan, setiap perubahan dosis baru-baru ini
dan respons terhadap terapi saat ini
Di IGD
Anamnesis singkat (poin-poin anamnesis sama dengan di atas) dan
pemeriksaan fisis harus dilakukan bersamaan dengan terapi inisial
Eksaserbasi asma berat yaitu keadaan darurat medis yang
mengancam jiwa sehingga paling aman dikelola dalam perawatan akut
seperti unit gawat darurat.
3. Pemeriksaan Fisis
Ekspirasi memanjang
Penggunaan otot bantu napas
Mengi mungkin terdengar saat ekspirasi saja atau tidak terdengar pada
serangan asma sangat berat
o Tanda-tanda eksaserbasi berat dan tanda-tanda vital (misalnya
tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan,
tekanan darah, kemampuan untuk menyelesaikan kalimat,
pemakaian otot aksesori, mengi).
o Faktor-faktor penyulit (misalnya anafilaksis, pneumonia,
pneumotoraks)
o Tanda-tanda dari kondisi alternatif yang bisa menjelaskan penyebab
sesak napas akut (misalnya gagal jantung, disfungsi saluran napas
bagian atas, terhirup benda asing atau emboli paru).
4. Kriteria diagnosa
Eksaserbasi ditandai dengan perubahan gejala dan fungsi paru dari
kondisi pasien biasanya. Perlambatan aliran udara ekspirasi ditentukan
dengan pengukuran arus puncak ekspirasi (APE) atau volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1), dibandingkan dengan fungsi paru pasien
sebelumnya atau dengan nilai prediksi. Pada kondisi akut, pengukuran
ini lebih dapat dipercaya sebagai indikator keparahan eksaserbasi
dibandingkan dengan gejala. Sebagian kecil pasien mungkin
menunjukkan gejala yang tidak terlalu buruk dan mengalami
penurunan fungsi paru yang bermakna. Eksaserbasi berat berpotensi
mengancam jiwa dan terapinya memerlukan pemantauan yang ketat.
Penilaian Objektif
o Oksimetri nadi (pulse oxymetry). Tingkat saturasi oksigen <90%
pada anak-anak atau orang dewasa yaitu tanda kebutuhan
terapi yang agresif.
o APE pada pasien yang berumur lebih dari 5 tahun.
5. diagnosa Kerja
Asma akut ringan/sedang/berat/mengancam jiwa pada asma
intermiten/Persisten ringan, sedang, berat atau asma terkendali
sebagian/ tidak terkendali
6. diagnosa Banding
PPOK eksaserbasi
Pneumotoraks
Gagal jantung kiri
Sindrom obstruksi pascatuberkulosis (SOPT)
Terhisap benda asing
Emboli Paru
7. Pemeriksaan Penunjang
Spirometri
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Analisis gas darah
Oksimetri nadi (Pulse oximetry)
Foto toraks
Kadar eosinofil total serum
Darah rutin
8. penanganan
A. Di Fasilitas Non Gawat Darurat / Faskes terbatas
Medikamentosa:
Inhalasi Agonis beta-2 kerja singkat (SABA)
Inhalasi kortikosteroid
Kortikosteroid oral (jika tidak tersedia kostikosteroid inhalasi)
Kombinasi dosis rendah ICS dengan onset cepat LABA
Evaluasi respons pengobatan
B. Di IGD
Oksigen
Inhalasi Agonis beta-2 kerja singkat (SABA)
Inhalasi Antikolinergik kerja singkat (SAMA)
Inhalasi kombinasi SABA+SAMA
Inhalasi Kortikosteroid
Kortikosteroid Sistemik
Aminofilin dan teofilin
Evaluasi pengobatan
C. Khusus
Rawat di ruang intensif (ICU) jika terjadi gagal napas.
9. Komplikasi Gagal napas
Pneumotoraks
Pneumonia
Anafilaksis
10. Penyakit Penyerta GERD
Rinosinusitis
OSA
11. Prognosis Quo ad vitam: ad bonam
Quo ad functionam: ad bonam
Quo ad sanasionam: ad bonam
12. nasihat Hindari faktor pencetus
Pakai obat pengontrol secara teratur
Kontrol rutin
13. Indikasi Pulang o Perbaikan gejala klinis
o Peak flow (APE) > 60%
o Saturasi oksigen> 94%
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK)
1. Pengertian
Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan
keterbatasan aliran udara yang progresif dan berhubungan dengan
peningkatan respons inflamasi kronik pada saluran napas dan paru
terhadap gas atau partikel berbahaya lainnya. Eksaserbasi dan komorbid
berkontribusi pada keparahan penyakit pada pasien.
2. Anamnesis
Umumnya terjadi pada usia di atas 40 tahun
Gejala pernapasan berupa sesak biasanya terus menerus, progresif
seiring waktu, memburuk terutama selama latihan atau aktivitas.
Gejala batuk kronik dengan produksi sputum, dan disertai dengan suara
mengi, namun mungkin batuk hilang timbul dan tidak produktif.
Riwayat terpajan partikel dan gas beracun (terutama asap rokok dan
biomass fuel)
Riwayat keluarga dengan PPOK, atau kondisi saat masih anak-anak
seperti berat badan lahir rendah, infeksi saluran napas berulang.
3. Pemeriksaan Fisis
Adanya tanda-tanda hiperinflasi
Adanya tanda-tanda insufisiensi pernapasan
Abnormalitas pada auskultasi (mengi [wheezing] dan/atau crackle)
4. Kriteria diagnosa
o Adanya gejala dan tanda sesuai dengan PPOK
o Konfirmasi dengan spirometri, dimana keterbatasan aliran udara
menetap dengan rasio VEP1/KVP < 0,70 setelah terapi bronkodilator.
5. diagnosa Kerja
berdasar Populasi
PPOK Grup A
PPOK Grup B
PPOK Grup C
PPOK Grup D
6. diagnosa Banding
o Asma Bronkial
o Gagal jantung kongestif
o Bronkiektasis
o Tuberkulosis
o Bronkiolitis obliteratif
o Panbronkiolitis difus
7. Pemeriksaan Penunjang
Umum :
o Foto toraks PA
o Laboratorium (analisis gas darah arteri, hematologi rutin: eosinofil
darah)
Khusus :
o Arus puncak ekspirasi (APE)
o Spirometri
o Bodyplethysmography
o CT dan ventilation-perfusion scanning
o Skrining Alpha-1 antitrypsin deficiency
o Exercise testing
o Sleep studies
8. penanganan
A. Medikamentosa
o Bronkodilator inhalasi
Agonis 2 (SABA, LABA) dan antikolinergik inhalasi (SAMA,
LAMA)
o Antiinflamasi
Kortikosteroid inhalasi (ICS), PDE4 inhibitor,
o Antibiotik
Azitromisin dan Eritromscin
o Mukolitik
N-Asetil Ssstein dan Karbosistein
Populasi A: Pemberian bronkodilator berdasar efek terhadap
gejala sesak. Dapat diberikan bronkodilator kerja cepat (SABA,
SAMA) ataupun bronkodilator kerja lama (LABA, LAMA)
Populasi B: Terapi awal dengan bronkodilator kerja lama. Untuk
pasien yang sesaknya menetap dengan monoterapi,
direkomendasikan pemakaian dua bronkodilator.
Populasi C: Terapi awal dengan satu bronkodilator kerja lama.
Direkomendasikan pemakaian LAMA. Pada eksaserbasi
persisten, direkomendasikan pemakaian kombinasi
bronkodilator kerja lama atau kombinasi LABA dengan ICS.
Populasi D: Direkomendasikan memulai terapi dengan
kombinasi LABA dan LAMA. Apabila masih mengalami
eksaserbasi direkomendasikan kombinasi LAMA, LABA dan
ICS. Pertimbangan pemberian Roflumilast untuk pasien dengan
VEP1< 50% prediksi dan bronkitis kronik. Makrolid
(Azitromisin) pada bekas perokok.
B. Nonmedikamentosa
o Vaksinasi influenza untuk semua pasien PPOK, vaksinasi
pneumokokal untuk usia > 65 tahun atau usia lebih muda dengan
komorbid penyakit jantung dan paru kronik.
o Oksigen
Penggunaan Long-term oxygen therapy pada pasien hipoksemia
berat.
o Ventilasi mekanis
Penggunaan long-term non-invasive ventilation pada
hiperkapnia kronik berat
o Nutrisi adekuat untuk mencegah kelaparan dan menghindari
kelelahan otot pada pasien malnutrisi.
o Rehabilitasi dengan aktivitas fisik dan latihan pernapasan untuk
mengurangi disabilitas
9. Komplikasi
o Pneumonia
o Gagal napas kronik
o Gagal napas akut pada gagal napas kronik
o Pneumotoraks
o Kor Pulmonale
10. Penyakit Penyerta
o Kanker paru
o Penyakit jantung (Gagal jantung, penyakit jantung iskemik, Aritmia,
Hipertensi)
o Osteoporosis
o Depresi dan gangguan cemas
o Gastroesophageal reflux (GERD)
o Gagal napas
o Sindrom metabolik dan diabetes
o Bronkiektasis
o Obstructive sleep apneu
11. Prognosis
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Dubia
Quo ad sanasionam: Dubia
12. nasihat
o Berhenti merokok
o Aktivitas fisik
o Tidur yang cukup
o Diet sehat
o Strategi managemen stres
o Mengenali gejala eksaserbasi
o Penggunaan obat yang tepat
o Kontrol teratur
13. Indikasi Pulang
o Sesak berkurang atau hilang
o Dapat mobilisasi
o Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain
o Penyakit penyerta tertangani
o Mengerti pemakaian obat
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK) EKSASERBASI AKUT
1. Pengertian
Kondisi PPOK yang mengalami perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya.
2. Anamnesis
Pasien PPOK yang mengalami perburukan dengan gejala:
1. Sesak bertambah
2. Produksi sputum meningkat dan atau
3. Perubahan warna sputum menjadi purulen
3. Pemeriksaan Fisis
o Frekuensi napas meningkat
o Mengi atau ekspirasi memanjang
o Pursed lip breathing
o Mungkin didapat ronki dan demam
4. Kriteria diagnosa
1. Memenuhi kriteria PPOK
2. ada perburukan dengan gejala berupa :
a. Sesak bertambah
b. Produksi sputum meningkat dan atau
c. Perubahan warna sputum menjadi purulen
Kriteria eksaserbasi dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Tipe I: Eksaserbasi berat, memiliki 3 gejala di atas
2. Tipe II: Eksaserbasi sedang, memiliki 2 gejala
3. Tipe III: Eksaserbasi ringan, memiliki 1 gejala di atas ditambah :
a. Infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari
b. Demam tanpa sebab lain
c. Peningkatan batuk
d. Peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20%
nilai dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.
5. diagnosa Kerja PPOK eksaserbasi
6. diagnosa Banding
o Asma akut
o Pneumonia
o Bronkiektasis terinfeksi
o Gagal jantung
7. Pemeriksaan Penunjang
Umum :
o Foto toraks PA
o Darah lengkap
o Analisis gas darah
o Biakan mikroorganisme dari sputum
Khusus :
o Arus puncak ekspirasi (APE)
o Spirometri
o CT dan ventilation-perfusion scanning
o Sleep studies
8. penanganan
A. Medikamentosa
o Bronkodilator inhalasi
Agonis 2 dan antikolinergik inhalasi/nebuliser yaitu obat
bronkodilator yang paling banyak dipakai.
o Bronkodilator intravena
Metilsantin intravena dapat diberikan bersama bronkodilator
lainnya karena memiliki efek memperkuat otot diafragma.
Dosis awal aminofilin diberikan 2,5-5 mg/kgBB diberikan
secara bolus dalam 30 menit. Untuk pemeliharaan diberikan
dosis 0,5 mg/kgBB per jam.
o Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik tidak selalu diberikan, tergantung derajat
eksaserbasi. GOLD merekomendasikan prednisolon dosis 30-40
mg.
o Antibiotik
Antibiotik diberikan bila :
a. PPOK eksaserbasi dengan semua gejala kardinal
b. PPOK eksaserbasi dengan 2 gejala kardinal, apabila salah
satunya adalah bertambahnya purulensi sputum
c. PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi
mekanis
B. Nonmedikamentosa
o Oksigen
Terapi oksigen dosis yang tepat, gunakan sungkup ventury mask.
Pertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Saturasi > 90%, evaluasi
ketat hiperkapnia
o Ventilasi mekanis
Penggunaan Noninvasive Positive Pressure Ventilation
diutamakan, bila tidak berhasil gunakan ventilasi mekanis
dengan intubasi.
o Nutrisi adekuat untuk mencegah kelaparan dan menghindari
kelelahan otot.
o Rehabilitasi paru sejak awal
C. Khusus
o Segera pindah ke ICU bila ada indikasi pemakaian ventilasi
mekanis
o penanganan penyakit penyerta
9. Komplikasi
o Gagal napas kronik
o Gagal napas akut pada gagal napas kronik
o Pneumotoraks
o Kor Pulmonale
10. Penyakit Penyerta
o Pneumotoraks
o Gagal napas
o Kor pulmonale
o Gagal jantung
o Osteoporosis
o Depresi
o Diabetes melitus
o Kanker paru
11. Prognosis
Dubia
12. nasihat
o Berhenti merokok
o Mengerti pemakaian obat inhaler
o Mengenali gejala eksaserbasi
13. Indikasi Pulang
o Sesak berkurang atau hilang
o Dapat mobilisasi
o Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain
o Penyakit penyerta tertangani
o Mengerti pemakaian obat.
SINDROM OBSTRUKSI PASCA
TUBERKULOSIS
1. Pengertian
Gangguan paru yang ditandai adanya obstruksi saluran napas kronik
akibat komplikasi yang timbul dari tuberkulosis paru pasca pengobatan.
Obstruksi jalan napas yaitu salah satu komplikasi yang diketahui
dari tuberkulosis, dimana gejala dari gangguan yang muncul seperti
PPOK / Asma (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis / SOPT)
2. Anamnesis
Gejala pernapasan berupa batuk disertai dahak, batuk darah (hemoptoe),
sesak napas, dan mengi.
Sering pada usia muda < 40 th, biasanya bukan perokok.
Klinis lebih buruk, eksaserbasi lebih sering dan lebih berat daripada
PPOK.
Memiliki riwayat tuberkulosis paru dan pengobatan tuberkulosis paru.
3. Pemeriksaan Fisis
Kurang spesifik, tetapi bisa ditemukan suara napas bronchial, amforik,
suara napas melemah, tergantung luas lesi sebelumnya
4. Kriteria diagnosa
Anamnesis dan pemeriksaan fisis dan penunjang sesuai dengan SOPT,
terutama adanya riwayat tuberkulosis paru dan mendapat pengobatan.
Pemeriksaan spirometri: obstruktif atau restriktif tergantung jenis
kelainan paru, lebih banyak obstruktif yang kurang respons dengan
bronkodilator
5. diagnosa Kerja Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis
6. diagnosa Banding
o Asma Bronkial
o PPOK
o Tumor Paru
o Bronkiektasis
o Bronkiolitis obliteratif
o Mikosis paru
7. Pemeriksaan Penunjang
o Laboratorium : darah rutin, kimia klinik.
o Elektrokardiogram
o Foto torak (fibrosis, kavitas, bronkiektasis, destroyed lung)
o Analisis gas darah
o Status nutrisi
o Spirometri
o HRCT
8. penanganan
A. Medikamentosa
o Bronkodilator inhalasi
Agonis 2 (SABA, LABA) dan antikolinergik inhalasi (SAMA,
LAMA)
o Antiinflamasi
Kortikosteroid inhalasi (ICS),
o Antibiotik
(Empiris, Sesuai hasil kultur),
o Mukolitik
(NAC dan karbosistein)
B. Nonmedikamentosa
o Oksigen
Penggunaan Long-term oxygen therapy pada pasien hipoksemia
berat.
o Ventilasi mekanis
Penggunaan long-term non-invasive ventilation pada
hiperkapnia kronik berat
o Nutrisi adekuat untuk mencegah atau menghindari kelelahan
otot pada pasien malnutrisi.
o Rehabilitasi dengan aktivitas fisik dan latihan pernapasan untuk
mengurangi disabilitas.
o Vaksinasi untuk mencegah infeksi paru berulang
9. Komplikasi o Pneumonia
o Hemoptisis masif
o Pneumotoraks
o Gagal napas kronik
o Gagal napas akut pada gagal napas kronik
o Kor Pulmonale
10. Penyakit Penyerta o Kanker paru
o Gagal jantung
o Bronkiektasis
o Mikosis paru
11. Prognosis Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Dubia
Quo ad sanasionam: Dubia
12. nasihat o Hindari asap rokok
o Aktivitas fisik
o Diet sehat
o Strategi managemen stres
o Mengenali gejala eksaserbasi
o Penggunaan obat yang tepat
o Efek samping pengobatan
o Kontrol teratur
13. Indikasi Pulang o Sesak berkurang atau hilang
o Dapat mobilisasi
o Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain
o Penyakit penyerta tertangani
o Mengerti pemakaian obat
BRONKIOLITIS
1. Pengertian
Infeksi pada bronkiolus (saluran napas kecil) tetapi tidak melibatkan
alveoli yang bisa dipicu oleh virus, bakteri atau jamur
2. Anamnesis
o Batuk berdahak bening sampai kekuningan
o Pilek
o Sesak napas, kadang mencuit
o Nyeri tenggorokan
o Bersin-bersin
o Demam
o Bisa ditemukan adanya nyeri otot
3. Pemeriksaan Fisis
o Frekuensi napas meningkat
o Suhu bisa normal atau meningkat
o Pemeriksaan toraks
a. Inspeksi : Simetris
b. Palpasi : Fremitus raba sama pada kedua sisi
c. Perkusi : sonor pada kedua sisi
d. Auskultasi : suara napas bisa memanjang dan kadang ditemukan
mengi (wheezing)
4. Kriteria diagnosa
o Gejala klinis infeksi saluran napas bawah
o Tidak ditemukan infiltrat pada foto toraks
5. diagnosa Kerja Bronkiolitis akut
6. diagnosa Banding
o Pneumonia virus
o Pneumonia bakterialis
o Asma bronkial
o PPOK eksaserbasi akut
7. Pemeriksaan Penunjang
o Darah rutin
o AGD bila ada tanda hipoksemia
o Foto toraks
o Pewarnaan gram sputum
o Kultur sputum
o CRP
o Kultur darah bila disertai tanda-tanda sepsis
8. penanganan
o Medikamentosa
a. Pemberian antibiotik empirik bila ada tanda-tanda infeksi bakteri
b. Bronkodilator inhalasi
c. Kortikosteroid inhalasi
d. Mukolitik dan ekspektoran
e. Pemberian inhalasi NaCl hipertonik pada anak memberikan
outcome yang baik tetapi pada dewasa belum ada laporan
o Non medikamentosa
a. Suportif dan mempertahankan oksigenisasi
9. Komplikasi o Pneumonia
o Sepsis
o Gagal napas
10. Penyakit Penyerta -
11. Prognosis o Quo ad vitam: bonam
o Quo ad functionam: bonam
o Quo ad sanasionam: bonam
12. nasihat o Berhenti merokok
o Pengenalan gejala infeksi dan perilaku mencari pengobatan
13. Indikasi Pulang o 4-5 hari perawatan
o Perbaikan klinis
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA)
1. Pengertian
Obstructive sleep apnea (OSA) yaitu kondisi dengan sifat
episode berulang berhentinya aliran udara (apnea) atau penurunan aliran
udara (hipopnea) yang terjadi selama tidur dipicu oleh saluran
napas atas yang kolaps.
2. Anamnesis
DEWASA
Gejala klinis pada dewasa dapat ditemukan salah satu atau lebih :
o Keluhan mendengkur saat tidur
o Episode henti napas saat tidur (apnea)
o Terbangun saat tidur dengan menahan napas, tersengal-sengal /
tersedak / chocking
o Nocturnal dyspnea
o Gejala gastroesophageal refluks (GERD)
o Rasa mengantuk sepanjang hari
o Tidak segar saat bangun tidur
o Sakit kepala saat bangun tidur
o Lelah di siang hari
o Tertidur saat mengemudi
o Gangguan memori dan konsentrasi
o Disfungsi ereksi
o Iritabel
o Depresi
ANAK
Pada anak-anak gejala bervariasi sesuai umurnya.
Beberapa gejala tersering pada anak adalah gangguan tidur malam,
napas berbunyi atau mendengkur,napas dari mulut, tidur tidak nyenyak,
gangguan pertumbuhan, sleep walking, sakit kepala pagi hari dll.
PENAPISAN
Untuk penapisan dapat memakai kuesioner Berlin atau STOP
BANG atau Epworth Sleepiness Scale. Risiko tinggi OSA bila pada
kuesioner Berlin positif pada 2 sampai 3 kategori atau kuesioner STOP
BANG positif minimal pada 3 pertanyaan.
3. Pemeriksaan Fisik
o Pemeriksaan indeks massa tubuh dapat normal, overweight atau
obesitas.
o Pemeriksaan lingkar leher (dalam centimeter), biasanya lingkar
leher besar.
o Pemeriksaan bidang THT dapat ditemukan stridor, hipertrofi konka
inferior, septum deviasi, hipertrofi adenoid, polip, micro atau
retroganthia, hipertofi tonsil lingula, palatal webbing, elongated
uvula, makroglosia, Friedman tongue position (tipe I,II,III,IV).
o Pemeriksaan fisik paru dapat normal, dapat juga ditemukan tanda
obstruksi seperti mengi (wheezing) atau ekspirasi memanjang.
4. Kriteria diagnosa
DEWASA :
Kriteria diagnosa OSA apabila ditemukan salah satu dari 2 hal berikut :
1. Hasil pemeriksaan polisomnografi (PSG), nilai apnea hipopnea
indeks (AHI) > 15
2. Hasil pemeriksaan polisomnografi (PSG), nilai apnea hipopnea
indeks (AHI) > 5 disertai 1 atau lebih gejala berikut :
a. Episode tidur unintentional selama periode terjaga
b. Mengantuk sepanjang hari (daytime sleepiness), tidak segar
setelah tidur, lelah atau insomnia
c. Terbangun dari tidur dengan menahan napas, tersengal-sengal
atau tersedak/chocking
d. Pasangan melaporkan ada mengorok keras, berhenti napas atau
keduanya selama tidur
ANAK :
Hasil pemeriksaan polisomnografi (PSG), nilai apnea hipopnea indeks
(AHI) > 1
5. diagnosa Kerja Obstructive sleep apnea
6. diagnosa Banding
Central sleep apnea
Obesity hypoventilation syndrome
7. Pemeriksaan Penunjang
o Polisomnografi (PSG) lengkap yang dilakukan saat tidur di Rumah
Sakit dengan rekaman PSG malam hari minimal selama 6 jam. (Gold
standard) Pada beberapa kondisi dapat dipakai pemeriksaan PSG
portabel.
o Sleep endoscopy atau Drug Induced Sleep Endoscopy (DISE).
8. penanganan
o Terapi konservatif, termasuk menurunkan berat badan.
o Medikamentosa (dekongestan seperti nasal steroid, antihistamin, PPI
(omeprazole, lanzoprazole).
o CPAP (Continuous positive airways pressure).
o Oral appliance.
o Pembedahan/operatif pada daerah hidung, orofaring, maksiofasial
dan tenggorok (THT-KL).
9. Komplikasi
o Penyakit kardiovaskular: hipertensi tidak terkendali .
o Penyakit metabolik: diabetes tidak terkendali .
o Gangguan kognitif.
o Risiko kecelakaan dalam kerja.
o Risiko kecelakaan saat mengemudi.
o Gangguan pertumbuhan (pada anak).
10. Penyakit Penyerta
o PPOK
o Obesitas
o Hipertensi
o Gagal Jantung
o Aritmia
o Penyakit Jantung koroner
o Stroke
o Diabetes mellitus
o Penyakit tiroid
o Acromegaly
11. Prognosis Dubia ad bonam
12. Kriteria Pulang -
13. nasihat
o Turunkan berat badan
o Tidak merokok (berhenti merokok)
o Sleep hygiene (tidur teratur dan cukup minimal 7 jam, tidur dengan
bantal di leher, makan terakhir 2 jam sebelum tidur)
o Tidak minum alkohol
o Olah raga teratur
PNEUMONIA KOMUNITAS
1. Pengertian
Pneumonia komunitas ialah peradangan akut pada parenkim paru yang
didapat di masyarakat dipicu oleh mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, parasit, protozoa), bukan dipicu M.tb
2. Anamnesis
Gejala klinis berupa :
o Batuk
o Perubahan sifat sputum/purulen
o Demam
o Nyeri dada
o Sesak napas
3. Pemeriksaan Fisik
o Tanda vital
o Suhu tubuh > 380C (aksila)/ riwayat demam
o Frekuensi napas meningkat
o Pemeriksaan paru
o Nyeri di dada
o Dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi
o Suara napas bronkial dan ronki
4. Kriteria diagnosa
Pada foto toraks terdapat infiltrat/ air bronchogram ditambah dengan
beberapa gejala di bawah ini.
o Batuk
o Perubahan sifat sputum/purulen
o Suhu tubuh > 380C (aksila)/ riwayat demam
o Nyeri dada
o Sesak
o Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi,
suara napas bronkial dan ronki
o Leukosit > 10.000 atau < 4500
5. diagnosa Kerja Pneumonia komunitas
6. diagnosa Banding
o Tumor paru
o Tuberkulosis paru
o Mikosis/ jamur paru
o Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru)
7. Pemeriksaan Penunjang
UMUM
Foto toraks PA dan lateral
Laboratorium rutin darah
Jumlah leukosit > 10.000 atau < 4500
Pada hitung jenis terdapat dominasi sel leukosit PMN
Sputum mikroorganisme dan uji kepekaan aerob, anaerob, dan
atipik
C-reactive protein
Prokalsitonin (PCT)
Hemostasis (dalam keadaan berat)
Tes fungsi hati dan ginjal (dalam keadaan berat)
KHUSUS
Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari:
- darah
- aspirat transtrakea
- aspirat transtorakal
- bilasan bronkus
Analisis gas darah
CT scan toraks dengan kontras
Bronkoskopi
8. penanganan
o Medikamentosa
Awal terapi antibiotik bersifat empirik dan harus diberikan secepat
mungkin, ketika berada di IGD.
Rawat
jalan
1. Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
o Golongan laktam atau laktam ditambah
anti laktamase
ATAU
o Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
o Pasien dengan komorbid atau memiliki
riwayat pemakaian antibitotik 3 bulan
sebelumnya.
o Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin 750
mg, moksifloksasin)
ATAU
o Golongan laktam ditambah anti laktamase
ATAU
o laktam ditambah makrolid
Rawat
inap non
ICU
o Fluorokuinolon respirasi levofloksasin 750 mg,
moksifloksasin)
ATAU
o laktam ditambah makrolid
Ruang
rawat
Intensif
Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
o laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin
sulbaktam) ditambah makrolid baru atau
fluorokuinolon respirasi intravena (IV)
8. penanganan
Pertimbangan
khusus
Bila ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
o Anti pneumokokal, anti pseudomonas laktam
(piperacilin-tazobaktam, sefepime, imipenem
atau meropenem) ditambah levofloksasin 750
mg
ATAU
laktam seperti tersebut di atas ditambah
aminoglikosida dan azitromisin
ATAU
o laktam seperti tersebut di atas ditambah
aminoglikosida dan antipneumokokal
fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi
penisilin, laktam diganti dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA
o Tambahkan vankomisin atau linezolid
Non Medikamentosa
o Jika tak ada perbaikan antibiotik berikan sesuai hasil uji
sensitivitas.
o Pemberian obat simtomatik antara lain antipiretik, mukolitik dan
ekspektoran dan bronkodilator dan lain lain.
o Terapi oksigen (nasal kanul, simple mask, NRM, RM, NIV, ETT
dan ventilasi mekanik) sesuai derajat kebutuhan pasien
o Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam.
o Anti inflamasi sistemik (dalam keadaan berat).
o Imunoglobulin /IVIG (dalam keadaan berat).
o Activated Protein C/ APC (dalam keadaan berat)
Khusus
o Istirahat
o Nutrisi adekuat sesuai kebutuhan
o Pengisapan lendir bila perlu dengan suctioning dan bronkoskop
9. Komplikasi o Abses paru
o Empiema
o Atelektasis
o Sepsis
o ALI dan ARDS
o Mikosis paru
o Gagal napas
o Gagal ginjal
o Gagal multi organ
10. Penyakit Penyerta o Tuberkulosis
o Diabetes
o Jamur
o HIV
o Tumor paru
o PPOK
o Bronkiektasis
11. Prognosis Dubia ad bonam
12. nasihat o Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) walaupun
masih perlu penelitian lebih lanjut mengenai efektivitasnya.
o Berhenti merokok.
o Menjaga kebersihan tangan, pemakaian masker, menerapkan etika
batuk.
o Menerapkan kewaspadaan standar dan isolasi pada masalah khusus.
13. Indikasi Pulang Apabila dalam 24 jam sebelum pulang tidak ditemukan :
o Suhu 37,80C
o Frekuensi jantung > 100/menit
o Frekuensi napas > 24/ menit
o Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
o Saturasi oksigen < 90%
o Belum dapat makan peroral
PNEUMONIA NOSOKOMIAL (HOSPITAL
ACQUIRED PNEUMONIA)
1. Pengertian
Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP)
adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah
sakit dan disingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi sebelum
masuk rumah sakit.
2. Anamnesis
o ada faktor risiko terjadi pneumonia nosokomial.
o Timbul gejala pneumonia seperti demam, batuk dengan sputum
purulen dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit.
3. Pemeriksaan Fisik
o Suhu tubuh > 380 C
o Suara napas bronkial dan ronki
4. Kriteria diagnosa
Kriteria pneumonia nosokomial menurut The Centers for Disease
Control (CDC) adalah sebagai berikut.
o Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah
sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi
pada waktu masuk rumah sakit.
o diagnosa pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar:
‐ Foto toraks, terdapat infiltrat baru atau progresif
‐ Ditambah 2 di antara kriteria berikut yaitu suhu tubuh > 380
C, sekret purulen, ronki atau suara napas bronkial, leukositosis
(>12.000) atau leukopenia < 4000), saturasi memburuk atau
AGD dengan hasil penurunan nilai PO2 dan/atau PCO2
sehingga membutuhkan terapi oksigen atau ventilasi mekanik.
5. diagnosa Kerja Pneumonia nosokomial
6. diagnosa Banding
Pneumonia komunitas
Mikosis/ jamur paru
7. Pemeriksaan Penunjang
UMUM
o Foto toraks PA dan lateral.
o Laboratorium rutin darah.
‐ Jumlah leukosit > 12.000 atau < 4000).
‐ Pada hitung jenis terdapat dominasi sel leukosit PMN.
o Sputum mikroorganisme dan uji kepekaan aerob, anaerob
dan atipik
o C-Reactive Protein
o Prokalsitonin (PCT)
o Analisis gas darah
o Hemostasis (dalam keadaan berat)
o Tes fungsi hati dan ginjal (dalam keadaan berat)
KHUSUS
o Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari:
o darah
o aspirat transtrakea
o aspirat transtorakal
o bilasan bronkus
o CT scan toraks dengan kontras
o Bronkoskopi
8. penanganan
o Terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik
yang mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen
yang mungkin sebagai penyebab, pertimbangkan pola resistansi
setempat.
o Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan
terinfeksi kuman MDR
o Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam kecuali jika keadaan
klinis memburuk.
o Bila sudah ada hasil kultur dan tes sensitivitas, terapi empirik dapat
diubah bila responss klinis awal tidak memuaskan.
o Terapi antibiotik secara empirik pada pasien tanpa faktor risiko
MDR patogen, onset dini (< 5 hari) dan semua derajat penyakit.
o Terapi antibiotik secara empirik untuk semua derajat penyakit pada
onset lanjut (> 5 hari) atau terdapat faktor risiko MDR patogen.
Pengobatan antibiotik empirik untuk HAP
o Tanpa risiko tinggi mortalitas dan tidak memiliki faktor risiko
MRSA
Salah satu di bawah ini:
‐ Sefepim 2g IV per 8 jam
‐ Levofloksasin 750mg IV oper 24 jam
‐ Imipenem 1g IV per 6 jam
‐ Meropenem 1g IV per 8 jam
‐ Piperasilin-tazobaktam 4.5g IV per 6 jam
o Tanpa risiko tinggi mortalitas tetapi memiliki faktor risiko MRSA
Salah satu di bawah ini:
‐ Sefepim 2g IV per 8 jam
‐ Levofloksasin 750mg IV oper 24 jam
‐ Siprofloksasin 400mg IV per 8 jam
‐ Imipenem 1g IV per 6 jam
‐ Meropenem 1g IV per 8 jam
‐ Aztreonam 2g IV per 8 jam
‐ Piperasilin-tazobaktam 4.5g IV per 6 jam
Ditambah
‐ Vankomisin 15mg/kg IV per 8-12 jam dengan target 15-
20mg/ml dengan kadar loading dose 25-30mg/kg x 1 untuk
penyakit berat
ATAU
‐ Linezolid 600mg IV per 12 jam
o Risiko mortalitas atau riwayat pemakaian antibiotik IV dalam 90
hari terakhir
Pilih 2 dari di bawah ini (hindari β-laktam)
‐ Piperasilin – tazobaktam 4.5g IV per 6 jam
ATAU
‐ Sefepim 2g IV per 8 jam
ATAU
‐ Levofloksasin 750mg IV oper 24 jam
‐ Siprofloksasin 400mg IV per 8 jam
ATAU
‐ Amikasin 15-20mg/kg IV per 24 jam
‐ Gentamisin 5-7mg/kg IV per 24 jam
‐ Tobramisin 5-7mg
ATAU
‐ Imipenem 1g IV per 6 jam
‐ Meropenem 1g IV per 8 jam
ATAU
‐ Aztreonam
DITAMBAH
‐ Vankomisin 15mg/kg IV per 8-12 jam dengan target 15-20
mg/ml dengan loading dose 25-30 mg/kg x 1 untuk penyakit
berat
ATAU
‐ Linezolid 600 mg IV per 12 jam
Bila tidak memakai antibiotik dengan cakupan MRSA maka
gunakan antibiotik yang mencakup MSSA, pilihannya:
Piperasilin – tazobaktam, sefepime, levofloksasin, imipenem,
meropenem. Oxasilin, nafsilin, dan sefazolin dipakai bila terbukti
MSSA tetapi biasanya tidak dipakai sebagai regimen empiris HAP.
9. Komplikasi o Abses paru
o Empiema
o Atelektasis
o Sepsis
o ALI dan ARDS
o Mikosis paru
o Gagal napas
o Gagal ginjal
o Gagal multi organ
10. Penyakit Penyerta o Diabetes mellitus
o Penyakit jantung
o Stroke
o Gagal ginjal kronik.
o HIV
o Tumor paru
o PPOK
11. Prognosis Prognosis buruk jika ditemukan salah satu kriteria di bawah ini
o Umur > 60 tahun
o Koma saat masuk rumah sakit
o Perawatan di ICU
o Syok
o Pemakaian alat bantu napas yang lama
o Foto toraks ditemukan kelainan abnormal bilateral
o Kreatinin serum > 1,5 mg/dl
o Penyakit dasar yang berat
o Pengobatan awal yang tidak tepat
o Infeksi oleh bakteri resistan
o Onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen
o Gagal multiorgan
o Penggunaan obat penyekat H2.
Faktor pasien dan pengobatan yang berhubungan dengan mortalitas.
o ada ≥ 2 penyakit berat yang mendasari.
o Riwayat pemakaian antibiotik.
o status fungsional buruk.
o Status imunosupresi.
o Fungsi kardioplumoner yang sudah ada sebelumnya (preexisting
cardiopulmonary function)
o Pengobatan empiris yang tidak memadai.
o Penggunaan ventilator mekanik.
o Kondisi berat (syok septik).
12. nasihat o Mencegah koloni di orofaring lambung dengan menghindari
pemakaian antibiotik yang tidak tepat, memilih dekontaminan
saluran cerna secara selektif, memakai sukralfat disamping
antagonis H2, memakai obato- batan untuk meningkatkan
gerakan duodenum misalnya metoklopramid dan cisapride, berhenti
merokok dan vaksinasi.
o Mencegah terjadinya aspirasi ke saluran napas bawah dengan cara
memposisikan pasien dengan kepala lebih tinggi, memakai
selang saluran napas yang ada suction subglotis, memakai selang
nasogatrik yang kecil, menghindari intubasi ulang, pemberian
makanan secara kontinu dengan jumlah sedikit.
o Mencegah inokulasi eksogen dengan menghindari infeksi silang
dengan cara mencuci tangan sesuai prosedur, memakai
peralatan (seperti selang nasogastrik, kateter, alat bantu napas,
bronkoskopi dan lain-lain) secara steril, mengisolasi pasien yang
terinfeksi kuman MDR, mengganti secara berkala kateter urine,
selang naso gastrik dan lain-lain.
o Menjaga daya tahan tubuh pasien tetap optimal dengan melakukan
drainase sekret saluran napas dengan fisioterapi dada, mobilisasi.
13. Indikasi Pulang Gejala berkurang atau hilang, dapat mobilisasi, perbaikan kondisi
klinis dan pemeriksaan lain.
PLEUROPNEUMONIA
1. Pengertian
Parapneumonia efusi, dimana ditemukan opacity shadow pleura ≤
10mm pada rontgen toraks dekubitus, CT scan toraks atau USG
2. Anamnesis
Munculnya gejala akut di bawah ini
o Batuk
o Nyeri dada terutama saat batuk dan menarik napas
o Riwayat demam
o Gejala konstitusi seperti anoreksia, malaise
3. Pemeriksaan Fisik
o Frekuensi napas meningkat
o Suhu bisa normal atau meningkat
o Pemeriksaan toraks
- Inspeksi: bentuk dada simetris dengan pergerakan napas
tertinggal pada salah satu sisi
- Palpasi: Fremitus bisa meningkat pada sisi yang tertinggal
- Perkusi: redup pada sisi yang tertinggal
- Auskultasi: suara napas sedikit melemah pada sisi yang
tertinggal, terdapat pleural friction rub, dan bisa ditemukan
adanya ronki.
4. Kriteria diagnosa
Parapneumonia efusi dimana ditemukan gambaran opacity shadow
pleura ≤ 10mm pada rontgen toraks dekubitus, CT scan toraks atau
USG
5. diagnosa Kerja
Pleuropneumonia dekstra/ sinistra atau efusi parapneumonia kategori 1
dekstra/ sinistra (Light 2006)
6. diagnosa Banding
o Pneumonia
o Pleuritis sicca TB
7. Pemeriksaan Penunjang
o Darah rutin
o Rontgen toraks PA/ Lateral dekubitus
o USG toraks
o CT scan toraks
o Kultur sputum
8. penanganan
Medikamentosa
Pemberian antibiotik empiris dan selanjutnya sesuai kultur
Non Medikamentosa
o Observasi
o Oksigenasi adekuat
9. Komplikasi o Efusi parapneumonia kompleks
o Empiema
o Sepsis
10. Penyakit Penyerta o Diabetes mellitus
o Penyakit paru kronik
11. Prognosis o Quo ad vitam: dubia at bonam
o Quo ad functionam: dubia at bonam
o Quo ad sanasionam: dubia at bonam
12. nasihat Etika batuk
Pemakaian antibiotik harus dengan resep dokter
13. Indikasi Pulang o Perbaikan klinis setelah 5-7 hari pemberian antibiotik dilanjutkan
oral 2 – 4 minggu
o Tidak ada pertambahan opacity shadow pada pleura, bila ada
harus dilakukan evaluasi
o Pemeriksaan radiologi ulang dilakukan setelah 4 minggu
PNEUMONIA ASPIRASI
1. Pengertian
Pneumonia Aspirasi adalah masuknya mikroorganisme dari orofaring
atau lambung ke dalam saluran napas sehingga memicu
peradangan dan kerusakan parenkim paru.
2. Anamnesis
Anamnesis : Batuk, perubahan sifat sputum/purulen, demam
atau riwayat demam, nyeri dada, sesak napas. Anamnesis juga
ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi termasuk evaluasi faktor
predisposisi.
Pasien sangat dicurigai mengalami aspirasi jika mengalami kondisi-
kondisi berikut:
o Perubahan status mental yang berkaitan dengan stroke, intoksikasi
alkohol atau obat/racun, anestesia umum, kejang-kajang, trauma,
dan gangguan berkenaan dengan metabolisme seperti hipoglikemia.
o Gangguan neuromuskular seperti distrofi muskular atau Guillain-
Barré syndrome.
o Kelainan struktural atau anatomi seperti tumor lokal, striktur
esophagus, achalasia, fistula trakeoesofagea, atau gastroesophageal
reflux disease.
3. Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda konsolidasi paru seperti perkusi paru pekak, ronki nyaring, suara napas bronkial.
4. Kriteria diagnosa
ada infiltrat/ air bronchogram pada foto toraks ditambah
beberapa gejala:
o Batuk
o Perubahan sifat sputum
o Suhu ≥ 38 C (aksila) atau riwayat demam
o Nyeri dada
o Sesak
o Pemeriksaan fisik
o Sisi dada yang sakit tertinggal waktu bernapas
o Suara napas bronkial atau vesikuler menurun
o Ronki basah halus - ronki basah kasar
o Leukosit ≥ 10.000 atau ≤ 4500
5. diagnosa Kerja Pneumonia aspirasi
6. diagnosa Banding
Atelektasis
Efusi Pleura
Tumor Paru
Tuberkulosis
7. Pemeriksaan Penunjang
o Radiologis
o Darah Rutin
o Pemeriksaan bakteriologis: sputum, darah, aspirat nasotrakeal,
aspirasi trans torakal, punksi pleura, bronkoskopi, dan biopsi
o Analisis Gas Darah
8. penanganan
o Terapi suportif/ simtomatik
a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 – 100 mmHg atau saturasi 95
– 96% berdasar pemeriksaan AGD.
b. Mukolitik, antipiretik
c. Pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
d. Pengaturan cairan.
e. Ventilasi mekanis bila didapatkan gagal napas.
o Pemberian Antibiotik sesegera mungkin dengan cara empiris
sesuai pola kuman dan hasil sesuai dengan hasil biakan.
9. Komplikasi Penyebaran infeksi secara hematogen (bakteremia)
• Penurunan tekanan darah
• Syok
• Acute respiratory distress syndrome
• Pneumonia dengan abses paru
10. Penyakit Penyerta DM, HIV, penyakit ginjal kronis, gagal jantung kronik
11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad bonam
Ad sanasionam: Dubia ad bonam
Ad vitam: Dubia ad bonam
12. nasihat o Pengetahuan penyakit, rencana pengobatan, dan prognosis
o Pola hidup bersih dan sehat
o Asupan gizi yang baik
13. Indikasi Pulang Klinis stabil, tidak ada lagi masalah medis dan keadaan lingkungan
aman untuk perawatan di rumah.
Kriteria klinis stabil :
o Suhu ≤ 37,8 C
o Frekuensi nadi ≤100 kali/menit
o Frekuensi napas ≤ 24 kali/ menit
o Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
o Saturasi oksigen arteri ≥ 90 % atau PO2 ≥ 60 mmHg
BRONKIEKTASIS
1. Pengertian
Bronkiektasis adalah dilatasi abnormal bronkus yang kronik dan
menetap disertai destruksi dinding bronkus akibat kelainan kongenital
ataupun yang didapat seperti infeksi kronik saluran napas.
2. Anamnesis
o Gejala respiratorik
- batuk kronik disertai produksi sputum
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
pasien terdiagnosa pada saat medical check up. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar.
o Gejala sistemik
- Demam yang berulang
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kadang-kadang tidak ditemukan kelainan. Pada
keadaan yang berat didapati jari tabuh. Pada auskultasi ditemukan ronki
basah, sedangkan mengi (wheezing) hanya didapati jika sudah terjadi
obstruksi bronkus.
4. Kriteria diagnosa
diagnosa bronkiektasis ditegakkan dari riwayat batuk kronik berulang
dan produktif, demam berulang, batuk darah. Pada gambaran foto
toraks terlihat cincin-cincin dengan atau tanpa fluid level, mirip seperti
gambaran sarang tawon (honey comb) pada daerah yang terkena.
diagnosa pasti bronkiektasis ditegakkan dengan pemeriksaan
bronkografi dan/ atau High Resolution CT (HRCT).
5. diagnosa Kerja Bronkiektasis
6. diagnosa Banding
o PPOK
o Asma
o Bronkitis kronik
o Tuberkulosis paru
o Pneumonia
7. Pemeriksaan Penunjang
o Foto toraks
o High Resolution CT (HRCT)
o Bronkografi
8. penanganano Simtomatik
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari
hasil uji fungsi paru dapat diberikan obat bronkodilator. Pengobatan
hipoksia dapat diberikan terapi oksigen. Pasien dengan eksaserbasi
akut sering mengalami demam dan perlu diberikan antipiretik dan
antibiotik. Pemberian mukolitik seperti N-asetil sistein berguna
untuk mobilisasi sputum.
o Fisioterapi dada
Pasien bronkiektasis biasanya memiliki sekret yang produktif
dan terjadi pengumpulan sekret, sehingga diperlukan fisioterapi
dada untuk mendrainase sekret.
o Pembedahan
Dilakukan apabila pengobatan tidak memberikan hasil yang baik
dan biasanya dilakukan pada penderita dengan batuk darah
berulang. Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat
segmen/lobus yang terkena (terdapat bronkiektasis).
o Pencegahan
Pencegahan meliputi pemberian imunisasi, pengobatan yang
adekuat pada penderita dengan pneumonia, bronkopneumonia,
pertusis serta morbili. Menghindari paparan bahan-bahan yang
dapat merangsang produksi sekret yang berlebihan. Menghindari
diri dari bahan-bahan iritan, obat tidur, serta obat penekan batuk.
9. Komplikasi o Batuk darah
o Pneumonia
o Sinusitis
o Abses otak
o Amiloidosis
10. Penyakit Penyerta Tumor endobronkial, tuberkulosis, aspirasi benda asing, aspergilosis
bronkopulmoner alergi, defisiensi alfa-1 antitripsin, diskinesia silia
primer, defisiensi imun, reumatoid artritis.
11. Prognosis Prognosis biasanya baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri
penyebab dan pemakaian antibiotik yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis
penyakit pada penderita yang dirawat.
12. nasihat o Mendukung perbaikan kemampuan penderita dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari sesuai dengan pola kehidupannya.
o Memotivasi pasien untuk menghindari merokok, menghindari iritan
lainnya yang dapat terhirup, mengontrol suhu dan kelembaban
lingkungan, nutrisi yang baik dan cairan yang adekuat.
o Mengidentifikasi gejala efek samping obat, seperti bronkodilator
dapat menimbulkan berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin.
13. Indikasi Pulang Keadaan klinis membaik dan komplikasi serta efek samping telah
teratasi.
BRONKITIS AKUT
1. Pengertian
Bronkitis akut adalah peradangan pada trakea hingga bronkus yang
dipicu oleh infeksi saluran napas yang ditandai adanya batuk yang
tidak berdahak ataupun berdahak dan berlangsung tidak lebih dari 3
minggu.
2. Anamnesis
o Batuk (berdahak maupun tidak berdahak) tidak lebih dari 3 minggu.
o Dahak dapat berwarna jernih, putih, kekuning-kuningan atau
kehijauan.
o Dapat ditemukan batuk darah.
o Sesak napas dan rasa berat di dada terjadi jika saluran udara
tersumbat, sering ditemukan mengi terutama setelah batuk.
o Biasanya disertai demam ringan.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda hipoksia yang
yaitu kegawatan saluran napas. Dapat ditemukan tanda infeksi
saluran napas atas seperti hidung tersumbat atau nyeri pada
tenggorokan. Pada auskultasi paru dapat ditemukan tanda-tanda
obstruksi seperti ronki atau mengi.
4. Kriteria diagnosa
diagnosa ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
5. diagnosa Kerja Bronkitis Akut
6. diagnosa Banding
o Epiglotitis
o Bronkiolitis
o Influenza
o Sinusitis
o PPOK
o Faringitis
o Asma
o Bronkiektasis
7. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan dahak dengan pewarnaan gram secara langsung dan
kultur untuk memastikan adanya infeksi bakteri.
o Foto toraks pada bronkitis akut memperlihatkan corakan paru yang
bertambah.
o Pemeriksaan spirometri dan fungsi paru tidak rutin dilakukan untuk
diagnostik bronkitis akut. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan jika
terjadi ulangan episode bronkitis akut pada pasien yang memiliki
penyakit dasar kelainan obstruksi.
8. penanganan
o Penatalaksanaan bersifat simtomatik karena penyebab tersering
bronkitis akut adalah virus. Antibiotik hanya diberikan bila
ditemukan infeksi bakteri.
o Mukolitik dapat diberikan bila batuk disertai dahak yang kental.
o Antipiretik dipakai jika penderita demam.
o Bronkodilator diberikan pada penderita yang disertai tanda
obstruksi saluran napas.
o Penatalaksanaan non farmakologis berupa fisioterapi dada dan
meningkatkan asupan cairan sehingga dapat membantu mobilisasi
sekret saluran napas.
9. Komplikasi Pneumonia, bronkitis kronik
10. Penyakit Penyerta Influenza
11. Prognosis Bila tidak ada komplikasi, prognosis biasanya baik.
12. nasihat o Mendukung perbaikan kemampuan penderita dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari sesuai dengan pola kehidupannya.
o Memotivasi pasien untuk menghindari merokok, menghindari iritan
lainnya yang dapat terhirup, mengontrol suhu dan kelembaban
lingkungan, nutrisi yang baik dan cairan yang adekuat.
o Mengidentifikasi gejala efek samping obat, seperti bronkodilator
dapat menimbulkan berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin.
13. Indikasi Pulang Gejala berkurang atau hilang, dapat mobilisasi, perbaikan kondisi
klinis dan pemeriksaan lain.
ABSES PARU
1. Pengertian Abses paru adalah kumpulan pus dalam parenkim paru sebagai akibat
terjadinya proses infeksi oleh mikroorganisme sehingga terbentuk
kavitas dan dapat ditemukan air fluid level pada gambaran radiologis.
2. Anamnesis
Demam, batuk produktif, sputum purulen dan berbau, nyeri dada, sesak
napas, malaise, penurunan berat badan.
3. Pemeriksaan Fisik
o Demam >38 °C
o Penurunan suara napas
o Perkusi paru redup di bagian yang sakit
o Pemeriksaan auskultasi didapatkan suara dasar
o Menurun, ronki kadang amforik
o Jari tabuh
o Kakeksia.
4. Kriteria diagnosa
o Anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologi menyokong gambaran
kavitas
o Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, peningkatan laju
endap darah (LED) dan pergeseran hitung jenis ke kiri.
o Bakteriologik spesifik, non spesifik, dan jamur
5. diagnosa Kerja Abses Paru
6. diagnosa Banding
Empiema
Bronkiektasis
Bula
Infark paru
Kanker paru
Pneumonia
7. Pemeriksaan Penunjang
o Darah Rutin dan LED
o Foto toraks, PA/ lateral/ lateral dekubitus/ oblik
o Sputum BTA
o Kultur dan sensitivitas sputum
o MSCT Toraks
o Bronkoskopi
8. penanganan
o Penyaliran postural.
o Antibiotik empiris dan sesuai hasil kepekaan.
o Penyaliran Perkutan, bila didapatkan tension abscess, pergeseran
mediastinum, pergeseran fisura, pergerakan diafragma ke bawah,
kontaminasi paru kontralateral, tanda sepsis setelah 72 jam
pemberian antibiotik, ukuran abses >4 cm, peningkatan ukuran
abses, peningkatan air fluid level dan ketergantungan terhadap
ventilator persisten.
o Bronkoskopi.
o Pembedahan, dilakukan setelah terapi konservatif memakai
antibiotik gagal. Terapi antibiotik dikatakan gagal jika demam atau
gejala lain berlanjut sampai 10-14 hari, gambaran lesi radiologis
tidak mengecil atau lesi pneumonia menyebar ke bagian paru lain.
9. Komplikasi Infeksi dan abses paru berulang, pecahnya abses ke dalam rongga
pleura yang berakibat timbulnya empiema, perlekatan pleura, fistula
bronkopleura, fistula pleurokutan, penyebaran abses ke segmen paru
lain, perdarahan, ARDS, inflamasi membran di dekat jantung dan
inflamasi paru kronik hingga sepsis
10. Penyakit Penyerta DM, HIV, penyakit ginjal kronis, gagal jantung kronik
11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad bonam
Ad sanasionam: Dubia ad bonam
Ad vitam: Dubia ad bonam
12. nasihat o Pengetahuan tentang penyakit , rencana pengobatan dan prognosis
o Pola hidup bersih dan sehat
o Asupan gizi yang baik
13. Indikasi Pulang Komplikasi dan efek samping telah teratasi, klinis stabil, tidak ada lagi
masalah medis dan keadaan lingkungan aman untuk perawatan di
rumah.
EMPIEMA TORAKS NON
TUBERKULOSIS
1. Pengertian
ada nya pus dalam rongga pleura yang dipicu oleh bakteri
selain Mycobacterium tuberculosis.
2. Anamnesis
Munculnya gejala di bawah ini dalam rentang waktu bervariasi dari
seminggu sampai dua bulan.
o Batuk.
o Sesak napas, lebih nyaman bila miring ke salah satu sisi.
o Riwayat demam.
o Nyeri dada.
o Gejala konstitusi seperti anoreksia, malaise, dan penurunan berat
badan.
3. Pemeriksaan Fisik
o Frekuensi napas meningkat.
o Suhu bisa normal atau meningkat.
o Pemeriksaan toraks:
a. inspeksi: bentuk dada unilateral prominens dengan pergerakan
napas sisi cembung tertinggal,
b. palpasi: Fremitus pada sisi yang cembung melemah,
c. perkusi: redup sampai pekak pada sisi yang cembung,
d. auskultasi: suara napas melemah pada sisi yang cembung, pada
sisi yang lain bisa ditemukan adanyan ronki.
o Bau cairan empiema bervariasi, bila berbau busuk kemungkinan
adanya infeksi kuman anaerob.
4. Kriteria diagnosa
o Adanya gambaran efusi pleura secara klinis dan didukung
pemeriksaan penunjang (salah satu atau gabungan dari rontgen
toraks, USG toraks, CT scan toraks)
o Didapatkan adanya pus dari torakosentesis secara makroskopis
dengan bakteri positif pada pemeriksaan pewarnaan gram dan/atau
kultur. Bila cairan tidak purulen, dipakai salah satu kriteria
berikut.
a. pH < 7,2 (dengan mesin pemeriksa AGD)
b. LDH > 1000 IU/ l dan Glukosa < 60 mg atau 3,4mmol/l
Tambahan
o Predominan sel PMN
5. diagnosa Kerja Empiema toraks dekstra/ sinistra/ bilateral non tuberkulosis
6. diagnosa Banding
o Efusi pleura ganas
o Pneumonia
o Empiema toraks tuberkulosis
o Chylothorax
o Abses paru
o Ruptur esofageal
7. Pemeriksaan Penunjang
o Darah rutin
o Rontgen toraks
o USG toraks
o CT scan toraks
o Pewarnaan gram pus dan sputum
o Kultur pus/cairan pleura dan sputum
o CRP
o Kultur darah bila disertai tanda-tanda sepsis
o pH cairan pleura
o LDH cairan pleura
o Glukosa cairan pleura
o Hitung dan hitung jenis leukosit cairan pleura
o BTA cairan pleura/ pus
8. penanganan
o Medikamentosa
‐ Pemberian antibiotik empirik
o Non medikamentosa
‐ Pemasangan chest tube dengan atau tanpa pemberian
fibrinolitik intrapleura kombinasi tissue plasminogen
activator (tPA) dan deoxyribonuclease (DNase)
‐ Video assisted thoracoscopic surgery (VATS)
‐ Drainase terbuka
‐ Torakotomi dan dekortikasi
9. Komplikasi o Sepsis
o Gagal napas
o Reexpansion pulmonary oedema
o Komplikasi pemasangan chest tube
o Fistula bronkopleura
o Alergi terhadap fibrinolitik
o Empyema necessitans
o Skoliosis sekunder
10. Penyakit Penyerta o Diabetes mellitus
o Gagal ginjal
o Bronkiektasis
o PPOK
o Penyalahgunaan alkohol
11. Prognosis o Quo ad vitam: 10-20% mortalitas pada pasien dengan komorbid
dan gangguan imunitas.
o Quo ad functionam: dubia.
o Quo ad sanasionam: dubia 30% memerlukan terapi invasif.
12. nasihat o Berhenti merokok.
o Penatalaksanaan penyakit penyerta.
o Pengenalan gejala infeksi dan perilaku mencari pengobatan.
o Konsul untuk adiksi alkohol.
13. Indikasi Pulang o Setelah 5-7 hari pemasangan chest tube apabila cairan pleura tidak
ada lagi (konfirmasi dengan pemeriksaan rontgen toraks PA, USG
toraks dan/atau CT scan Toraks) dan paru mengembang.
o Tidak ada fistula bronkopleura.
o Perbaikan klinis.
o Pemberian antibiotik oral sampai 2-4 minggu setelah pulang dan
dimonitor dengan pemeriksaan leukosit atau CRP.
o Rontgen toraks ulang 6 minggu, 12 minggu setelah pulang dan
dapat diulang pada bulan ke-6 apabila rontgen toraks belum
kembali normal.
MIKOSIS PARU
1. Pengertian
Mikosis paru adalah gangguan paru (termasuk saluran napas) yang
dipicu oleh infeksi, kolonisasi jamur, maupun reaksi hipersensitif
terhadap jamur. Beberapa kepustakaan memakai istilah pneumonia
jamur atau fungal pneumonia. Mikosis paru yang paling sering dilaporkan
adalah aspergilosis, pneumonia pneumosistis (Pneumocystis pneumonia /
PCP), kriptokokosis, histoplasmosis dan kandidosis. Beberapa mikosis
paru dapat bersifat endemik atau ditemukan pada daerah/kondisi geografis
tertentu, antara lain histoplasmosis, blastomikosis, koksidioidomikosis,
parakoksidioidomikosis, serta penisiliosis (talaromikosis).
2. Anamnesis
Anamnesis yaitu langkah penting, khususnya tentang faktor risiko
dan penyakit dasar. Keluhan pasien mikosis paru mirip dengan keluhan
penyakit paru pada biasanya. Keluhan diperhatikan khususnya dalam 3
bulan terakhir, meliputi: batuk, sesak, nyeri dada, demam, napsu makan
menurun, berat badan menurun, cepat letih, dll. Keluhan perlu diwaspadai
pada pasien dengan keadaan berikut:
o penyakit kronik seperti bekas TB, keganasan rongga toraks, PPOK,
bronkiektasis, luluh paru (destroyed lung), sirosis hati, insufisiensi
renal, diabetes melitus
o kondisi imunosupresi (neutropenia berat, keganasan darah, kemoterapi,
transplantasi organ)
o gangguan status imun akibat pemakaian jangka panjang antibiotika
berspektrum luas, kortikosteroid, obat imunosupresi
o memakai alat-alat medis invasif dalam jangka panjang (ventilasi
mekanis, kateter vena sentral dan perifer, kateter urin, water sealed
drainage, dll)
o gambaran infiltrat di paru dengan demam yang tidak membaik setelah
pemberian antibiotika adekuat dengan atau tanpa adenopati
o pasien terpajan atau setelah bepergian ke daerah endemik jamur
tertentu
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis pada mikosis paru sulit dibedakan dengan penyakit paru
lain, mengingat gejalanya juga tidak khas. Pada saat melakukan
pemeriksaan fisis dicatat semua temuan penting, misalnya kelainan bunyi
napas, ronki, mengi (wheezing), dll. Karena itu diperlukan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan pencitraan (radiologi), hasil laboratorium
klinis tertentu, serta pemeriksaan mikologi
4. Kriteria diagnosa
Dalam diagnosa mikosis sistemik/invasif dikenal beberapa istilah yang
menentukan kriteria diagnosa, yaitu: proven, probable, dan possible.
Kriteria diagnosa tersebut ditentukan oleh tiga parameter yaitu: faktor
pejamu, gambaran klinis, dan hasil pemeriksaan mikologi. Faktor
pejamu meliputi: faktor risiko (misalnya pemberian antibiotika jangka
panjang, kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang) serta penyakit dasar
yang diderita pasien (misalnya diabetes melitus, keganasan, penyakit paru
kronik). Gambaran klinis terdiri atas gejala klinis, pemeriksaan
radiologi, dan hasil laboratorium umum. Pemeriksaan mikologi meliputi
pemeriksaan biakan/ identifikasi jamur, serologi, maupun pemeriksaan
berbasis molekular.
5. diagnosa Kerja MIKOSIS PARU (INFEKSI JAMUR PARU)
6. diagnosa Banding
o TB paru,
o Pneumonia bakteri, virus atau aspirasi
o Edema paru
o Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
o Interstitial pulmonary fibrosis (IPF)
o Pneumokoniosis atau penyakit paru kerja
o Pneumonitis hipersensitif
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan pencitraan (radiologi), hasil
laboratorium klinis tertentu, serta pemeriksaan mikologi.
Gambaran foto dada sebagian besar mikosis paru tidak menunjukkan
ciri khas, dapat ditemukan infiltrat interstisial, konsolidasi, nodul
multipel, kavitas, efusi pleura. Gambaran yang khas dapat terlihat pada
aspergiloma yaitu fungus ball di dalam kavitas pada pemeriksaan foto
toraks. Hasil yang lebih baik didapat dari pemeriksaan CT-scan toraks.
Pemeriksaan laboratorium rutin antara lain: peningkatan jumlah sel
eosinofil pada mikosis paru alergi (ABPA, SAFS), maupun hitung
leukosit pada kondisi akut.
Pemeriksaan mikologi meliputi: pemeriksaan mikroskopik, isolasi dan
identifikasi jamur pada biakan serta deteksi respon serologis terhadap
jamur atau penandanya. Pemeriksaan berbasis molekular saat ini masih
sedang dikembangkan. Uji kepekaan jamur terhadap obat obat antijamur
(OAJ) perlu dilakukan untuk menentukan pemilihan obat yang tepat.
8. penanganan
Penatalaksanaan terdiri atas terapi medikamentosa dan pembedahan. Obat
antijamur dapat diberikan sebagai terapi profilaksis, empiris, pre-
emptive (targeted prophylaxis) dan definitif.
Pilihan OAJ meliputi: golongan polien (amfoterisin-B, nistatin dan
natamisin); golongan azol (itrakonazol, flukonazol, vorikonazol,
posakonazol, isavukonazol); serta golongan ekinokandin (anidulafungin,
mikafungin, kaspofungin).
Pembedahan yaitu terapi definitif untuk aspergiloma. Pada pasien
hemoptisis ringan dianjurkan tirah baring, postural drainage atau terapi
simtomatik lain. Pada pasien hemoptisis berulang atau masif,
pembedahan dilakukan dengan mempertimbangkan risiko/toleransi
operasi. Jika operasi tidak mungkin dilakukan, dapat dipertimbangkan
tindakan embolisasi atau pemberian OAJ transtorakal-intrakavitas.
9. Komplikasi Komplikasi dapat timbul pada kondisi penyakit yang berat, di antaranya:
batuk darah, sepsis, gagal napas, bahkan kematian.
10. Penyakit Penyerta TB paru, bekas TB, PPOK, asma persisten, bronkiektasis, pneumonia,
atau penyakit paru kronik lain dengan kerusakan jaringan paru.
11. Prognosis Prognosis tergantung pada patologi yang mendasari, jamur penyebab,
stasus imunitas pasien, dan penyakit penyerta
12. nasihat o Pengenalan gejala infeksi dan perilaku mencari pengobatan
o Penatalaksanaan penyakit dasar maupun faktor risiko
o Penatalaksanaan penyakit penyerta
13. Indikasi Pulang Pemberian OAJ untuk masalah mikosis paru invasif (fase akut) diberikan
secara intravena selama 1-2 minggu, kemudian dilakukan evaluasi klinis
berdasar kondisi imunosupresi, lokasi penyakit, serta perbaikan klinis
yang nyata. Selanjutnya pasien dapat berobat rawat jalan untuk
melanjutkan pengobatan oral.
SEVERE ACUTE RESPIRATORY
SYNDROME (SARS)
1. Pengertian
Severe acute respiratory syndrome adalah penyakit pernapasan akut
berat yang dipicu oleh SARS coronavirus (SARS-Cov).
2. Anamnesis
Masa inkubasi biasanya antara 2-7 hari tapi bisa memanjang hingga 10
hari, yang seringkali tinggi, dan kadang-kadang timbul menggigil.
Dapat juga disertai gejala lain seperti sakit kepala, malaise, dan nyeri
otot. Pada awal penyakit, beberapa masalah memiliki gejala pernapasan
ringan. Biasanya tidak ada gejala neurologis atau gastrointestinal
walaupun beberapa masalah dilaporkan ada diare cair tanpa darah
ataupun lender selama fase awal demam.
3. Pemeriksaan Fisik
Setelah 3-7 hari, fase respirasi mulai timbul berupa batuk kering non
produktif, sesak napas yang berlanjut hipoksemia.
4. Kriteria diagnosa
DEFINISI KASUS (Penanggulangan SARS Pedoman pemeriksaan
SARS di Bandara, pelabuhan, dan Lintas Batas, Depkes RI, 2003)
Suspect SARS
o Adalah seseorang yang emnderita sakit dengan gejala :
‐ Demam tinggi (>38°C), dengan
‐ Satu atau lebih gangguan pernapasan, yaitu batuk, napas pendek
dan kesulitan bernapas.
‐ Satu atau lebih keadaan berikut :
o Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit, memiliki riwayat
kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosa sebagai
penderita SARS (kontak erat adalah orang yang merawat,
tinggal serumah atau berhubungan langsung dengan cairan
saluran pernapasan atau jaringan tubuh seorang penderita
SARS).
o Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit, melakukan perjalanan
ke tempat terjangkit SARS.
o Penduduk dari daerah terjangkit
o Adalah seseorang yang meninggal dunia sesudah tanggal 1
November 2002 karena emngalami gagal napas akut yang tidak
diketahui penyebabnya dan tidak dilakukan otopsi untuk
mengetahui penyebabnya. Pada 10 hari sebelum meninggal, orang
tersebut mengalami salah satau atau lebih kondisi di abwah ini
yaitu :
‐ Kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosa suspect
atau probable SARS
‐ Riwayat berkunjung ke tempat / negara yang terkena wabah
SARS
‐ bertempat tinggal/ pernah tinggal di temapt/ negara yang
terjangkit wabah SARS.
Gejala tambahan lain: sakit kepala, otot kaku, nafsu makan berkurang,
lesu, bingung, kemerahan pada kulit, diare.
Probabel SARS
o Penderita suspek SARS, pada foto toraks terdapat gambaran
pneumonia atau acute respiratory distress syndrome (ARDS)
o Penderita suspek SARS yang meninggal, setelah dilakukan autopsi,
dari hasil PA ditemukan gambaran ARDS dangan penyebab tidak
jelas.
SARS Terkonfirmasi
Seseorang yang sudah terbukti berdasar pemeriksaan berikut.
o Konfirmasi positif PCR untuk SARS
‐ Paling sedikit ditemukan dari 2 bahan klinik yang berbeda atau
‐ Bahan klinik sama tapi dilakukan 2 hari kemudian atau lebih
dalam masa sakit atau
‐ Cara penilaian yang berbeda atau ulang PCR dengan bahan
klinik asli
o Serokonversi dengan ELISA atau IFA
‐ Antibodi (-) pada masa akut antibodi test (+) pada masa
konvelesen, atau
‐ Titer antibodi meningkat 4 x atau lebih diantara fase akut dan
konvalesen
o Isolasi virus
o Isolasi dari SARS coronavirus pada kultur sel dengan PCR
5. diagnosa Kerja
o Suspek SARS
o Probabel SARS
o SARS terkonfirmasi
6. diagnosa Banding o Pneumonia tipik
o Pneumonia atipik lainnya
7. Pemeriksaan Penunjang
o Umum
‐ Pemeriksaan darah perifer lengkap
‐ Pemeriksaan fungsi hati
‐ Pemeriksaan fungsi ginjal
‐ Pemeriksaan kadar elektrolit
‐ Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
‐ Procasitonin ( PCT)
‐ Fototoraks
o Khusus
‐ Pemeriksaan RT-PCR
‐ Immunofluorescence assay (IFA)
‐ Isolasi Virus
8. penanganan
Suspek SARS, Probabel, Terkonfirmasi
o Pengendalian infeksi : Isolasi
- Terapi suportif : vitamin, nutrisi, imunomodulator
- Simtomatik
- Antibiotik : amoksilin atau amoksilin + antibetalaktamase
Probabel SARS
RINGAN/SEDANG
o Isolasi
o Terapi suportif: vitamin, nutrisi, imunomodulator, cairan, oksigen
o Simtomatik sesuai gejala yang ditemukan
‐ Bronkodilator apabila ditemukan gejala obstruksi (salbutamol,
terbutalin, fenoterol) dalam bentuk sistemik (iv, im, oral), dan
inhalasi (nebulasi, inhalasi dosis terukur).
‐ Antipiretik bila ada demam.
o Antibiotik
‐ Amoksilin + antibetalaktamase iv + makrolid baru, atau
‐ Sefalosporin G2, G3 iv + makrolid baru, atau
‐ Kuinolon respirasi (moksifloksasin, levofloksasin, gatifloksasin)
iv
‐ Antivirus: ribavirin 1.2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/kgBB tiap 8
jam iv
PADA KASUS YANG BERAT
o Ventilator mekanis apabila terjadi gagal napas.
o Steroid: hidrokortison 4 mg/KgBB iv tiap 8 jam atau
metilprednisolon iv 240-320 mg tiap hari.
9. Komplikasi KARENA PENYAKIT
o Sepsis
o Gagal napas
o Gagal multi organ
o Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
KARENA TINDAKAN
o Pneumotoraks
o Ventilator associated pneumonia
10. Penyakit Penyerta o Penyakit paru kronik
o Penyakit gangguan metabolik
o Penyakit imunosupresi
o Malnutrisi
11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad malam
Ad sanasionam: Dubia ad malam
Ad vitam: Dubia ad malam
| 57
12. nasihat o Pengetahuan penyakit SARS: penyebab, cara penularan,
pemakaian alat pelindung diri, dll.
o Asupan gizi yang baik.
o Pencegahan penyakit SARS antara lain tidak berpergian ke lokasi
transmisi lokal SARS.
o Melaksanakan kewaspadaan universal.
13. Indikasi Pulang o Secara klinis tak perlu perawatan.
o Komplikasi telah di atasi.
o Hasil PCR negatif.
AVIAN INFLUENZA
1. Pengertian
Infeksi yang dipicu oleh virus influenza subtipe H5N1 yang pada
biasanya menyerang unggas (burung dan ayam).
2. Anamnesis
ada : kontak erat ( jarak ± 1 meter), terpajan, mengkonsumsi
produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna,
kontak erat dengan unggas, memegang/ menangani sampel (hewan
atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam 7 hari
terakhir disertai gejala sebagai berikut.
Riwayat panas atau suhu ≥ 38 0C (99%) ditambah satu atau lebih gejala
berikut.
o sesak napas (95%)
o batuk (90%)
o nyeri tenggorok.
Gejala lain pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare
atau gangguan cerna. Bila terdapat gejala sesak menandai kelainan
saluran napas bawah yang dapat memburuk dengan cepat.
3. Pemeriksaan Fisik
o Suhu ≥ 38 0C
o Sesak napas bila sudah ada kelainan paru (pneumonia) frekuensi
napas meningkat, nyeri dada, dapat ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki.
4. Kriteria diagnosa
Seseorang dalam investigasi
Seseorang yang telah diputuskan oleh petugas kesehatan setempat
untuk diinvestigasi terkait kemungkinan infeksi H5N1.
Kasus Suspek H5N1
Seseorang dengan demam, suhu > 38o C disertai satu atau lebih gejala
berikut.
- batuk
- sakit tenggorokan
- pilek
- sesak napas
Definisi masalah suspek dibagi dua yaitu
a. Seseorang dengan demam > 38o C dan ILI.
DAN DISERTAI
Satu atau lebih dari pajanan di bawah ini dalam 7 hari sebelum
gejala.
- Kontak erat dengan pasien terkonfirmasi H5N1.
- Terpajan dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai
unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh
kotoran unggas itu dalam wilayah terjangkit dalam
satu bulan terakhir.
- Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak
dimasak dengan sempurna.
- Kontak erat dengan binatang lain yang telah
dikonfirmasi terinfeksi H5N1. Memegang/ menangani
sampel yang dicurigai mengandung virus H5N1 di
laboratorium.
b. Menangani sampel yang dicurigai mengandung virus H5N1 di
laboratorium.
- Ditemukan leukopeni.
- Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5.
- Foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat
memburuk pada serial foto.
- Seseorang dengan gejala ILI secara klinis dan
radiologis yang cepat mengalami perburukan
meskipun riwayat kontak tidak jelas.
Kasus Probabel H5N1
Kriteria masalah suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di
bawah ini.
- Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4
kali.
- Terdeteksinya antibodi spesifik H5.
Atau
Seseorang yang meninggal karena penyakit saluran napas akut
yang tidak bisa dijelaskan tetapi diduga terkait H5N1.
Kasus H5N1 terkonfirmasi
Seseorang yang memenuhi kriteria masalah suspek atau probabel
DAN DISERTAI
Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu
laboratorium influenza, yang hasil pemeriksaan H5N1-nya:
- Hasil PCR H5N1 positif
- Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1
- Isolasi virus H5N1.
Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum
yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan penyakit disertai
hasil positif uji serologi lain.
5. diagnosa Kerja
o Seseorang dalam investigasi
o Kasus suspek
o Kasius probabel
o Kasus terkonfirmasi
6. diagnosa Banding
o Pneumonia yang dipicu virus lain, bakteri, jamur
o Demam berdarah
o Demam tipoid
o HIV dengan infeksi
o Leptospirosis
o TB paru
7. Pemeriksaan Penunjang
UMUM
o Pemeriksaan hematologi pemeriksaan darah rutin (hemoglobin ,
hematokrit leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total)
o Pemeriksaan kimia darah: Albumin, globulin, SGOT, SGPT,
ureum, kreatinin, analisis gas darah, analisis gas darah, C Reactive
Protein, Prokalsitonin
o Pemeriksaan foto toraks PA/Lateral serial menunjukkan
perburukan yang progresif
o Pemerikaan CT-Scan toraks dipertimbangkan pada suspek Flu
burung dengan foto toraks normal
KHUSUS
Spesimen aspirasi nasofaringeal, serum, apus hidung tenggorok atau
cairan tubuh lainnya seperti cairan pleura, cairan ETT (Endotracheal
Tube), usap dubur pada masalah anak dan diare untuk konfirmasi
diagnostik, dibuktikan dengan:
o Uji RT-PCR (Polymerasi Chain Reaction) untuk H5 yang
primernya spesifik untuk isolat virus H5N1 di Indonesia
o Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil
<7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi
netralisasi konvalesen harus pula >1/80.
o Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum
yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit)
disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah
merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif.
o Isolasi virus
o Pemeriksaan post mortem (Nekropsi) : untuk pemeriksaan Patologi
Anatomi dan PCR . Jika tidak memungkinkan diambil spesimen
lain: cairan pleura, cairan dari ETT, apusan hidung, apusan
tenggorok, dan usap dubur.
8. penanganan
MEDIKAMENTOSA
o Antiviral diberikan secepat mungkin 48 jam pertama
Pasien suspek flu burung langsung diberikan oseltamivir 2 x 75
mg.
a. Dewasa atau anak < 13 tahun diberikan oseltamivir 2 x 75 mg
selama 5 hari.
b. Anak ≥ 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari
selama 5 hari.
o Terapi suportif dan simtomatik.
o Antibiotik spektrum luas (mencakup kuman tipikal dan atipikal).
o Penatalaksanaan sepsis apabila ditemukan sepsis.
o Steroid
Pada kondisi syok yang tak respons dengan cairan, golongan
vasopresor, dapat dipertimbangkan pemberian
a. Dewasa: Hidrokortison 200-300mg/hari atau padanannya
metilprednisolon 0,5-1 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
dalam 24 jam ( dosis terbagi setiap 6-8 jam )
b. Anak: Hidrokortison 2 mg/kgBB IV atau padanannya
dexametason 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam atau metilprednisolon
1-2 mg/kgBB IV setiap 6 jam
o Immunomodulator
PROFILAKSIS
Dosis 1 X 75 mg diberikan pada kelompok risiko tinggi terpajan
7-10 hari dari pajanan terakhir.
Profilaksis jangka panjang maksimal 6-8 minggu.
NON MEDIKAMENTOSA
o Pengendalian infeksi
o Makan makanan bergizi
o Respiratory care
9. Komplikasi o Pneumonia
o Gagal napas
o ARDS
o Multi organ failure
10. Penyakit Penyerta o Penyakit paru kronik
o Penyakit gangguan metabolik
o Penyakit imunosupresi
o Malnutrisi
11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad malam
Ad sanasionam: Dubia ad malam
Ad vitam: Dubia ad malam
12. nasihat o Pengetahuan penyakit flu burung: penyebab, cara penularan,
pemakaian alat pelindung diri, dll
o Asupan gizi yang baik
o Pencegahan penyakit flu burung
o Melaksanakan kewaspadaan universal
13. Indikasi Pulang INDIKASI KELUAR ICU
Setelah 24 jam pasien disapih dan diekstubasi tanpa adanya kelainan
baru maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan.
KRITERIA PINDAH RAWAT DARI RUANG ISOLASI KE RUANG
PERAWATAN BIASA
o Terbukti bukan masalah flu burung.
o Untuk masalah PCR positif dipindahkan setelah PCR negatif.
o Setelah tidak demam 7 hari.
o Pertimbangan lain dari dokter.
KRITERIA KASUS YANG DIPULANGKAN DARI PERAWATAN
BIASA
o Tidak panas 7 hari dan hasil laboratorium dan radiologi
menunjukkan perbaikan.
o Pada anak < 12 tahun dengan PCR positif, 21 hari setelah awitan
(onset) penyakit.
o Jika kedua syarat tak dapat dipenuhi maka dilakukan pertimbangan
klinik oleh tim dokter yang merawat.
INFLUENZA A BARU (H1N1)
1. Pengertian
Infeksi yang dipicu oleh virus influenza A Baru (H1N1). Mudah
menular dari manusia ke manusia.
2. Anamnesis
Influenza like ilness (ILI) yaitu demam dengan suhu > 380C, batuk,
pilek, nyeri otot dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang mungkin
menyertai: sakit kepala, sesak napas, nyeri sendi, mual, muntah dan
diare. Gejala klinis fatigue dapat terjadi pada anak.
3. Pemeriksaan Fisik
Mulai tanpa gejala sampai ada gejala.
Bila ada, gejala influenza A (H1N1) sama dengan infeksi virus
influenza secara umum.
Pemeriksaan fisik tergantung organ yang terlibat
o Sistemik: demam ≥ 38 0 C
o Nasofaring: faringitis
o Respirasi : pneumonia
o Gastrointestinal : diare, mual dan muntah
o Muskuloskeletal: nyeri sendi
o Psikologis: letargi, tidak nafsu makan
4. Kriteria diagnosa
o Kasus suspek H1N1
Seseorang dengan gejala infeksi pernapasan akut (demam >380C)
mulai dari yang ringan (Influenza like illnes) sampai dengan
pneumonia, ditambah salah satu keadaan di bawah ini:
- dalam 7 hari sebelum sakit kontak dengan masalah
konfirmasi influenza A (H1N1)
- dalam 7 hari sebelum sakit pernah berkunjung ke area
yang terdapat satu atau lebih masalah konfirmasi
Influenza A (H1N1)
o Probabel
Seseorang dengan gejala di atas disertai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium positif terhadap influenza A tetapi tidak dapat
diketahui subtipenya dengan memakai reagen influenza
musiman.
Atau
Seseorang yang meninggal karena penyakit infeksi saluran
pernapasan akut yang tidak diketahui penyebabnya dan
berhubungan secara epidemiologi (kontak dalam 7 hari sebelum
onset) dengan masalah probabel atau konfirmasi.
o Konfirmasi
Seseorang dengan gejala di atas sudah konfirmasi laboratorium
influenza A (H1N1) dengan pemeriksaan satu atau lebih tes di
bawah ini :
‐ Real time (RT) PCR
‐ Kultur virus
‐ Peningkatan 4 kali antibodi spesifik influenza A (H1N1) dengan
netralisasi tes
diagnosa influenza A baru H1N1 secara klinis
o Kriteria ringan yaitu gejala ILI, tanpa sesak napas, tidak disertai
pneumonia dan tidak ada faktor risiko.
o Kriteria sedang gejala ILI dengan salah satu dari kriteria: faktor
risiko, penumonia ringan (bila terdapat fasilitas foto toraks) atau
disertai keluhan gastrointestinal yang mengganggu seperti mual,
muntah, diare atau berdasar penilaian klinis dokter yang
merawat.
o Kriteria berat bila ditemukan kriteria yaitu pneumonia luas
(bilateral, multilobar), gagal napas, sepsis, syok, kesadaran
menurun, sindrom sesak napas akut (ARDS) atau gagal multi organ.
5. diagnosa Kerja
o Suspek H1N1
o Probabel H1N1
o Konfirmasi H1N1
6. diagnosa Banding
o Flu musiman
o Flu burung
o Demam dengue
o Infeksi paru yang dipicu oleh virus lain, bakteri atau jamur
o Demam tifoid
o HIV dengan infeksi sekunder
o TB paru
o MERS-Cov
7. Pemeriksaan Penunja ng
UMUM
o Laboratorium: pemeriksaan darah rutin (Hb, leukosit, trombosit,
hitung jenis leukosit).
o Pemeriksaan apusan (aspirasi nasofaring atau bilasan/ aspirasi
hidung).
o Jika belum bisa dengan cara di atas maka dengan kombinasi apusan
hidung dan orofaring.
o Pada pasien dengan intubasi dapat diambil secara aspirasi
endotrakeal.
o Pemeriksaan kimia darah: albumin, globulin, SGOT, SGPT, ureum,
kreatinin, analisis gas darah.
o Pemeriksaan radiologik: PA dan lateral.
o Pemerikaan CTscan toraks (bila diperlukan).
KHUSUS
Pemeriksaan laboratorium virologi
Untuk mendiagnosa konfirmasi influenza A (H1N1) dengan cara :
o Real time (RT) PCR hanya pada pasien yang dirawat, kluster, masalah
influenza tak lazim
o kultur virus
o peningkatan 4 kali antibodi spesifik influenza A (H1N1) dengan
netralisasi tes.
8. penanganan
Medikamentosa
o Oseltamivir diberikan secepat mungkin 48 jam pertama.
‐ Pemberian antiviral tersebut diutamakan pada pasien rawat inap
dan kelompok risiko tinggi komplikasi.
‐ Dewasa atau anak ≥ 14 tahun diberikan oseltamivir 2 x 75 mg
selama 5 hari
‐ Anak (umur,12 bulan atau lebih), BB
o < 15 kg 60mg/ hari terbagi 2 dosis
o 15-23 kg 90mg/ hari terbagi 2 dosis
o 24-40 kg 120mg/ hari terbagi 2 dosis
o > 40 kg 150mg/ hari terbagi 2 dosis
o Bila ada tanda-tanda infeksi bakterial diberikan antibiotik spektrum
luas (mencakup kuman tipikal dan atipikal).
o Penatalaksanaan sepsis apabila ditemukan sepsis.
o Terapi suportif.
o Penggunaaan kortikosteroid secara rutin harus dihindarkan pada
pasien influenza A baru H1N1. Kortikosteroid dapat diberikan
pada syok septik yang memerlukan vasopresor dan diduga
mengalami adrenal insufisiensi. Kortikosteroid diberikan dengan
dosis rendah: hidrokortison 300 mg /hari dosis terbagi.
Non medikamentosa
o Kelompok dengan gejala klinis ringan dipulangkan dengan diberi
obat simtomatis dan KIE untuk waktu istirahat di rumah.
o Makan makanan bergizi.
o Memakai masker.
9. Komplikasi o Gagal napas
o Ventilator associated pneumonia (VAP)
o Sepsis
o ARDS
o Gagal multiorgan
10. Penyakit Penyerta o PPOK
o Penyakit kronik lainnya (penyakit jantung, diabetes mellitus,
gangguan metabolik, penyakit ginjal, hemoglobinopati, penyakit
imunosupresi, gangguan neurologi)
o Malnutrisi
o Kondisi lain :
- Kehamilan
- Obesitas
11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad bonam
Ad sanasionam: Dubia ad bonam
Ad vitam: Dubia ad bonam
12. nasihat o Penjelasan mengenai penyakit influenza baru (H1N1) antara lain
penyebab dan cara penularan .
o Perilaku hidup bersih dan sehat, menghindari kontak dengan
penderita, menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci
tangan dengan sabun dan menerapkan etika batuk ketika sakit ,
memakai alat pelindung diri masih menjadi efektif sebagai upaya
66 |
pencegahan dini infeksi virus tersebut.
o Asupan gizi yang baik.
o Melaksanakan kewaspadaan universal.
13. Indikasi Pulang o Secara klinis tak perlu perawatan
o Komplikasi telah di atasi
o Hasil PCR negatif
TUBERKULOSIS PARU
1. Pengertian Infeksi pada jaringan paru yang dipicu oleh Mycobacterium
tuberculosis
Terduga (Presumptive) TB
Adalah seseorang yang memiliki keluhan atau gejala klinis
mendukung TB. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dapat disertai dahak, dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas,
badan lemas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali
bukan yaitu gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak
harus selalu selama 2 minggu atau lebih.
Pasien TB dengan konfirmasi bakteriologis
Adalah pasien TB yang terbukti positif bakteriologi pada hasil
pemeriksaan (contoh uji bakteriologi adalah sputum, cairan tubuh dan
jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis langsung, TCM TB, atau
biakan.
Termasuk dalam tipe pasien tersebut adalah :
o Pasien TB paru BTA positif
o Pasien TB paru hasil biakan MTB positif
o Pasien TB paru hasil tes cepat MTB positif
o Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan
BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena
o TB anak yang terdiagnosa dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pasien TB berdasar diagnosa klinis
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosa secara
bakteriologis tetapi didiagnosa sebagai pasien TB aktif oleh dokter dan
diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.Termasuk dalam tipe pasien
ini adalah :
o Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB.
o Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis
setelah diberikan antibiotika non OAT dan memiliki faktor risiko
TB.
o Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosa secara klinis maupun
laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
o TB anak yang terdiagnosa dengan sistim skoring.
Pasien TB yang terdiagnosa secara klinis jika dikemudian hari
terkonfirmasi secara bakteriologis harus diklasifikasi ulang menjadi
pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.
KLASIFIKASI TB
1. berdasar lokasi anatomis
a. TB paru: masalah TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial.
b. Tb ekstra paru: masalah TB yang melibatkan organ di luar parenkim
paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran
genitorurinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak.
2. berdasar riwayat pengobatan sebelumnya
a. Kasus baru : belum pernah dapat OAT sebelumnya atau riwayat
memperoleh OAT dengan total dosis kurang dari 28 hari
b. Kasus dengan riwayat pengobatan: pernah memperoleh OAT 1
bulan atau lebih
c. Kasus kambuh: pernah memperoleh OAT dan dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat
ini ditegakkan diagnosa TB kembali.
d. Kasus pengobatan setelah gagal: sebelumnya sudah pernah
memperoleh OAT namun dinyatakan gagal pada akhir
pengobatan
e. Kasus setelah loss to follow up: pernah menelan OAT 1 bulan atau
lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut.
f. Kasus lain-lain: sebelumnya pernah mendapat OAT dan hasil
akhir pengobatan tidak diketahui.
g. Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui: pasien yang
tidak diketahui riwayat pengobatan sebelymnya.
3. berdasar hasil uji kepekaan obat
a. Monoresistan: resistan terhadap salah satu OAT lini pertama
b. Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan
c. Multidrug resistant (TB MDR): minimal resistan terhadap
isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan
d. Pre-XDR: resistans terhadap salah satu obat golongan
fluorokuinolon atau salah satu OAT injeksi lini dua
e. Extensive drug resistant (TB XDR): TB MDR yang resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu
OAT injeksi lini dua
4. berdasar status HIV
a. TB dengan HIV positif
b. TB dengan HIV negatif
c. TB dengan status HIV tidak diketahui
2. Anamnesis o Gejala utama: batuk berdahak 2 minggu
o Gejala tambahan
‐ batuk darah
‐ sesak napas
‐ badan lemas
‐ penurunan nafsu makan
‐ penurunan berat badan yang tidak disengaja
‐ malaise
‐ berkeringat di malam hari tanpa kegiatan fisik
‐ demam subfebris lebih dari satu bulan
‐ nyeri dada
Gejala di atas dapat tidak muncul secara khas pada pasien dengan
koinfeksi HIV.Selain gejala tersebut, perlu digali riwayat lain untuk
menentukan faktor risiko seperti kontak erat dengan pasien TB,
lingkungan tempat tinggal kumuh dan padat penduduk, dan orang yang
bekerja di lingkungan berisiko menimbulkan pajanan infeksi paru,
misalnya tenaga kesehatan atau aktivis TB.
3. Pemeriksaan fisik Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit biasanya tidak
(atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada biasanya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen
posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
4. Kriteria diagnosa o Anamnesis, Pemeriksaan fisik, radiologi menyokong TB
o Terbukti secara bakteriologik (BTA atau Gene-Xpert atau biakan)
o keadaan tertentu terbukti secara histopatologis
o Riwayat pengobatan TB sebelumnya
o Status HIV bila ada
5. diagnosa kerja o Tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis
o Tuberkulosis paru terkonfirmasi klinis
berdasar status HIV, dapat dibagi menjadi HIV + dan HIV -
6. diagnosa banding o Pneumonia komunitas
o Bronkiektasis
o Mikosis paru
o Tumor paru
Penyakit ini perlu diwaspadai pada masalah yang termasuk risiko tinggi
untuk kanker paru yakni umur 40 – 50 tahun, laki-laki, perokok berat,
BTA sputum (-) tidak menampakkan respons klinik yang memadai
pada awal pengobatan.
7. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Bakteriologis
o Bahan pemeriksaan: dahak, bronchoalveolar lavage (BAL)
o Dahak /sputum BTA minimal 2x dengan minimal 1x pagi hari. Untuk
TCM, pemeriksaan dahak cukup 1x/
o Cara pemeriksaan dahak dan BAL dilakukan dengan cara
mikroskopik dan biakan
o Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen dan atau
pewarnaan Auramin-rhodamin
o Biakan bakteri TB dapat memakai media padat (Lowenstein-
Jensen) maupun media cair (Mycobacteria Growth Indicator
Tube/MGIT)
o Tes Cepat Molekuler (TCM) : memakai GeneXpert MTB/RIF
dan atau jenis lain
o Uji molekular lainnya:
o MTBDRplus (uji kepekaan untuk R dan H)
o MTBDRsl (uji kepekaan untuk etambutol, aminoglikosida, dan
florokuinolon)
o Molecular beacon testing (uji kepekaan untuk R)
o PCR-Based Methods of IS6110 Genotyping
o Spoligotyping
o Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
o MIRU / VNTR Analysis
o PGRS RFLP
o Genomic Deletion Analysis
o Genoscholar: PZA TB II (uji kepekaan untuk Z), NTM+MDRTB II
(uji kepekaan untuk identifikasi spesies Mycobacterium dan uji
kepekaan H + R), serta FQ+KM-TB II (uji kepekaan florokuinolon
dan kanamisin)
o Interferon-Gamma Realease Assays (IGRAs): tidak dapat dipakai
untuk mendiagnosa TB aktif, tapi hanya dipakai untuk
mendiagnosa TB laten.
o Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
Pemeriksaan lain:
o Radiologi: Foto toraks, PA/lateral/lateral dekubitus/obliq
o Histopatologi jaringan: biopsi jaringan paru dan lesi yang dicurigai
o Uji Tuberkulin: kurang bermakna pada orang dewasa
o CT scan toraks pada keadaan khusus bila diperlukan
8. penanganan
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
o Prinsip pengobatan TB yang adekuat meliputi:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan obat yang meliputi
minimal empat macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
terhadap OAT.
b. OAT diberikan dalam dosis yang tepat.
c. OAT ditelan secara teratur dan diawasi oleh pengawas menelan
obat (PMO) hingga masa pengobatan selesai.
d. OAT harus diberikan dalam jangka waktu yang cukup, meliputi
tahap awal/ fase intensif dan tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan
�