Urgensi Spesimen Darah Vena
Darah merupakan spesimen biologis yang umum diambil pada ma nusia . Tidak sedikit penelitian kedokteran dan
kesehatan (biomedis) menggunakan spesimen darah sebagai bahan
pemeriksaan. Spesimen yang digunakan dalam bentuk darah (whole
blood), serum, plasma, atau komponen sel. Penelitian biomedis
memanfaatkan spesimen darah, serum, plasma, dan komponen sel
untuk pemeriksaan laboratorium guna menegakkan diagnostik mau pun melihat perkembangan hasil intervensi penelitian seperti pe ngaruh pemberian obat (National Research Council (US) Committee
to Study the National Needs for Biomedical, Behavioral, 2011).
Perlu diketahui, pengambilan dan penanganan spesimen darah
yang tidak tepat dapat menyumbangkan kesalahan pada pemeriksaan
laboratorium. Kesalahan tersebut dikenal sebagai kesalahan pre analitik dan menyumbang sekitar 70% dari semua kesalahan dalam
diagnostik laboratorium ,Kesalahan pada tahap
tersebut dapat berdampak pada akurasi pemeriksaan dan secara
langsung mengakibatkan kesalahan interpretasi hasil.
Pre-analitik merupakan tahapan sebelum melakukan pemerik saan laboratorium yang dimulai dari persiapan pasien (responden),
pengumpulan spesimen, transportasi, hingga pengolahan spesimen
pemeriksaan. Jenis kesalahan pre-analitik yang sering dilaporkan
terdiri atas 1) kesalahan pemberian identitas responden, 2) pe ngumpulan spesimen pada wadah yang tidak sesuai, 3) volume darah
tidak mencukupi untuk pemeriksaan, 4) rasio antikoagulan dengan
darah tidak sesuai, 5) penyimpanan spesimen yang tidak benar, 6)
spesimen rusak (hemolisis atau aglutinasi), dan 7) kondisi transpor tasi dan penyimpanan spesimen darah pada temperatur yang tidak
tepat . Oleh karena itu, peneliti ha rus memiliki wawasan keilmuan pre-analitik pengambilan spesimen
darah.
Berdasarkan permasalahan tersebut, buku ini mencoba mem berikan solusi dengan menyajikan tata cara pengambilan darah
vena dan penanganannya sesuai standar operasional prosedur di pe layanan kesehatan dan laboratorium kesehatan. Selain itu, buku ini
juga dilengkapi dengan informasi terbaru dari berbagai jurnal ilmiah.
Keunikan buku ini ialah disusun melalui pendekatan ilmu
teknologi laboratorium medik, yaitu suatu ilmu yang berfokus pada
pelayanan dan pemeriksaan laboratorium medik. Selain itu, buku ini
juga disusun dengan mengacu pada standar pelayanan dan peraturan
pemerintah yang berlaku. Dengan demikian, penelitian biomedis
yang menggunakan pemeriksaan laboratotorium medik dapat
memenuhi standar pelayanan. Buku ini juga memberikan wawasan
tentang aspek legal pengambilan darah vena, aspek keselamatan
orang yang terlibat dalam penelitian, berbagai alat dan bahan yang
digunakan, serta penjaminan mutu pada spesimen.
Buku ini ditujukan untuk peneliti termasuk dosen dan mahasiswa
guna meningkatkan wawasan keilmuan. Selain itu, buku ini juga
ditujukan kepada praktisi pengambil darah atau tenaga kesehatan
yang terlibat penelitian agar memahami tata cara pengambilan dan
penanganan spesimen darah vena.
B. Flebotomi
Teknik pengambilan darah dikenal dengan istilah flebotomi. Nama
flebotomi berasal dari bahasa Yunani kuno yang secara harfiah ber arti fléba (dari flés) yang artinya vena dan tomia (dari témno) yang
berarti insisi. Berdasarkan pendekatan tersebut, flebotomi dapat di artikan sebagai insisi vena. Memang, bangsa Yunani kuno menggu nakan penyayatan pembuluh darah vena untuk mengeluarkan darah
dengan tujuan terapeutik. Akan tetapi, saat ini, insisi vena lebih dike nal dengan istilah venipuncture atau dalam bahasa Indonesia disebut
sebagai teknik pengambilan darah vena atau pungsi vena. Orang
yang melakukan flebotomi disebut flebotomis
Teknik pengambilan darah vena merupakan teknik yang sering
dilakukan karena penggunaan spesimen darah vena yang sering
diminta untuk pemeriksaan laboratorium. Terdapat dua teknik lain
untuk pengambilan darah, yaitu teknik pengambilan darah kapiler
yang juga disebut skinpuncture dan teknik pengambilan darah arteri
yang juga disebut arterial puncture ,
Prosedur flebotomi harus dilakukan di tempat tenang, bersih,
dan cukup penerangan. Selain itu, aspek yang perlu diperhatikan
flebotomis selain mendapatkan spesimen yang memenuhi standar
pemeriksaan, juga harus memperhatikan kenyamanan dari responden
(WHO, 2010b). Oleh karena itu, seseorang yang akan melakukan
prosedur flebotomi harus benar-benar individu yang terlatih agar
bisa menyesuaikan teknik dan alat yang akan digunakan dengan
kondisi responden. Flebotomis juga harus memperhatikan aspek
keselamatan responden dan dirinya untuk mencegah penularan
paparan patogen yang ditularkan melalui darah. Oleh karena itu,
protokol pengambilan darah harus dipatuhi dan spesimen darah
diperlakukan sebagai spesimen infeksius
C. Personel Pengambil Darah
Personel yang dapat melakukan flebotomi adalah individu yang telah
melakukan pendidikan atau pelatihan tentang teknik flebotomi dan
dinyatakan lulus sebagai flebotomis ,Saat melakukan
uji kelaikan etik penelitian, peneliti akan ditanya terkait personel
yang akan melakukan flebotomi dan meminta bukti bahwa personel
telah terampil sebagai seorang flebotomis dengan menyertakan ser tifikat kompetensi, sertifikat pelatihan, atau surat izin praktik.
Sebaiknya, personel yang melakukan flebotomi adalah petu gas kesehatan yang telah ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
4 Tahun 2002 tentang Laboratorium Kesehatan Swasta, pengam bilan spesimen pada laboratorium swasta dilakukan oleh perawat.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 411 Tahun
2010 tentang Laboratorium Klinik menyebutkan bahwa pengambi lan bahan pemeriksaan atau spesimen klinik dilakukan oleh perawat
dan analis kesehatan (sekarang disebut ahli teknologi laboratorium
medik, ATLM). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 78 Tahun 2014 tentang Skrining Hipotiroid Kongenital,
pengambilan spesimen darah dilakukan oleh dokter, bidan, per awat, dan ATLM. Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 42 Tahun 2015 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Ahli Teknologi Laboratorium Medik menyebutkan bahwa
pengambilan spesimen darah dilakukan oleh ATLM
Penentuan flebotomis sangat berperan penting dalam memini malkan kesalahan selama pengambilan darah pada tahap pre-anal itik. Selain itu, pemilihan flebotomis dari tenaga kesehatan dapat
memberikan keamanan dan keselamatan bagi responden selama fle botomi karena dapat memberikan pertolongan pertama jika terjadi
gangguan medis selama flebotomi
D. Profesionalitas
Personel pengambil darah harus mampu menunjukkan citra pro fesional untuk sebagai seorang flebotomis. Citra ini melibatkan
penampilan, sikap, keterampilan komunikasi, dan sikap saat di ruang
perawatan. Citra ini perlu dibangun di samping kompetensi utama
dalam melakukan pengambilan darah guna membentuk kepercayaan
kepada responden sebagai seorang yang profesional
Flebotomis harus memperhatikan penggunaan jas laboratorium
yang bersih dan baik, sepatu yang bersih dan sesuai penampilan,
serta kebersihan pribadi termasuk rambut dan kuku. Flebotomis
perempuan berambut panjang sebaiknya rambut diikat dengan rapi,
sementara flebotomis laki-laki harus berambut pendek dan rapi.
Penampilan yang baik akan memberikan kesan lebih baik dalam
menjalin interaksi dan komunikasi dengan responden. Penampilan
selain memproyeksikan flebotomis juga memainkan peran utama
dalam menentukan seseorang yang akan melakukan pengambilan
darah terlihat profesional atau tidak Citra pro fesional lainnya ialah sikap yang merupakan perasaan atau emosi
yang dimiliki seseorang terhadap suatu pekerjaan atau aktivitas
yang melibatkan perilaku atau karakteristik. Sikap profesional yang
harus dimiliki ialah integritas atau kejujuran sehingga melakukan
apa yang harus dilakukan secara benar. Sikap welas asih diperlukan
agar dapat merasakan penderitaan responden, terutama yang sakit,
sehingga flebotomis peka terhadap kebutuhan responden. Sikap mo tivator diperlukan agar mampu mendorong munculnya semangat
kepada responden. Sikap etos kerja diperlukan agar flebotomis dapat
diandalkan dan mengarahkan diri sendiri karena keyakinan akan
pentingnya pekerjaan sehingga dikerjakan dengan antusias. Sikap
diplomatis diperlukan agar mampu menangani situasi permasalahan
dengan solusi. Sikap etis diperlukan agar mampu menyesuaikan diri
dengan standar perilaku yang benar dan salah
Kemampuan berkomunikasi menjadi hal penting bagi seorang fle botomis. Jika flebotomis mampu mendengarkan responden dengan
baik, hal itu akan membentuk interpersonal yang baik dan sangat
penting dalam membangun hubungan baik dengan responden. Agar
menjadi pendengar yang aktif, flebotomis dapat memberikan umpan
balik untuk memastikan bahwa flebotomis menafsirkan perkataan
responden. Selain itu, flebotomis juga harus merespons dengan baik
terhadap kebutuhan responden, terutama pada pasien di pelayanan
kesehatan, karena sikap flebotomi akan memberikan kesan yang baik
untuk responden, bahkan kesan baik terhadap pelayanan kesehatan.
Selain komunikasi verbal, flebotomis juga harus memahami komu nikasi nonverbal. Berbeda dengan komunikasi verbal yang terbentuk
dari kata satu dimensi, komunikasi nonverbal bersifat multidimensi
yang melibatkan banyak elemen. Banyak yang dapat dipelajari ten tang perasaan pasien yang sebenarnya dengan mengamati komuni kasi nonverbal yang jarang ada Citra profesional
bijaksana perlu dilakukan jika flebotomi dilakukan di ruang rawat
karena umumnya bertemu keluarga pasien atau orang yang sedang
membesuk. Keluarga pasien atau orang yang sedang membesuk
diperkenankan untuk meninggalkan ruangan. Akan tetapi, jika res ponden merupakan anak, anggota keluarga agar tetap di kamar dan
mendampingi responden. Hal ini disebabkan karena keluarga dapat
menjadi faktor kenyamanan bagi responden anak
E. Variasi Biologis
Peneliti dan flebotomis harus memahami faktor fisiologis yang dapat
memengaruhi hasil karena adanya variasi intra-individual (dalam
individu yang sama) dan inter-individual (antarindividu) Contoh berbagai faktor ini adalah jenis kelamin,
umur, ras, ritme diurnal, olahraga, stres, merokok, serta postur tu buh saat flebotomi Beberapa faktor fisiologis
tersebut dapat dikendalikan seperti diet, tetapi sebagian lainnya ti dak dapat dikendalikan seperti umur. Oleh karena itu, peneliti atau
flebotomis harus mengerti faktor tersebut dan faktor yang dapat
dikendalikan sebaiknya dikontrol untuk memperkecil variasi bio logis yang dapat memengaruhi hasil penelitian. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013 tentang Cara
Penyelenggaraan Laboratorium Klinik yang Baik menyebutkan ber bagai macam faktor yang dapat memengaruhi hasil pemeriksaan di
laboratorium. Berbagai faktor tersebut terdiri atas diet, obat-obatan,
merokok, alkohol, aktivitas fisik, ketinggian, demam, trauma, circa dian rythme, umur, ras, jenis kelamin, dan kehamilan
F. Patogen dalam Darah
Telah disampaikan sebelumnya bahwa spesimen darah harus diper lakukan sebagai bahan infeksius. Tindakan tersebut dilakukan se bagai upaya pencegahan penularan patogen yang terdapat dalam
darah, seperti virus hepatitis dan human immunodeficiency virus
(HIV). Oleh karena itu, flebotomi juga harus memahami bagaima na patogen ini dan memahami keparahan yang dapat ditimbulkan
Penularan patogen dapat terjadi melalui paparan darah dari res ponden yang terinfeksi. Penularan tersebut umumnya berupa kontak
darah saat membersihkan lokasi penusukan dan menutup luka, per cikan dari spuit saat memindahkan darah, dan percikan aerosol saat
pembuatan serum atau plasma. Infeksi terjadi jika percikan darah
mengenai selaput lendir seperti mata, dan mulut, atau terpapar da rah dalam jumlah banyak dan lama. Selain itu, risiko lain yang mung kin terjadi ialah tertusuk jarum yang sudah digunakan responden
terinfeksi .
Hepatitis adalah patogen yang ditularkan melalui darah. Pada
dasarnya, kata “hepatitis” berarti “radang hati”. Akan tetapi, pem bahasan ini berfokus pada patogen yang disebabkan oleh virus.
Terdapat berbagai macam jenis virus hepatitis dan yang perlu menja di perhatian paling penting adalah hepatitis B dan hepatitis C karena
virus ini adalah patogen yang ditularkan melalui darah dan dapat
menyebabkan penyakit serius ,,
Virus hepatitis B (hepatitis B virus, HBV) adalah patogen yang
menyerang organ hati. Penularannya terjadi melalui darah atau
cairan tubuh lainnya yang terinfeksi. HBV dapat bertahan pada da rah kering hingga satu minggu. Patogen ini sangat membahayakan
bagi tenaga kesehatan atau pasien lainnya karena penularan dapat
terjadi melalui jarum suntik atau benda tajam lainnya, permukaan
yang terkontaminasi, paparan aerosol, atau cipratan yang terjadi
saat penanganan spesimen terinfeksi HBV .
Hepatitis B menyebabkan gejala mirip flu dan bisa mengakibatkan
sakit kuning. Gejala infeksi sering kali tidak muncul sampai berbu lan-bulan setelah virus menginfeksi tubuh. Sebagian besar pasien
yang terinfeksi dapat sembuh, tetapi sekitar 2% pasien yang terinfek si akan mengembangkan infeksi kronis yang mengakibatkan sirosis
hati atau kanker. Ada juga pasien yang mungkin sebagai pembawa
HBV karena tidak bergejala sehingga tidak diketahui, tetapi berpo tensi menularkan. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh
peneliti dan flebotomis ialah dengan melakukan vaksinasi. Terdapat
bentuk baru dari virus hepatitis dan ditemukan hanya pada pasien
positif HBV, diduga merupakan mutan atau varian dari HBV yang
disebut sebagai hepatitis D ,.
Virus hepatitis C (hepatitis C virus, HCV) adalah patogen
yang ditularkan melalui darah terutama melalui penggunaan jarum
suntik sembarangan, seperti pada penggunaan narkoba, penerima
transfusi darah atau produk darah lainnya, serta pemasangan tato.
Gejala infeksi HCV lebih ringan daripada gejala HBV sehingga sering
salah dibaca sebagai gejala flu. Tidak seperti hepatitis B yang jarang
berkembang menjadi bentuk penyakit kronis, seseorang yang terin feksi hepatitis C biasanya berlanjut ke stadium kronis yang mencapai
80% hingga 85%. Dari jumlah tersebut, sebagian kecil mengalami
kerusakan hati permanen dan/atau gagal hati. Penularan virus hepa titis C dalam pengaturan layanan kesehatan biasanya membutuhkan
pajanan yang lebih besar daripada yang diperlukan untuk menular kan HBV ,
Virus hepatitis A (hepatitis A virus, HAV) bukan patogen yang
ditularkan melalui darah, tetapi perlu dipahami bagaimana penular annya. HAV menyerang hati pasien yang terinfeksi dan menyebab kan peradangan seperti bentuk infeksi virus hepatitis lainnya. HAV
sangat menular dan ditularkan melalui tinja. Kotoran yang mengan dung virus kemudian dapat ditularkan ke orang lain melalui kontak
langsung, seperti menyentuh orang lain atau kontak tidak langsung
melalui makanan, air, atau benda mati. Pasien dengan HAV biasanya
menunjukkan gejala lebih cepat daripada pasien HBV atau HCV dan
sering kali menunjukkan sakit lebih parah. HAV jarang berkembang
menjadi infeksi kronis atau kerusakan hati permanen
Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan patogen
yang menyerang sistem kekebalan tubuh orang. Infeksi HIV dapat
menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang leukosit
di dalam tubuh penderita yang dikenal sebagai sel CD4. Peran leu kosit tersebut adalah melawan berbagai macam infeksi dalam tubuh
sehingga penderita HIV rentan terhadap infeksi oportunistik. Selain
itu, pasien HIV juga rentan terkena berbagai jenis kanker tertentu
Pasien yang terinfeksi HIV akan mengalami beberapa tahap.
Awalnya, pasien mengalami pembengkakan kelenjar atau mungkin
memiliki gejala mirip flu ringan. Biasanya, hal ini berlangsung ber minggu-minggu hingga berbulan-bulan. Selain itu, karena jumlah
partikel virus dalam tubuh pasien yang terinfeksi masih rendah, hasil
tes HIV akan negatif. Tes HIV dirancang untuk mendeteksi antibodi
terhadap virus dan pada tingkat antibodi pada seseorang tidak cukup
tinggi untuk dideteksi pada tahap awal infeksi. Pasien masih mampu
menularkan HIV selama ini melalui kontak darah ke darah atau ak
tivitas seksual. Kondisi ini dikenal sebagai window period dan dapat
berlangsung hingga enam bulan .
Tahap kedua dari infeksi HIV umumnya tanpa gejala. Pasien
yang terinfeksi mungkin masih belum menyadari jika positif HIV.
Tahap ini bisa berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun. Ketika pasien mencapai tahap ketiga, mereka se ring terjangkit satu atau lebih infeksi oportunistik. Bisa jadi, perta ma kalinya banyak pasien mengetahui bahwa mereka positif HIV.
Gejalanya akan bervariasi, tergantung pada infeksi yang dialaminya
Tahap terakhir dari infeksi HIV yang kita kenal sebagai AIDS.
Tahap ini, pasien positif HIV telah didiagnosis dengan infeksi opor tunistik atau penyakit yang diklasifikasikan sebagai AIDS. Penyakit
ini termasuk sariawan esofagus, infeksi sitomegalovirus, sarkoma
kaposi (sejenis kanker), dan kanker serviks invasif. Diagnosis AIDS
dapat dibuat berdasarkan jumlah sel CD4 yang ada dalam sampel
darah Bagi banyak orang yang terinfeksi di
seluruh dunia, infeksi HIV berakibat fatal. HIV akan segera mati jika
terkena udara dan jumlah virus yang diperlukan untuk terjadinya in feksi akibat paparan yang tidak disengaja harus cukup tinggi. Infeksi
hepatitis B adalah risiko yang jauh lebih serius dari pajanan akibat
kecelakaan petugas kesehatan daripada infeksi HIV. Prosedur flebo tomi paling sering bertanggung jawab atas pajanan HIV yang terjadi
di lingkungan layanan kesehatan ,
G. Kontrol Infeksi
Sangat mungkin selama proses flebotomi terdapat interaksi fleboto mis dengan responden, peneliti, dan personal yang membantu pene litian. Jadi, penularan infeksi pada tindakan flebotomi sangat mung kin terjadi, terutama penularan dari salah satu responden kepada
responden lain akibat tindakan yang dilakukan selama flebotomi.
Baik flebotomis maupun peneliti harus memahami dan menerapkan
protokol pengendalian infeksi. Selain itu, seorang flebotomis harus
menjaga kesehatan dan kebersihan pribadi, memastikan pakaian
bersih, rambut bersih, dan kuku pendek yang bersih
Tindakan pencegahan infeksi yang dapat dilakukan flebotomis
ialah mencuci tangan baik sebelum dan sesudah flebotomi, penggu naan sepasang sarung tangan untuk satu responden, menggunakan
masker dan jas laboratorium untuk menghindari percikan darah,
serta melepaskan perhiasan dan jam yang terpasang pada tangan.
Menjaga tempat flebotomi bersih dan tidak ada tanda-tanda kon taminasi darah, menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan
atau menggunakan antisepsis kulit, peralatan flebotomi steril dan
sekali pakai, kulit pada lokasi penusukan harus didisinfeksi dan
tidak menyentuh lokasi penusukan setelah disinfeksi, peralatan
sisa flebotomi segera dibuang, dan meletakkan tabung berisi spe simen darah di tempat aman agar terhindar dari tumpahan (WHO,
2010b). Memahami pentingnya kebersihan tangan dan dampaknya
terhadap penyebaran patogen mikroorganisme menjadi perhatian
penting dalam praktik flebotomi. Mencuci tangan dilakukan dengan
menggunakan sabun antimikrob dan air minimal 15 hingga 20 detik
dengan gerakan kuat dan mencakup semua permukaan tangan dan
jari ,Teknik cuci tangan yang benar
diilustrasikan pada Gambar 1.
Jika cuci tangan menggunakan sabun dan air tidak mungkin
dilakukan, gel antisepsis kulit dengan kandungan alkohol minimal
62% dapat digunakan Membersihkan tangan
dengan menggunakan gel antisepsis dilakukan dengan prosedur
yang sama seperti menggunakan sabun dan air (Gambar 1, nomor
4 hingga 9). Teknik ini dianjurkan jika tangan dalam kondisi tidak
terlalu kotor dan teknik ini dapat digunakan pula untuk membersih kan sarung tangan yang sedang digunakan jika sebelumnya kontak
dengan peralatan flebotomi
Penggunaan sarung tangan juga harus mendapat perhatian
tersendiri dalam menekan terjadinya infeksi. Sarung tangan harus
diganti setiap kontak dengan responden, bila terdapat kontaminasi,
dan ada kerusakan. Sarung tangan bersifat sekali pakai (disposable)
sehingga tidak boleh dilakukan pencucian untuk penggunaan ulang.
Selain itu sarung tangan tidak boleh digunakan ke tempat bersih
atau di luar ruangan flebotomi dengan tujuan untuk menghindari
kontaminasi pada tempat bersih. Terdapat teknik khusus dalam
melepaskan sarung tangan. Teknik ini dilakukan untuk mencegah
kontaminasi tangan bersih oleh sarung tangan kotor . Ilustrasi melepaskan sarung tangan dapat dilihat pada Gambar
2.
Aspek penting lain yang perlu dipahami bagi seorang peneliti
dan flebotomis ialah peralatan flebotomi. Hal tersebut perlu dipahami
karena terdapat berbagai macam peralatan yang tersedia dan harus
disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan kondisi responden.
Ketika peneliti atau flebotomi telah memahami berbagai macam
persiapan dalam pengambilan darah, flebotomi dapat dilakukan
sesuai dengan prosedur untuk mendapatkan spesimen darah.
Darah yang didapat perlu ditransportasikan ke laboratorium dan
beberapa pemeriksaan memerlukan pengolahan untuk mendapatkan
komponen yang sesuai. Tahapan tersebut harus benar-benar
diperhatikan agar kualitas spesimen dapat terjaga dan didapatkan
hasil pemeriksaan yang akurat.
Peralatan
Turniket
Turniket atau dalam bahasa Inggris ditulis tourniquet merupakan
alat yang digunakan untuk membebat pembuluh darah vena sehing ga memudahkan dalam menemukan pembuluh darah vena. Selain
berfungsi dalam menemukan pembuluh darah vena, turniket berpe ran dalam mempertahankan posisi vena agar tidak mudah bergeser
ketika dilakukan pungsi vena
Terdapat berbagai macam turniket yang dapat digunakan
untuk pungsi vena. Secara garis besar, terdapat tiga macam, yaitu
rubber tourniquet, velcro-closure tourniquet, dan buckle tourniquet
(Gambar 3) Turniket juga memiliki
variasi panjang dan lebar yang berbeda. Kebutuhan tersebut
disesuaikan dengan kondisi responden, seperti responden obesitas
harus menggunakan turniket yang lebih panjang dan responden anak
menggunakan turniket lebih kecil. Turniket bebas lateks juga tersedia
untuk responden yang alergi terhadap lateks
Rubber tourniquet merupakan turniket yang terbuat dari lateks
dengan bentuk polos. Turniket jenis ini digunakan untuk satu kali
pakai atau disposable. Pembebatan turniket ini cukup baik karena
sangat elastis dan melepaskannya dapat dilakukan dengan satu ta ngan. Velcro-closure tourniquet merupakan turniket dengan perekat
pada ujungnya. Turniket ini lebih mudah diaplikasikan dan membe rikan kenyamanan pada responden. Velcro-closure tourniquet
merupakan turniket yang dapat digunakan berkali-kali sehingga
turniket harus sering dicuci untuk meminimalisasi infeksi. Buckle
tourniquet merupakan turniket dengan gesper. Oleh sebab itu, pem bebatannya dilakukan dengan cara mengaitkan bagian gesper dan
melepaskannya dengan cara menekan tombol pada gesper dengan
satu tangan. Buckle tourniquet merupakan turniket yang sering digu nakan untuk pungsi vena dan dapat digunakan berkali-kali sehingga
turniket harus dicuci sesering mungkin Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penggunaan turniket adalah pema sangan turniket 3 inci (7,6 cm) sampai 4 inci (10,2 cm) dari lokasi
penusukan vena. Turniket tidak boleh membebat lengan lebih dari
satu menit karena akan menyebabkan hemokonsentrasi dan meng akibatkan hasil pemeriksaan yang tidak akurat
Jika tidak tersedia turniket, spigmomanometer (tensimeter) dapat
dimanfaatkan dengan memasang tekanan pada 40 hingga 60 mmHg
B. Sarung Tangan Medis
Sarung tangan merupakan perlengkapan yang harus digunakan
untuk menghindari kontaminasi silang antara flebotomis dan res ponden dari infeksi , Sarung tangan untuk flebo tomi umumnya terbuat dari lateks dengan bedak pada bagian dalam
untuk mempermudah pemakaian. Flebotomis atau responden yang
alergi terhadap lateks dapat menggunakan sarung tangan yang ter buat dari bahan non-lateks, seperti polivinil klorida, karet nitril, atau
neoprena (Gambar 4). Sarung tangan tersedia dalam bentuk steril
dan non-steril. Prosedur flebotomi direkomendasikan menggunakan
sarung tangan non-steril, sedangkan sarung tangan steril digunakan
pada prosedur pembedahan
Penggunaan sarung tangan harus disesuaikan dengan ukuran
tangan. Pastikan sarung tangan pas di tangan dan jangan sampai
terlalu kecil atau telalu besar. Penggunaan yang tidak sesuai dapat
mengganggu proses flebotomi, terutama dalam meraba pembuluh
darah vena untuk menentukan lokasi penusukan. Penggunaan
sarung tangan dilakukan setelah flebotomis membersihkan tangan
C. Swab Alkohol
Swab alkohol (alcohol swab) atau dikenal juga alcholoh prep digu nakan untuk mensterilkan lokasi penusukan (Gambar 5). Swab
alkohol dikemas dalam saset aluminium foil dan terbuat dari dua
lapis tisu non-woven dengan disinfektan berupa ethyl alcohol 70%
atau isopropyl alcohol 70%
Penggunaan alkohol lebih disukai daripada povidone iodine karena
darah yang akan diambil tidak terkontaminasi povidone iodine yang
dapat mengganggu hasil pemeriksaan, seperti peningkatan kadar ka lium, fosfor, atau asam urat. Jika tidak tersedia swab alkohol, kapas
yang diberi alkohol 70% dapat digunakan (WHO, 2010a).
Flebotomis atau peneliti harus memperhatikan kondisi swab
alkohol. Jika terdapat tanda kerusakan, jangan dilanjutkan untuk
digunakan karena swab alkohol bisa saja tidak efektif lagi untuk
disinfeksi. Tanda-tanda kerusakan swab alkohol adalah kemasan
mengembung, alkohol pada tisu tidak jenuh atau kering sebagian,
kemasan luar rusak, atau swab alkohol sudah melebihi masa
kedaluwarsanya
D. Plester
Plester digunakan untuk menutup luka tusukan jarum setelah peng ambilan darah vena. Plester yang umum digunakan berbentuk bulat
dengan ukuran 22 × 22 mm, bagian tengah terdapat kain lembut ber bentuk persegi, dan plester memiliki daya rekat
Penggunaan plester jenis ini disukai karena memiliki ukuran yang
tidak besar, nyaman, dan lebih estetik (Gambar 6).
Jika tidak tersedia plester khusus, luka dapat ditutup dengan
kain kasa steril berukuran 20 × 20 mm dan direkatkan menggunakan
plester roll. Permukaan kasa dapat mempercepat berhentinya
perdarahan pada tindakan flebotomi. Hindari penggunaan kapas
sebagai penutup luka karena sisa kapas dapat tertinggal pada lokasi
penusukan
E. Spuit
Spuit disebut juga spet atau semprit atau dalam bahasa Inggris dise but syringe merupakan alat yang digunakan untuk mengambil dan
menampung sampel darah pada flebotomi sistem tertutup Oleh karena itu, spuit tidak cocok disebut jarum suntik pada
prosedur flebotomi karena tidak digunakan untuk menginjeksikan
atau memasukkan apa pun ke dalam tubuh reponden. Spuit yang di gunakan untuk flebotomi harus steril. Jadi, flebotomis harus memas tikan kemasan spuit yang membungkus tidak mengalami kerusakan
Spuit terdiri atas jarum (needle) dan penutup jarum (cap) pada
bagian depan dan tabung (barrel) dengan piston yang keluar hingga
belakang (plunger). Bagian-bagian ini dapat dilihat pada Gambar 7.
Volume spuit yang digunakan untuk flebotomi berkisar 2,5 hingga
10 mL dengan ukuran jarum 21 sampai 23 G dan panjang 1,5 inci
Spuit yang umum digunakan berukuran 3 mL
dengan jarum 23 G. Akan tetapi, spuit yang digunakan harus dise suaikan dengan volume pemeriksaan yang dibutuhkan dan ukuran
vena.
Gambar 7. Bagian Spuit
F. Jarum
Jarum atau dalam bahasa Inggris disebut needle digunakan untuk
menusuk pembuluh darah vena dan mengambil darah Jarum terdiri atas bagian hub sebagai penghubung antara
jarum dan spuit serta dapat digunakan sebagai indikator jika jarum
sudah masuk pada pembuluh darah, shaft yang merupakan bagian
pipa memanjang pada jarum, bevel yang merupakan bagian kemi ringan pada ujung jarum, dan lumen yang merupakan bagian lubang
jarum (Gambar 8). Ukuran jarum ditentukan berdasarkan diameter
ukuran jarum yang dinyatakan dalam angka dengan satuan gauge (G)
dan panjang jarum dalam inci , Ukuran gauge jarum
tersebut dapat diketahui selain dari kemasan dengan melihat war na jarum terutama pada hub. Kode warna jarum dapat dilihat pada
Gambar 9.
Gambar 9. Kode Warna Hub yang Menunjukkan Ukuran Gauge Jarum
Terdapat tiga jenis jarum yang umum digunakan untuk
flebotomi, yaitu jarum spuit, jarum vacutainer, dan jarum bersayap
(Gambar 10). Jarum spuit merupakan jarum yang biasa kita kenal.
Jarum ini digunakan untuk flebotomi dengan sistem terbuka. Jarum
vacutainer merupakan jarum yang digunakan untuk flebotomi
dengan sistem tabung vakum atau dikenal juga sistem tertutup.
Jarum bersayap disebut juga butterfly needle atau lebih dikenal
dengan sebutan winged needle. Alasan disebut demikian karena
jarum memiliki sepasang sayap yang digunakan sebagai pegangan
untuk mempermudah pungsi dengan selang transparan yang
memanjang. Winged needle dapat digunakan pada sistem terbuka
maupun tertutup, tinggal disesuaikan dengan jenis hub pada jarum
Aplikasi penggunaan jarum harus disesuaikan dengan ukuran
pembuluh darah vena dan jenis responden. Hal ini secara terperinci
dapat dilihat pada Tabel 1. Keterampilan memilih jarum perlu dimiliki
oleh seorang flebotomis karena jika jarum yang digunakan lebih
besar dari vena, vena akan tersobek dan menyebabkan perdarahan
(hematoma). Di sisi lain, jika jarum terlalu kecil, sel darah akan rusak
selama pengambilan sampel (hemolisis) yang menyebabkan hasil
laboratorium tidak valid
Holder
Holder merupakan alat yang digunakan sebagai dudukan jarum dan
tabung vakum pada flebotomi sistem tertutup. Terdapat dua jenis
holder seperti pada Gambar 11. Regular holder merupakan holder
yang umum digunakan. Pemasangan dan pelepasan jarum dilakukan
dengan memulir. Quick release holder merupakan holder yang pema sangan jarum dilakukan dengan cara memulir dan melepaskannya
dengan cara menekan tombol unlock pada sebelah pengunci ,. Penggunaan quick release holder
dinilai lebih aman karena pelepasan jarum dapat dilakukan tanpa ha rus menyentuh jarum sehingga dapat meminimalkan risiko tertusuk.
Tabung Vakum
Tabung vakum merupakan tabung hampa udara yang digunakan
untuk pengumpulan darah vena. Oleh karena itu, tabung ini disebut
juga tabung pengumpul darah (evacuated tube). Tabung terbuat dari
kaca atau plastik dengan penutup berwarna yang bagian tengahnya
berupa karet sebagai penyumbat tabung. Warna pada tutup merupa kan warna universal sebagai kode jenis aditif yang terkandung dalam
tabung (Tabel 2). Beberapa produsen menggunakan silikon pada
tabung kaca untuk membantu mengurangi kemungkinan hemolisis
dan mencegah darah menempel ke sisi tabung ,Tabung vakum tersedia dalam berbagai ukuran
tergantung dari volume darah yang dibutuhkan, yaitu dari 1,8 mL
hingga 10 mL ,
Zat aditif yang terkandung dalam tabung terdiri atas clot
activators, antikoagulan, agen antiglikolitik, dan gel separator. Clot
activators merupakan zat aditif yang mempercepat proses pembekuan
darah. Hal ini umumnya terdapat pada tabung emas dan merah kaca.
Penggunaan zat aditif ini digunakan untuk mendapatkan spesimen
serum. Darah yang sudah membeku akan disentrifugasi sehingga
terbentuk cairan berwarna kuning pada bagian atas yang disebut
serum dan bekuan darah pada bagian bawah. Tanpa clot activators,
darah dapat membeku 30 hingga 60 menit. Contoh aktivator bekuan
darah adalah partikel kaca atau silika yang mengaktifkan faktor XII
di jalur koagulasi (hemostasis) dan trombin (faktor koagulasi aktif)
yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin sebagai bekuan darah
Antikoagulan merupakan zat aditif yang berperan dalam mence gah proses pembekuan darah. Fungsi zat aditif ini kebalikan dari
clot activators. Antikoagulan terdapat hampir pada seluruh tabung
vakum (ungu, biru, hijau, dll.). Terdapat banyak jenis antikoagulan
yang digunakan dan pemilihannya disesuaikan dengan jenis peme riksaan. Antikoagulan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA),
sitrat, dan oksalat bekerja dengan cara menghilangkan kalsium da rah yang dibutuhkan untuk pembekuan dengan membentuk garam
kalsium yang tidak larut. Heparin mencegah pembekuan dengan
mengikat antitrombin dalam plasma dan menghambat trombin dan
menghambat pengaktifan faktor koagulasi X. Agar antikoagulan
dapat larut merata, tabung harus dibolak-balikkan (inversi) sesuai
petunjuk. Penggunaan zat aditif ini digunakan untuk mendapatkan
spesimen darah utuh (whole blood) atau plasma setelah melalui sen trifugasi ,
Agen antiglikolitik merupakan zat aditif yang berperan dalam
menghambat proses glikolisis (metabolisme glukosa) oleh sel. Agen
antiglikolitik yang digunakan adalah natrium fluorida (NaF). Oleh
karena itu, pemeriksaan ini digunakan untuk pemeriksaan glukosa
darah karena dapat mempertahankan kadarnya hingga tiga hari.
Terdapat dua jenis tabung NaF, yaitu tanpa antikoagulan yang kemu- dian menghasilkan serum dan dengan antikoagulan, seperti oksalat
atau EDTA untuk menghasilkan plasma. Agen antiglikolitik terdapat
pada tabung abu-abu ,
Gel separator merupakan bahan inert yang mengalami perubah an viskositas setelah proses sentrifugasi dan memiliki fungsi untuk
memisahkan antara supernatan (serum atau plasma) dengan sel
darah. Beberapa pemeriksaan dapat terganggu oleh gel separator
karena analit dapat bereaksi dengan gel atau keterbatasan alat labo ratorium. Gel separator terdapat dalam tabung emas, hijau muda,
dan putih ,
Pemeriksaan laboratorium yang bervariatif dalam penelitian
memungkinkan penggunaan lebih dari satu jenis tabung. Terdapat
pedoman tentang penanganan spesimen darah pada banyak tabung
dengan cara mengurutkan pengambilan berdasarkan warna.
Prosedur tersebut harus diterapkan untuk mengurangi kemung kinan kontaminasi silang antartabung yang disebabkan oleh adanya
zat aditif yang berbeda Tabel 3 menunjukkan urutan
tabung pada pengumpulan darah vena yang sering digunakan. Jika
penelitian dilakukan di rumah sakit atau pelayanan laboratorium
kesehatan lainnya, prosedur urutan tabung dapat mengikuti di tem pat penelitian tersebut.
Tabung dengan clot activators, antikoagulan, dan agen antigliko litik perlu dilakukan inversi yang tepat agar zat aditif dapat tercam pur merata (homogen). Kehati-hatian dalam melakukan inversi ha rus dilakukan karena beda jenis tabung yang digunakan memerlukan
perlakuan inversi yang berbeda. Proses inversi dilakukan kurang dari
yang direkomendasikan dapat menyebabkan 1) darah tetap menga lami pembekuan pada tabung yang menggunakan antikoagulan, 2)
glukosa darah mengalami penurunan pada tabung yang menggu nakan antiglikolitik, dan 3) darah lama menggumpal bahkan hemoli sis pada tabung yang menggunakan clot activators. Inversi berlebih an terutama pada tabung yang menggunakan antikoagulan dapat
menyebabkan hemolisis. Jumlah inversi yang direkomendasikan
pada berbagai tabung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabung merah kaca umumnya jarang dilakukan inversi karena
tidak mengandung zat aditif apa pun. Akan tetapi, berdasarkan
penelitian yang dilakukan, inversi delapan kali pada tabung merah
direkomendasikan untuk mempercepat proses terbentuknya
gumpalan darah sehingga dapat segera diproses untuk mendapatkan
sampel serum ,
I. Botol Kultur Darah
Botol kultur darah merupakan botol hampa udara yang berisi kaldu
atau media pertumbuhan mikroorganisme (broth). Volume darah
yang ditampung sebanyak 3 sampai 10 mL untuk responden dewa sa dan 0,5 sampai 5 mL untuk responden anak. Pemeriksaan yang
dilakukan pada penggunaan botol kultur darah bertujuan untuk
identifikasi bakteri, jamur (khamir atau kapang), dan mikobakteri
Penggunaan botol penampung ini ditujukan untuk mendukung
pertumbuhan mikroorganisme pada responden yang mengalami
infeksi dalam darah sehingga mikroorganisme tetap hidup sampai
dilakukannya pemeriksaan di laboratorium. Hal ini karena pada
dasarnya darah manusia tidak mengandung bakteri (steril). Jika
terdapat mikroorganisme dalam spesimen darah, amplifikasi mikro organisme dapat terjadi yang pada akhirnya menyebabkan pertum buhan bakteri yang terlihat dan dapat dideteksi melalui alat pemerik saan mikrobiologi. Ketika pertumbuhan terdeteksi pada botol, maka
akan dilanjutkan pada pemeriksaan mikrobiologi di laboratorium
Secara garis besar, botol kultur dibagi menjadi dua jenis, yaitu
botol kultur darah aerobik dan botol kultur darah anaerobik. Akan
tetapi, berdasarkan kegunaannya, botol kultur darah tersedia dalam
banyak jenis seperti pada Tabel 4. Sama seperti tabung vakum,
perbedaan warna pada botol menandakan zat yang ditambahkan
ke dalam botol. Zat tambahan tersebut adalah resin, saponin, dan
antibiotik. Resin memiliki fungsi untuk menetralkan antibiotik
pada responden yang telah menjalani pengobatan sehingga
mikroorganisme akan mengalami pemulihan dengan cepat. Saponin
berfungsi untuk melepaskan mikroorganisme yang difagositosis
leukosit sehingga meningkatkan laju pemulihan. Antibiotik yang
umum digunakan adalah tobramisin dan kloramfenikol karena
dapat menekan pertumbuhan bakteri. Antibiotik tersebut biasanya
ditambahkan pada media pertumbuhan jamur
Flebotomi untuk pengumpulan darah pada botol kultur darah
memiliki teknik khusus dalam penanganannya. Prosedur dilakukan
untuk mencegah kontaminasi bakteri dari luar spesimen darah.
Flebotomi dilakukan secara steril sehingga dilakukan disinfeksi pada
lokasi dan peralatan flebotomi. Jika pengambilan darah dilakukan
secara bersamaan dengan tabung vakum, botol kultur darah harus
dilakukan pada urutan pertama (Tabel 2)
J. Wadah Benda Tajam
Wadah benda tajam atau sharps containers merupakan wadah yang
digunakan untuk membuang benda tajam infeksius (Gambar 12).
Penggunaan wadah ini bertujuan agar jarum segera dibuang setelah
prosedur flebotomi selesai sehingga jarum tidak perlu dibengkok kan, dipatahkan, ditutup, atau dipindah-pindahkan karena berisiko
menusuk tangan flebotomis. Oleh karena itu, wadah harus terbuat
dari bahan tahan tusukan, sayatan, dan tahan bocor. Wadah harus
diberi label biohazard dengan warna wadah kuning sebagai tanda
limbah berbahaya dan infeksius ,
Bahan wadah yang tersedia di pasaran adalah plastik atau kar dus (Gambar 12A dan B). Penggunaan wadah berbahan kardus lebih
disukai karena lebih murah dan bisa langsung dibuang. Pada dasar nya, wadah berbahan plastik juga harus sekali pakai guna memini malkan tertusuk saat pemindahan jarum. Pembuangan jarum pada
wadah karton sebaiknya dilakukan penutupan terlebih dahulu, tetapi
tetap harus memperhatikan prosedur keselamatan. Pembuangan
benda tajam tidak terbatas pada jarum saja, tetapi bisa juga lanset,
kaca, spuit dengan jarum, dan benda tajam lainnya
Wadah benda tajam ditempatkan tidak jauh dari responden saat
dilakukan flebotomi dan terjangkau oleh flebotomis, serta dapat di simpan pada baki flebotomi. Oleh karena itu, jarum dapat dengan
mudah dibuang. Apalagi, jarum sistem vakum dapat segera dibuang
setelah prosedur mencabut jarum pada lengan responden. Ketika
wadah benda tajam terisi hingga tiga per empat (3/4), sebaiknya
wadah tidak diisi kembali dan segera dilakukan pembuangan sesuai
prosedur pengelolaan limbah
Alternatif wadah benda tajam adalah penggunaan limbah rumah
tangga, seperti wadah detergen (Gambar 12C), jika wadah yang dire komendasikan tidak tersedia. Penggunaan wadah benda tajam alter natif harus memenuhi persyaratan seperti harus terbuat dari plastik,
tahan tusukan dan benda tajam lainnya, mudah ditutup, tegak dan
stabil saat disimpan, tahan bocor, serta harus diberi label limbah ber bahaya dan infeksius
K. Alat Destruksi Jarum
Alat destruksi jarum atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebut an syringe destroyer merupakan alat yang digunakan menghancurkan
jarum pada spuit yang telah dipakai (Gambar 13). Penggunaan alat
tersebut bertujuan untuk mencegah tertusuk jarum atau penggunaan
ulang spuit yang dapat berisiko menularkan patogen dalam darah
L. Wadah Transpor
Wadah transpor merupakan wadah untuk membungkus atau
menyimpan spesimen darah yang akan dikirimkan ke laboratorium.
Penggunaan wadah ini ditujukan untuk menghindari kontaminasi
jika terjadi tumpahan pada tabung vakum yang mengalami pecah
atau tutup terlepas. Selain itu, wadah ini juga digunakan untuk
mempertahankan suhu yang diinginkan selama dilakukan trans portasi. Wadah transportasi dapat berupa kantong maupun kotak
yang terbuat dari plastik atau gabus (Gambar 14). Penutup wadah
harus mampu menutup dengan rapat, khususnya pada wadah trans por yang digunakan untuk menjaga suhu tetap stabil
M. Baki Flebotomi
Baki flebotomi merupakan wadah untuk menyimpan dan memba wa perlengkapan flebotomi. Baki flebotomi tersedia dalam bentuk
jinjing dan troli (Gambar 15). Baki jinjing biasanya digunakan jika
flebotomi dilakukan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya
yang membutuhkan mobilitas dari satu ruangan ke ruangan lainnya.
Baki troli digunakan jika flebotomi hanya dilakukan di ruangan fle botomi (satu ruangan) sehingga lebih mudah menggeser-geser troli
untuk menjangkau perlengkapan flebotomi
Pengambilan
Darah Vena
Lokasi Pungsi
Lokasi pungsi vena yang paling umum untuk pengambilan darah
vena dilakukan pada vena suprafisial dari fossa antekubital (lipatan
siku). Terdapat tiga vena yang digunakan untuk pungsi vena. Lokasi
ketiga vena pada fossa antekubital tersebut secara anatomis dibagi
menjadi dua pola. Pola “H” adalah vena mediana kubiti, vena sefalika,
dan vena basilika Pola “M”
adalah vena mediana kubiti, vena sefalika aksesori, dan vena basilika.
Perbedaan pola anatomis dapat dilihat pada Gambar 16.
Vena mediana kubiti merupakan vena yang menghubungkan
vena basilika dan vena sefalika. Vena sefalika atau vena sefalika ak sesori terletak pada sisi luar (lateral) fossa antekubital dan sisi ibu
jari. Vena basilika terletak pada bagian dalam/bawah fossa anteku bital dan sisi jari kelingking (Nugraha, 2017). Vena mediana kubiti
menjadi pilihan pertama pada pungsi vena. Jika vena tidak menonjol
dan teraba pada kedua lengan, vena sefalika atau vena basilika harus
digunakan. Jadikan vena sefalika sebagai vena pilihan paling akhir
karena memiliki risiko mencederai saraf median dan ketidaksenga jaan menusuk arteri brakialis
Pencarian vena pada fossa antekubital dilakukan dengan cara
pembebatan pada lengan menggunakan turniket yang kemudian
diminta untuk mengepal. Pada kondisi ini, vena akan menonjol.
Flebotomis melakukan palpasi (meraba) vena dengan jari telunjuk
untuk menentukan arah, diameter, dan kedalaman vena
Alternatif pungsi yang dapat digunakan untuk mendapatkan
darah vena adalah vena metakarpal dorsal (punggung tangan)
dan pleksus vena dorsal kaki. Pemilihan kedua vena tersebut atas
pertimbangan jika pungsi vena pada fossa antekubital benar-benar
tidak dapat dilakukan karena berbagai macam faktor. Vena metakarpal
dorsal merupakan pilihan kedua jika vena pada fossa antekubital
tidak dapat diakses dan pleksus vena dorsal kaki menjadi vena
pilihan terakhir ,Jika pungsi vena dilakukan pada
pelayanan kesehatan (seperti rumah sakit, klinik dan laboratorium
kesehatan), peneliti dan flebotomi harus mempertimbangkan
kebijakan setempat.
B. Sistem Pengambilan Darah
Terdapat dua sistem flebotomi yang dapat digunakan untuk pungsi
vena, yaitu sistem terbuka (open system) dan sistem tertutup (close
system). Sistem terbuka merupakan flebotomi yang menggunakan
alat jarum dan spuit. Hal ini disebut demikian karena untuk me mindahkan spesimen darah yang sudah terkumpul pada spuit ke da lam tabung vakum harus dilakukan dengan melepas jarum. Beberapa
flebotomis melakukannya dengan melepas jarum dan penutup
tabung vakum lalu darah dimasukkan, sementara flebotomis lainnya
langsung menusukkan jarum pada spuit berisi darah pada tabung
vakum. Dengan demikian, sistem ini memungkinkan darah kontak
dengan udara yang mengakibatkan darah terkontaminasi mikroor ganisme udara, terutama pada flebotomis yang melepaskan jarum
dan tutup tabung vakum (Nugraha, 2017; WHO, 2010a).
Sistem tertutup merupakan flebotomi yang menggunakan alat
jarum, holder, dan tabung vakum. Oleh karena itu, sistem ini disebut
juga sistem vakum. Karena pada saat dilakukan pungsi vena, darah
langsung mengalir ke tabung vakum tanpa terjadi kontak dengan
udara (Nugraha, 2017; WHO, 2010a). Flebotomi sistem tertutup
sangat cocok untuk pengambilan darah yang membutuhkan lebih
dari satu tabung vakum atau untuk pengumpulan darah pada botol
kultur darah. Kelebihan dan kekurangan sistem yang akan digunakan
dapat dilihat pada Tabel 5.
C. Prosedur Pungsi Vena
Sebelum melakukan prosedur pungsi vena, sebaiknya flebotomis
memperkenalkan diri. Prosedur pengambilan darah vena dapat
mengikuti langkah-langkah yang direkomendasikan oleh Clinical
and Laboratory Standards Institute (CLSI)
Prosedur flebotomi sistem tertutup dapat dilihat pada Gambar 17,
sistem terbuka pada Gambar 18, dan menggunakan winged needle
pada vena metakarpal dorsal pada Gambar 19.
Flebotomi untuk mengumpulkan darah pada botol kultur da rah sebaiknya dilakukan menggunakan sistem tertutup. Langkah langkah yang dilakukan tidak jauh berbeda seperti flebotomi dengan
sistem tertutup. Perbedaan terletak pada beberapa persiapan alat
yang harus disterilkan. Disinfeksi dilakukan menggunakan swab
alkohol pada permukaan atas botol kultur darah dan pada bagian
dalam holder. Disinfeksi lokasi pungsi vena dilakukan dengan meng gunakan povidone iodine karena penggunaan swab alkohol tidak
mampu membunuh bakteri secara efektif. Akan tetapi, jika pengam bilan darah dilanjutkan menggunakan tabung vakum, penggunaan
povidone iodine harus dihindari ,
D. Pungsi Vena pada Anak dan Bayi
Flebotomi pada anak (pediatrik) atau bayi (neonatus) harus dilaku kan oleh flebotomis yang sudah terampil dan memiliki pengalaman.
Flebotomis juga harus memiliki kemampuan interpersonal yang ba gus, baik pada responden maupun orang tua atau keluarga lain yang
mendampingi. Hal ini karena flebotomis harus dapat bersikap lembut
terhadap responden dan mampu menghadapi orang tua yang mung kin bersikap histeris, sedih, marah, menjerit, dan ketakutan terhadap
anak yang akan dilakukan pungsi vena. Jika flebotomi dilakukan pada
pelayanan rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya, peneliti
dapat mengikuti prosedur yang berlaku dan meminta bantuan petu gas flebotomis di tempat tersebut ,
Responden anak dan bayi sebaiknya menggunakan jarum ber ukuran 22 sampai 23. Jika perlu, dapat menggunakan winged needle.
Badan responden harus diimobilisasi untuk menghindari pergerakan,
terutama lengan yang dapat membahayakan proses selama flebotomi
pada responden. Proses imobilisasi dapat dilakukan dengan meminta
bantuan orang tua atau keluarga yang mendampingi. Jika tidak me mungkinkan, hal ini dapat dilakukan oleh peneliti atau bila perlu
menugaskan orang lain. Orang tua atau keluarga yang mendampingi
bersedia untuk membantu harus diberikan instruksi lengkap tentang
bagaimana dan di mana harus melakukan imobilisasi ,
Imobilisasi pada anak umumnya dilakukan dengan cara
dipangku. Tangan kanan orang tua menggenggam pergelangan
tangan kanan anak sambil direntangkan. Tangan kiri orang tua
menumpu siku tangan kanan anak dengan posisi sambil memeluk
anak dan melakukan imobilisasi terhadap tangan kiri dan badan
anak. Kaki kiri atau kanan orang tua disilangkan untuk imobilisasi
kaki anak , Teknik ini dapat dilihat seperti
pada Gambar 20A.
Imobilisasi responden bayi dilakukan dengan cara ditidurkan.
Tangan kanan orang tua menggenggam pergelangan tangan kiri bayi
sambil direntangkan. Tangan kiri orang tua menumpu siku tangan
kiri bayi dengan posisi tangan kiri memeluk bagian belakang kepala.
Posisi tersebut terlihat seperti memeluk anak dari bagian depan
sehingga tubuh orang tua mengakibatkan imobilisasi badan dan kaki
bayi. Jika posisi orang tua tidak nyaman dan sulit dilakukan, cara lain
yang dapat dilakukan adalah dengan merentangkan tangan kiri bayi
menggunakan tangan kanan orang tua dan secara bersamaan lengan
menahan kaki. Tangan kiri digunakan untuk menahan badan bayi
seperti pada Gambar 20B. Cara ini kurang efektif karena bayi masih
dapat mudah bergerak dibandingkan cara pertama , Teknik imobilisasi lain yang dapat digunakan untuk
bayi adalah dengan cara membedung.
E. Pungsi Vena pada Lansia
Prosedur flebotomi yang dilakukan pada responden lanjut usia (geri atri) harus dilakukan dengan sopan santun. Tunjukkan rasa hormat
kepada responden. Penyebutan nama responden sebaiknya dilaku kan dengan menambahkan panggilan nyonya, tuan, atau disesuaikan
dengan sebutan di daerah masing-masing yang kemudian dilanjut kan penyebutan nama depan ,
Waktu flebotomi sebaiknya dibuat fleksibel agar responden
tersedia banyak waktu. Pasien lansia umumnya nyaman melaku-
kan komunikasi secara singkat. Lakukan pembicaraan secara
pelan-pelan karena mereka sering mengalami gangguan penden garan. Berikan juga kesempatan responden lansia untuk berbicara
Sebelum pengambilan darah, perlu diperhatikan posisi tubuh
responden lansia. Pastikan responden dalam keadaan nyaman
dengan menawarkan posisi duduk atau berbaring selama proses
flebotomi. Pastikan pula alat bantu, seperti kacamata dan alat bantu
dengar, terpasang dan berfungsi dengan baik. Responden lansia
yang membutuhkan bantuan gerak dapat didampingi oleh keluarga
Beberapa responden lansia mungkin memiliki kondisi khusus
sehingga flebotomis harus memiliki keterampilan interpersonal dan
teknis lebih dalam flebotomi. Salah satu kondisi khusus ini adalah
responden yang mengalami alzheimer sehingga responden menga lami komunikasi dan dibutuhkan pendamping, baik keluarga mau pun orang yang merawatnya. Pendampingan ini juga bermanfaat
untuk membantu flebotomis menstabilkan lengan responden selama
pungsi vena. Responden tetap diperlakukan sebagai orang sehat
Responden dengan artritis menyebabkan kesulitan untuk berge rak sehingga flebotomi sebaiknya dilakukan di tempat, misalnya tetap
duduk di kursi rodanya atau tetap berbaring di tempat tidur. Kondisi
artritis dapat menyebabkan responden kesulitan menggerakkan
tangan, termasuk meluruskan lengan, sehingga jangan sesekali
meluruskan dan membuka tangan responden dengan tenaga yang
kuat karena dapat menimbulkan rasa nyeri dan cedera. Penggunaan
winged needle direkomendasikan agar dapat mengakses vena pada
lengan yang sulit dijangkau akibat lengan tidak dapat direntangkan
Responden lansia dengan masalah koagulasi dapat ber isiko perdarahan berkepanjangan dan mudah terjadi hematoma.
Penghentian pendarahan dapat dilakukan dengan melakukan
penekanan kuat pada lokasi penusukan dengan waktu yang lebih
lama. Perlu diingat bahwa tindakan penekanan jangan dilakukan ter lalu kuat karena dapat melukai dan mengakibatkan memar ,
Lansia dengan pandangan kabur atau katarak memiliki
gangguan penglihatan sehingga perlu dituntun dan diarahkan hingga
duduk pada kursi flebotomi. Begitu pula ketika prosedur flebotomi
telah selesai, flebotomis harus menuntun responden meninggalkan
ruangan hingga benar-benar bisa dilepas untuk berjalan sendiri atau
diserahkan kepada keluarga jika diantar .
Lansia dengan gangguan pendengaran dapat mengakibatkan
kesulitan komunikasi, seperti menjawab pertanyaan dan memahami
instruksi. Bicaralah dengan jelas dan nada suara normal. Jangan
lakukan pembicaraan dengan berteriak karena akan sulit dipahami.
Agar memperlancar komunikasi, tambahkan komunikasi nonverbal
dengan memberi isyarat gerakan tubuh ,
Kondisi kulit dan vena kurang elastis umum ditemui pada
lansia karena pembuluh darah mengalami penyempitan dan rapuh
sehingga berisiko mengakibatkan cedera pada responden. Hindari
hal tersebut dengan membebat vena secara benar dan baik. Tangan
kanan dapat membantu untuk menahan lengan agar imobilisasi
vena semakin baik. Lakukan prosedur secara perlahan dan lembut
Konduksi saraf yang lebih lambat dapat mengakibatkan respons
terhadap nyeri menjadi lama. Sampaikan kondisi nyeri pada flebo tomi dengan jelas dan perlahan. Beri waktu pula kepada responden
untuk merespons. Lakukan komunikasi secara berulang terhadap
respons nyeri ,
Penyakit parkinson dan strok dapat mengakibatkan kemampuan
bicara sehingga perlu pendampingan keluarga atau orang yang mer awat. Jika pasien berbicara, berikan waktu pasien untuk berbicara
dan menyelesaikannya. Saat kondisi pasien gemetar, flebotomis
dapat meminta bantuan pendamping untuk melakukan penahanan
pada lengan ,
F. Pemecahan Masalah Kegagalan Pungsi Vena
Flebotomis dalam menjalankan tugasnya tidak luput dari kegagalan
pengambilan darah. Penyebab kegagalan pungsi vena dapat disebab kan faktor dari perlengkapan flebotomi atau posisi jarum yang tidak
sesuai dalam vena. Posisi jarum yang benar umumnya ditusukkan
pada sudut 15 sampai 30 derajat dengan posisi lumen berada di da lam vena (Gambar 21A). Jika jarum tepat mengenai vena, hal ini akan
ditandai dengan masuknya darah pada hub dan darah dengan mudah
untuk diambil
Tindakan yang harus dilakukan jika darah tidak mengalir ada lah melakukan pengecekan posisi tabung vakum. Pastikan tabung
terpasang dengan benar pada kedudukan holder dan jarum telah
menembus penutup karet tabung vakum karena jika darah tetap
tidak mengalir, lakukan penggantian tabung. Kemungkinan tabung
tersebut sudah kehilangan kevakuman. Kedua tindakan ini dilakukan
pada flebotomi sistem tertutup, sedangkan tindakan pada sistem ter buka umumnya disebabkan karena posisi jarum
Insiden kegagalan pada posisi jarum dapat berupa posisi bevel
sejajar dengan dinding vena (Gambar 21B dan C) sehingga aliran da rah terhalang dan tekanan vakum dapat merusak dinding vena yang
dapat menyebabkan rasa sakit dan hematoma. Tindakan perbaikan
pada kasus tersebut adalah menarik jarum atau memutar sedikit bevel.
Pada flebotomi sistem tertutup, lepaskan tabung vakum dari keduduk an holder terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan perbaikan.
Hentikan prosedur jika terjadi hematoma ,
Jarum yang menembus terlalu dalam (Gambar 21D) disebabkan
posisi memegang jarum kurang erat sehingga mudah goyang atau
akibat dorongan saat memasukkan tabung vakum ke dalam dudukan
holder. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan adalah melakukan
sedikit tarikan terhadap jarum untuk melancarkan aliran darah.
Hentikan prosedur jika terjadi hematoma ,
Jarum yang menusuk tidak cukup dalam (Gambar 21E) dapat
disebabkan oleh flebotomis yang melakukan penusukan terlalu
pelan. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan adalah mendorong
kembali jarum secara perlahan hingga darah mengalir dengan lancar.
Hentikan prosedur jika terjadi hematoma ,
Jarum di samping vena (Gambar 21F) disebabkan oleh pembe batan kurang kencang sehingga ketika dilakukan penusukan, vena
bergulir ke samping. Tindakan perbaikan yang dapat dilakukan
adalah dengan menarik jarum hingga bevel tepat di bawah kulit dan
arahkan pada vena yang tergelencir. Setelah itu, lakukan penusukan
kembali. Teknik pada flebotomi sistem tertutup dilakukan dengan
cara melepaskan tabung vakum dari kedudukan holder terlebih dahu lu sebelum melakukan tindakan perbaikan. Jangan lakukan prosedur
berulang-ulang karena dapat merusak jaringan
Vena lumpuh atau collapsed (Gambar 21G) disebabkan oleh
tekanan vakum terlalu tinggi atau tarikan plunger terlalu kuat,
pembebatan terlalu kuat, dan turniket dekat dengan lokasi pungsi.
Kondisi tersebut mengakibatkan aliran darah dalam tabung vakum
berkurang bahkan terhenti. Vena dapat rusak terutama pada res ponden lansia. Tindakan perbaikan adalah dengan menghentikan
prosedur flebotomi dan melakukan pungsi vena di tempat lain de ngan memperhatikan pembebatan dan memperlambat pengisapan
darah ,
G. Kegagalan Flebotomi
Tindakan flebotomi tidak selamanya dilakukan dengan lancar. Walau
sudah dilakukan tindakan perbaikan saat gagal melakukan penu sukan pada vena, kemungkinan tidak didapatkan spesimen dapat
terjadi. Jika flebotomis tidak berhasil mengumpulkan spesimen pada
upaya pertama, lakukan tindakan flebotomi kembali pada vena yang
lainnya atau bila perlu pindah pada lengan lainnya. Flebotomis juga
dapat menggunakan vena metakarpal dorsal atau pleksus vena dorsal
kaki. Jika upaya kedua tidak berhasil, minta orang lain untuk meng ambil alih. Upaya pungsi vena yang tidak berhasil membuat pasien
dan flebotomis frustrasi. Jika orang kedua tidak berhasil dalam dua
kali percobaan, berikan waktu kepada pasien untuk istirahat dan coba
kembali kecuali tes tersebut dipengaruhi waktu. Saat terjadi kega galan flebotomi, perlu dibangun kembali dan ditingkatkan terhadap
keyakinan dan kemantapan flebotomis untuk kesuksesan flebotomi
H. Identifikasi Responden
Identifikasi responden memiliki poin penting dalam flebotomi, teruta ma untuk menghindari tertukarnya spesimen dengan responden lain
jika hasil pemeriksaan akan diberikan kepada responden. Identifikasi
yang umum digunakan adalah nama lengkap, tanggal lahir, dan alamat.
Penggunaan kode unik dapat diterapkan sebagai pelengkap untuk
mempermudah identitas terutama di wilayah yang memungkinkan
memiliki nama serupa. Rumah sakit atau pelayanan kesehatan lain nya dapat menggunakan nomor rekam medis atau nomor registrasi.
Penggunaan nomor tersebut, terutama nomor rekam medis, perlu
meminta izin pada instansi terkait jika digunakan untuk pencatatan
pada lembar penelitian (WHO, 2010a). Penelitian dapat memanfaat kan nomor penelitian yang dapat ditentukan sendiri oleh peneliti.
Identifikasi dilakukan ketika responden akan dilakukan
pengambilan darah. Identifikasi pada responden dewasa dan sadar
dilakukan dengan meminta responden menyebutkan nama lengkap,
tanggal lahir, dan alamat. Jika terdapat formulir pemeriksaan, hasil
identifikasi harus dicocokkan. Jika cocok, responden dapat dilakukan
pengambilan darah. Perlu diingat, identitas responden tidak boleh
disebutkan oleh flebotomis dalam proses identifikasi tetapi harus
disebutkan oleh responden guna menghindari salah ucap dan salah
dengar ,
Identifikasi responden anak dan bayi dilakukan pada orang tua
atau keluarga yang mendampingi. Identifikasi dilakukan dengan
meminta menyebutkan nama lengkap, tanggal lahir atau umur, serta
alamat tinggal. Pastikan orang yang diwawancarai dalam identifikasi
responden anak dan bayi merupakan orang tua atau keluarga yang
mendampingi responden dan mengetahui dengan pasti informasi
pribadi dari responden ,
Identifikasi responden yang merupakan pasien rawat inap, baik
dewasa maupun anak, dilakukan dengan melakukan pengecekan ter hadap gelang identitas. Gelang umumnya terpasang pada pergelang
an tangan untuk pasien dewasa dan anak serta di kaki untuk pasien
bayi. Identifikasi tidak dipergunakan identitas yang terpasang pada
papan informasi ruangan, tempat tidur atau apa pun yang terdapat
di dalam ruangan pasien di rawat. Jika responden tidak menggu nakan gelang identitas, lakukan konfirmasi pada perawat ruangan
I. Pelabelan Spesimen
Spesimen darah yang sudah ditampung pada tabung vakum harus
dilakukan pelabelan yang terdapat pada secarik kertas (stiker) yang
menempel pada tabung atau dapat menggunakan label tambahan
(etiket). Label harus ditulis dengan jelas dan memuat informasi yang
diperlukan oleh laboratorium, seperti nama lengkap responden,
tanggal lahir, dan tanggal, serta waktu pengambilan darah. Jika pene litian menggunakan kode unik sebagai identitas maka bisa ditambah kan. Proses pelabelan dilakukan setelah selesai melakukan flebotomi
dan dilakukan di dekat responden agar penulisan identitas respon den pada label dapat dikonfirmasi pada responden sebagai bukti
spesimen yang dilabel sudah benar berasal dari responden tersebut
J. Pungsi Vena pada Kondisi Khusus
Prosedur flebotomi yang dilakukan pada responden dengan kri teria khusus perlu memperhatikan kondisi responden yang dapat
dijadikan pertimbangan untuk menentukan lokasi pungsi vena.
Pertimbangan tersebut digunakan karena kondisi responden dapat
mempersulit pungsi vena atau memengaruhi hasil pemeriksaan la boratorium sehingga pungsi harus dilakukan di tempat lain atau tin dakan tambahan. Kondisi tersebut meliputi luka bakar, bekas luka,
tato, vena rusak, edema, hematoma, mastektomi, obesitas, dan terapi
intavena ,
Edema merupakan kondisi pembengkakan yang disebabkan oleh
akumulasi cairan yang tidak normal pada jaringan. Penyebab paling
umum adalah infiltrasi jaringan oleh larutan yang mengalir melalui
kateter intravena yang salah posisi. Tempat edema harus dihindari
untuk pungsi vena karena vena sulit ditemukan dan spesimen dapat
terkontaminasi dengan cairan jaringan ,
Area bekas luka, terbakar, atau bertato harus dihindari.
Kemungkinan vena yang akan dicari sulit dilakukan palpasi dan
diambil. Area tersebut memiliki sirkulasi yang terganggu yang
mempersulit pengumpulan dan dapat memengaruhi hasil tes.
Daerah yang baru mengalami luka bakar atau baru dipasang tato
sangat rentan terhadap infeksi. Tato mengandung pewarna yang
dapat mengganggu pengujian. Area dengan pewarna harus dihindari
kecuali tidak ada lokasi lain yang tersedia dan perlu dicatat untuk
dilaporkan ,
Kondisi vena rusak, seperti vena sklerosis (mengeras) atau
trombosis (menggumpal), menyebabkan vena tersumbat dan terasa
keras. Vena dalam kondisi ini sulit untuk ditusuk dan memiliki aliran
darah yang terganggu sehingga berdampak pada kesalahan hasil
pemeriksaan ,
Hematoma merupakan pembengkakan akibat massa darah
yang keluar dari vena. Penyebabnya bisa berasal dari pungsi vena
sebelumnya. Flebotomis tidak boleh melakukan pengambilan melalui
lokasi ini karena dapat menyakitkan responden dan menyebabkan
tidak akuratnya pemeriksaan ,
Responden mastektomi atau operasi pengangkatan payudara
tidak dapat dilakukan pengambilan darah pada lengan yang sama
dengan lokasi mastektomi. Selain itu, tindakan pembebatan pada
flebotomi dapat menyebabkan rasa nyeri dan limfostasis (penghentian
aliran getah bening) akibat penumpukan cairan getah bening.
Flebotomi dapat dilakukan pad lengan lain yang tidak mendapatkan
tindakan mastektomi. Jika flebotomi tidak memungkinkan diambil
pada lengan tanpa mastektomi seperti pada kondisi mastektomi
bilateral (kedua payudara), perlu dilakukan konsultasi dengan dokter
yang merawat pasien ,
Responden obesitas dapat menyebabkan kesulitan dalam
menentukan vena karena tidak terlihat dan teraba. Jika dihadapkan
dengan kasus seperti itu, fokuskan pada vena sefalika yang lebih
mudah ditemukan dengan memutar lengan pasien. Jika tidak
ada vena yang mudah teraba, tanyakan pada responden lokasi
pengambilan darah yang pernah berhasil dilakukan sebelumnya.
Penggunaan manset dapat membantu dalam menemukan lokasi
vena. Akan tetapi, manset tidak boleh dipompa lebih dari 40 mmHg
dan membebat lebih dari satu menit. Risiko kegagalan pungsi vena
pada responden obesitas sangat tinggi sehingga perlu diperhatikan
saat jarum tidak mengenai vena untuk tidak ditusukkan berulang
karena dapat mengakibatkan kerusakan jaringan ,
Terapi intravena terutama penggunaan infus intravena yang
sering ditemui saat flebotomi harus diperhatikan oleh flebotomis.
Pengambilan darah pada lengan yang sama dengan lokasi infus harus
dihindari karena cairan infus dapat mengontaminasi spesimen darah.
Jika tidak ada alternatif lain, pengambilan darah tetap dilakukan pada
lengan yang sama dengan cairan infus dengan meminta perawat
sebagai kewenangannya untuk menghentikan infus selama dua
sampai lima menit sebelum spesimen diambil. Jika memungkinkan,
spesimen yang pertama kali ditampung tidak digunakan untuk
pemeriksaan karena ada kemungkinan masih terkontaminasi.
Tindakan ini menjadi catatan khusus peneliti
K. Komplikasi pada Pungsi Vena
Ekimosis atau memar adalah komplikasi yang paling sering ditemui
pada pungsi vena. Kondisi tersebut terjadi akibat kebocoran sejumlah
kecil darah ke dalam jaringan di sekitar lokasi tusukan. Flebotomis
dapat melakukan tindakan pencegahan dengan menekan langsung
lokasi pungsi vena dengan kain kasa. Jangan lakukan tindakan me-
minta responden untuk menekukkan tangan setelah flebotomi kare na dapat menyebabkan memar dan tidak efektif dalam menghentikan
perdarahan ,
Hematoma terjadi ketika terjadi kebocoran sejumlah besar da rah di sekitar lokasi tusukan dan menyebabkan area mengalami pem bengkakan akibat akumulasi darah dalam jaringan. Jika hematoma
terjadi dengan cepat pada saat pungsi vena, flebotomis harus segera
melepaskan jarum dan menekan lokasi tusukan dengan kasa selama
dua menit. Hematoma dapat menyebabkan memar, rasa nyeri, dan
kerusakan permanen pada lengan ,
Sinkop atau pingsan juga merupakan kondisi yang sering
terjadi. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menanyakan
kepada responden apakah memiliki riwayat pingsan pada flebotomi
atau melihat tanda-tanda, seperti butiran keringat pada dahi,
hiperventilasi, cemas, dan pucat. Jika pasien pingsan, flebotomis
harus segera melepaskan jarum, menurunkan kepala pasien atau
ditidurkan, dan melonggarkan pakaian yang ketat. Jika berada pada
pelayanan kesehatan, hubungi perawat atau dokter untuk diberikan
pertolongan lanjutan
Hemokonsentrasi adalah peningkatan konsentrasi sel dan
analit dalam darah sebagai akibat dari pergeseran keseimbangan air.
Hemokonsentrasi dapat disebabkan oleh terlalu lama membebatkan
turniket di lengan pasien. Turniket tidak boleh membebat lebih dari
satu menit, sebaiknya dilepas selama dua menit, dan diaplikasikan
kembali sebelum pengambilan darah vena dilakukan
Hemolisis merupakan keadaan saat sel darah merah pecah (he molisis) yang mengakibatkan keluarnya hemoglobin dan mengaki batkan plasma atau serum berwarna merah. Hemolisis terjadi akibat
penggunaan jarum yang terlalu kecil pada saat pungsi vena, peng ambilan darah dilakukan pada lokasi hematoma, penarikan plunger
spuit terlalu cepat, penekanan plunger spuit terlalu kuat saat darah
dimasukkan ke dalam tabung, inversi terlalu kuat, dan kontaminasi
alkohol atau air dalam darah ,
Petekie merupakan bintik merah kecil akibat sejumlah kecil
darah keluar dari kapiler dan muncul ke permukaan kulit. Petekie
bisa menjadi tanda kelainan pembekuan darah dan akibat dari
kelainan trombosit atau cacat pada dinding kapiler. Pencegahan
dapat dilakukan dengan menghindari pembendungan yang lama,
berulang, dan kencang ,
Beberapa alergi yang disebabkan oleh perlengkapan flebotomi,
seperti antiseptik kulit, lateks, atau perekat pada plester juga dapat
terjadi. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menanyakan
terlebih dahulu kepada responden terkait adanya riwayat alergi
terhadap alat-alat flebotomi yang akan digunakan. Jika ada
responden yang teridentifikasi memiliki alergi, flebotomis harus
mengganti perlengkapan flebotomi dengan perlengkapan non alergik ,
Nyeri merupakan kondisi yang pasti dirasakan selama pungsi
vena. Sensasi sakit dapat dicegah dengan membiarkan alkohol
benar-benar kering setelah membersihkan lokasi penusukan. Nyeri
hebat, sensasi terbakar atau sengatan listrik, mati rasa, dan nyeri
yang menjalar ke atas atau ke bawah lengan selama pungsi vena
menunjukkan keterlibatan saraf dan jarum harus segera dicabut. Jika
nyeri terus berlanjut, gunakan kompres es dan hubungi perawat atau
dokter untuk diberikan pertolongan lanjutan
Pendarahan berlebih akibat gangguan proses pembekuan
darah atau sedang melakukan terapi antikoagulan ditangani dengan
menghentikan perdarahan lebih lama, yaitu menekan lokasi
penusukan selama lima menit. Jika perdarahan berlanjut, hubungi
perawat atau dokter,
Kejang akibat respons terhadap tusukan jarum atau sudah ada
sebelumnya menyebabkan flebotomis harus segera menghentikan
prosedur flebotomi dan melepas jarum. Flebotomis juga harus me
mastikan keselamatan responden dari benda-benda terdekat yang
dapat menciderai. Hubungi perawat atau dokter untuk mendapat
pertolongan lanjutan ,
Pasien yang mengalami mual atau muntah bisa disiapkan
wadah atau kantong plastik untuk dipegang sebagai upaya tindakan
pencegahan. Minta pasien untuk bernapas perlahan dan berikan
kompres dingin di dahinya untuk mengurangi rasa mual. Jika pasien
muntah, hentikan prosedur dan hubungi perawat atau dokter untuk
pertolongan berikutnya ,
A. Sarana Transportasi
Transportasi spesimen darah merupakan bagian yang tidak ter pisahkan dalam menjaga kualitas spesimen sebelum dilakukannya
pemeriksaan. Pengumpulan spesimen darah pada penelitian sering
dilakukan di luar laboratorium sehingga sangat memungkinkan
adanya kebutuhan transportasi yang terkontrol. Kegiatan tersebut
perlu diatur dengan baik agar bahan pemeriksaan tidak dipengaruhi
lingkungan, seperti suhu, guncangan, faktor fisik, dan biologis lainnya
yang dapat memengaruhi akurasi pemeriksaan. Transportasi bahan
pemeriksaan dapat berdampak pada penundaan pemeriksaan yang
juga dapat berpotensi memengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan
. Selain itu, kegiatan transportasi juga dibutuhkan
jika parameter pemeriksaan tidak bisa dilakukan pada laborato rium tersebut sehingga perlu melakukan rujukan pemeriksaan ke
laboratorium lain ,
Kegiatan transportasi yang dapat memengaruhi kualitas peme riksaan perlu menjadi pertimbangan peneliti untuk menyesuaikan
analit yang akan diperiksa dengan lokasi pengambilan spesimen.
Lokasi pengumpulan spesimen darah yang umum dilakukan adalah
1) lokasi flebotomi dilakukan dalam satu ruangan dengan laboratori um, 2) lokasi flebotomi dilakukan dalam satu pelayanan fasilitas ke sehatan, seperti ruang perawatan, poli rawat jalan, atau ruang khusus
sampling yang berjauhan dengan laboratorium pemeriksaan tetapi
masih satu lingkungan, atau 3) lokasi flebotomi dilakukan di lapang an ,
B. Sistem Transportasi
Sistem transportasi untuk pengiriman spesimen darah secara garis
besar dibagi menjadi dua, yaitu transportasi sampel internal (in-house
sample transportation) dan transportasi sampel eksternal (external
sample transportation). Transportasi sampel internal dilakukan
secara manual menggunakan tangan, baki, atau troli. Transportasi
sampel internal seperti pengambilan spesimen darah yang dilakukan
satu lokasi dengan ruangan dengan laboratorium mungkin tidak per lu penanganan khusus dalam transportasi karena darah dapat segera
diserahkan ke laboratorium untuk diproses ,
Transportasi sampel internal pada pengambilan spesimen yang
dilakukan di ruang perawatan atau ruangan khusus sampling harus
dapat perhatian khusus karena pengiriman dari ruangan ke labora torium akan mengakibatkan waktu tunda pemeriksaan, terlebih jika
harus mengumpulkan spesimen dari semua responden. Oleh karena
itu, peneliti perlu memperhatikan penyimpanan bahan pemeriksaan
pada kotak transportasi berpendingin serta spesimen yang harus
dikemas untuk menghindari tumpahan bahan pemeriksaan saat diba wa ke laboratorium karena spesimen yang di ambil dari ruangan um umnya dibawa melalui jalan yang dilalui oleh orang lain. Berdasarkan
hal tersebut, aspek keamanan dan keselamatan dari bahan infeksius
harus diperhatikan
Minimalisasi waktu tunggu pada transportasi sampel internal
secara manual dapat dilakukan dengan penggunaan sistem
otomatis menggunakan pneumatic tube systems (PTS) yang sudah
banyak digunakan di Indonesia atau menggunakan sistem robot
atau kendaraan listrik yang masih jarang digunakan di Indonesia.
Penggunaan PTS juga dapat menimbulkan permasalahan baru dalam
kualitas bahan pemeriksaan karena selama pengangkutan dengan
PTS terjadi perubahan tekanan udara, getaran atau guncangan,
percepatan dan perlambatan mendadak. Dampak lain dalam
penggunaan PTS adalah sampel hemolisis dan spesimen tumpah
. Oleh karena itu, penggunaan
PTS harus dievaluasi terlebih dahulu sebelum digunakan oleh
peneliti.
Transportasi sampel eksternal meliputi pengiriman
menggunakan kendaraan bermotor, kereta api, bahkan pesawat.
Sistem ini umumnya digunakan jika pengambilan spesimen dilakukan
di lapangan atau spesimen dirujuk ke laboratorium lain. Sistem
transportasi ini harus benar-benar memperhatikan pengemasan
bahan pemeriksaan agar spesimen terlindungi dengan baik, termasuk
memperhatikan suhu dan guncangan selama pengiriman
C. Standar Transportasi
Pengiriman spesimen sebaiknya disiapkan dalam bentuk yang stabil
(darah, serum, atau plasma) dan perlu memperhatikan persyaratan
pengiriman spesimen, seperti 1) waktu pengiriman jangan melam paui masa stabilitas analit yang diperiksa, 2) tidak terkena sinar
matahari langsung, pembungkusan harus memenuhi kemasan yang
direkomendasikan, dan 3) suhu pengiriman harus memenuhi syarat
berdasarkan analit yang diukur ,
Spesimen yang dikirim harus disertai label spesimen dan
formulir pengiriman. Data label spesimen berupa nomor spesimen,
nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan tanggal pengambilan
spesimen. Di sisi lain, data pada formulir pengiriman berupa
nomor spesimen, nama penderita, umur, jenis kelamin, alamat,
tanggal dan jam pengambilan, jenis dan asal spesimen, diagnosis,
permintaan pemeriksaan, tanggal pengiriman, dan nama pengirim
D. Pengemasan Spesimen
Pengemasan spesimen perlu diperhatikan demi keselamatan semua
orang yang berkontak dengan spesimen. Pengiriman spesimen pada
transportasi sampel internal cukup dimasukkan ke dalam baki atau
troli. Jika pengiriman melalui jalur yang panjang dan melalui tempat
umum, sebaiknya spesimen dimasukkan ke dalam wadah plastik.
Petugas yang melakukan pengiriman spesimen pada transportasi
sampel internal (Gambar 22) sebaiknya menggunakan jas laboratori um yang tertutup rapat dan menggunakan sarung tangan. Jika spesi men bocor di dalam baki, baki harus didekontaminasi dan diotoklaf
Pengiriman bahan pemeriksaan pada transportasi sampel
eksternal harus benar-benar memperhatikan syarat keamanan
pengiriman sampel infeksius (Gambar 23) termasuk teknik
pengemasan. Sekurang-kurangnya, bahan pemeriksaan dikemas
dengan menggunakan tiga lapis wadah. Lapisan pertama berupa
wadah kedap air yang diisi spesimen. Wadah pertama dimasukkan
ke dalam wadah kedap air kedua dan diisi bantalan absorben
untuk mengisap cairan jika terjadi tumpahan. Kemudian, wadah
tersebut dimasukkan kembali ke dalam kotak wadah transpor untuk
menghindari pengaruh dari luar,
E. Suhu Transportasi
Pengiriman spesimen ke laboratorium harus disimpan pada suhu
tertentu tergantung analit yang akan dilakukan pemeriksaan. Tujuan
dari penyimpanan pada suhu tertentu ini adalah untuk menjaga
kualitas dari bahan pemeriksaan dan menjaga keakuratan pemerik saan. Pengiriman spesimen menurut laboratorium Dr Lal Pathlabs
dapat dilakukan pada empat suhu yang berbeda, yaitu suhu kamar,
suhu 18 hingga 22⁰C, suhu dingin (2-8⁰C), dan beku (frozen). Proses
pendinginan dilakukan secara sederhana menggunakan wadah
transportasi yang diberikan gel ice pack. Oleh karena itu, gel ice pack
perlu dipersiapkan dengan membekukannya gel ice pack selama 24
jam pada suhu kurang dari 0⁰C sebelum digunakan (Dr Lal Pathlabs,
2018).
Prosedur transportasi untuk mendapatkan suhu beku dapat
dilakukan dengan menyiapkan wadah transportasi plastik atau
gabus, kemudian masukkan selapis spons berlubang di bagian
bawah. Tempatkan gel ice pack di atas spons berlubang, lalu letakkan
spesimen di atasnya. Letakkan kembali gel ice pack di atas spesimen.
Tutup kembali menggunakan spons berlubang dan tambahkan spons
tidak berlubang di atasnya, kemudian tutup wadah transpor
Transportasi suhu dingin (2 sampai 8⁰C) dapat dilakukan dengan
menyiapkan wadah transportasi plastik atau gabus, kemudian
masukkan gel ice pack. Selanjutnya, selapis spons berlubang
diletakkan di atas gel ice pack. Spesimen diletakkan pada selapis spons
tersebut. Tutupi spesimen menggunakan selapis spons berlubang.
Tempatkan kembali gel ice pack di atas spons. Tutup dengan spons
tidak berlubang, kemudian tutup wadah transportasi dengan rapat
Transportasi suhu 18 sampai 22⁰C dapat dilakukan dengan
menyiapkan wadah transportasi plastik atau gabus, kemudian
masukkan gel ice pack. Selanjutnya, dua lapis spons berlubang
diletakkan di atas gel ice pack, lalu disimpan kembali gel ice pack.
Selapis spons tidak berlubang disimpan di atas gel ice pack kemudian
spesimen. Tutup wadah transportasi dengan rapat
Transportasi suhu ruangan dapat dilakukan dengan menyiapkan
wadah transportasi plastik atau gabus, kemudian masukkan selapis
spons berlubang di bagian bawah. Spesimen diletakkan di atas
spons, kemudian spesimen ditutup kembali menggunakan selapis
spons berlubang dan ditutup kembali menggunakan selapis spons
tidak berlubang. Tutup wadah transportasi dengan rapat
Pengiriman spesimen dalam bentuk darah utuh (whole blood atau
darah vena) sebaiknya disimpan pada suhu dingin dan dapat bertahan
selama 24 jam. Jika spesimen darah utuh tidak bisa didinginkan
karena analit yang akan diperiksa dapat terpengaruhi, spesimen
tetap disimpan pada suhu ruang dan segera dilakukan pemeriksaan
sebelum satu jam atau selambat-lambatnya dua jam. Spesimen
darah utuh tidak boleh dibekukan karena dapat menyebabkan
sampel hemolisis. Spesimen dalam bentuk serum atau plasma dapat
dikirimkan pada suhu dingin sehingga dapat bertahan selama tujuh
hari atau jika pengiriman memerlukan waktu yang lebih panjang
sebaiknya spesimen disimpan dalam suhu beku
Keputusan penggunaan suhu selama transportasi dapat ditentukan
oleh peneliti dengan mempertimbangkan analit yang diukur, waktu
terhadap jarak pemeriksaan, serta dampak lainnya.
F. Waktu Tunda Pemeriksaan
Penundaan pemeriksaan menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari
ketika flebotomi dilakukan jauh dari laboratorium. Terlebih, jika
pengumpulan sampel dilakukan di lapangan, idealnya harus dikirim
ke laboratorium dalam waktu 45 menit setelah pungsi Penundaan dapat memengaruhi berbagai macam analit
yang akan dilakukan pemeriksaan. Kondisi tersebut terjadi karena se lama penundaan sel-sel darah tetap melakukan metabolisme, adanya
paparan lingkungan, dan faktor fisik akibat transportasi. Setiap analit
memiliki stabilitas yang berbeda jika dilakukan penundaan peme riksaan. Oleh karena itu, peneliti harus memahami analit yang akan
diukur dan menyesuaikannya dengan suhu penyimpanan agar dapat
memperpanjang waktu pemeriksaan. Waktu tunda pemeriksaan bio kimia, hematologic, dan koagulasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 memperlihatkan bahwa stabilitas pemeriksaan
biokimia sangat baik. Dalam penetapannya, spesimen darah
ditampung pada tabung vakum berisi litium heparin. Perbedaan
hasil pemeriksaan pada penggunaan tabung yang berbeda dapat
saja terjadi. Pemeriksaan glukosa darah perlu menggunakan tabung
khusus jika pemeriksaan ditunda, yaitu tabung yang mengandung
NaF .
Stabilitas pemeriksaan hematologi berbeda-beda tiap parame ter. Akan tetapi, direkomendasikan pemeriksaan dilakukan sebelum
empat jam terlebih jika dilakukan pengamatan morfologi darah kare na selama penundaan terjadi perubahan morfologi. Perubahan terse but mengakibatkan eritrosit yang menyusut dan trombosit diskoidal
(pipih) menjadi sferis (bulat). Berbagai macam leukosit mengalami
perubahan morfologi berupa neutrofil yang mengalami perubahan
kromatin, hilangnya struktur lobus, vakuolisasi, dan hilangnya gra nula. Di sisi lain, monosit dan limfosit mengalami vakuloisasi serta
lobulasi nukleus yang tidak teratur
Stabilitas pemeriksaan hemostasis atau pembekuan darah
cukup baik dan beberapa tidak stabil. Akan tetapi, sangat
direkomendasikan untuk segera dilakukan pemeriksaan sebelum
empat jam. Pemeriksaan hemostasis umumnya sangat sensitif
dan harus dilakukan dengan kehati-hatian sehingga pendinginan
umumnya tidak direkomendasikan
Stabilitas pada pemeriksaan imunoserologi sangat baik.
Pengiriman dalam bentuk darah utuh pada suhu 4⁰C stabil hingga
24 jam. Stabilitas serum pada suhu 4⁰C mencapai tujuh hari dan
jika dibekukan pada suhu -20⁰C dapat bertahan satu bulan, bahkan
tahunan. Akan tetapi, sama dengan pemeriksaan lainnya, stabilitas
suatu pemeriksaan harus memperhatikan analit yang akan diperiksa
G. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan transportasi spesimen biologis penelitian secara khu sus diatur oleh pemerintah Indonesia dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 657/Menkes/Per/VIII/2009
tentang Pengiriman dan Penggunaan Spesimen Klinik, Materi
Biologik, dan Muatan Informasinya. Kebijakan tersebut mengatur
pengiriman spesimen agar tidak membahayakan lingkungan dan
masyarakat, serta untuk menghindari penyalahgunaan bahan pe meriksaan. Setiap melakukan pengiriman spesimen harus disertakan
perjanjian alih material. Pengiriman spesimen klinik pada pelayanan
kesehatan dapat dilakukan jika terdapat pernyataan dokter yang ber wenang memberikan pernyataan rujukan.00
Jenis Spesimen Darah
Darah tersusun dari 55% cairan dan 45% sel darah. Pemeriksaan
laboratorium dilakukan dengan mengukur darah, serum, atau plas ma. Serum dan plasma merupakan spesimen darah yang berasal dari
cairan darah yang didapat melalui proses sentrifugasi. Penggunaan
jenis spesimen disesuaikan dengan analit yang akan diperiksa, sebe rapa mendesak hasil diminta, serta peralatan yang digunakan
Darah lengkap (whole blood) atau cukup disebut darah
merupakan spesimen darah yang mengandung sel darah dan
plasma seperti di dalam tubuh. Oleh karena itu, spesimen darah ini
dikumpulkan dengan menambahkan antikoagulan. Sebagian besar
penggunaan spesimen darah untuk pemeriksaan hematologi dan
pemeriksaan menggunakan point of care testing (POCT)
Serum merupakan cairan bening berwarna kuning pucat dan
pada responden yang tidak puasa biasanya ditemui cairan keruh.
Serum didapat dari mengambil bagian cair darah yang dibekukan
setelah dilakukan sentrifugasi. Darah membeku karena tidak
diberikan antikoagulan sehingga fibrinogen akan membentuk
benang fibrin yang membekukan darah. Penggunaan spesimen
serum umumnya untuk pemeriksaan biokimia
Plasma berupa cairan kuning pucat bening hingga agak kabur
dan didapat dari cairan darah pada tabung darah dengan antiko agulan setelah sentrifugasi (Gambar 24). Oleh karena itu, plasma
masih mengandung fibrinogen yang merupakan faktor pembekuan
darah. Pada responden yang tidak puasa, ditemukan spesimen yang
keruh. Penggunaan spesimen ini untuk pemeriksaan biokimia atau
hemostasis tergantung dari antikoagulan yang digunakan. Selain itu,
penggunaan plasma dapat dilakukan jika pemeriksaan yang akan
dilakukan membutuhkan hasil pemeriksaan yang segera sehingga
darah yang didapat segera disentrifugasi
Perbedaan utama antara plasma dan serum adalah serum
tidak mengandung fibrinogen (protein dalam serum lebih sedikit
daripada plasma) dan beberapa kalium dilepaskan dari trombosit
(kalium sedikit lebih tinggi dalam serum daripada dalam plasma).
Sampel serum harus dibiarkan menggumpal seluruhnya sebelum
disentrifugasi, yaitu sekitar 30 hingga 60 menit. Sentrifugasi sampel
mempercepat proses pemisahan cairan dengan sel darah
B. Pemisahan Komponen Darah
Serum atau plasma didapatkan dengan memisahkan komponen
darah melalui proses sentrifugasi sehingga cairan darah dipisahkan
dari selnya akibat perbedaan massa jenis ,Proses
pemisahan darah ini dilakukan menggunakan alat sentrifus (centri fuge) untuk mendapatkan serum atau plasma. Biasanya, sentrifugasi
dilakukan pada RCF (relative centrifugal foce) 1.000 g hingga 2.000
g selama kurang lebih sepuluh menit. Kecepatan sentrifugasi harus
diatur sedemikian rupa untuk menghindari hemolisis ( Secara terperinci, penggunaan kecepatan sentrifugasi dapat
dilihat pada Tabel 7.
C. Penolakan Spesimen
Hasil pemeriksaan yang akurat dihasilkan dari spesimen yang
berkualitas. Penolakan spesimen dilakukan karena saat penanganan
spesimen ditemukan ketidaklayakan spesimen untuk dilakukan pe meriksaan. Penolakan spesimen meliputi 1) ketidakcocokan iden titas formulir permintaan pemeriksaan dengan identitas spesimen,
2) tabung tidak memiliki identitas, 3) waktu pengambilan spesimen
salah, 4) spesimen terkontaminasi cairan infus, 5) volume darah tidak
mencukupi, 6) spesimen darah dimasukkan ke dalam tabung yang
salah, 7) ditemukannya aglutinasi pada pemeriksaan yang membu tuhkan darah atau plasma, 8) spesimen hemolisis, 9) spesimen ikte rik, 10) spesimen lipemik, dan 11) serum mengandung fibrin.
Hemolisis atau hemolitik berarti eritrosit pada spesimen telah
rusak dan pecah. Kondisi ini disebabkan dari pungsi vena yang ti dak baik sehingga sel-selnya rusak saat masuk ke dalam jarum atau
akibat kesalahan penanganan tabung setelah pengambilan darah.
Hemolisis terlihat jelas pada spesimen setelah disentrifugasi dengan
adanya warna merah jambu hingga merah dalam serum atau plas ma (Gambar 25B). Hemolisis dapat dihindari dengan memastikan
tabung yang digunakan untuk pengambilan darah disimpan pada
suhu kamar dan pastikan menggunakan jarum dengan ukuran yang
sesuai. Selain itu, jika menggunakan jarum suntik, jangan menarik
plunger dengan kuat karena tekanan yang dihasilkan dapat meli siskan sel. Gunakan teknik yang baik saat melakukan pungsi vena
dan homogenisasi tabung dengan cara inversi sesuai rekomendasi
Ikterik disebabkan karena peningkatan kadar bilirubin sehingga
serum atau plasma berwarna kuning (Gambar 25C). Spesimen ikterik
dapat mengganggu pemeriksaan karena mengganggu penyerapan
cahaya dan mengganggu reagen yang mengandung H2
O2
. Ikterik
merupakan kondisi patologis sehingga kondisi ini tidak dapat
dihindari ,
Lipemik atau lipemia adalah keadaan yang terjadi akibat
kelebihan lipid, khususnya lipoprotein di dalam darah. Serum atau
plasma dalam spesimen lipemik akan tampak keruh atau seperti susu
setelah sentrifugasi (Gambar 25D). Molekul lipid ini mengganggu
metode pemeriksaan untuk banyak analit, khususnya pemeriksaan
dilakukan secara fotometrik. Akan tetapi, beberapa laboratorium
tetap menerima spesimen lifemik karena lipoprotein akan
diendapkan melalui proses sentrifugasi khusus sehingga serum dan
plasma dapat menjadi jernih. Kondisi ini dapat diminimalkan dengan
meminta responden puasa 10 hingga 12 jam ,,
Ketika volume tidak mencukupi untuk pemeriksaan, peneli ti dapat menolak spesimen karena volume yang diambil tidak
dapat dilakukan untuk pemeriksaan. Kondisi dapat terjadi pada
saat flebotimis melakukan pengambilan darah dan volume yang
didapat tidak memenuhi volume minimal pemeriksaan. Selain
itu, pada kondisi setelah melakukan sentrifugasi, flebotomis ha nya mendapatkan serum atau plasma dalam jumlah sedikit. Solusi
permasalahan ini adalah flebotomis melakukan pengambilan darah
ulang sehingga didapat volume yang cukup untuk pemeriksaan
Spesimen aglutinasi adalah spesimen yang mengalami gumpalan
atau bekuan darah. Ketika pemeriksaan membutuhkan darah atau
plasma, spesimen ini harus ditolak karena proses pembekuan darah
akan menarik sel-sel dalam spesimen untuk membentuk gumpalan
darah. Artinya, pada pemeriksaan yang membutuhkan spesimen
darah, khususnya hematologi, darah akan memberikan hasil jumlah
sel yang tidak akurat karena tidak mungkin mengetahui berapa
banyak sel dalam gumpalan dan berapa banyak yang mengambang
bebas di dalam spesimen. Dampak aglutinasi pada spesimen plasma
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hemostassis, karena faktor faktor pembekuan telah digunakan dalam pembentukan bekuan
darah. Spesimen aglutinasi dapat dihindari dengan melakukan
inversi dengan benar dan memastikan tabung yang digunakan tidak
rusak ,
Penggunaan tabung salah pada saat melakukan penampung an darah dapat terjadi terutama pada penggunaan antikoagulan.
Setiap antikoagulan memiliki kerja yang berbeda untuk mencegah
pembekuan darah. Beberapa mengikat kalsium dalam spesimen,
yang lainnya membuat trombosit dalam spesimen tidak mengalami
agregasi satu sama lain. Selain itu, pemeriksaan dirancang untuk
dilakukan dengan menggunakan antikoagulan tertentu. Jika salah
digunakan, hal itu dapat mengubah hasil tes. Jika ditemukan kesalah an dalam memasukkan darah ke dalam tabung, flebotomis harus
melakukan pengambilan darah ulang ,
Fibrin dalam serum dapat terjadi karena fibrin terbentuk dari
proses pembekuan darah. Kondisi ini disebabkan sentrifugasi
dilakukan sebelum darah benar-benar membeku. Jika pemeriksaan
tetap dilakukan, fibrin akan menyumbat saluran pada alat pemeriksaan
dan memengaruhi metode pemeriksaan. Gumpalan fibrin dapat
dikeluarkan secara fisik. Akan tetapi, hal ini dapat menyebabkan
hemolisis atau dapat pula dilakukan dengan melakukan sentrifugasi
kembali ,
D. Pengalikuotan
Pengalikuotan atau aliquoting merupakan proses pemindahan serum
atau plasma dari tabung vakum ke dalam tabung alikuot (Gambar
26). Pemindahan tersebut dilakukan karena 1) menghindari serum
atau plasma tercampur kembali dengan sel darah pada penggunaan
tabung tanpa gel separator, 2) menghindari benang fibrin pada serum
yang dapat menyumbat alat pemeriksaan, 3) pemeriksaan lebih dari
satu jenis, dan 4) untuk penyimpanan ,
Peneliti atau seseorang yang bertugas melakukan pengalikuotan
perlu memperhatikan keselamatan dirinya karena pada saat membu ka tutup tabung dan memindahkan bahan pemeriksaan sangat me mungkinkan tepercik atau terpapar aerosol dari bahan pemeriksaan.
Oleh karena itu, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) menjadi
perhatian penting dan wajib. APD yang harus digunakan terdiri atas
jas laboratorium, sarung tangan, masker, dan pelindung muka (face
shield) ,
Pemindahan spesimen ke dalam alikuot dapat berpotensi
menambah kesalahan pada tahap pre-analitik karena ketika
pemindahan ke dalam satu atau lebih tabung alikuot, pelabelan pada
alikuot harus dilakukan. Dengan demikian, spesimen harus benar benar dicocokkan dengan alikuot untuk menghindari kesalahan
identitas. Serum dan plasma yang sudah dipindahkan ke dalam
alikuot tidak dapat dibedakan sehingga perlu adanya penambahan
identitas atau penanda pada alikuot ,
Serum atau plasma yang didapatkan dari berbagai jenis tabung
berbeda tidak boleh dilakukan pencampuran ke dalam satu alikuot.
Setelah diisi, dengan segera tabung alikuot ditutup untuk meng hindari dari penguapan dan paparan lingkungan lainnya. Jika peme riksaan ditunda, spesimen dalam alikuot dapat disimpan pada suhu
kurang dari 2⁰C atau bisa dibekukan dalam suhu -20⁰C bahkan lebih
untuk pengawetan yang lebih lama. Spesimen yang disimpan tidak
boleh dilakukan pencairan dan pembekuan berulang karena dapat
merusak analit ,
A. Urgensi Jaminan Mutu
Akurasi pengujian laboratorium dimulai dengan kualitas spesimen
yang memenuhi kriteria pemeriksaan laboratorium. Kualitas ini
tergantung pada bagaimana spesimen dikumpulkan, diangkut, dan
diproses. Oleh karena itu, peneliti harus memahami prosedur flebo tomi dan penanganannya dengan baik dan benar. Selain itu, peneliti
melakukan pemantauan terhadap yang dilakukan untuk memasti kan bahwa proses sudah dilakukan dengan ketentuan yang berlaku
B. Kompetensi Personel
Orang yang bertugas melakukan pengambilan darah harus benar-be nar terampil dalam melakukan semua fase flebotomi. Jika fleboto mi dilakukan oleh peneliti, peneliti harus benar-benar terlatih dan
telah melakukan pelatihan yang tersertifikat. Pelatihan yang diikuti
sebaiknya diselenggarakan oleh lembaga yang sesuai dan direkomen
dasikan, seperti oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Pendidikan
berkelanjutan juga diperlukan untuk selalu mengikuti semua peru bahan di lapangan
Ketika flebotomi tidak dilakukan oleh peneliti, peneliti harus
memilih personel yang benar-benar terlatih dan memahami flebo tomi. Seperti yang dijelaskan pada Bab 1, peneliti dapat menugaskan
dokter, perawat, bidan, atau ATLM. Pemilihan tenaga medis sebagai
flebotomis perlu diprioritaskan karena legalitasnya dapat diper tanggungjawabkan, terlebih penelitian dilakukan pada pelayanan
kesehatan. Tugas peneliti yang harus dilakukan adalah melakukan
pengawasan terhadap proses flebotomi agar didapat spesimen yang
sesuai dengan analit yang akan diperiksa.
C. Prosedur Flebotomi
Peneliti harus meninjau secara berkala terhadap prosedur pengum pulan, pengiriman, dan pengolahan spesimen demi menjaga kuali tas spesimen. Peninjauan termasuk kebijakan volume yang masih
diizinkan untuk diambil pada flebotomi yang mengalami kegagalan
pengumpulan darah. Prosedur apa yang harus dilakukan ketika pa sien tidak ada di tempat saat pengambilan darah? Begitu pula ketika
pasien menolak pengambilan darah. Persiapan pasien yang tepat dan
identifikasi pasien yang benar sangat penting. Tabung atau wadah
spesimen yang benar harus digunakan z Peneliti
dapat membuat indikator kualitas dalam mempermudah peman tauan. Indikator evaluasi tahap pre-analitik dapat mengadopsi dari
publikasi yang dilakukan oleh Mario Plebani (Tabel 8).
D. Pemantauan Tabung Vakum
Peneliti dan flebotomis harus mengikuti petunjuk pabrik terkait
pencampuran semua tabung dengan zat aditif untuk memastikan
integritas spesimen yang tepat dan mencegah pembentukan gum palan darah kecil (clot) di tabung antikoagulan. Tabung vakum harus
dilakukan pemeriksaan untuk memastikan ada tidaknya retakan,
tanggal kedaluwarsa, dan perubahan warna atau kekeruhan, yang
dapat mengindikasikan tabung vakum tidak layak untuk digunakan.
Ketika darah dikumpulkan dalam tabung vakum tutup biru muda un tuk koagulasi, rasio darah terhadap antikoagulan (9 : 1) harus dijaga
untuk memastikan hasil yang akurat. Spesimen harus disimpan dan
ditangani dengan benar sebelum pengujian ,
E. Pemantauan Kualitas Spesimen
Peneliti dan flebotomi harus menilai kualitas spesimen yang meliputi
1) kebenaran identitas, 2) urutan tabung vakum dilakukan dengan
benar saat melakukan flebotomi, 3) kesesuaian zat aditif yang di gunakan dalam tabung vakum, 4) spesimen diinversi dengan baik,
5) persyaratan persiapan pasien telah dijalankan termasuk puasa,
6) pengumpulan spesimen sesuai dengan waktu yang dibutuhkan,
dan 7) spesimen tidak mengalami hemolitik, ikterik, dan lipemik
Peneliti dapat membuat lembar pemantauan
untuk mempermudah pekerjaan.
F. Spesimen Kultur Darah
Peneliti melakukan pemantauan kebersihan flebotomis dan tem pat untuk dilakukan pengambilan darah. Selain itu, dilakukan pula
pemantauan terhadap pelaksanaan disinfeksi. Tingkat kontaminasi
kultur darahnya yang direkomendasikan oleh CLSI dan American
Society for Microbiology adalah kurang dari tiga persen. Tingkat
kontaminasi kultur darah yang tinggi harus dilakukan penyelidikan
untuk mencari penyebab dan melakukan tindakan perbaikan karena
hasil kultur positif palsu berdampak pada hasil penelitian yang tidak
valid. Tindakan yang efektif untuk mengurangi tingkat kontaminasi
kultur darah adalah dengan menggunakan flebotomis yang terlatih
dengan teknik pungsi vena yang tepat khususnya flebotomis yang
memahami pengambilan darah untuk kultur darah
G. Instrumentasi
Kualitas spesimen juga dapat ditentukan oleh peralatan yang digu nakan, seperti termometer dan sentrifus. Instrumen yang digunakan
harus benar-benar terawat dan telah dilakukan kalibrasi agar termo meter mampu menunjukkan suhu dengan akurat dan sentrifus mam pu melakukan kecepatan putaran yang sesuai
Kesimpulan
Personel yang melakukan penelitian menggunakan spesimen darah
sebagai bahan pemeriksaan perlu memahami peralatan yang akan di gunakan dalam flebotomi agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan
penelitian. Berbagai macam teknik pengambilan darah dilakukan
untuk menyesuaikan kebutuhan jenis dan volume darah, serta ke nyamanan responden, transportasi untuk mempertahankan stabili tas sampel, serta pengolahan spesimen juga dilakukan agar didapat
sampel jenis olahan darah yang memenuhi syarat.
Proses flebotomi harus dilakukan oleh personel yang kompeten
dan dibuktikan dengan adanya sertifikat. Seorang peneliti yang tidak
memiliki kompetensi flebotomi sebaiknya meminta petugas kesehat an yang tersertifikasi flebotomi untuk melakukan tugas flebotomi
selama penelitian. Walau seorang peneliti tidak terlibat dalam peng ambilan darah, peneliti wajib memahami tahapan pre-analitik terse
but sebagai upaya untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat
agar didapatkan informasi penelitian yang objektif. Oleh karena itu,
upaya pemahaman peneliti pada flebotomi sangat penting sebelum
melakukan penelitian. Upaya lain yang dapat dilakukan peneliti guna
mengurangi kesalahan pada tahap pre-analitik adalah dilakukannya
pemantauan terhadap proses melalui jaminan mutu.
B. Saran
Peneliti yang tidak memiliki kompetensi flebotomi, selain menggu nakan buku ini sebagai acuan penambahan wawasan flebotomi da lam penelitian, dapat mengikuti pelatihan yang diadakan organisasi
profesi kesehatan atau Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Pelatihan
flebotomi dapat membantu peneliti untuk mendapatkan keterampil an pengambilan darah yang baik dan benar. Biasanya, seseorang be nar-benar akan terampil melakukan flebotomi jika melakukan secara
berulang-ulang dan umumnya di dapatkan setelah pelatihan.
Perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan Komisi Etik Penelitian
Kesehatan (KEPK) perlu membuat kebijakan atau mekanisme agar
protokol pengambilan dan penanganan spesimen darah dapat di terapkan ketika melibatkan peneliti yang tidak memiliki kompetensi
flebotomi. Hal ini perlu dilakukan karena flebotomis tidak sebatas
mendapatkan spesimen darah untuk penelitian, tetapi juga harus
memperhatikan kualitas spesimen serta kenyamanan dan kesela matan responden.