Tampilkan postingan dengan label darah vena. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label darah vena. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 Maret 2024

darah vena


































 

 Urgensi Spesimen Darah Vena


Darah merupakan spesimen biologis yang umum diambil pada ma nusia . Tidak sedikit penelitian kedokteran dan 


kesehatan (biomedis) menggunakan spesimen darah sebagai bahan 


pemeriksaan. Spesimen yang digunakan dalam bentuk darah (whole 


blood), serum, plasma, atau komponen sel. Penelitian biomedis 


memanfaatkan spesimen darah, serum, plasma, dan komponen sel 


untuk pemeriksaan laboratorium guna menegakkan diagnostik mau pun melihat perkembangan hasil intervensi penelitian seperti pe ngaruh pemberian obat (National Research Council (US) Committee 


to Study the National Needs for Biomedical, Behavioral, 2011).


Perlu diketahui, pengambilan dan penanganan spesimen darah


yang tidak tepat dapat menyumbangkan kesalahan pada pemeriksaan 


laboratorium. Kesalahan tersebut dikenal sebagai kesalahan pre analitik dan menyumbang sekitar 70% dari semua kesalahan dalam 


diagnostik laboratorium ,Kesalahan pada tahap 

tersebut dapat berdampak pada akurasi pemeriksaan dan secara 


langsung mengakibatkan kesalahan interpretasi hasil.


Pre-analitik merupakan tahapan sebelum melakukan pemerik saan laboratorium yang dimulai dari persiapan pasien (responden), 


pengumpulan spesimen, transportasi, hingga pengolahan spesimen 


pemeriksaan. Jenis kesalahan pre-analitik yang sering dilaporkan 


terdiri atas 1) kesalahan pemberian identitas responden, 2) pe ngumpulan spesimen pada wadah yang tidak sesuai, 3) volume darah


tidak mencukupi untuk pemeriksaan, 4) rasio antikoagulan dengan 


darah tidak sesuai, 5) penyimpanan spesimen yang tidak benar, 6) 


spesimen rusak (hemolisis atau aglutinasi), dan 7) kondisi transpor tasi dan penyimpanan spesimen darah pada temperatur yang tidak 


tepat . Oleh karena itu, peneliti ha rus memiliki wawasan keilmuan pre-analitik pengambilan spesimen 


darah.


Berdasarkan permasalahan tersebut, buku ini mencoba mem berikan solusi dengan menyajikan tata cara pengambilan darah 


vena dan penanganannya sesuai standar operasional prosedur di pe layanan kesehatan dan laboratorium kesehatan. Selain itu, buku ini 


juga dilengkapi dengan informasi terbaru dari berbagai jurnal ilmiah.


Keunikan buku ini ialah disusun melalui pendekatan ilmu 


teknologi laboratorium medik, yaitu suatu ilmu yang berfokus pada 


pelayanan dan pemeriksaan laboratorium medik. Selain itu, buku ini 


juga disusun dengan mengacu pada standar pelayanan dan peraturan 


pemerintah yang berlaku. Dengan demikian, penelitian biomedis 


yang menggunakan pemeriksaan laboratotorium medik dapat 


memenuhi standar pelayanan. Buku ini juga memberikan wawasan 


tentang aspek legal pengambilan darah vena, aspek keselamatan 


orang yang terlibat dalam penelitian, berbagai alat dan bahan yang 


digunakan, serta penjaminan mutu pada spesimen.


Buku ini ditujukan untuk peneliti termasuk dosen dan mahasiswa 


guna meningkatkan wawasan keilmuan. Selain itu, buku ini juga 


ditujukan kepada praktisi pengambil darah atau tenaga kesehatan

yang terlibat penelitian agar memahami tata cara pengambilan dan 


penanganan spesimen darah vena.


B. Flebotomi


Teknik pengambilan darah dikenal dengan istilah flebotomi. Nama 


flebotomi berasal dari bahasa Yunani kuno yang secara harfiah ber arti fléba (dari flés) yang artinya vena dan tomia (dari témno) yang 


berarti insisi. Berdasarkan pendekatan tersebut, flebotomi dapat di artikan sebagai insisi vena. Memang, bangsa Yunani kuno menggu nakan penyayatan pembuluh darah vena untuk mengeluarkan darah 


dengan tujuan terapeutik. Akan tetapi, saat ini, insisi vena lebih dike nal dengan istilah venipuncture atau dalam bahasa Indonesia disebut 


sebagai teknik pengambilan darah vena atau pungsi vena. Orang 


yang melakukan flebotomi disebut flebotomis 

Teknik pengambilan darah vena merupakan teknik yang sering 


dilakukan karena penggunaan spesimen darah vena yang sering 


diminta untuk pemeriksaan laboratorium. Terdapat dua teknik lain 


untuk pengambilan darah, yaitu teknik pengambilan darah kapiler 


yang juga disebut skinpuncture dan teknik pengambilan darah arteri 


yang juga disebut arterial puncture ,


Prosedur flebotomi harus dilakukan di tempat tenang, bersih, 


dan cukup penerangan. Selain itu, aspek yang perlu diperhatikan 


flebotomis selain mendapatkan spesimen yang memenuhi standar 


pemeriksaan, juga harus memperhatikan kenyamanan dari responden 


(WHO, 2010b). Oleh karena itu, seseorang yang akan melakukan 


prosedur flebotomi harus benar-benar individu yang terlatih agar 


bisa menyesuaikan teknik dan alat yang akan digunakan dengan 


kondisi responden. Flebotomis juga harus memperhatikan aspek 


keselamatan responden dan dirinya untuk mencegah penularan 


paparan patogen yang ditularkan melalui darah. Oleh karena itu, 


protokol pengambilan darah harus dipatuhi dan spesimen darah 


diperlakukan sebagai spesimen infeksius 

C. Personel Pengambil Darah


Personel yang dapat melakukan flebotomi adalah individu yang telah 


melakukan pendidikan atau pelatihan tentang teknik flebotomi dan 


dinyatakan lulus sebagai flebotomis ,Saat melakukan 


uji kelaikan etik penelitian, peneliti akan ditanya terkait personel 


yang akan melakukan flebotomi dan meminta bukti bahwa personel 


telah terampil sebagai seorang flebotomis dengan menyertakan ser tifikat kompetensi, sertifikat pelatihan, atau surat izin praktik.


Sebaiknya, personel yang melakukan flebotomi adalah petu gas kesehatan yang telah ditetapkan dalam peraturan pemerintah. 


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 


4 Tahun 2002 tentang Laboratorium Kesehatan Swasta, pengam bilan spesimen pada laboratorium swasta dilakukan oleh perawat. 


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 411 Tahun 


2010 tentang Laboratorium Klinik menyebutkan bahwa pengambi lan bahan pemeriksaan atau spesimen klinik dilakukan oleh perawat 


dan analis kesehatan (sekarang disebut ahli teknologi laboratorium 


medik, ATLM). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik 


Indonesia No. 78 Tahun 2014 tentang Skrining Hipotiroid Kongenital, 


pengambilan spesimen darah dilakukan oleh dokter, bidan, per awat, dan ATLM. Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik 


Indonesia No. 42 Tahun 2015 tentang Izin dan Penyelenggaraan 


Praktik Ahli Teknologi Laboratorium Medik menyebutkan bahwa 


pengambilan spesimen darah dilakukan oleh ATLM 


Penentuan flebotomis sangat berperan penting dalam memini malkan kesalahan selama pengambilan darah pada tahap pre-anal itik. Selain itu, pemilihan flebotomis dari tenaga kesehatan dapat 


memberikan keamanan dan keselamatan bagi responden selama fle botomi karena dapat memberikan pertolongan pertama jika terjadi 


gangguan medis selama flebotomi 

D. Profesionalitas


Personel pengambil darah harus mampu menunjukkan citra pro fesional untuk sebagai seorang flebotomis. Citra ini melibatkan 


penampilan, sikap, keterampilan komunikasi, dan sikap saat di ruang 


perawatan. Citra ini perlu dibangun di samping kompetensi utama 


dalam melakukan pengambilan darah guna membentuk kepercayaan 


kepada responden sebagai seorang yang profesional 


Flebotomis harus memperhatikan penggunaan jas laboratorium


yang bersih dan baik, sepatu yang bersih dan sesuai penampilan, 


serta kebersihan pribadi termasuk rambut dan kuku. Flebotomis


perempuan berambut panjang sebaiknya rambut diikat dengan rapi, 


sementara flebotomis laki-laki harus berambut pendek dan rapi. 


Penampilan yang baik akan memberikan kesan lebih baik dalam 


menjalin interaksi dan komunikasi dengan responden. Penampilan 


selain memproyeksikan flebotomis juga memainkan peran utama 


dalam menentukan seseorang yang akan melakukan pengambilan 


darah terlihat profesional atau tidak Citra pro fesional lainnya ialah sikap yang merupakan perasaan atau emosi 


yang dimiliki seseorang terhadap suatu pekerjaan atau aktivitas 


yang melibatkan perilaku atau karakteristik. Sikap profesional yang 


harus dimiliki ialah integritas atau kejujuran sehingga melakukan 


apa yang harus dilakukan secara benar. Sikap welas asih diperlukan 


agar dapat merasakan penderitaan responden, terutama yang sakit, 


sehingga flebotomis peka terhadap kebutuhan responden. Sikap mo tivator diperlukan agar mampu mendorong munculnya semangat 


kepada responden. Sikap etos kerja diperlukan agar flebotomis dapat 


diandalkan dan mengarahkan diri sendiri karena keyakinan akan 


pentingnya pekerjaan sehingga dikerjakan dengan antusias. Sikap 


diplomatis diperlukan agar mampu menangani situasi permasalahan 


dengan solusi. Sikap etis diperlukan agar mampu menyesuaikan diri 


dengan standar perilaku yang benar dan salah 

Kemampuan berkomunikasi menjadi hal penting bagi seorang fle botomis. Jika flebotomis mampu mendengarkan responden dengan 


baik, hal itu akan membentuk interpersonal yang baik dan sangat 


penting dalam membangun hubungan baik dengan responden. Agar 


menjadi pendengar yang aktif, flebotomis dapat memberikan umpan 


balik untuk memastikan bahwa flebotomis menafsirkan perkataan 


responden. Selain itu, flebotomis juga harus merespons dengan baik 


terhadap kebutuhan responden, terutama pada pasien di pelayanan 


kesehatan, karena sikap flebotomi akan memberikan kesan yang baik 


untuk responden, bahkan kesan baik terhadap pelayanan kesehatan. 


Selain komunikasi verbal, flebotomis juga harus memahami komu nikasi nonverbal. Berbeda dengan komunikasi verbal yang terbentuk 


dari kata satu dimensi, komunikasi nonverbal bersifat multidimensi 


yang melibatkan banyak elemen. Banyak yang dapat dipelajari ten tang perasaan pasien yang sebenarnya dengan mengamati komuni kasi nonverbal yang jarang ada  Citra profesional 


bijaksana perlu dilakukan jika flebotomi dilakukan di ruang rawat 


karena umumnya bertemu keluarga pasien atau orang yang sedang 


membesuk. Keluarga pasien atau orang yang sedang membesuk 


diperkenankan untuk meninggalkan ruangan. Akan tetapi, jika res ponden merupakan anak, anggota keluarga agar tetap di kamar dan 


mendampingi responden. Hal ini disebabkan karena keluarga dapat 


menjadi faktor kenyamanan bagi responden anak 


E. Variasi Biologis


Peneliti dan flebotomis harus memahami faktor fisiologis yang dapat 


memengaruhi hasil karena adanya variasi intra-individual (dalam 


individu yang sama) dan inter-individual (antarindividu) Contoh berbagai faktor ini adalah jenis kelamin, 


umur, ras, ritme diurnal, olahraga, stres, merokok, serta postur tu buh saat flebotomi  Beberapa faktor fisiologis 


tersebut dapat dikendalikan seperti diet, tetapi sebagian lainnya ti dak dapat dikendalikan seperti umur. Oleh karena itu, peneliti atau 

flebotomis harus mengerti faktor tersebut dan faktor yang dapat 


dikendalikan sebaiknya dikontrol untuk memperkecil variasi bio logis yang dapat memengaruhi hasil penelitian. Peraturan Menteri 


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013 tentang Cara 


Penyelenggaraan Laboratorium Klinik yang Baik menyebutkan ber bagai macam faktor yang dapat memengaruhi hasil pemeriksaan di 


laboratorium. Berbagai faktor tersebut terdiri atas diet, obat-obatan, 


merokok, alkohol, aktivitas fisik, ketinggian, demam, trauma, circa dian rythme, umur, ras, jenis kelamin, dan kehamilan 


F. Patogen dalam Darah


Telah disampaikan sebelumnya bahwa spesimen darah harus diper lakukan sebagai bahan infeksius. Tindakan tersebut dilakukan se bagai upaya pencegahan penularan patogen yang terdapat dalam 


darah, seperti virus hepatitis dan human immunodeficiency virus


(HIV). Oleh karena itu, flebotomi juga harus memahami bagaima na patogen ini dan memahami keparahan yang dapat ditimbulkan 


Penularan patogen dapat terjadi melalui paparan darah dari res ponden yang terinfeksi. Penularan tersebut umumnya berupa kontak 


darah saat membersihkan lokasi penusukan dan menutup luka, per cikan dari spuit saat memindahkan darah, dan percikan aerosol saat 


pembuatan serum atau plasma. Infeksi terjadi jika percikan darah 


mengenai selaput lendir seperti mata, dan mulut, atau terpapar da rah dalam jumlah banyak dan lama. Selain itu, risiko lain yang mung kin terjadi ialah tertusuk jarum yang sudah digunakan responden 


terinfeksi .


Hepatitis adalah patogen yang ditularkan melalui darah. Pada 


dasarnya, kata “hepatitis” berarti “radang hati”. Akan tetapi, pem bahasan ini berfokus pada patogen yang disebabkan oleh virus. 


Terdapat berbagai macam jenis virus hepatitis dan yang perlu menja di perhatian paling penting adalah hepatitis B dan hepatitis C karena  

virus ini adalah patogen yang ditularkan melalui darah dan dapat 


menyebabkan penyakit serius ,,


Virus hepatitis B (hepatitis B virus, HBV) adalah patogen yang 


menyerang organ hati. Penularannya terjadi melalui darah atau 


cairan tubuh lainnya yang terinfeksi. HBV dapat bertahan pada da rah kering hingga satu minggu. Patogen ini sangat membahayakan 


bagi tenaga kesehatan atau pasien lainnya karena penularan dapat 


terjadi melalui jarum suntik atau benda tajam lainnya, permukaan 


yang terkontaminasi, paparan aerosol, atau cipratan yang terjadi 


saat penanganan spesimen terinfeksi HBV .


Hepatitis B menyebabkan gejala mirip flu dan bisa mengakibatkan 


sakit kuning. Gejala infeksi sering kali tidak muncul sampai berbu lan-bulan setelah virus menginfeksi tubuh. Sebagian besar pasien 


yang terinfeksi dapat sembuh, tetapi sekitar 2% pasien yang terinfek si akan mengembangkan infeksi kronis yang mengakibatkan sirosis 


hati atau kanker. Ada juga pasien yang mungkin sebagai pembawa 


HBV karena tidak bergejala sehingga tidak diketahui, tetapi berpo tensi menularkan. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh 


peneliti dan flebotomis ialah dengan melakukan vaksinasi. Terdapat 


bentuk baru dari virus hepatitis dan ditemukan hanya pada pasien 


positif HBV, diduga merupakan mutan atau varian dari HBV yang 


disebut sebagai hepatitis D ,. 


Virus hepatitis C (hepatitis C virus, HCV) adalah patogen 


yang ditularkan melalui darah terutama melalui penggunaan jarum 


suntik sembarangan, seperti pada penggunaan narkoba, penerima 


transfusi darah atau produk darah lainnya, serta pemasangan tato. 


Gejala infeksi HCV lebih ringan daripada gejala HBV sehingga sering 


salah dibaca sebagai gejala flu. Tidak seperti hepatitis B yang jarang 


berkembang menjadi bentuk penyakit kronis, seseorang yang terin feksi hepatitis C biasanya berlanjut ke stadium kronis yang mencapai 


80% hingga 85%. Dari jumlah tersebut, sebagian kecil mengalami 


kerusakan hati permanen dan/atau gagal hati. Penularan virus hepa titis C dalam pengaturan layanan kesehatan biasanya membutuhkan 

pajanan yang lebih besar daripada yang diperlukan untuk menular kan HBV ,


Virus hepatitis A (hepatitis A virus, HAV) bukan patogen yang 


ditularkan melalui darah, tetapi perlu dipahami bagaimana penular annya. HAV menyerang hati pasien yang terinfeksi dan menyebab kan peradangan seperti bentuk infeksi virus hepatitis lainnya. HAV 


sangat menular dan ditularkan melalui tinja. Kotoran yang mengan dung virus kemudian dapat ditularkan ke orang lain melalui kontak 


langsung, seperti menyentuh orang lain atau kontak tidak langsung 


melalui makanan, air, atau benda mati. Pasien dengan HAV biasanya 


menunjukkan gejala lebih cepat daripada pasien HBV atau HCV dan 


sering kali menunjukkan sakit lebih parah. HAV jarang berkembang 


menjadi infeksi kronis atau kerusakan hati permanen 


Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan patogen 


yang menyerang sistem kekebalan tubuh orang. Infeksi HIV dapat 


menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired 


Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang leukosit 


di dalam tubuh penderita yang dikenal sebagai sel CD4. Peran leu kosit tersebut adalah melawan berbagai macam infeksi dalam tubuh 


sehingga penderita HIV rentan terhadap infeksi oportunistik. Selain 


itu, pasien HIV juga rentan terkena berbagai jenis kanker tertentu 


Pasien yang terinfeksi HIV akan mengalami beberapa tahap. 


Awalnya, pasien mengalami pembengkakan kelenjar atau mungkin 


memiliki gejala mirip flu ringan. Biasanya, hal ini berlangsung ber minggu-minggu hingga berbulan-bulan. Selain itu, karena jumlah 


partikel virus dalam tubuh pasien yang terinfeksi masih rendah, hasil 


tes HIV akan negatif. Tes HIV dirancang untuk mendeteksi antibodi 


terhadap virus dan pada tingkat antibodi pada seseorang tidak cukup 


tinggi untuk dideteksi pada tahap awal infeksi. Pasien masih mampu 


menularkan HIV selama ini melalui kontak darah ke darah atau ak  

tivitas seksual. Kondisi ini dikenal sebagai window period dan dapat 


berlangsung hingga enam bulan .


Tahap kedua dari infeksi HIV umumnya tanpa gejala. Pasien 


yang terinfeksi mungkin masih belum menyadari jika positif HIV. 


Tahap ini bisa berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan 


bertahun-tahun. Ketika pasien mencapai tahap ketiga, mereka se ring terjangkit satu atau lebih infeksi oportunistik. Bisa jadi, perta ma kalinya banyak pasien mengetahui bahwa mereka positif HIV. 


Gejalanya akan bervariasi, tergantung pada infeksi yang dialaminya 



Tahap terakhir dari infeksi HIV yang kita kenal sebagai AIDS. 


Tahap ini, pasien positif HIV telah didiagnosis dengan infeksi opor tunistik atau penyakit yang diklasifikasikan sebagai AIDS. Penyakit 


ini termasuk sariawan esofagus, infeksi sitomegalovirus, sarkoma 


kaposi (sejenis kanker), dan kanker serviks invasif. Diagnosis AIDS 


dapat dibuat berdasarkan jumlah sel CD4 yang ada dalam sampel 


darah Bagi banyak orang yang terinfeksi di 


seluruh dunia, infeksi HIV berakibat fatal. HIV akan segera mati jika 


terkena udara dan jumlah virus yang diperlukan untuk terjadinya in feksi akibat paparan yang tidak disengaja harus cukup tinggi. Infeksi 


hepatitis B adalah risiko yang jauh lebih serius dari pajanan akibat 


kecelakaan petugas kesehatan daripada infeksi HIV. Prosedur flebo tomi paling sering bertanggung jawab atas pajanan HIV yang terjadi 


di lingkungan layanan kesehatan ,


G. Kontrol Infeksi


Sangat mungkin selama proses flebotomi terdapat interaksi fleboto mis dengan responden, peneliti, dan personal yang membantu pene litian. Jadi, penularan infeksi pada tindakan flebotomi sangat mung kin terjadi, terutama penularan dari salah satu responden kepada 


responden lain akibat tindakan yang dilakukan selama flebotomi. 


Baik flebotomis maupun peneliti harus memahami dan menerapkan 


protokol pengendalian infeksi. Selain itu, seorang flebotomis harus 

menjaga kesehatan dan kebersihan pribadi, memastikan pakaian 


bersih, rambut bersih, dan kuku pendek yang bersih 


Tindakan pencegahan infeksi yang dapat dilakukan flebotomis


ialah mencuci tangan baik sebelum dan sesudah flebotomi, penggu naan sepasang sarung tangan untuk satu responden, menggunakan 


masker dan jas laboratorium untuk menghindari percikan darah, 


serta melepaskan perhiasan dan jam yang terpasang pada tangan. 


Menjaga tempat flebotomi bersih dan tidak ada tanda-tanda kon taminasi darah, menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan 


atau menggunakan antisepsis kulit, peralatan flebotomi steril dan 


sekali pakai, kulit pada lokasi penusukan harus didisinfeksi dan 


tidak menyentuh lokasi penusukan setelah disinfeksi, peralatan 


sisa flebotomi segera dibuang, dan meletakkan tabung berisi spe simen darah di tempat aman agar terhindar dari tumpahan (WHO, 


2010b). Memahami pentingnya kebersihan tangan dan dampaknya 


terhadap penyebaran patogen mikroorganisme menjadi perhatian 


penting dalam praktik flebotomi. Mencuci tangan dilakukan dengan 


menggunakan sabun antimikrob dan air minimal 15 hingga 20 detik 


dengan gerakan kuat dan mencakup semua permukaan tangan dan 


jari ,Teknik cuci tangan yang benar 


diilustrasikan pada Gambar 1. 

Jika cuci tangan menggunakan sabun dan air tidak mungkin 


dilakukan, gel antisepsis kulit dengan kandungan alkohol minimal 


62% dapat digunakan Membersihkan tangan 


dengan menggunakan gel antisepsis dilakukan dengan prosedur 


yang sama seperti menggunakan sabun dan air (Gambar 1, nomor 


4 hingga 9). Teknik ini dianjurkan jika tangan dalam kondisi tidak 


terlalu kotor dan teknik ini dapat digunakan pula untuk membersih kan sarung tangan yang sedang digunakan jika sebelumnya kontak 


dengan peralatan flebotomi 


Penggunaan sarung tangan juga harus mendapat perhatian 


tersendiri dalam menekan terjadinya infeksi. Sarung tangan harus 


diganti setiap kontak dengan responden, bila terdapat kontaminasi, 


dan ada kerusakan. Sarung tangan bersifat sekali pakai (disposable) 


sehingga tidak boleh dilakukan pencucian untuk penggunaan ulang. 


Selain itu sarung tangan tidak boleh digunakan ke tempat bersih 


atau di luar ruangan flebotomi dengan tujuan untuk menghindari 


kontaminasi pada tempat bersih. Terdapat teknik khusus dalam 


melepaskan sarung tangan. Teknik ini dilakukan untuk mencegah 


kontaminasi tangan bersih oleh sarung tangan kotor . Ilustrasi melepaskan sarung tangan dapat dilihat pada Gambar 


2. 

Aspek penting lain yang perlu dipahami bagi seorang peneliti 


dan flebotomis ialah peralatan flebotomi. Hal tersebut perlu dipahami 


karena terdapat berbagai macam peralatan yang tersedia dan harus 


disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan kondisi responden. 


Ketika peneliti atau flebotomi telah memahami berbagai macam 


persiapan dalam pengambilan darah, flebotomi dapat dilakukan 


sesuai dengan prosedur untuk mendapatkan spesimen darah. 


Darah yang didapat perlu ditransportasikan ke laboratorium dan 


beberapa pemeriksaan memerlukan pengolahan untuk mendapatkan 


komponen yang sesuai. Tahapan tersebut harus benar-benar 


diperhatikan agar kualitas spesimen dapat terjaga dan didapatkan 


hasil pemeriksaan yang akurat. 

Peralatan 

Turniket


Turniket atau dalam bahasa Inggris ditulis tourniquet merupakan 


alat yang digunakan untuk membebat pembuluh darah vena sehing ga memudahkan dalam menemukan pembuluh darah vena. Selain 


berfungsi dalam menemukan pembuluh darah vena, turniket berpe ran dalam mempertahankan posisi vena agar tidak mudah bergeser 


ketika dilakukan pungsi vena 


Terdapat berbagai macam turniket yang dapat digunakan 


untuk pungsi vena. Secara garis besar, terdapat tiga macam, yaitu 


rubber tourniquet, velcro-closure tourniquet, dan buckle tourniquet


(Gambar 3) Turniket juga memiliki 


variasi panjang dan lebar yang berbeda. Kebutuhan tersebut 


disesuaikan dengan kondisi responden, seperti responden obesitas


harus menggunakan turniket yang lebih panjang dan responden anak 


menggunakan turniket lebih kecil. Turniket bebas lateks juga tersedia 


untuk responden yang alergi terhadap lateks 

Rubber tourniquet merupakan turniket yang terbuat dari lateks 


dengan bentuk polos. Turniket jenis ini digunakan untuk satu kali 


pakai atau disposable. Pembebatan turniket ini cukup baik karena 


sangat elastis dan melepaskannya dapat dilakukan dengan satu ta ngan. Velcro-closure tourniquet merupakan turniket dengan perekat 


pada ujungnya. Turniket ini lebih mudah diaplikasikan dan membe rikan kenyamanan pada responden. Velcro-closure tourniquet


merupakan turniket yang dapat digunakan berkali-kali sehingga 


turniket harus sering dicuci untuk meminimalisasi infeksi. Buckle 

tourniquet merupakan turniket dengan gesper. Oleh sebab itu, pem bebatannya dilakukan dengan cara mengaitkan bagian gesper dan 


melepaskannya dengan cara menekan tombol pada gesper dengan 


satu tangan. Buckle tourniquet merupakan turniket yang sering digu nakan untuk pungsi vena dan dapat digunakan berkali-kali sehingga 


turniket harus dicuci sesering mungkin Beberapa hal 


yang perlu diperhatikan dalam penggunaan turniket adalah pema sangan turniket 3 inci (7,6 cm) sampai 4 inci (10,2 cm) dari lokasi 


penusukan vena. Turniket tidak boleh membebat lengan lebih dari 


satu menit karena akan menyebabkan hemokonsentrasi dan meng akibatkan hasil pemeriksaan yang tidak akurat 


Jika tidak tersedia turniket, spigmomanometer (tensimeter) dapat 


dimanfaatkan dengan memasang tekanan pada 40 hingga 60 mmHg 



B. Sarung Tangan Medis


Sarung tangan merupakan perlengkapan yang harus digunakan 


untuk menghindari kontaminasi silang antara flebotomis dan res ponden dari infeksi , Sarung tangan untuk flebo tomi umumnya terbuat dari lateks dengan bedak pada bagian dalam 


untuk mempermudah pemakaian. Flebotomis atau responden yang 


alergi terhadap lateks dapat menggunakan sarung tangan yang ter buat dari bahan non-lateks, seperti polivinil klorida, karet nitril, atau 


neoprena (Gambar 4). Sarung tangan tersedia dalam bentuk steril 


dan non-steril. Prosedur flebotomi direkomendasikan menggunakan 


sarung tangan non-steril, sedangkan sarung tangan steril digunakan 


pada prosedur pembedahan 

Penggunaan sarung tangan harus disesuaikan dengan ukuran 


tangan. Pastikan sarung tangan pas di tangan dan jangan sampai 


terlalu kecil atau telalu besar. Penggunaan yang tidak sesuai dapat 


mengganggu proses flebotomi, terutama dalam meraba pembuluh 


darah vena untuk menentukan lokasi penusukan. Penggunaan 


sarung tangan dilakukan setelah flebotomis membersihkan tangan 



C. Swab Alkohol


Swab alkohol (alcohol swab) atau dikenal juga alcholoh prep digu nakan untuk mensterilkan lokasi penusukan (Gambar 5). Swab 


alkohol dikemas dalam saset aluminium foil dan terbuat dari dua 


lapis tisu non-woven dengan disinfektan berupa ethyl alcohol 70% 


atau isopropyl alcohol 70% 

Penggunaan alkohol lebih disukai daripada povidone iodine karena 


darah yang akan diambil tidak terkontaminasi povidone iodine yang 


dapat mengganggu hasil pemeriksaan, seperti peningkatan kadar ka lium, fosfor, atau asam urat. Jika tidak tersedia swab alkohol, kapas 


yang diberi alkohol 70% dapat digunakan (WHO, 2010a). 

Flebotomis atau peneliti harus memperhatikan kondisi swab 


alkohol. Jika terdapat tanda kerusakan, jangan dilanjutkan untuk 


digunakan karena swab alkohol bisa saja tidak efektif lagi untuk 


disinfeksi. Tanda-tanda kerusakan swab alkohol adalah kemasan 


mengembung, alkohol pada tisu tidak jenuh atau kering sebagian, 


kemasan luar rusak, atau swab alkohol sudah melebihi masa 


kedaluwarsanya 


D. Plester


Plester digunakan untuk menutup luka tusukan jarum setelah peng ambilan darah vena. Plester yang umum digunakan berbentuk bulat 


dengan ukuran 22 × 22 mm, bagian tengah terdapat kain lembut ber bentuk persegi, dan plester memiliki daya rekat  


Penggunaan plester jenis ini disukai karena memiliki ukuran yang 


tidak besar, nyaman, dan lebih estetik (Gambar 6).


Jika tidak tersedia plester khusus, luka dapat ditutup dengan 


kain kasa steril berukuran 20 × 20 mm dan direkatkan menggunakan 


plester roll. Permukaan kasa dapat mempercepat berhentinya 


perdarahan pada tindakan flebotomi. Hindari penggunaan kapas 


sebagai penutup luka karena sisa kapas dapat tertinggal pada lokasi 


penusukan 

E. Spuit


Spuit disebut juga spet atau semprit atau dalam bahasa Inggris dise but syringe merupakan alat yang digunakan untuk mengambil dan 


menampung sampel darah pada flebotomi sistem tertutup Oleh karena itu, spuit tidak cocok disebut jarum suntik pada 


prosedur flebotomi karena tidak digunakan untuk menginjeksikan 


atau memasukkan apa pun ke dalam tubuh reponden. Spuit yang di gunakan untuk flebotomi harus steril. Jadi, flebotomis harus memas tikan kemasan spuit yang membungkus tidak mengalami kerusakan 


Spuit terdiri atas jarum (needle) dan penutup jarum (cap) pada 


bagian depan dan tabung (barrel) dengan piston yang keluar hingga 


belakang (plunger). Bagian-bagian ini dapat dilihat pada Gambar 7. 


Volume spuit yang digunakan untuk flebotomi berkisar 2,5 hingga 


10 mL dengan ukuran jarum 21 sampai 23 G dan panjang 1,5 inci 


Spuit yang umum digunakan berukuran 3 mL 

dengan jarum 23 G. Akan tetapi, spuit yang digunakan harus dise suaikan dengan volume pemeriksaan yang dibutuhkan dan ukuran 


vena.


Gambar 7. Bagian Spuit


F. Jarum


Jarum atau dalam bahasa Inggris disebut needle digunakan untuk 


menusuk pembuluh darah vena dan mengambil darah Jarum terdiri atas bagian hub sebagai penghubung antara 


jarum dan spuit serta dapat digunakan sebagai indikator jika jarum 


sudah masuk pada pembuluh darah, shaft yang merupakan bagian 


pipa memanjang pada jarum, bevel yang merupakan bagian kemi ringan pada ujung jarum, dan lumen yang merupakan bagian lubang 


jarum (Gambar 8). Ukuran jarum ditentukan berdasarkan diameter 


ukuran jarum yang dinyatakan dalam angka dengan satuan gauge (G) 


dan panjang jarum dalam inci , Ukuran gauge jarum 


tersebut dapat diketahui selain dari kemasan dengan melihat war na jarum terutama pada hub. Kode warna jarum dapat dilihat pada 


Gambar 9. 

Gambar 9. Kode Warna Hub yang Menunjukkan Ukuran Gauge Jarum


Terdapat tiga jenis jarum yang umum digunakan untuk 


flebotomi, yaitu jarum spuit, jarum vacutainer, dan jarum bersayap


(Gambar 10). Jarum spuit merupakan jarum yang biasa kita kenal. 


Jarum ini digunakan untuk flebotomi dengan sistem terbuka. Jarum 


vacutainer merupakan jarum yang digunakan untuk flebotomi 


dengan sistem tabung vakum atau dikenal juga sistem tertutup. 


Jarum bersayap disebut juga butterfly needle atau lebih dikenal 


dengan sebutan winged needle. Alasan disebut demikian karena 


jarum memiliki sepasang sayap yang digunakan sebagai pegangan 


untuk mempermudah pungsi dengan selang transparan yang 


memanjang. Winged needle dapat digunakan pada sistem terbuka 


maupun tertutup, tinggal disesuaikan dengan jenis hub pada jarum 


Aplikasi penggunaan jarum harus disesuaikan dengan ukuran 


pembuluh darah vena dan jenis responden. Hal ini secara terperinci 


dapat dilihat pada Tabel 1. Keterampilan memilih jarum perlu dimiliki 


oleh seorang flebotomis karena jika jarum yang digunakan lebih 


besar dari vena, vena akan tersobek dan menyebabkan perdarahan 


(hematoma). Di sisi lain, jika jarum terlalu kecil, sel darah akan rusak 


selama pengambilan sampel (hemolisis) yang menyebabkan hasil 


laboratorium tidak valid 

Holder


Holder merupakan alat yang digunakan sebagai dudukan jarum dan 


tabung vakum pada flebotomi sistem tertutup. Terdapat dua jenis 


holder seperti pada Gambar 11. Regular holder merupakan holder


yang umum digunakan. Pemasangan dan pelepasan jarum dilakukan 


dengan memulir. Quick release holder merupakan holder yang pema sangan jarum dilakukan dengan cara memulir dan melepaskannya 


dengan cara menekan tombol unlock pada sebelah pengunci ,. Penggunaan quick release holder


dinilai lebih aman karena pelepasan jarum dapat dilakukan tanpa ha rus menyentuh jarum sehingga dapat meminimalkan risiko tertusuk. 

Tabung Vakum


Tabung vakum merupakan tabung hampa udara yang digunakan 


untuk pengumpulan darah vena. Oleh karena itu, tabung ini disebut 


juga tabung pengumpul darah (evacuated tube). Tabung terbuat dari 


kaca atau plastik dengan penutup berwarna yang bagian tengahnya 


berupa karet sebagai penyumbat tabung. Warna pada tutup merupa kan warna universal sebagai kode jenis aditif yang terkandung dalam 


tabung (Tabel 2). Beberapa produsen menggunakan silikon pada 


tabung kaca untuk membantu mengurangi kemungkinan hemolisis 

dan mencegah darah menempel ke sisi tabung ,Tabung vakum tersedia dalam berbagai ukuran 


tergantung dari volume darah yang dibutuhkan, yaitu dari 1,8 mL 


hingga 10 mL ,

Zat aditif yang terkandung dalam tabung terdiri atas clot 


activators, antikoagulan, agen antiglikolitik, dan gel separator. Clot 


activators merupakan zat aditif yang mempercepat proses pembekuan 


darah. Hal ini umumnya terdapat pada tabung emas dan merah kaca. 


Penggunaan zat aditif ini digunakan untuk mendapatkan spesimen 


serum. Darah yang sudah membeku akan disentrifugasi sehingga 


terbentuk cairan berwarna kuning pada bagian atas yang disebut 


serum dan bekuan darah pada bagian bawah. Tanpa clot activators, 


darah dapat membeku 30 hingga 60 menit. Contoh aktivator bekuan 


darah adalah partikel kaca atau silika yang mengaktifkan faktor XII 


di jalur koagulasi (hemostasis) dan trombin (faktor koagulasi aktif) 


yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin sebagai bekuan darah 



Antikoagulan merupakan zat aditif yang berperan dalam mence gah proses pembekuan darah. Fungsi zat aditif ini kebalikan dari 


clot activators. Antikoagulan terdapat hampir pada seluruh tabung 


vakum (ungu, biru, hijau, dll.). Terdapat banyak jenis antikoagulan


yang digunakan dan pemilihannya disesuaikan dengan jenis peme riksaan. Antikoagulan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), 


sitrat, dan oksalat bekerja dengan cara menghilangkan kalsium da rah yang dibutuhkan untuk pembekuan dengan membentuk garam 


kalsium yang tidak larut. Heparin mencegah pembekuan dengan 


mengikat antitrombin dalam plasma dan menghambat trombin dan 


menghambat pengaktifan faktor koagulasi X. Agar antikoagulan 


dapat larut merata, tabung harus dibolak-balikkan (inversi) sesuai 


petunjuk. Penggunaan zat aditif ini digunakan untuk mendapatkan 


spesimen darah utuh (whole blood) atau plasma setelah melalui sen trifugasi ,


Agen antiglikolitik merupakan zat aditif yang berperan dalam 


menghambat proses glikolisis (metabolisme glukosa) oleh sel. Agen 


antiglikolitik yang digunakan adalah natrium fluorida (NaF). Oleh 


karena itu, pemeriksaan ini digunakan untuk pemeriksaan glukosa 


darah karena dapat mempertahankan kadarnya hingga tiga hari. 


Terdapat dua jenis tabung NaF, yaitu tanpa antikoagulan yang kemu- dian menghasilkan serum dan dengan antikoagulan, seperti oksalat


atau EDTA untuk menghasilkan plasma. Agen antiglikolitik terdapat 


pada tabung abu-abu ,


Gel separator merupakan bahan inert yang mengalami perubah an viskositas setelah proses sentrifugasi dan memiliki fungsi untuk 


memisahkan antara supernatan (serum atau plasma) dengan sel 


darah. Beberapa pemeriksaan dapat terganggu oleh gel separator


karena analit dapat bereaksi dengan gel atau keterbatasan alat labo ratorium. Gel separator terdapat dalam tabung emas, hijau muda, 


dan putih ,


Pemeriksaan laboratorium yang bervariatif dalam penelitian 


memungkinkan penggunaan lebih dari satu jenis tabung. Terdapat 


pedoman tentang penanganan spesimen darah pada banyak tabung 


dengan cara mengurutkan pengambilan berdasarkan warna. 


Prosedur tersebut harus diterapkan untuk mengurangi kemung kinan kontaminasi silang antartabung yang disebabkan oleh adanya 


zat aditif yang berbeda  Tabel 3 menunjukkan urutan 


tabung pada pengumpulan darah vena yang sering digunakan. Jika 


penelitian dilakukan di rumah sakit atau pelayanan laboratorium 


kesehatan lainnya, prosedur urutan tabung dapat mengikuti di tem pat penelitian tersebut. 


Tabung dengan clot activators, antikoagulan, dan agen antigliko litik perlu dilakukan inversi yang tepat agar zat aditif dapat tercam pur merata (homogen). Kehati-hatian dalam melakukan inversi ha rus dilakukan karena beda jenis tabung yang digunakan memerlukan 


perlakuan inversi yang berbeda. Proses inversi dilakukan kurang dari 


yang direkomendasikan dapat menyebabkan 1) darah tetap menga lami pembekuan pada tabung yang menggunakan antikoagulan, 2) 


glukosa darah mengalami penurunan pada tabung yang menggu nakan antiglikolitik, dan 3) darah lama menggumpal bahkan hemoli sis pada tabung yang menggunakan clot activators. Inversi berlebih an terutama pada tabung yang menggunakan antikoagulan dapat 


menyebabkan hemolisis. Jumlah inversi yang direkomendasikan 


pada berbagai tabung dapat dilihat pada Tabel 3. 

Tabung merah kaca umumnya jarang dilakukan inversi karena 


tidak mengandung zat aditif apa pun. Akan tetapi, berdasarkan 


penelitian yang dilakukan, inversi delapan kali pada tabung merah 


direkomendasikan untuk mempercepat proses terbentuknya 


gumpalan darah sehingga dapat segera diproses untuk mendapatkan 


sampel serum ,


I. Botol Kultur Darah


Botol kultur darah merupakan botol hampa udara yang berisi kaldu 


atau media pertumbuhan mikroorganisme (broth). Volume darah


yang ditampung sebanyak 3 sampai 10 mL untuk responden dewa sa dan 0,5 sampai 5 mL untuk responden anak. Pemeriksaan yang 


dilakukan pada penggunaan botol kultur darah bertujuan untuk 


identifikasi bakteri, jamur (khamir atau kapang), dan mikobakteri 



Penggunaan botol penampung ini ditujukan untuk mendukung 


pertumbuhan mikroorganisme pada responden yang mengalami 


infeksi dalam darah sehingga mikroorganisme tetap hidup sampai 


dilakukannya pemeriksaan di laboratorium. Hal ini karena pada  

dasarnya darah manusia tidak mengandung bakteri (steril). Jika 


terdapat mikroorganisme dalam spesimen darah, amplifikasi mikro organisme dapat terjadi yang pada akhirnya menyebabkan pertum buhan bakteri yang terlihat dan dapat dideteksi melalui alat pemerik saan mikrobiologi. Ketika pertumbuhan terdeteksi pada botol, maka 


akan dilanjutkan pada pemeriksaan mikrobiologi di laboratorium 


Secara garis besar, botol kultur dibagi menjadi dua jenis, yaitu 


botol kultur darah aerobik dan botol kultur darah anaerobik. Akan 


tetapi, berdasarkan kegunaannya, botol kultur darah tersedia dalam 


banyak jenis seperti pada Tabel 4. Sama seperti tabung vakum, 


perbedaan warna pada botol menandakan zat yang ditambahkan 


ke dalam botol. Zat tambahan tersebut adalah resin, saponin, dan 


antibiotik. Resin memiliki fungsi untuk menetralkan antibiotik 


pada responden yang telah menjalani pengobatan sehingga 


mikroorganisme akan mengalami pemulihan dengan cepat. Saponin 


berfungsi untuk melepaskan mikroorganisme yang difagositosis 


leukosit sehingga meningkatkan laju pemulihan. Antibiotik yang 


umum digunakan adalah tobramisin dan kloramfenikol karena 


dapat menekan pertumbuhan bakteri. Antibiotik tersebut biasanya 


ditambahkan pada media pertumbuhan jamur 

Flebotomi untuk pengumpulan darah pada botol kultur darah


memiliki teknik khusus dalam penanganannya. Prosedur dilakukan 


untuk mencegah kontaminasi bakteri dari luar spesimen darah. 


Flebotomi dilakukan secara steril sehingga dilakukan disinfeksi pada 


lokasi dan peralatan flebotomi. Jika pengambilan darah dilakukan 


secara bersamaan dengan tabung vakum, botol kultur darah harus 


dilakukan pada urutan pertama (Tabel 2) 


J. Wadah Benda Tajam


Wadah benda tajam atau sharps containers merupakan wadah yang 


digunakan untuk membuang benda tajam infeksius (Gambar 12). 


Penggunaan wadah ini bertujuan agar jarum segera dibuang setelah 


prosedur flebotomi selesai sehingga jarum tidak perlu dibengkok kan, dipatahkan, ditutup, atau dipindah-pindahkan karena berisiko 


menusuk tangan flebotomis. Oleh karena itu, wadah harus terbuat 


dari bahan tahan tusukan, sayatan, dan tahan bocor. Wadah harus 


diberi label biohazard dengan warna wadah kuning sebagai tanda 


limbah berbahaya dan infeksius ,

Bahan wadah yang tersedia di pasaran adalah plastik atau kar dus (Gambar 12A dan B). Penggunaan wadah berbahan kardus lebih 


disukai karena lebih murah dan bisa langsung dibuang. Pada dasar nya, wadah berbahan plastik juga harus sekali pakai guna memini malkan tertusuk saat pemindahan jarum. Pembuangan jarum pada 


wadah karton sebaiknya dilakukan penutupan terlebih dahulu, tetapi 


tetap harus memperhatikan prosedur keselamatan. Pembuangan 


benda tajam tidak terbatas pada jarum saja, tetapi bisa juga lanset, 


kaca, spuit dengan jarum, dan benda tajam lainnya 

Wadah benda tajam ditempatkan tidak jauh dari responden saat 


dilakukan flebotomi dan terjangkau oleh flebotomis, serta dapat di simpan pada baki flebotomi. Oleh karena itu, jarum dapat dengan 


mudah dibuang. Apalagi, jarum sistem vakum dapat segera dibuang 


setelah prosedur mencabut jarum pada lengan responden. Ketika 


wadah benda tajam terisi hingga tiga per empat (3/4), sebaiknya 


wadah tidak diisi kembali dan segera dilakukan pembuangan sesuai 


prosedur pengelolaan limbah 


Alternatif wadah benda tajam adalah penggunaan limbah rumah 


tangga, seperti wadah detergen (Gambar 12C), jika wadah yang dire komendasikan tidak tersedia. Penggunaan wadah benda tajam alter natif harus memenuhi persyaratan seperti harus terbuat dari plastik, 


tahan tusukan dan benda tajam lainnya, mudah ditutup, tegak dan 


stabil saat disimpan, tahan bocor, serta harus diberi label limbah ber bahaya dan infeksius 


K. Alat Destruksi Jarum


Alat destruksi jarum atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebut an syringe destroyer merupakan alat yang digunakan menghancurkan 


jarum pada spuit yang telah dipakai (Gambar 13). Penggunaan alat 


tersebut bertujuan untuk mencegah tertusuk jarum atau penggunaan 


ulang spuit yang dapat berisiko menularkan patogen dalam darah 


L. Wadah Transpor


Wadah transpor merupakan wadah untuk membungkus atau 


menyimpan spesimen darah yang akan dikirimkan ke laboratorium. 


Penggunaan wadah ini ditujukan untuk menghindari kontaminasi 


jika terjadi tumpahan pada tabung vakum yang mengalami pecah 


atau tutup terlepas. Selain itu, wadah ini juga digunakan untuk 


mempertahankan suhu yang diinginkan selama dilakukan trans portasi. Wadah transportasi dapat berupa kantong maupun kotak 


yang terbuat dari plastik atau gabus (Gambar 14). Penutup wadah 


harus mampu menutup dengan rapat, khususnya pada wadah trans por yang digunakan untuk menjaga suhu tetap stabil 

M. Baki Flebotomi


Baki flebotomi merupakan wadah untuk menyimpan dan memba wa perlengkapan flebotomi. Baki flebotomi tersedia dalam bentuk 


jinjing dan troli (Gambar 15). Baki jinjing biasanya digunakan jika 


flebotomi dilakukan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya 


yang membutuhkan mobilitas dari satu ruangan ke ruangan lainnya. 


Baki troli digunakan jika flebotomi hanya dilakukan di ruangan fle botomi (satu ruangan) sehingga lebih mudah menggeser-geser troli


untuk menjangkau perlengkapan flebotomi 

Pengambilan 


Darah Vena 

Lokasi Pungsi


Lokasi pungsi vena yang paling umum untuk pengambilan darah


vena dilakukan pada vena suprafisial dari fossa antekubital (lipatan 


siku). Terdapat tiga vena yang digunakan untuk pungsi vena. Lokasi 


ketiga vena pada fossa antekubital tersebut secara anatomis dibagi 


menjadi dua pola. Pola “H” adalah vena mediana kubiti, vena sefalika,


dan vena basilika Pola “M” 


adalah vena mediana kubiti, vena sefalika aksesori, dan vena basilika. 


Perbedaan pola anatomis dapat dilihat pada Gambar 16. 

Vena mediana kubiti merupakan vena yang menghubungkan 


vena basilika dan vena sefalika. Vena sefalika atau vena sefalika ak sesori terletak pada sisi luar (lateral) fossa antekubital dan sisi ibu 


jari. Vena basilika terletak pada bagian dalam/bawah fossa anteku bital dan sisi jari kelingking (Nugraha, 2017). Vena mediana kubiti 


menjadi pilihan pertama pada pungsi vena. Jika vena tidak menonjol 


dan teraba pada kedua lengan, vena sefalika atau vena basilika harus 


digunakan. Jadikan vena sefalika sebagai vena pilihan paling akhir 


karena memiliki risiko mencederai saraf median dan ketidaksenga jaan menusuk arteri brakialis 

Pencarian vena pada fossa antekubital dilakukan dengan cara 


pembebatan pada lengan menggunakan turniket yang kemudian 


diminta untuk mengepal. Pada kondisi ini, vena akan menonjol. 


Flebotomis melakukan palpasi (meraba) vena dengan jari telunjuk 


untuk menentukan arah, diameter, dan kedalaman vena 


Alternatif pungsi yang dapat digunakan untuk mendapatkan 


darah vena adalah vena metakarpal dorsal (punggung tangan) 


dan pleksus vena dorsal kaki. Pemilihan kedua vena tersebut atas 


pertimbangan jika pungsi vena pada fossa antekubital benar-benar 


tidak dapat dilakukan karena berbagai macam faktor. Vena metakarpal 


dorsal merupakan pilihan kedua jika vena pada fossa antekubital 


tidak dapat diakses dan pleksus vena dorsal kaki menjadi vena 


pilihan terakhir ,Jika pungsi vena dilakukan pada 


pelayanan kesehatan (seperti rumah sakit, klinik dan laboratorium 


kesehatan), peneliti dan flebotomi harus mempertimbangkan 


kebijakan setempat.


B. Sistem Pengambilan Darah


Terdapat dua sistem flebotomi yang dapat digunakan untuk pungsi 


vena, yaitu sistem terbuka (open system) dan sistem tertutup (close 


system). Sistem terbuka merupakan flebotomi yang menggunakan 


alat jarum dan spuit. Hal ini disebut demikian karena untuk me mindahkan spesimen darah yang sudah terkumpul pada spuit ke da lam tabung vakum harus dilakukan dengan melepas jarum. Beberapa 


flebotomis melakukannya dengan melepas jarum dan penutup 


tabung vakum lalu darah dimasukkan, sementara flebotomis lainnya 


langsung menusukkan jarum pada spuit berisi darah pada tabung 


vakum. Dengan demikian, sistem ini memungkinkan darah kontak 


dengan udara yang mengakibatkan darah terkontaminasi mikroor ganisme udara, terutama pada flebotomis yang melepaskan jarum 


dan tutup tabung vakum (Nugraha, 2017; WHO, 2010a). 

Sistem tertutup merupakan flebotomi yang menggunakan alat 


jarum, holder, dan tabung vakum. Oleh karena itu, sistem ini disebut 


juga sistem vakum. Karena pada saat dilakukan pungsi vena, darah


langsung mengalir ke tabung vakum tanpa terjadi kontak dengan 


udara (Nugraha, 2017; WHO, 2010a). Flebotomi sistem tertutup 


sangat cocok untuk pengambilan darah yang membutuhkan lebih 


dari satu tabung vakum atau untuk pengumpulan darah pada botol 


kultur darah. Kelebihan dan kekurangan sistem yang akan digunakan 


dapat dilihat pada Tabel 5.


C. Prosedur Pungsi Vena


Sebelum melakukan prosedur pungsi vena, sebaiknya flebotomis


memperkenalkan diri. Prosedur pengambilan darah vena dapat 


mengikuti langkah-langkah yang direkomendasikan oleh Clinical 


and Laboratory Standards Institute (CLSI) 


Prosedur flebotomi sistem tertutup dapat dilihat pada Gambar 17, 


sistem terbuka pada Gambar 18, dan menggunakan winged needle 


pada vena metakarpal dorsal pada Gambar 19. 

Flebotomi untuk mengumpulkan darah pada botol kultur da rah sebaiknya dilakukan menggunakan sistem tertutup. Langkah langkah yang dilakukan tidak jauh berbeda seperti flebotomi dengan 


sistem tertutup. Perbedaan terletak pada beberapa persiapan alat 


yang harus disterilkan. Disinfeksi dilakukan menggunakan swab 


alkohol pada permukaan atas botol kultur darah dan pada bagian 


dalam holder. Disinfeksi lokasi pungsi vena dilakukan dengan meng gunakan povidone iodine karena penggunaan swab alkohol tidak 


mampu membunuh bakteri secara efektif. Akan tetapi, jika pengam bilan darah dilanjutkan menggunakan tabung vakum, penggunaan 


povidone iodine harus dihindari ,

D. Pungsi Vena pada Anak dan Bayi


Flebotomi pada anak (pediatrik) atau bayi (neonatus) harus dilaku kan oleh flebotomis yang sudah terampil dan memiliki pengalaman. 


Flebotomis juga harus memiliki kemampuan interpersonal yang ba gus, baik pada responden maupun orang tua atau keluarga lain yang 


mendampingi. Hal ini karena flebotomis harus dapat bersikap lembut 


terhadap responden dan mampu menghadapi orang tua yang mung kin bersikap histeris, sedih, marah, menjerit, dan ketakutan terhadap 


anak yang akan dilakukan pungsi vena. Jika flebotomi dilakukan pada 


pelayanan rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya, peneliti 


dapat mengikuti prosedur yang berlaku dan meminta bantuan petu gas flebotomis di tempat tersebut ,


Responden anak dan bayi sebaiknya menggunakan jarum ber ukuran 22 sampai 23. Jika perlu, dapat menggunakan winged needle. 


Badan responden harus diimobilisasi untuk menghindari pergerakan, 


terutama lengan yang dapat membahayakan proses selama flebotomi


pada responden. Proses imobilisasi dapat dilakukan dengan meminta 


bantuan orang tua atau keluarga yang mendampingi. Jika tidak me mungkinkan, hal ini dapat dilakukan oleh peneliti atau bila perlu 


menugaskan orang lain. Orang tua atau keluarga yang mendampingi 


bersedia untuk membantu harus diberikan instruksi lengkap tentang 

bagaimana dan di mana harus melakukan imobilisasi ,


Imobilisasi pada anak umumnya dilakukan dengan cara 


dipangku. Tangan kanan orang tua menggenggam pergelangan 


tangan kanan anak sambil direntangkan. Tangan kiri orang tua 


menumpu siku tangan kanan anak dengan posisi sambil memeluk 


anak dan melakukan imobilisasi terhadap tangan kiri dan badan 


anak. Kaki kiri atau kanan orang tua disilangkan untuk imobilisasi 


kaki anak , Teknik ini dapat dilihat seperti 


pada Gambar 20A.


Imobilisasi responden bayi dilakukan dengan cara ditidurkan. 


Tangan kanan orang tua menggenggam pergelangan tangan kiri bayi 


sambil direntangkan. Tangan kiri orang tua menumpu siku tangan 


kiri bayi dengan posisi tangan kiri memeluk bagian belakang kepala. 


Posisi tersebut terlihat seperti memeluk anak dari bagian depan 


sehingga tubuh orang tua mengakibatkan imobilisasi badan dan kaki 


bayi. Jika posisi orang tua tidak nyaman dan sulit dilakukan, cara lain 


yang dapat dilakukan adalah dengan merentangkan tangan kiri bayi 


menggunakan tangan kanan orang tua dan secara bersamaan lengan 


menahan kaki. Tangan kiri digunakan untuk menahan badan bayi 


seperti pada Gambar 20B. Cara ini kurang efektif karena bayi masih 


dapat mudah bergerak dibandingkan cara pertama , Teknik imobilisasi lain yang dapat digunakan untuk 


bayi adalah dengan cara membedung.


E. Pungsi Vena pada Lansia


Prosedur flebotomi yang dilakukan pada responden lanjut usia (geri atri) harus dilakukan dengan sopan santun. Tunjukkan rasa hormat 


kepada responden. Penyebutan nama responden sebaiknya dilaku kan dengan menambahkan panggilan nyonya, tuan, atau disesuaikan 


dengan sebutan di daerah masing-masing yang kemudian dilanjut kan penyebutan nama depan ,


Waktu flebotomi sebaiknya dibuat fleksibel agar responden 


tersedia banyak waktu. Pasien lansia umumnya nyaman melaku- 

kan komunikasi secara singkat. Lakukan pembicaraan secara 


pelan-pelan karena mereka sering mengalami gangguan penden garan. Berikan juga kesempatan responden lansia untuk berbicara 



Sebelum pengambilan darah, perlu diperhatikan posisi tubuh 


responden lansia. Pastikan responden dalam keadaan nyaman 


dengan menawarkan posisi duduk atau berbaring selama proses 


flebotomi. Pastikan pula alat bantu, seperti kacamata dan alat bantu 


dengar, terpasang dan berfungsi dengan baik. Responden lansia 


yang membutuhkan bantuan gerak dapat didampingi oleh keluarga 



Beberapa responden lansia mungkin memiliki kondisi khusus 


sehingga flebotomis harus memiliki keterampilan interpersonal dan 


teknis lebih dalam flebotomi. Salah satu kondisi khusus ini adalah 


responden yang mengalami alzheimer sehingga responden menga lami komunikasi dan dibutuhkan pendamping, baik keluarga mau pun orang yang merawatnya. Pendampingan ini juga bermanfaat 


untuk membantu flebotomis menstabilkan lengan responden selama 


pungsi vena. Responden tetap diperlakukan sebagai orang sehat 



Responden dengan artritis menyebabkan kesulitan untuk berge rak sehingga flebotomi sebaiknya dilakukan di tempat, misalnya tetap 


duduk di kursi rodanya atau tetap berbaring di tempat tidur. Kondisi 


artritis dapat menyebabkan responden kesulitan menggerakkan 


tangan, termasuk meluruskan lengan, sehingga jangan sesekali 


meluruskan dan membuka tangan responden dengan tenaga yang 


kuat karena dapat menimbulkan rasa nyeri dan cedera. Penggunaan 


winged needle direkomendasikan agar dapat mengakses vena pada 


lengan yang sulit dijangkau akibat lengan tidak dapat direntangkan 



Responden lansia dengan masalah koagulasi dapat ber isiko perdarahan berkepanjangan dan mudah terjadi hematoma. 


Penghentian pendarahan dapat dilakukan dengan melakukan 


penekanan kuat pada lokasi penusukan dengan waktu yang lebih  

lama. Perlu diingat bahwa tindakan penekanan jangan dilakukan ter lalu kuat karena dapat melukai dan mengakibatkan memar ,


Lansia dengan pandangan kabur atau katarak memiliki 


gangguan penglihatan sehingga perlu dituntun dan diarahkan hingga 


duduk pada kursi flebotomi. Begitu pula ketika prosedur flebotomi 


telah selesai, flebotomis harus menuntun responden meninggalkan 


ruangan hingga benar-benar bisa dilepas untuk berjalan sendiri atau 


diserahkan kepada keluarga jika diantar .


Lansia dengan gangguan pendengaran dapat mengakibatkan 


kesulitan komunikasi, seperti menjawab pertanyaan dan memahami 


instruksi. Bicaralah dengan jelas dan nada suara normal. Jangan 


lakukan pembicaraan dengan berteriak karena akan sulit dipahami. 


Agar memperlancar komunikasi, tambahkan komunikasi nonverbal 


dengan memberi isyarat gerakan tubuh ,


Kondisi kulit dan vena kurang elastis umum ditemui pada 


lansia karena pembuluh darah mengalami penyempitan dan rapuh 


sehingga berisiko mengakibatkan cedera pada responden. Hindari 


hal tersebut dengan membebat vena secara benar dan baik. Tangan 


kanan dapat membantu untuk menahan lengan agar imobilisasi 


vena semakin baik. Lakukan prosedur secara perlahan dan lembut 



Konduksi saraf yang lebih lambat dapat mengakibatkan respons 


terhadap nyeri menjadi lama. Sampaikan kondisi nyeri pada flebo tomi dengan jelas dan perlahan. Beri waktu pula kepada responden 


untuk merespons. Lakukan komunikasi secara berulang terhadap 


respons nyeri ,


Penyakit parkinson dan strok dapat mengakibatkan kemampuan 


bicara sehingga perlu pendampingan keluarga atau orang yang mer awat. Jika pasien berbicara, berikan waktu pasien untuk berbicara 


dan menyelesaikannya. Saat kondisi pasien gemetar, flebotomis 


dapat meminta bantuan pendamping untuk melakukan penahanan 


pada lengan ,

F. Pemecahan Masalah Kegagalan Pungsi Vena


Flebotomis dalam menjalankan tugasnya tidak luput dari kegagalan 


pengambilan darah. Penyebab kegagalan pungsi vena dapat disebab kan faktor dari perlengkapan flebotomi atau posisi jarum yang tidak 


sesuai dalam vena. Posisi jarum yang benar umumnya ditusukkan 


pada sudut 15 sampai 30 derajat dengan posisi lumen berada di da lam vena (Gambar 21A). Jika jarum tepat mengenai vena, hal ini akan 


ditandai dengan masuknya darah pada hub dan darah dengan mudah 


untuk diambil 

Tindakan yang harus dilakukan jika darah tidak mengalir ada lah melakukan pengecekan posisi tabung vakum. Pastikan tabung 


terpasang dengan benar pada kedudukan holder dan jarum telah 


menembus penutup karet tabung vakum karena jika darah tetap 


tidak mengalir, lakukan penggantian tabung. Kemungkinan tabung 


tersebut sudah kehilangan kevakuman. Kedua tindakan ini dilakukan 


pada flebotomi sistem tertutup, sedangkan tindakan pada sistem ter buka umumnya disebabkan karena posisi jarum 


Insiden kegagalan pada posisi jarum dapat berupa posisi bevel


sejajar dengan dinding vena (Gambar 21B dan C) sehingga aliran da rah terhalang dan tekanan vakum dapat merusak dinding vena yang 


dapat menyebabkan rasa sakit dan hematoma. Tindakan perbaikan 


pada kasus tersebut adalah menarik jarum atau memutar sedikit bevel. 


Pada flebotomi sistem tertutup, lepaskan tabung vakum dari keduduk an holder terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan perbaikan. 


Hentikan prosedur jika terjadi hematoma ,


Jarum yang menembus terlalu dalam (Gambar 21D) disebabkan 


posisi memegang jarum kurang erat sehingga mudah goyang atau 


akibat dorongan saat memasukkan tabung vakum ke dalam dudukan 


holder. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan adalah melakukan 


sedikit tarikan terhadap jarum untuk melancarkan aliran darah. 


Hentikan prosedur jika terjadi hematoma ,


Jarum yang menusuk tidak cukup dalam (Gambar 21E) dapat 


disebabkan oleh flebotomis yang melakukan penusukan terlalu 


pelan. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan adalah mendorong 


kembali jarum secara perlahan hingga darah mengalir dengan lancar. 


Hentikan prosedur jika terjadi hematoma ,


Jarum di samping vena (Gambar 21F) disebabkan oleh pembe batan kurang kencang sehingga ketika dilakukan penusukan, vena 


bergulir ke samping. Tindakan perbaikan yang dapat dilakukan 


adalah dengan menarik jarum hingga bevel tepat di bawah kulit dan  

arahkan pada vena yang tergelencir. Setelah itu, lakukan penusukan 


kembali. Teknik pada flebotomi sistem tertutup dilakukan dengan 


cara melepaskan tabung vakum dari kedudukan holder terlebih dahu lu sebelum melakukan tindakan perbaikan. Jangan lakukan prosedur 


berulang-ulang karena dapat merusak jaringan 


Vena lumpuh atau collapsed (Gambar 21G) disebabkan oleh 


tekanan vakum terlalu tinggi atau tarikan plunger terlalu kuat, 


pembebatan terlalu kuat, dan turniket dekat dengan lokasi pungsi. 


Kondisi tersebut mengakibatkan aliran darah dalam tabung vakum 


berkurang bahkan terhenti. Vena dapat rusak terutama pada res ponden lansia. Tindakan perbaikan adalah dengan menghentikan 


prosedur flebotomi dan melakukan pungsi vena di tempat lain de ngan memperhatikan pembebatan dan memperlambat pengisapan 


darah ,


G. Kegagalan Flebotomi


Tindakan flebotomi tidak selamanya dilakukan dengan lancar. Walau 


sudah dilakukan tindakan perbaikan saat gagal melakukan penu sukan pada vena, kemungkinan tidak didapatkan spesimen dapat 


terjadi. Jika flebotomis tidak berhasil mengumpulkan spesimen pada 


upaya pertama, lakukan tindakan flebotomi kembali pada vena yang 


lainnya atau bila perlu pindah pada lengan lainnya. Flebotomis juga 


dapat menggunakan vena metakarpal dorsal atau pleksus vena dorsal 


kaki. Jika upaya kedua tidak berhasil, minta orang lain untuk meng ambil alih. Upaya pungsi vena yang tidak berhasil membuat pasien 


dan flebotomis frustrasi. Jika orang kedua tidak berhasil dalam dua 


kali percobaan, berikan waktu kepada pasien untuk istirahat dan coba 


kembali kecuali tes tersebut dipengaruhi waktu. Saat terjadi kega galan flebotomi, perlu dibangun kembali dan ditingkatkan terhadap 


keyakinan dan kemantapan flebotomis untuk kesuksesan flebotomi 


H. Identifikasi Responden


Identifikasi responden memiliki poin penting dalam flebotomi, teruta ma untuk menghindari tertukarnya spesimen dengan responden lain 


jika hasil pemeriksaan akan diberikan kepada responden. Identifikasi 


yang umum digunakan adalah nama lengkap, tanggal lahir, dan alamat. 


Penggunaan kode unik dapat diterapkan sebagai pelengkap untuk 


mempermudah identitas terutama di wilayah yang memungkinkan 


memiliki nama serupa. Rumah sakit atau pelayanan kesehatan lain nya dapat menggunakan nomor rekam medis atau nomor registrasi. 


Penggunaan nomor tersebut, terutama nomor rekam medis, perlu 


meminta izin pada instansi terkait jika digunakan untuk pencatatan 


pada lembar penelitian (WHO, 2010a). Penelitian dapat memanfaat kan nomor penelitian yang dapat ditentukan sendiri oleh peneliti.


Identifikasi dilakukan ketika responden akan dilakukan 


pengambilan darah. Identifikasi pada responden dewasa dan sadar 


dilakukan dengan meminta responden menyebutkan nama lengkap, 


tanggal lahir, dan alamat. Jika terdapat formulir pemeriksaan, hasil 


identifikasi harus dicocokkan. Jika cocok, responden dapat dilakukan 


pengambilan darah. Perlu diingat, identitas responden tidak boleh 


disebutkan oleh flebotomis dalam proses identifikasi tetapi harus 


disebutkan oleh responden guna menghindari salah ucap dan salah 


dengar ,


Identifikasi responden anak dan bayi dilakukan pada orang tua 


atau keluarga yang mendampingi. Identifikasi dilakukan dengan 


meminta menyebutkan nama lengkap, tanggal lahir atau umur, serta 


alamat tinggal. Pastikan orang yang diwawancarai dalam identifikasi 


responden anak dan bayi merupakan orang tua atau keluarga yang 


mendampingi responden dan mengetahui dengan pasti informasi 


pribadi dari responden ,


Identifikasi responden yang merupakan pasien rawat inap, baik 


dewasa maupun anak, dilakukan dengan melakukan pengecekan ter hadap gelang identitas. Gelang umumnya terpasang pada pergelang 

an tangan untuk pasien dewasa dan anak serta di kaki untuk pasien 


bayi. Identifikasi tidak dipergunakan identitas yang terpasang pada 


papan informasi ruangan, tempat tidur atau apa pun yang terdapat 


di dalam ruangan pasien di rawat. Jika responden tidak menggu nakan gelang identitas, lakukan konfirmasi pada perawat ruangan 



I. Pelabelan Spesimen 


Spesimen darah yang sudah ditampung pada tabung vakum harus 


dilakukan pelabelan yang terdapat pada secarik kertas (stiker) yang 


menempel pada tabung atau dapat menggunakan label tambahan 


(etiket). Label harus ditulis dengan jelas dan memuat informasi yang 


diperlukan oleh laboratorium, seperti nama lengkap responden, 


tanggal lahir, dan tanggal, serta waktu pengambilan darah. Jika pene litian menggunakan kode unik sebagai identitas maka bisa ditambah kan. Proses pelabelan dilakukan setelah selesai melakukan flebotomi


dan dilakukan di dekat responden agar penulisan identitas respon den pada label dapat dikonfirmasi pada responden sebagai bukti 


spesimen yang dilabel sudah benar berasal dari responden tersebut 



J. Pungsi Vena pada Kondisi Khusus


Prosedur flebotomi yang dilakukan pada responden dengan kri teria khusus perlu memperhatikan kondisi responden yang dapat 


dijadikan pertimbangan untuk menentukan lokasi pungsi vena. 


Pertimbangan tersebut digunakan karena kondisi responden dapat 


mempersulit pungsi vena atau memengaruhi hasil pemeriksaan la boratorium sehingga pungsi harus dilakukan di tempat lain atau tin dakan tambahan. Kondisi tersebut meliputi luka bakar, bekas luka, 


tato, vena rusak, edema, hematoma, mastektomi, obesitas, dan terapi 


intavena ,


Edema merupakan kondisi pembengkakan yang disebabkan oleh 


akumulasi cairan yang tidak normal pada jaringan. Penyebab paling 

umum adalah infiltrasi jaringan oleh larutan yang mengalir melalui 


kateter intravena yang salah posisi. Tempat edema harus dihindari 


untuk pungsi vena karena vena sulit ditemukan dan spesimen dapat 


terkontaminasi dengan cairan jaringan ,


Area bekas luka, terbakar, atau bertato harus dihindari. 


Kemungkinan vena yang akan dicari sulit dilakukan palpasi dan 


diambil. Area tersebut memiliki sirkulasi yang terganggu yang 


mempersulit pengumpulan dan dapat memengaruhi hasil tes. 


Daerah yang baru mengalami luka bakar atau baru dipasang tato 


sangat rentan terhadap infeksi. Tato mengandung pewarna yang 


dapat mengganggu pengujian. Area dengan pewarna harus dihindari 


kecuali tidak ada lokasi lain yang tersedia dan perlu dicatat untuk 


dilaporkan ,


Kondisi vena rusak, seperti vena sklerosis (mengeras) atau 


trombosis (menggumpal), menyebabkan vena tersumbat dan terasa 


keras. Vena dalam kondisi ini sulit untuk ditusuk dan memiliki aliran 


darah yang terganggu sehingga berdampak pada kesalahan hasil 


pemeriksaan ,


Hematoma merupakan pembengkakan akibat massa darah


yang keluar dari vena. Penyebabnya bisa berasal dari pungsi vena 


sebelumnya. Flebotomis tidak boleh melakukan pengambilan melalui 


lokasi ini karena dapat menyakitkan responden dan menyebabkan 


tidak akuratnya pemeriksaan ,


Responden mastektomi atau operasi pengangkatan payudara 


tidak dapat dilakukan pengambilan darah pada lengan yang sama 


dengan lokasi mastektomi. Selain itu, tindakan pembebatan pada 


flebotomi dapat menyebabkan rasa nyeri dan limfostasis (penghentian 


aliran getah bening) akibat penumpukan cairan getah bening. 


Flebotomi dapat dilakukan pad lengan lain yang tidak mendapatkan 


tindakan mastektomi. Jika flebotomi tidak memungkinkan diambil 


pada lengan tanpa mastektomi seperti pada kondisi mastektomi  

bilateral (kedua payudara), perlu dilakukan konsultasi dengan dokter


yang merawat pasien ,


Responden obesitas dapat menyebabkan kesulitan dalam 


menentukan vena karena tidak terlihat dan teraba. Jika dihadapkan 


dengan kasus seperti itu, fokuskan pada vena sefalika yang lebih 


mudah ditemukan dengan memutar lengan pasien. Jika tidak 


ada vena yang mudah teraba, tanyakan pada responden lokasi 


pengambilan darah yang pernah berhasil dilakukan sebelumnya. 


Penggunaan manset dapat membantu dalam menemukan lokasi 


vena. Akan tetapi, manset tidak boleh dipompa lebih dari 40 mmHg 


dan membebat lebih dari satu menit. Risiko kegagalan pungsi vena 


pada responden obesitas sangat tinggi sehingga perlu diperhatikan 


saat jarum tidak mengenai vena untuk tidak ditusukkan berulang 


karena dapat mengakibatkan kerusakan jaringan ,


Terapi intravena terutama penggunaan infus intravena yang 


sering ditemui saat flebotomi harus diperhatikan oleh flebotomis. 


Pengambilan darah pada lengan yang sama dengan lokasi infus harus 


dihindari karena cairan infus dapat mengontaminasi spesimen darah. 


Jika tidak ada alternatif lain, pengambilan darah tetap dilakukan pada 


lengan yang sama dengan cairan infus dengan meminta perawat


sebagai kewenangannya untuk menghentikan infus selama dua 


sampai lima menit sebelum spesimen diambil. Jika memungkinkan, 


spesimen yang pertama kali ditampung tidak digunakan untuk 


pemeriksaan karena ada kemungkinan masih terkontaminasi. 


Tindakan ini menjadi catatan khusus peneliti 

K. Komplikasi pada Pungsi Vena


Ekimosis atau memar adalah komplikasi yang paling sering ditemui 


pada pungsi vena. Kondisi tersebut terjadi akibat kebocoran sejumlah 


kecil darah ke dalam jaringan di sekitar lokasi tusukan. Flebotomis


dapat melakukan tindakan pencegahan dengan menekan langsung 


lokasi pungsi vena dengan kain kasa. Jangan lakukan tindakan me- 

minta responden untuk menekukkan tangan setelah flebotomi kare na dapat menyebabkan memar dan tidak efektif dalam menghentikan 


perdarahan ,


Hematoma terjadi ketika terjadi kebocoran sejumlah besar da rah di sekitar lokasi tusukan dan menyebabkan area mengalami pem bengkakan akibat akumulasi darah dalam jaringan. Jika hematoma


terjadi dengan cepat pada saat pungsi vena, flebotomis harus segera 


melepaskan jarum dan menekan lokasi tusukan dengan kasa selama 


dua menit. Hematoma dapat menyebabkan memar, rasa nyeri, dan 


kerusakan permanen pada lengan ,


Sinkop atau pingsan juga merupakan kondisi yang sering 


terjadi. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menanyakan 


kepada responden apakah memiliki riwayat pingsan pada flebotomi


atau melihat tanda-tanda, seperti butiran keringat pada dahi, 


hiperventilasi, cemas, dan pucat. Jika pasien pingsan, flebotomis


harus segera melepaskan jarum, menurunkan kepala pasien atau 


ditidurkan, dan melonggarkan pakaian yang ketat. Jika berada pada 


pelayanan kesehatan, hubungi perawat atau dokter untuk diberikan 


pertolongan lanjutan 


Hemokonsentrasi adalah peningkatan konsentrasi sel dan 


analit dalam darah sebagai akibat dari pergeseran keseimbangan air. 


Hemokonsentrasi dapat disebabkan oleh terlalu lama membebatkan 


turniket di lengan pasien. Turniket tidak boleh membebat lebih dari 


satu menit, sebaiknya dilepas selama dua menit, dan diaplikasikan 


kembali sebelum pengambilan darah vena dilakukan 


Hemolisis merupakan keadaan saat sel darah merah pecah (he molisis) yang mengakibatkan keluarnya hemoglobin dan mengaki batkan plasma atau serum berwarna merah. Hemolisis terjadi akibat 


penggunaan jarum yang terlalu kecil pada saat pungsi vena, peng ambilan darah dilakukan pada lokasi hematoma, penarikan plunger 


spuit terlalu cepat, penekanan plunger spuit terlalu kuat saat darah  

dimasukkan ke dalam tabung, inversi terlalu kuat, dan kontaminasi 


alkohol atau air dalam darah ,


Petekie merupakan bintik merah kecil akibat sejumlah kecil 


darah keluar dari kapiler dan muncul ke permukaan kulit. Petekie


bisa menjadi tanda kelainan pembekuan darah dan akibat dari 


kelainan trombosit atau cacat pada dinding kapiler. Pencegahan 


dapat dilakukan dengan menghindari pembendungan yang lama, 


berulang, dan kencang ,

Beberapa alergi yang disebabkan oleh perlengkapan flebotomi,


seperti antiseptik kulit, lateks, atau perekat pada plester juga dapat 


terjadi. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menanyakan 


terlebih dahulu kepada responden terkait adanya riwayat alergi 


terhadap alat-alat flebotomi yang akan digunakan. Jika ada 


responden yang teridentifikasi memiliki alergi, flebotomis harus 


mengganti perlengkapan flebotomi dengan perlengkapan non alergik ,


Nyeri merupakan kondisi yang pasti dirasakan selama pungsi 


vena. Sensasi sakit dapat dicegah dengan membiarkan alkohol 


benar-benar kering setelah membersihkan lokasi penusukan. Nyeri 


hebat, sensasi terbakar atau sengatan listrik, mati rasa, dan nyeri 


yang menjalar ke atas atau ke bawah lengan selama pungsi vena 


menunjukkan keterlibatan saraf dan jarum harus segera dicabut. Jika 


nyeri terus berlanjut, gunakan kompres es dan hubungi perawat atau 


dokter untuk diberikan pertolongan lanjutan 


Pendarahan berlebih akibat gangguan proses pembekuan 


darah atau sedang melakukan terapi antikoagulan ditangani dengan 


menghentikan perdarahan lebih lama, yaitu menekan lokasi 


penusukan selama lima menit. Jika perdarahan berlanjut, hubungi 


perawat atau dokter,


Kejang akibat respons terhadap tusukan jarum atau sudah ada 


sebelumnya menyebabkan flebotomis harus segera menghentikan 


prosedur flebotomi dan melepas jarum. Flebotomis juga harus me 

mastikan keselamatan responden dari benda-benda terdekat yang 


dapat menciderai. Hubungi perawat atau dokter untuk mendapat 


pertolongan lanjutan ,


Pasien yang mengalami mual atau muntah bisa disiapkan 


wadah atau kantong plastik untuk dipegang sebagai upaya tindakan 


pencegahan. Minta pasien untuk bernapas perlahan dan berikan 


kompres dingin di dahinya untuk mengurangi rasa mual. Jika pasien 


muntah, hentikan prosedur dan hubungi perawat atau dokter untuk 


pertolongan berikutnya ,



A. Sarana Transportasi


Transportasi spesimen darah merupakan bagian yang tidak ter pisahkan dalam menjaga kualitas spesimen sebelum dilakukannya 


pemeriksaan. Pengumpulan spesimen darah pada penelitian sering 


dilakukan di luar laboratorium sehingga sangat memungkinkan 


adanya kebutuhan transportasi yang terkontrol. Kegiatan tersebut 


perlu diatur dengan baik agar bahan pemeriksaan tidak dipengaruhi 


lingkungan, seperti suhu, guncangan, faktor fisik, dan biologis lainnya 


yang dapat memengaruhi akurasi pemeriksaan. Transportasi bahan 


pemeriksaan dapat berdampak pada penundaan pemeriksaan yang 


juga dapat berpotensi memengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan 


. Selain itu, kegiatan transportasi juga dibutuhkan 


jika parameter pemeriksaan tidak bisa dilakukan pada laborato rium tersebut sehingga perlu melakukan rujukan pemeriksaan ke 


laboratorium lain ,

Kegiatan transportasi yang dapat memengaruhi kualitas peme riksaan perlu menjadi pertimbangan peneliti untuk menyesuaikan 


analit yang akan diperiksa dengan lokasi pengambilan spesimen. 


Lokasi pengumpulan spesimen darah yang umum dilakukan adalah 


1) lokasi flebotomi dilakukan dalam satu ruangan dengan laboratori um, 2) lokasi flebotomi dilakukan dalam satu pelayanan fasilitas ke sehatan, seperti ruang perawatan, poli rawat jalan, atau ruang khusus 


sampling yang berjauhan dengan laboratorium pemeriksaan tetapi 


masih satu lingkungan, atau 3) lokasi flebotomi dilakukan di lapang an ,


B. Sistem Transportasi


Sistem transportasi untuk pengiriman spesimen darah secara garis 


besar dibagi menjadi dua, yaitu transportasi sampel internal (in-house 


sample transportation) dan transportasi sampel eksternal (external 


sample transportation). Transportasi sampel internal dilakukan 


secara manual menggunakan tangan, baki, atau troli. Transportasi 


sampel internal seperti pengambilan spesimen darah yang dilakukan 


satu lokasi dengan ruangan dengan laboratorium mungkin tidak per lu penanganan khusus dalam transportasi karena darah dapat segera 


diserahkan ke laboratorium untuk diproses ,


Transportasi sampel internal pada pengambilan spesimen yang 


dilakukan di ruang perawatan atau ruangan khusus sampling harus 


dapat perhatian khusus karena pengiriman dari ruangan ke labora torium akan mengakibatkan waktu tunda pemeriksaan, terlebih jika 


harus mengumpulkan spesimen dari semua responden. Oleh karena 


itu, peneliti perlu memperhatikan penyimpanan bahan pemeriksaan 


pada kotak transportasi berpendingin serta spesimen yang harus 


dikemas untuk menghindari tumpahan bahan pemeriksaan saat diba wa ke laboratorium karena spesimen yang di ambil dari ruangan um umnya dibawa melalui jalan yang dilalui oleh orang lain. Berdasarkan 


hal tersebut, aspek keamanan dan keselamatan dari bahan infeksius


harus diperhatikan 

Minimalisasi waktu tunggu pada transportasi sampel internal


secara manual dapat dilakukan dengan penggunaan sistem 


otomatis menggunakan pneumatic tube systems (PTS) yang sudah 


banyak digunakan di Indonesia atau menggunakan sistem robot 


atau kendaraan listrik yang masih jarang digunakan di Indonesia. 


Penggunaan PTS juga dapat menimbulkan permasalahan baru dalam 


kualitas bahan pemeriksaan karena selama pengangkutan dengan 


PTS terjadi perubahan tekanan udara, getaran atau guncangan, 


percepatan dan perlambatan mendadak. Dampak lain dalam 


penggunaan PTS adalah sampel hemolisis dan spesimen tumpah 


. Oleh karena itu, penggunaan 


PTS harus dievaluasi terlebih dahulu sebelum digunakan oleh 


peneliti.


Transportasi sampel eksternal meliputi pengiriman 


menggunakan kendaraan bermotor, kereta api, bahkan pesawat. 


Sistem ini umumnya digunakan jika pengambilan spesimen dilakukan 


di lapangan atau spesimen dirujuk ke laboratorium lain. Sistem 


transportasi ini harus benar-benar memperhatikan pengemasan 


bahan pemeriksaan agar spesimen terlindungi dengan baik, termasuk 


memperhatikan suhu dan guncangan selama pengiriman 

C. Standar Transportasi


Pengiriman spesimen sebaiknya disiapkan dalam bentuk yang stabil 


(darah, serum, atau plasma) dan perlu memperhatikan persyaratan 


pengiriman spesimen, seperti 1) waktu pengiriman jangan melam paui masa stabilitas analit yang diperiksa, 2) tidak terkena sinar 


matahari langsung, pembungkusan harus memenuhi kemasan yang 


direkomendasikan, dan 3) suhu pengiriman harus memenuhi syarat 


berdasarkan analit yang diukur ,

Spesimen yang dikirim harus disertai label spesimen dan 


formulir pengiriman. Data label spesimen berupa nomor spesimen, 


nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan tanggal pengambilan 


spesimen. Di sisi lain, data pada formulir pengiriman berupa 


nomor spesimen, nama penderita, umur, jenis kelamin, alamat, 


tanggal dan jam pengambilan, jenis dan asal spesimen, diagnosis, 


permintaan pemeriksaan, tanggal pengiriman, dan nama pengirim 



D. Pengemasan Spesimen


Pengemasan spesimen perlu diperhatikan demi keselamatan semua 


orang yang berkontak dengan spesimen. Pengiriman spesimen pada 


transportasi sampel internal cukup dimasukkan ke dalam baki atau 


troli. Jika pengiriman melalui jalur yang panjang dan melalui tempat 


umum, sebaiknya spesimen dimasukkan ke dalam wadah plastik. 


Petugas yang melakukan pengiriman spesimen pada transportasi 


sampel internal (Gambar 22) sebaiknya menggunakan jas laboratori um yang tertutup rapat dan menggunakan sarung tangan. Jika spesi men bocor di dalam baki, baki harus didekontaminasi dan diotoklaf 



Pengiriman bahan pemeriksaan pada transportasi sampel 


eksternal harus benar-benar memperhatikan syarat keamanan 


pengiriman sampel infeksius (Gambar 23) termasuk teknik 


pengemasan. Sekurang-kurangnya, bahan pemeriksaan dikemas 


dengan menggunakan tiga lapis wadah. Lapisan pertama berupa 


wadah kedap air yang diisi spesimen. Wadah pertama dimasukkan 


ke dalam wadah kedap air kedua dan diisi bantalan absorben 


untuk mengisap cairan jika terjadi tumpahan. Kemudian, wadah 


tersebut dimasukkan kembali ke dalam kotak wadah transpor untuk 


menghindari pengaruh dari luar,


E. Suhu Transportasi


Pengiriman spesimen ke laboratorium harus disimpan pada suhu 


tertentu tergantung analit yang akan dilakukan pemeriksaan. Tujuan 


dari penyimpanan pada suhu tertentu ini adalah untuk menjaga 


kualitas dari bahan pemeriksaan dan menjaga keakuratan pemerik saan. Pengiriman spesimen menurut laboratorium Dr Lal Pathlabs  

dapat dilakukan pada empat suhu yang berbeda, yaitu suhu kamar, 


suhu 18 hingga 22⁰C, suhu dingin (2-8⁰C), dan beku (frozen). Proses 


pendinginan dilakukan secara sederhana menggunakan wadah 


transportasi yang diberikan gel ice pack. Oleh karena itu, gel ice pack


perlu dipersiapkan dengan membekukannya gel ice pack selama 24 


jam pada suhu kurang dari 0⁰C sebelum digunakan (Dr Lal Pathlabs, 


2018).


Prosedur transportasi untuk mendapatkan suhu beku dapat 


dilakukan dengan menyiapkan wadah transportasi plastik atau 


gabus, kemudian masukkan selapis spons berlubang di bagian 


bawah. Tempatkan gel ice pack di atas spons berlubang, lalu letakkan 


spesimen di atasnya. Letakkan kembali gel ice pack di atas spesimen. 


Tutup kembali menggunakan spons berlubang dan tambahkan spons 


tidak berlubang di atasnya, kemudian tutup wadah transpor 


Transportasi suhu dingin (2 sampai 8⁰C) dapat dilakukan dengan 


menyiapkan wadah transportasi plastik atau gabus, kemudian 


masukkan gel ice pack. Selanjutnya, selapis spons berlubang 


diletakkan di atas gel ice pack. Spesimen diletakkan pada selapis spons 


tersebut. Tutupi spesimen menggunakan selapis spons berlubang. 


Tempatkan kembali gel ice pack di atas spons. Tutup dengan spons 


tidak berlubang, kemudian tutup wadah transportasi dengan rapat 



Transportasi suhu 18 sampai 22⁰C dapat dilakukan dengan 


menyiapkan wadah transportasi plastik atau gabus, kemudian 


masukkan gel ice pack. Selanjutnya, dua lapis spons berlubang 


diletakkan di atas gel ice pack, lalu disimpan kembali gel ice pack. 


Selapis spons tidak berlubang disimpan di atas gel ice pack kemudian 


spesimen. Tutup wadah transportasi dengan rapat 


Transportasi suhu ruangan dapat dilakukan dengan menyiapkan 


wadah transportasi plastik atau gabus, kemudian masukkan selapis 


spons berlubang di bagian bawah. Spesimen diletakkan di atas  

spons, kemudian spesimen ditutup kembali menggunakan selapis 


spons berlubang dan ditutup kembali menggunakan selapis spons 


tidak berlubang. Tutup wadah transportasi dengan rapat 


Pengiriman spesimen dalam bentuk darah utuh (whole blood atau 


darah vena) sebaiknya disimpan pada suhu dingin dan dapat bertahan 


selama 24 jam. Jika spesimen darah utuh tidak bisa didinginkan 


karena analit yang akan diperiksa dapat terpengaruhi, spesimen 


tetap disimpan pada suhu ruang dan segera dilakukan pemeriksaan 


sebelum satu jam atau selambat-lambatnya dua jam. Spesimen 


darah utuh tidak boleh dibekukan karena dapat menyebabkan 


sampel hemolisis. Spesimen dalam bentuk serum atau plasma dapat 


dikirimkan pada suhu dingin sehingga dapat bertahan selama tujuh 


hari atau jika pengiriman memerlukan waktu yang lebih panjang 


sebaiknya spesimen disimpan dalam suhu beku 


Keputusan penggunaan suhu selama transportasi dapat ditentukan 


oleh peneliti dengan mempertimbangkan analit yang diukur, waktu 


terhadap jarak pemeriksaan, serta dampak lainnya.


F. Waktu Tunda Pemeriksaan


Penundaan pemeriksaan menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari 


ketika flebotomi dilakukan jauh dari laboratorium. Terlebih, jika 


pengumpulan sampel dilakukan di lapangan, idealnya harus dikirim 


ke laboratorium dalam waktu 45 menit setelah pungsi Penundaan dapat memengaruhi berbagai macam analit 


yang akan dilakukan pemeriksaan. Kondisi tersebut terjadi karena se lama penundaan sel-sel darah tetap melakukan metabolisme, adanya 


paparan lingkungan, dan faktor fisik akibat transportasi. Setiap analit 


memiliki stabilitas yang berbeda jika dilakukan penundaan peme riksaan. Oleh karena itu, peneliti harus memahami analit yang akan 


diukur dan menyesuaikannya dengan suhu penyimpanan agar dapat 


memperpanjang waktu pemeriksaan. Waktu tunda pemeriksaan bio kimia, hematologic, dan koagulasi dapat dilihat pada Tabel 6. 

Tabel 6 memperlihatkan bahwa stabilitas pemeriksaan 


biokimia sangat baik. Dalam penetapannya, spesimen darah


ditampung pada tabung vakum berisi litium heparin. Perbedaan 


hasil pemeriksaan pada penggunaan tabung yang berbeda dapat 


saja terjadi. Pemeriksaan glukosa darah perlu menggunakan tabung 


khusus jika pemeriksaan ditunda, yaitu tabung yang mengandung 


NaF .



Stabilitas pemeriksaan hematologi berbeda-beda tiap parame ter. Akan tetapi, direkomendasikan pemeriksaan dilakukan sebelum 


empat jam terlebih jika dilakukan pengamatan morfologi darah kare na selama penundaan terjadi perubahan morfologi. Perubahan terse but mengakibatkan eritrosit yang menyusut dan trombosit diskoidal 


(pipih) menjadi sferis (bulat). Berbagai macam leukosit mengalami 


perubahan morfologi berupa neutrofil yang mengalami perubahan 


kromatin, hilangnya struktur lobus, vakuolisasi, dan hilangnya gra nula. Di sisi lain, monosit dan limfosit mengalami vakuloisasi serta 


lobulasi nukleus yang tidak teratur 


Stabilitas pemeriksaan hemostasis atau pembekuan darah


cukup baik dan beberapa tidak stabil. Akan tetapi, sangat 


direkomendasikan untuk segera dilakukan pemeriksaan sebelum 


empat jam. Pemeriksaan hemostasis umumnya sangat sensitif 


dan harus dilakukan dengan kehati-hatian sehingga pendinginan 


umumnya tidak direkomendasikan 

Stabilitas pada pemeriksaan imunoserologi sangat baik. 


Pengiriman dalam bentuk darah utuh pada suhu 4⁰C stabil hingga 


24 jam. Stabilitas serum pada suhu 4⁰C mencapai tujuh hari dan 


jika dibekukan pada suhu -20⁰C dapat bertahan satu bulan, bahkan 


tahunan. Akan tetapi, sama dengan pemeriksaan lainnya, stabilitas 


suatu pemeriksaan harus memperhatikan analit yang akan diperiksa 



G. Kebijakan Pemerintah


Kebijakan transportasi spesimen biologis penelitian secara khu sus diatur oleh pemerintah Indonesia dalam Peraturan Menteri 


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 657/Menkes/Per/VIII/2009 


tentang Pengiriman dan Penggunaan Spesimen Klinik, Materi 


Biologik, dan Muatan Informasinya. Kebijakan tersebut mengatur 


pengiriman spesimen agar tidak membahayakan lingkungan dan 


masyarakat, serta untuk menghindari penyalahgunaan bahan pe meriksaan. Setiap melakukan pengiriman spesimen harus disertakan 


perjanjian alih material. Pengiriman spesimen klinik pada pelayanan 


kesehatan dapat dilakukan jika terdapat pernyataan dokter yang ber wenang memberikan pernyataan rujukan.00 


Jenis Spesimen Darah


Darah tersusun dari 55% cairan dan 45% sel darah. Pemeriksaan 


laboratorium dilakukan dengan mengukur darah, serum, atau plas ma. Serum dan plasma merupakan spesimen darah yang berasal dari 


cairan darah yang didapat melalui proses sentrifugasi. Penggunaan 


jenis spesimen disesuaikan dengan analit yang akan diperiksa, sebe rapa mendesak hasil diminta, serta peralatan yang digunakan 


Darah lengkap (whole blood) atau cukup disebut darah


merupakan spesimen darah yang mengandung sel darah dan 


plasma seperti di dalam tubuh. Oleh karena itu, spesimen darah ini 


dikumpulkan dengan menambahkan antikoagulan. Sebagian besar 


penggunaan spesimen darah untuk pemeriksaan hematologi dan 


pemeriksaan menggunakan point of care testing (POCT) 

Serum merupakan cairan bening berwarna kuning pucat dan 


pada responden yang tidak puasa biasanya ditemui cairan keruh. 


Serum didapat dari mengambil bagian cair darah yang dibekukan 


setelah dilakukan sentrifugasi. Darah membeku karena tidak 


diberikan antikoagulan sehingga fibrinogen akan membentuk 


benang fibrin yang membekukan darah. Penggunaan spesimen 


serum umumnya untuk pemeriksaan biokimia 


Plasma berupa cairan kuning pucat bening hingga agak kabur 


dan didapat dari cairan darah pada tabung darah dengan antiko agulan setelah sentrifugasi (Gambar 24). Oleh karena itu, plasma


masih mengandung fibrinogen yang merupakan faktor pembekuan 


darah. Pada responden yang tidak puasa, ditemukan spesimen yang 


keruh. Penggunaan spesimen ini untuk pemeriksaan biokimia atau 


hemostasis tergantung dari antikoagulan yang digunakan. Selain itu, 


penggunaan plasma dapat dilakukan jika pemeriksaan yang akan 


dilakukan membutuhkan hasil pemeriksaan yang segera sehingga 


darah yang didapat segera disentrifugasi 

Perbedaan utama antara plasma dan serum adalah serum 


tidak mengandung fibrinogen (protein dalam serum lebih sedikit 


daripada plasma) dan beberapa kalium dilepaskan dari trombosit 


(kalium sedikit lebih tinggi dalam serum daripada dalam plasma). 


Sampel serum harus dibiarkan menggumpal seluruhnya sebelum 


disentrifugasi, yaitu sekitar 30 hingga 60 menit. Sentrifugasi sampel 


mempercepat proses pemisahan cairan dengan sel darah 

B. Pemisahan Komponen Darah


Serum atau plasma didapatkan dengan memisahkan komponen 


darah melalui proses sentrifugasi sehingga cairan darah dipisahkan 


dari selnya akibat perbedaan massa jenis ,Proses 


pemisahan darah ini dilakukan menggunakan alat sentrifus (centri fuge) untuk mendapatkan serum atau plasma. Biasanya, sentrifugasi 


dilakukan pada RCF (relative centrifugal foce) 1.000 g hingga 2.000 


g selama kurang lebih sepuluh menit. Kecepatan sentrifugasi harus 


diatur sedemikian rupa untuk menghindari hemolisis ( Secara terperinci, penggunaan kecepatan sentrifugasi dapat 


dilihat pada Tabel 7. 

C. Penolakan Spesimen


Hasil pemeriksaan yang akurat dihasilkan dari spesimen yang 


berkualitas. Penolakan spesimen dilakukan karena saat penanganan 


spesimen ditemukan ketidaklayakan spesimen untuk dilakukan pe meriksaan. Penolakan spesimen meliputi 1) ketidakcocokan iden titas formulir permintaan pemeriksaan dengan identitas spesimen, 


2) tabung tidak memiliki identitas, 3) waktu pengambilan spesimen 


salah, 4) spesimen terkontaminasi cairan infus, 5) volume darah tidak 


mencukupi, 6) spesimen darah dimasukkan ke dalam tabung yang 


salah, 7) ditemukannya aglutinasi pada pemeriksaan yang membu tuhkan darah atau plasma, 8) spesimen hemolisis, 9) spesimen ikte rik, 10) spesimen lipemik, dan 11) serum mengandung fibrin. 

Hemolisis atau hemolitik berarti eritrosit pada spesimen telah 


rusak dan pecah. Kondisi ini disebabkan dari pungsi vena yang ti dak baik sehingga sel-selnya rusak saat masuk ke dalam jarum atau 


akibat kesalahan penanganan tabung setelah pengambilan darah. 


Hemolisis terlihat jelas pada spesimen setelah disentrifugasi dengan 


adanya warna merah jambu hingga merah dalam serum atau plas ma (Gambar 25B). Hemolisis dapat dihindari dengan memastikan 


tabung yang digunakan untuk pengambilan darah disimpan pada 


suhu kamar dan pastikan menggunakan jarum dengan ukuran yang 


sesuai. Selain itu, jika menggunakan jarum suntik, jangan menarik 


plunger dengan kuat karena tekanan yang dihasilkan dapat meli siskan sel. Gunakan teknik yang baik saat melakukan pungsi vena 


dan homogenisasi tabung dengan cara inversi sesuai rekomendasi 



Ikterik disebabkan karena peningkatan kadar bilirubin sehingga 


serum atau plasma berwarna kuning (Gambar 25C). Spesimen ikterik


dapat mengganggu pemeriksaan karena mengganggu penyerapan 


cahaya dan mengganggu reagen yang mengandung H2


O2


. Ikterik


merupakan kondisi patologis sehingga kondisi ini tidak dapat 


dihindari ,


Lipemik atau lipemia adalah keadaan yang terjadi akibat 


kelebihan lipid, khususnya lipoprotein di dalam darah. Serum atau 


plasma dalam spesimen lipemik akan tampak keruh atau seperti susu 


setelah sentrifugasi (Gambar 25D). Molekul lipid ini mengganggu 


metode pemeriksaan untuk banyak analit, khususnya pemeriksaan 


dilakukan secara fotometrik. Akan tetapi, beberapa laboratorium 


tetap menerima spesimen lifemik karena lipoprotein akan 


diendapkan melalui proses sentrifugasi khusus sehingga serum dan 


plasma dapat menjadi jernih. Kondisi ini dapat diminimalkan dengan 


meminta responden puasa 10 hingga 12 jam ,,

Ketika volume tidak mencukupi untuk pemeriksaan, peneli ti dapat menolak spesimen karena volume yang diambil tidak 


dapat dilakukan untuk pemeriksaan. Kondisi dapat terjadi pada 


saat flebotimis melakukan pengambilan darah dan volume yang 


didapat tidak memenuhi volume minimal pemeriksaan. Selain 


itu, pada kondisi setelah melakukan sentrifugasi, flebotomis ha nya mendapatkan serum atau plasma dalam jumlah sedikit. Solusi 


permasalahan ini adalah flebotomis melakukan pengambilan darah 


ulang sehingga didapat volume yang cukup untuk pemeriksaan 



Spesimen aglutinasi adalah spesimen yang mengalami gumpalan 


atau bekuan darah. Ketika pemeriksaan membutuhkan darah atau 


plasma, spesimen ini harus ditolak karena proses pembekuan darah 


akan menarik sel-sel dalam spesimen untuk membentuk gumpalan 


darah. Artinya, pada pemeriksaan yang membutuhkan spesimen 


darah, khususnya hematologi, darah akan memberikan hasil jumlah 


sel yang tidak akurat karena tidak mungkin mengetahui berapa 


banyak sel dalam gumpalan dan berapa banyak yang mengambang 


bebas di dalam spesimen. Dampak aglutinasi pada spesimen plasma 


dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hemostassis, karena faktor faktor pembekuan telah digunakan dalam pembentukan bekuan 


darah. Spesimen aglutinasi dapat dihindari dengan melakukan 


inversi dengan benar dan memastikan tabung yang digunakan tidak 


rusak ,


Penggunaan tabung salah pada saat melakukan penampung an darah dapat terjadi terutama pada penggunaan antikoagulan. 


Setiap antikoagulan memiliki kerja yang berbeda untuk mencegah 


pembekuan darah. Beberapa mengikat kalsium dalam spesimen, 


yang lainnya membuat trombosit dalam spesimen tidak mengalami 


agregasi satu sama lain. Selain itu, pemeriksaan dirancang untuk 


dilakukan dengan menggunakan antikoagulan tertentu. Jika salah 


digunakan, hal itu dapat mengubah hasil tes. Jika ditemukan kesalah an dalam memasukkan darah ke dalam tabung, flebotomis harus 


melakukan pengambilan darah ulang ,

Fibrin dalam serum dapat terjadi karena fibrin terbentuk dari 


proses pembekuan darah. Kondisi ini disebabkan sentrifugasi 


dilakukan sebelum darah benar-benar membeku. Jika pemeriksaan 


tetap dilakukan, fibrin akan menyumbat saluran pada alat pemeriksaan 


dan memengaruhi metode pemeriksaan. Gumpalan fibrin dapat 


dikeluarkan secara fisik. Akan tetapi, hal ini dapat menyebabkan 


hemolisis atau dapat pula dilakukan dengan melakukan sentrifugasi 


kembali ,


D. Pengalikuotan


Pengalikuotan atau aliquoting merupakan proses pemindahan serum


atau plasma dari tabung vakum ke dalam tabung alikuot (Gambar 


26). Pemindahan tersebut dilakukan karena 1) menghindari serum 


atau plasma tercampur kembali dengan sel darah pada penggunaan 


tabung tanpa gel separator, 2) menghindari benang fibrin pada serum 


yang dapat menyumbat alat pemeriksaan, 3) pemeriksaan lebih dari 


satu jenis, dan 4) untuk penyimpanan ,

Peneliti atau seseorang yang bertugas melakukan pengalikuotan 


perlu memperhatikan keselamatan dirinya karena pada saat membu ka tutup tabung dan memindahkan bahan pemeriksaan sangat me mungkinkan tepercik atau terpapar aerosol dari bahan pemeriksaan. 


Oleh karena itu, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) menjadi 


perhatian penting dan wajib. APD yang harus digunakan terdiri atas 


jas laboratorium, sarung tangan, masker, dan pelindung muka (face 


shield) ,


Pemindahan spesimen ke dalam alikuot dapat berpotensi 


menambah kesalahan pada tahap pre-analitik karena ketika 


pemindahan ke dalam satu atau lebih tabung alikuot, pelabelan pada 


alikuot harus dilakukan. Dengan demikian, spesimen harus benar benar dicocokkan dengan alikuot untuk menghindari kesalahan 


identitas. Serum dan plasma yang sudah dipindahkan ke dalam 


alikuot tidak dapat dibedakan sehingga perlu adanya penambahan 


identitas atau penanda pada alikuot ,


Serum atau plasma yang didapatkan dari berbagai jenis tabung 


berbeda tidak boleh dilakukan pencampuran ke dalam satu alikuot. 


Setelah diisi, dengan segera tabung alikuot ditutup untuk meng hindari dari penguapan dan paparan lingkungan lainnya. Jika peme riksaan ditunda, spesimen dalam alikuot dapat disimpan pada suhu 


kurang dari 2⁰C atau bisa dibekukan dalam suhu -20⁰C bahkan lebih 


untuk pengawetan yang lebih lama. Spesimen yang disimpan tidak 


boleh dilakukan pencairan dan pembekuan berulang karena dapat 


merusak analit ,

A. Urgensi Jaminan Mutu


Akurasi pengujian laboratorium dimulai dengan kualitas spesimen 


yang memenuhi kriteria pemeriksaan laboratorium. Kualitas ini 


tergantung pada bagaimana spesimen dikumpulkan, diangkut, dan 


diproses. Oleh karena itu, peneliti harus memahami prosedur flebo tomi dan penanganannya dengan baik dan benar. Selain itu, peneliti 


melakukan pemantauan terhadap yang dilakukan untuk memasti kan bahwa proses sudah dilakukan dengan ketentuan yang berlaku 



B. Kompetensi Personel


Orang yang bertugas melakukan pengambilan darah harus benar-be nar terampil dalam melakukan semua fase flebotomi. Jika fleboto mi dilakukan oleh peneliti, peneliti harus benar-benar terlatih dan 


telah melakukan pelatihan yang tersertifikat. Pelatihan yang diikuti 


sebaiknya diselenggarakan oleh lembaga yang sesuai dan direkomen  

dasikan, seperti oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Pendidikan 


berkelanjutan juga diperlukan untuk selalu mengikuti semua peru bahan di lapangan  


Ketika flebotomi tidak dilakukan oleh peneliti, peneliti harus 


memilih personel yang benar-benar terlatih dan memahami flebo tomi. Seperti yang dijelaskan pada Bab 1, peneliti dapat menugaskan 


dokter, perawat, bidan, atau ATLM. Pemilihan tenaga medis sebagai 


flebotomis perlu diprioritaskan karena legalitasnya dapat diper tanggungjawabkan, terlebih penelitian dilakukan pada pelayanan 


kesehatan. Tugas peneliti yang harus dilakukan adalah melakukan 


pengawasan terhadap proses flebotomi agar didapat spesimen yang 


sesuai dengan analit yang akan diperiksa.


C. Prosedur Flebotomi


Peneliti harus meninjau secara berkala terhadap prosedur pengum pulan, pengiriman, dan pengolahan spesimen demi menjaga kuali tas spesimen. Peninjauan termasuk kebijakan volume yang masih 


diizinkan untuk diambil pada flebotomi yang mengalami kegagalan 


pengumpulan darah. Prosedur apa yang harus dilakukan ketika pa sien tidak ada di tempat saat pengambilan darah? Begitu pula ketika 


pasien menolak pengambilan darah. Persiapan pasien yang tepat dan 


identifikasi pasien yang benar sangat penting. Tabung atau wadah 


spesimen yang benar harus digunakan z Peneliti 


dapat membuat indikator kualitas dalam mempermudah peman tauan. Indikator evaluasi tahap pre-analitik dapat mengadopsi dari 


publikasi yang dilakukan oleh Mario Plebani (Tabel 8). 

D. Pemantauan Tabung Vakum


Peneliti dan flebotomis harus mengikuti petunjuk pabrik terkait 


pencampuran semua tabung dengan zat aditif untuk memastikan 


integritas spesimen yang tepat dan mencegah pembentukan gum palan darah kecil (clot) di tabung antikoagulan. Tabung vakum harus 


dilakukan pemeriksaan untuk memastikan ada tidaknya retakan, 


tanggal kedaluwarsa, dan perubahan warna atau kekeruhan, yang 


dapat mengindikasikan tabung vakum tidak layak untuk digunakan. 


Ketika darah dikumpulkan dalam tabung vakum tutup biru muda un tuk koagulasi, rasio darah terhadap antikoagulan (9 : 1) harus dijaga 


untuk memastikan hasil yang akurat. Spesimen harus disimpan dan 


ditangani dengan benar sebelum pengujian ,

E. Pemantauan Kualitas Spesimen


Peneliti dan flebotomi harus menilai kualitas spesimen yang meliputi 


1) kebenaran identitas, 2) urutan tabung vakum dilakukan dengan 


benar saat melakukan flebotomi, 3) kesesuaian zat aditif yang di gunakan dalam tabung vakum, 4) spesimen diinversi dengan baik, 


5) persyaratan persiapan pasien telah dijalankan termasuk puasa, 


6) pengumpulan spesimen sesuai dengan waktu yang dibutuhkan, 


dan 7) spesimen tidak mengalami hemolitik, ikterik, dan lipemik


Peneliti dapat membuat lembar pemantauan 


untuk mempermudah pekerjaan.


F. Spesimen Kultur Darah


Peneliti melakukan pemantauan kebersihan flebotomis dan tem pat untuk dilakukan pengambilan darah. Selain itu, dilakukan pula 


pemantauan terhadap pelaksanaan disinfeksi. Tingkat kontaminasi 


kultur darahnya yang direkomendasikan oleh CLSI dan American 


Society for Microbiology adalah kurang dari tiga persen. Tingkat 


kontaminasi kultur darah yang tinggi harus dilakukan penyelidikan 


untuk mencari penyebab dan melakukan tindakan perbaikan karena 


hasil kultur positif palsu berdampak pada hasil penelitian yang tidak 


valid. Tindakan yang efektif untuk mengurangi tingkat kontaminasi 


kultur darah adalah dengan menggunakan flebotomis yang terlatih 


dengan teknik pungsi vena yang tepat khususnya flebotomis yang 


memahami pengambilan darah untuk kultur darah 


G. Instrumentasi


Kualitas spesimen juga dapat ditentukan oleh peralatan yang digu nakan, seperti termometer dan sentrifus. Instrumen yang digunakan 


harus benar-benar terawat dan telah dilakukan kalibrasi agar termo meter mampu menunjukkan suhu dengan akurat dan sentrifus mam pu melakukan kecepatan putaran yang sesuai 

Kesimpulan


Personel yang melakukan penelitian menggunakan spesimen darah 


sebagai bahan pemeriksaan perlu memahami peralatan yang akan di gunakan dalam flebotomi agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan 


penelitian. Berbagai macam teknik pengambilan darah dilakukan 


untuk menyesuaikan kebutuhan jenis dan volume darah, serta ke nyamanan responden, transportasi untuk mempertahankan stabili tas sampel, serta pengolahan spesimen juga dilakukan agar didapat 


sampel jenis olahan darah yang memenuhi syarat.


Proses flebotomi harus dilakukan oleh personel yang kompeten 


dan dibuktikan dengan adanya sertifikat. Seorang peneliti yang tidak 


memiliki kompetensi flebotomi sebaiknya meminta petugas kesehat an yang tersertifikasi flebotomi untuk melakukan tugas flebotomi 


selama penelitian. Walau seorang peneliti tidak terlibat dalam peng ambilan darah, peneliti wajib memahami tahapan pre-analitik terse  

but sebagai upaya untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat 


agar didapatkan informasi penelitian yang objektif. Oleh karena itu, 


upaya pemahaman peneliti pada flebotomi sangat penting sebelum 


melakukan penelitian. Upaya lain yang dapat dilakukan peneliti guna 


mengurangi kesalahan pada tahap pre-analitik adalah dilakukannya 


pemantauan terhadap proses melalui jaminan mutu.


B. Saran


Peneliti yang tidak memiliki kompetensi flebotomi, selain menggu nakan buku ini sebagai acuan penambahan wawasan flebotomi da lam penelitian, dapat mengikuti pelatihan yang diadakan organisasi 


profesi kesehatan atau Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Pelatihan 


flebotomi dapat membantu peneliti untuk mendapatkan keterampil an pengambilan darah yang baik dan benar. Biasanya, seseorang be nar-benar akan terampil melakukan flebotomi jika melakukan secara 


berulang-ulang dan umumnya di dapatkan setelah pelatihan.


Perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan Komisi Etik Penelitian 


Kesehatan (KEPK) perlu membuat kebijakan atau mekanisme agar 


protokol pengambilan dan penanganan spesimen darah dapat di terapkan ketika melibatkan peneliti yang tidak memiliki kompetensi 


flebotomi. Hal ini perlu dilakukan karena flebotomis tidak sebatas 


mendapatkan spesimen darah untuk penelitian, tetapi juga harus 


memperhatikan kualitas spesimen serta kenyamanan dan kesela matan responden.