sikan untuk
konfirmasi TB spondilitis.
Kecurigaan terhadap infeksi TB merupakan indikasi biopsi sinovial.
Tes sensitivitas antimikrobial isolat penting dikerjakan.
Tidak ada temuan radiologis yang patognomonik untuk TB tulang dan
sendi, dapat ditemukan pembengkakan jaringan lunak sampai dengan
destruksi tulang. Foto toraks dapat melihat hubungan TB paru dengan
TB tulang atau sendi. MRI juga dapat dipakai untuk mengetahui
perluasan infeksi ke jaringan lunak dan struktur di sekitar tulang.
TB ABDOMEN
CT scan abdomen
Foto polos abdomen
USG abdomen
Apusan BTA feses atau cairan biakan cairan peritonium
TCM TB pada biopsi jaringan dan Biakan M TB pada pasien asites
Laparoskopi dan laparatomi
TB ENDOMETRIUM
USG intravaginal
Histerosalpingografi
Biopsi dari kuretase endometrial
TB PERIKARDIAL
Foto toraks PA
Ekokardiografi
CT/MRI toraks
TB KULIT
Biakan jaringan dari biopsi kulit atau pulasan sitologi
TB LARING
Endoskopi
Sputum BTA
Kultur jaringan
Biopsi laring
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB
hasil pemeriksaan histopatologi dari jaringan mastoid, BTA dari cairan
telinga tengah dan biakan maupun tes molekuler dari cairan atau
jaringan.
CT tulang temporal
TB MATA/TB OKULAR
Cairan/jaringan ocular
Foto toraks PA
Bukti imunologis TB
8. PENGOBATAN
Secara umum paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu
hasil biakan bila histologi dan gambaran klinis sesuai dengan diagnosa
tuberkulosis.
Seluruh pasien TB ekstraparu harus melakukan foto toraks untuk
menyingkirkan TB paru. Paduan terapi adekuat harus diteruskan
meskipun hasil biakan negatif.
Tuberkulosis paru dan TB ekstraparu diterapi dengan paduan obat yang
sama namun beberapa pakar menyarankan 9-12 bulan untuk TB
meningitis karena mempunyai risiko serius pada disabilitas dan
mortalitas dan 12 bulan atau lebih untuk TB tulang dan sendi karena
sulitnya memonitor respons terapi.
Kortikosteroid direkomendasikan untuk TB perikardial dan TB
meningitis.
Terapi bedah mempunyai peran dalam penatalaksanaan TB
ekstraparu.Terapi bedah dilakukan pada komplikasi lanjut penyakit
seperti hidrosefalus, uropati obstruktif, perikarditis konstriktif dan
keterlibatan neurologis akibat penyakit Pott (TB spinal). bila
ada pembesaran kelenjar getah bening yang cukup banyak maka
drainase, aspirasi maupun insisi dapat membantu.
Foto toraks dilakukan pada pasien TB ekstraparu untuk memastikan
koeksistensi TB paru.
Paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu hasil biakan bila
histologi dan gambaran klinis sesuai dengan diagnosa tuberkulosis.
Pasien dengan TB ekstraparu, paduan obat selama 6-9 bulan (2 bulan
INH, RIF, PZA, dan EMB diikuti dengan 4-7 bulan INH dan RIF).
TB sistem saraf pusat (tuberkuloma atau meningitis) dan TB tulang
dan sendi, OAT diberikan 9-12 bulan.
Kortikosteroid direkomendasikan pada TB sistem saraf pusat dan
perikardial. Terapi dengan kortikosteroid dimulai secara intravena
secepatnya, kemudian disulih oral tergantung perbaikan klinis.
Rekomendasi kortikosteroid yang dipakai yaitu deksametason 0,3-
0,4 mg/kg di tapering off selama 6-8 minggu, atau prednison
1mg/kgBB selama 3 minggu, lalu tapering off selama 3-5 minggu.
Evaluasi pengobatan TB ekstraparu dilakukan dengan memantau klinis
pasien, tanpa melakukan pemeriksaan histopatologi maupun biakan.
TB LIMFADENOPATI
Pengobatan tuberkulosis limfadenopati sama dengan pengobatan TB
paru yaitu 2RHZE/4RH akan tetapi durasi yang bervariasi 6 sampai 12
bulan tergantung kondisi klinis. Eksisi bedah dipertimbangkan pada
limfadenopati yang memberi gejala klinis simtomatis dan kasus
resistansi obat.
TB SALURAN UROGENITAL
Durasi pengobatan tuberkulosis saluran urogenital yaitu 6 bulan
untuk kasus tanpa komplikasi. Terapi 9-12 bulan diberikan pada
kasus dengan komplikasi (kasus kambuh, imunosupresi dan
HIV/AIDS).
Nefrektomi direkomendasikan pada pasien dengan hipertensi akibat
komplikasi nefropati tuberkulosis.
TB SSP
Paduan obat terapi lini pertama untuk segala bentuk tuberkulosis
sistem saraf pusat diberikan selama 9-12 bulan.
Setiap pasien TB meningen diberikan kortikosteroid tanpa
memandang tingkat keparahan
Dosis kortikosteroid untuk dewasa (>14 tahun) dapat dimulai dari
metil prednisolon 0,4 mg/kgbb/hari atau prednison/ deksametason/
prednisolone dengan dosis setara selama 6-8 minggu lalu dilakukan
tappering off
Indikasi bedah: hidrosefalus, abses serebral tuberkulosis
Dekompresi bedah segera harus dipertimbangkan pada lesi
ekstradural yang memicu paraparesis.
TB TULANG DAN SENDI
Terapi biasanya diberikan selama 9-12 bulan dengan
mempertimbangkan penetrasi obat yang lemah ke dalam jaringan
tulang dan jaringan fibrosa serta sulitnya memonitor respons
pengobatan.
Respons klinis paling baik dinilai melalui indikator klinis seperti nyeri,
gejala konstitusional, mobilitas dan tanda neurologis.
Pilihan operasi dilakukan berdasar lokasi lesi, bisa melalui
pendekatan dari anterior atau posterior. Secara umum jika lesi utama di
anterior maka operasi dilakukan dari arah anterior dan anterolateral,
sedangkan jika lesi di posterior maka dilakukan operasi dari posterior.
Pilihan operasi yaitu sebagai berikut:
Open surgery
Minimal invasif memakai bronkoskopi
Strut grafting pada kasus deformitas berat
Dekompresi/korpektomi kolumna anterior
Koreksi kifosis
Debridemen abses
TUBERKULOSIS SENDI
Pengobatan memakai OAT standar harus diberikan 1 tahun sampai 18
bulan di beberapa kasus. Dianjurkan untuk semua pasien untuk
memakai traksi, sebaiknya skeletal traksi.
Pilihan lain selain konservatif yaitu operasi, sebagai berikut.
E xcision arthroplasty
Asthrodesis
Penggantian pinggul
TB ABDOMEN
Pengobatan TB abdomen dengan memberi antituberkulosis
konvensional 2RHZE/4RH.
Terapi bedah diperlukan pada beberapa kasus terutama pada kasus
yang sudah menimbulkan komplikasi seperti perforasi, obstruksi,
fistula atau pendarahan.
TB ENDOMETRIUM
Terapi yang diberikan sama dengan terapi TB paru. sesudah pemberian
OAT, dapat dilakukan dilatasi dan kuretase ulang untuk menilai apakah
ada konversi jaringan endometrial. Pada sebagian besar kasus,
akan dijumpai perbaikan siklus mentruasi. bila sesudah pengobatan
konsepsi tidak terjadi, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
histerosalpingografi dan laparoskopi.
TB PERIKARDIAL
Perikardiosentesis.
Paduan obat yang sama dengan TB paru yaitu 2RHZE/4RH telah
menunjukkan hasil yang efektif untuk TB perikardial.
Pemberian kortikosteroid dengan dosis prednisolon 1 mg/kgbb dengan
tapering off dalam 11 minggu.
TB KULIT
Khusus pengobatan untuk TB kulit diberikan minimal 12 bulan atau 2
bulan sesudah lesi kulit menyembuh.
TB LARING
Terapi yang diberikan yaitu 2RHZE/4RH, 2 bulan fase intensif dan 4
bulan fase lanjutan, disesuaikan dengan klinis pasien.
TB TELINGA TENGAH
Pengobatan diberikan selama 12 bulan
TB MATA/TB OKULAR
Pengobatan untuk TB okular hampir sama dengan pengobatan pada TB
ekstraparu yaitu dengan memakai obat OAT dengan rentang
waktu 9 bulan
9. Komplikasi
TB LIMFADENOPATI
Perluasan TB ke daerah aksila, inguinal, submandibular, dan kadang-
kadang preaurikula atau kelenjar sub mental dan kelenjar intramamari.
Selain itu juga dapat ditemukan Limfadenopati mediastinal TB,
Limfadenopati mesentrik TB.
TB SSP: tergantung stadium
Stadium 1: GCS 15 tanpa defisit neurologis fokal,
Stadium 2: GCS 11-14 atau 15 dengan defisit neurologis fokal
Stadium III: GCS<10
TB TULANG DAN SENDI
Komplikasi terpenting TB spondilitis yaitu kompresi korda spinalis.
Pasien TB spondilitis mempunyai risiko paraparesis atau paraplegia.
TB ABDOMEN
Komplikasi TB abdomen dapat berupa ulkus, perforasi, perlengketan,
obstruksi, pendarahan, pembentukan fistula dan stenosis.
TB ENDOMETRIUM
Seperti gejala endometriosis
TB PERIKARDIAL
Tamponade jantung, perikarditis konstriktif, kalsifikasi perikardial.
TB KULIT
Penularan eksogen dan endogen
TB LARING
Lesi pada laring dapat berupa lesi perikondritik, granulasi, lesi
ulseratif, polipoid dan inflamasi yang tidak spesifik. Tuberkulosis
dapat mengenai area epiglotis, pita suara, aritenoid dan subglotis.
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB
Gejala klasik dari mastoiditis tuberkulosis dapat disebut sebagai trias
yaitu sekret supuratif tanpa nyeri perforasi membran timpani multipel,
dan kelemahan saraf wajah walaupun jarang.
Limfadenopati servikal dapat terjadi 5-10% kasus otitis media
tuberkulosis.
Komplikasi lain yaitu destruksi tulang pendengaran dan destruksi
kanalis fasialis.
TB MATA
Uveitis berat dengan keratokonjungtivitis fliktenularis, uveitis posterior
dengan gambaran occlusive retinal vasculitis dan serpiginoid
choroiditis.
10. Penyakit Penyerta Infeksi non TB
11. Prognosis Bonam bila belum terjadi penyulit berat
12. nasihat Pengobatan teratur, penjelasan risiko operasi bila diperlukan
13. Indikasi Pulang Bila keluhan berkurang, kondisi stabil
TUBERKULOSIS DENGAN HIV-AIDS
Tuberkulosis dengan infeksi HIV-AIDS
2. Anamnesis
Gambaran klinis TB pada pasien HIV berbeda dengan TB pada
umumnya, gejalanya tidak spesifik, batuk lebih dari 2 minggu tidak
menjadi gejala utama. Gejala yang paling sering yaitu penurunan
berat badan dan demam, dapat disertai batuk
TB HIV pada anak
Gejala-gejala yang menunjukkan HIV masih mungkin, yaitu infeksi
berulang (≥3 episode infeksi bakteri yang sangat berat (seperti
pneumonia, meningitis, sepsis dan selulitis) pada 12 bulan terakhir),
bercak putih di mulut (thrush), parotitis kronik, limfadenopati
generalisata, hepatomegali tanpa penyebab yang jelas, demam yang
menetap dan/atau berulang, disfungsi neurologis, herpes zoster
(shingles), dermatitisHIV, penyakit paru supuratif yang kronik
(chronic suppurative lung disease).
Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi
juga lazim ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV, yaitu:
otitis media kronik, diare persisten, gizi kurang atau gizi buruk.
Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi
HIV, yaitu: PCP (Pneumocystis pneumonia), kandidiasis esofagus,
LIP (lymphoid interstitial pneumonitis) atau Sarkoma Kaposi.
3. Pemeriksaan Fisik Gambaran seperti TB paru, TB ekstra paru
4. Kriteria diagnosa
Gambaran Klinis: batuk kronik, TB ekstraparu
Sputum BTA dan TCM TB
Foto toraks PA
5. diagnosa Kerja TB dengan HIV / AIDS
6. diagnosa Banding Infeksi oportunistik HIV lain
7. Pemeriksaan Penunjang
Sputum BTA dan TCM TB
Biakan M. tuberculosis dan uji kepekaan OAT
Foto toraks PA
8. PENGOBATAN
OAT: prinsip sama dengan PENGOBATAN pengobatan TB tanpa HIV,
tidak direkomendasikan terapi intermiten pada fase lanjutan
Pada pasien dengan infeksi HIV dan TB yang menderita imunosupresi
berat (hitung CD4 kurang dari 50 sel/mm3), ARV harus dimulai dalam
waktu 2 minggu sesudah dimulainya pengobatan TB kecuali jika ada
meningitis tuberkulosis.
Untuk semua pasien dengan HIV dan TB, terlepas dari hasil hitung
CD4, terapi antiretroviral harus dimulai dalam waktu 8 minggu
semenjak awal pengobatan TB.
Pasien dengan infeksi TB dan HIV harus diberikan kotrimoksazol
untuk pencegahan infeksi lain. Kotrimoksazol diberikan pada semua
pasien TB HIV tanpa mempertimbangkan nilai CD4 sebagai
pencegahan infeksi oportunistik lain. Pada ODHA tanpa TB,
pemberian profilaksis kotrimoksazol direkomendasikan untuk pasien
dengan nilai CD4 <200 sel/mm3.
Pasien dengan infeksi HIV yang sesudah dievaluasi secara seksama
tidak memiliki TB aktif harus diobati sebagai infeksi TB laten dengan
Isoniazid selama setidaknya 6 bulan.
9. Komplikasi Komplikasi sejalan dengan penyakit TB dan HIV
10. Penyakit Penyerta Infeksi oportunistik HIV
11. Prognosis Tergantung pada berat penyakit
12. nasihat Konseling dan tes HIV perlu dilakukan untuk semua pasien dengan,
atau yang diduga TB kecuali sudah ada konfirmasi hasil tes yang
negatif dalam dua bulan terakhir. Karena hubungan yang erat antara
TB dan HIV, pendekatan yang terintegrasi untuk pencegahan,
diagnosa , dan pengobatan baik infeksi TB maupun HIV
direkomendasikan pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi.
Pemeriksaan HIV terutama penting sebagai bagian dari
penatalaksanaan rutin di daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi
pada populasi umum, pada pasien dengan gejala dan/atau tanda
kondisi terkait HIV, dan pada pasien yang memiliki riwayat risiko
tinggi terpajan HIV.
13. Indikasi Pulang Bila keluhan berkurang, kondisi stabil
TUBERKULOSIS LATEN
Tuberkulosis laten yaitu seseorang yang terinfeksi kuman M.
tuberculosis tetapi tidak menimbulkan tanda dan gejala klinik serta
gambaran foto toraks normal dengan hasil uji imunologik seperti uji
tuberkulin atau Interferon Gamma Release Assay (IGRA) positif.
2. Anamnesis
Kelompok berisiko TB yaitu :
Kontak erat dengan pasien TB aktif atau terduga TB
Berada pada tempat dengan risiko tinggi untuk terinfeksi
tuberkulosis (misalnya, lembaga pemasyarakatan, fasilitas
perawatan jangka panjang, dan tempat penampungan tunawisma)
Kelompok berisiko tinggi diantaranya HIV, kanker dalam
kemoterapi, pasien dengan steroid jangka panjang, pasien diabetes
melitus, pasien dengan imunosupresan lain, pasien yang menjalani
hemodialisis, pasien yang menjalani transplantasi organ, pasien
yang mendapat anti tumor necrosis factor alfa (TNFα)
Petugas kesehatan yang melayani pasien tuberkulosis.
Bayi, anak-anak, dan dewasa muda terpajan orang dewasa yang
berisiko tinggi terinfeksi TB aktif.
3. Pemeriksaan Fisik Tergantung klinis
4. Kriteria diagnosa
TB laten dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan uji
tuberkulin maupun IGRA.
IGRA tidak menggantikan uji tuberkulin pada negara berpenghasilan
rendah dan menengah.
5. diagnosa Kerja TB laten
6. diagnosa Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks PA
BTA sputum
TCM
Uji Tuberkulin
IGRA
8. PENGOBATAN
Beberapa pilihan pengobatan yang direkomendasikan:
Isoniazid selama 6 bulan
Isoniazid selama 9 bulan
Isoniazid dan Rifapentine (RPT) sekali seminggu selama 3 bulan
3-4 bulan Isoniazid dan Rifampisin
3-4 bulan Rifampisin
Pasien dengan infeksi HIV yang sesudah dievaluasi dengan seksama,
tidak menderita tuberkulosis aktif seharusnya diobati sebagai infeksi
tuberkulosis laten dengan isoniazid selama 6-9 bulan
Anak berusia di bawah 5 tahun dan individu semua usia dengan infeksi
HIV yang memiliki kontak erat dengan pasien tuberkulosis aktif dan
sesudah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif,
harus diobati sebagai terduga infeksi TB laten dengan isoniazid
minimal selama 6 bulan.
| 107
9. Komplikasi -
10. Penyakit Penyerta Infeksi non TB
11. Prognosis Bonam
12. nasihat Pengawasan dan observasi TB klinis
13. Indikasi Pulang TB laten tidak dirawat
PANDUAN UMUM PRAKTIK KLINIS
COVID-19
COVID-19 RINGAN
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yaitu penyakit menular yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.
2. Anamnesis
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue , anoreksia, napas
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan,
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau
(anosmia) atau hilang perasa (ageusia). Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue , penurunan
kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan
tidak ada demam.
3. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran kompos mentis
Tanda vital: frekuensi nadi normal, frekuensi napas normal atau
meningkat, tekanan darah normal, suhu tubuh normal
Pemeriksaan fisis paru: Tidak ditemukan suara napas tambahan
4. Kriteria diagnosa
Seseorang yang memiliki kriteria berikut:
Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan
swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan
hasil ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen
SARS-CoV-2 POSITIF
Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk,
fatigue , anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik
lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala,
diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan
(ageusia). Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal
seperti fatigue , penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare,
hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.
Tidak ada bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk,
sesak napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) atau
hipoksemia.
5. diagnosa Kerja COVID-19 ringan
6. diagnosa Banding URTI, GEA
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologi: foto toraks
Pemeriksaan swab tenggorok untuk RT-PCR ,TCM virus (COVID-
19) dengan hasil ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid
antigen SARS-CoV-2 POSITIF
Pemeriksaan kimia darah
‐ Darah perifer lengkap, Ureum , creatinin, Gula darah sewaktu,
SGOT dan SGPT
Foto toraks
EKG untuk umur > 40 tahun atau jika ada indikasi untuk umur < 40
tahun
Anti HIV (atas indikasi)
HbSAg (atas indikasi)
Feses lengkap (atas indikasi)
8.PENGOBATAN 1. Melakukan isolasi diri atau Self-Isolation :
‐ Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10
hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan
gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi
dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas
gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di
fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.
‐ sesudah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP
terdekat
‐ Metode :
Berikan nasihat terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet
untuk dibawa ke rumah):
• Idealnya ruangan terpisah dengan anggota keluarga yang lain
• Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter
• Selalu memakai masker
• Terapkan etika batuk dan bersin, memakai tissu, langsung
buang ke tempat sampah tertutup, cuci tangan
• Hindari pemakaian barang pribadi secara bersamaan seperti
alat makan, alat mandi, linen dan lainnya
• Cuci alat makan dengan air dan sabun
• Tissue, sarung tangan dan pakaian yang terpakai oleh pasien
harus dimasukkan ke wadah linen khusus dan terpisah.
• Cuci pakaian dengan mesin cuci suhu 60-90 °C, deterjen biasa.
• Pembersihan dan desinfektan rutin area yang tersentuh
• Tetap di rumah dan dapat dikontak
• Jika harus keluar rumah, gunakan masker
• Hindari memakai transportasi umum dan hindari tempat
ramai
• Ventilasi ruangan yang baik (buka jendela)
• Batasi jumlah orang yang merawat pasien, pastikan perawat
sehat
• Batasi pengunjung dan membuat daftar yang menunjungi
• Jika gejala bertambah, hubungi fasyankes terdekat
2. Medikamentosa :
‐ Bila ada penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. bila pasien
rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat
ACE inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu
berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam atau dokter
spesialis jantung
‐ Vitamin C dengan pilihan: - Tablet Vitamin C non acidic 500
mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) - Tablet isap vitamin C 500
mg/12 jam oral (selama 30 hari) - Multivitamin yang mengandung
vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
‐ Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E,
zink
‐ Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam
bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent , tablet kunyah, tablet
hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) - Obat: 1000-5000 IU/hari
(tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
‐ Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari
‐ Salah satu dari antivirus berikut ini:
A. Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari Atau
B. Favipiravir (Avigan) 600 mg/12 jam/oral selama 5 hari
‐ Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.
‐ Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat
Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap
memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
‐ Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
Pemulangan pasien dapat dilakukan bila didapatkan perbaikan klinis dan
penunjang, tanpa menunggu hasil PCR
9.Komplikasi COVID-19 sedang/berat/kritis
10. Penyakit penyerta Sesuai temuan
11. Prognosis Dubia ad bonam
12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit
dan status PCR.
Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obat-obatan bisa
diberikan dalam bentuk oral, dan tidak ada tindakan keperawatan lain
terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanjutkan
Isolasi Mandiri.
Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah maupun di fasilitas publik yang
dipersiapkan pemerintah.
Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak
dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR.
Dinyatakan selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset
dengan ditambah minimal 3 hari sesudah tidak lagi menunjukkan gejala
demam dan gangguan pernapasan.
13.nasihat Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah sesuai
standar WHO
Etika batuk dan bersin
Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter
memakai masker
Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke
fasilitas layanan kesehatan.
Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat keramaian.
COVID-19 SEDANG
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yaitu penyakit menular yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.
2. Anamnesis
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue , anoreksia, napas
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan,
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau
(anosmia) atau hilang perasa (ageusia). Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue , penurunan
kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan
tidak ada demam
3.Pemeriksaan Fisik
Kesadaran kompos mentis
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis
pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda
pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan
ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak
berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan
dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas
cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia
1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit
Pemeriksaan fisis paru : Dapat ditemukan suara napas tambahan
berupa ronki basah kasar
4. Kriteria diagnosa
Seseorang yang memiliki kriteria berikut:
Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan
swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan
hasil ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen
SARS-CoV-2 POSITIF
Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk,
fatigue , anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik
lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala,
diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan
(ageusia). Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal
seperti fatigue , penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare,
hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.
ada bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk, sesak
napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) tetapi
tidak ada tanda pneumonia berat ( frekuensi napas > 30 x/menit,
distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan)
ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak
berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan
dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas
cepat: usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia
1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit
5. diagnosa Kerja COVID-19 sedang
6. diagnosa Banding Pneumonia yang disebabkan bakteri, parasit, jamur dan virus lain selain
COVID 19
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologi: foto toraks
Pemeriksaan swab tenggorok untuk RT-PCR ,TCM virus (COVID-
19) dengan hasil ditemukan material virus SARSCOV-2, atau hasil
rapid antigen SARS-CoV-2 POSITIF
Pemeriksaan kimia darah
Darah perifer lengkap, Ureum , creatinin, Gula darah sewaktu, SGOT
dan SGPT
Foto toraks serial atau jika pasien perburukan klinis
EKG untuk umur > 40 tahun atau umur < 40 tahun jika ada indikasi
D DIMER
Anti HIV
HbSAg (atas indikasi)
IL 6 (atas indikasi)
Elektrolit
Sputum Gx TB (atas indikasi)
CRP
Kultur MO sputum dan resistesi jika curiga infeksi sekunder
Sputum jamur jika curiga infeksi sekunder
8.PENGOBATAN RAWAT Isolasi
Non Farmakologis
Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap, CRP, fungsi ginjal,
fungsi hati, dan foto toraks secara berkala.
Medikamentosa :
Vitamin C 200 – 400 mg/8-12 jam bolus intravena (IV) selama
perawatan
Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,B, E,
zink
Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk
tablet, kapsul, tablet effervescent , tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup) - Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam
bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
Azitromisin 500 mg/24 jam per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternatif Levofloksasin dapat diberikan bila curiga ada infeksi
bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
Ditambah Salah satu antivirus berikut :
a. Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12
jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau
b. Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV
drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
Antikoagulan LMWH/UFH berdasar evaluasi DPJP untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi
klinis pasien.
Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan
kondisi klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan
kesehatan masing-masing bila terapi standard tidak memberi
respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan
melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya anti-
IL 6 (tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau Mesenchymal
Stem Cell (MSCs) / Sel Punca dan lain lain
Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
9.Komplikasi COVID-19 berat/kritis
10.Penyakit penyerta Sesuai temuan
11.Prognosis Dubia ad bonam
12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit
dan status PCR
Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obat obatan bisa
diberikan dalam bentuk oral, dan bila tidak ada tindakan keperawatan
lain terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanjutkan
isolasi mandiri
Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah maupun di fasilitas publik yang
dipersiapkan pemerintah
Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak
dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR.
Dinyatakan selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset
dengan ditambah minimal 3 hari sesudah tidak lagi menunjukkan gejala
demam dan gangguan pernapasan.
13.nasihat Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah sesuai
standar WHO.
Etika batuk dan bersin.
Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter.
Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke
fasilitas layanan kesehatan
Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat keramaian.
COVID-19 BERAT / KRITIS
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yaitu penyakit menular yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.
2. Anamnesis
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue , anoreksia, napas
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan,
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau
(anosmia) atau hilang perasa (ageusia). Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue , penurunan
kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan
tidak ada demam
3.Pemeriksaan Fisik
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat, ada ronki pada auskultasi paru,
foto toraks gambaran pneumonia) ditambah satu dari: frekuensi napas >
30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara
ruangan.
ATAU
Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau
kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
Sianosis sentral atau SpO2<93% ; distres pernapasan berat (seperti
napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat);
Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi
atau penurunan kesadaran, atau kejang.
Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan,
≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit;
usia >5 tahun, ≥30x/menit.
4. Kriteria diagnosa
Seseorang yang memiliki kriteria berikut:
Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan
swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan hasil
ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen SARS-CoV-
2 POSITIF
Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk,
fatigue , anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya
seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual
dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia).
Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal seperti
fatigue , penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu
makan, delirium, dan tidak ada demam.
ada bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk, sesak
napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) DAN ada
tanda pneumonia berat (frekuensi napas > 30 x/menit, distres
pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan)
ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia berat
(batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding
dada) dan ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
‐ Sianosis sentral atau SpO2<93% ; distres pernapasan berat (seperti
napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat);
‐ Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusui atau minum,
letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.
‐ Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan,
≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun,
≥40x/menit; usia >5 tahun, ≥30x/menit.
Pada COVID 19 kondisi kritis dapat disertai dengan salah satu kondisi
ARDS, sepsis atau syok sepsis:
1. Sindrom gawat pernapasan akut /Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) , ditandai oleh :
a. Terjadi dalam waktu 1 minggu dari timbulnya penyebab (insult)
klinis diketahui atau memburuknya gejala respirasi.
b. Pencitraan dada (radiografi, CT scan, atau ultasonografi): opasitas
bilateral, yang belum dapat dibedakan apakah karena kelebihan
cairan (volume overload ), kolaps lobus atau kolaps paru, atau
nodul.
c. infiltrasi paru: gagal napas yang belum dapat dibedakan apakah
akibat gagal jantung atau kelebihan cairan.
d. Pelemahan oksigenasi pada pasien dewasa :
• ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan
PEEP atau CPAP ≥ 5 cmH2O, atau Tidak diventilasi)
• ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg (dengan
PEEP ≥ 5 cmH2O, atau tidak Diventilasi)
• ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg (dengan PEEP ≥ 5
cmH2O, atau tidak diventilasi)
• Jika tidak tersedia PaO2, SpO2/FiO2 ≤ 315 mengindikasikan
terjadinya ARDS (termasuk pada Pasien yang tidak diventilasi).
e. Pelemahan oksigenasi pada pasien anak: catatan OI = Indeks
Oksigenasi dan OSI = Indeks Oksigenasi dengan SpO2.
• Bilevel NIV atau CPAP ≥ 5 cmH2O dengan masker wajah
penuh: PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤ 264
• ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ OI < 8 atau 5 ≤ OSI < 7.5
• ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ OSI
<12.3
• ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥12.3.
2. Sepsis
Pasien dewasa: disfungsi organ yang mengancam nyawa akibat
disregulasi respons tubuh terhadap dugaan infeksi atau infeksi
terbukti. Tanda-tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status
mental, kesulitan bernapas atau napas cepat, saturasi oksigen
rendah, penurunan pengeluaran urin, denyut jantung cepat, nadi
lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah, kulit
berbintik, atau bukti laboratorium untuk koagulopati,
trombositopenia, asidosis, laktat tinggi, atau hiperbilirubinemia.
Skor SOFA berkisar dari 0 hingga 24 meliputi enam sistem
organ: pernapasan (hipoksemia, yaitu PaO2/FiO2 rendah);
koagulasi (trombosit rendah); hati (bilirubin tinggi);
kardiovaskular (hipotensi); sistem saraf pusat (tingkat kesadaran
rendah menurut Glasgow Coma Scale ); dan ginjal (keluaran urin
rendah atau
kreatinin tinggi). Sepsis didefinisikan dengan peningkatan skor
SOFA terkait sepsis sebesar ≥ 2 angka. Diasumsikan skor awal
yaitu 0 jika data tidak tersedia.
Tabel Skor SOFA
Pasien anak: infeksi terduga atau terbukti dan kriteria sesuai umur
systemic inflammatory response syndrome ≥ 2
3. Syok sepsis
Pasien dewasa: hipotensi menetap meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan, memerlukan vasopresor untuk
mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg and kadar laktat serum > 2
mmol/L.
Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau SD > 2 di bawah
normal usianya) atau dua dari gejala berikut: perubahan status
mental; takikardia atau bradikardia (denyut jantung < 90 x/menit
atau > 160 x/menit pada bayi dan < 70 x/menit atau > 150 x/menit
pada anak); kenaikan waktu pengisian ulang kapiler (> 2 detik)
atau denyut yang lemah; takipnea; kulit berbintik atau kulit dingin
atau ruam ptekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria;
hipertermia atau hipotermia
5. diagnosa Kerja COVID-19 derajat berat/ kritis
6. diagnosa Banding ARDS karena sebab lain
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologi: foto toraks
Pemeriksaan swab tenggorok dan aspirat saluran napas bawah seperti
sputum, untuk RT-PCR (COVID-19) dengan hasil ditemukan material
virus SARSCOV-2, atau hasil rapid antigen SARS-CoV-2 POSITIF
Pemeriksaan kimia darah
Darah perifer lengkap, ureum, creatinin, gula darah sewaktu, SGOT
dan SGPT, bilirubin
Foto toraks
EKG untuk umur > 40 tahun , umur < 40 tahun bila ada indikasi
Anti HIV
HbSAg (atas indikasi)
D DIMER
IL 6 (atas indikasi)
LDH
AGD
Elektrolit
Sputum GX TB (atas indikasi)
Kultur MO dan Resistansi Dahak/ Darah, sputum jamur
CRP
Asam laktat
Prokalsitonin (atas indikasi)
Pengambilan SWAB untuk pemeriksaan PCR ulang sesuai jadwal
8.PENGOBATAN Rawat Isolasi
Non Farmakologis
‐ Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
‐ Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi
ginjal, fungsi hati, hemostasis, LDH, D-dimer
‐ Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
Medikamentosa :
‐ Vitamin C 200 – 400 mg/8-12 jam diberikan secara bolus Intravena
(IV) selama perawatan
‐ Vitamin B1 1 amp/ 24 jam iv
‐ Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk
tablet, kapsul, tablet effervescent , tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup) , Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam
bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
‐ Diberikan terapi farmakologis berikut:
Azitromisin 500mg per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternatif Levofloksasin dapat diberikan bila curiga ada
infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk
5-7 hari).
Bila ada kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-
infeksi bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi
klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien.
Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan
kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut
dipertimbangkan.
Salah satu antivirus berikut :
a. Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600
mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari
ke 2-5) Atau
b. Remdesivir 200 mg IV drip/3jam dilanjutkan 1x100 mg IV
drip/3 jam selama 9 – 13 hari
‐ Antikoagulan LMWH/UFH berdasar evaluasi DPJP untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan
kondisi klinis pasien.
‐ Deksametason dengan dosis 6 mg/ 24 jam selama 10 hari atau
kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus
berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan
ventilator.
‐ Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
‐ bila terjadi syok, lakukan PENGOBATAN syok sesuai pedoman
PENGOBATAN syok yang sudah ada
‐ Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi
‐ Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan
kondisi klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan
kesehatan masing-masing bila terapi standard tidak memberi
respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan
melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya
anti-IL 6 (tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau
Mesenchymal Stem Cell (MSCs) / Sel Punca dan lain lain
‐ Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi
ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
‐ Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
‐ Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
* Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
* Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
* PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
* Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada
pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
* Limfopenia progresif,
* Asidosis laktat progresif.
‐ Monitor keadaan kritis
Gagal napas yang memerlukan ventilasi mekanik, syok atau gagal
multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan pemakaian
ventilator mekanik
Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) pada pasien dengan
ARDS atau efusi paru luas.
Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema
paru.
Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone
position).
‐ Terapi oksigen:
Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas
dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu titrasi
sesuai target SpO2 92 – 96%.
Tingkatkan terapi oksigen dengan memakai alat HFNC ( High
Flow Nasal Cannula ) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam
atau terjadi perburukan klinis.
Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 l/menit, FiO2 40%
sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target
SpO2 92-96%
Tenaga kesehatan harus memakai respirator (PAPR, N95).
Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 l/menit, diikuti peningkatan fraksi
oksigen, jika frekuensi napas masih tinggi (>35x/menit) , Target SpO2
belum tercapai (92 – 96%) dan work of breathing yang masih
meningkat (dyspnea, otot bantu napas aktif)
Kombinasi A wake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari
dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan
intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan memakai
indeks ROX.
Indeks ROX = (SpO2 / FiO2) / laju napas
Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman
(indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa
pasien tidak memerlukan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85
menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi.
Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi
oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis
pada pasien, pertimbangkan untuk memakai mode ventilasi
invasif atau trial NIV.
De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC,
dimulai dengan menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai
fraksi 30%, selanjutnya flow secara bertahap 5-10 liter dalam 12 jam)
hingga mencapai 25 liter. Pertimbangkan untuk memakai terapi
oksigen konvensional ketika flow 25 L/menit dan FiO2 < 30%
NIV (Noninvasif Ventilation)
Tenaga kesehatan harus memakai respirator (PAPR, N95).
Trial NIV selama 1-2 jam sebagai bagian dari transisi terapi oksigen
Inisiasi terapi oksigen dengan memakai NIV: mode BiPAP atau
NIV + PSV, tekanan inspirasi 12-14 cmH2O, PEEP 6-12 cmH2O.
FiO2 40-60%.
Titrasi tekanan inspirasi untuk mencapai target volume tidal 6-8
ml/Kg; jika pada inisiasi pemakaian NIV, dibutuhkan total tekanan
inspirasi >20 cmH2O untuk mencapai tidal volume yang ditargetkan,
pertimbangkan untuk segera melakukan metode ventilasi invasif.
(tambahkan penilaian alternatif parameter)
Titrasi PEEP dan FiO2 untuk mempertahankan target SpO2 92-96%.
Evaluasi pemakaian NIV dalam 1-2 jam dengan target parameter;
Subjektif: keluhan dispnea mengalami perbaikan, pasien tidak gelisah
Fisiologis: laju pernapasan <30x/menit. Work of breathing menurun,
stabilitas hemodniamik baik, Objektif: SpO2 92-96%, pH >7,25,
PaCO2; 30 – 55mmHg, PaO2 >60 mmHg, rasio PF > 200, TV 6-8
ml/kgBB.
Pada kasus ARDS berat, gagal organ ganda dan syok disarankan untuk
segera melakukan ventilasi invasif. Jika pada evaluasi (1–2 jam
pertama), parameter keberhasilan dengan NIV tidak tercapai atau
terjadi perburukan klinis pada pasien, lakukan metode ventilasi
invasif. Kombinasi Awake Prone Position + NIV 2 jam 2 kali sehari
dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan
intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
NIV dan HFNC memiliki risiko terbentuknya aerosol, sehingga jika
hendak diaplikasikan, sebaiknya di ruangan yang bertekanan negatif
(atau di ruangan dengan tekanan normal, namun pasien terisolasi dari
pasien yang lain) dengan standar APD yang lengkap. Bila pasien
masih belum mengalami perbaikan klinis maupun oksigenasi sesudah
dilakukan terapi oksigen ataupun ventilasi mekanik non invasif, maka
harus dilakukan penilaian lebih lanjut.
Ventilasi Mekanik invasif (Ventilator)
Tenaga kesehatan harus memakai respirator (PAPR, N95).
Menetapkan target volume tidal yang rendah (4-8 ml/kgBB), plateau
pressure <30 cmH 2O dan driving pressure <15 cmH2O. RR: 18 – 25
x/menit,
Pada ARDS sedang – berat diterapkan protokol Higher PEEP, dengan
pemantauan terjadinya barotrauma pada pemakaian PEEP >10
cmH2O.
Pada ARDS sedang – berat yang mengalami hipoksemia refrakter
(meski parameter ventilasi optimal), dilakukan ventilasi pada posisi
prone selama 12-16 jam per hari
Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dissinkroni antar
pasien dan ventilator yang persisten, plateau pressure yang tinggi
secara persisten dan ventilasi pada posisi prone yang memerlukan
sedasi yang dalam, pemberian pelumpuh otot secara kontinyu selama
48 jam dapat dipertimbangkan. Penerapan strategi terapi cairan
konservatif pada kondisi ARDS
pemakaian mode Airway Pressure Release Ventilation dapat
dipertimbangkan pada pemakaian ventilator. Khusus pemakaian
mode APRV ini harus di bawah pengawasan intensivis atau dokter
spesialis anestesi.
9.Komplikasi Pneumonia berat
Sepsis
Syok sepsis
Gagal napas
Multiorgan dysfun ction syndrome (MODS)
Kematian
10.Penyakit penyerta Sesuai temuan
11.Prognosis Dubia ad bonam
12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit
dan status PCR
Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obat obatan bisa
diberikan dalam bentuk oral, dan tidak ada tindakan keperawatan lain
terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanju