Tampilkan postingan dengan label penyakit paru 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label penyakit paru 4. Tampilkan semua postingan

Rabu, 28 Februari 2024

penyakit paru 4

 


sikan untuk 

     

             

konfirmasi TB spondilitis. 

Kecurigaan terhadap infeksi TB merupakan indikasi biopsi sinovial.  

Tes sensitivitas antimikrobial isolat penting dikerjakan.   

Tidak ada temuan radiologis yang patognomonik untuk TB tulang dan 

sendi, dapat ditemukan pembengkakan jaringan lunak sampai dengan 

destruksi tulang. Foto toraks dapat melihat hubungan TB paru dengan 

TB tulang atau sendi. MRI juga dapat dipakai untuk mengetahui 

perluasan infeksi ke jaringan lunak dan struktur di sekitar tulang. 

 

TB ABDOMEN 

CT scan abdomen 

Foto polos abdomen 

USG abdomen 

Apusan BTA feses atau cairan biakan cairan peritonium 

TCM TB pada biopsi jaringan dan Biakan M TB pada pasien asites 

Laparoskopi dan laparatomi  

 

TB ENDOMETRIUM 

USG intravaginal 

Histerosalpingografi 

Biopsi dari kuretase endometrial 

 

TB PERIKARDIAL 

Foto toraks PA 

Ekokardiografi 

CT/MRI toraks 

 

TB KULIT 

Biakan jaringan dari biopsi kulit atau pulasan sitologi 

 

TB LARING 

Endoskopi 

Sputum BTA 

Kultur jaringan  

Biopsi laring 

 

 

TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB 

hasil pemeriksaan histopatologi dari jaringan mastoid, BTA dari cairan 

telinga tengah dan biakan maupun tes molekuler dari cairan atau 

jaringan. 

CT tulang temporal 

 

TB MATA/TB OKULAR 

Cairan/jaringan ocular 

Foto toraks PA 

Bukti imunologis TB 

 

8.  PENGOBATAN 

Secara umum paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu 

hasil biakan bila histologi dan gambaran klinis sesuai dengan diagnosa  

tuberkulosis. 

Seluruh pasien TB ekstraparu harus melakukan foto toraks untuk 

menyingkirkan TB paru. Paduan terapi adekuat harus diteruskan 

meskipun hasil biakan negatif.  

Tuberkulosis paru dan TB ekstraparu diterapi dengan paduan obat yang 

sama namun beberapa pakar menyarankan 9-12 bulan untuk TB 

meningitis karena mempunyai risiko serius pada disabilitas dan 

mortalitas dan 12 bulan atau lebih untuk TB tulang dan sendi karena 

sulitnya memonitor respons terapi.  

Kortikosteroid direkomendasikan untuk TB perikardial dan TB 

meningitis.  

Terapi bedah mempunyai peran dalam penatalaksanaan TB 

ekstraparu.Terapi bedah dilakukan pada komplikasi lanjut penyakit 

seperti hidrosefalus, uropati obstruktif, perikarditis konstriktif dan 

keterlibatan neurologis akibat penyakit Pott (TB spinal). bila  

ada  pembesaran kelenjar getah bening yang cukup banyak maka 

drainase, aspirasi maupun insisi dapat membantu.  

 

Foto toraks dilakukan pada pasien TB ekstraparu untuk memastikan 

koeksistensi TB paru. 

Paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu hasil biakan bila 

histologi dan gambaran klinis sesuai dengan diagnosa  tuberkulosis. 

Pasien dengan TB ekstraparu, paduan obat selama 6-9 bulan (2 bulan 

INH, RIF, PZA, dan EMB diikuti dengan 4-7 bulan INH dan RIF).  

 

TB sistem saraf pusat (tuberkuloma atau meningitis) dan TB tulang 

dan sendi, OAT diberikan 9-12 bulan.  

Kortikosteroid direkomendasikan pada TB sistem saraf pusat dan 

perikardial. Terapi dengan kortikosteroid dimulai secara intravena 

secepatnya, kemudian disulih oral tergantung perbaikan klinis. 

Rekomendasi kortikosteroid yang dipakai yaitu  deksametason 0,3-

0,4 mg/kg di tapering off selama 6-8 minggu, atau prednison 

1mg/kgBB selama 3 minggu, lalu tapering off  selama 3-5 minggu. 

Evaluasi pengobatan TB ekstraparu dilakukan dengan memantau klinis 

pasien, tanpa melakukan pemeriksaan histopatologi maupun biakan.  

 

TB LIMFADENOPATI 

Pengobatan tuberkulosis limfadenopati sama dengan pengobatan TB 

paru yaitu 2RHZE/4RH akan tetapi durasi yang bervariasi 6 sampai 12 

bulan tergantung kondisi klinis. Eksisi bedah dipertimbangkan pada 

limfadenopati yang memberi  gejala klinis simtomatis dan kasus 

resistansi obat.   

 

TB SALURAN UROGENITAL 

  Durasi pengobatan tuberkulosis saluran urogenital yaitu  6 bulan 

untuk kasus tanpa komplikasi. Terapi 9-12 bulan diberikan pada 

kasus dengan komplikasi (kasus kambuh, imunosupresi dan 

HIV/AIDS). 

  Nefrektomi direkomendasikan pada pasien dengan hipertensi akibat 

komplikasi nefropati tuberkulosis. 

 

TB SSP 

  Paduan obat terapi lini pertama untuk segala bentuk tuberkulosis 

sistem saraf pusat diberikan selama 9-12 bulan. 

  Setiap pasien TB meningen diberikan kortikosteroid tanpa 

memandang tingkat keparahan 

  Dosis kortikosteroid untuk dewasa (>14 tahun) dapat dimulai dari 

metil prednisolon 0,4 mg/kgbb/hari atau prednison/ deksametason/ 

prednisolone dengan dosis setara selama 6-8 minggu lalu dilakukan 

tappering off  

  Indikasi bedah: hidrosefalus, abses serebral tuberkulosis  

  Dekompresi bedah segera harus dipertimbangkan pada lesi 

ekstradural yang memicu  paraparesis. 

 

TB TULANG DAN SENDI 

Terapi biasanya diberikan selama 9-12 bulan dengan 

mempertimbangkan penetrasi obat yang lemah ke dalam jaringan 

tulang dan jaringan fibrosa serta sulitnya memonitor respons 

pengobatan.  

Respons klinis paling baik dinilai melalui indikator klinis seperti nyeri, 

gejala konstitusional, mobilitas dan tanda neurologis.   

Pilihan operasi dilakukan berdasar  lokasi lesi, bisa melalui 

pendekatan dari anterior atau posterior. Secara umum jika lesi utama di 

anterior maka operasi dilakukan dari arah anterior dan anterolateral, 

sedangkan jika lesi di posterior maka dilakukan operasi dari posterior.  

Pilihan operasi yaitu  sebagai berikut: 

  Open surgery 

  Minimal invasif memakai bronkoskopi 

  Strut grafting  pada kasus deformitas berat 

  Dekompresi/korpektomi kolumna anterior 

  Koreksi kifosis 

  Debridemen abses 

 

TUBERKULOSIS SENDI  

Pengobatan memakai OAT standar harus diberikan 1 tahun sampai 18 

bulan di beberapa kasus. Dianjurkan untuk semua pasien untuk 

memakai traksi, sebaiknya skeletal traksi. 

Pilihan lain selain konservatif yaitu  operasi, sebagai berikut. 

  E xcision arthroplasty 

  Asthrodesis 

  Penggantian pinggul 

 

TB ABDOMEN 

Pengobatan TB abdomen dengan memberi  antituberkulosis 

konvensional 2RHZE/4RH. 

Terapi bedah diperlukan pada beberapa kasus terutama pada kasus 

yang sudah menimbulkan komplikasi seperti perforasi, obstruksi, 

fistula atau pendarahan. 

 

TB ENDOMETRIUM 

Terapi yang diberikan sama dengan terapi TB paru. sesudah  pemberian 

OAT, dapat dilakukan dilatasi dan kuretase ulang untuk menilai apakah 

ada  konversi jaringan endometrial. Pada sebagian besar kasus, 

akan dijumpai perbaikan siklus mentruasi. bila  sesudah  pengobatan 

konsepsi tidak terjadi, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan 

histerosalpingografi dan laparoskopi. 

 

TB PERIKARDIAL 

Perikardiosentesis. 

Paduan obat yang sama dengan TB paru yaitu 2RHZE/4RH telah 

menunjukkan hasil yang efektif untuk TB perikardial. 

Pemberian kortikosteroid dengan dosis prednisolon 1 mg/kgbb dengan 

tapering off  dalam 11 minggu.


TB KULIT 

Khusus pengobatan untuk TB kulit diberikan minimal 12 bulan atau 2 

bulan sesudah  lesi kulit menyembuh. 

 

TB LARING 

Terapi yang diberikan yaitu  2RHZE/4RH, 2 bulan fase intensif dan 4 

bulan fase lanjutan, disesuaikan dengan klinis pasien. 

 

TB TELINGA TENGAH 

Pengobatan diberikan selama 12 bulan 

 

TB MATA/TB OKULAR 

Pengobatan untuk TB okular hampir sama dengan pengobatan pada TB 

ekstraparu yaitu dengan memakai obat OAT dengan rentang 

waktu 9 bulan 

 

9.  Komplikasi 

 

TB LIMFADENOPATI 

Perluasan TB ke daerah aksila, inguinal, submandibular, dan kadang-

kadang preaurikula atau kelenjar sub mental dan kelenjar intramamari. 

Selain itu juga dapat ditemukan Limfadenopati mediastinal TB, 

Limfadenopati mesentrik TB. 

 

TB SSP: tergantung stadium  

Stadium 1: GCS 15 tanpa defisit neurologis fokal,  

Stadium 2: GCS 11-14 atau 15 dengan defisit neurologis fokal 

Stadium III: GCS<10 

 

TB TULANG DAN SENDI 

Komplikasi terpenting TB spondilitis yaitu  kompresi korda spinalis. 

Pasien TB spondilitis mempunyai risiko paraparesis atau paraplegia. 

 

TB ABDOMEN 

Komplikasi TB abdomen dapat berupa ulkus, perforasi, perlengketan, 

obstruksi, pendarahan, pembentukan fistula dan stenosis. 

 

TB ENDOMETRIUM 

Seperti gejala endometriosis  

 

TB PERIKARDIAL 

Tamponade jantung, perikarditis konstriktif, kalsifikasi perikardial. 

 

TB KULIT 

Penularan eksogen dan endogen 

 

TB LARING 

Lesi pada laring dapat berupa lesi perikondritik, granulasi, lesi 

ulseratif, polipoid dan inflamasi yang tidak spesifik. Tuberkulosis 

dapat mengenai area epiglotis, pita suara, aritenoid dan subglotis. 

 

TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB 

Gejala klasik dari mastoiditis tuberkulosis dapat disebut sebagai trias 

yaitu sekret supuratif tanpa nyeri perforasi membran timpani multipel, 


dan kelemahan saraf wajah walaupun jarang.

Limfadenopati servikal dapat terjadi 5-10% kasus otitis media 

tuberkulosis.  

Komplikasi lain yaitu  destruksi tulang pendengaran dan destruksi 

kanalis fasialis. 

 

TB MATA 

Uveitis berat dengan keratokonjungtivitis fliktenularis, uveitis posterior 

dengan gambaran occlusive retinal  vasculitis dan serpiginoid 

choroiditis. 

 

10. Penyakit Penyerta Infeksi non TB 

 

11. Prognosis Bonam bila belum terjadi penyulit berat 

 

12. nasihat  Pengobatan teratur, penjelasan risiko operasi bila diperlukan 

 

13. Indikasi Pulang Bila keluhan berkurang, kondisi stabil 

 


 

TUBERKULOSIS DENGAN HIV-AIDS 

 

  Tuberkulosis dengan infeksi HIV-AIDS  

2.  Anamnesis 

Gambaran klinis TB pada pasien HIV berbeda dengan TB pada 

umumnya, gejalanya tidak spesifik, batuk lebih dari 2 minggu tidak 

menjadi gejala utama. Gejala yang paling sering yaitu  penurunan 

berat badan dan demam, dapat disertai batuk 

 

TB HIV pada anak 

  Gejala-gejala yang menunjukkan HIV masih mungkin, yaitu infeksi 

berulang (≥3 episode infeksi bakteri yang sangat berat (seperti 

pneumonia, meningitis, sepsis dan selulitis) pada 12 bulan terakhir), 

bercak putih di mulut (thrush), parotitis kronik, limfadenopati 

generalisata, hepatomegali tanpa penyebab yang jelas, demam yang 

menetap dan/atau berulang, disfungsi neurologis, herpes zoster 

(shingles), dermatitisHIV, penyakit paru supuratif yang kronik 

(chronic suppurative lung disease).  

  Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi 

juga lazim ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV, yaitu: 

otitis media kronik, diare persisten, gizi kurang atau gizi buruk. 

  Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi 

HIV, yaitu: PCP (Pneumocystis pneumonia), kandidiasis esofagus, 

LIP (lymphoid interstitial pneumonitis) atau Sarkoma Kaposi. 

 

3.  Pemeriksaan Fisik Gambaran seperti TB paru, TB ekstra paru  

4.  Kriteria diagnosa  

Gambaran Klinis: batuk kronik, TB ekstraparu 

Sputum BTA dan TCM TB 

Foto toraks PA 

 

5.  diagnosa  Kerja TB dengan HIV / AIDS  

6.  diagnosa  Banding Infeksi oportunistik HIV lain  

7.  Pemeriksaan Penunjang 

Sputum BTA dan TCM TB 

Biakan M. tuberculosis  dan uji kepekaan OAT 

Foto toraks PA 

 

8.  PENGOBATAN 

OAT: prinsip sama dengan PENGOBATAN pengobatan TB tanpa HIV, 

tidak direkomendasikan terapi intermiten pada fase lanjutan 

Pada pasien dengan infeksi HIV dan TB yang menderita imunosupresi 

berat (hitung CD4 kurang dari 50 sel/mm3), ARV harus dimulai dalam 

waktu 2 minggu sesudah  dimulainya pengobatan TB kecuali jika ada 

meningitis tuberkulosis. 

Untuk semua pasien dengan HIV dan TB, terlepas dari hasil hitung 

CD4, terapi antiretroviral harus dimulai dalam waktu 8 minggu 

semenjak awal pengobatan TB.  

Pasien dengan infeksi TB dan HIV harus diberikan kotrimoksazol 

untuk pencegahan infeksi lain.  Kotrimoksazol diberikan pada semua 

pasien TB HIV tanpa mempertimbangkan nilai CD4 sebagai 

pencegahan infeksi oportunistik lain. Pada ODHA tanpa TB, 

pemberian profilaksis kotrimoksazol direkomendasikan untuk pasien 

dengan nilai CD4 <200 sel/mm3. 

Pasien dengan infeksi HIV yang sesudah  dievaluasi secara seksama 

tidak memiliki TB aktif harus diobati sebagai infeksi TB laten dengan 

Isoniazid selama setidaknya 6 bulan. 

 

9.  Komplikasi Komplikasi sejalan dengan penyakit TB dan HIV 

 

10. Penyakit Penyerta Infeksi oportunistik HIV 

 

11. Prognosis Tergantung pada berat penyakit 

 

12. nasihat  Konseling dan tes HIV perlu dilakukan untuk semua pasien dengan, 

atau yang diduga TB kecuali sudah ada konfirmasi hasil tes yang 

negatif dalam dua bulan terakhir. Karena hubungan yang erat antara 

TB dan HIV, pendekatan yang terintegrasi untuk pencegahan, 

diagnosa , dan pengobatan baik infeksi TB maupun HIV 

direkomendasikan pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi.  

Pemeriksaan HIV terutama penting sebagai bagian dari 

penatalaksanaan rutin di daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi 

pada populasi umum, pada pasien dengan gejala dan/atau tanda 

kondisi terkait HIV, dan pada pasien yang memiliki riwayat risiko 

tinggi terpajan HIV. 

 

13. Indikasi Pulang Bila keluhan berkurang, kondisi stabil 

 


 

TUBERKULOSIS LATEN 

 

  

Tuberkulosis laten yaitu  seseorang yang terinfeksi kuman M. 

tuberculosis tetapi tidak menimbulkan tanda dan gejala klinik serta 

gambaran foto toraks normal dengan hasil uji imunologik seperti uji 

tuberkulin atau Interferon Gamma Release Assay (IGRA) positif. 

 

2.  Anamnesis 

Kelompok berisiko TB yaitu  : 

  Kontak erat dengan pasien TB aktif atau terduga TB  

  Berada pada tempat dengan risiko tinggi untuk  terinfeksi 

tuberkulosis (misalnya, lembaga pemasyarakatan, fasilitas 

perawatan jangka panjang, dan tempat penampungan tunawisma) 

  Kelompok berisiko tinggi diantaranya HIV, kanker dalam 

kemoterapi, pasien dengan steroid jangka panjang, pasien diabetes 

melitus, pasien dengan imunosupresan lain, pasien  yang menjalani 

hemodialisis, pasien yang menjalani transplantasi organ, pasien 

yang mendapat anti tumor necrosis factor alfa  (TNFα) 

  Petugas kesehatan yang melayani pasien tuberkulosis. 

  Bayi, anak-anak, dan dewasa muda terpajan orang dewasa yang 

berisiko tinggi terinfeksi TB aktif. 

 

3.  Pemeriksaan Fisik Tergantung klinis  

4.  Kriteria diagnosa  

TB laten dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan uji 

tuberkulin maupun IGRA.   

IGRA tidak menggantikan uji tuberkulin pada negara berpenghasilan 

rendah dan menengah. 

 

5.  diagnosa  Kerja TB laten  

6.  diagnosa  Banding -  

7.  Pemeriksaan Penunjang 

Foto toraks PA 

BTA sputum 

TCM 

Uji Tuberkulin 

IGRA 

8.  PENGOBATAN 

Beberapa pilihan pengobatan yang direkomendasikan: 

  Isoniazid selama 6 bulan 

  Isoniazid selama 9 bulan 

  Isoniazid dan Rifapentine (RPT) sekali seminggu selama 3 bulan 

  3-4 bulan Isoniazid dan Rifampisin 

  3-4 bulan Rifampisin 

Pasien dengan infeksi HIV yang sesudah  dievaluasi dengan seksama, 

tidak menderita tuberkulosis aktif seharusnya diobati sebagai infeksi 

tuberkulosis laten dengan isoniazid selama 6-9 bulan 

Anak berusia di bawah 5 tahun dan individu semua usia dengan infeksi 

HIV yang memiliki kontak erat dengan pasien tuberkulosis aktif dan 

sesudah  dievaluasi dengan seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif, 

harus diobati sebagai terduga infeksi TB laten dengan isoniazid 

minimal selama 6 bulan. 

            | 107 

             

9.  Komplikasi - 

 

10. Penyakit Penyerta Infeksi non TB 

 

11. Prognosis Bonam 

 

12. nasihat  Pengawasan dan observasi TB klinis 

 

13. Indikasi Pulang TB laten tidak dirawat 

 


  

 

 

PANDUAN UMUM PRAKTIK KLINIS 

COVID-19 

 

COVID-19 RINGAN 

 

  

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yaitu  penyakit menular yang 

disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2  

(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang 

belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. 

 

2.  Anamnesis 

Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue , anoreksia, napas 

pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, 

kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau 

(anosmia) atau hilang perasa (ageusia).  Pasien usia tua dan 

immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue , penurunan 

kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan 

tidak ada demam. 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

  Kesadaran kompos mentis 

  Tanda vital: frekuensi nadi normal, frekuensi napas normal atau 

meningkat, tekanan darah normal, suhu tubuh normal 

Pemeriksaan fisis paru: Tidak  ditemukan suara napas tambahan 

 

4. Kriteria diagnosa  

Seseorang yang memiliki kriteria berikut:  

  Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan 

swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan 

hasil  ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen 

SARS-CoV-2 POSITIF 

  Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk, 

fatigue , anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik 

lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, 

diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan 

(ageusia). Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal 

seperti fatigue , penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, 

hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.  

  Tidak ada  bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk, 

sesak napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) atau 

hipoksemia.  

 

5.  diagnosa  Kerja COVID-19 ringan  

6. diagnosa  Banding URTI, GEA 

7. Pemeriksaan Penunjang   Pemeriksaan radiologi: foto toraks  

  Pemeriksaan swab tenggorok untuk RT-PCR ,TCM virus (COVID-

19) dengan hasil  ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid 

antigen SARS-CoV-2 POSITIF 

  Pemeriksaan kimia darah 

‐ Darah perifer lengkap, Ureum , creatinin, Gula darah sewaktu, 

SGOT dan SGPT 

  Foto toraks 

  EKG untuk  umur > 40 tahun atau jika ada indikasi untuk umur < 40 

tahun 

  Anti HIV (atas indikasi) 

  HbSAg  (atas indikasi) 

  Feses lengkap (atas indikasi) 

 

8.PENGOBATAN 1. Melakukan isolasi diri atau Self-Isolation  : 

‐ Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 

hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan 

gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi 

dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas 

gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di 

fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.  

‐ sesudah  melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP 

terdekat  

‐ Metode : 

Berikan nasihat  terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet 

untuk dibawa ke rumah): 

• Idealnya ruangan terpisah dengan anggota keluarga yang lain 

• Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter 

• Selalu memakai masker 

• Terapkan etika batuk dan bersin, memakai tissu, langsung 

buang ke tempat sampah tertutup, cuci tangan 

• Hindari pemakaian barang pribadi secara bersamaan seperti 

alat makan, alat mandi, linen dan lainnya 

• Cuci alat makan dengan air dan sabun 

• Tissue, sarung tangan dan pakaian yang terpakai oleh pasien 

harus dimasukkan ke wadah linen khusus dan terpisah. 

• Cuci pakaian dengan mesin cuci suhu 60-90 °C, deterjen biasa. 

• Pembersihan dan desinfektan rutin area yang tersentuh 

• Tetap di rumah dan dapat dikontak 

• Jika harus keluar rumah, gunakan masker 

• Hindari memakai transportasi umum dan hindari tempat 

ramai 

• Ventilasi ruangan yang baik (buka jendela) 

• Batasi jumlah orang yang merawat pasien, pastikan perawat 

sehat   

• Batasi pengunjung dan membuat daftar yang menunjungi 

• Jika gejala bertambah, hubungi fasyankes terdekat 

 

2. Medikamentosa : 

‐ Bila ada  penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap 

melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. bila  pasien 

rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat 

ACE inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu 

berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam atau dokter 

spesialis jantung  

‐ Vitamin C dengan pilihan: - Tablet Vitamin C non acidic 500 

mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)  - Tablet isap vitamin C 500 

mg/12 jam oral (selama 30 hari) - Multivitamin yang mengandung 

vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari), 

‐ Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E, 

zink  

‐ Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam 

bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent , tablet kunyah, tablet 

hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) - Obat: 1000-5000 IU/hari 

(tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU) 

‐ Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari   

‐ Salah satu dari antivirus berikut ini:  

A.  Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari Atau 

B. Favipiravir (Avigan) 600 mg/12 jam/oral selama 5 hari  

‐ Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.  

‐ Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat 

Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat 

dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap 

memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien. 

‐ Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada 

Pemulangan pasien dapat dilakukan bila didapatkan perbaikan klinis dan 

penunjang, tanpa menunggu hasil PCR 

 

9.Komplikasi  COVID-19 sedang/berat/kritis 

 10. Penyakit penyerta Sesuai temuan 

 

11. Prognosis Dubia ad bonam 

 

12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit 

dan status PCR.  

Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obat-obatan bisa 

diberikan dalam bentuk oral, dan tidak ada tindakan keperawatan lain 

terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanjutkan 

Isolasi Mandiri. 

Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah maupun di fasilitas publik yang 

dipersiapkan pemerintah. 

Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak 

dilakukan pemeriksaan follow up  RT-PCR.  

Dinyatakan selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset 

dengan ditambah minimal 3 hari sesudah  tidak lagi menunjukkan gejala 

demam dan gangguan pernapasan. 

 

13.nasihat    Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah sesuai 

standar WHO 

  Etika batuk dan bersin 

  Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter 

  memakai masker 

  Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke 

fasilitas layanan kesehatan. 

  Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat keramaian. 

 


 

COVID-19 SEDANG 

 

 

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yaitu  penyakit menular yang 

disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 

(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus  jenis baru yang 

belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. 

 

2.  Anamnesis 

Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue , anoreksia, napas 

pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, 

kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau 

(anosmia) atau hilang perasa (ageusia).  Pasien usia tua dan 

immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue , penurunan 

kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan 

tidak ada demam 

 

3.Pemeriksaan Fisik 

  Kesadaran kompos mentis 

  Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis 

pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda 

pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan 

ATAU  Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak 

berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan 

dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas 

cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia 

1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit 

  Pemeriksaan fisis paru : Dapat ditemukan suara napas tambahan 

berupa ronki basah kasar

4. Kriteria diagnosa  

Seseorang yang memiliki kriteria berikut:  

  Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan 

swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan 

hasil  ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen 

SARS-CoV-2 POSITIF 

  Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk, 

fatigue , anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik 

lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, 

diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan 

(ageusia). Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal 

seperti fatigue , penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, 

hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.  

  ada  bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk, sesak 

napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) tetapi 

tidak ada tanda pneumonia berat (  frekuensi napas > 30 x/menit, 

distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan) 

ATAU  Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak 

berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan 

dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas 

cepat: usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia 

1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit 

5.  diagnosa  Kerja COVID-19 sedang 

6. diagnosa  Banding Pneumonia yang disebabkan bakteri, parasit, jamur dan virus lain selain 

COVID 19 

 

7. Pemeriksaan Penunjang   Pemeriksaan radiologi: foto toraks  

  Pemeriksaan swab tenggorok untuk RT-PCR ,TCM virus (COVID-

19) dengan hasil   ditemukan material virus SARSCOV-2, atau hasil 

rapid antigen SARS-CoV-2 POSITIF 

  Pemeriksaan kimia darah 

  Darah perifer lengkap, Ureum , creatinin, Gula darah sewaktu, SGOT 

dan SGPT 

  Foto toraks serial atau jika pasien perburukan klinis 

  EKG untuk  umur > 40 tahun atau umur < 40 tahun jika ada indikasi 

  D DIMER  

  Anti HIV 

  HbSAg (atas indikasi) 

  IL 6 (atas indikasi) 

  Elektrolit  

  Sputum Gx TB (atas indikasi) 

  CRP 

  Kultur MO sputum dan resistesi jika curiga infeksi sekunder 

  Sputum jamur jika curiga infeksi sekunder 

 

8.PENGOBATAN   RAWAT Isolasi  

  Non Farmakologis 

  Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status 

hidrasi/terapi cairan, oksigen  

  Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap, CRP, fungsi ginjal, 

fungsi hati, dan foto toraks secara berkala.  

  Medikamentosa : 

  Vitamin C 200 – 400 mg/8-12 jam bolus intravena (IV) selama 

perawatan   

  Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,B, E, 

zink  

  Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk 

tablet, kapsul, tablet effervescent , tablet kunyah, tablet hisap, kapsul 

lunak, serbuk, sirup) - Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam 

bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU) 

  Azitromisin 500 mg/24 jam per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai   

alternatif Levofloksasin dapat diberikan bila  curiga ada infeksi 

bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari). 

  Ditambah Salah satu antivirus berikut :  

a. Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 

jam/oral  hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau  

b. Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV 

drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)  

  Antikoagulan LMWH/UFH berdasar  evaluasi DPJP untuk 

diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi 

klinis pasien. 

  Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan 

kondisi klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan 

kesehatan masing-masing bila  terapi standard tidak memberi  

respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan 

melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya anti-

IL 6 (tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau Mesenchymal 

Stem Cell (MSCs) / Sel Punca dan lain lain 

  Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).   

  Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada 

 

9.Komplikasi COVID-19 berat/kritis 

 

 10.Penyakit penyerta Sesuai temuan 

 

11.Prognosis Dubia ad bonam 

 

12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit 

dan status PCR 

Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obat obatan bisa 

diberikan dalam bentuk oral, dan bila tidak ada tindakan keperawatan 

lain terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanjutkan 

isolasi mandiri 

Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah maupun di fasilitas publik yang 

dipersiapkan pemerintah 

Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak 

dilakukan pemeriksaan follow up  RT-PCR.  

Dinyatakan selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset 

dengan ditambah minimal 3 hari sesudah  tidak lagi menunjukkan gejala 

demam dan gangguan pernapasan.

13.nasihat    Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah sesuai 

standar WHO. 

  Etika batuk dan bersin. 

  Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter. 

  Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke 

fasilitas layanan kesehatan 

  Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat keramaian. 

    





COVID-19 BERAT / KRITIS 

 

 

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yaitu  penyakit menular yang 

disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2  

(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus  jenis baru yang 

belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. 

 

2.  Anamnesis 

Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue , anoreksia, napas 

pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, 

kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau 

(anosmia) atau hilang perasa (ageusia).  Pasien usia tua dan 

immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue , penurunan 

kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan 

tidak ada demam 

 

3.Pemeriksaan Fisik 

Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia 

(demam, batuk, sesak, napas cepat, ada  ronki pada auskultasi paru, 

foto toraks gambaran pneumonia) ditambah satu dari: frekuensi napas > 

30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara 

ruangan.  

ATAU   

Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau 

kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:    

  Sianosis sentral atau SpO2<93% ; distres pernapasan berat (seperti 

napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat);   

  Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi 

atau penurunan kesadaran, atau kejang.   

  Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan, 

≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit; 

usia >5 tahun, ≥30x/menit.

4. Kriteria diagnosa  

Seseorang yang memiliki kriteria berikut:  

  Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan 

swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan hasil  

ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen SARS-CoV-

2 POSITIF 

  Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk, 

fatigue , anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya 

seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual 

dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia). 

Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal seperti 

fatigue , penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu 

makan, delirium, dan tidak ada demam.  

  ada  bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk, sesak 

napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) DAN ada 

tanda pneumonia berat (frekuensi napas > 30 x/menit, distres 

pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan)  

 

ATAU  Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia berat 

(batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding 

dada) dan ditambah setidaknya satu dari berikut ini:    

‐ Sianosis sentral atau SpO2<93% ; distres pernapasan berat (seperti 

napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat);   

‐ Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusui atau minum, 

letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.   

‐ Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan, 

≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun, 

≥40x/menit; usia >5 tahun, ≥30x/menit. 

 

Pada COVID 19 kondisi kritis dapat disertai dengan salah satu kondisi 

ARDS, sepsis atau syok sepsis: 

1. Sindrom gawat pernapasan akut /Acute Respiratory Distress Syndrome 

(ARDS) , ditandai oleh : 

a. Terjadi dalam waktu 1 minggu dari timbulnya penyebab (insult) 

klinis diketahui atau memburuknya gejala respirasi. 

b. Pencitraan dada (radiografi, CT scan, atau ultasonografi): opasitas 

bilateral, yang belum dapat dibedakan apakah karena kelebihan 

cairan (volume overload ), kolaps lobus atau kolaps paru, atau 

nodul. 

c. infiltrasi paru: gagal napas yang belum dapat dibedakan apakah 

akibat gagal jantung atau kelebihan cairan.  

d. Pelemahan oksigenasi pada pasien dewasa : 

•  ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan 

PEEP atau CPAP ≥ 5 cmH2O, atau Tidak diventilasi) 

•  ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg (dengan 

PEEP ≥ 5 cmH2O, atau tidak Diventilasi) 

•  ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg (dengan PEEP ≥ 5 

cmH2O, atau tidak diventilasi) 

•  Jika tidak tersedia PaO2, SpO2/FiO2 ≤ 315 mengindikasikan 

terjadinya ARDS (termasuk pada Pasien yang tidak diventilasi). 

e.  Pelemahan oksigenasi pada pasien anak: catatan OI = Indeks 

Oksigenasi dan OSI = Indeks Oksigenasi dengan SpO2. 

•  Bilevel NIV atau CPAP ≥ 5 cmH2O dengan masker wajah 

penuh: PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤ 264 

• ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ OI < 8 atau 5 ≤ OSI < 7.5 

• ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ OSI 

<12.3 

• ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥12.3. 

2. Sepsis 

  Pasien dewasa: disfungsi organ yang mengancam nyawa akibat 

disregulasi respons tubuh terhadap dugaan infeksi atau infeksi 

terbukti. Tanda-tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status 

mental, kesulitan bernapas atau napas cepat, saturasi oksigen 

rendah, penurunan pengeluaran urin, denyut jantung cepat, nadi 

lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah, kulit 

berbintik, atau bukti laboratorium untuk koagulopati, 

trombositopenia, asidosis, laktat tinggi, atau hiperbilirubinemia. 

Skor SOFA berkisar dari 0 hingga 24 meliputi enam sistem 

organ: pernapasan (hipoksemia, yaitu PaO2/FiO2 rendah); 

koagulasi (trombosit rendah); hati (bilirubin tinggi); 

kardiovaskular (hipotensi); sistem saraf pusat (tingkat kesadaran 

rendah menurut Glasgow Coma Scale ); dan ginjal (keluaran urin 

rendah atau  

kreatinin tinggi). Sepsis didefinisikan dengan peningkatan skor 

SOFA terkait sepsis sebesar ≥ 2 angka. Diasumsikan skor awal 

yaitu  0 jika data tidak tersedia.  

              Tabel Skor SOFA 

   

  Pasien anak: infeksi terduga atau terbukti dan kriteria sesuai umur 

systemic inflammatory response syndrome  ≥ 2 

 

3. Syok sepsis 

  Pasien dewasa: hipotensi menetap meskipun sudah dilakukan 

resusitasi cairan, memerlukan  vasopresor untuk 

mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg and kadar laktat serum > 2 

mmol/L. 

  Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau SD > 2 di bawah 

normal usianya) atau dua dari gejala berikut: perubahan status 

mental; takikardia atau bradikardia (denyut jantung < 90 x/menit 

atau > 160 x/menit pada bayi dan < 70 x/menit atau > 150 x/menit 

pada anak); kenaikan waktu pengisian ulang kapiler (> 2 detik) 

atau denyut yang lemah; takipnea; kulit berbintik atau kulit dingin 

atau ruam ptekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria; 

hipertermia atau hipotermia 

5.  diagnosa  Kerja COVID-19 derajat berat/ kritis  

6. diagnosa  Banding ARDS karena sebab lain 

 

7. Pemeriksaan Penunjang   Pemeriksaan radiologi: foto toraks  

  Pemeriksaan swab tenggorok dan aspirat saluran napas bawah seperti 

sputum, untuk RT-PCR (COVID-19) dengan hasil ditemukan material 

virus SARSCOV-2, atau hasil rapid antigen SARS-CoV-2 POSITIF 

  Pemeriksaan kimia darah 

  Darah perifer lengkap, ureum, creatinin, gula darah sewaktu, SGOT 

dan SGPT,  bilirubin 

  Foto toraks 

  EKG untuk  umur > 40 tahun , umur < 40 tahun bila ada indikasi 

  Anti HIV 

  HbSAg (atas indikasi) 

  D DIMER  

  IL 6 (atas indikasi) 

  LDH  

  AGD 

  Elektrolit  

  Sputum GX TB (atas indikasi) 

  Kultur MO dan Resistansi Dahak/ Darah, sputum jamur 

  CRP 

  Asam laktat 

  Prokalsitonin (atas indikasi) 

  Pengambilan SWAB untuk pemeriksaan PCR ulang sesuai jadwal 

 

8.PENGOBATAN   Rawat Isolasi  

  Non Farmakologis 

‐ Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status 

hidrasi/terapi cairan, oksigen  

‐ Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan 

hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi 

ginjal, fungsi hati, hemostasis, LDH, D-dimer  

‐ Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan 

 

  Medikamentosa : 

‐ Vitamin C 200 – 400 mg/8-12 jam diberikan secara bolus Intravena 

(IV) selama perawatan 

‐ Vitamin B1 1 amp/ 24 jam iv  

‐ Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk 

tablet, kapsul, tablet effervescent , tablet kunyah, tablet hisap, kapsul 

lunak, serbuk, sirup) , Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam 

bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)   

‐ Diberikan terapi farmakologis berikut:  

   Azitromisin 500mg per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai 

alternatif Levofloksasin dapat diberikan bila  curiga ada 

infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 

5-7 hari). 

   Bila ada  kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-

infeksi bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi 

klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. 

Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan 

kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut 

dipertimbangkan. 

   Salah satu antivirus berikut :  

a. Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 

mg/12 jam/oral  hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari 

ke 2-5) Atau  

b. Remdesivir 200 mg IV drip/3jam dilanjutkan 1x100 mg IV 

drip/3 jam selama 9 – 13 hari  

‐ Antikoagulan LMWH/UFH berdasar  evaluasi DPJP untuk 

diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan 

kondisi klinis pasien. 

‐ Deksametason dengan dosis 6 mg/ 24 jam selama 10 hari atau 

kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus 

berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan 

ventilator.  

‐ Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada 

‐ bila  terjadi syok, lakukan PENGOBATAN syok sesuai pedoman 

PENGOBATAN syok yang sudah ada 

‐ Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi  

‐ Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan 

kondisi klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan 

kesehatan masing-masing bila  terapi standard tidak memberi  

respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan 

melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya 

anti-IL 6 (tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau 

Mesenchymal Stem Cell  (MSCs) / Sel Punca dan lain lain  

‐ Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan 

hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi 

ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer. 

‐ Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan 

‐ Monitor tanda-tanda sebagai berikut; 

* Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,  

* Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),   

* PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,  

* Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada  

   pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,  

* Limfopenia progresif,  

* Asidosis laktat progresif.   

‐ Monitor keadaan kritis   

  Gagal napas yang memerlukan  ventilasi mekanik, syok atau gagal 

multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.  

  Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan pemakaian  

ventilator mekanik 

  Gunakan high flow nasal cannula  (HFNC) pada pasien dengan 

ARDS atau efusi paru luas.  

  Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema 

paru. 

  Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone 

position).  

‐ Terapi oksigen:  

Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas 

dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu titrasi 

sesuai target SpO2 92 – 96%.  

Tingkatkan terapi oksigen dengan memakai alat HFNC ( High 

Flow Nasal Cannula ) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam 

atau terjadi perburukan klinis.  

Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 l/menit, FiO2 40% 

sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target 

SpO2 92-96% 

Tenaga kesehatan  harus memakai respirator (PAPR, N95).  

Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 l/menit, diikuti peningkatan fraksi 

oksigen, jika frekuensi napas masih tinggi (>35x/menit) , Target SpO2 

belum tercapai (92 – 96%) dan work of breathing  yang masih 

meningkat (dyspnea, otot bantu napas aktif)  

Kombinasi A wake Prone Position  + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari 

dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan 

intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.  

Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan memakai 

indeks ROX. 

 Indeks ROX = (SpO2 / FiO2) / laju napas  

 

Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman 

(indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa 

 

pasien tidak memerlukan  ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 

menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi. 

Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi 

oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis 

pada pasien, pertimbangkan untuk memakai mode ventilasi 

invasif atau trial NIV. 

De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC, 

dimulai dengan menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai 

fraksi 30%, selanjutnya flow  secara bertahap 5-10 liter dalam 12 jam) 

hingga mencapai 25 liter. Pertimbangkan untuk memakai terapi 

oksigen konvensional ketika flow 25 L/menit dan FiO2 < 30% 

 

NIV (Noninvasif Ventilation) 

Tenaga kesehatan harus memakai respirator (PAPR, N95). 

Trial NIV selama 1-2 jam sebagai bagian dari transisi terapi oksigen  

Inisiasi terapi oksigen dengan memakai NIV: mode BiPAP atau 

NIV + PSV, tekanan inspirasi 12-14 cmH2O, PEEP 6-12 cmH2O. 

FiO2 40-60%.  

Titrasi tekanan inspirasi untuk mencapai target volume tidal 6-8 

ml/Kg; jika pada inisiasi pemakaian  NIV, dibutuhkan total tekanan 

inspirasi >20 cmH2O untuk mencapai tidal volume yang ditargetkan, 

pertimbangkan untuk segera melakukan metode ventilasi invasif. 

(tambahkan penilaian alternatif parameter)  

Titrasi PEEP dan FiO2 untuk mempertahankan target SpO2 92-96%.  

Evaluasi pemakaian  NIV dalam 1-2 jam dengan target parameter;  

Subjektif: keluhan dispnea mengalami perbaikan, pasien tidak gelisah  

Fisiologis: laju pernapasan <30x/menit. Work of breathing  menurun, 

stabilitas hemodniamik baik,  Objektif: SpO2 92-96%, pH >7,25, 

PaCO2; 30 – 55mmHg, PaO2 >60 mmHg, rasio PF > 200, TV 6-8 

ml/kgBB.  

Pada kasus ARDS berat, gagal organ ganda dan syok disarankan untuk 

segera melakukan ventilasi invasif. Jika pada evaluasi (1–2 jam 

pertama), parameter keberhasilan dengan NIV tidak tercapai atau 

terjadi perburukan klinis pada pasien, lakukan metode ventilasi 

invasif. Kombinasi Awake Prone Position + NIV 2 jam 2 kali sehari 

dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan 

intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.   

NIV dan HFNC memiliki risiko terbentuknya aerosol, sehingga jika 

hendak diaplikasikan, sebaiknya di ruangan yang bertekanan negatif 

(atau di ruangan dengan tekanan normal, namun pasien terisolasi dari 

pasien yang lain) dengan standar APD yang lengkap.  Bila pasien 

masih belum mengalami perbaikan klinis maupun oksigenasi sesudah  

dilakukan terapi oksigen ataupun ventilasi mekanik non invasif, maka 

harus dilakukan penilaian lebih lanjut. 

 

Ventilasi Mekanik invasif (Ventilator)   

Tenaga kesehatan harus memakai respirator (PAPR, N95).  

Menetapkan target volume tidal yang rendah (4-8 ml/kgBB), plateau 

pressure <30 cmH 2O dan driving pressure <15 cmH2O. RR: 18 – 25 

x/menit,  

Pada ARDS sedang – berat diterapkan protokol Higher  PEEP, dengan 

pemantauan terjadinya barotrauma pada pemakaian  PEEP >10 

cmH2O. 

Pada ARDS sedang – berat yang mengalami hipoksemia refrakter 

(meski parameter ventilasi optimal), dilakukan ventilasi pada posisi 

prone selama 12-16 jam per hari 

Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dissinkroni antar 

pasien dan ventilator yang persisten, plateau pressure yang tinggi 

secara persisten dan ventilasi pada posisi prone yang memerlukan  

sedasi yang dalam, pemberian pelumpuh otot secara kontinyu selama 

48 jam dapat dipertimbangkan. Penerapan strategi terapi cairan 

konservatif pada kondisi ARDS 

pemakaian  mode Airway Pressure Release Ventilation  dapat 

dipertimbangkan pada pemakaian ventilator. Khusus pemakaian  

mode APRV ini harus di bawah pengawasan intensivis atau dokter 

spesialis anestesi.  

9.Komplikasi Pneumonia berat 

Sepsis 

Syok sepsis 

Gagal napas 

Multiorgan dysfun ction syndrome (MODS) 

Kematian

 10.Penyakit penyerta Sesuai temuan 

11.Prognosis Dubia ad bonam 

12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit 

dan status PCR 

Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obat obatan bisa 

diberikan dalam bentuk oral, dan tidak ada tindakan keperawatan lain 

terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanju