gender beberapa tahun ini sering menjadi pembahasan yang hangat di berbagai media sosial maupun media cetak di negara kita . Fenomena ini memantik para peneliti untuk melakukan penelitian yang relevan. Kajian ini kerap memicu konflik karena adanya muatan kritik terhadap ajaran Islam yang dianggap terlalu berpihak kepada laki-laki dan kurang memberikan ruang kepada kaum wanita 1. Tuduhan yang biasanya diberikan adalah dominasi laki-laki terhadap wanita dalam talak, hak menikah dengan wanita lebih dari satu (poligami), kedudukan wanita sebagai hakim, wali dan saksi pengantin wanita , kewajiban laki-laki dan wanita , dan pembagian warisan. Hukum-hukum fikih berkaitan dengan hal-hal ini dianggap sebagai ajaran yang memperlakukan wanita dengan tidak adil karena memosisikannya di bawah laki-laki. 2 Gender pada awalnya memiliki arti seks atau jenis kelamin, namun berkembangnya waktu feminis menyatakan bahwa gender berbeda dengan jenis kelamin. Menurutnya jenis kelamin bersifat kodrati sedangkan gender hasil konstruksi lingkungan.3 Mereka berprinsip bahwa manusia dilahirkan dengan jenis kelamin laki-laki dan wanita , namun ia bisa belajar menjadi maskulin dan feminim. Paham ini akan mengakibatkan kekacauan dan mengaburkan sistem kepemimpinan di ranah keluarga.4 Dari paham ini telah memunculkan tuntutan adanya kesamaan antara laki-laki dan wanita baik di ranah publik maupun domestik yang dikenal dengan istilah kesetaraan gender. Kesetaraan gender saat ini telah banyak terwujud dengan adanya trend wanita karier, wanita profesi, wanita pekerja, yang bisa dianggap sebagai awal munculnya fenomena kebangkitan wanita dunia. 5 Permasalahan ini menjadi lebih rumit karena kurangnya pengetahuan telah menyebabkan banyaknya Muslimah yang terlena dan mengambil mentah-mentah konsep ini sebagai pedoman.6 Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Syamsudin Arif bahwa ada tiga hal yang melatarbelakangi lahirnya feminisme pada kalangan Muslim yaitu imbas dari tragedi di Barat, kondisi kaum wanita di Negara Islam yang masih terbelakang, dan dangkalnya pemahaman kaum feminis radikal ini pada nilai-nilai Islam.
Permasalahan ini menjadi tantangan yang berat bagi dunia pendidikan terutama pendidikan Islam karena mayoritas masyarakat negara kita beragama Islam.Melihat fenomena ini , penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kesadaran gender dalam pendidikan Islam berdasarkan pemikiran Sachiko Murata tentang relasi gender dalam buku the Tao of Islam.
Konsep Pendidikan dalam Islam Islam adalah agama yang memiliki risalah dan panduan lengkap tentang hubungan kepada sesama manusia maupun manusia kepada Tuhannya.9 Selain itu Islam juga sangat mengutamakan pendidikan sebagaimana Q.S. Al-Mujadillah ayat 11 yang menyatakan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan diberikan Ilmu. Selain dinaikkan derajatnya, sebagaimana Q.S. Ali Imran ayat 18 orang yang memiliki ilmu memiliki kedudukan persaksian yang tinggi setelah persaksian Allah dan para malaikat.10 Pendidikan secara umum diartikan sebuah proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan manusia dalam menjalani kehidupan.11 Adapun pendidikan dalam Islam memiliki makna yang lebih menyeluruh yaitu proses pembelajaran yang bertujuan menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, dan memiliki keterampilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.12 Pendidikan Islam mau tidak mau harus mengikuti perkembangan zaman. Dengan tantangan dan permasalahan yang kompleks, pendidikan Islam diharapkan mampu melahirkan manusia yang tangguh, mampu bertahan, dan berfikir kreatif untuk kemajuan umat Islam.13 Kondisi ini telah dicontohkan oleh filsuf Muslim ketika bersinggungan dengan dogma dan filsafat Yunani pada masa kejayaan Islam. Mereka bersikap tidak antipati dan tidak juga menerima mentah-mentah filsafat dengan filsafat yang dibawa oleh Yunani, namun mereka melakukan analisa dan seleksi untuk mengambil nilai ajaran yang sejalan dengan nilai Islam dan membuang nilai yang bertentangan dengannya.
Hakikat Kesadaran Gender dalam Islam Gender dalam Islam dan Barat memiliki perbedaan konsep yang signifikan. Dalam Islam gender tidak dipahami sebagai dikotomis antara identitas dan peran, namun merupakan sesuatu integral dan komprehensif. Al Qur’an dan hadits sebagai sumber pokok ajaran Islam juga menjelaskan bahwa prinsip gender dalam Islam sudah memberikan hak keadilan, kesetaraan, dan kemitraan bukan kekuasaan dan penindasan. Al Qur’an juga menjelaskan bahwa laki-laki dan wanita diciptakan saling berpasangan untuk saling melengkapi dan menyempurnakan. Sedangkan menurut Barat, gender tidak berkaitan dengan kodrat manusia sebagai laki-laki dan wanita , ia adalah hasil dari konstruksi lingkungan. Sehingga jika wanita yang selama ini identik dengan feminim dapat dirubah menjadi maskulin. Begitu juga dalam hal peran hak dan kewajiban. Mengasuh anak bukan kodrat wanita , namun konstruksi lingkungan sehingga kondisi ini bisa digantikan oleh pria. 16 Peran gender antara laki-laki dan wanita dalam Islam ada kalanya setara dan ada kalanya berbeda. Mereka memiliki peran, hak, kewajiban, dan tanggung jawab setara dalam hal hubungannya dengan Allah seperti memilih menjadi manusia yang bertakwa dan menyimpang, mendapatkan kemuliaan di hadapan Allah, bertanggung jawab terhadap perbuatannya, mendapatkan pendidikan, menuntut ilmu, aktif berdakwah, mandiri. Adapun peran yang berbeda adalah struktur tubuh, akal, dan jenis aktifitasnya, tanggung jawab mendidik keluarga, dan tanggung jawab menafkahi keluarga.
Sketsa Biografi Sachiko Murata Shaciko Murata. Sachiko Murata lahir pada tahun 1943 di Jepang. Ketertarikannya terhadap Islam dimulai ketika menjadi mahasiswa dan mempelajari hukum keluarga di Universitas Chiba di pinggiran kota Tokyo. Ketertarikan ini karena hukum keluarga Islam membolehkan seorang pria memiliki empat isteri dengan tetap mempertahankan kedamaian dan keharmonisan sekaligus. Keingintahuannya semakin menggebu ketika ia sudah menyelesaikan kuliah dan setahun bekerja di sebuah badan hukum di Tokyo dan adanya tawaran beasiswa dari sahabatnya untuk mempelajari hukum Islam di Universitas Teheran, Iran Pada tahun 1967. Sachiko Murata merupakan satu-satunya wanita dan non Muslim pertama yang mendaftar masuk fakultas teologi dalam program Yurispundensi (fiqh), dan berkesempatan secara langsung mempelajari hukum Islam dari beberapa otoritas terkemuka dibidangnya, diantaranya: Sayyid Hassan Iftikharzada Sabziwari, seorang ulama terdidik dalam bidang metodologi tradisional yang membantunya mengkaji
beberapa teks tersulit dari Yurisprudensi (Fiqh dan prinsip-prinsip Yurisprudensi (ushul
fiqh). Profesor Abu al-Qasim Gurji serta Profesor menerjemahkan teks klasik abad ke-10 H / 16 M, tentang prinsip-prinsip Yurispundensi, Mu’allim al-Ushul ke dalam bahasa Jepang. Sebelum mempelajari lebih jauh tentang hukum Islam, dia memilih untuk memperdalam bahasa Persia dan berhasil menyelesaikan disertasinya dalam bidang ini tentang peranan kaum wanita dalam Hayft Paykar pada tahun 1971
Kandungan Buku The Tao of Islam Buku The Tao of Islam adalah salah satu karya pemikiran Sachiko Murata yang membahas tentang relasi gender antara laki-laki dan wanita . Dengan menggunakan pendekatan kosmologi Sachiko Murata menggambarkan bahwa manusia dan alam memiliki kemiripan dalam hal asal usul penciptaan, struktur, karakter, fungsi, maupun relasi. Pendekatan kosmologi Islam yang digunakannya memiliki kemiripan dengan teori kosmologi Cina yaitu Yang dan Yin yang melukiskan relasi alam semesta. Yang dan Yin adalah dua karakter yang berbeda dan saling berlawanan, namun kedua karakter ini mampu merangkul antara yang satu dengan lainnya sehingga terjalin keserasian dan keselaran sebagaimana bergantinya malam dan siang, musim kemarau ke musim gugur kemudian musim hujan dan musim semi.19 Dengan pendekatan yang digunakan ini Sachiko Murata berhasil mengambarkan dengan lugas tentang realitas alam dan manusia yang tercermin dalam alam semesta dan korelasinya dengan ayat-ayat Al Qur’an. Berikut ini beberapa interpresasinya tentang gender dan relasinya dengan alam semesta.
1. Tiga realitas Prinsip kosmologi memandang bahwa ada tiga realitas pada alam semesta yang terdiri dari Allah, alam (makro kosmos) dan manusia (mikro kosmos). Tiga realitas ini memiliki hubungan yang saling keterkaitan. Hubungan dari ketiganya dilambangkan dengan segitiga dengan pola Allah berada di puncak segitiga mengatur kosmos yang terdiri dari alam dan manusia yang berada di bawah-Nya. Alam dan manusia memiliki sisi-sisi kesamaan sehingga penyebutan keduanya al’alam kabir dan al’alam shaghir juga dengan sebaliknya yaitu insan kabir dan insan shaghir 20. Kesamaan-kesamaan antara alam dan manusia diantaranya adalah dalam struktur bagian yang ada pada keduanya sebagai berikut: Tulang-tulang ibarat gunung-gunung, sumsum tulang ibarat mineral, perut ibarat lautan, tempat tumbuhnya rambut ibarat tanah yang baik, tempat yang tidak menjadi tumbuh rambut ibarat rawa, wajah hingga ujung kaki ibarat sebuah kota yang maju, punggung ibarat onggokan reruntuhan, raut muka ibarat timur, punggung ibarat barat, tangan kanan ibarat selatan, tangan kiri
ibarat utara, nafas ibarat angin, ucapannya ibarat guntur, teriakannya ibarat kilat, tertawanya ibarat siang hari, tangisnya ibarat hujan, keputusasaan dan kesedihan ibarat kegelapan malam, tidurnya ibarat kematian, keterjagaannya ibarat kehidupan, masa kecil ibarat musim semi, masa mudanya ibarat musim panas, masa dewasa ibarat musim gugur, dan masa tua ibarat musim dingin.21 Kesamaan yang lain antara alam dan manusia adalah tentang diciptakan berpasangan sebagimana QS. 51:49: bahwa segala sesuatu yang Allah ciptakan memiliki pasangan. Kata pasangan pada ayat ini ada yang memaknai sebagai pria dan wanita dengan perannya sebagai suami dan istri, ayah dan ibu dan sebagainya. Pada alam semesta pola berpasangan ini terlihat dari adanya langit dan bumi, siang dan malam, tinggi dan rendah, matahari dan bulan, daratan dan lautan, cahaya dan kegelapan, cahaya dan kegelapan, musim kemarau dan hujan dan sebagainya. Dari masing-masing jenis pasangan di atas memiliki hakikat, sifat, dan peran yang berbeda dan berlawanan seperti siang yang terang benderang dan malam yang gelap gulita. Namun keadaan ini menjadikan saling melengkapi dan sama-sama sama-sama memberikan manfaat kepada manusia sebagaimana QS. Al-Qasas ayat 73. Ayat ini menjelaskan bahwa sebagian dari kasih sayang Allah adalah dijadikannya malam dan siang yang dengannya manusia dapat beristirahat di waktu malam dan dapat mencari nafkah di siang hari.
2. Pandangan Islam terhadap Sifat Maskulin dan feminim Dalam pandangan Islam Sifat maskulin dan feminim adalah sifat yang sama-sama Allah ilhamkan Allah pada pria maupun wanita. Pada pembahasan sebelumnya disampaikan bahwa pada tiga realitas, Allah memberikan pengaruh terhadap alam dan manusia. Salah satu pengaruh yang diberikan adalah manifestasi sifat-sifat Allah yang terdiri dari dua sifat berlawanan dalam kesatuan Tuhan. Berdasarkan teori Yin dan Yang Sachiko Murata memaknai sifat-sifat yang Allah miliki berdasarkan karakteristiknya menjadi dua bagian yaitu keagungan (maskulin) dan keindahan (feminim). Nama–nama agung Allah misalnya keagungan (jalal), menundukkan (qahr), kemurkaan (ghadhab), keadilan (‘adl), kemarahan (sakht), kejauhan (bu’d), dendam(intiqam), ketakterkalahkan (jabarut), ketakterjangakauan (Izzah), kesucian (qudus), kebesaran (kibriya’). Sedangkan nama-nama keindahan (jamal), kelembutan(luthf), rahmat (rahmah), anugerah (fadhl), keridhaan (ridha), kedekatan(qurb), ampun(maghirah), maaf (‘awf), cinta (mahabah)24 Murata menyatakan bahwa maskulin dan feminim adalah karakter buruk dan baik yang ada dalam diri manusia. Namun dalam Al Qur’an manusia memiliki
keleluasaan untuk memilih karakter ini sesuai dengan keinginannya untuk dapat dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Menurutnya, Murata karakter maskulin dan feminim tidak selalu identik positif dan negatif, akan tetapi masing-masing punya karakter positif dan negatif. Contoh positif dari sifat maskulin adalah munculnya jiwa yang menerima ketetapan Allah yang membuahkan ketaan sehingga mampu mengalahkan nafsul amarah dalam dirinya. Salah satu sifat maskulin yang positif terdapat pada QS. 8:45. Pada ayat ini manusia diperintahkan untuk meneguhkan hati dan meminta pertolongan Allah ketika berhadapan dengan musuh. Adapun karakter maskulin yang negatif adalah adanya sifat-sifat yang menyerupai sifat Iblis seperti sombong sebagaimana QS. 7:48 yang menyatakan bahwa orang-orang yang sombong adalah orang yang menyombongkan harta yang membuatnya terbuai karenanya. Karakter positif dari sifat feminim adalah sifat taat, kehambaan, dan penyerahan diri sebagaimana QS. 1: 5. Sedangkan karakter negatif dari sifat feminim salah satunya adalah menyerah sebagaimana QS. 4:28.25
3. Hikmah Penciptaan langit dan bumi Salah satu pasangan yang sering Allah sebutkan dalam Al Qur’an adalah langit dan bumi. Kata langit (sama’) ditemukan 120 kali dalam bentuk tunggal dan 190 kali dalam bentuk jamak. Kata bumi digunakan sebanyak 460 kali dan kata langit dan bumi atau langit-langi dan bumi lebih dari 200 kali. 26 Penggunaan kata langit dan bumi berkali-kali dalam Al Qur’an mengisyaratkan bahwa pelajaran tersimpan yang dalam penciptaan langit dan bumi ini sebagaimana QS. Ali Imron: 190 yang menjelaskan bahwa penciptaan langit dan bumi dan bergantinya malam dan siang ada tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang berakal. Hikmah pertama dari penciptaan langit dan bumi yang Murata paparkan terkait gender adalah tentang karakter yang melekat pada langit dan bumi. Langit berasal dari kata sama’ yang memilki arti lebih tinggi, lebih atas, atau paling atas. Langit juga berkaitan dengan istilah angkasa, awan, hujan, dan karunia. Sedangkan bumi berasal dari akar kata Ardh yang memiliki arti berusaha, dan menghasilkan, bersikap lembut, dan secara alamiah terpanggil berbuat baik.27 Hikmah kedua adalah tentang perkawinan. Murata mengibaratkan hubungan langit dan bumi adalah hubungan antara Yang dan Yin, pria dan wanita, suami dan istri dalam sebuah perkawinan. Mengutip dari pendapat Rumi, Murata menyampaikan bahwa perkawinan alam semesta disebut dengan perkawinan makro kosmos. Dalam perkawinan ini langit ditempatkan sebagai pria dan bumi sebagai wanita. Langit kemudian mencurahkan airnya ke bumi sebagaimana laki-laki memberikan airnya kepada wanita dalam hubungan suami-istri (jima’) yang kemudian dengan proses
ini tumbuh bermacam-macam tumbuhan yang sudah lama tersimpan dalam perut bumi. Hubungan yang terjadi dalam sebuah perkawinan adalah hubungan yang saling membutuhkan. Kebutuhan diantara keduanya memiliki hubungan erat dengan asal penciptaannya. Sebagaimana QS. Al-Ghasyiah: 18-20 tentang penciptaan langit dan bumi. Pada ayat ini disampaikan bahwa penciptaan langit dan bumi dulunya adalah satu. Kemudian angkasa raya diangkat dan ditertibkan sedangkan bumi dihamparkan. Begitu pula hubungan antara pria dan wanita. Asal penciptaan manusia adalah satu yaitu Adam kemudian Allah ciptakan Hawa dari Adam. Berawal dari proses penciptaan ini hubungan antara pria dan wanita menjadi hubungan yang saling membutuhkan yaitu pria merindukan wanita karena tercipta dari bagian dirinya dan wanita merindukan pria sebagai asal penciptaan dirinya.
4. Hak dan kewajiban Pria atas Wanita dalam perkawinan Perkawinan kosmos dan manusia dalam Islam bukan wadah untuk melahirkan hubungan dominasi terhadap pasangan. Walaupun derajat pria berbeda dengan wanita, namun hubungan yang dilakukan bukan karena ikatan derajat yang untuk menguasai, namun adanya saling mencintai. Begitu juga tentang dijadikan wanita memikat bukan untuk dijadikan budak nafsu laki-laki, namun supaya laki-laki mencintai wanita dan begitu sebaliknya. Dari rasa cinta ini timbullah syahwat untuk melakukan hubungan seksual untuk mendapatkan kesenangan di dunia dalam pernikahan. Hubungan timbal balik antara pria dan wanita memiliki hubungan erat naluri bawaan sebagaimana yang disampaikan Ratna Megawangi, bahwa secara naluri wanita dan wanita memiliki naluri saling ketergantungan. Walaupun mampu untuk bersikap otonomi dalam menjalani kehidupan, namun di lubuk hati paling dalam seorang wanita mengidolakan laki-laki yang namun mereka tetap mengidolakan laki- laki yang memberikan komitmen dan menyayangi dirinya. Begitu juga sebaliknya pria sangat membutuhkan pengakuan, bahwa ia mampu memberikan perlindungan dan komitmen terhadap wanita.30 Dua kebutuhan yang saling berlawanan ini menjadi hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Perbedaan hak dan kewajiban pria dan wanita yang sering dipermasalahkan oleh feminis adalah tentang hak dalam thalaq dan hak dalam warisan. Dalam hal ini Murata menjelaskan bahwa perbedaan hak antara keduanya sudah sesuai dengan kewajiban yang harus ditunaikan. Misalnya walaupun hubungan yang dilakukan sama-sama untuk memberikan kesenangan pada keduanya, namun laki-laki diperintahkan memberikan mahar dan memberikan nafkah kepada wanita dan anak-anaknya. Sehingga tebusan yang diberikan adalah pria boleh menikahi wanita lebih dari satu
dan mendapat hak waris dua kali lipat dari waris yang wanita dapatkan. Namun demikian seorang suami tetap harus memberikan hak Istri untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari suami baik dalam nafkah lahir maupun batin.
Refleksi: Memahami Kesadaran Gender dalam Islam Dalam uraian tentang relasi gender pada buku the Tao of Islam di atas, Murata melakukan penggalian akar dari lahirnya pemberian peran, hak dan kewajiban yang dilekatkan pada laki-laki dan wanita dalam Islam. Pendekatan yang dilakukan bukan hanya menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan, namun melakukan penggalian akar dari penyebab lahirnya perbedaan gender dalam Islam. Kajian ini mengikuti tradisi intelektual Islam yang digunakan oleh para fuqaha dalam merumuskan hukum syariat yang disebut dengan ushul al-fiqh. 32 Metode yang dilakukan oleh Murata ini dapat memberikan pencerahan pada umat Islam dari kekacauan yang ditimbulkan oleh feminis terhadap gender. Pemahaman ini perlu dimiliki oleh para pendidik Muslim untuk memberikan amunisi bagi peserta didik Muslim dari serangan pemikiran barat yang mengatakan bahwa Islam adalah agama partriarki karena penafsiran Al Qur’an banyak dilakukan oleh laki-laki yang berdampak pada hukum syariat yang mengutamakan laki-laki dan menomorduakan wanita .33 Berdasarkan pada konsep relasi gender dalam Islam dalam buku the Tao of Islam di atas dapat dipahami bahwa pendidikan kesadaran gender dalam Islam harus didasarkan hakikat dan tujuan penciptaan alam semesta dan manusia laki-laki dan wanita menurut pandangan Islam. Dari uraian yang sudah dipaparkan Murata menyampaikan bahwa penciptaan, karakter, dan relasi manusia memilki kesamaan dengan alam. Oleh karenanya untuk mencapai keselarasan sebagaimana relasi yang terjadi pada alam, maka manusia harus kembali pada prinsip-prinsip dasar atas penciptaannya dan peran sesuai kodratnya. Prinsip-prinsip dasar kesadaran gender dari buku the Tao of Islam ini adalah 1) karakter laki-laki dan wanita merupakan faktor bawaan yang Allah berikan sebagaimana langit dan bumi, 2) adanya perbedaan peran adalah karena faktor karakter yang dimiliki dan keutamaan , 3) penetapan hak dan kewajiban pada keduanya adalah untuk memberikan tanggung jawab masing-masing terhadap pasangannya, 4) kesadaran gender dalam Islam bertujuan untuk menciptakan relasi gender yang saling menyempurnakan.
Berdasarkan pada uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesadaran gender dalam Islam adalah kesadaran gender yang mengacu pada ajaran Islam yang terkandung ayat-ayat qauliyah maupun kauniyah yaitu alam semesta. Berdasarkan teori kosmologi dan teologi Islam yang dikembangkan oleh Sachiko Murata ditemukan bahwa karakteristik dan peran gender adalah sesuatu yang melekat alami sesuai jenis kelaminnya. Untuk itu sifat feminim dan maskulin yang ada pada diri pria dan wanita bukan untuk dirubah sesuai kehendak manusia namun dikondisikan untuk dapat memaksimalkan yang positif dan meminimalisir pada karakter keduanya. Begitu pula dalam hal peran dan kewajiban. Semua yang sudah diajarkan dalam Islam terkait gender ini memiliki korelasi dengan kondisi alami manusia dalam hal struktur maupun karakter dari awal penciptaan sebagaimana Alam yang kemudian berdampak pada lahirnya hak dan kewajiban. Rumusan ini penting diajarkan dalam pendidikan Islam untuk menguatkan keyakinan umat Islam terhadap agamanya dari pemikiran barat yang berdampak pada konflik dan rusaknya sistem kepemimpinan dalam keluarga.