Otak beroperasi dalam lingkungan yang
sangat rumit dan membutuhkan pengaturan
elektrolit secara tepat.
Elektrolit adalah
senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi
menjadi partikel bermuatan positif atau
negatif.
Elektrolit perlu diawasi secara ketat
dan jika terganggu dapat memicu
banyak manifestasi neurologis.
Natrium adalah kation utama cairan ekstraseluler,
jumlahnya dapat mencapai 60 mEq per
kilogram berat badan dan sebagian kecil
terdapat di cairan intraseluler.
Tekanan osmotik
ditentukan oleh natrium, sehingga perubahan
tekanan osmotik pada cairan ekstraseluler
menggambarkan perubahan konsentrasi
natrium.
Jumlah natrium dalam tubuh
merupakan gambaran keseimbangan antara
natrium yang masuk dan yang dikeluarkan dari
tubuh.
Berdasarkan rekomendasi nutrisi dari
Health Canada,
tubuh kita membutuhkan 115
mg natrium per hari untuk hidup sehat. World
Health Organization (WHO)8
menyarankan
untuk membatasi konsumsi natrium, yaitu
sebesar 2.400 mg per harinya.
Gangguan natrium merupakan gangguan
elektrolit yang paling sering dapat
memicu manifestasi neurologis.
Hiponatremia merupakan kondisi konsentrasi
natrium dalam darah lebih rendah dari
normal.
Hiponatremia dapat memicu
pembengkakan otak yang berbahaya bagi
fungsi otak yang dapat dikaitkan dengan
keluaran pasien yang lebih buruk. Fofi, et
al, melaporkan bahwa gangguan natrium
pada pasien dengan gangguan neurologis
berhubungan dengan risiko kematian yang
lebih tinggi.
Hiponatremia yang tidak terkoreksi dapat
memicu berbagai manifestasi klinis.
Pasien hiponatremia dapat mengalami nyeri
kepala hingga penurunan kesadaran.12 Oleh
sebab itu, pemicu , gejala, diagnosis,
dan penanganan yang tepat perlu untuk
mencegah penurunan kualitas hidup pasien.
METABOLISME NATRIUM
Natrium adalah kation primer dalam cairan
ekstraseluler dan merupakan komponen
penting untuk konduksi saraf dan fungsi
seluler. Tekanan osmotik di cairan ekstrasel
sebagian besar ditentukan oleh garam
mengandung natrium, khususnya dalam
bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium
bikarbonat (NaHCO3).
Asupan natrium berasal dari diet, diabsorpsi
oleh epitel mukosa usus halus saluran cerna
dengan proses difusi dan diekskresikan
melalui ginjal, saluran cerna, atau keringat.
Absorpsi natrium dilakukan secara aktif dan
dibawa oleh aliran darah ke ginjal. Selanjutnya
akan disaring dan dikembalikan lagi ke aliran
darah dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan kadar natrium dalam
darah.
Regulasi natrium berfungsi mempertahankan
tekanan darah dan volume intravaskular
yang adekuat.16 Tekanan darah dipantau
oleh baroreseptor yang akan menyampaikan
informasi ke hipotalamus. Hipotalamus
akan memberikan respons untuk mencapai
homeostasis.1(Renin, Angiotensin, Aldosteron) dan sistem
saraf simpatis yang meningkatkan retensi
natrium dan vasokonstriksi.10 Regulasi ini
juga dipengaruhi oleh faktor natriuretik yang
menghasilkan vasodilatasi.
Pengaturan natrium sendiri diatur oleh hormon
aldosteron dari kelenjar adrenal. Penurunan
tekanan darah dan volume intravaskular akan
memengaruhi pelepasan renin, mengaktifkan
sistem RAAS dan sistem saraf simpatis. Renin
akan mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I dan merangsang angiotensin II
untuk mensekresikan aldosteron dari korteks
adrenal. Angiotensin II juga akan menimbulkan
rasa haus dan vasokonstriksi. Aldosteron
akan merangsang ginjal kembali untuk
mengabsorpsi natrium dan mempertahankan
homeostasis tubuh.
Sistem yang berlawanan meningkatkan
ekskresi natrium dan vasodilatasi.
Atrial natriuretic peptide (ANP) bekerja
meningkatkan kehilangan natrium. ANP
dilepaskan jika tekanan atrium jantung
meningkat, menghasilkan natriuresis dan
diuresis, merelaksasi otot polos pembuluh
darah, dan menghambat pelepasan ADH,
renin, dan aldosteron. Brain natriuretic peptide
(BNP) memainkan peran yang serupa dalam
mengatur homeostasis natrium.
SUMBER DIET NATRIUM DAN KALIUM
Data World Health Organization (WHO)
menyimpulkan bahwa kelebihan konsumsi
natrium berkaitan dengan peningkatan
kejadian hipertensi dan penyakit
kardiovaskular seperti stroke. Oleh sebab
itu, mengurangi asupan natrium dapat
membantu menurunkan kejadian penyakitpenyakit tersebut.20
Asupan minimum natrium untuk fungsi
tubuh diperkirakan sekitar 200-500 mg per
hari. Batas yang direkomendasikan oleh WHO
adalah 2 gram natrium per hari atau setara
dengan 5 g garam per hari.
Namun, data dari
seluruh dunia menunjukkan bahwa rata-rata
penduduk mengonsumsi natrium jauh di atas
kebutuhan fisiologis minimalnya.
Kalium merupakan elektrolit yang dapat
membantu menurunkan tekanan darah.
Meningkatkan asupan kalium dapat
mengurangi risiko penyakit akibat natrium
yang berlebih.
ADAPTASI SUSUNAN SARAF TERHADAP
HIPONATREMIA
Penurunan cepat konsentrasi natrium dalam
darah yang cukup besar dapat memicu
pembengkakan sel dan edema serebral.
Pembengkakan ini akan memicu inisiasi
mekanisme adaptif untuk mengembalikan
homeostasis diawali dengan tekanan cairan
interstisial yang meningkat dan mendorong
cairan hidrostatik ke cerebrospinal fluid (CSF),
kemudian ke sirkulasi sistemik. Mekanisme
adaptif ini berfungsi sebagai langkah pertama
untuk mencegah edema serebral. Langkah
berikutnya melibatkan pergerakan elektrolit
yang memungkinkan elektrolit keluar dari sel
ke kompartemen ekstraseluler.
Dalam beberapa jam, kandungan natrium,
klorida, dan kalium intraseluler turun
signifikan. Saat sel di dalam otak mulai
kehilangan elektrolit, terjadi pergerakan air
keluar dari sel. Kemudian, terjadi deplesi
osmolit seperti asam amino (glutamin,
glutamat, dan aspartat), polialkohol, dan
methylalamine dalam 24 jam.1
pemicu
Hiponatremia menggambarkan keadaan
kelebihan air tubuh total relatif terhadap
kandungan natrium di dalam tubuh.
Hiponatremia dibagi menjadi jenis isotonik,
hipertonik, dan hipotonik. Hiponatremia
isotonik biasa disebut pseudohiponatremia
dapat disebabkan oleh hiperlipidemia atau
hiperproteinemia. Hiponatremia hipertonik
disebabkan oleh zat terlarut yang aktif secara
osmotik dalam serum, seperti manitol atau
glukosa. Hiponatremia hipotonik merupakan
true hyponatremia, dapat diklasifikasikan
lagi menjadi hipovolemik,euvolemik, dan hipervolemika. Hiponatremia Hipovolemik
Pada hiponatremia hipovolemik terjadi
penurunan kadar air dan natrium dalam tubuh
dengan penurunan natrium yang relatif lebih
besar. Hipovolemia memicu aktivasi
neurohumoral yang menginduksi sistem RAAS
dan simpatis serta vasopresin. Sekresi vasopresin
meningkatkan retensi air yang dikonsumsi,
sehingga memicu hiponatremia.
Berbagai hal yang dapat memicu
hiponatremia hipovolemik antara lain:
1. Kehilangan Cairan Ekstrarenal
Kehilangan cairan terjadi melalui
saluran gastrointestinal seperti muntah
berkepanjangan dan diare berat.
Kejadian seperti diare dan muntah
dapat memicu hiponatremia jika
kehilangan cairan diganti menggunakan
cairan rendah natrium. Kehilangan cairan
ekstraseluler juga dapat memicu
pelepasan vasopresin yang memicu
retensi cairan oleh ginjal dan dapat
memperburuk hiponatremia.
2. Kehilangan Cairan Renal
Kehilangan cairan ini dapat terjadi jika
terdapat defisiensi mineralokortikoid,
terapi diuretik, dan diuresis osmotik.
Kehilangan cairan renal dapat dibedakan
dari kehilangan cairan ekstrarenal dari
konsentrasi natrium urin yang tinggi (>20
mEq/L).
Diuretik dapat memicu hiponatremia
hipovolemik sebab diuretik thiazide
khususnya dapat menurunkan kapasitas dilusi
ginjal dan meningkatkan ekskresi natrium.
Setelah penurunan volume, pelepasan
vasopresin dapat memicu retensi air
yang memperburuk hiponatremia.
Cerebral salt wasting merupakan pemicu
hiponatremia hipovolemik pada penyakit
neurologik, terutama pada perdarahan
subaraknoid. Cerebral salt wasting ini akibat
penurunan fungsi saraf simpatis yang dapat
menurunkan kadar natrium di ginjal; ditandai
oleh osmolalitas plasma yang rendah dan
osmolalitas urin yang lebih tinggi.
b. Hiponatremia Euvolemik
Pada hiponatremia euvolemik, total natrium
dalam tubuh dan volume cairan ekstraseluler
normal atau mendekati normal, namun total
air dalam tubuh meningkat. Normalnya,
ginjal dapat mengekskresikan hingga 25 L urin
per hari. Polidipsi primer dapat memicu
hiponatremia jika asupan air melebihi
kemampuan ginjal untuk mengeluarkan
air.26 Hiponatremia oleh polidipsi disebabkan
konsumsi air dalam jumlah besar atau defek
kapasitas ginjal untuk mengekskresikan air.
Hiponatremia euvolemik juga dapat terjadi
akibat asupan air berlebihan pada defisiensi
glucocorticoid, hipotiroid, syndrome of
inappropriate ADH secretion (SIADH), atau
pelepasan vasopresin non-osmotik yang dapat
disebabkan oleh stres dan keadaan pascaoperasi.Hiponatremia pasca-operasi paling
sering terjadi sebab kombinasi pelepasan
vasopresin non-osmotik dan pemberian
cairan hipotonik berlebihan setelah operasi.
Kasus hiponatremia euvolemik kebanyakan
merupakan SIADH.22 pemicu tersering
SIADH meliputi penyakit pulmoner dan
penyakit sistem saraf pusat, seperti tumor,
perdarahan subaraknoid, dan meningitis.
SIADH juga dapat terjadi pada malignansi dan
penggunaan obat, seperti selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRI), antidepresan,
carbamazepine, dan obat antipsikotik.
c. Hiponatremia Hipervolemik
Hiponatremia hipervolemik ditandai dengan
peningkatan natrium dan air dalam tubuh
dengan peningkatan air relatif lebih besar.
Hal ini dapat terjadi dengan pemicu
ekstra-renal seperti gagal jantung dan sirosis
atau oleh pemicu renal seperti sindrom
nefrotik.
GEJALA
Gejala utama hiponatremia merupakan
disfungsi sistem saraf pusat akibat edema
serebral.
Secara umum, gejala dibagi atas
hiponatremia akut dan kronis tergantung
derajat hiponatremia, usia pasien, dan
kecepatan perubahan konsentrasi natrium.
Hiponatremia pada lanjut usia (lansia) lebih
banyak gejalanya dibanding pada kasus lebih
muda sebab lansia lebih sulit mengeluarkan
cairan, kebanyakan juga menggunakan
diuretik, dan sensasi rasa haus berkurang.
Pada hiponatremia akut, manifestasi klinis
akan terjadi jika natrium serum kurang dari
125 mEq/L.1 Onset gejala dapat cepat terjadi,
mulai dari mual dan malaise menjadi nyeri
kepala dan letargi.1,22 Pada kasus berat, dapat
terjadi kejang, koma, dan henti napas jika
konsentrasi serum natrium turun di bawah
115 mEq/L dengan cepat. Gejala minor
hiponatremia dapat meliputi nyeri kepala,
mual, muntah, kram otot, dan lesu. Mual dan
muntah dapat menjadi tanda peningkatan
tekanan intrakranial.
Pada hiponatremia kronis, onset gejalanya
lebih lambat, sebab mekanisme adaptif
memiliki cukup waktu untuk meminimalisir
edema yang terjadi. Gejalanya dapat berupa
gangguan kognitif, dapat dijumpai gejala
minor, seperti mual, lesu, pusing, gangguan
keseimbangan, kram otot, dan letargi.1
Hiponatremia juga dapat memicu
defisit neurologis fokal akibat edema serebral,
seperti hemiparesis, monoparesis, ataksia,
nistagmus, tremor, rigiditas, afasia, dan gejala
traktus kortikospinal.
Identifikasi pemicu hiponatremia dapat
diawali dari anamnesis; misalnya kehilangan cairan
diare, penyakit ginjal, konsumsi kompulsif
cairan, asupan obat yang merangsang
pelepasan vasopresin atau meningkatkan
aksi vasopresin. Beberapa obat seperti
diuretik, antidepresan, dan antipsikotik dapat
menimbulkan hiponatremia. Kebiasaan
minum alkohol dan menggunakan obatobatan terlarang juga dapat menjadi
faktor risiko hiponatremia. Status volume
intravaskular harus dinilai untuk membantu
menentukan pemicu .
Pemeriksaan harus mencakup riwayat
pemeriksaan fisik, khususnya jantung, paru,
endokrin, gastrointestinal, status neurologis,
dan ginjal. Defisit neurologi perlu segera
ditangani untuk mencegah kerusakan
neurologis permanen.
Hiponatremia harus dibedakan dari
pseudohiponatremia melalui osmolalitas
serum. Pseudohiponatremia dapat terjadi
akibat peningkatan konsentrasi lipid dan
konsentrasi protein, seperti pada penyakit
multiple myeloma. Hiponatremia hipertonik
dapat terjadi jika konsentrasi glukosa
meningkat seperti pada ketoasidosis
diabetik.
Pasien yang sangat hipovolemik biasanya
memiliki sumber kehilangan cairan yang jelas
dan telah diobati dengan penggantian cairan
hipotonik. Pasien hipervolemik biasanya
memiliki kondisi yang mudah dikenali, seperti
gagal jantung, penyakit hati atau ginjal.
Pasien euvolemik dan dengan status
volume yang samar membutuhkan lebih
banyak uji laboratorium untuk identifikasi
pemicu . Uji laboratorium harus mencakup
osmolalitas serum dan urin serta elektrolit.
Pasien SIADH dapat didiagnosis dengan
kombinasi hiponatremia, osmolalitas serum
rendah, konsentrasi urin >100 mOsm/kgBB,
dan ekskresi natrium urin persisten tinggi.
Hipoadrenal dan hipotiroid harus dieksklusi
jika fungsi tiroid dan level kortisol dinilai.
Hiponatremia dapat mengancam jiwa,
sehingga membutuhkan tata laksana segera
dan tepat. Koreksi hiponatremia terlalu cepat
dapat berisiko komplikasi neurologis.1
Derajat hiponatremia, durasi dan kecepatan onset,
serta gejala merupakan parameter untuk
menentukan pengobatan yang paling tepat.
Pada hiponatremia berat, konsentrasi
natrium tidak boleh dikoreksi lebih cepat
dari 0,5 mmol/L/jam. Pasien hiponatremia
hipovolemia dapat diberi NaCl 0,9%.
Jika konsentrasi natrium <120 mmol/L,
hiponatremia tidak sepenuhnya terkoreksi
setelah pengembalian volume intravaskular.
Oleh sebab itu, mungkin diperlukan
pembatasan konsumsi air cukup 500-1000
mL/24 jam.
Pasien hiponatremia hipervolemik memerlukan
pembatasan air dikombinasikan dengan obat
sesuai gejala.32 Pada pasien gagal jantung,
angiotensin-converting enzyme inhibitor dan
diuretic loop dapat mengoreksi hiponatremianya.
Pada pasien yang pembatasan cairannya tidak
efektif, dapat digunakan diuretic loop dalam dosis
yang meningkat.Pengobatan biasa disertai
pemberian NaCl 0,9% IV. Kalium dan elektrolit
yang hilang melalui urin juga harus diganti. Jika
hiponatremia berat dan tidak responsif terhadap
diuretik, mungkin diperlukan hemodialisis untuk
mengontrol volume cairan ekstraseluler.
Pengobatan hiponatremia euvolemik
diarahkan pada pemicu . Jika SIADH,
diperlukan pembatasan air. Selain itu, diuretic
loop dapat dikombinasi dengan NaCl 0,9%
IV.22 Jika pemicu tidak dapat diperbaiki dan
pasien tidak dapat membatasi cairan, dapat
diberikan demeclocycline 300-600 mg setiap
12 jam.32 Namun, demeclocycline berisiko
gagal ginjal akut. Conivaptan IV, antagonis
reseptor vasopresin, memicu diuresis
air yang efektif tanpa kehilangan signifikan
elektrolit dari urin; dapat digunakan pada
hiponatremia resisten pasien rawat inap.
Tolvaptan oral adalah antagonis reseptor
vasopresin lain dengan aksi mirip conivaptan;
penggunaannya dibatasi kurang dari 30 hari
sebab dapat merusak hepar.
Pasien severe symptoms hyponatremia,
seperti hiponatremia akut, dapat diberi NaCl
hipertonik 3%; hiponatremia kronik dapat
dikoreksi cepat selama beberapa jam pertama
diikuti koreksi lambat terbatas pada 10
mmol/L selama 24 jam.
Prognosis hiponatremia tergantung tingkat
keparahan dan etiologi.31 Prognosis buruk
pada pasien hiponatremia berat, akut, dan
lansia.33 Hiponatremia pada pasien kanker
juga dapat memiliki prognosis lebih buruk.
Hiponatremia pada pasien yang dirawat di
rumah sakit memiliki tingkat kematian 50%
lebih tinggi dibandingkan pasien rawat
jalan. Penanganan yang tidak adekuat dapat
memicu komplikasi hingga kematian.34
Penelitian menunjukkan bahwa 73% pasien
yang meninggal dunia memiliki konsentrasi
serum natrium <115 mEq/L saat masuk
rumah sakit, tetapi 66% meninggal ketika
konsentrasi serum natrium kembali normal
atau mendekati normal. Semua pasien yang
meninggal memiliki penyakit akut yang
signifikan, 72% di antaranya sepsis ataupun
cedera ginjal akut.35
Chawla, et al, menyimpulkan bahwa koreksi
lambat pada hiponatremia berat akan
mengakibatkan kematian yang lebih tinggi.35
Bukti ini juga dikuatkan oleh penelitian
Hoorn, et al.
36 Namun, hiponatremia yang
tidak terkoreksi atau terkoreksi terlalu cepat
juga akan membahayakan dan dapat
memicu defisit neurologis.
Natrium merupakan kation primer dalam
cairan ekstraseluler yang regulasinya
melibatkan sistem RAAS dan sistem saraf
simpatis. Penurunan cepat konsentrasi
natrium dapat memicu pembengkakan
sel dan edema serebral yang dapat memicu
mekanisme adaptif di otak. Pembengkakan
sel ini sangat memengaruhi fungsi saraf
pusat, dapat memicu defisit neurologis
fokal. Diagnosis hiponatremia harus melalui
anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan
penunjang. Tata laksana hiponatremia harus
tepat, konsentrasi natrium tidak boleh
dikoreksi lebih cepat dari 0,5 mmol/L/jam.
Sebagian besar pasien hiponatremia dapat
diberi NaCl 0,9% dan pengobatan pemicu .
Prognosis hiponatremia tergantung tingkat
keparahan dan etiologi. Prognosis buruk
pada hiponatremia berat, akut, dan lansia.
Koreksi hiponatremia berat yang lambat akan
mengakibatkan kematian yang lebih tinggi.