Indonesia memiliki keragaman genetik yang komplek dikarenakan tingginya keragaman etnis yang
ada di Indonesia. Hal ini menciptakan keragaman genetik kompleks yang mengakibatkan resiko mutasi gen
terjadi pada individunya cukup tinggi. Mutasi genetik tidak selalu berbahaya tetapi dapat mengakibatkan
kasus yang cukup seperti adanya kelainan atau penyakit genetik. Salah faktor yaitu adanya oleh mutasi
pada gen yang dapat mengakibatkan kecacatan fisik sejak lahir maupun gangguan perkembangan.
Tingginya potensi Indonesia pada penyakit genetik selayaknya diimbangi dengan fasilitas dan pemahaman
masyarakat mengenai genetik maupun penyakit genetik. Namun, pemahaman dan kesadaran akan
pengetahuan genetik dan gangguannya di kalangan masyarakat Indonesia masih rendah, tak terkecuali di
daerah pedesaan. Kegiatan pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk memberikan edukasi mengenai
penyakit genetik dan pencegahannya kepada masyarakat Desa Bareng, kabupaten Jombang. Sasaran dari
kegiatan sosialisasi ini merupakan remaja putri dan ibu-ibu. Untuk mencapai tujuan tersebut pendampingan
ini dilakukan dengan penyampaian materi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan evaluasi untuk
mengetahui peningkatan pengetahuan dan perubahan persepsi dari masyarakat mengenai genetik,
kelainan genetik dan penyakitnya. Hasil pelaksanaan kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman
masyarakat mengenai penyakit genetik dan pencegahannya.Indonesia memiliki keragaman genetik
yang kompleks, tercermin dari keragaman
etnis, bahasa, dan budaya yang tersebar dari
berbagai pulau, termasuk Jawa. Ini adalah
pulau terpadat di Indonesia dengan sekitar
56% penduduk Indonesia dari berbagai
kelompok etnis yang bermigrasi dan tinggal di
pulau ini (Ariani et al., 2017; Cleveland Clinic
medical professional, 2021; Swandayani et al.,
2021). Fenomena ini menciptakan keragaman
genetik yang kompleks membuat Indonesia
memiliki potensi yang tinggi yang juga dapat
mengakibatkan mutasi gen. Mutasi gen adalah perubahan urutan DNA yang mempengaruhi
stabilitas dan fungsi gen. Hal ini dapat
disebabkan oleh tunggal, ganda, atau bahkan
kombinasi gen dan kerusakan molekuler,
seperti kerusakan kromosom atau faktor
lingkungan (Cleveland Clinic medical
professional, 2021; Khan et al., 2015; Rasool
& Shrivastava, 2022)(2–4). Mutasi ini tidak
selalu mengakibatkan penyakit, tetapi bisa
mengakibatkan cacat lahir atau
perkembangan jika mereka disebut penyakit
genetik (Ariani et al., 2017; Cleveland Clinic
medical professional, 2021; Khan et al., 2015;
Rasool & Shrivastava, 2022).
Di Indonesia, tercatat 1,4% kematian
neonatal terjadi pada tahun 2007, yang
meningkat pada tahun 2010 menjadi 10,5%
karena cacat bawaan. Malformasi kongenital
adalah salah satu cacat lahir yang paling
umum, menyebabkan kematian 5,7% untuk
bayi dan 4,9% balita, yang meningkat menjadi
19% pada tahun 2010 (Ariani et al., 2017;
Astuti et al., 2010; Laksono et al., 2011;
Masloman et al., 1991; Swandayani et al.,
2021; Wati et al., n.d.). Malformasi ini dapat
menyebabkan kematian dini dan beban
kesehatan yang signifikan, termasuk
keterlambatan fisik, perkembangan, dan
intelektual. Sisi fisik bisa berupa atresia anal,
omphalocele, bibir sumbing dan langit-langit,
talipes, dan penyakit jantung bawaan,
sedangkan keterlambatan perkembangan dan
intelektual seperti sindrom Down, sindrom
Turner, sindrom Klinefelter, dan sindrom
Edward (Laksono et al., 2011; Masloman et
al., 1991; Rasool & Shrivastava, 2022;
Swandayani et al., 2021).
Tingginya potensi Indonesia pada
penyakit genetik selayaknya diimbangi
dengan fasilitas dan pemahaman masyarakat
mengenai genetik maupun penyakit genetik.
Namun, pada kenyataannya hal ini tidak
terjadi (Ariani et al., 2017; Laksono et al.,
2011; Masloman et al., 1991; Sulistyowaty et
al., 2024; Swandayani et al., 2021). Penelitian
terdahulu menemukan bahwa kesadaran
tenaga kesehatan maupun pemerintah hingga
fasilitas penelitian dan kesehatan
berhubungan dengan genetik maupun
penyakitnya cukup kurang dan terbatas (Chin
& Tham, 2020; Rahmat et al., 2022;
Swandayani et al., 2021; von der Lippe et al.,
2022). Selain itu, cukup banyak masyarakat
Indonesia yang memandang penyakit genetik
salah satunya yang mengakibatkan kecacatan
lahir sebagai hal yang memalukan ataupun
menghubungkannya dengan hal-hal mistis.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para
profesional baik dari tenaga kesehatan
maupun akademisi untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat
mengenai pentingnya mengetahui tentang
ilmu genetik dan penyakitnya.
Desa Bareng merupakan salah satu desa
di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Desa ini
terletak 30 kilometer dari ibu kota kabupaten
Jombang dengan kondisi geografis berbukit
dan sebagian dataran rendah. Sebagian besar
masyarakat desa Bareng merupakan petani,
buruh tani dan pedagang. Berdasarkan data
yang diperoleh oleh tim peneliti, di Desa
Bareng diketahui 8% penderita diabetes,
0.01% down syndrome, 5% darah tinggi,
0.02% kanker, 1% asma dan 0.02% ayan. Dari
data tersebut, beberapa diantaranya
merupakan penyakit yang terjadi karena
penyakit genetik turunan (diabetes dan
kanker) maupun karena adanya mutasi (Down
Syndrome dan ayan). Oleh karena itu, pada
PKM ini dipilih tema fokus pada pengetahuan
masyarakat mengenai genetik, penyakit
genetik untuk meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat mengenai ilmu
genetik, penyakitnya dan pencegahannya.
Melihat dari lokasi desa dan latar belakang
pekerjaan dari masyarakat sasaran, khalayak
sasaran memiliki pengetahuan yang minim
mengenai topik ini yang membuat kegiatan
PKM ini akan diadakan di desa ini.
METODE
Pada kegiatan PKM ini, metode yang
digunakan adalah melakukan penyuluhan
edukatif yang berupa pemarapan materi dan
tanya jawab mengenai pengetahuan mengenai
ilmu genetik secara umum dan penyakitnya.
Penyuluhan dengan topik pencegahan
penyakit ini yang dipaparkan dengan bahasa
yang dapat diterima secara umum mengingat
latar belakang penduduk Desa Bareng yang
mayoritas adalah petani. Tanya jawab
mengenai materi dan juga akan diadakan
evaluasi secara sederhana untuk mengetahui
keberhasilan dari penyuluhan ini.
Pelaksanaan kegiatan ini terbagi menjadi 3
tahap yaitu:
a. Tahap Persiapan:
1. Tim PKM melakukan kegiatan
koordinasi dengan mitra terkait tempat,
waktu dan partisipasi mitra dalam
kegiatan PKM yang akan dilakukan
2. Booklet mengenai topik pemaparan
disusun oleh tim PKM juga materi
pemaparan yang akan diberikan ketika
pelaksanaan PKM di tempat
3. Tim menyusun instrumen tes awal
sederhana untuk mengetahui
pengetahuan dasar dari peserta
penyuluhan mengenai genetika,
penyakit dan pencegahannya.
b. Tahap pelaksanaan
Tim PKM memberikan materi yang
dilanjutkan sesi tanya jawab dengan
peserta mengenai materi dan isu yang
terkait dengan materi
c. Tahap evaluasi
Tim membagikan lembar angket respon
untuk mengukur keberhasilan dari
pelaksanaan kegiatan PKM ini
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan PKM ini telah dilaksanakan
pada bulan September 2023 oleh tim PKM
dengan mitra yaitu ibu-ibu PKK dari Desa
Bareng. Diawal kegiatan, tim peneliti
menyebarkan pre-test kepada para peserta
kegiatan untuk mengetahui pemahaman awal
peserta mengenai penyakit genetik. Instrumen
pre-test memuat pertanyaan-pertanyaan
mengenai penyakit genetik dan respon
mengenai apabila adanya kelainan genetik di
keluarga. Dari pre-test yang diberikan, ratarata skor yang diperoleh adalah 51.9 (Tabel
1). Skor tersebut menunjukkan pemahanan
peserta mengenai penyakit genetik cukup
baik.
Agenda dilanjutkan dengan
pemaparan materi kepada peserta. Materi ini
terbagi atas beberapa bagian yaitu
pemahaman dasar mengenai materi genetik
dan pewarisan sifat, kelainan genetik dan
pencegahannya, kemudian tips untuk
merancang keluarga dengan keturunan yang
berkualitas. Materi disusun dari konsep yang
paling dasar untuk membantu peserta
memahami konsep awal. Konten materi dasar
seperti pewarisan sifat dan bagaimana
kelainan genetik dapat terjadi. Contoh-contoh
penyakit turunan dan kelainan genetik yang
cukup umum juga disebutkan. Materi selanjutnya yang diberikan
merupakan cara pencegahan atau
mengurangi resiko terjadinya dari kelainan
genetik. Hal ini berupa anjuran pada lifestyle
dan konsumsi makanan yang selain dapat
mengurangi resiko penyakit/kelainan genetik
juga meningkatkan kesehatan (Kartika et al.,
2021; Khairunnisa et al., 2022). Materi terakhir
yang diberikan merupakan tips yang dapat
dilakukan dalam merancang keluarga dengan
keturunan yang berkualitas. Anjuran-anjuran
ini lebih mengarah pada memberikan
wawasan mengenai pre-marital check-up, Riwayat Kesehatan keluarga dan konsultasi
kesehatan pada kehamilan. Semua materi ini
diberikan dengan pembahasan yang cukup
umum dan Bahasa yang sederhana.
Setelah pemaparan materi, dibuka
sesi tanya jawab dan berbagi dengan peserta
mengenai materi yang disampaikan. Pada
sesi ini, peserta cukup antusias ditunjukkan
dengan pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan yang menarik dan dekat dengan
kehidupan mereka. Salah satu pertanyaan
yang diberikan yaitu saran bagi anggota
keluarga yang berusaha untuk berhenti dari
merokok dan memulai gaya hidup yang lebih
baik. Di sini tim PKM memberikan saran-saran
bagaimana cara untuk membentuk lifestyle
dan mengurangi ketergantungan pada rokok.
Antusiasme peserta juga ditunjukkan dengan
rasa ingin tahu yang tinggi untuk membedakan
antara penyakit menular dan penyakit Di akhir kegiatan, instrumen post-test
diberikan kepada peserta untuk mengetahui
adanya peningkatan pemahaman peserta
mengenai kelainan genetik dan
pencegahannya. Dari skor post-test, rata-rata
skor yang diperoleh adalah 65.9, naik sekitar
28% dari skor awal. Hal ini menunjukkan
adanya kenaikan pemahaman peserta setelah
pemaran dan juga tanya jawab dengan tim
PKM.Selain post-test, tim PKM juga membagikan
angket evaluasi kegiatan. Aspek yang
dievaluasi terdiri atas isi materi pelatihan,
kecakapan narasumber, dan sarana
prasarana (Tabel 2). Dari hasil penilaian
angket ini, terlihat 99,4% peserta cukup puas
dengan isi dan bobot penyampaian materi.
Aspek narasumber juga mendapatkan
apresiasi yang cukup tinggi dari peserta yaitu
dengan 98,75% menyatakan puas. Selain itu,
semua peserta menyatakan senang dengan
sarana dan prasarana yang diberikan selama
kegiatan.
Adapun komentar diberikan mengenai
kegiatan penyuluhan edukatif ini yaitu 33%
peserta mendapatkan ilmu yang baru, 6,7%
menyatakan topik dan materi sangat
bermanfaat dan 6,7% menyatakan materi
bermanfaat untuk bekal anak cucu mereka.
Selain itu, peserta juga menanggapi positif
kegiatan ini dengan 14,29% menyatakan
bahwa kegiatan sudah sangat bagus dan
28,75% sangat puas dengan
diselenggarakannya penyuluhan edukatif ini.
Berdasarkan hasil dan pembahasan evaluasi
kegiatan menunjukkan bahwa peserta
penyuluhan edukatif di Desa Bareng, Bareng,
Jombang merasa senang dan puas. Selain itu,
mereka juga merasa bahwa penyuluhan ini
cukup bermanfaat untuk anak cucu.
penyakit genetik4
Harapan hidup di banyak negara dewasa ini lebih dari enam puluh hingga
tujuh puluh tahun, dua kali lipat dibandingkan pertengahan abad ke-10.
Lifesaving, ketersediaan obat-obatan, vaksinasi, intervensi bedah, perbaikan
sanitai, kecukupan gizi dan kemudahan mengakses pusat kesehatan memberikan
kontribusi langsung terhadap peningkatan kualitas hidup. Namun,tantanga masih
tetap ada. Menurut WHO, Kanker menjadi momok mematikan bagi penderitanya
dengan angka kematian 8,8 juta pada tahun 2015. HIV/AIDS, penyakit yang
sampai saat ini belum dapat disembuhkan, membunuh 1,1 juta populasi dunia,
Malaria dilaporkan telah menginfeksi 214 juta membunuh 438.000 manusia pada
tahun 2015. Angka mortalitas dan morbiditas penyakit tersebut memiliki
kemungkinan besar meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Di sisi lain, penyakit
genetik seperti Sindroma Down, Thalasemia, Anemia bulan sabit, buta warna dan
3000 penyakit genetik lainnya menjadi kekhawatiran di masyarakat luas. Lebih
dari 90% kasus Sindroma Down yang terdeteksi dini pada ibu hamil di eropa
berakhir di meja operasi dengan melakukan pengguguran kandungan secara
sengaja atau abortus provokatus. Hal tersebut mengemukakan bahwa masyarakat
luas percaya penyakit genetik tidak dapat disembuhkan.
Pada tahun 2015, Kepala negara dengan perwalikan dari 189 negara
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di dunia melanjutkan paradigma pembangunan
global yang bermula Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2000,
menjadi Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2015. SDGs
memiliki 5 pondasi yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan
kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa
mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim.
SDGs sendiri memiliki 17 tujuan dengan 169 target spesifik dengan Good Health
and Wellbeing berada diurutan ketiga dalam targetnya kedepan. Diharapkan
dengan adanya perbaikan kesehatan dan kesejahteraan manusia, yakni dengan
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas, secara tidak langsung akan
memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan berkat penurunan beban
biaya kesehatan yang akhirnya dapat mengakhiri kemiskinan dengan peningkatan
produktivitas masyarakat. Masyarakat yang sehat menjadi kunci pembangunan
berkelanjutan.
Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR)
bermula muncul dari publikasi pertama kalinya pada tahun 2013. CRISPR
merupakan inovasi editing genome yang diadaptasi dari sistem pertahanan bakteri
terhadap bakteriofag (virus yang menyerang bakteri). Ide ini dinyatakan dapat
berkontribusi pada kesehatan dunia. Hal yang sering diungkapkan oleh peneliti
dari rekayasa genetika ini adalah pengaplikasiannya yang membutuhkan waktu
yang cepat, biaya yang murah, dan tingkat presisi yang tinggi dibandingkan
dengan rekayasa genetika pada beberapa tahun sebelumnya yang membutuhkan
waktu hingga bertahun-tahun dan tentunya membutuhkan biaya yang sangat
mahal. Selain itu, CRISPR secara mengejutkan dapat menyembuhkan HIV/AIDS,
Penyakit Genetik, Malaria hingga Kanker. Bagaimana CRISPR dapat dianggap
sebagai inovasi yang sangat efisien, bagaimana CRISPR dapat menyembuhkan
berbagai penyakit dan apa kontribusi CRISPR terhadap tujuan Sustainable
Development Goals (SDGs) di Indonesia pada tahun 2030 adalah apa yang penulis
coba telaah dalam karya tulis ini.
Mengetahui mekanisme pengaplikasian Clustered Regularly
Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR) yang dianggap
efisien
2. Mengetahui metode Clustered Regularly Interspaced Short
Palindromic Repeats (CRISPR) yang dapat mengobati penyakit
HIV/AIDS, Penyakit Genetik, Kanker dan Malaria.
3. Mengetahui kontribusi Clustered Regularly Interspaced Short
Palindromic Repeats (CRISPR) terhadap tujuan Sustainable
Development Goals (SDGs) di Indonesia.
1.4. Manfaat
1. Secara teoritis memperkaya informasi mengenai Clustered Regularly
Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR) dan Sustainable
Development Goals (SDGs).
2. Secara aplikatif memberikan solusi mengenai permasalahan dan
kondisi masyarakat secara umum dengan pengaplikasian Clustered
Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR) dalam
menghadapi Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia.Pengertian Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats
(CRISPR)
CRISPR, merupakan singkatan dari Clustered Regularly Interspaced Short
Palindromic Repeats, yang merupakan sebuah aplikasi gene editing yang sudah
banyak digunakan untuk memodifikasi gen di beberapa sistem model terutama
pada zigot hewan dan sel manusia (Sander, 2017).
CRISPR sendiri pertama kali ditemukan pada E.coli. Para peneliti
mengamati pola yang unik pada gen bakteri tersebut. Pada bakteri ini, terjadi satu
sekuens DNA yang berulang-ulang, dengan sekuens yang berbeda di antara
pengulangan. Hal yang mereka anggap unik ini kemudian disebut dengan
CRISPR (Ishino, 1987).
CRISPR sejatinya adalah bagian dari system defensif bakteri, di mana
apabila bakteri tersebut terjangkit virus (bakteriofag), ia akan menyimpan bagian
dari materi genetik virus tersebut untuk dikenali apabila virus tersebut kembali
menyerang di lain waktu, dan juga untuk mempertahankan diri melawan virus
tersebut. Pada pertahanan sekunder bakteri, terdapat suatu kelompok enzim yang
disebut Cas atau CRISPR-associated proteins, yang dapat memotong DNA dan
membuang virus-virus yang menginvasi. Terdapat banyak jenis enzim Cas,
namun yang paling dikenal adalah enzim Cas9. CRISPR dan Cas9 kemudian
membentuk sistem yang dapat mencegah replikasi DNA pada infeksi sekunder..
Secra garis besar, metode ini dapat dicontohkan seperti metode copy-paste. Enzim
Cas9 memotong DNA, dan CRISPR bertugas dalam menunjukkan di manapotongan yang harus dilakukan. Potongan DNA kemudian dapat disalin ke dalam
gen di manapun peneliti menginginkannya.
2.2 Efisiensi Metode Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic
Repeats (CRISPR)
Jinek (Dalam Irion, 2014) mengungkapkan bahwa CRISPR dan Ca9, sistem
yang saling berkaitan dalam gene editing, dinyatakan sebagai metode yang efisien
pada gen yang memiliki kerusakan di banyak spesies. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Irion et. al.yang meneliti perbaikan gen albino pada zebrafish
mengungkapkan bahwa CRISPR memiliki tingkat akurasi yang tinggi dengan
waktu dan biaya yang tidak mahal. Analisis ini memberikan bukti penting dari
prinsip modifikasi genom dalam model ini penting untuk penelitian biomedis
vertebrata seperti manusia. Sekali pemotongan untai ganda yang dibuat dalam
DNA, peneliti dapat menginduksi perbaikan, dan dengan demikian berpotensi
mencapai hal-hal luar biasa, seperti mampu memperbaiki mutasi yang
menyebabkan anemia sel sabit ataupun penyakit genetik lainnya. CRISPR
dianggap mudah karena dewasa ini semua laboratorim bahkan dapat
melakukannya dengan hanya memberikan salinan DNA dan meletakkan sistem
pada sel hidup. Dibandingkan dengan metode rekayasa genetika terdahulu yang
dianggap eksklusif karena tidak semua laboratorium dapat melakukannya karena
dari segi lamanya waktu, alat yang terbatas maupun besarnya biaya yang
dibutuhkan. Baru-baru ini perusahaan start-up yang telah didirikan untuk
mengkomersilkan teknologi CRISPR, dan banyak kapitalis ventura yang telah
berinvestasi di perusahaan-perusahaan ini karena CRISPR dianggap berpotensi
merubah kesehatan dunia dengan munculnya keberhasilan di berbagai penelitian
mengenai metode ini.Metode (CRISPR) yang dapat mengobati penyakit HIV/AIDS, Penyakit
Genetik, Kanker dan Malaria
HIV/AIDS berkaitan dengan invasi retrovirus terhadap T helper cell, salah
satu sel darah putih yag bertanggung jawab dalam sistem imun adaptif. Pada
2016, Schumann berhasil menggunakan CRISPR untuk melakukan rekombinasi
urutan yang tepat pada DNA sel T manusia utama untuk pertama kalinya di
dalam tabung reaksi. Dari penelitiannya, metode ini sangatlah cepat merubah
susunan DNA sel darah putih ini. Pendekatan baru memungkinkan para peneliti
untuk membuat susunan gen kandidat yang berbeda dalam ratusan ribu T-helper
cell sehat. Fitur utama dari sistem ini adalah cepat, aman, dan efisien. seperti sel- sel T yang disumbangkan hanya bisa bertahan hidup di luar tubuh selama dua
sampai tiga minggu. Dibutuhkan waktu yang singkat untuk memberikan injeksi T
sel kepada pasien sebagai terapi HIV/AIDS. Selain itu para peneliti menggunakan
teknik baru untuk membuat mutasi gen CXCR4 dan CCR5, yang mengkodekan
molekul reseptor pada strain yang berbeda dari virus HIV untuk menyelinap
masuk dan menginfeksi sel-sel kekebalan tubuh..Menonaktifkan salah satu dari
gen tersebut ternyata berhasil mencegah infeksi HIV dari sel T manusia oleh
strain HIV yang relevan (Schumann, 2016). Hal yang sama dilakukan pada
penyakit genetik, akan tetapi Gene Editing CRISPR/Cas9 ini dilakukan pada saat
embrio. Sebelumya dilakukan Chromosome Mapping untuk menentukan
kromosom nomor berapa yang mengalami mutasi. Diibaratkan apabila kromosom
nomor 21 mengalami mutasi yang kemungkinan besar bayi lahir dengan Sindroma
Down, maka CRISPR/Cas9 dilakukan dengan menggunakan Guiding RNA untuk
kromosom nomor 21. Setelah dilakukan gene driving systems, maka kode genetik
ang termutasi akan dipotong dan digantikan dengan kode genetik yang sesuai.
Pada tanggal 28 Oktober 2016, Tiongkok telah merilis pertama kalinya
CRISPR Percobaan Gene Editing pada manusia oleh ilmuwan Tiongkok di
Universitas Sichuan melalui suntikan yang dapat melawan kanker pada sel-seldarah putih modifikasi CRISPR dari seorang pasien yang menderita kanker paru- paru metastatik. Eksperimen tersebut menjadi garis pengalaman pertama baru- baru ini bagi Tiongkok, juga pada sel monyet mofifikasi CRISPR pada awal
2014, dan diikuti embrio manusia yang juga dimodifikasi dalam teknologi
CRISPR Mei 2016. Metode CRISPR yang berfokus pada kanker melibatkan
mengambil satu set pemotong molekuler Cas9 dan Guiding RNA untuk memotong
gen yang tidak diinginkan dalam sel kekebalan yang dapat membantu berkembang
biak kanker. Sel-sel yang dimodifikasi kemudian dimasukkan kembali ke dalam
pasien untuk menyerang kanker. Gene drive systems yang memungkinkan
pewarisan Mendel Super Transgen memiliki potensi untuk memodifikasi
populasi serangga selama jangka waktu beberapa tahun kedepan.
Andrew Hammond dan peneliti lainnya dalam sebuah jurnal ilmiah berjudul “A CRISPR-Cas9 gene drive system targeting female reproduction in the malaria
mosquito vector Anopheles gambiae” menjelaskan konstruksi CRISPR-Cas9
endonuklease yang berfungsi sebagai Gene drive systems dalam Anopheles
gambiae, vektor utama bagi malaria. Ia mengidentifikasi tiga gen (AGAP005958,
AGAP011377 dan AGAP007280) yang memberikan sifat fenotipe resesif betina- sterilitas, dan dimasukkan ke dalam masing-masing lokus konstruksi CRISPR- Cas9 yang dirancang untuk menargetkan dan mengedit setiap gen. ia mengamati
Setiap lokus yang ditargetkan mengalami perubahan gen yang kuat pada tingkat
molekuler, dengan tingkat penularan kepada keturunan 91,4-99,6%. pemodelan
populasi dan eksperimen di sebuah kandang berisikan nyamuk ini menunjukkan
bahwa konstruksi CRISPR-Cas9 cenderung menargetkan salah satu lokus
AGAP007280, yang mana rupanya perlu untuk memenuhi persyaratan minimum
untuk mengubah gen reproduksi perempuan dalam populasi serangga berikutnya.
Temuan ini mampu mempercepat pengembangan CRISPR-Cas9 untuk menekan
populasi nyamuk yang membawa Plasmodium sp. sehingga nantinya parasit ini
tidak memiliki host yang dapat menjadi transmisi penularan Malaria (Andrew,
2016).
Kontribusi CRISPR terhadap tujuan Sustainable Development Goals
(SDGs) di Indonesia
Sejak penciptaan Millennium Development Goals (MDGs) telah ada prestasi
bersejarah dalam mengurangi angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu
dan menanggulangi HIV / AIDS, TBC, malaria dan penyakit lainnya. Dalam 15
tahun, jumlah penderita yang baru terinfeksi HIV setiap tahun telah menurun
3.100.000-2.000.000 dan lebih 6,2 juta jiwa diselamatkan dari malaria. Sejak
tahun 1990, angka kematian ibu turun 45 persen, dan di seluruh dunia telah terjadi
penurunan lebih dari 50 persen pada kematian anak dapat dicegah secara global.
Meskipun kemajuan yang luar biasa ini, AIDS adalah penyebab utama kematian
di kalangan remaja di sub-Sahara Afrika, dan 22 juta orang yang hidup dengan
HIV tidak mengakses Antiretroviral Therapy (ART) menyelamatkan nyawa.
infeksi baru HIV terus meningkat di beberapa lokasi dan populasi yang biasanya
terpinggirkan (UNDP, 2015).
Di Indonesia, HIV/AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada tahun
1987. Hingga saat ini HIV/AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/kota di
seluruh provinsi di Indonesia. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh Pemerintah
bekerjasama dengan berbagai lembaga di dalam negeri dan luar negeri.
Berdasarkan laporan provinsi, jumlah (kumulatif) kasus infeksi HIV yang
dilaporkan sejak 1987 sampai Septermber 2014 yang terbanyak adalah Provinsi
DKI Jakarta (32.782 kasus). Semakin meningkatnya kasus AIDS di Indonesia
memiliki pola yang jelas berdasarkan kelompok umur, yakni pada usia 20-29,
diikuti kelompok usia 30-39 tahun dan 40-49 tahun (KEMENKES RI, 2014).
Sedangkan pada kasus malaria, penduduk yang tinggal menetap di wilayah
endemis malaria masih terjadi penularan setempat . Pada tahun 2014 terdapat 74%
penduduk yang berada di wilayah bebas/tidak berisiko malaria, dan 3% yangtinggal di wilayah risiko tinggi. Untuk prevalensi penyakit kanker di indonesia,
wilayah Indonesia keseluruhan memiliki persentase 1,4 per seribu penduduk sama
dengan 330 ribu orang. Dengan perincian menurut provinsi, posisi paling tinggi
terdapat di DI Yogyakarta dengan 4,1‰, lalu di Jawa tengah dengan 2,1‰, diikuti
oleh bali dengan 2‰, dan DKI Jakarta serta Bengkulu masing-masing 1,9‰.
(Riskesdas 2013).
SDGs pada poin ketiga, Good Health and Wellbeing, bercita-cita untuk
memastikan kesehatan dan kesejahteraan untuk semua, termasuk komitmen yang
berani untuk mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria dan penyakit
menular lainnya pada tahun 2030. CRISPR memberikan napas baru terhadap
keberlangsunga program ini, dengan penelitian komprehensif yang dilakukan para
peneliti bertujuan untuk mencapai cakupan kesehatan universal serta dengan
kontribusi pemerintah dalam menyediakan akses ke aman dan efektif obat-obatan
dan vaksin untuk semua. Mendukung penelitian dan pengembangan mengenai
kesehatan adalah bagian penting dari proses ini serta memperluas akses terhadap
obat-obatan yang terjangkau (UNDP, 2015).
Analisis Konsep Inovasi pada CRISPR dan SDGs dalam Upaya
Kesehatan Masyarakat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Inovasi adalah pemasukan
atau pengenalan hal-hal baru, pembaharuan, penemuan baru yang berbeda dari
yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Kata kuncinya adalah hal
yang baru, pembaharu dan penemuan baru. Didalam kegiatan yang berorientasi
kesehatan masyarakat sebetulnya banyak sekali kegiatan yang bisa di katakan
sebagai kegiatan pembaharu. Upaya inovatif yang fungsinya sebagai penunjang
kegiatan pokok yang sudah ada, didukung dengan program ambisius, SDGs,
membuat pengobatan ataupun penatalaksanaan yang bersifat inovatif semakin
banyak terealisasi. Seperti Anti Retroviral Therapy (ART) pada pengobatan
HIV/AIDS yang merupakan salah satu drug of choice atau obat pilihan ditunjang
dengan upaya inovatif CRISPR. Kanker yang salah satu penatalaksanaannya
Kemoterapi dan Radioterapi dapat pula ditunjang dengan terapi CRISPR ini.
Berbeda halnya dengan penyakit tersebut, Pengendalian infeksi Malaria pada
pengaplikasian CRISPR merupakan upaya inovatif yang berkaitan langsung pada
nyamuk Anopheles sp. sehingga dapat mengurangi penyebaran Plasmodium sp.
yaitu parasit penyebab Malaria. Begitupula Penyakit Genetik yang berkaitan
dengan perbaikan susunan DNA sehingga ketika bayi lahir, bayi tersebut memiliki
kromosom yang taktermutasi ,
3.2. Analisis Konsep Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Menurut Winslow (1920) seorang ahli kesehatan masyarakat
mendefinisikan kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni
mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui
usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk meningkatkan sanitasi
lingkungan, mengendalikan infeksi menular, pendidikan secara individual dalam
hal hygiene perorangan, mengorganisasikan pelayanan medis dan perawatan
untuk tercapainya diagnosis dini dan terapi pencegahan terhadap penyakit,
Pengembangan sosial kearah adanya jaminan hidup yang layak dalam bidang
kesehatan. CRISPR sendiri adalah metode dalam mengimplementasikan
kesehatan masyarakat. Metode ini secara tidak langsung berkontribusi dalam
mengendalikan infeksi menular, memberikan edukasi kepada masyarakat
mengenai adanya metode baru yang dapat membantu mencegah ataupun
menanggulangi penyakit. Hal tersebut diharapkan akan menciptakan masyarakat
yang lebih sadar akan adanya inovasi yang berkembang disekitar dan juga
meningkatkan keingintahuan masyarakat sehingga impian SDGs dalam
menjadikan masyarakat yang sehat dan sejahtera dapat dilaksanakan.
Disisi lain, Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah ilmu yang lebih
menitikberatkan penanganan kasus-kasus pada upaya-upaya pencegahan, bukan
pada upaya kuratif, sebab dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat dikenal adanya 5
tahap pencegahan (The Five Level of Prevention) yang terdiri atas: Upaya
Promotif (meningkatkan pemahaman kesehatan), Upaya Preventif (miningkatkan
upaya pencegahan penyakit), Upaya Protektif (meningkatkan perlindungan
terhadap penyakit), Upaya Kuratif (upaya penyembuhan terhadap penyakit), Upaya Rehabilitatif (upaya pemulihan). CRISPR adalah salah satu dari aplikasi
upaya promotif yakni meningkatan pemahaman kesehatan yang berkelanjutan.
Masyarakat yang sadar akan pentingnya kesehatan akan menjadi semakin tertarik
dengan adanya suatu inovasi. Perlu adanya sosialisasi terhadap sebuah penemuan
metode seperti CRISPR ini sehingga tidak hanya mahasiswa kesehatan atau
mahasiswa yang memiliki keterkaitan dengan bidang ini saja, namun dengan
adanya upaya promotif secara kreatif dan unik membuat masyarakat tidak bosan- bosannya mengikuti perkembangan teknologi kesehatan yang ada. Contoh saja,
dengan adanya video animasi di Youtube yang dewasa ini sudah dapat diaksesoleh masyarakat. Selain itu, CRISPR menjadi salah satu upaya preventif, upaya
protektif dan upaya kuratif secara bersamaan. Hal tersebut dibuktikan dengan
adanya uji coba terhadap Kanker di Tiongkok pada tahun 2016. Upaya tersebut
juga dikuatkan dengan uji coba penanggulangan HIV/AIDS, Penyakit Genetik,
Malaria, dan Kanker. Masyarakat dirasa membutuhkan angin segar seperti ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dapat memicu optimisme masyarakat yang sehat
dan sejahtera. Tentunya masyarakat yang sehat dan sejahtera adalah salah satu
tujuan dari terealisasinya Sustainable Development Goals di Indonesia dan
seluruh dunia secara umum.
3.3. Analisa Konsep Pembangunan Masyarakat
Pembangunan masyarakat pada hakekatnya bertujuan meningkatkan taraf
hidup masyarakat secara keseluruhan. Kesejahteraan, itulah yang menjadi tujuan
pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat selalu dikaitkan dengan
masalah kemiskinan, yang dialami oleh sebagian masyarakat. Saat ini kemiskinan
bukan hanya menjadi masalah Indonesia tapi sudah menjadi masalah
dunia. Negara Indonesia identik dengan kemiskinan warga negaranya, namum di
dalamnya negara Indonesia menginginkan negaranya ini berkembang dan
maju. Masalah kemiskinan di Indonesia ditandai oleh rendahnya mutu kehidupan
masyarakat yang ditunjukan oleh indeks pembangunan masyarakat. Mutu
kehidupan masyarakat berkaitan dengan kesehatan. Mutu kesehatan yang baik
menjadi parameter baiknya pembangunan masyarakat. Apabila diibaratkan
masyarakat yang memiliki kesehatan yang buruk akan meningkatkan beban
layanan kesehatan. Selain itu, prodiktivitas menurun karena tentu sehat adalah
kebutuhan primer yang tidak bisa ditawar. Bandingkan prodiktivitas masyarakat
di Eropa dan di Afrika, tentu saja berbeda. Salah satu penyebab terbesarnya yakni
kesehatan yang menyimpang.
CRISPR adalah jembatan pembangunan masyarakat. Diluar dari
kontroversialnya yang berkaitan dengan etika karena pengembangannya yang bisadikatakan sangat pesat dan bahkan melewati batas, CRISPR adalah teknologi yang
apabila dihentikan akan menimbulkan bahaya yang lebih besar. Dengan regulasi
dari World Health Organization (WHO) dan Pemerintah yang bijak dapat
menumbuhkan perkembangan keilmuan yang baik pula, serta menghindari
ilegalitas.
Dalam mengukur Pembangunan Masyarakat, kita juga dapat melihat dari
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI). IPM
adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan
standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk
mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara
berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari
kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indonesia sendiri merupakan
Negara berkembang yang apabila angka harapan hidup, melek huruf, pendidikan,
dan standar hidup meningkat dapat merubah status negara Indonesia menjadi
negara maju. Penulis mengansumsi pada tahun 2030 apabila Malaria, HIV/AIDS,
Penyakit Genetik, dan Kanker dapat diatasi dengan baik, tentu Indonesia akan
menjadi negara yang lebih sejahtera. Harapannya kasus Endemis Malaria di
Indonesia Timur akan menjadi kasus yang dapat diatasi, HIV/AIDS yang di
berbagai daerah yang dapat dikendalikan, Kanker yang dapat disembuhkan dan
Kasus Penyakit Genetika yang menurun. Selain itu, Joko Widodo, Presiden
Indonesia mengemukakan tiga program yang akan menjadi prioritas pada
pemerintah. Yakni Indonesia Sehat dan Cerdas, Pembenahan infrastruktur vital di
daerah-daerah, dan revolusi mental. Dalam menjalankan prioritas pertama,
Indonesia Sehat dan Cerdas, Jokowi pun berkomitmen dalam mengawasi
keberlanjutan program Sustainable Development Goals (SDGs). Tentunya hal
tersebut menyatakan bahwa tujuan negara dalam meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan Persatuan Bangsa-bangsa.SDGs memiliki 5 pondasi yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian,
dan kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa
mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim.
SDGs sendiri memiliki 17 tujuan dengan 169 target spesifik dengan Good Health
and Wellbeing berada diurutan ketiga dalam targetnya kedepan. Diharapkan
dengan adanya perbaikan kesehatan dan kesejahteraan manusia, yakni dengan
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas, secara tidak langsung akan
memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan berkat penurunan beban
biaya kesehatan yang akhirnya dapat mengakhiri kemiskinan dengan peningkatan
produktivitas masyarakat. Masyarakat yang sehat menjadi kunci pembangunan
berkelanjutan. CRISPR merupakan inovasi editing genome yang diadaptasi dari
sistem pertahanan bakteri terhadap bakteriofag (virus yang menyerang bakteri).
Ide ini dinyatakan dapat berkontribusi pada kesehatan dunia. Hal yang sering
diungkapkan oleh peneliti dari rekayasa genetika ini adalah pengaplikasiannya
yang membutuhkan waktu yang cepat, biaya yang murah, dan tingkat presisi yang
tinggi dibandingkan dengan rekayasa genetika pada beberapa tahun sebelumnya
yang membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun dan tentunya membutuhkan
biaya yang sangat mahal. Dengan adanya regulasi dari Persatuan Bangsa-bangsa
dan Pemerintah, dukungan dari peneliti dan masyarakat, serta kontribusi dana
yang adekuat bukan tidak mungkin CRISPR dapat menjadi solusi terdepan dalam
menghadapi permasalahan kesehatan yang semakin rumit kedepan. Berdasarkan
analisis inovasi dalam upaya kesehatan, analisis konsep kesehatan masyarakat,
dan
1. Kepada pemerintah, kajian lebih dalam mengenai inovasi CRISPR perlu
dilakukan. Indonesia tampak belum mengembangkan inovasi ini.
Meskipun dianggap baru, inovasi ini sangat berkembang cepat. Dengan
sumber daya manusia yang semakin berkualitas, bukan tidak mungkin
pemerintah Indonesia. Hal tersebut untuk mencegah adanya
penyalahgunaan seperti untuk keperluan komersil; aestetika, dll.
2. Kepada masyarakat, sebagai lingkungan inti penentu, mendukung
penuh, mengawasi dan memberikan kontribusi setidaknya saran
terhadap inovasi CRISPR dan mendukung program SDGs, terutama
Good Health and Wellbeing sehingga tercipta masyarakat yang sadar
akan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan Indonesia
dan dunia secara umum
3. Kepada peneliti dan pengembang, sebagai pengintervensi inovasi, terus
mengembangkan penelitian mengenai CRISPR yang sejatinya sangat
berguna dalam mengurangi kasus HIV/AIDS, Penyakit Genetik, Kanker,
dan Malaria di Indonesia dan dunia secara umum. Serta mendalami efek
jangka panjang mengenai pengaplikasian inovasi ini yang sampai saat
ini belum diteliti lebih lanjut.