Rabu, 28 Februari 2024

penyakit paru 2



 . Pada 

keadaan yang berat didapati jari tabuh. Pada auskultasi dijumpai ronki 

basah, sedangkan mengi (wheezing) hanya didapati jika sudah terjadi 

obstruksi bronkus. 

 

4.  Kriteria diagnosa  

diagnosa  bronkiektasis ditegakkan dari riwayat batuk kronik berulang 

dan produktif, demam berulang, batuk darah. Pada gambaran foto 

toraks terlihat cincin-cincin dengan atau tanpa fluid level , mirip seperti 

gambaran sarang tawon (honey comb) pada daerah yang terkena. 

diagnosa  pasti bronkiektasis ditegakkan dengan pemeriksaan 

bronkografi dan/ atau High Resolution  CT  (HRCT). 

 

5.  diagnosa  Kerja Bronkiektasis  

6.  diagnosa  Banding 

  PPOK 

  Asma 

  Bronkitis kronik 

  Tuberkulosis paru 

  Pneumonia 

  

7.  Pemeriksaan Penunjang 

  Foto toraks  

  High Resolution  CT  (HRCT) 

  Bronkografi 

 

8.  PENGOBATAN   Simtomatik 

bila  ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari 

hasil uji fungsi paru dapat diberikan obat bronkodilator. Pengobatan 

hipoksia dapat diberikan terapi oksigen. Pasien dengan eksaserbasi 

akut sering mengalami demam dan perlu diberikan antipiretik dan 

antibiotik. Pemberian mukolitik seperti N-asetil sistein berguna 

untuk mobilisasi sputum. 

 

  Fisioterapi dada  

Pasien bronkiektasis umumnya mempunyai sekret yang produktif 

dan terjadi pengumpulan sekret, sehingga diperlukan fisioterapi 

dada untuk mendrainase sekret. 

 

  Pembedahan 

Dilakukan bila  pengobatan tidak memberi  hasil yang baik 

dan biasanya dilakukan pada penderita dengan batuk darah 

berulang. Tujuan pembedahan yaitu  untuk mengangkat 

segmen/lobus yang terkena (ada  bronkiektasis). 

 

  Pencegahan 

Pencegahan meliputi pemberian imunisasi, pengobatan yang 

adekuat pada penderita dengan pneumonia, bronkopneumonia, 

pertusis serta morbili. Menghindari paparan bahan-bahan yang 

dapat merangsang produksi sekret yang berlebihan. Menghindari 

diri dari bahan-bahan iritan, obat tidur, serta obat penekan batuk. 

 

9.  Komplikasi   Batuk darah 

  Pneumonia 

  Sinusitis 

  Abses otak 

  Amiloidosis 

 

10. Penyakit Penyerta Tumor endobronkial, tuberkulosis, aspirasi benda asing, aspergilosis 

bronkopulmoner alergi, defisiensi alfa-1 antitripsin, diskinesia silia 

primer, defisiensi imun, reumatoid artritis. 

 

11. Prognosis Prognosis umumnya baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri 

penyebab dan pemakaian  antibiotik yang tepat serta adekuat. 

Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis 

penyakit pada penderita yang dirawat. 

 

12. nasihat    Mendukung perbaikan kemampuan penderita dalam melaksanakan 

aktivitas sehari-hari sesuai dengan pola kehidupannya. 

 

  Memotivasi pasien untuk menghindari merokok, menghindari iritan 

lainnya yang dapat terhirup, mengontrol suhu dan kelembaban 

lingkungan, nutrisi yang baik dan cairan yang adekuat. 

 

  Mengidentifikasi gejala efek samping obat, seperti bronkodilator 

dapat menimbulkan berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin. 

 

      

13. Indikasi Pulang Keadaan klinis membaik dan komplikasi serta efek samping telah 

teratasi. 

 


 

BRONKITIS AKUT 

  

Bronkitis akut yaitu  peradangan pada trakea hingga bronkus yang 

disebabkan oleh infeksi saluran napas yang ditandai adanya batuk yang 

tidak berdahak ataupun berdahak dan berlangsung tidak lebih dari 3 

minggu. 

 

2.  Anamnesis 

  Batuk (berdahak maupun tidak berdahak) tidak lebih dari 3 minggu. 

  Dahak dapat berwarna jernih, putih, kekuning-kuningan atau 

kehijauan.  

  Dapat dijumpai batuk darah. 

  Sesak napas dan rasa berat di dada terjadi jika saluran udara 

tersumbat, sering dijumpai mengi terutama sesudah  batuk.  

  Biasanya disertai demam ringan. 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai tanda-tanda hipoksia yang 

merupakan kegawatan saluran napas. Dapat ditemukan tanda infeksi 

saluran napas atas seperti hidung tersumbat atau nyeri pada 

tenggorokan.  Pada auskultasi paru dapat ditemukan tanda-tanda 

obstruksi seperti ronki atau mengi.   

 

4.  Kriteria diagnosa  

diagnosa  ditegakkan berdasar  anamnesis, pemeriksaan fisik dan 

pemeriksaan penunjang. 

 

5.  diagnosa  Kerja Bronkitis Akut  

6.  diagnosa  Banding 

  Epiglotitis 

  Bronkiolitis 

  Influenza 

  Sinusitis 

  PPOK 

  Faringitis 

  Asma 

  Bronkiektasis  

 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

  Pemeriksaan dahak dengan pewarnaan gram secara langsung dan 

kultur untuk memastikan adanya infeksi bakteri. 

  Foto toraks pada bronkitis akut memperlihatkan corakan paru yang 

bertambah.  

  Pemeriksaan spirometri dan fungsi paru tidak rutin dilakukan untuk 

diagnostik bronkitis akut. Pemeriksaan ini  biasanya dilakukan jika 

terjadi ulangan episode bronkitis akut pada pasien yang mempunyai 

penyakit dasar kelainan obstruksi. 

8.  PENGOBATAN 

  Penatalaksanaan bersifat simtomatik karena penyebab tersering 

bronkitis akut yaitu  virus. Antibiotik hanya diberikan bila 

dijumpai infeksi bakteri. 

  Mukolitik dapat diberikan bila batuk disertai dahak yang kental. 

  Antipiretik dipakai jika penderita demam. 

  Bronkodilator diberikan pada penderita yang disertai tanda 

obstruksi saluran napas.  

  Penatalaksanaan non farmakologis berupa fisioterapi dada dan 

meningkatkan asupan cairan sehingga dapat membantu mobilisasi 

sekret saluran napas.  

 

9.  Komplikasi Pneumonia, bronkitis kronik 

 

10. Penyakit Penyerta Influenza 

 

11. Prognosis Bila tidak ada komplikasi, prognosis umumnya baik.  

 

12. nasihat    Mendukung perbaikan kemampuan penderita dalam melaksanakan 

aktivitas sehari-hari sesuai dengan pola kehidupannya. 

  Memotivasi pasien untuk menghindari merokok, menghindari iritan 

lainnya yang dapat terhirup, mengontrol suhu dan kelembaban 

lingkungan, nutrisi yang baik dan cairan yang adekuat. 

  Mengidentifikasi gejala efek samping obat, seperti bronkodilator 

dapat menimbulkan berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin. 

 

13. Indikasi Pulang Gejala  berkurang atau hilang, dapat mobilisasi, perbaikan kondisi 

klinis dan pemeriksaan lain. 

 


 

ABSES PARU 

 

  Abses paru yaitu  kumpulan pus dalam parenkim paru sebagai akibat 

terjadinya proses infeksi oleh mikroorganisme sehingga terbentuk 

kavitas dan dapat ditemukan air fluid level  pada gambaran radiologis. 

2.  Anamnesis 

Demam, batuk produktif, sputum purulen dan berbau, nyeri dada, sesak 

napas, malaise, penurunan berat badan. 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

  Demam >38 °C 

  Penurunan suara napas 

  Perkusi paru redup di bagian yang sakit  

  Pemeriksaan auskultasi didapatkan suara dasar 

  Menurun, ronki kadang amforik 

  Jari tabuh 

  Kakeksia. 

 

4.  Kriteria diagnosa  

  Anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologi menyokong gambaran 

kavitas 

  Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, peningkatan laju 

endap darah (LED) dan pergeseran hitung jenis ke kiri. 

  Bakteriologik spesifik, non spesifik, dan jamur 

5.  diagnosa  Kerja Abses Paru  

6.  diagnosa  Banding 

Empiema 

Bronkiektasis 

Bula 

Infark paru 

Kanker paru 

Pneumonia 

 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

  Darah Rutin dan LED 

  Foto toraks, PA/ lateral/ lateral dekubitus/ oblik 

  Sputum BTA  

  Kultur dan sensitivitas sputum 

  MSCT Toraks 

  Bronkoskopi 

 

8.  PENGOBATAN 

  Penyaliran postural. 

  Antibiotik empiris dan sesuai hasil kepekaan. 

  Penyaliran Perkutan, bila didapatkan tension abscess, pergeseran 

mediastinum, pergeseran fisura, pergerakan diafragma ke bawah, 

kontaminasi paru kontralateral, tanda sepsis sesudah  72 jam 

pemberian antibiotik, ukuran abses >4 cm, peningkatan ukuran 

abses, peningkatan air fluid level dan ketergantungan terhadap 

ventilator persisten. 

  Bronkoskopi. 

  Pembedahan, dilakukan sesudah  terapi konservatif memakai 

antibiotik gagal. Terapi antibiotik dikatakan gagal jika demam atau 

        

gejala lain berlanjut sampai 10-14 hari, gambaran lesi radiologis 

tidak mengecil atau lesi pneumonia menyebar ke bagian paru lain. 

 

9.  Komplikasi Infeksi dan abses paru berulang, pecahnya abses ke dalam rongga 

pleura yang berakibat timbulnya empiema, perlekatan pleura, fistula 

bronkopleura, fistula pleurokutan, penyebaran abses ke segmen paru 

lain, perdarahan, ARDS, inflamasi membran di dekat jantung dan 

inflamasi paru kronik hingga sepsis 

 

10. Penyakit Penyerta DM, HIV, penyakit ginjal kronis, gagal jantung kronik 

 

11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad bonam 

Ad sanasionam: Dubia ad bonam 

Ad vitam: Dubia ad bonam 

 

12. nasihat    Pengetahuan tentang penyakit , rencana pengobatan dan prognosis 

  Pola hidup bersih dan sehat 

  Asupan gizi yang baik 

 

13. Indikasi Pulang Komplikasi dan efek samping telah teratasi, klinis stabil, tidak ada lagi 

masalah medis dan keadaan lingkungan aman untuk perawatan di 

rumah. 

 


 

EMPIEMA TORAKS NON 

TUBERKULOSIS 

 

  

  

ada nya pus dalam rongga pleura yang disebabkan oleh bakteri 

selain Mycobacterium tuberculosis. 

 

2.  Anamnesis 

Munculnya gejala di bawah ini dalam rentang waktu bervariasi dari 

seminggu sampai dua bulan. 

  Batuk. 

  Sesak napas, lebih nyaman bila miring ke salah satu sisi. 

  Riwayat demam.  

  Nyeri dada. 

  Gejala konstitusi seperti anoreksia, malaise, dan penurunan berat 

badan. 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

  Frekuensi napas meningkat. 

  Suhu bisa normal atau meningkat. 

  Pemeriksaan toraks: 

a. inspeksi: bentuk dada unilateral prominens dengan pergerakan 

napas sisi cembung tertinggal, 

b. palpasi: Fremitus pada sisi yang cembung melemah, 

c. perkusi: redup sampai pekak pada sisi yang cembung, 

d. auskultasi: suara napas melemah pada sisi yang cembung, pada 

sisi yang lain bisa ditemukan adanyan ronki. 

  Bau cairan empiema bervariasi, bila berbau busuk kemungkinan 

adanya infeksi kuman anaerob. 

4.  Kriteria diagnosa  

  Adanya gambaran efusi pleura secara klinis dan didukung 

pemeriksaan penunjang (salah satu atau gabungan dari rontgen 

toraks, USG toraks, CT scan toraks) 

 

  Didapatkan adanya pus dari torakosentesis secara makroskopis 

dengan bakteri positif pada pemeriksaan pewarnaan gram dan/atau 

kultur. Bila cairan tidak purulen, dipakai  salah satu kriteria 

berikut. 

a.  pH < 7,2 (dengan mesin pemeriksa AGD) 

b.  LDH > 1000 IU/ l dan Glukosa < 60 mg atau 3,4mmol/l 

             Tambahan  

 

  Predominan sel PMN 

 

5.  diagnosa  Kerja Empiema toraks dekstra/ sinistra/ bilateral non tuberkulosis 

   

 

6.  diagnosa  Banding 

  Efusi pleura ganas 

  Pneumonia 

  Empiema toraks tuberkulosis 

  Chylothorax  

  Abses paru 

  Ruptur esofageal  

 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

  Darah rutin 

  Rontgen toraks 

  USG toraks 

  CT scan toraks 

  Pewarnaan gram pus dan sputum 

  Kultur pus/cairan pleura dan sputum 

  CRP 

  Kultur darah bila disertai tanda-tanda sepsis 

  pH cairan pleura 

  LDH cairan pleura 

  Glukosa cairan pleura 

  Hitung dan hitung jenis leukosit cairan pleura 

  BTA cairan pleura/ pus 

 

8.  PENGOBATAN 

  Medikamentosa 

‐ Pemberian antibiotik empirik 

  Non medikamentosa 

‐ Pemasangan chest tube dengan atau tanpa pemberian 

fibrinolitik intrapleura kombinasi tissue plasminogen 

activator (tPA) dan deoxyribonuclease (DNase) 

‐ Video assisted thoracoscopic surgery  (VATS) 

‐ Drainase terbuka 

‐ Torakotomi dan dekortikasi  

 

9.  Komplikasi   Sepsis 

  Gagal napas 

  Reexpansion pulmonary oedema 

  Komplikasi pemasangan chest tube 

  Fistula bronkopleura 

  Alergi terhadap fibrinolitik 

  Empyema  necessitans 

  Skoliosis sekunder 

 

10. Penyakit Penyerta   Diabetes mellitus 

  Gagal ginjal 

  Bronkiektasis 

  PPOK 

  Penyalahgunaan alkohol 

 

11. Prognosis   Quo ad vitam : 10-20% mortalitas pada pasien dengan komorbid 

dan gangguan imunitas. 

  Quo ad functionam : dubia. 

  Quo ad sanasionam : dubia 30% memerlukan terapi invasif. 

 

12. nasihat    Berhenti merokok. 

  Penatalaksanaan penyakit penyerta. 

  Pengenalan gejala infeksi dan perilaku mencari pengobatan. 

  Konsul untuk adiksi alkohol. 

 

13. Indikasi Pulang   sesudah  5-7 hari pemasangan chest tube bila  cairan pleura tidak 

ada lagi (konfirmasi dengan pemeriksaan rontgen toraks PA, USG 

toraks dan/atau CT scan Toraks) dan paru mengembang. 

  Tidak ada fistula bronkopleura. 

  Perbaikan klinis. 

  Pemberian antibiotik oral sampai  2-4 minggu sesudah  pulang dan 

dimonitor dengan pemeriksaan leukosit atau CRP. 

  Rontgen toraks ulang 6 minggu, 12 minggu sesudah  pulang dan 

dapat diulang pada bulan ke-6 bila  rontgen toraks belum 

kembali normal. 

 


 

 

MIKOSIS PARU  

  

 

Mikosis  paru yaitu  gangguan paru (termasuk saluran napas) yang 

disebabkan oleh infeksi, kolonisasi jamur, maupun reaksi hipersensitif 

terhadap jamur. Beberapa ----------------------------------------------- memakai istilah pneumonia 

jamur atau fungal pneumonia. Mikosis paru yang paling sering dilaporkan 

yaitu  aspergilosis, pneumonia pneumosistis (Pneumocystis pneumonia / 

PCP), kriptokokosis, histoplasmosis dan kandidosis. Beberapa mikosis 

paru dapat bersifat endemik atau ditemukan pada daerah/kondisi geografis 

tertentu, antara lain histoplasmosis, blastomikosis, koksidioidomikosis, 

parakoksidioidomikosis, serta penisiliosis (talaromikosis). 

2.  Anamnesis 

 

Anamnesis merupakan langkah penting, khususnya tentang faktor risiko 

dan penyakit dasar. Keluhan pasien mikosis paru mirip dengan keluhan 

penyakit paru pada umumnya. Keluhan diperhatikan khususnya dalam 3 

bulan terakhir, meliputi: batuk, sesak, nyeri dada, demam, napsu makan 

menurun, berat badan menurun, cepat letih, dll. Keluhan perlu diwaspadai 

pada pasien dengan keadaan berikut:  

  penyakit  kronik seperti bekas TB, keganasan rongga toraks, PPOK, 

bronkiektasis, luluh paru (destroyed lung), sirosis hati, insufisiensi 

renal,  diabetes melitus 

  kondisi imunosupresi (neutropenia berat, keganasan darah, kemoterapi,  

transplantasi organ)  

  gangguan status imun akibat pemakaian  jangka panjang antibiotika 

berspektrum luas, kortikosteroid, obat  imunosupresi  

  memakai alat-alat medis invasif dalam jangka panjang (ventilasi 

mekanis, kateter vena sentral dan perifer, kateter urin, water sealed 

drainage, dll) 

  gambaran infiltrat di paru dengan demam yang tidak membaik sesudah  

pemberian antibiotika adekuat dengan atau tanpa adenopati 

  pasien terpajan atau sesudah  bepergian ke daerah endemik jamur 

tertentu 


3.  Pemeriksaan Fisik 

Pemeriksaan fisis pada mikosis paru sulit dibedakan dengan penyakit paru 

lain, mengingat gejalanya juga tidak khas. Pada saat melakukan 

pemeriksaan fisis dicatat semua temuan penting, misalnya kelainan bunyi 

napas, ronki, mengi (wheezing ) , dll. Karena itu diperlukan pemeriksaan 

penunjang berupa pemeriksaan pencitraan (radiologi), hasil laboratorium 

klinis tertentu, serta pemeriksaan mikologi  

4.  Kriteria diagnosa  

Dalam diagnosa  mikosis sistemik/invasif dikenal beberapa istilah yang 

menentukan kriteria diagnosa , yaitu: proven, probable, dan possible.  

Kriteria diagnosa  ini  ditentukan oleh tiga parameter yaitu: faktor 

pejamu, gambaran klinis, dan hasil pemeriksaan mikologi. Faktor 

pejamu meliputi: faktor risiko (misalnya pemberian antibiotika jangka 

panjang, kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang) serta penyakit dasar 

yang diderita pasien (misalnya diabetes melitus, keganasan, penyakit paru 

kronik). Gambaran klinis terdiri atas gejala klinis, pemeriksaan 

radiologi, dan hasil laboratorium umum. Pemeriksaan mikologi meliputi 

pemeriksaan biakan/ identifikasi jamur, serologi, maupun pemeriksaan 

berbasis molekular. 

 

Gambar 1. Kriteria diagnosa  mikosis paru berdasar  faktor pejamu, gambaran 

klinis, dan pemeriksaan mikologi 

5.  diagnosa  Kerja  MIKOSIS PARU (INFEKSI JAMUR PARU) 

6.  diagnosa  Banding 

 

  TB paru,  

  Pneumonia bakteri, virus atau aspirasi 

  Edema paru 

  Acute respiratory distress syndrome (ARDS) 

  Interstitial pulmonary fibrosis  (IPF) 

  Pneumokoniosis atau penyakit paru kerja 

  Pneumonitis hipersensitif 

    

7.  Pemeriksaan Penunjang 

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan pencitraan (radiologi), hasil 

laboratorium klinis tertentu, serta pemeriksaan mikologi.  

Gambaran foto dada sebagian besar mikosis paru tidak menunjukkan 

ciri khas, dapat ditemukan infiltrat interstisial, konsolidasi, nodul 

multipel, kavitas, efusi pleura. Gambaran yang khas dapat terlihat pada 

aspergiloma yaitu fungus ball di dalam kavitas pada pemeriksaan foto 

toraks. Hasil yang lebih baik didapat dari pemeriksaan CT-scan toraks.  

Pemeriksaan laboratorium rutin antara lain: peningkatan jumlah sel 

eosinofil pada mikosis paru alergi (ABPA, SAFS), maupun hitung 

leukosit pada kondisi akut. 

Pemeriksaan mikologi meliputi: pemeriksaan mikroskopik, isolasi dan 

identifikasi jamur pada biakan serta deteksi respon serologis terhadap 

jamur atau penandanya. Pemeriksaan berbasis molekular saat ini masih 

sedang dikembangkan. Uji kepekaan jamur terhadap obat obat antijamur 

(OAJ) perlu dilakukan untuk menentukan pemilihan obat yang tepat. 

8.  PENGOBATAN 

Penatalaksanaan terdiri atas terapi medikamentosa dan pembedahan. Obat 

antijamur dapat diberikan sebagai terapi profilaksis,  empiris, pre-

emptive  (targeted prophylaxis)  dan definitif.  

Pilihan OAJ meliputi: golongan polien (amfoterisin-B, nistatin dan 

natamisin); golongan azol (itrakonazol, flukonazol, vorikonazol, 

posakonazol, isavukonazol); serta golongan ekinokandin (anidulafungin, 

mikafungin, kaspofungin). 

Pembedahan merupakan terapi definitif untuk aspergiloma. Pada pasien 

hemoptisis ringan dianjurkan tirah baring, postural drainage atau terapi 

simtomatik lain. Pada pasien hemoptisis berulang atau masif, 

pembedahan dilakukan dengan mempertimbangkan risiko/toleransi 

operasi. Jika operasi tidak mungkin dilakukan, dapat dipertimbangkan 

tindakan embolisasi atau pemberian OAJ transtorakal-intrakavitas. 

 

9.  Komplikasi Komplikasi dapat timbul pada kondisi penyakit yang berat, di antaranya: 

batuk darah, sepsis, gagal napas, bahkan kematian. 

10. Penyakit Penyerta TB paru, bekas TB, PPOK, asma persisten, bronkiektasis, pneumonia, 

atau penyakit paru kronik lain dengan kerusakan jaringan paru. 

 

11. Prognosis Prognosis tergantung pada patologi yang mendasari, jamur penyebab, 

stasus imunitas pasien, dan penyakit penyerta 

 

12. nasihat    Pengenalan gejala infeksi dan perilaku mencari pengobatan  

  Penatalaksanaan penyakit dasar maupun faktor risiko 

  Penatalaksanaan penyakit penyerta 

 

13. Indikasi Pulang Pemberian OAJ untuk kasus mikosis paru invasif (fase akut) diberikan 

secara intravena selama 1-2 minggu, kemudian dilakukan evaluasi klinis 

berdasar  kondisi imunosupresi, lokasi penyakit, serta perbaikan klinis 

yang nyata. Selanjutnya pasien dapat berobat rawat jalan untuk 

melanjutkan pengobatan oral. 

 

            

SEVERE ACUTE RESPIRATORY  

SYNDROME (SARS) 

 

  

Severe acute respiratory syndrome  yaitu  penyakit pernapasan akut 

berat yang disebabkan oleh S ARS coronavirus  (SARS-Cov).  

 

2.  Anamnesis 

Masa inkubasi biasanya antara 2-7 hari tapi bisa memanjang hingga 10 

hari, yang seringkali tinggi, dan kadang-kadang timbul menggigil. 

Dapat juga disertai gejala lain seperti sakit kepala, malaise, dan nyeri 

otot. Pada awal penyakit, beberapa kasus memiliki gejala pernapasan 

ringan. Biasanya tidak ada gejala neurologis atau gastrointestinal 

walaupun beberapa kasus dilaporkan ada diare cair tanpa darah 

ataupun lender selama fase awal demam. 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

sesudah  3-7 hari, fase respirasi mulai timbul berupa batuk kering non 

produktif, sesak napas yang berlanjut hipoksemia. 

  

4.  Kriteria diagnosa  

DEFINISI KASUS (Penanggulangan SARS Pedoman pemeriksaan 

SARS di Bandara, pelabuhan, dan Lintas Batas, Depkes RI, 2003) 

 

Suspect  SARS 

  yaitu  seseorang yang emnderita sakit dengan gejala :  

‐ Demam tinggi (>38°C), dengan 

‐ Satu atau lebih gangguan pernapasan, yaitu batuk, napas pendek 

dan kesulitan bernapas. 

‐ Satu atau lebih keadaan berikut : 

o Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit, mempunyai riwayat 

kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosa  sebagai 

penderita SARS (kontak erat yaitu  orang yang merawat, 

tinggal serumah atau berhubungan langsung dengan cairan 

saluran pernapasan atau jaringan tubuh seorang penderita 

SARS).  

o Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit, melakukan perjalanan 

ke tempat terjangkit SARS. 

o Penduduk dari daerah terjangkit 

 

  yaitu  seseorang yang meninggal dunia sesudah tanggal 1 

November 2002 karena emngalami gagal napas akut yang tidak 

diketahui penyebabnya dan tidak dilakukan otopsi untuk 

mengetahui penyebabnya. Pada 10 hari sebelum meninggal, orang 

ini  mengalami salah satau atau lebih kondisi di abwah ini 

yaitu : 

 

             

‐  Kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosa  suspect 

atau probable SARS 

‐  Riwayat berkunjung ke tempat / negara yang terkena wabah 

SARS 

‐  bertempat tinggal/ pernah tinggal di temapt/ negara yang 

terjangkit wabah SARS.   

 

Gejala tambahan lain: sakit kepala, otot kaku, nafsu makan berkurang, 

lesu, bingung, kemerahan pada kulit, diare.  

 

Probabel SARS 

  Penderita suspek SARS, pada foto toraks ada  gambaran 

pneumonia atau acute respiratory distress syndrome (ARDS) 

  Penderita suspek SARS yang meninggal, sesudah  dilakukan autopsi, 

dari hasil PA ditemukan gambaran ARDS dangan penyebab tidak 

jelas. 

 

SARS Terkonfirmasi 

Seseorang yang sudah terbukti berdasar  pemeriksaan berikut. 

  Konfirmasi positif PCR untuk SARS 

‐ Paling sedikit ditemukan dari 2 bahan klinik yang berbeda atau 

‐ Bahan klinik sama tapi dilakukan 2 hari kemudian atau lebih 

dalam masa sakit atau 

‐ Cara penilaian yang berbeda atau ulang PCR dengan bahan 

klinik asli 

  Serokonversi dengan ELISA atau IFA 

‐ Antibodi (-) pada masa akut antibodi test (+) pada masa  

konvelesen, atau 

‐ Titer antibodi meningkat 4 x atau lebih diantara fase akut dan 

konvalesen 

  Isolasi virus  

  Isolasi dari SARS coronavirus  pada kultur sel dengan PCR  

 

5.  diagnosa  Kerja 

  Suspek SARS 

  Probabel SARS 

  SARS terkonfirmasi 

 

6.  diagnosa  Banding   Pneumonia tipik   Pneumonia atipik lainnya 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

  Umum 

‐ Pemeriksaan darah perifer lengkap 

‐ Pemeriksaan fungsi hati 

‐ Pemeriksaan fungsi ginjal 

‐ Pemeriksaan kadar elektrolit 

‐ Pemeriksaan C-reactive protein  (CRP) 

‐ Procasitonin ( PCT)  

‐ Fototoraks 

  Khusus 

‐ Pemeriksaan RT-PCR 

‐ Immunofluorescence assay (IFA) 

‐ Isolasi Virus 


8.  PENGOBATAN 

Suspek SARS, Probabel, Terkonfirmasi 

  Pengendalian infeksi : Isolasi 

- Terapi suportif : vitamin, nutrisi, imunomodulator 

- Simtomatik 

- Antibiotik : amoksilin atau amoksilin + antibetalaktamase 

 

Probabel SARS  

RINGAN/SEDANG 

 Isolasi 

 Terapi suportif: vitamin, nutrisi, imunomodulator, cairan, oksigen 

 Simtomatik sesuai gejala yang ditemukan 

‐ Bronkodilator  bila  ditemukan gejala obstruksi (salbutamol, 

terbutalin, fenoterol) dalam bentuk sistemik (iv, im, oral), dan 

inhalasi (nebulasi, inhalasi dosis terukur).  

‐ Antipiretik bila ada demam. 

 Antibiotik 

‐ Amoksilin + antibetalaktamase iv + makrolid baru, atau 

‐ Sefalosporin G2, G3 iv + makrolid baru, atau 

‐ Kuinolon respirasi (moksifloksasin, levofloksasin, gatifloksasin) 

iv 

‐ Antivirus: ribavirin 1.2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/kgBB tiap 8 

jam iv 

 

PADA KASUS YANG BERAT 

 Ventilator mekanis bila  terjadi gagal napas.  

 Steroid: hidrokortison 4 mg/KgBB iv tiap 8 jam atau 

metilprednisolon iv 240-320 mg tiap hari. 

 

9.  Komplikasi KARENA PENYAKIT 

  Sepsis  

  Gagal napas 

  Gagal multi organ 

  Acute respiratory distress syndrome (ARDS) 

 

KARENA TINDAKAN 

  Pneumotoraks 

  Ventilator associated pneumonia  

 

10. Penyakit Penyerta   Penyakit paru kronik  

  Penyakit gangguan metabolik 

  Penyakit imunosupresi  

  Malnutrisi 

 

11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad malam 

Ad sanasionam: Dubia ad malam 

Ad vitam: Dubia ad malam 

 

            | 57 

             

 

12. nasihat    Pengetahuan penyakit SARS: penyebab, cara penularan, 

pemakaian alat pelindung diri, dll. 

  Asupan gizi yang baik. 

  Pencegahan penyakit SARS antara lain tidak berpergian ke lokasi 

transmisi lokal SARS.  

  Melaksanakan kewaspadaan universal.

13. Indikasi Pulang   Secara klinis tak perlu perawatan. 

  Komplikasi telah di atasi. 

  Hasil PCR negatif. 

 


AVIAN INFLUENZA 

 

  

Infeksi yang disebabkan oleh virus influenza subtipe H5N1 yang pada 

umumnya menyerang unggas (burung dan ayam). 

 

2.  Anamnesis 

ada : kontak erat ( jarak ± 1 meter), terpajan, mengkonsumsi 

produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna, 

kontak erat dengan unggas, memegang/ menangani sampel (hewan 

atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam 7 hari 

terakhir disertai gejala sebagai berikut. 

 

Riwayat panas atau suhu ≥ 38 0C (99%) ditambah satu atau lebih gejala 

berikut. 

  sesak napas (95%) 

  batuk (90%) 

  nyeri tenggorok.  

 

Gejala lain pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare 

atau  gangguan cerna. Bila ada  gejala sesak menandai kelainan 

saluran napas bawah yang dapat memburuk dengan cepat. 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

  Suhu ≥ 38 0C    

  Sesak napas bila sudah ada kelainan paru (pneumonia) frekuensi 

napas meningkat, nyeri dada,  dapat ditemukan  tanda-tanda 

konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki. 

 

4. Kriteria diagnosa  

Seseorang  dalam investigasi  

Seseorang yang telah diputuskan oleh petugas kesehatan setempat 

untuk diinvestigasi terkait kemungkinan infeksi H5N1.  

 

Kasus Suspek H5N1 

Seseorang dengan demam, suhu > 38o C disertai satu atau lebih gejala 

berikut. 

- batuk 

- sakit tenggorokan 

- pilek 

- sesak napas  

 

Definisi kasus suspek dibagi dua yaitu 

a. Seseorang dengan demam > 38o C dan ILI. 

DAN DISERTAI 

Satu atau lebih dari pajanan di bawah ini dalam 7 hari sebelum 

gejala. 

- Kontak erat dengan pasien terkonfirmasi H5N1.  

- Terpajan dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai  

unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh 

kotoran unggas itu dalam wilayah terjangkit dalam 

satu bulan terakhir. 

- Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak 

dimasak dengan sempurna.  

- Kontak erat dengan binatang lain yang telah  

dikonfirmasi terinfeksi H5N1. Memegang/  menangani 

sampel yang dicurigai mengandung virus H5N1 di 

laboratorium. 

b. Menangani sampel yang dicurigai mengandung virus H5N1 di 

laboratorium. 

- Ditemukan leukopeni. 

- Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5.  

- Foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat 

memburuk pada serial foto. 

- Seseorang dengan gejala ILI secara klinis dan 

radiologis yang cepat mengalami perburukan 

meskipun riwayat kontak tidak jelas.  

 

Kasus Probabel H5N1 

Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di 

bawah ini.  

- Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 

kali. 

- Terdeteksinya antibodi spesifik H5. 

Atau  

 Seseorang yang meninggal karena penyakit saluran napas akut 

yang tidak bisa dijelaskan tetapi diduga terkait H5N1.  

 

Kasus H5N1 terkonfirmasi 

Seseorang yang memenuhi kriteria  kasus suspek atau probabel  

DAN DISERTAI 

Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu 

laboratorium influenza, yang hasil  pemeriksaan H5N1-nya: 

- Hasil PCR H5N1 positif  

- Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 

- Isolasi virus H5N1. 

Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum 

yang diambil pada hari ke >14 sesudah  awitan penyakit disertai 

hasil positif uji serologi lain. 

 

5.  diagnosa  Kerja 

 Seseorang dalam investigasi 

 Kasus suspek 

 Kasius probabel 

 Kasus terkonfirmasi 

 

6.  diagnosa  Banding 

 Pneumonia yang disebabkan virus lain, bakteri, jamur  

 Demam berdarah  

 Demam tipoid 

 HIV dengan infeksi  

 Leptospirosis  

 TB paru 

7.  Pemeriksaan Penunjang 

UMUM 

  Pemeriksaan hematologi pemeriksaan darah rutin (hemoglobin , 

hematokrit leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit  total) 

  Pemeriksaan kimia darah: Albumin, globulin, SGOT, SGPT, 

ureum, kreatinin, analisis gas darah, analisis gas darah, C Reactive 

Protein, Prokalsitonin 

  Pemeriksaan foto toraks PA/Lateral serial menunjukkan 

perburukan yang progresif  

  Pemerikaan CT- Scan  toraks dipertimbangkan pada suspek Flu 

burung dengan foto toraks normal 

 

KHUSUS 

Spesimen aspirasi nasofaringeal, serum, apus hidung tenggorok atau 

cairan tubuh lainnya seperti cairan pleura, cairan ETT (Endotracheal 

Tube ), usap dubur pada kasus anak dan diare untuk konfirmasi 

diagnostik, dibuktikan dengan:  

  Uji RT-PCR (Polymerasi Chain Reaction ) untuk H5 yang 

primernya spesifik untuk isolat virus H5N1 di Indonesia 

  Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari 

spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil 

<7 hari sesudah  awitan gejala penyakit), dan titer antibodi 

netralisasi konvalesen harus pula >1/80. 

  Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum 

yang diambil pada hari ke >14 sesudah  awitan (onset penyakit) 

disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah 

merah kuda >1/160 atau western blot  spesifik H5 positif.  

  Isolasi virus  

  Pemeriksaan post mortem (Nekropsi) : untuk pemeriksaan Patologi 

Anatomi  dan PCR . Jika tidak memungkinkan diambil spesimen 

lain: cairan pleura, cairan dari ETT, apusan hidung, apusan 

tenggorok, dan usap dubur. 

 

8.  PENGOBATAN 

MEDIKAMENTOSA 

  Antiviral diberikan secepat mungkin 48 jam pertama 

Pasien suspek flu burung langsung diberikan oseltamivir 2 x 75 

mg. 

a.   Dewasa atau anak < 13 tahun diberikan oseltamivir 2 x 75 mg 

selama 5 hari. 

b. Anak ≥ 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari 

selama 5 hari. 

  Terapi suportif dan simtomatik.  

  Antibiotik spektrum luas (mencakup kuman tipikal dan atipikal). 

  Penatalaksanaan sepsis bila  ditemukan sepsis. 

  Steroid  

Pada kondisi syok yang tak respons dengan cairan, golongan  

vasopresor, dapat dipertimbangkan pemberian 

a. Dewasa: Hidrokortison 200-300mg/hari atau padanannya 

metilprednisolon 0,5-1 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis 

dalam 24 jam ( dosis terbagi setiap 6-8 jam )   

b. Anak: Hidrokortison 2 mg/kgBB IV atau padanannya 

dexametason 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam atau metilprednisolon 

1-2 mg/kgBB IV setiap 6 jam  

  Immunomodulator  

    

PROFILAKSIS 

Dosis 1 X 75 mg diberikan pada kelompok risiko tinggi terpajan  

7-10 hari dari pajanan terakhir.  

Profilaksis jangka panjang maksimal 6-8 minggu. 

 

NON MEDIKAMENTOSA 

  Pengendalian infeksi 

  Makan makanan bergizi  

  Respiratory care  

 

9.  Komplikasi   Pneumonia 

  Gagal napas  

  ARDS 

  Multi organ failure 

 

10. Penyakit Penyerta   Penyakit paru kronik  

  Penyakit gangguan metabolik 

  Penyakit imunosupresi  

  Malnutrisi 

 

11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad malam 

Ad sanasionam: Dubia ad malam 

Ad vitam: Dubia ad malam 

 

12. nasihat    Pengetahuan penyakit flu burung: penyebab, cara penularan, 

pemakaian alat pelindung diri, dll 

  Asupan gizi yang baik 

  Pencegahan penyakit flu burung  

  Melaksanakan kewaspadaan universal 

 

13. Indikasi Pulang INDIKASI KELUAR ICU 

sesudah  24 jam pasien disapih dan diekstubasi tanpa adanya kelainan 

baru maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan. 

 

KRITERIA PINDAH RAWAT DARI RUANG ISOLASI KE RUANG 

PERAWATAN BIASA 

  Terbukti bukan kasus flu burung. 

  Untuk kasus PCR positif dipindahkan sesudah  PCR negatif. 

  sesudah   tidak demam 7 hari. 

  Pertimbangan lain dari dokter. 

 

KRITERIA KASUS  YANG DIPULANGKAN DARI PERAWATAN 

BIASA 

  Tidak panas 7 hari dan hasil laboratorium dan radiologi 

menunjukkan perbaikan. 

  Pada anak < 12 tahun dengan PCR positif, 21 hari sesudah  awitan 

(onset) penyakit. 

  Jika kedua syarat tak dapat dipenuhi maka dilakukan pertimbangan 

klinik oleh tim dokter yang merawat. 

 

 

 


 

INFLUENZA A BARU (H1N1) 

 

  

Infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A Baru (H1N1). Mudah 

menular dari manusia ke manusia. 

 

2.  Anamnesis 

Influenza like ilness  (ILI) yaitu demam dengan suhu > 380C, batuk, 

pilek, nyeri otot dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang mungkin 

menyertai: sakit kepala, sesak napas, nyeri sendi, mual, muntah dan 

diare. Gejala klinis fatigue dapat terjadi pada anak. 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

Mulai tanpa gejala sampai ada gejala.  

Bila ada, gejala influenza A (H1N1) sama dengan infeksi virus 

influenza secara umum.  

Pemeriksaan fisik tergantung organ yang terlibat  

  Sistemik: demam ≥ 38 0 C 

  Nasofaring: faringitis    

  Respirasi : pneumonia   

  Gastrointestinal : diare, mual dan muntah 

  Muskuloskeletal: nyeri sendi 

  Psikologis: letargi, tidak nafsu makan 

 

4.  Kriteria diagnosa  

  Kasus suspek H1N1 

Seseorang dengan gejala infeksi pernapasan akut (demam >380C) 

mulai dari yang ringan (Influenza like illnes ) sampai dengan 

pneumonia, ditambah salah satu keadaan di bawah ini: 

- dalam 7 hari sebelum sakit kontak dengan kasus 

konfirmasi influenza A (H1N1)  

- dalam 7 hari sebelum sakit pernah berkunjung ke area 

yang ada  satu atau lebih kasus konfirmasi 

Influenza A (H1N1) 

  Probabel 

Seseorang dengan gejala di atas disertai dengan hasil pemeriksaan 

laboratorium positif terhadap influenza A tetapi tidak dapat 

diketahui subtipenya dengan memakai reagen influenza 

musiman. 

Atau 

Seseorang yang meninggal karena penyakit infeksi saluran 

pernapasan akut yang tidak diketahui penyebabnya dan 

berhubungan secara epidemiologi (kontak dalam 7 hari sebelum 

onset) dengan kasus probabel atau konfirmasi. 

 

  Konfirmasi 

Seseorang dengan gejala di atas sudah konfirmasi laboratorium 

influenza A (H1N1) dengan pemeriksaan satu atau lebih tes di 

bawah ini : 

 

‐ Real time (RT) PCR 

‐ Kultur virus 

‐ Peningkatan 4 kali antibodi spesifik influenza A (H1N1) dengan 

netralisasi tes

diagnosa  influenza A baru H1N1 secara klinis  

  Kriteria ringan yaitu gejala ILI, tanpa sesak napas, tidak disertai 

pneumonia dan tidak ada faktor risiko.  

  Kriteria sedang gejala ILI dengan salah satu dari kriteria: faktor 

risiko,  penumonia ringan (bila ada  fasilitas foto toraks) atau 

disertai keluhan gastrointestinal yang mengganggu seperti mual, 

muntah, diare atau berdasar  penilaian klinis dokter yang 

merawat.  

  Kriteria berat bila dijumpai kriteria yaitu pneumonia luas 

(bilateral, multilobar), gagal napas, sepsis, syok, kesadaran 

menurun, sindrom sesak napas akut (ARDS) atau gagal multi organ. 

 

5.  diagnosa  Kerja 

  Suspek H1N1 

  Probabel H1N1 

  Konfirmasi H1N1 

6.  diagnosa  Banding 

  Flu musiman 

  Flu burung 

  Demam dengue 

  Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur 

  Demam tifoid 

  HIV dengan infeksi sekunder 

  TB paru 

  MERS-Cov 

 

7.  Pemeriksaan Penunja  ng 

UMUM  

  Laboratorium: pemeriksaan darah rutin (Hb, leukosit, trombosit, 

hitung jenis leukosit). 

  Pemeriksaan apusan (aspirasi nasofaring atau bilasan/ aspirasi 

hidung). 

  Jika belum bisa dengan cara di atas maka dengan kombinasi apusan 

hidung dan orofaring. 

  Pada pasien dengan intubasi dapat diambil secara aspirasi 

endotrakeal. 

  Pemeriksaan kimia darah: albumin, globulin, SGOT, SGPT, ureum, 

kreatinin, analisis gas darah. 

  Pemeriksaan radiologik: PA dan lateral. 

  Pemerikaan CTscan  toraks (bila diperlukan). 

 

KHUSUS 

Pemeriksaan laboratorium virologi 

Untuk mendiagnosa  konfirmasi influenza A (H1N1)  dengan cara : 

  Real time (RT) PCR  hanya pada pasien yang dirawat, kluster, kasus 

influenza tak lazim  

  kultur virus 

  peningkatan 4 kali antibodi spesifik influenza A  (H1N1) dengan 

netralisasi tes. 

8.  PENGOBATAN 

Medikamentosa  

  Oseltamivir  diberikan secepat mungkin 48 jam pertama. 

‐ Pemberian antiviral ini  diutamakan pada pasien rawat inap 

dan kelompok risiko tinggi komplikasi. 

‐ Dewasa atau anak ≥ 14 tahun diberikan oseltamivir 2 x 75 mg 

selama 5 hari 

‐ Anak  (umur,12 bulan atau lebih), BB  

o < 15 kg 60mg/ hari terbagi 2 dosis  

o 15-23 kg 90mg/ hari terbagi 2 dosis  

o 24-40 kg 120mg/ hari terbagi 2 dosis 

o > 40 kg 150mg/ hari terbagi 2 dosis  

  Bila ada tanda-tanda infeksi bakterial diberikan antibiotik spektrum 

luas (mencakup kuman tipikal dan atipikal).  

  Penatalaksanaan sepsis bila  ditemukan sepsis. 

  Terapi suportif.  

  Penggunaaan kortikosteroid secara rutin harus dihindarkan pada 

pasien influenza A baru H1N1. Kortikosteroid dapat diberikan 

pada syok septik yang memerlukan vasopresor dan diduga 

mengalami adrenal insufisiensi. Kortikosteroid diberikan dengan 

dosis rendah: hidrokortison 300 mg /hari dosis terbagi. 

 

Non medikamentosa 

  Kelompok dengan gejala klinis ringan dipulangkan dengan diberi 

obat simtomatis dan KIE untuk waktu istirahat di rumah. 

  Makan makanan bergizi.  

  Memakai masker. 

 

9.  Komplikasi   Gagal napas 

  Ventilator associated pneumonia  (VAP) 

  Sepsis  

  ARDS 

  Gagal multiorgan 

 

10. Penyakit Penyerta   PPOK  

  Penyakit kronik lainnya (penyakit jantung, diabetes mellitus, 

gangguan metabolik, penyakit ginjal, hemoglobinopati, penyakit 

imunosupresi, gangguan neurologi) 

  Malnutrisi  

  Kondisi lain :  

- Kehamilan 

- Obesitas 

 

11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad bonam 

Ad sanasionam: Dubia ad bonam 

Ad vitam: Dubia ad bonam 

 

12. nasihat    Penjelasan mengenai penyakit influenza baru (H1N1) antara lain 

penyebab dan cara penularan . 

  Perilaku hidup bersih dan sehat, menghindari kontak dengan 

penderita, menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci 

tangan dengan sabun dan menerapkan etika batuk ketika sakit , 

memakai alat pelindung diri masih menjadi efektif sebagai upaya 

66 |                                                                                                                  

                                                                                                                        

pencegahan dini infeksi virus ini . 

  Asupan gizi yang baik. 

  Melaksanakan kewaspadaan universal. 

 

13. Indikasi Pulang   Secara klinis tak perlu perawatan 

  Komplikasi telah di atasi 

  Hasil PCR negatif 

 


 

 

  

 

PANDUAN UMUM PRAKTIK KLINIS 

TUBERKULOSIS 

 


TUBERKULOSIS PARU 

 

  Infeksi pada jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium 

tuberculosis  

 

Terduga (Presumptive) TB 

yaitu  seseorang yang mempunyai keluhan atau gejala klinis 

mendukung TB. Gejala utama pasien TB paru yaitu  batuk selama 2 

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu 

dapat disertai dahak, dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, 

badan lemas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, 

malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang 

lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali 

bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak 

harus selalu selama 2 minggu atau lebih. 

Pasien TB dengan konfirmasi bakteriologis  

yaitu  pasien TB yang terbukti positif bakteriologi pada hasil 

pemeriksaan (contoh uji bakteriologi yaitu  sputum, cairan tubuh dan 

jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis langsung, TCM TB, atau 

biakan. 

Termasuk dalam tipe pasien ini  yaitu  : 

  Pasien TB paru BTA positif  

  Pasien TB paru hasil biakan MTB positif 

  Pasien TB paru hasil tes cepat MTB positif 

  Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan 

BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena 

  TB anak yang terdiagnosa  dengan pemeriksaan bakteriologis. 

 

Pasien TB berdasar  diagnosa  klinis 

yaitu  pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosa  secara 

bakteriologis tetapi didiagnosa  sebagai pasien TB aktif oleh dokter dan 

diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.Termasuk dalam tipe pasien 

ini yaitu  : 

  Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks 

mendukung TB. 

  Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis 

sesudah  diberikan antibiotika non OAT dan mempunyai faktor risiko 

TB. 

  Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosa  secara klinis maupun 

laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis. 

  TB anak yang terdiagnosa  dengan sistim skoring. 

Pasien TB yang terdiagnosa  secara klinis jika dikemudian hari 

terkonfirmasi secara bakteriologis harus diklasifikasi ulang menjadi 

pasien TB terkonfirmasi bakteriologis. 

 

KLASIFIKASI TB 

1. berdasar  lokasi anatomis  

a. TB paru: kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau 

trakeobronkial. 

b. Tb ekstra paru: kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim 

paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran 

genitorurinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 

2. berdasar  riwayat pengobatan sebelumnya 

a. Kasus baru : belum pernah dapat OAT sebelumnya atau riwayat 

mendapatkan OAT dengan total dosis kurang dari 28 hari  

b. Kasus dengan riwayat pengobatan: pernah mendapatkan OAT 1 

bulan atau lebih 

c. Kasus kambuh: pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan 

sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat 

ini ditegakkan diagnosa  TB kembali. 

d. Kasus pengobatan sesudah  gagal: sebelumnya sudah pernah 

mendapatkan OAT namun dinyatakan gagal pada akhir 

pengobatan 

e. Kasus sesudah  loss to follow up : pernah menelan OAT 1 bulan atau 

lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut. 

f.     Kasus lain-lain: sebelumnya pernah mendapat OAT dan hasil 

akhir pengobatan tidak diketahui. 

g. Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui: pasien yang 

tidak diketahui riwayat pengobatan sebelymnya. 

3. berdasar  hasil uji kepekaan obat 

a. Monoresistan: resistan terhadap salah satu OAT lini pertama 

b. Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini 

pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan 

c. Multidrug resistant (TB MDR) : minimal resistan terhadap  

isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan 

d. Pre-XDR: resistans terhadap salah satu obat golongan 

fluorokuinolon atau salah satu OAT injeksi lini dua 

e. Extensive drug resistant (TB XDR) : TB MDR yang resistan 

terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu 

OAT injeksi lini dua 

4. berdasar  status HIV  

a. TB dengan HIV positif 

b. TB dengan HIV negatif 

c. TB dengan status HIV tidak diketahui 

                                                                                                                  

2. Anamnesis   Gejala utama: batuk berdahak  2  minggu 

  Gejala tambahan 

‐ batuk darah 

‐ sesak napas 

‐ badan lemas 

‐ penurunan nafsu makan 

‐ penurunan berat badan yang tidak disengaja 

‐ malaise 

‐ berkeringat di malam hari tanpa kegiatan fisik 

‐ demam subfebris lebih dari satu bulan 

‐ nyeri dada 

Gejala di atas dapat tidak muncul secara khas pada pasien dengan 

koinfeksi HIV.Selain gejala ini , perlu digali riwayat lain untuk 

menentukan faktor risiko seperti kontak erat dengan pasien TB, 

lingkungan  tempat tinggal kumuh dan padat penduduk, dan orang yang 

bekerja di lingkungan berisiko menimbulkan pajanan infeksi paru, 

misalnya tenaga kesehatan atau aktivis TB. 

3. Pemeriksaan fisik Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur 

paru.  Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak 

(atau sulit  sekali) menemukan kelainan.  Kelainan paru pada umumnya 

terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen 

posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6).  Pada 

pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, 

amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, 

diafragma dan mediastinum. 

 

4. Kriteria diagnosa    Anamnesis, Pemeriksaan fisik, radiologi menyokong TB 

  Terbukti secara bakteriologik (BTA atau Gene-Xpert  atau biakan)  

  keadaan tertentu terbukti secara histopatologis  

  Riwayat pengobatan TB sebelumnya  

  Status HIV bila ada  

 

5. diagnosa  kerja   Tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis  

  Tuberkulosis paru terkonfirmasi klinis 

 

berdasar  status HIV, dapat dibagi menjadi HIV + dan HIV - 

 

6. diagnosa  banding   Pneumonia komunitas 

  Bronkiektasis 

  Mikosis paru 

  Tumor paru  

Penyakit ini perlu diwaspadai pada kasus yang termasuk risiko tinggi 

untuk kanker paru yakni umur 40 – 50 tahun, laki-laki, perokok berat, 

BTA sputum (-) tidak menampakkan respons klinik yang memadai 

pada awal pengobatan. 

 

7. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Bakteriologis 

  Bahan pemeriksaan: dahak, bronchoalveolar lavage (BAL)  

  Dahak /sputum BTA minimal 2x dengan minimal 1x pagi hari. Untuk 

TCM, pemeriksaan dahak cukup 1x/ 

          

  Cara pemeriksaan dahak dan BAL dilakukan dengan cara 

mikroskopik dan biakan 

  Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen dan atau 

pewarnaan Auramin-rhodamin 

  Biakan bakteri TB dapat memakai media padat (Lowenstein-

Jensen) maupun media cair ( Mycobacteria Growth Indicator 

Tube /MGIT) 

  Tes Cepat Molekuler (TCM) : memakai GeneXpert MTB/RIF 

dan atau jenis lain 

  Uji molekular lainnya: