. Pada
keadaan yang berat didapati jari tabuh. Pada auskultasi dijumpai ronki
basah, sedangkan mengi (wheezing) hanya didapati jika sudah terjadi
obstruksi bronkus.
4. Kriteria diagnosa
diagnosa bronkiektasis ditegakkan dari riwayat batuk kronik berulang
dan produktif, demam berulang, batuk darah. Pada gambaran foto
toraks terlihat cincin-cincin dengan atau tanpa fluid level , mirip seperti
gambaran sarang tawon (honey comb) pada daerah yang terkena.
diagnosa pasti bronkiektasis ditegakkan dengan pemeriksaan
bronkografi dan/ atau High Resolution CT (HRCT).
5. diagnosa Kerja Bronkiektasis
6. diagnosa Banding
PPOK
Asma
Bronkitis kronik
Tuberkulosis paru
Pneumonia
7. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks
High Resolution CT (HRCT)
Bronkografi
8. PENGOBATAN Simtomatik
bila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari
hasil uji fungsi paru dapat diberikan obat bronkodilator. Pengobatan
hipoksia dapat diberikan terapi oksigen. Pasien dengan eksaserbasi
akut sering mengalami demam dan perlu diberikan antipiretik dan
antibiotik. Pemberian mukolitik seperti N-asetil sistein berguna
untuk mobilisasi sputum.
Fisioterapi dada
Pasien bronkiektasis umumnya mempunyai sekret yang produktif
dan terjadi pengumpulan sekret, sehingga diperlukan fisioterapi
dada untuk mendrainase sekret.
Pembedahan
Dilakukan bila pengobatan tidak memberi hasil yang baik
dan biasanya dilakukan pada penderita dengan batuk darah
berulang. Tujuan pembedahan yaitu untuk mengangkat
segmen/lobus yang terkena (ada bronkiektasis).
Pencegahan
Pencegahan meliputi pemberian imunisasi, pengobatan yang
adekuat pada penderita dengan pneumonia, bronkopneumonia,
pertusis serta morbili. Menghindari paparan bahan-bahan yang
dapat merangsang produksi sekret yang berlebihan. Menghindari
diri dari bahan-bahan iritan, obat tidur, serta obat penekan batuk.
9. Komplikasi Batuk darah
Pneumonia
Sinusitis
Abses otak
Amiloidosis
10. Penyakit Penyerta Tumor endobronkial, tuberkulosis, aspirasi benda asing, aspergilosis
bronkopulmoner alergi, defisiensi alfa-1 antitripsin, diskinesia silia
primer, defisiensi imun, reumatoid artritis.
11. Prognosis Prognosis umumnya baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri
penyebab dan pemakaian antibiotik yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis
penyakit pada penderita yang dirawat.
12. nasihat Mendukung perbaikan kemampuan penderita dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari sesuai dengan pola kehidupannya.
Memotivasi pasien untuk menghindari merokok, menghindari iritan
lainnya yang dapat terhirup, mengontrol suhu dan kelembaban
lingkungan, nutrisi yang baik dan cairan yang adekuat.
Mengidentifikasi gejala efek samping obat, seperti bronkodilator
dapat menimbulkan berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin.
13. Indikasi Pulang Keadaan klinis membaik dan komplikasi serta efek samping telah
teratasi.
BRONKITIS AKUT
Bronkitis akut yaitu peradangan pada trakea hingga bronkus yang
disebabkan oleh infeksi saluran napas yang ditandai adanya batuk yang
tidak berdahak ataupun berdahak dan berlangsung tidak lebih dari 3
minggu.
2. Anamnesis
Batuk (berdahak maupun tidak berdahak) tidak lebih dari 3 minggu.
Dahak dapat berwarna jernih, putih, kekuning-kuningan atau
kehijauan.
Dapat dijumpai batuk darah.
Sesak napas dan rasa berat di dada terjadi jika saluran udara
tersumbat, sering dijumpai mengi terutama sesudah batuk.
Biasanya disertai demam ringan.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai tanda-tanda hipoksia yang
merupakan kegawatan saluran napas. Dapat ditemukan tanda infeksi
saluran napas atas seperti hidung tersumbat atau nyeri pada
tenggorokan. Pada auskultasi paru dapat ditemukan tanda-tanda
obstruksi seperti ronki atau mengi.
4. Kriteria diagnosa
diagnosa ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
5. diagnosa Kerja Bronkitis Akut
6. diagnosa Banding
Epiglotitis
Bronkiolitis
Influenza
Sinusitis
PPOK
Faringitis
Asma
Bronkiektasis
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dahak dengan pewarnaan gram secara langsung dan
kultur untuk memastikan adanya infeksi bakteri.
Foto toraks pada bronkitis akut memperlihatkan corakan paru yang
bertambah.
Pemeriksaan spirometri dan fungsi paru tidak rutin dilakukan untuk
diagnostik bronkitis akut. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan jika
terjadi ulangan episode bronkitis akut pada pasien yang mempunyai
penyakit dasar kelainan obstruksi.
8. PENGOBATAN
Penatalaksanaan bersifat simtomatik karena penyebab tersering
bronkitis akut yaitu virus. Antibiotik hanya diberikan bila
dijumpai infeksi bakteri.
Mukolitik dapat diberikan bila batuk disertai dahak yang kental.
Antipiretik dipakai jika penderita demam.
Bronkodilator diberikan pada penderita yang disertai tanda
obstruksi saluran napas.
Penatalaksanaan non farmakologis berupa fisioterapi dada dan
meningkatkan asupan cairan sehingga dapat membantu mobilisasi
sekret saluran napas.
9. Komplikasi Pneumonia, bronkitis kronik
10. Penyakit Penyerta Influenza
11. Prognosis Bila tidak ada komplikasi, prognosis umumnya baik.
12. nasihat Mendukung perbaikan kemampuan penderita dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari sesuai dengan pola kehidupannya.
Memotivasi pasien untuk menghindari merokok, menghindari iritan
lainnya yang dapat terhirup, mengontrol suhu dan kelembaban
lingkungan, nutrisi yang baik dan cairan yang adekuat.
Mengidentifikasi gejala efek samping obat, seperti bronkodilator
dapat menimbulkan berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin.
13. Indikasi Pulang Gejala berkurang atau hilang, dapat mobilisasi, perbaikan kondisi
klinis dan pemeriksaan lain.
ABSES PARU
Abses paru yaitu kumpulan pus dalam parenkim paru sebagai akibat
terjadinya proses infeksi oleh mikroorganisme sehingga terbentuk
kavitas dan dapat ditemukan air fluid level pada gambaran radiologis.
2. Anamnesis
Demam, batuk produktif, sputum purulen dan berbau, nyeri dada, sesak
napas, malaise, penurunan berat badan.
3. Pemeriksaan Fisik
Demam >38 °C
Penurunan suara napas
Perkusi paru redup di bagian yang sakit
Pemeriksaan auskultasi didapatkan suara dasar
Menurun, ronki kadang amforik
Jari tabuh
Kakeksia.
4. Kriteria diagnosa
Anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologi menyokong gambaran
kavitas
Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, peningkatan laju
endap darah (LED) dan pergeseran hitung jenis ke kiri.
Bakteriologik spesifik, non spesifik, dan jamur
5. diagnosa Kerja Abses Paru
6. diagnosa Banding
Empiema
Bronkiektasis
Bula
Infark paru
Kanker paru
Pneumonia
7. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin dan LED
Foto toraks, PA/ lateral/ lateral dekubitus/ oblik
Sputum BTA
Kultur dan sensitivitas sputum
MSCT Toraks
Bronkoskopi
8. PENGOBATAN
Penyaliran postural.
Antibiotik empiris dan sesuai hasil kepekaan.
Penyaliran Perkutan, bila didapatkan tension abscess, pergeseran
mediastinum, pergeseran fisura, pergerakan diafragma ke bawah,
kontaminasi paru kontralateral, tanda sepsis sesudah 72 jam
pemberian antibiotik, ukuran abses >4 cm, peningkatan ukuran
abses, peningkatan air fluid level dan ketergantungan terhadap
ventilator persisten.
Bronkoskopi.
Pembedahan, dilakukan sesudah terapi konservatif memakai
antibiotik gagal. Terapi antibiotik dikatakan gagal jika demam atau
gejala lain berlanjut sampai 10-14 hari, gambaran lesi radiologis
tidak mengecil atau lesi pneumonia menyebar ke bagian paru lain.
9. Komplikasi Infeksi dan abses paru berulang, pecahnya abses ke dalam rongga
pleura yang berakibat timbulnya empiema, perlekatan pleura, fistula
bronkopleura, fistula pleurokutan, penyebaran abses ke segmen paru
lain, perdarahan, ARDS, inflamasi membran di dekat jantung dan
inflamasi paru kronik hingga sepsis
10. Penyakit Penyerta DM, HIV, penyakit ginjal kronis, gagal jantung kronik
11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad bonam
Ad sanasionam: Dubia ad bonam
Ad vitam: Dubia ad bonam
12. nasihat Pengetahuan tentang penyakit , rencana pengobatan dan prognosis
Pola hidup bersih dan sehat
Asupan gizi yang baik
13. Indikasi Pulang Komplikasi dan efek samping telah teratasi, klinis stabil, tidak ada lagi
masalah medis dan keadaan lingkungan aman untuk perawatan di
rumah.
EMPIEMA TORAKS NON
TUBERKULOSIS
ada nya pus dalam rongga pleura yang disebabkan oleh bakteri
selain Mycobacterium tuberculosis.
2. Anamnesis
Munculnya gejala di bawah ini dalam rentang waktu bervariasi dari
seminggu sampai dua bulan.
Batuk.
Sesak napas, lebih nyaman bila miring ke salah satu sisi.
Riwayat demam.
Nyeri dada.
Gejala konstitusi seperti anoreksia, malaise, dan penurunan berat
badan.
3. Pemeriksaan Fisik
Frekuensi napas meningkat.
Suhu bisa normal atau meningkat.
Pemeriksaan toraks:
a. inspeksi: bentuk dada unilateral prominens dengan pergerakan
napas sisi cembung tertinggal,
b. palpasi: Fremitus pada sisi yang cembung melemah,
c. perkusi: redup sampai pekak pada sisi yang cembung,
d. auskultasi: suara napas melemah pada sisi yang cembung, pada
sisi yang lain bisa ditemukan adanyan ronki.
Bau cairan empiema bervariasi, bila berbau busuk kemungkinan
adanya infeksi kuman anaerob.
4. Kriteria diagnosa
Adanya gambaran efusi pleura secara klinis dan didukung
pemeriksaan penunjang (salah satu atau gabungan dari rontgen
toraks, USG toraks, CT scan toraks)
Didapatkan adanya pus dari torakosentesis secara makroskopis
dengan bakteri positif pada pemeriksaan pewarnaan gram dan/atau
kultur. Bila cairan tidak purulen, dipakai salah satu kriteria
berikut.
a. pH < 7,2 (dengan mesin pemeriksa AGD)
b. LDH > 1000 IU/ l dan Glukosa < 60 mg atau 3,4mmol/l
Tambahan
Predominan sel PMN
5. diagnosa Kerja Empiema toraks dekstra/ sinistra/ bilateral non tuberkulosis
6. diagnosa Banding
Efusi pleura ganas
Pneumonia
Empiema toraks tuberkulosis
Chylothorax
Abses paru
Ruptur esofageal
7. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Rontgen toraks
USG toraks
CT scan toraks
Pewarnaan gram pus dan sputum
Kultur pus/cairan pleura dan sputum
CRP
Kultur darah bila disertai tanda-tanda sepsis
pH cairan pleura
LDH cairan pleura
Glukosa cairan pleura
Hitung dan hitung jenis leukosit cairan pleura
BTA cairan pleura/ pus
8. PENGOBATAN
Medikamentosa
‐ Pemberian antibiotik empirik
Non medikamentosa
‐ Pemasangan chest tube dengan atau tanpa pemberian
fibrinolitik intrapleura kombinasi tissue plasminogen
activator (tPA) dan deoxyribonuclease (DNase)
‐ Video assisted thoracoscopic surgery (VATS)
‐ Drainase terbuka
‐ Torakotomi dan dekortikasi
9. Komplikasi Sepsis
Gagal napas
Reexpansion pulmonary oedema
Komplikasi pemasangan chest tube
Fistula bronkopleura
Alergi terhadap fibrinolitik
Empyema necessitans
Skoliosis sekunder
10. Penyakit Penyerta Diabetes mellitus
Gagal ginjal
Bronkiektasis
PPOK
Penyalahgunaan alkohol
11. Prognosis Quo ad vitam : 10-20% mortalitas pada pasien dengan komorbid
dan gangguan imunitas.
Quo ad functionam : dubia.
Quo ad sanasionam : dubia 30% memerlukan terapi invasif.
12. nasihat Berhenti merokok.
Penatalaksanaan penyakit penyerta.
Pengenalan gejala infeksi dan perilaku mencari pengobatan.
Konsul untuk adiksi alkohol.
13. Indikasi Pulang sesudah 5-7 hari pemasangan chest tube bila cairan pleura tidak
ada lagi (konfirmasi dengan pemeriksaan rontgen toraks PA, USG
toraks dan/atau CT scan Toraks) dan paru mengembang.
Tidak ada fistula bronkopleura.
Perbaikan klinis.
Pemberian antibiotik oral sampai 2-4 minggu sesudah pulang dan
dimonitor dengan pemeriksaan leukosit atau CRP.
Rontgen toraks ulang 6 minggu, 12 minggu sesudah pulang dan
dapat diulang pada bulan ke-6 bila rontgen toraks belum
kembali normal.
MIKOSIS PARU
Mikosis paru yaitu gangguan paru (termasuk saluran napas) yang
disebabkan oleh infeksi, kolonisasi jamur, maupun reaksi hipersensitif
terhadap jamur. Beberapa ----------------------------------------------- memakai istilah pneumonia
jamur atau fungal pneumonia. Mikosis paru yang paling sering dilaporkan
yaitu aspergilosis, pneumonia pneumosistis (Pneumocystis pneumonia /
PCP), kriptokokosis, histoplasmosis dan kandidosis. Beberapa mikosis
paru dapat bersifat endemik atau ditemukan pada daerah/kondisi geografis
tertentu, antara lain histoplasmosis, blastomikosis, koksidioidomikosis,
parakoksidioidomikosis, serta penisiliosis (talaromikosis).
2. Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah penting, khususnya tentang faktor risiko
dan penyakit dasar. Keluhan pasien mikosis paru mirip dengan keluhan
penyakit paru pada umumnya. Keluhan diperhatikan khususnya dalam 3
bulan terakhir, meliputi: batuk, sesak, nyeri dada, demam, napsu makan
menurun, berat badan menurun, cepat letih, dll. Keluhan perlu diwaspadai
pada pasien dengan keadaan berikut:
penyakit kronik seperti bekas TB, keganasan rongga toraks, PPOK,
bronkiektasis, luluh paru (destroyed lung), sirosis hati, insufisiensi
renal, diabetes melitus
kondisi imunosupresi (neutropenia berat, keganasan darah, kemoterapi,
transplantasi organ)
gangguan status imun akibat pemakaian jangka panjang antibiotika
berspektrum luas, kortikosteroid, obat imunosupresi
memakai alat-alat medis invasif dalam jangka panjang (ventilasi
mekanis, kateter vena sentral dan perifer, kateter urin, water sealed
drainage, dll)
gambaran infiltrat di paru dengan demam yang tidak membaik sesudah
pemberian antibiotika adekuat dengan atau tanpa adenopati
pasien terpajan atau sesudah bepergian ke daerah endemik jamur
tertentu
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis pada mikosis paru sulit dibedakan dengan penyakit paru
lain, mengingat gejalanya juga tidak khas. Pada saat melakukan
pemeriksaan fisis dicatat semua temuan penting, misalnya kelainan bunyi
napas, ronki, mengi (wheezing ) , dll. Karena itu diperlukan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan pencitraan (radiologi), hasil laboratorium
klinis tertentu, serta pemeriksaan mikologi
4. Kriteria diagnosa
Dalam diagnosa mikosis sistemik/invasif dikenal beberapa istilah yang
menentukan kriteria diagnosa , yaitu: proven, probable, dan possible.
Kriteria diagnosa ini ditentukan oleh tiga parameter yaitu: faktor
pejamu, gambaran klinis, dan hasil pemeriksaan mikologi. Faktor
pejamu meliputi: faktor risiko (misalnya pemberian antibiotika jangka
panjang, kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang) serta penyakit dasar
yang diderita pasien (misalnya diabetes melitus, keganasan, penyakit paru
kronik). Gambaran klinis terdiri atas gejala klinis, pemeriksaan
radiologi, dan hasil laboratorium umum. Pemeriksaan mikologi meliputi
pemeriksaan biakan/ identifikasi jamur, serologi, maupun pemeriksaan
berbasis molekular.
Gambar 1. Kriteria diagnosa mikosis paru berdasar faktor pejamu, gambaran
klinis, dan pemeriksaan mikologi
5. diagnosa Kerja MIKOSIS PARU (INFEKSI JAMUR PARU)
6. diagnosa Banding
TB paru,
Pneumonia bakteri, virus atau aspirasi
Edema paru
Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Interstitial pulmonary fibrosis (IPF)
Pneumokoniosis atau penyakit paru kerja
Pneumonitis hipersensitif
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan pencitraan (radiologi), hasil
laboratorium klinis tertentu, serta pemeriksaan mikologi.
Gambaran foto dada sebagian besar mikosis paru tidak menunjukkan
ciri khas, dapat ditemukan infiltrat interstisial, konsolidasi, nodul
multipel, kavitas, efusi pleura. Gambaran yang khas dapat terlihat pada
aspergiloma yaitu fungus ball di dalam kavitas pada pemeriksaan foto
toraks. Hasil yang lebih baik didapat dari pemeriksaan CT-scan toraks.
Pemeriksaan laboratorium rutin antara lain: peningkatan jumlah sel
eosinofil pada mikosis paru alergi (ABPA, SAFS), maupun hitung
leukosit pada kondisi akut.
Pemeriksaan mikologi meliputi: pemeriksaan mikroskopik, isolasi dan
identifikasi jamur pada biakan serta deteksi respon serologis terhadap
jamur atau penandanya. Pemeriksaan berbasis molekular saat ini masih
sedang dikembangkan. Uji kepekaan jamur terhadap obat obat antijamur
(OAJ) perlu dilakukan untuk menentukan pemilihan obat yang tepat.
8. PENGOBATAN
Penatalaksanaan terdiri atas terapi medikamentosa dan pembedahan. Obat
antijamur dapat diberikan sebagai terapi profilaksis, empiris, pre-
emptive (targeted prophylaxis) dan definitif.
Pilihan OAJ meliputi: golongan polien (amfoterisin-B, nistatin dan
natamisin); golongan azol (itrakonazol, flukonazol, vorikonazol,
posakonazol, isavukonazol); serta golongan ekinokandin (anidulafungin,
mikafungin, kaspofungin).
Pembedahan merupakan terapi definitif untuk aspergiloma. Pada pasien
hemoptisis ringan dianjurkan tirah baring, postural drainage atau terapi
simtomatik lain. Pada pasien hemoptisis berulang atau masif,
pembedahan dilakukan dengan mempertimbangkan risiko/toleransi
operasi. Jika operasi tidak mungkin dilakukan, dapat dipertimbangkan
tindakan embolisasi atau pemberian OAJ transtorakal-intrakavitas.
9. Komplikasi Komplikasi dapat timbul pada kondisi penyakit yang berat, di antaranya:
batuk darah, sepsis, gagal napas, bahkan kematian.
10. Penyakit Penyerta TB paru, bekas TB, PPOK, asma persisten, bronkiektasis, pneumonia,
atau penyakit paru kronik lain dengan kerusakan jaringan paru.
11. Prognosis Prognosis tergantung pada patologi yang mendasari, jamur penyebab,
stasus imunitas pasien, dan penyakit penyerta
12. nasihat Pengenalan gejala infeksi dan perilaku mencari pengobatan
Penatalaksanaan penyakit dasar maupun faktor risiko
Penatalaksanaan penyakit penyerta
13. Indikasi Pulang Pemberian OAJ untuk kasus mikosis paru invasif (fase akut) diberikan
secara intravena selama 1-2 minggu, kemudian dilakukan evaluasi klinis
berdasar kondisi imunosupresi, lokasi penyakit, serta perbaikan klinis
yang nyata. Selanjutnya pasien dapat berobat rawat jalan untuk
melanjutkan pengobatan oral.
SEVERE ACUTE RESPIRATORY
SYNDROME (SARS)
Severe acute respiratory syndrome yaitu penyakit pernapasan akut
berat yang disebabkan oleh S ARS coronavirus (SARS-Cov).
2. Anamnesis
Masa inkubasi biasanya antara 2-7 hari tapi bisa memanjang hingga 10
hari, yang seringkali tinggi, dan kadang-kadang timbul menggigil.
Dapat juga disertai gejala lain seperti sakit kepala, malaise, dan nyeri
otot. Pada awal penyakit, beberapa kasus memiliki gejala pernapasan
ringan. Biasanya tidak ada gejala neurologis atau gastrointestinal
walaupun beberapa kasus dilaporkan ada diare cair tanpa darah
ataupun lender selama fase awal demam.
3. Pemeriksaan Fisik
sesudah 3-7 hari, fase respirasi mulai timbul berupa batuk kering non
produktif, sesak napas yang berlanjut hipoksemia.
4. Kriteria diagnosa
DEFINISI KASUS (Penanggulangan SARS Pedoman pemeriksaan
SARS di Bandara, pelabuhan, dan Lintas Batas, Depkes RI, 2003)
Suspect SARS
yaitu seseorang yang emnderita sakit dengan gejala :
‐ Demam tinggi (>38°C), dengan
‐ Satu atau lebih gangguan pernapasan, yaitu batuk, napas pendek
dan kesulitan bernapas.
‐ Satu atau lebih keadaan berikut :
o Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit, mempunyai riwayat
kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosa sebagai
penderita SARS (kontak erat yaitu orang yang merawat,
tinggal serumah atau berhubungan langsung dengan cairan
saluran pernapasan atau jaringan tubuh seorang penderita
SARS).
o Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit, melakukan perjalanan
ke tempat terjangkit SARS.
o Penduduk dari daerah terjangkit
yaitu seseorang yang meninggal dunia sesudah tanggal 1
November 2002 karena emngalami gagal napas akut yang tidak
diketahui penyebabnya dan tidak dilakukan otopsi untuk
mengetahui penyebabnya. Pada 10 hari sebelum meninggal, orang
ini mengalami salah satau atau lebih kondisi di abwah ini
yaitu :
‐ Kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosa suspect
atau probable SARS
‐ Riwayat berkunjung ke tempat / negara yang terkena wabah
SARS
‐ bertempat tinggal/ pernah tinggal di temapt/ negara yang
terjangkit wabah SARS.
Gejala tambahan lain: sakit kepala, otot kaku, nafsu makan berkurang,
lesu, bingung, kemerahan pada kulit, diare.
Probabel SARS
Penderita suspek SARS, pada foto toraks ada gambaran
pneumonia atau acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Penderita suspek SARS yang meninggal, sesudah dilakukan autopsi,
dari hasil PA ditemukan gambaran ARDS dangan penyebab tidak
jelas.
SARS Terkonfirmasi
Seseorang yang sudah terbukti berdasar pemeriksaan berikut.
Konfirmasi positif PCR untuk SARS
‐ Paling sedikit ditemukan dari 2 bahan klinik yang berbeda atau
‐ Bahan klinik sama tapi dilakukan 2 hari kemudian atau lebih
dalam masa sakit atau
‐ Cara penilaian yang berbeda atau ulang PCR dengan bahan
klinik asli
Serokonversi dengan ELISA atau IFA
‐ Antibodi (-) pada masa akut antibodi test (+) pada masa
konvelesen, atau
‐ Titer antibodi meningkat 4 x atau lebih diantara fase akut dan
konvalesen
Isolasi virus
Isolasi dari SARS coronavirus pada kultur sel dengan PCR
5. diagnosa Kerja
Suspek SARS
Probabel SARS
SARS terkonfirmasi
6. diagnosa Banding Pneumonia tipik Pneumonia atipik lainnya
7. Pemeriksaan Penunjang
Umum
‐ Pemeriksaan darah perifer lengkap
‐ Pemeriksaan fungsi hati
‐ Pemeriksaan fungsi ginjal
‐ Pemeriksaan kadar elektrolit
‐ Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
‐ Procasitonin ( PCT)
‐ Fototoraks
Khusus
‐ Pemeriksaan RT-PCR
‐ Immunofluorescence assay (IFA)
‐ Isolasi Virus
8. PENGOBATAN
Suspek SARS, Probabel, Terkonfirmasi
Pengendalian infeksi : Isolasi
- Terapi suportif : vitamin, nutrisi, imunomodulator
- Simtomatik
- Antibiotik : amoksilin atau amoksilin + antibetalaktamase
Probabel SARS
RINGAN/SEDANG
Isolasi
Terapi suportif: vitamin, nutrisi, imunomodulator, cairan, oksigen
Simtomatik sesuai gejala yang ditemukan
‐ Bronkodilator bila ditemukan gejala obstruksi (salbutamol,
terbutalin, fenoterol) dalam bentuk sistemik (iv, im, oral), dan
inhalasi (nebulasi, inhalasi dosis terukur).
‐ Antipiretik bila ada demam.
Antibiotik
‐ Amoksilin + antibetalaktamase iv + makrolid baru, atau
‐ Sefalosporin G2, G3 iv + makrolid baru, atau
‐ Kuinolon respirasi (moksifloksasin, levofloksasin, gatifloksasin)
iv
‐ Antivirus: ribavirin 1.2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/kgBB tiap 8
jam iv
PADA KASUS YANG BERAT
Ventilator mekanis bila terjadi gagal napas.
Steroid: hidrokortison 4 mg/KgBB iv tiap 8 jam atau
metilprednisolon iv 240-320 mg tiap hari.
9. Komplikasi KARENA PENYAKIT
Sepsis
Gagal napas
Gagal multi organ
Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
KARENA TINDAKAN
Pneumotoraks
Ventilator associated pneumonia
10. Penyakit Penyerta Penyakit paru kronik
Penyakit gangguan metabolik
Penyakit imunosupresi
Malnutrisi
11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad malam
Ad sanasionam: Dubia ad malam
Ad vitam: Dubia ad malam
| 57
12. nasihat Pengetahuan penyakit SARS: penyebab, cara penularan,
pemakaian alat pelindung diri, dll.
Asupan gizi yang baik.
Pencegahan penyakit SARS antara lain tidak berpergian ke lokasi
transmisi lokal SARS.
Melaksanakan kewaspadaan universal.
13. Indikasi Pulang Secara klinis tak perlu perawatan.
Komplikasi telah di atasi.
Hasil PCR negatif.
AVIAN INFLUENZA
Infeksi yang disebabkan oleh virus influenza subtipe H5N1 yang pada
umumnya menyerang unggas (burung dan ayam).
2. Anamnesis
ada : kontak erat ( jarak ± 1 meter), terpajan, mengkonsumsi
produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna,
kontak erat dengan unggas, memegang/ menangani sampel (hewan
atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam 7 hari
terakhir disertai gejala sebagai berikut.
Riwayat panas atau suhu ≥ 38 0C (99%) ditambah satu atau lebih gejala
berikut.
sesak napas (95%)
batuk (90%)
nyeri tenggorok.
Gejala lain pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare
atau gangguan cerna. Bila ada gejala sesak menandai kelainan
saluran napas bawah yang dapat memburuk dengan cepat.
3. Pemeriksaan Fisik
Suhu ≥ 38 0C
Sesak napas bila sudah ada kelainan paru (pneumonia) frekuensi
napas meningkat, nyeri dada, dapat ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki.
4. Kriteria diagnosa
Seseorang dalam investigasi
Seseorang yang telah diputuskan oleh petugas kesehatan setempat
untuk diinvestigasi terkait kemungkinan infeksi H5N1.
Kasus Suspek H5N1
Seseorang dengan demam, suhu > 38o C disertai satu atau lebih gejala
berikut.
- batuk
- sakit tenggorokan
- pilek
- sesak napas
Definisi kasus suspek dibagi dua yaitu
a. Seseorang dengan demam > 38o C dan ILI.
DAN DISERTAI
Satu atau lebih dari pajanan di bawah ini dalam 7 hari sebelum
gejala.
- Kontak erat dengan pasien terkonfirmasi H5N1.
- Terpajan dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai
unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh
kotoran unggas itu dalam wilayah terjangkit dalam
satu bulan terakhir.
- Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak
dimasak dengan sempurna.
- Kontak erat dengan binatang lain yang telah
dikonfirmasi terinfeksi H5N1. Memegang/ menangani
sampel yang dicurigai mengandung virus H5N1 di
laboratorium.
b. Menangani sampel yang dicurigai mengandung virus H5N1 di
laboratorium.
- Ditemukan leukopeni.
- Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5.
- Foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat
memburuk pada serial foto.
- Seseorang dengan gejala ILI secara klinis dan
radiologis yang cepat mengalami perburukan
meskipun riwayat kontak tidak jelas.
Kasus Probabel H5N1
Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di
bawah ini.
- Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4
kali.
- Terdeteksinya antibodi spesifik H5.
Atau
Seseorang yang meninggal karena penyakit saluran napas akut
yang tidak bisa dijelaskan tetapi diduga terkait H5N1.
Kasus H5N1 terkonfirmasi
Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probabel
DAN DISERTAI
Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu
laboratorium influenza, yang hasil pemeriksaan H5N1-nya:
- Hasil PCR H5N1 positif
- Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1
- Isolasi virus H5N1.
Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum
yang diambil pada hari ke >14 sesudah awitan penyakit disertai
hasil positif uji serologi lain.
5. diagnosa Kerja
Seseorang dalam investigasi
Kasus suspek
Kasius probabel
Kasus terkonfirmasi
6. diagnosa Banding
Pneumonia yang disebabkan virus lain, bakteri, jamur
Demam berdarah
Demam tipoid
HIV dengan infeksi
Leptospirosis
TB paru
7. Pemeriksaan Penunjang
UMUM
Pemeriksaan hematologi pemeriksaan darah rutin (hemoglobin ,
hematokrit leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total)
Pemeriksaan kimia darah: Albumin, globulin, SGOT, SGPT,
ureum, kreatinin, analisis gas darah, analisis gas darah, C Reactive
Protein, Prokalsitonin
Pemeriksaan foto toraks PA/Lateral serial menunjukkan
perburukan yang progresif
Pemerikaan CT- Scan toraks dipertimbangkan pada suspek Flu
burung dengan foto toraks normal
KHUSUS
Spesimen aspirasi nasofaringeal, serum, apus hidung tenggorok atau
cairan tubuh lainnya seperti cairan pleura, cairan ETT (Endotracheal
Tube ), usap dubur pada kasus anak dan diare untuk konfirmasi
diagnostik, dibuktikan dengan:
Uji RT-PCR (Polymerasi Chain Reaction ) untuk H5 yang
primernya spesifik untuk isolat virus H5N1 di Indonesia
Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil
<7 hari sesudah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi
netralisasi konvalesen harus pula >1/80.
Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum
yang diambil pada hari ke >14 sesudah awitan (onset penyakit)
disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah
merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif.
Isolasi virus
Pemeriksaan post mortem (Nekropsi) : untuk pemeriksaan Patologi
Anatomi dan PCR . Jika tidak memungkinkan diambil spesimen
lain: cairan pleura, cairan dari ETT, apusan hidung, apusan
tenggorok, dan usap dubur.
8. PENGOBATAN
MEDIKAMENTOSA
Antiviral diberikan secepat mungkin 48 jam pertama
Pasien suspek flu burung langsung diberikan oseltamivir 2 x 75
mg.
a. Dewasa atau anak < 13 tahun diberikan oseltamivir 2 x 75 mg
selama 5 hari.
b. Anak ≥ 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari
selama 5 hari.
Terapi suportif dan simtomatik.
Antibiotik spektrum luas (mencakup kuman tipikal dan atipikal).
Penatalaksanaan sepsis bila ditemukan sepsis.
Steroid
Pada kondisi syok yang tak respons dengan cairan, golongan
vasopresor, dapat dipertimbangkan pemberian
a. Dewasa: Hidrokortison 200-300mg/hari atau padanannya
metilprednisolon 0,5-1 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
dalam 24 jam ( dosis terbagi setiap 6-8 jam )
b. Anak: Hidrokortison 2 mg/kgBB IV atau padanannya
dexametason 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam atau metilprednisolon
1-2 mg/kgBB IV setiap 6 jam
Immunomodulator
PROFILAKSIS
Dosis 1 X 75 mg diberikan pada kelompok risiko tinggi terpajan
7-10 hari dari pajanan terakhir.
Profilaksis jangka panjang maksimal 6-8 minggu.
NON MEDIKAMENTOSA
Pengendalian infeksi
Makan makanan bergizi
Respiratory care
9. Komplikasi Pneumonia
Gagal napas
ARDS
Multi organ failure
10. Penyakit Penyerta Penyakit paru kronik
Penyakit gangguan metabolik
Penyakit imunosupresi
Malnutrisi
11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad malam
Ad sanasionam: Dubia ad malam
Ad vitam: Dubia ad malam
12. nasihat Pengetahuan penyakit flu burung: penyebab, cara penularan,
pemakaian alat pelindung diri, dll
Asupan gizi yang baik
Pencegahan penyakit flu burung
Melaksanakan kewaspadaan universal
13. Indikasi Pulang INDIKASI KELUAR ICU
sesudah 24 jam pasien disapih dan diekstubasi tanpa adanya kelainan
baru maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan.
KRITERIA PINDAH RAWAT DARI RUANG ISOLASI KE RUANG
PERAWATAN BIASA
Terbukti bukan kasus flu burung.
Untuk kasus PCR positif dipindahkan sesudah PCR negatif.
sesudah tidak demam 7 hari.
Pertimbangan lain dari dokter.
KRITERIA KASUS YANG DIPULANGKAN DARI PERAWATAN
BIASA
Tidak panas 7 hari dan hasil laboratorium dan radiologi
menunjukkan perbaikan.
Pada anak < 12 tahun dengan PCR positif, 21 hari sesudah awitan
(onset) penyakit.
Jika kedua syarat tak dapat dipenuhi maka dilakukan pertimbangan
klinik oleh tim dokter yang merawat.
INFLUENZA A BARU (H1N1)
Infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A Baru (H1N1). Mudah
menular dari manusia ke manusia.
2. Anamnesis
Influenza like ilness (ILI) yaitu demam dengan suhu > 380C, batuk,
pilek, nyeri otot dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang mungkin
menyertai: sakit kepala, sesak napas, nyeri sendi, mual, muntah dan
diare. Gejala klinis fatigue dapat terjadi pada anak.
3. Pemeriksaan Fisik
Mulai tanpa gejala sampai ada gejala.
Bila ada, gejala influenza A (H1N1) sama dengan infeksi virus
influenza secara umum.
Pemeriksaan fisik tergantung organ yang terlibat
Sistemik: demam ≥ 38 0 C
Nasofaring: faringitis
Respirasi : pneumonia
Gastrointestinal : diare, mual dan muntah
Muskuloskeletal: nyeri sendi
Psikologis: letargi, tidak nafsu makan
4. Kriteria diagnosa
Kasus suspek H1N1
Seseorang dengan gejala infeksi pernapasan akut (demam >380C)
mulai dari yang ringan (Influenza like illnes ) sampai dengan
pneumonia, ditambah salah satu keadaan di bawah ini:
- dalam 7 hari sebelum sakit kontak dengan kasus
konfirmasi influenza A (H1N1)
- dalam 7 hari sebelum sakit pernah berkunjung ke area
yang ada satu atau lebih kasus konfirmasi
Influenza A (H1N1)
Probabel
Seseorang dengan gejala di atas disertai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium positif terhadap influenza A tetapi tidak dapat
diketahui subtipenya dengan memakai reagen influenza
musiman.
Atau
Seseorang yang meninggal karena penyakit infeksi saluran
pernapasan akut yang tidak diketahui penyebabnya dan
berhubungan secara epidemiologi (kontak dalam 7 hari sebelum
onset) dengan kasus probabel atau konfirmasi.
Konfirmasi
Seseorang dengan gejala di atas sudah konfirmasi laboratorium
influenza A (H1N1) dengan pemeriksaan satu atau lebih tes di
bawah ini :
‐ Real time (RT) PCR
‐ Kultur virus
‐ Peningkatan 4 kali antibodi spesifik influenza A (H1N1) dengan
netralisasi tes
diagnosa influenza A baru H1N1 secara klinis
Kriteria ringan yaitu gejala ILI, tanpa sesak napas, tidak disertai
pneumonia dan tidak ada faktor risiko.
Kriteria sedang gejala ILI dengan salah satu dari kriteria: faktor
risiko, penumonia ringan (bila ada fasilitas foto toraks) atau
disertai keluhan gastrointestinal yang mengganggu seperti mual,
muntah, diare atau berdasar penilaian klinis dokter yang
merawat.
Kriteria berat bila dijumpai kriteria yaitu pneumonia luas
(bilateral, multilobar), gagal napas, sepsis, syok, kesadaran
menurun, sindrom sesak napas akut (ARDS) atau gagal multi organ.
5. diagnosa Kerja
Suspek H1N1
Probabel H1N1
Konfirmasi H1N1
6. diagnosa Banding
Flu musiman
Flu burung
Demam dengue
Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur
Demam tifoid
HIV dengan infeksi sekunder
TB paru
MERS-Cov
7. Pemeriksaan Penunja ng
UMUM
Laboratorium: pemeriksaan darah rutin (Hb, leukosit, trombosit,
hitung jenis leukosit).
Pemeriksaan apusan (aspirasi nasofaring atau bilasan/ aspirasi
hidung).
Jika belum bisa dengan cara di atas maka dengan kombinasi apusan
hidung dan orofaring.
Pada pasien dengan intubasi dapat diambil secara aspirasi
endotrakeal.
Pemeriksaan kimia darah: albumin, globulin, SGOT, SGPT, ureum,
kreatinin, analisis gas darah.
Pemeriksaan radiologik: PA dan lateral.
Pemerikaan CTscan toraks (bila diperlukan).
KHUSUS
Pemeriksaan laboratorium virologi
Untuk mendiagnosa konfirmasi influenza A (H1N1) dengan cara :
Real time (RT) PCR hanya pada pasien yang dirawat, kluster, kasus
influenza tak lazim
kultur virus
peningkatan 4 kali antibodi spesifik influenza A (H1N1) dengan
netralisasi tes.
8. PENGOBATAN
Medikamentosa
Oseltamivir diberikan secepat mungkin 48 jam pertama.
‐ Pemberian antiviral ini diutamakan pada pasien rawat inap
dan kelompok risiko tinggi komplikasi.
‐ Dewasa atau anak ≥ 14 tahun diberikan oseltamivir 2 x 75 mg
selama 5 hari
‐ Anak (umur,12 bulan atau lebih), BB
o < 15 kg 60mg/ hari terbagi 2 dosis
o 15-23 kg 90mg/ hari terbagi 2 dosis
o 24-40 kg 120mg/ hari terbagi 2 dosis
o > 40 kg 150mg/ hari terbagi 2 dosis
Bila ada tanda-tanda infeksi bakterial diberikan antibiotik spektrum
luas (mencakup kuman tipikal dan atipikal).
Penatalaksanaan sepsis bila ditemukan sepsis.
Terapi suportif.
Penggunaaan kortikosteroid secara rutin harus dihindarkan pada
pasien influenza A baru H1N1. Kortikosteroid dapat diberikan
pada syok septik yang memerlukan vasopresor dan diduga
mengalami adrenal insufisiensi. Kortikosteroid diberikan dengan
dosis rendah: hidrokortison 300 mg /hari dosis terbagi.
Non medikamentosa
Kelompok dengan gejala klinis ringan dipulangkan dengan diberi
obat simtomatis dan KIE untuk waktu istirahat di rumah.
Makan makanan bergizi.
Memakai masker.
9. Komplikasi Gagal napas
Ventilator associated pneumonia (VAP)
Sepsis
ARDS
Gagal multiorgan
10. Penyakit Penyerta PPOK
Penyakit kronik lainnya (penyakit jantung, diabetes mellitus,
gangguan metabolik, penyakit ginjal, hemoglobinopati, penyakit
imunosupresi, gangguan neurologi)
Malnutrisi
Kondisi lain :
- Kehamilan
- Obesitas
11. Prognosis Ad fungsionam: Dubia ad bonam
Ad sanasionam: Dubia ad bonam
Ad vitam: Dubia ad bonam
12. nasihat Penjelasan mengenai penyakit influenza baru (H1N1) antara lain
penyebab dan cara penularan .
Perilaku hidup bersih dan sehat, menghindari kontak dengan
penderita, menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci
tangan dengan sabun dan menerapkan etika batuk ketika sakit ,
memakai alat pelindung diri masih menjadi efektif sebagai upaya
66 |
pencegahan dini infeksi virus ini .
Asupan gizi yang baik.
Melaksanakan kewaspadaan universal.
13. Indikasi Pulang Secara klinis tak perlu perawatan
Komplikasi telah di atasi
Hasil PCR negatif
PANDUAN UMUM PRAKTIK KLINIS
TUBERKULOSIS
TUBERKULOSIS PARU
Infeksi pada jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis
Terduga (Presumptive) TB
yaitu seseorang yang mempunyai keluhan atau gejala klinis
mendukung TB. Gejala utama pasien TB paru yaitu batuk selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dapat disertai dahak, dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas,
badan lemas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali
bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak
harus selalu selama 2 minggu atau lebih.
Pasien TB dengan konfirmasi bakteriologis
yaitu pasien TB yang terbukti positif bakteriologi pada hasil
pemeriksaan (contoh uji bakteriologi yaitu sputum, cairan tubuh dan
jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis langsung, TCM TB, atau
biakan.
Termasuk dalam tipe pasien ini yaitu :
Pasien TB paru BTA positif
Pasien TB paru hasil biakan MTB positif
Pasien TB paru hasil tes cepat MTB positif
Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan
BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena
TB anak yang terdiagnosa dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pasien TB berdasar diagnosa klinis
yaitu pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosa secara
bakteriologis tetapi didiagnosa sebagai pasien TB aktif oleh dokter dan
diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.Termasuk dalam tipe pasien
ini yaitu :
Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB.
Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis
sesudah diberikan antibiotika non OAT dan mempunyai faktor risiko
TB.
Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosa secara klinis maupun
laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
TB anak yang terdiagnosa dengan sistim skoring.
Pasien TB yang terdiagnosa secara klinis jika dikemudian hari
terkonfirmasi secara bakteriologis harus diklasifikasi ulang menjadi
pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.
KLASIFIKASI TB
1. berdasar lokasi anatomis
a. TB paru: kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial.
b. Tb ekstra paru: kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim
paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran
genitorurinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak.
2. berdasar riwayat pengobatan sebelumnya
a. Kasus baru : belum pernah dapat OAT sebelumnya atau riwayat
mendapatkan OAT dengan total dosis kurang dari 28 hari
b. Kasus dengan riwayat pengobatan: pernah mendapatkan OAT 1
bulan atau lebih
c. Kasus kambuh: pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat
ini ditegakkan diagnosa TB kembali.
d. Kasus pengobatan sesudah gagal: sebelumnya sudah pernah
mendapatkan OAT namun dinyatakan gagal pada akhir
pengobatan
e. Kasus sesudah loss to follow up : pernah menelan OAT 1 bulan atau
lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut.
f. Kasus lain-lain: sebelumnya pernah mendapat OAT dan hasil
akhir pengobatan tidak diketahui.
g. Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui: pasien yang
tidak diketahui riwayat pengobatan sebelymnya.
3. berdasar hasil uji kepekaan obat
a. Monoresistan: resistan terhadap salah satu OAT lini pertama
b. Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan
c. Multidrug resistant (TB MDR) : minimal resistan terhadap
isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan
d. Pre-XDR: resistans terhadap salah satu obat golongan
fluorokuinolon atau salah satu OAT injeksi lini dua
e. Extensive drug resistant (TB XDR) : TB MDR yang resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu
OAT injeksi lini dua
4. berdasar status HIV
a. TB dengan HIV positif
b. TB dengan HIV negatif
c. TB dengan status HIV tidak diketahui
2. Anamnesis Gejala utama: batuk berdahak 2 minggu
Gejala tambahan
‐ batuk darah
‐ sesak napas
‐ badan lemas
‐ penurunan nafsu makan
‐ penurunan berat badan yang tidak disengaja
‐ malaise
‐ berkeringat di malam hari tanpa kegiatan fisik
‐ demam subfebris lebih dari satu bulan
‐ nyeri dada
Gejala di atas dapat tidak muncul secara khas pada pasien dengan
koinfeksi HIV.Selain gejala ini , perlu digali riwayat lain untuk
menentukan faktor risiko seperti kontak erat dengan pasien TB,
lingkungan tempat tinggal kumuh dan padat penduduk, dan orang yang
bekerja di lingkungan berisiko menimbulkan pajanan infeksi paru,
misalnya tenaga kesehatan atau aktivis TB.
3. Pemeriksaan fisik Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak
(atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen
posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
4. Kriteria diagnosa Anamnesis, Pemeriksaan fisik, radiologi menyokong TB
Terbukti secara bakteriologik (BTA atau Gene-Xpert atau biakan)
keadaan tertentu terbukti secara histopatologis
Riwayat pengobatan TB sebelumnya
Status HIV bila ada
5. diagnosa kerja Tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis
Tuberkulosis paru terkonfirmasi klinis
berdasar status HIV, dapat dibagi menjadi HIV + dan HIV -
6. diagnosa banding Pneumonia komunitas
Bronkiektasis
Mikosis paru
Tumor paru
Penyakit ini perlu diwaspadai pada kasus yang termasuk risiko tinggi
untuk kanker paru yakni umur 40 – 50 tahun, laki-laki, perokok berat,
BTA sputum (-) tidak menampakkan respons klinik yang memadai
pada awal pengobatan.
7. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan pemeriksaan: dahak, bronchoalveolar lavage (BAL)
Dahak /sputum BTA minimal 2x dengan minimal 1x pagi hari. Untuk
TCM, pemeriksaan dahak cukup 1x/
Cara pemeriksaan dahak dan BAL dilakukan dengan cara
mikroskopik dan biakan
Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen dan atau
pewarnaan Auramin-rhodamin
Biakan bakteri TB dapat memakai media padat (Lowenstein-
Jensen) maupun media cair ( Mycobacteria Growth Indicator
Tube /MGIT)
Tes Cepat Molekuler (TCM) : memakai GeneXpert MTB/RIF
dan atau jenis lain
Uji molekular lainnya: