Rabu, 12 Juli 2023

ekologi hewan 2





















mempengaruhi aktivitas ekosistem berbeda-beda bergantung pada apakah 
faktor tersebut esensial atau komplementer. Sumber daya esensial 
membatasi pertumbuhan jika secara minimum tidak tersedia, sehingga �pertumbuhan tidak berlangsung. Sebaliknya, jika dua sumber daya dapat 
saling menggantikan, pertumbuhan populasi dibatasi jika keduanya tidak 
ada. Sebagai contoh, glukosa dan fruktosa merupakan sumber makanan 
yang bersifat substitusi bagi banyak tipe bakteri. Sumber daya dapat saja 
saling komplementer (melengkapi), yang artinya sejumlah kecil salah satu 
sumber dapat mensubstitusi untuk sejumlah besar sumber lainnya. 
Ketersediaan sumber daya menyediakan apa yang disebut dengan kontrol 
"bottom-up" pada suatu ekosistem. Artinya ialah bahwa suplai energi dan 
nutrien mempengaruhi ekosistem pada tingkatan trofik yang lebih tinggi 
dengan mempengaruhi jumlah energi yang berpindah ke tingkatan yang 
lebih atas pada rantai makanan. 
Pada beberapa kasus, ekosistem dapat lebih kuat dipengaruhi oleh apa 
yang disebut dengan kontrol "top-down", yang artinya kelimpahan 
organisme pada tingkatan trofik yang tinggi dalam ekosistem. Kedua tipe 
pengaruh tersebut bekerja pada ekosistem dalam waktu yang sama, tetapi 
sejauh apa pengaruhnya pada jaring-jaring makanan dan pada interaksi 
trofik pada puncak rantai makanan sangat bervariasi antarwaktu dan 
tempat, serta pada berbagai struktur populasi. Banyak studi ekologis 
dilakukan untuk mengukur apakah kontrol “bottom-up” atau“top-down” 
lebih penting pada ekosistem khusus karena hasilnya penting bagi 
penyusunan strategi perlindungan konservasi dan lingkungan. Sebagai 
contohnya, studi oleh Benjamin S. Halpern dan lainnya tentang kontrol 
jaring-jaring makanan pada ekosistem hutan di lepas pantai Southern 
California menemukan bahwa variasi kelimpahan predator menunjukkan 
secara signifikan proporsi variasi kelimpahan algae dan organisme 
tingkatan trofik tinggi yang memakan algae dan plankton. Mereka 
menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara produksi 
primer oleh kelimpahan algae dan spesies pada tingkatan trofik tinggi. �Spesies yang paling terpengaruh ialah lobster berduri, Kellet's whelk, 
rockfish, dan sea perch. Berdasarkan penemuan ini, penulis menyimpulkan 
bahwa usaha-usaha untuk mengontrol aktivitas yang mempengaruhi 
tingkatan trofik yang lebih tinggi akan memiliki dampak yang lebih jauh dan 
besar pada dinamika komunitas daripada upaya-upaya untuk mengontrol 
lainnya, misalnya pemasukan nutrien. Kekecualian terjadi jika 
pemasukannya sangat besar sehingga dapat menciptakan zona kematian 
(anoksik). 
Perubahan secara drastis pada puncak jaring-jaring makanan dapat 
mendorong efek domino, yaitu mempengaruhi pula banyak tingkatan trofik 
rendah. Efek domino trofik ini bergantung pada sejumlah tingkatan trofik 
dalam ekosistem dan meluas ke predator untuk mereduksi kelimpahan 
tingkatan trofik sampai di bawah daya dukung pada sumber daya yang 
terbatas. 
Beberapa spesies merupakan komponen yang sangat penting untuk 
keseluruhan ekosistem yang kemudian dikenal dengan istilah spesies kunci 
(keystone species). Artinya ialah bahwa mereka menempati niche ekologi 
yang mempengaruhi banyak spesies lainnya. Kehilangan atau turunnya 
populasi spesies kunci ini mengakibatkan dampak yang besar dan serius 
pada ekosistem. Banyak ahli percaya bahwa reintroduksi serigala ke Taman 
Nasional Yellowstone National Park pada tahun 1995 setelah mereka 
dimusnahkan dari kawasan itu melalui perburuan telah menyebabkan 
penurunan satu tingkatan trofik, dan hasil reintroduksi secara umum 
positif. Serigala secara nyata telah menurunkan populasi elk, memberi 
kesempatan pohon willow untuk tumbuh kembali. Pengaruh nyata terjadi 
terutama pada banyak daerah aliran sungai (riparian) tempat elk merumput 
pohon willows secara intensif. Pertumbuhan willow menarik burung�burung dan mamalia kecil dalam jumlah yang besar untuk mengolonisasi 
daerah tersebut. 
4. Perubahan Ekosistem secara Alami 
Hubungan antarspesies merupakan proses yang dinamis yang pada 
akhirnya menentukan ekosistemnya. Proses perubahan komunitas secara 
alami dari waktu ke waktu (tahun, abad, jutaan tahun) disebut suksesi. Pola 
suksesi umum meliputi kolonisasi tumbuhan yang pada akhirnya secara 
suksesif diikuti munculnya komunitas lainnya hingga mencapai klimaksnya. 
Seperti dikemukakan sebelumnya, suksesi ekologis ini diamati melalui 
perubahan struktur komunitasnya sepanjang waktu walaupun sebenarnya 
faktor kimia-fisik lingkungan tidak mungkin dipisahkan. Hal ini disebabkan 
suksesi terjadi secara bertahap dengan bergantinya struktur komunitasnya 
seiring dengan kondisi kimia-fisik lingkungannya. Dalam suksesi ini, satu 
atau beberapa spesies akan mengalami penurunan populasi sedangkan 
lainnya akan meningkat, serta terjadi kolonisasi spesies baru ke tempat 
tersebut. Setiap spesies memiliki kebutuhan khusus akan seperangkat 
faktor lingkungan dengan kisaran yang sesuai sehingga mereka akan 
tumbuh dan bereproduksi. Spesies yang mampu tumbuh dengan cepat 
dengan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan efisien akan 
menghasilkan banyak keturunan sehingga menjadi lebih berlimpah. Kunci 
dari terjadinya suksesi ekosistem ini ialah perubahan ekosistem sehingga 
jika proses ini masih berlangsung, akan terus terjadi perubahan struktur 
komunitasnya seiring dengan perubahan faktor lingkungan lainnya. Suksesi 
ekologis diawali jika terjadi perubahan secara dramatis pada ekosistem 
tersebut, misalnya dasar laut yang mengalami pengangkatan sehingga 
muncul di permukaan laut, ekosistem yang rusak karena bencana alam 
seperti gunung meletus atau meteor yang jatuh. Suksesi bisa juga �disebabkan karena faktor aktivitas manusia seperti pembakaran lahan, 
reklamasi pantai, deforestasi, dan sebagainya. 
Spesies atau organisme yang pertama-tama menginvasi/ 
mengolonisasi daerah kosong biasa disebut sebagai organisme pionir. 
Karakteristik organisme pionir ini ialah kemampuannya dalam 
menggunakan sumber daya yang sangat ekstrim serta unsur hara yang 
sangat miskin dan hampir nol. Dengan mulainya kolonisasi oleh organisme 
pionir ini ditambah dengan faktor alami yang mempercepat pelapukan 
batuan atau substrat menyebabkan peningkatan substrat yang cocok untuk 
hidup organisme, peningkatan kelembaban, serta penambahan unsur hara 
akibat dekomposisi organisme pionir tersebut. Tahap berikutnya dengan 
membaiknya kondisi substrat akan diikuti dengan kolonisasi organisme 
lainnya yang cocok untuk menempati habitat tersebut. Demikian proses 
tersebut berlangsung terus menerus hingga berhenti pada kondisi 
kestabilan dinamis ekosistemnya yang disebut komunitas (ekosistem) 
klimaks. Untuk mencapai klimaks ini diperlukan waktu yang berbeda-beda 
untuk setiap tempat, demikian juga bergantung pada ukuran lokasinya. 
Sebagai contoh, klimaks hutan hujan tropis tercapai setelah ratusan tahun, 
tetapi kolam dapat mencapai klimaks dalam bulan atau tahunan saja. �Suksesi segera terjadi jika ekosistem mengalami kerusakan, dan 
berdasarkan tingkat kerusakannya dibedakan menjadi dua: 
1) Suksesi primer: suksesi primer terjadi jika terjadi pada daerah yang 
benar-benar kosong tanpa organisme yang hidup di dalamnya, 
misalnya dasar laut yang mengalami pengangkatan, pulau yang 
merupakan puncak gunung di dasar laut meletus hingga 
memusnahkan seluruh kehidupan di dalamnya. 
2) Suksesi sekunder: suksesi ini terjadi jika komunitas klimaks mengalami 
gangguan sehingga terjadi kemunduran tahap suksesi, sebagai 
akibatnya komunitas akan mengalami suksesi seperti pada tahap 
sebelumnya untuk menuju komunitas klimaks. 
Memang tidak ada batasan yang absolut untuk membatasi definisi ini 
terutama pada luasan area. Oleh karena itu untuk memudahkan 
pembahasan, dalam buku ini suksesi dibatasi pada kondisi awal terjadinya 
suksesi. Jika dimulai dari kondisi tanpa organisme yang hidup di dalamnya 
dikelompokkan sebagai suksesi primer termasuk dasar laut yang mengalami �pengangkatan sehingga muncul di atas permukaan laut. Komunitas pada 
pulau ini ialah nol (kosong) karena pulau ini sekarang merupakan ekosistem 
darat. Jika suksesi tidak dimulai pada tahap komunitas nol, maka kita 
golongkan sebagai suksesi sekunder. 
Puncak dari suksesi adalah komunitas yang tersususn atas sejumlah 
spesies yang saling berada dalam keseimbangan dinamis, komunitas seperti 
ini disebut komunitas klimaks. Komunitas klimaks menunjukkan akhir dari 
urutan suksesi dan mencapai kestabilan. Tipe komunitas klimaks ditentukan 
oleh faktor-faktor terutama iklim dan suhu, sehingga komunitas klimaks 
yang dicapai pada suatu tempat bisa berbeda dengan tempat lain. 
Walaupun demikian, terdapat pula teori yang membagi suksesi komunitas 
ini menjadi dua, yaitu suksesi berarah dan suksesi tidak berarah. Suksesi 
berarah jika fluktuasi struktur komunitas tetap mengarah pada tahap stabil 
(komunitas klimaks) sesuai dengan faktor iklim dan suhunya. Sebaliknya, 
suksesi tidak berarah selalu berubah-ubah misalnya secara musiman dan 
tidak mengarah pada suatu komunitas akhir yang stabil. Berikut ini disajikan 
gambar yang menunjukkan bagaimana proses suksesi diamati melalui dua 
pendekatan: pendekatan pengamatan pada satu lokasi sepanjang waktu; 
dan pendekatan pengamatan pada lokasi yang berbeda pada saat yang 
sama. �Contoh suksesi yang penulis amati ialah suksesi ekosistem yang 
berlangsung pada gunung aktif kecil di Kota Bitung, Sulawesi Utara, yaitu 
Gunung Batuangus yang memiliki tinggi 450 m dpl. Gunung ini sebagian 
wilayahnya masuk ke dalam Cagar Alam Tangkoko Batuangus dan sebagian 
masuk ke dalam Taman Wisata Alam Batuangus. Letusan terakhir gunung 
ini terjadi sekitar 150 tahun yang lalu, dengan memuntahkan lava yang 
mengalir ke sekitarnya, dan aliran yang paling panjang mencapai sisi timur 
laut ke arah Selat Lembeh. �Dengan letusan tersebut ekosistem di kawasan tersebut dan 
sekitarnya mengalami kemusnahan sehingga menjadi daerah kosong 
organisme. Aliran lava akan membeku menjadi bakuan beku. Seiring 
dengan perjalanan waktu, terjadilah pelapukan batuan karena faktor alam 
seperti suhu panas di siang hari dan dingin di malam hari, hujan, serta 
pelapukan karena bantuan organisme seperti tumbuhan perintis. 
Tumbuhan pionir atau perintis pada batuan lapuk ini ialah lumut kerak 
(lichenes) yang diikuti oleh tumbuhan lumut, paku, dan anggrek. Suksesi 
komunitas tumbuhan berikutnya ialah rumput-rumputan serta pepohonan 
yang menginvasi dari kawasan sekitarnya terutama Cagar Alam Tangkoko 
Batuangus dan Cagar Alam Dua Sudara. Urutan suksesinya dapat dirunut 
seperti disajikan pada gambar berikut ini. �Populasi adalah sekelompok individu dari spesies yang sama yang 
hidup pada regio yang sama pada saat tertentu. Populasi, sebagaimana 
organisme tunggal, memiliki ciri atau atribut yang unik seperti laju 
pertumbuhan, struktur umur, rasio jenis kelamin, dan laju mortalitas. 
Populasi selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu karena faktor 
kelahiran, kematian, dan migrasi atau dispersal individu di antara populasi 
yang terpisah. Jika sumber daya yang diperlukan organisme cukup 
melimpah dan kondisi lingkungan sesuai, populasi dapat meningkat secara 
cepat. Kemampuan populasi untuk meningkat secara maksimum pada 
kondisi optimal disebut potensial biotik. Potensial biotik ditunjukkan 
dengan huruf r jika digunakan dalam persamaan matematis. 
Pada kebanyakan contoh, sumber daya tidaklah tak terbatas dan 
kondisi lingkungan tidaklah optimal. Iklim, makanan, habitat, ketersediaan 
air, dan faktor lainnya yang mendukung pertumbuhan populasi selalu 
terbatas karena resistensi lingkungan. Lingkungan hanya dapat mendukung 
sejumlah individu pada suatu populasi secara terbatas. Jumlah individu 
yang dapat hidup pada suatu habitat atau lingkungan dikenal dengan istilah 
daya dukung (carrying capacity). Daya dukung ditunjukkan dengan huruf K 
jika digunakan dalam persamaan matematis. 
Populasi kadang-kadang dikelompokkan berdasarkan karakteristik 
pertumbuhannya. Spesies yang meningkat jumlahnya sampai mencapai 
daya dukung sesuai dengan lingkungannya dan kemudian berhenti disebut 
spesies terseleksi-K (K-selected). Spesies yang tumbuh secara cepat, sering 
secara eksponensial sesuai dengan kondisi lingkungannya disebut sebagai 
spesies terseleksi-r (r-selected). Spesies terseleksi-K memiliki ciri-ciri 
sebagai berikut: pematangan lambat, usia muda lebih sedikit dan lebih �besar, masa hidup lebih panjang, perawatan oleh induk lebih banyak, 
kompetisi terhadap sumber daya lebih intensif. Karakteristik spesies 
terseleksi-r meliputi: pematangan/pendewasaan cepat, umur muda banyak 
dan lebih kecil, masa hidup lebih pendek, kurang perawatan oleh induk, 
kurang kompetisi terhadap sumber daya. 
Beberapa faktor lingkungan dan biologis memiliki pengaruh yang 
berbeda terhadap populasi bergantung pada kepadatannya (densitas). Jika 
densitas populasi tinggi, faktor-faktor tersebut menjadi pembatas untuk 
keberhasilan populasi. Sebagai contoh, jika individu terkumpul dalam area 
yang kecil, penyakit dapat lebih mudah menyebar daripada populasi yang 
jarang atau densitasnya rendah. Faktor-faktor yang dipengaruhi oleh 
densitas populasi disebut faktor yang bergantung pada densitas (density�dependent factors). Terdapat beberapa faktor yang tidak bergantung pada 
densitas (density-independent factors) antara lain perubahan suhu panas ke 
dingin saat musim dingin dan salinitas air. Faktor pembatas populasi lainnya 
ialah kompetisi intraspesies yang terjadi pada saat individu-individu di 
dalam satu populasi berkompetisi untuk mendapatkan sumber daya yang 
sama. Kadang-kadang kompetisi intraspesies terjadi secara langsung, 
misalnya jika dua individu bertanding atau bersaing untuk mendapatkan 
makanan yang sama, atau bisa terjadi secara tidak langsung, misalnya pada 
saat tindakan satu individu merubah lingkungan dan kemungkinan 
membahayakan terhadap lingkungan individu lainnya. 
Populasi hewan berinteraksi satu sama lain dan dengan lingkungannya 
melalui berbagai cara. Salah satu interaksi primer pada populasi hewan 
terjadi pada saat mencari makan. Hewan yang mengonsumsi tumbuhan 
sebagai sumber makanannya disebut herbivora. Terdapat beberapa tipe 
herbivora. Herbivora yang makan rumput-rumputan disebut perumput 
(grazer). Hewan yang mengonsumsi daun-daunan dan bagian tubuh �tumbuhan berkayu lainnya disebut perenggut (browser), sedangkan yang 
memakan buah, biji, getah, dan polen disebut frugivora. 
Populasi hewan yang memangsa hewan lain disebut pemangsa 
(predator). Populasi yang dimakan predator disebut mangsa (prey). 
Seringkali hubungan antara predator dan mangsa di atas membentuk siklus 
yang kompleks. Jika jumlah mangsa melimpah, jumlah predator juga 
mengalami peningkatan sampai jumlah mangsa berkurang. Sebaliknya pada 
saat jumlah mangsa menurun, jumlah predator juga akan menurun. Jika 
lingkungan menyediakan sumber daya yang memadai untuk pertumbuhan 
populasi mangsa, maka siklus di atas akan berulang kembali. 
Konsep eksklusi kompetisi menyatakan bahwa jika dua spesies yang 
memerlukan sumber daya yang identik, maka keduanya tidak dapat hidup 
bersama (coexist) pada lokasi yang sama. Alasan di balik konsep tersebut 
ialah bahwa satu dari kedua spesies akan beradaptasi secara lebih baik 
pada lingkungan tersebut dan lebih berhasil, sampai akhirnya satu spesies 
lainnya keluar atau punah dari lingkungan tersebut. Walaupun demikian, 
terdapat banyak spesies yang menggunakan sumber daya yang sama dapat 
hidup bersama. Karena lingkungan sangat bervariasi, maka spesies yang 
sedang berkompetisi dapat menggunakan sumber daya dengan cara yang 
berbeda pada saat terjadi kompetisi secara intensif. Pada saat dua spesies 
sedang berinteraksi, sebagai contohnya ialah predator dan mangsa, mereka 
dapat mempengaruhi evolusi satu dengan lainnya. Istilah untuk kejadian ini 
ialah koevolusi yang hasilnya ialah dua spesies yang mempengaruhi (secara 
positif atau negatif) satu sama lain, suatu hubungan yang disebut simbiosis. 
Populasi biasanya dibahas dengan mendeskripsikan parameter atau 
atribut populasi yang meliputi ukuran populasi, kepadatan (densitas) 
populasi, pola sebaran individu, serta pertumbuhan populasi. �1. Ukuran Populasi 
Ukuran populasi (population size) adalah jumlah individu suatu spesies 
yang menempati lokasi tertentu pada waktu tertentu. Ukuran populasi 
bukanlah kondisi yang stabil tetapi sangat dinamis, dalam arti terjadi 
perubahan dalam jumlah individu atau jumlah individu tetap tetapi 
komposisi individunya berubah. Perubahan ukuran populasi disebabkan 
karena tiga faktor yaitu kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), dan 
perpindahan individu (migrasi). Perpindahan individu meliputi dua 
peristiwa, yaitu masuknya individu dari tempat lain (imigrasi) dan keluarnya 
individu ke tempat lain (emigrasi). 
2. Kepadatan Populasi 
Kepadatan populasi (densitas) adalah rata-rata jumlah individu suatu 
populasi pada setiap unit area atau volume. Sebagai contohnya, terdapat 
100 ekor ayam hutan per km2
 hutan Gunung Klabat; 120 ikan pari per km3
di Laut Jawa. 
Ukuran populasi dan densitas merupakan dua komponen yang penting 
dalam penggunaan statistik dan digunakan untuk mendeskripsikan dan 
memahami populasi. Seperti dijelaskan di depan, ukuran populasi merujuk 
pada jumlah individu (N) penyusunnya. Densitas adalah ukuran atau 
jumlah individu pada setiap unit area (luas atau volume). Data keduanya 
memungkinkan seorang ahli menyusun model fluktuasi populasi sepanjang 
waktu. Sebagai contoh, populasi yang besar lebih stabil dibandingkan 
dengan populasi yang lebih kecil. Dengan ukuran yang kecil, maka variasi 
genetiknya juga semakin kecil sehingga mengurangi kapasitas beradaptasi 
terhadap perubahan lingkungan. Individu pada populasi dengan densitas 
rendah relatif tersebar sehingga lebih sulit terjadinya pertemuan untuk 
bereproduksi dibandingkan dengan populasi yang besar. Sebaliknya, pada �populasi yang besar terjadi kompetisi yang besar pula untuk mendapatkan 
makanan, pasangan kawin, dan tempat. 
3. Struktur Populasi 
Individu-individu di dalam suatu populasi dapat dikelompokkan 
berdasarkan atribut tertentu, misalnya berdasarkan kelompok umur dan 
jenis kelamin. Sebagai contohnya, penelitian Saroyo (2009) pada kelompok 
monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko Batuangus 
diperoleh hasil sebagai berikut ini. 
Ukuran dan komposisi Kelompok Rambo II berdasarkan kelas umur 
dan jenis kelamin pada awal penelitian (bulan Januari 2004) disajikan pada 
Tabel 4.1. Pertumbuhan Kelompok Rambo II diamati selama 1 tahun. 
Jumlah kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi direkapitulasi setiap 
bulannya, dan hasilnya disajikan pada Tabel 4.2.


komposisi kelompok berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin pada akhir 
penelitian (bulan Desember 2006) disajikan pada Tabel 4.3. 
Tabel 4.1. Komposisi Kelompok Rambo II pada bulan Januari 2004 
Kel. Umur Jenis Kelamin (ekor) Nisbah
Jantan:Betina Jantan Betina
Bayi 1 -
Anak 26
Pradewasa 3 1
Dewasa 6 14 1: 2,3
Jumlah 51
Tabel 4.2. Rekapitulasi jumlah kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi 
pada Kelompok Rambo II selama tahun 2004 
Bulan Kelahiran 
(ekor) 
Kematian 
(ekor) 
Imigrasi 
(ekor) 
Emigrasi 
(ekor) 
Ukuran
Kelompok
(ekor) 
Januari - - - - 51
Februari - - - - 51
Maret - - - - 51
April - - - - 51
Mei 4 (1♂, 
3♀) 
1 (♀
anak) 
- - 54
Juni - - - 1 (♂) 53
Juli 4 (4♀) - - - 57
Agustus - - - 2 (♂) 55
September 2 (♂) - - - 57
Oktober 2 (1♂, 
1♀) 
1 (♀
bayi) 
- 2 (♂) 56
November 1 (♀) - 2 (♂) 59
Desember - - 1 (♂) 2 (♂) 58
Jumlah 13 2 3 7 58
Pada awal pengamatan (Januari 2004), ukuran Kelompok Rambo II 
sebesar 51 ekor. Selama satu tahun terdapat 13 kelahiran, dua kematian, �

tiga imigrasi, dan tujuh emigrasi. Dengan demikian ukuran kelompok pada 
akhir pengamatan (Desember 2004) sebesar 58 ekor.
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa selama satu tahun terjadi 13 
kelahiran (empat ekor jantan dan sembilan ekor betina) atau sebesar 
25,49% dari total individu kelompok pada awal pengamatan, dua kematian 
(seekor betina anak dan seekor betina bayi) atau 3,92% dari total individu 
awal, tiga kali jantan dewasa masuk kelompok atau 5,88% dari total 
individu awal, dan tujuh kali jantan dewasa keluar kelompok atau 13,73% 
dari total individu awal. Filopatri betina dan migrasi jantan baik imigrasi 
maupun emigrasi menentukan nisbah jantan dan betina dewasa dalam 
kelompok tersebut. 
Kelahiran (natalitas) terjadi pada bulan Mei-November. Jika dilihat 
pertumbuhan kelompok hanya pada Kelompok Rambo II saja seakan-akan 
terdapat musim kawin, tetapi jika diamati pada kelompok lain, misalnya 
Kelompok Rambo I pada bulan-bulan tersebut justru tidak terdapat 
kelahiran, sebanyak 65,22% betina mengalami estrus. Hal ini berbeda 
dengan Kelompok Rambo II yang sebagian besar betinanya (73,33%) sedang 
mengasuh bayi dan hanya sedikit yang menunjukkan tanda-tanda estrus. 
Kematian (mortalitas) secara alami disebabkan faktor kecelakaan, 
umur, dan serangan predator. Kematian betina anak terjadi karena 
serangan predator. Pada tubuh individu tersebut ditemukan bekas-bekas 
cakaran, tetapi tidak ada luka yang besar. Kemungkinan individu ini 
diserang oleh biawak (Varanus salvator). Kematian betina bayi disebabkan 
tertimpa cabang pohon yang menyebabkan atap tengkorak pecah, sehingga 
otak terdedah. Peristiwa ini terjadi pada tanggal bulan Agustus pada saat 
terjadi angin selatan yang cukup kencang. Bayi mampu bertahan selama 
hampir dua bulan dalam kondisi yang lemah karena tidak mampu lagi 
makan dan berjalan jauh dan baru mati pada akhir bulan November. Pada �
perut bayi terdapat empat lubang bekas gigitan. Kemungkinan luka ini 
disebabkan gigitan biawak. Bayi yang mati ini dibawa induknya selama satu 
hari saja, dan pada hari berikutnya sudah tidak dibawa. 
Tabel 4.3. Komposisi Kelompok Rambo II pada bulan Desember 2004 
Kel Umur Jenis Kelamin (ekor) Nisbah
Jantan:Betina Jantan Betina
Bayi 4 9
Anak 23
Remaja 4 -
Dewasa 3 15 1:5
Jumlah 58
Struktur populasi menurut umur dan jenis kelamin merupakan 
karakter yang penting dalam analisis dinamika populasi. Populasi dibagi 
menjadi beberapa kelas umur dan dapat digambarkan sebagai piramida 
struktur populasi. Struktur populasi menurut umur merefleksikan 
mortalias, natalitas, dan juga migrasi. Proporsi jumlah individu antara umur 
tua dan muda bisa sangat bervariasi. Gambar piramida di bawah 
menunjukkan empat model pertumbuhan populasi, yaitu: 
a) Populasi stasioner: natalitas dan mortalitas konstan 
b) Populasi regresif: penurunan natalitas 
c) Populasi progresif: peningkatan natalitas 
d) Populasi yang mengalami bencana (epidemi, bencana alam) �
4. Sebaran Individu 
Densitas populasi yang menunjukkan rata-rata jumlah individu suatu 
populasi per unit area (luas atau volume), tidak menggambarkan sebaran 
(distribusi) individu di dalamnya, apakah merata, tidak merata, atau 
berkelompok. Pola sebaran individu dapat menggambarkan karakteristik 
spesies atau karakteristik lingkungan. Beberapa spesies hewan hidup dalam 
kelompok sosial, misalnya sebagian besar primata, gajah, dan singa, 
sehingga pola sebarannya ditentukan oleh karakteristik spesiesnya. Pola 
sebaran individu juga dipengaruhi oleh sebaran makanannya. Makanan 
sedikit dan tersebar tidak merata menyebabkan sebaran individu suatu 
populasi hewan juga tidak merata. 
Terdapat tiga pola sebaran individu di dalam habitatnya, yaitu: 
a. Merata: jika densitas untuk setiap bagian pada suatu habitat sama atau 
hampir sama. Pola seperti ini biasanya terjadi pada hewan-hewan yang 
hidup pada lingkungan dengan sumber daya yang sangat langka, 
misalnya air di gurun. �
b. Tidak merata: jika densitas untuk setiap bagian pada suatu habitat 
sangat berbeda. Pola seperti ini biasanya terjadi pada hewan-hewan 
yang sangat jarang berinteraksi satu sama lain. 
c. Mengelompok: pola ini sangat umum terjadi pada hewan. Sumber daya 
pada habitat ini biasanya tersebar. 
Gambar 4.3. Pola sebaran individu suatu populasi dalam satu habitat 
5. Dinamika Populasi 
Populasi selalu berubah dari waktu ke waktu baik dalam ukurannya 
maupun dalam komposisi inidividunya. Populasi hewan yang tidak 
terganggu yang hidup pada suatu lingkungan yang juga tidak terganggu 
biasanya berada pada suatu level atau titik keseimbangan dalam ukuran 
populasi, walaupun komposisi individunya berubah-ubah karena proses 
kelahiran, kematian, dan migrasi. Kekecualian terdapat pada populasi baru 
yang menginvasi suatu habitat dengan sumber daya yang melimpah. 
Biasanya populasi hewan akan tumbuh maksimal hingga mencapai suatu 
ukuran maksimal. Dari titik tersebut, populasi bisa stabil atau turun. 
Terdapat dua faktor yang mengontrol dinamika populasi ini, faktor 
pertama disebut faktor yang bergantung pada densitas (density�dependant), pengaruh faktor ini dipengaruhi oleh densitas hewan. Faktor�faktor yang termasuk kelompok ini antara lain kompetisi, predasi, penyakit, �
dan kecelakaan. Faktor kedua disebut faktor yang tidak bergantung pada 
densitas (density-independant), seperti iklim, cuaca, dan bencana alam. 
Dinamika populasi merupakan peristiwa fluktuasi dalam ukuran dan 
komposisi individu suatu populasi. Terdapat tiga model dinamika populasi 
dalam ukuran, yaitu meningkat, menurun, dan tetap/stabil. Pada populasi 
yang tertutup, artinya tidak ada migrasi, hanya dua faktor saja yang 
mempengaruhinya, yaitu jumlah kelahiran dan jumlah kematian. Jika 
jumlah kelahiran lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kematian, 
maka ukuran populasi meningkat (pertumbuhan positif). Jika jumlah 
kelahiran lebih rendah dibandingkan dengan jumlah kematian, maka 
ukuran populasi menurun (pertumbuhan negatif). Sebaliknya jika jumlah 
kelahiran sama dengan jumlah kematian, maka ukuran populasi tetap 
(pertumbuhan nol). Dengan demikian, pertumbuhan nol tidak berarti 
bahwa populasi tersebut tidak mengalami perubahan, tetapi perubahan 
hanya terjadi pada komposisi individunya saja. 
Fluktuasi ukuran populasi dapat bervariasi mengikuti pola tertentu. 
Pola-pola pertumbuhan populasi disajikan pada gambar di bawah ini. 
1) Osilasi populasi (population oscillation): perubahan ukuran populasi 
secara simetris di atas dan di bawah level keseimbangan. 
2) Fluktuasi populasi (population fluctuation): perubahan ukuran populasi 
secara asimetris di atas dan di bawah level keseimbangan. 
3) Minimum kritis (critical minimum): ukuran minimum populasi yang jika 
dilewati maka individu yang tersisa tidak mampu lagi untuk tumbuh. 
4) Kehancuran populasi (population crash): penurunan ukuran populasi 
secara cepat dan mendadak sebagai akibat dari pemanfaatan habitat 
yang berlebihan atau karena bencana alam (banjir, gunung meletus, 
perubahan iklim, meteor jatuh, tsunami, kekeringan) atau penyakit, jika 
ukuran populasi melewati minimum kritis maka populasi akan punah.�5) Erupsi populasi (population eruption): peningkatan ukuran populasi 
secara cepat dan tiba-tiba pada populasi yang sudah ada sebelumnya. 
Erupsi populasi atau eksplosi populasi disebabkan oleh kondisi habitat 
yang tidak biasa seperti hilangnya predator atau melimpahnya 
makanan. 
6) Irupsi populasi (population irruption): peningkatan ukuran populasi 
secara cepat dan tiba-tiba tetapi nonperiodik, sering kali terjadi pada 
saat organisme invasif menginvasi suatu habitat baru. 
Gambar 4.4. Variasi bentuk perubahan dalam ukuran populasi 
Populasi hewan memiliki potensi dalam (innate) untuk tumbuh tak 
terhingga, tetapi lingkungan membatasinya. Faktor-faktor luar yang 
mempengaruhi pertumbuhan populasi dibedakan menjadi dua, yaitu faktor 
langsung (direct factors) dan faktor tidak langsung (indirect factors). Faktor 
langsung meliputi: predasi (Pd), kelaparan (Kl), penyakit (Pk), kecelakaan 
(Kc), dan perburuan (Pr). Faktor tidak langsung yang kadang-kadang disebut 
faktor kesejahteraan (welfare factors) yang sering menyebabkan 
ketersediaan sumber daya seperti makanan, air, mineral, naungan secara 
berkala atau permanen sehingga terjadi osilasi atau fluktuasi. Contoh faktor 
tidak langsung ialah fluktuasi iklim (Fi), kebakaran (Kb), perusakan habitat �
(Ph), suksesi (S), dan bencana alam (Ba). Pengaruh keseluruhan faktor 
tersebut dinamakan resistensi lingkungan (environment resistance), yang 
mempengaruhi pertumbuhan populasi agar tetap berada pada level 
keseimbangan. Level ini disebut daya dukung (carrying capacity) (K). 
Gambar 4.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi: 
faktor langsung (Predasi/Pd, Kelaparan/Kl, Penyakit/Pk, Kecelakaan/Kc, dan 
Perburuan/Pr); faktor tidak langsung (Fluktuasi iklim/Fi, Kebakaran/Kb, 
Perusakan habitat/Ph, Suksesi/S, dan Bencana alam/Ba) 
Predasi (Pemangsaan) 
Predasi adalah peristiwa pemangsaan oleh pemangsa (predator) 
terhadap mangsa (prey). Dalam suatu habitat, kedua golongan hewan 
tersebut memiliki hubungan evolusi yang unik karena keduanya saling 
bergantung untuk menyehatkan populasinya. Secara evolusi keduanya 
mengembangkan strategi yang berlawanan, predator berusaha 
meningkatkan angka predasi, sedangkan mangsa berusaha menurunkan 
angka predasi. Angka predasi didefinisikan sebagai jumlah mangsa yang 
dibunuh perpredator pertahun pada suatu lokasi tertentu. 
Pengaruh predasi antara lain disajikan berikut ini (van Lavieren, 1983): 
a) Predator membantu populasi mangsa tetap dalam jumlah yang sesuai 
dengan daya dukung lingkungan, mencegah terjadinya ledakan populasi �mangsa yang justru akan berakibat buruk bagi populasi mangsa, 
misalnya terjadinya kelaparan. 
b) Populasi predator cenderung tetap berada pada level tidak terlalu besar 
melalui beberapa mekanisme, antara lain: menurunkan angka 
reproduksi, peningkatan mortalitas bayi (pembiaran/ pengabaian, 
penyakit, kelaparan), penurunan jumlah bayi per kelahiran, interval 
kelahiran yang lebih lama. Predator memiliki pengaturan internal 
(otoregulasi) dengan tidak membiarkan predator terlalu berdesakan 
dengan mempertahankan pemisahan daerah perburuan predator. 
c) Populasi predator mempertahankan populasi mangsa agar tetap “sehat” 
dalam arti yang dimangsa biasanya individu yang lemah, sakit, atau tua. 
Populasi predator satu juga mengontrol populasi predator lain, misalnya 
singa di Afrika cenderung akan membunuh anak hyena.
d) Predator besar mempertahankan populasi ungulata dalam jumlah 
rendah sehingga dapat mencegah pemanfaatan berlebihan pada 
habitat. 
e) Tingkat preferensi (kesukaan) akan jenis mangsa bergantung pada 
ketertangkapan (catchability) dan kelimpahan mangsa. Predator 
fakultatif akan lebih mudah dalam mendapatkan mangsa dibandingkan 
dengan predator selektif yang hanya memangsa spesies tertentu saja. 
f) Berdasarkan metode perburuan oleh predator dibedakan dua macam 
predator: tipe mengejar (chaser) misalnya pada anjing liar dan tipe 
mengintai (stalker) seperti harimau dan macan tutul. Untuk menghidari
predator tipe pertama, mangsa mengandalkan kecepatan, ketangkasan, 
kekuatan, dan ketahanan; sementara untuk predator tipe kedua, 
mangsa mengandalkan kemampuan pendengaran, penciuman, 
kecepatan reaksi yang tinggi, dan ketangkasan. �Kelaparan (Kompetisi) 
Kelaparan terjadi pada saat hewan sulit untuk mengakses terhadap 
sumber makanan. Hal ini terjadi karena beberapa sebab, antara lain 
pengaruh musim yang menyebabkan tumbuhan menjadi kering sehingga 
herbivora menjadi kelaparan, atau predator mengalami kelaparan karena 
sedikitnya populasi mangsa. Keterbatasan makanan baik jumlah maupun 
lokasinya yang tersebar menyebabkan kompetisi yang tinggi. 
Derajad kompetisi untuk suatu sumber daya dipengaruhi oleh dua 
faktor, yaitu ketersediaan sumber daya dan jumlah individu yang 
menggunakan sumber daya tersebut. Terdapat dua macam kompetisi yaitu 
kompetisi intraspesies dan kompetisi antarspesies (interspesies). Kompetisi 
intraspesies ialah kompetisi yang terjadi di antara individu-individu di 
dalam satu spesies. Sebagai contohnya ialah kompetisi banteng (Bos 
sondaicus) dalam memperebutkan lokasi merumput, air minum, atau 
pejantan memperebutkan betina. Kompetisi antarspesies ialah kompetisi 
yang terjadi pada individu-individu dari spesies yang berbeda. Misalnya 
kompetisi antara banteng dan kerbau liar (Bubalus bubalis) untuk 
merumput di Taman Nasional Baluran di Jawa Timur; atau antara burung 
gelatik (Lonchura oryzivora) dan burung gereja (Passer montanus) dalam 
mencari makan. Derajad kompetisi yang tinggi terjadi jika hewan-hewan 
yang memanfaatkan atau menggunakan sumber daya yang sama, misalnya 
makanan, air, dan tempat. �Penyakit 
Penyakit juga dapat mempengaruhi ukuran populasi. Penyakit pada 
hewan liar belum pernah menyebabkan kepunahan populasi. Penyakit 
degeneratif secara otomatis akan diderita oleh hewan pada usia lanjut 
akibat proses penuaan. Pada monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra) 
dilaporkan akan mengalami diabetes pada usia tua secara otomatis. 
Penyakit ini tidak menular dari satu individu ke individu lainnya. Penyakit 
yang dapat menular ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, 
jamur, bakteri, cacing, atau parasit lainnya (misalnya ektoparasit). Transmisi 
penyakit dari satu individu ke individu lain dapat terjadi melalui beberapa 
cara seperti dijelaskan di bawah ini. 
a) Beberapa jenis penyakit dapat ditransmisikan melalui kotoran hewan, 
misalnya cacing parasit pada saluran pencernaan hewan (cacing kremi, 
cacing gelang, caing tambang), atau bakteri dan protozoa penyebab 
diare. Telur atau larva cacing, bakteri, dan protozoa dapat masuk ke 
saluran pencernaan hewan lain melalui air minum dan makanan atau 
bahkan beberapa cacing parasit hewan dapat menembus kulit inang. �b) Penyakit oleh virus (misalnya influenza) dan yang ditularkan oleh bakteri 
semacam tuberkulosis dapat ditularkan melalui udara jika individu 
berdekatan dengan penderita. 
c) Virus rabies dapat ditularkan dari satu hewan ke hewan lain karena 
gigitan. 
d) Ektoparasit seperti skabies (kudis) dan kutu dapat berpindah ke individu 
lain pada saat kontak tubuh. 
e) Beberapa penyakit seperti penyakit tidur di Afrika ditularkan melalui 
vektor nyamuk. 
Kecelakaan 
Kecelakaan dapat dialami oleh hewan dan bisa berakibat sangat fatal. 
Hewan mangsa yang luka (misalnya zebra, wildebeest, rusa) di Afrika akan 
lebih mudah ditangkap oleh predator. Kecelakaan pada satwa liar dapat 
terjadi karena beberapa sebab, antara lain jatuh pada saat berlari, tertimpa 
pohon, jatuh pada saat menuruni lereng, atau bayi monyet yang jatuh dari 
pohon. 
Otokontrol 
Hewan liar memiliki pengontrolan populasi secara internal, walaupun 
osilasi atau fluktuasi bisa saja terjadi, tetapi biasanya hanya di sekitaran 
level keseimbangan. Faktor perubahan secara alami seperti kekeringan, 
banjir, kebakaran bisa menurunkan ukuran populasi secara drastis, tetapi 
populasi akan tumbuh segera setelah faktor lingkungan kembali optimal. 
Pengontrolan dari dalam populasi secara mudah diamati pada hewan 
yang hidup berkelompok atau memiliki perilaku sosial yang kuat. Pada 
spesies antelope tertentu, hewan jantan memiliki teritorial masing-masing 
dan hanya kawin dengan betina yang memasuki teritorinya. Perilaku ini �mengurangi kuantitas perkawinan yang dapat menurunkan angka 
reproduksi. Pada primata (misalnya genus Macaca) terdapat tingkatan 
status (dominansi) pada yang jantan sehingga dapat mengurangi frekuensi 
kawin pada kelompok. Pada populasi yang sudah sangat sesak, hewan 
betina cenderung melahirkan sedikit bayi serta masa interval reproduksinya 
diperpanjang. 
Angka Kelahiran (Birth Rate) 
Angka kelahiran dibedakan menjadi dua, yaitu angka kelahiran kasar 
dan angka kelahiran pada umur spesifik. 
a) Angka kelahiran kasar (crude birth rate atau crude natality) didefinisikan 
sebagai rasio jumlah kelahiran (B) selama suatu periode tertentu dengan 
total populasi (N) dengan rumus perhitungan: 
 b = B/N 
 N biasanya 1000 individu, untuk mamalia besar waktu yang sering 
digunakan ialah 1 tahun, oleh karena itu b adalah jumlah kelahiran 
hidup per 1000 individu per tahun. 
b) Angka kelahiran pada umur spesifik (b) didefinisikan sebagai jumlah 
kelahiran dari induk betina umur tertentu (x) selama periode waktu 
tertentu dibagi jumlah betina populasi (Nx). Dengan demikian rumus 
perhitungannya menjadi: 
 b = Bx/Nx 
Angka Fekunditas 
Definisi tentang fekunditas sering membingungkan, tetapi dalam buku 
ini didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup individu betina per betina 
pada periode waktu tertentu, misalnya satu tahun. Angka fekunditas umur 
spesifik (mx) didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup individu betina �pada betina umur tertentu (x) selama interval waktu tertentu, dirumuskan 
sebagai berikut: 
mx = Bfx/Nx
; Bfx artinya jumlah anak perempuan hidup yang dilahirkan oleh 
betina pada kelompok umur tertentu (x) selama periode satu tahun; dan Nx
adalah total jumlah betina pada kelompok umur tertentu. 
Angka kematian (Death Rate) 
Seperti halnya angka kelahiran, angka kematian (death/mortality rate) 
dibedakan menjadi angka mortalitas kasar dan angka mortalitas pada 
kelompok umur tertentu. 
a. Kematian kasar diperoleh dengan menghitung rasio jumlah kematian (D) 
dan total populasi pada periode waktu tertentu, pada mamalia besar 
digunakan satu tahun. Rumus yang digunakan ialah: 
d = D/N 
Pada mamalia besar angka kematian kasar biasanya merujuk pada 
jumlah kematian per 1000 hewan setiap tahun. 
b. Kematian pada umur tertentu (dx) dihitung dengan mengurangi jumlah 
individu hidup pada awal tahun dengan jumlah yang hidup di akhir 
interval umur. 
Sebagai contoh: jumlah individu pada akhir interval umur 0-1 tahun 
hanya 460 ekor dari jumlah kelahiran selamat 1000, maka mortalitas 
pada umur spesifik tersebut adalah: 
d0 = 1000 - 460 = 540 atau 0,540 atau 54%. 
c. Angka Kematian pada kelas umur spesifik 
Angka Kematian pada kelas umur spesifik didefinisikan sebagai proporsi 
hewan hidup pada umur x yang mati sebelum x + 1 dengan rumus 
perhitungan: �qx
 = dx
 / lx
; dengan d adalah jumlah kematian kelas umur x selama 
interval waktu tersebut dan lx
 adalah jumlah yang sintas (bertahan 
hidup) pada awal interval kelas umur. Sebagai contoh: suatu kohort 
1000 ekor (l0) setelah akhir interval umur hanya 460 yang sintas, angka 
kematian untuk kelas umur pertama (q0) adalah: 
qo = d0 / l0 = (1000-460) / 1000 = 0,540 atau 54%. 
Jika pada akhir interval umur berikut (1-2) kohort hanya 440 dari 1000 
ekor sebelumnya maka q1 adalah: 
q1 = d1 / l1 = (460 - 460)/460 = 0,043 atau 4,3%. 
d. Angka Kesintasan pada umur spesifik (Age-specific survival rate) 
Angka Kesintasan pada umur spesifik didefinisikan sebagai proporsi 
hewan hidup pada umur x yang sintas sampai umur x + 1. Nilai px
diperoleh dengan mengurangi 1 dengan nilai qx
, oleh karena itu qx
 + px
 
= 1. 
Contoh: jika q0 = 0,540, maka p0 = 1 – 0,540 atau 0,560. 
Tabel Hidup 
Tabel hidup digunakan untuk menghitung mortalitas umur spesifik, 
angka kesintasan, dan ekspektansi. Tabel ini disusun secara terpisah 
berdasarkan jenis kelamin, karena mortalitas jantan dan betina tidak selalu 
sama. Contoh tabel hidup disajikan di bawah ini (van Lavieren, 1983). �

Kurva Kesintasan (Survivorship Curve) 
Setiap spesies memiliki angka kematian yang berbeda-beda sehingga 
kurva kesintasan juga berbeda-beda. Di bawah ini disajikan tiga tipe kurva 
kesintasan, walaupun dalam kenyataannya bentuk kurva sangat bervariasi. 
Ploting lx dari tabel ekspektansi dalam kurva logaritma versus x 
menunjukkan gambaran suatu kurva yang dikenal sebagai kurva kesintasan. 
Terdapat kelas umum kurva kesintasan yang ditunjukkan pada gambar di 
atas. 
1. Kurva tipe I merupakan ciri populasi dengan kematian besar pada 
kelompok umur tua (misalnya manusia di negara berkembang). 
2. Kurva tipe II terjadi jika mortalitas tidak bergantung pada umur 
(misalnya banyak spesies burung besar dan ikan). Untuk populasi tak 
terhingga (infinite), e0 = e1 = …, tetapi tidak berlaku untuk populasi 
terhingga (finite). 
3. Kurva tipe II terjadi jika kematian juvenile (umur sangat muda) sangat 
besar (misalnya spesies hewan yang menghasilkan banyak keturunan 
tetapi hanya sedikit yang bertahan hidup). Pada tipe ini, ei+1> ei
, atau 
dengan kata lain ekspektansi hidup meningkat untuk individu yang 
bertahan pada periode umur muda. 
Kurva tipe I seperti pada kasus manusia dan mamalia besar yang 
memiliki jumlah keturunan sedikit tetapi jumlah waktu dan energi yang 
dikeluarkan untuk merawatnya (Seleksi-K) besar. Pada kurva tipe II (kurva 
datar) ditunjukkan pada populasi kadal, burung-burung bertengger 
(perching birds), dan rodentia. Pada beberapa spesies yang menghasilkan 
banyak keturunan tetapi hanya melakukan sedikit perawatan (Seleksi-r), 
mortalitas secara besar terjadi pada umur muda. Contoh hewan dengan 
model kurva ini antara lain pada banyak serangga (laron) dan kerang�kerangan. Banyak populasi yang memiliki kurva yang kompleks seperti 
burung pipit memiliki mortalitas yang tinggi pada tahun pertama, tetapi 
untuk tahun-tahun berikutnya relatif konstan sampai mati. Contoh kurva 
kesintasan untuk tabel hidup kambing gunung Himalaya (Hemitragus 
jemlahicus) betina disajikan berikut ini. �
Panjang Hidup, Lama Hidup, Harapan Hidup 
Berapa lama hewan hidup? Hal ini bergantung pada kemampuan 
spesies hewan untuk hidup serta faktor tahanan lingkungan. 
1) Panjang hidup (longevity): umur yang dapat dicapai oleh hewan jika 
tidak ada tahanan lingkungan. Tahanan lingkungan meliputi kompetisi 
dan predasi, atau faktor lingkungan lainnya. 
2) Lama hidup (lifespan): interval waktu antara hewan lahir/menetas dan 
mati. Rata-rata lama hidup hewan secara individual disebut harapan 
hidup pada saat lahir (e0). 
3) Harapan hidup (life expectancy) (ex): rata-rata umur anggota suatu kelas 
umur (x) yang dapat dicapai. Harapan hidup dihitung dengan rumus: 
 ex
 =( ∑ Lx
 / lx) - ½ dimana Lx = rata-rata jumlah hewan yang bertahan 
pada interval umur x dan x-1 
 Lx = (lx
 + Lx+1) / 2 �
Laju Peningkatan 
Model pertumbuhan teoritis suatu populasi makhluk hidup disajikan 
pada gambar kurva S di bawah. Kurva geometris mewakili fungsi 
eksponensial. Model ini dikenal sebagai kurva logistik dan memiliki bentuk 
seperti huruf S sehingga disebut kurva S. Bentuk kurva tersebut ditentukan 
oleh angka (laju) peningkatan (rate of increase). 
Angka kasar diperoleh secara sederhana dengan mengurangkan 
kematian (d) dari kelahiran (b). Ini disebut angka (laju) kasar peningkatan 
alami. Sebagai contoh: antara tahun 1965 – 1970 populasi orang Kolumbia 
mempunyai angka kelahiran kasar b = 0,0044 yang berarti bahwa terdapat 
44 kelahiran per 1000 penduduk per tahun. Selama periode yang sama 
angka kematian kasar d = 0,009 (9 kematian per 1000 penduduk per tahun). 
Laju peningkatan alami populasi ialah 0,044-0,009 = 0,035 atau 3,5%, 
sangat tinggi untuk ukuran pertumbuhan populasi manusia. 
1) Angka (Laju) peningkatan terhingga atau finite rate of increase (er
Angka peningkatan paling sederhana adalah pelipatan secara linear atau 
angka peningkatan terhingga atau pertumbuhan perkalian. Jika suatu 
populasi meningkat dari 13.000 pada tahun 1980 menjadi 14.500 pada 
tahun 1981, maka terjadi peningkatan sebesar 1,12. Pada tahun 1982 
misalnyamengalami penurunan lagi menjadi 13.000, maka faktor 
pengalinya 0,89. 1,12 dan 0,89 merupakan nilai pengali pertumbuhan (f) 
maka: 
Nt
 = N0f
Dimana N0 adalah ukuran populasi pada saat permulaan periode t, Nt
adalah ukuran populasi pada akhir periode t. Sekarang f kita ganti 
dengan er dimana e adalah logaritma dasar alami atau logaritma napirin 
(e = 2,71828) dan r adalah angka peningkatan eksponensial, sehingga 
rumus di atas dapat ditulis menjadi: �
Nt
 = N0e
rt 
Jika diterapkan pada contoh di atas: 
Untuk tahun 1980 – 1981: N1981 = N1980e
rt(t=1) atau 14.500 = 13.000 x 1,12 
Untuk tahun 1980 -1981: N1982 = N1981e
rt (t=1) atau 13.000 = 14.500 x 0,89 
Untuk ahli kependudukan, nilai er
 = 2 atau er
 = ½ penting untuk 
memrediksi waktu doubling atau waktu paruh populasi. 
2) Angka peningkatan eksponensial (r) 
Rumus untuk menghitung pertumbuhan populasi pada kondisi 
lingkungan yang tidak terbatas ialah: loge Nt
 = loge N0 + r t 
Jika diterapkan pada contoh di depan selama 1 tahun, maka akan 
menjadi pertumbuhan linear 
loge 14.500 = loge N0 + rt 
r = loge 14.500 – loge 13.000 
r = 0,12�
3) Angka peningkatan intrinsik 
Konsep lingkungan tak terbatas seperti dikemukakan di depan berarti 
bahwa lingkungan akan memenuhi seluruh kebutuhan populasi tanpa 
batas. Pada kenyataannya, tidak ada lingkungan yang tidak terbatas, 
selalu ada resistensi lingkungan, apakah kompetisi, predasi, penyakit, �
dan sebagainya. Pertumbuhan seperti itu terjadi pada awal permulaan 
kurva S sampai dengan titik sebelum mengalami pembelokan garis 
kurva, yang selanjutnya menjadi pertumbuhan pada lingkungan 
terbatas. Laju peningkatan eksponensial selama fase awal disebut laju 
peningkatan intrinsik, rm. Alasan mengapa badak memiliki angka 
pertumbuhan intrinsik yang rendah daripada tikus di alam karena: 
konstitusi genetik dan kemampuan menggunakan dan mengeksploitasi 
lingkungan hidupnya. Oleh sebab itu, rm juga dikenal sebagai laju 
peningkatan instantaneous (sesaat). 
4) Pertumbuhan populasi dalam lingkungan terbatas 
Tidak ada lingkungan yang tidak terbatas selamanya. Pertumbuhan 
populasi spesies invasif mungkin akan eksponensial sampai beberapa 
saat sampai kemudian lingkungan menjadi terbatas sehingga terjadi 
penurunan laju pertumbuhannya akibat terjadinya resistensi atau 
tahanan lingkungan. Dalam hal ini dikenal konsep daya dukung 
(carrying capacity) atau K, yaitu jumlah individu maksimal yang mampu
ditopang lingkungan. Dengan konsep ini rumus pertumbuhan populasi 
menjadi: 
 K-N 
Nt
 = N0 er
 ( ) t 
 K 
Hubungan antara rm da r adalah sebagai berikut: 
 K - N 
r = rm ( ) 
 K 
5) Konsep spesies terseleksi-r dan terseleksi-K
Jika suatu spesies mengolonisasi suatu area dua tahap dapat 
diidentifikasi: �

a. Tahap jarang (uncrowded stage): densitas hewan rendah, 
lingkungan masih tidak terbatas. Pada tahap ini, spesies dengan laju 
reproduksi dan pertumbuhan sangat tinggi dan sebagian besar 
bertahan. Ini merupakan seleksi-r dengan laju pertumbuhan secara 
intrinsik. 
b. Tahap sesak (crowded stage): jika lebih banyak spesies dan lebih 
banyak individu menempati area tersebut, lingkungan menjadi 
terbatas sehingga muncul resistensi lingkungan, menyebabkan 
pertumbuhan menjadi menurun. Seleksi-K lebih dominan terjadi 
pada situasi ini. 
Organisme yang terseleksi-r cenderung memiliki tubuh yang kecil, 
masa hidup pendek, oportunistik, dan tumbuh secara tidak teratur dalam 
siklus populasi antara ledakan populasi serta penurunan populasi. 
Organisme dengan tipe seleksi ini antara lain serangga, dan spesies yang 
lebih besar seperti katak dan tikus. Spesies yang sering digolongkan sebagai 
hama biasanya merupakan spesies terseleksi-r ini dengan kemampuan 
pertumbuhan yang cepat jika kondisi lingkungan cocok. Sebaliknya, spesies 
terseleksi-K memiliki karakteristik berukuran besar, pertumbuhan populasi 
lambat, memiliki sedikit anak, dan merawat anak secara intensif. Sebagai 
contoh organisme dengan tipe seleksi ini ialah mamalia besar dan burung. 
Spesies dengan terseleksi-K lebih mudah mengalami kepunahan dari pada 
spesies terseleksi-r karena spesies yang pertama lebih lama menjadi 
dewasa dan hanya menghasilkan sedikit keturunan. Di bawah disajikan 
tabel yang memuat karakteristik reproduksi mamalia dengan seleksi-r serta 
mamalia terseleksi-K (www.learner.org). �

Di alam terdapat banyak interaksi dan hubungan yang kompleks di 
antara hewan dan lingkungannya. Hewan hidup membentuk kelompok 
dengan sistem hierarki yang kompleks, dari individu-populasi-komunitas, 
sampai ekosistem. Hubungan antarindividu maupun antarpopulasi tidaklah 
statis tetapi sangat dinamis yang menyangkut aliran materi dan energi. 
Aliran energi dari satu organisme ke organisme lainnya dapat digambarkan 
dalam piramida atau rantai makanan yang secara kompleks membentuk 
jaring-jaring makanan. 
Kita dapat mendefinisikan komunitas secara sederhana sebagai satu 
kumpulan populasi yang saling berinteraksi. Komunitas dapat 
dikarakterisasi menurut beberapa cara, sebagai contoh dideskripsikan 
menurut spesies yang menonjol atau lingkungan fisiknya (komunitas gurun, 
komunitas kolam, komunitas hutan meranggas). Karakteristik level 
komunitas mencakup: 
1) Diversitas: jumlah spesies di dalam komunitas 
2) Kelimpahan relatif: kelimpahan relatif suatu spesies terhadap 
kelimpahan seluruh spesies dalam komunitas 
3) Stabilitas: ukuran bagaimana komunitas berubah sepanjang waktu. 
Hubungan antarpopulasi di dalam suatu komunitas sangat kompleks, 
sangat bervariasi yang meliputi hubungan positif, negatif, dan interaksi 
mutual. Contoh hubungan dalam komunitas meliputi kompetisi (untuk 
sumber daya makanan, habitat peneluran, atau sumber daya lainnya), 
parasitisme, dan herbivori. �1. Hubungan Netral 
Di dalam ekosistem, tidak mungkin ada hubungan netral seratus 
persen di antara individu, maupun antarspesies. Yang ada adalah hubungan 
dengan sedikit sekali pengaruh satu organisme terhadap organisme 
lainnya. Mereka hidup pada satu ruang dan waktu, sehingga sekecil apapun 
tetap saling berinteraksi, misalnya dalam penyerapan air dan CO2 pada 
tumbuhan satu dengan yang lain, pengambilan oksigen antara hewan satu 
dengan yang lain. Contoh hubungan yang dianggap netral barangkali antara 
satu individu pohon dengan individu pohon lain berjarak 1 kilometer. 
Walaupun hanya sedikit mereka tetap menggunakan sumber daya yang 
sama seperti CO2 untuk proses fotosintesis dan O2 untuk proses respirasi. 
2. Hubungan Simbiosis 
Memang istilah simbiosis sering kali diterapkan pada seluruh 
hubungan yang sebenarnya lebih sesuai dengan istilah asosiasi. Simbiosis 
harusnya diterapkan pada organisme-organisme yang sangat erat 
hubungannya, bahkan keduanya atau salah satunya tidak bisa hidup jika 
dipisahkan. Hubungan yang sangat erat ini misalnya pada hidup bersama 
antara akar tumbuhan legume dengan bakteri Rhizobium, antara jamur 
dengan akar pohon (Mycorhiza), serta hubungan antara algae dan jamur 
pada lychenes. Memang banyak hubungan ini terjadi pada tumbuhan, 
bakteri, algae, dan jamur, sedangkan pada hewan hanya beberapa contoh 
saja, misalnya antara sapi dan kutu sapi. Kutu sapi memiliki ketergantungan 
mutlak pada inangnya. Hubungan antara parasit dan inang biasanya spesifik 
spesies. Karena istilah simbiosis sudah sangat umum digunakan untuk 
bentuk-bentuk asosiasi, sehingga dalam buku ini masih menggunakan 
istilah simbiosis. �