Rabu, 12 Juli 2023
Home »
ekologi hewan 2
» ekologi hewan 2
ekologi hewan 2
Juli 12, 2023
ekologi hewan 2
mempengaruhi aktivitas ekosistem berbeda-beda bergantung pada apakah
faktor tersebut esensial atau komplementer. Sumber daya esensial
membatasi pertumbuhan jika secara minimum tidak tersedia, sehingga �pertumbuhan tidak berlangsung. Sebaliknya, jika dua sumber daya dapat
saling menggantikan, pertumbuhan populasi dibatasi jika keduanya tidak
ada. Sebagai contoh, glukosa dan fruktosa merupakan sumber makanan
yang bersifat substitusi bagi banyak tipe bakteri. Sumber daya dapat saja
saling komplementer (melengkapi), yang artinya sejumlah kecil salah satu
sumber dapat mensubstitusi untuk sejumlah besar sumber lainnya.
Ketersediaan sumber daya menyediakan apa yang disebut dengan kontrol
"bottom-up" pada suatu ekosistem. Artinya ialah bahwa suplai energi dan
nutrien mempengaruhi ekosistem pada tingkatan trofik yang lebih tinggi
dengan mempengaruhi jumlah energi yang berpindah ke tingkatan yang
lebih atas pada rantai makanan.
Pada beberapa kasus, ekosistem dapat lebih kuat dipengaruhi oleh apa
yang disebut dengan kontrol "top-down", yang artinya kelimpahan
organisme pada tingkatan trofik yang tinggi dalam ekosistem. Kedua tipe
pengaruh tersebut bekerja pada ekosistem dalam waktu yang sama, tetapi
sejauh apa pengaruhnya pada jaring-jaring makanan dan pada interaksi
trofik pada puncak rantai makanan sangat bervariasi antarwaktu dan
tempat, serta pada berbagai struktur populasi. Banyak studi ekologis
dilakukan untuk mengukur apakah kontrol “bottom-up” atau“top-down”
lebih penting pada ekosistem khusus karena hasilnya penting bagi
penyusunan strategi perlindungan konservasi dan lingkungan. Sebagai
contohnya, studi oleh Benjamin S. Halpern dan lainnya tentang kontrol
jaring-jaring makanan pada ekosistem hutan di lepas pantai Southern
California menemukan bahwa variasi kelimpahan predator menunjukkan
secara signifikan proporsi variasi kelimpahan algae dan organisme
tingkatan trofik tinggi yang memakan algae dan plankton. Mereka
menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara produksi
primer oleh kelimpahan algae dan spesies pada tingkatan trofik tinggi. �Spesies yang paling terpengaruh ialah lobster berduri, Kellet's whelk,
rockfish, dan sea perch. Berdasarkan penemuan ini, penulis menyimpulkan
bahwa usaha-usaha untuk mengontrol aktivitas yang mempengaruhi
tingkatan trofik yang lebih tinggi akan memiliki dampak yang lebih jauh dan
besar pada dinamika komunitas daripada upaya-upaya untuk mengontrol
lainnya, misalnya pemasukan nutrien. Kekecualian terjadi jika
pemasukannya sangat besar sehingga dapat menciptakan zona kematian
(anoksik).
Perubahan secara drastis pada puncak jaring-jaring makanan dapat
mendorong efek domino, yaitu mempengaruhi pula banyak tingkatan trofik
rendah. Efek domino trofik ini bergantung pada sejumlah tingkatan trofik
dalam ekosistem dan meluas ke predator untuk mereduksi kelimpahan
tingkatan trofik sampai di bawah daya dukung pada sumber daya yang
terbatas.
Beberapa spesies merupakan komponen yang sangat penting untuk
keseluruhan ekosistem yang kemudian dikenal dengan istilah spesies kunci
(keystone species). Artinya ialah bahwa mereka menempati niche ekologi
yang mempengaruhi banyak spesies lainnya. Kehilangan atau turunnya
populasi spesies kunci ini mengakibatkan dampak yang besar dan serius
pada ekosistem. Banyak ahli percaya bahwa reintroduksi serigala ke Taman
Nasional Yellowstone National Park pada tahun 1995 setelah mereka
dimusnahkan dari kawasan itu melalui perburuan telah menyebabkan
penurunan satu tingkatan trofik, dan hasil reintroduksi secara umum
positif. Serigala secara nyata telah menurunkan populasi elk, memberi
kesempatan pohon willow untuk tumbuh kembali. Pengaruh nyata terjadi
terutama pada banyak daerah aliran sungai (riparian) tempat elk merumput
pohon willows secara intensif. Pertumbuhan willow menarik burung�burung dan mamalia kecil dalam jumlah yang besar untuk mengolonisasi
daerah tersebut.
4. Perubahan Ekosistem secara Alami
Hubungan antarspesies merupakan proses yang dinamis yang pada
akhirnya menentukan ekosistemnya. Proses perubahan komunitas secara
alami dari waktu ke waktu (tahun, abad, jutaan tahun) disebut suksesi. Pola
suksesi umum meliputi kolonisasi tumbuhan yang pada akhirnya secara
suksesif diikuti munculnya komunitas lainnya hingga mencapai klimaksnya.
Seperti dikemukakan sebelumnya, suksesi ekologis ini diamati melalui
perubahan struktur komunitasnya sepanjang waktu walaupun sebenarnya
faktor kimia-fisik lingkungan tidak mungkin dipisahkan. Hal ini disebabkan
suksesi terjadi secara bertahap dengan bergantinya struktur komunitasnya
seiring dengan kondisi kimia-fisik lingkungannya. Dalam suksesi ini, satu
atau beberapa spesies akan mengalami penurunan populasi sedangkan
lainnya akan meningkat, serta terjadi kolonisasi spesies baru ke tempat
tersebut. Setiap spesies memiliki kebutuhan khusus akan seperangkat
faktor lingkungan dengan kisaran yang sesuai sehingga mereka akan
tumbuh dan bereproduksi. Spesies yang mampu tumbuh dengan cepat
dengan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan efisien akan
menghasilkan banyak keturunan sehingga menjadi lebih berlimpah. Kunci
dari terjadinya suksesi ekosistem ini ialah perubahan ekosistem sehingga
jika proses ini masih berlangsung, akan terus terjadi perubahan struktur
komunitasnya seiring dengan perubahan faktor lingkungan lainnya. Suksesi
ekologis diawali jika terjadi perubahan secara dramatis pada ekosistem
tersebut, misalnya dasar laut yang mengalami pengangkatan sehingga
muncul di permukaan laut, ekosistem yang rusak karena bencana alam
seperti gunung meletus atau meteor yang jatuh. Suksesi bisa juga �disebabkan karena faktor aktivitas manusia seperti pembakaran lahan,
reklamasi pantai, deforestasi, dan sebagainya.
Spesies atau organisme yang pertama-tama menginvasi/
mengolonisasi daerah kosong biasa disebut sebagai organisme pionir.
Karakteristik organisme pionir ini ialah kemampuannya dalam
menggunakan sumber daya yang sangat ekstrim serta unsur hara yang
sangat miskin dan hampir nol. Dengan mulainya kolonisasi oleh organisme
pionir ini ditambah dengan faktor alami yang mempercepat pelapukan
batuan atau substrat menyebabkan peningkatan substrat yang cocok untuk
hidup organisme, peningkatan kelembaban, serta penambahan unsur hara
akibat dekomposisi organisme pionir tersebut. Tahap berikutnya dengan
membaiknya kondisi substrat akan diikuti dengan kolonisasi organisme
lainnya yang cocok untuk menempati habitat tersebut. Demikian proses
tersebut berlangsung terus menerus hingga berhenti pada kondisi
kestabilan dinamis ekosistemnya yang disebut komunitas (ekosistem)
klimaks. Untuk mencapai klimaks ini diperlukan waktu yang berbeda-beda
untuk setiap tempat, demikian juga bergantung pada ukuran lokasinya.
Sebagai contoh, klimaks hutan hujan tropis tercapai setelah ratusan tahun,
tetapi kolam dapat mencapai klimaks dalam bulan atau tahunan saja. �Suksesi segera terjadi jika ekosistem mengalami kerusakan, dan
berdasarkan tingkat kerusakannya dibedakan menjadi dua:
1) Suksesi primer: suksesi primer terjadi jika terjadi pada daerah yang
benar-benar kosong tanpa organisme yang hidup di dalamnya,
misalnya dasar laut yang mengalami pengangkatan, pulau yang
merupakan puncak gunung di dasar laut meletus hingga
memusnahkan seluruh kehidupan di dalamnya.
2) Suksesi sekunder: suksesi ini terjadi jika komunitas klimaks mengalami
gangguan sehingga terjadi kemunduran tahap suksesi, sebagai
akibatnya komunitas akan mengalami suksesi seperti pada tahap
sebelumnya untuk menuju komunitas klimaks.
Memang tidak ada batasan yang absolut untuk membatasi definisi ini
terutama pada luasan area. Oleh karena itu untuk memudahkan
pembahasan, dalam buku ini suksesi dibatasi pada kondisi awal terjadinya
suksesi. Jika dimulai dari kondisi tanpa organisme yang hidup di dalamnya
dikelompokkan sebagai suksesi primer termasuk dasar laut yang mengalami �pengangkatan sehingga muncul di atas permukaan laut. Komunitas pada
pulau ini ialah nol (kosong) karena pulau ini sekarang merupakan ekosistem
darat. Jika suksesi tidak dimulai pada tahap komunitas nol, maka kita
golongkan sebagai suksesi sekunder.
Puncak dari suksesi adalah komunitas yang tersususn atas sejumlah
spesies yang saling berada dalam keseimbangan dinamis, komunitas seperti
ini disebut komunitas klimaks. Komunitas klimaks menunjukkan akhir dari
urutan suksesi dan mencapai kestabilan. Tipe komunitas klimaks ditentukan
oleh faktor-faktor terutama iklim dan suhu, sehingga komunitas klimaks
yang dicapai pada suatu tempat bisa berbeda dengan tempat lain.
Walaupun demikian, terdapat pula teori yang membagi suksesi komunitas
ini menjadi dua, yaitu suksesi berarah dan suksesi tidak berarah. Suksesi
berarah jika fluktuasi struktur komunitas tetap mengarah pada tahap stabil
(komunitas klimaks) sesuai dengan faktor iklim dan suhunya. Sebaliknya,
suksesi tidak berarah selalu berubah-ubah misalnya secara musiman dan
tidak mengarah pada suatu komunitas akhir yang stabil. Berikut ini disajikan
gambar yang menunjukkan bagaimana proses suksesi diamati melalui dua
pendekatan: pendekatan pengamatan pada satu lokasi sepanjang waktu;
dan pendekatan pengamatan pada lokasi yang berbeda pada saat yang
sama. �Contoh suksesi yang penulis amati ialah suksesi ekosistem yang
berlangsung pada gunung aktif kecil di Kota Bitung, Sulawesi Utara, yaitu
Gunung Batuangus yang memiliki tinggi 450 m dpl. Gunung ini sebagian
wilayahnya masuk ke dalam Cagar Alam Tangkoko Batuangus dan sebagian
masuk ke dalam Taman Wisata Alam Batuangus. Letusan terakhir gunung
ini terjadi sekitar 150 tahun yang lalu, dengan memuntahkan lava yang
mengalir ke sekitarnya, dan aliran yang paling panjang mencapai sisi timur
laut ke arah Selat Lembeh. �Dengan letusan tersebut ekosistem di kawasan tersebut dan
sekitarnya mengalami kemusnahan sehingga menjadi daerah kosong
organisme. Aliran lava akan membeku menjadi bakuan beku. Seiring
dengan perjalanan waktu, terjadilah pelapukan batuan karena faktor alam
seperti suhu panas di siang hari dan dingin di malam hari, hujan, serta
pelapukan karena bantuan organisme seperti tumbuhan perintis.
Tumbuhan pionir atau perintis pada batuan lapuk ini ialah lumut kerak
(lichenes) yang diikuti oleh tumbuhan lumut, paku, dan anggrek. Suksesi
komunitas tumbuhan berikutnya ialah rumput-rumputan serta pepohonan
yang menginvasi dari kawasan sekitarnya terutama Cagar Alam Tangkoko
Batuangus dan Cagar Alam Dua Sudara. Urutan suksesinya dapat dirunut
seperti disajikan pada gambar berikut ini. �Populasi adalah sekelompok individu dari spesies yang sama yang
hidup pada regio yang sama pada saat tertentu. Populasi, sebagaimana
organisme tunggal, memiliki ciri atau atribut yang unik seperti laju
pertumbuhan, struktur umur, rasio jenis kelamin, dan laju mortalitas.
Populasi selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu karena faktor
kelahiran, kematian, dan migrasi atau dispersal individu di antara populasi
yang terpisah. Jika sumber daya yang diperlukan organisme cukup
melimpah dan kondisi lingkungan sesuai, populasi dapat meningkat secara
cepat. Kemampuan populasi untuk meningkat secara maksimum pada
kondisi optimal disebut potensial biotik. Potensial biotik ditunjukkan
dengan huruf r jika digunakan dalam persamaan matematis.
Pada kebanyakan contoh, sumber daya tidaklah tak terbatas dan
kondisi lingkungan tidaklah optimal. Iklim, makanan, habitat, ketersediaan
air, dan faktor lainnya yang mendukung pertumbuhan populasi selalu
terbatas karena resistensi lingkungan. Lingkungan hanya dapat mendukung
sejumlah individu pada suatu populasi secara terbatas. Jumlah individu
yang dapat hidup pada suatu habitat atau lingkungan dikenal dengan istilah
daya dukung (carrying capacity). Daya dukung ditunjukkan dengan huruf K
jika digunakan dalam persamaan matematis.
Populasi kadang-kadang dikelompokkan berdasarkan karakteristik
pertumbuhannya. Spesies yang meningkat jumlahnya sampai mencapai
daya dukung sesuai dengan lingkungannya dan kemudian berhenti disebut
spesies terseleksi-K (K-selected). Spesies yang tumbuh secara cepat, sering
secara eksponensial sesuai dengan kondisi lingkungannya disebut sebagai
spesies terseleksi-r (r-selected). Spesies terseleksi-K memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: pematangan lambat, usia muda lebih sedikit dan lebih �besar, masa hidup lebih panjang, perawatan oleh induk lebih banyak,
kompetisi terhadap sumber daya lebih intensif. Karakteristik spesies
terseleksi-r meliputi: pematangan/pendewasaan cepat, umur muda banyak
dan lebih kecil, masa hidup lebih pendek, kurang perawatan oleh induk,
kurang kompetisi terhadap sumber daya.
Beberapa faktor lingkungan dan biologis memiliki pengaruh yang
berbeda terhadap populasi bergantung pada kepadatannya (densitas). Jika
densitas populasi tinggi, faktor-faktor tersebut menjadi pembatas untuk
keberhasilan populasi. Sebagai contoh, jika individu terkumpul dalam area
yang kecil, penyakit dapat lebih mudah menyebar daripada populasi yang
jarang atau densitasnya rendah. Faktor-faktor yang dipengaruhi oleh
densitas populasi disebut faktor yang bergantung pada densitas (density�dependent factors). Terdapat beberapa faktor yang tidak bergantung pada
densitas (density-independent factors) antara lain perubahan suhu panas ke
dingin saat musim dingin dan salinitas air. Faktor pembatas populasi lainnya
ialah kompetisi intraspesies yang terjadi pada saat individu-individu di
dalam satu populasi berkompetisi untuk mendapatkan sumber daya yang
sama. Kadang-kadang kompetisi intraspesies terjadi secara langsung,
misalnya jika dua individu bertanding atau bersaing untuk mendapatkan
makanan yang sama, atau bisa terjadi secara tidak langsung, misalnya pada
saat tindakan satu individu merubah lingkungan dan kemungkinan
membahayakan terhadap lingkungan individu lainnya.
Populasi hewan berinteraksi satu sama lain dan dengan lingkungannya
melalui berbagai cara. Salah satu interaksi primer pada populasi hewan
terjadi pada saat mencari makan. Hewan yang mengonsumsi tumbuhan
sebagai sumber makanannya disebut herbivora. Terdapat beberapa tipe
herbivora. Herbivora yang makan rumput-rumputan disebut perumput
(grazer). Hewan yang mengonsumsi daun-daunan dan bagian tubuh �tumbuhan berkayu lainnya disebut perenggut (browser), sedangkan yang
memakan buah, biji, getah, dan polen disebut frugivora.
Populasi hewan yang memangsa hewan lain disebut pemangsa
(predator). Populasi yang dimakan predator disebut mangsa (prey).
Seringkali hubungan antara predator dan mangsa di atas membentuk siklus
yang kompleks. Jika jumlah mangsa melimpah, jumlah predator juga
mengalami peningkatan sampai jumlah mangsa berkurang. Sebaliknya pada
saat jumlah mangsa menurun, jumlah predator juga akan menurun. Jika
lingkungan menyediakan sumber daya yang memadai untuk pertumbuhan
populasi mangsa, maka siklus di atas akan berulang kembali.
Konsep eksklusi kompetisi menyatakan bahwa jika dua spesies yang
memerlukan sumber daya yang identik, maka keduanya tidak dapat hidup
bersama (coexist) pada lokasi yang sama. Alasan di balik konsep tersebut
ialah bahwa satu dari kedua spesies akan beradaptasi secara lebih baik
pada lingkungan tersebut dan lebih berhasil, sampai akhirnya satu spesies
lainnya keluar atau punah dari lingkungan tersebut. Walaupun demikian,
terdapat banyak spesies yang menggunakan sumber daya yang sama dapat
hidup bersama. Karena lingkungan sangat bervariasi, maka spesies yang
sedang berkompetisi dapat menggunakan sumber daya dengan cara yang
berbeda pada saat terjadi kompetisi secara intensif. Pada saat dua spesies
sedang berinteraksi, sebagai contohnya ialah predator dan mangsa, mereka
dapat mempengaruhi evolusi satu dengan lainnya. Istilah untuk kejadian ini
ialah koevolusi yang hasilnya ialah dua spesies yang mempengaruhi (secara
positif atau negatif) satu sama lain, suatu hubungan yang disebut simbiosis.
Populasi biasanya dibahas dengan mendeskripsikan parameter atau
atribut populasi yang meliputi ukuran populasi, kepadatan (densitas)
populasi, pola sebaran individu, serta pertumbuhan populasi. �1. Ukuran Populasi
Ukuran populasi (population size) adalah jumlah individu suatu spesies
yang menempati lokasi tertentu pada waktu tertentu. Ukuran populasi
bukanlah kondisi yang stabil tetapi sangat dinamis, dalam arti terjadi
perubahan dalam jumlah individu atau jumlah individu tetap tetapi
komposisi individunya berubah. Perubahan ukuran populasi disebabkan
karena tiga faktor yaitu kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), dan
perpindahan individu (migrasi). Perpindahan individu meliputi dua
peristiwa, yaitu masuknya individu dari tempat lain (imigrasi) dan keluarnya
individu ke tempat lain (emigrasi).
2. Kepadatan Populasi
Kepadatan populasi (densitas) adalah rata-rata jumlah individu suatu
populasi pada setiap unit area atau volume. Sebagai contohnya, terdapat
100 ekor ayam hutan per km2
hutan Gunung Klabat; 120 ikan pari per km3
di Laut Jawa.
Ukuran populasi dan densitas merupakan dua komponen yang penting
dalam penggunaan statistik dan digunakan untuk mendeskripsikan dan
memahami populasi. Seperti dijelaskan di depan, ukuran populasi merujuk
pada jumlah individu (N) penyusunnya. Densitas adalah ukuran atau
jumlah individu pada setiap unit area (luas atau volume). Data keduanya
memungkinkan seorang ahli menyusun model fluktuasi populasi sepanjang
waktu. Sebagai contoh, populasi yang besar lebih stabil dibandingkan
dengan populasi yang lebih kecil. Dengan ukuran yang kecil, maka variasi
genetiknya juga semakin kecil sehingga mengurangi kapasitas beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan. Individu pada populasi dengan densitas
rendah relatif tersebar sehingga lebih sulit terjadinya pertemuan untuk
bereproduksi dibandingkan dengan populasi yang besar. Sebaliknya, pada �populasi yang besar terjadi kompetisi yang besar pula untuk mendapatkan
makanan, pasangan kawin, dan tempat.
3. Struktur Populasi
Individu-individu di dalam suatu populasi dapat dikelompokkan
berdasarkan atribut tertentu, misalnya berdasarkan kelompok umur dan
jenis kelamin. Sebagai contohnya, penelitian Saroyo (2009) pada kelompok
monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko Batuangus
diperoleh hasil sebagai berikut ini.
Ukuran dan komposisi Kelompok Rambo II berdasarkan kelas umur
dan jenis kelamin pada awal penelitian (bulan Januari 2004) disajikan pada
Tabel 4.1. Pertumbuhan Kelompok Rambo II diamati selama 1 tahun.
Jumlah kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi direkapitulasi setiap
bulannya, dan hasilnya disajikan pada Tabel 4.2.
komposisi kelompok berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin pada akhir
penelitian (bulan Desember 2006) disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.1. Komposisi Kelompok Rambo II pada bulan Januari 2004
Kel. Umur Jenis Kelamin (ekor) Nisbah
Jantan:Betina Jantan Betina
Bayi 1 -
Anak 26
Pradewasa 3 1
Dewasa 6 14 1: 2,3
Jumlah 51
Tabel 4.2. Rekapitulasi jumlah kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi
pada Kelompok Rambo II selama tahun 2004
Bulan Kelahiran
(ekor)
Kematian
(ekor)
Imigrasi
(ekor)
Emigrasi
(ekor)
Ukuran
Kelompok
(ekor)
Januari - - - - 51
Februari - - - - 51
Maret - - - - 51
April - - - - 51
Mei 4 (1♂,
3♀)
1 (♀
anak)
- - 54
Juni - - - 1 (♂) 53
Juli 4 (4♀) - - - 57
Agustus - - - 2 (♂) 55
September 2 (♂) - - - 57
Oktober 2 (1♂,
1♀)
1 (♀
bayi)
- 2 (♂) 56
November 1 (♀) - 2 (♂) 59
Desember - - 1 (♂) 2 (♂) 58
Jumlah 13 2 3 7 58
Pada awal pengamatan (Januari 2004), ukuran Kelompok Rambo II
sebesar 51 ekor. Selama satu tahun terdapat 13 kelahiran, dua kematian, �
tiga imigrasi, dan tujuh emigrasi. Dengan demikian ukuran kelompok pada
akhir pengamatan (Desember 2004) sebesar 58 ekor.
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa selama satu tahun terjadi 13
kelahiran (empat ekor jantan dan sembilan ekor betina) atau sebesar
25,49% dari total individu kelompok pada awal pengamatan, dua kematian
(seekor betina anak dan seekor betina bayi) atau 3,92% dari total individu
awal, tiga kali jantan dewasa masuk kelompok atau 5,88% dari total
individu awal, dan tujuh kali jantan dewasa keluar kelompok atau 13,73%
dari total individu awal. Filopatri betina dan migrasi jantan baik imigrasi
maupun emigrasi menentukan nisbah jantan dan betina dewasa dalam
kelompok tersebut.
Kelahiran (natalitas) terjadi pada bulan Mei-November. Jika dilihat
pertumbuhan kelompok hanya pada Kelompok Rambo II saja seakan-akan
terdapat musim kawin, tetapi jika diamati pada kelompok lain, misalnya
Kelompok Rambo I pada bulan-bulan tersebut justru tidak terdapat
kelahiran, sebanyak 65,22% betina mengalami estrus. Hal ini berbeda
dengan Kelompok Rambo II yang sebagian besar betinanya (73,33%) sedang
mengasuh bayi dan hanya sedikit yang menunjukkan tanda-tanda estrus.
Kematian (mortalitas) secara alami disebabkan faktor kecelakaan,
umur, dan serangan predator. Kematian betina anak terjadi karena
serangan predator. Pada tubuh individu tersebut ditemukan bekas-bekas
cakaran, tetapi tidak ada luka yang besar. Kemungkinan individu ini
diserang oleh biawak (Varanus salvator). Kematian betina bayi disebabkan
tertimpa cabang pohon yang menyebabkan atap tengkorak pecah, sehingga
otak terdedah. Peristiwa ini terjadi pada tanggal bulan Agustus pada saat
terjadi angin selatan yang cukup kencang. Bayi mampu bertahan selama
hampir dua bulan dalam kondisi yang lemah karena tidak mampu lagi
makan dan berjalan jauh dan baru mati pada akhir bulan November. Pada �
perut bayi terdapat empat lubang bekas gigitan. Kemungkinan luka ini
disebabkan gigitan biawak. Bayi yang mati ini dibawa induknya selama satu
hari saja, dan pada hari berikutnya sudah tidak dibawa.
Tabel 4.3. Komposisi Kelompok Rambo II pada bulan Desember 2004
Kel Umur Jenis Kelamin (ekor) Nisbah
Jantan:Betina Jantan Betina
Bayi 4 9
Anak 23
Remaja 4 -
Dewasa 3 15 1:5
Jumlah 58
Struktur populasi menurut umur dan jenis kelamin merupakan
karakter yang penting dalam analisis dinamika populasi. Populasi dibagi
menjadi beberapa kelas umur dan dapat digambarkan sebagai piramida
struktur populasi. Struktur populasi menurut umur merefleksikan
mortalias, natalitas, dan juga migrasi. Proporsi jumlah individu antara umur
tua dan muda bisa sangat bervariasi. Gambar piramida di bawah
menunjukkan empat model pertumbuhan populasi, yaitu:
a) Populasi stasioner: natalitas dan mortalitas konstan
b) Populasi regresif: penurunan natalitas
c) Populasi progresif: peningkatan natalitas
d) Populasi yang mengalami bencana (epidemi, bencana alam) �
4. Sebaran Individu
Densitas populasi yang menunjukkan rata-rata jumlah individu suatu
populasi per unit area (luas atau volume), tidak menggambarkan sebaran
(distribusi) individu di dalamnya, apakah merata, tidak merata, atau
berkelompok. Pola sebaran individu dapat menggambarkan karakteristik
spesies atau karakteristik lingkungan. Beberapa spesies hewan hidup dalam
kelompok sosial, misalnya sebagian besar primata, gajah, dan singa,
sehingga pola sebarannya ditentukan oleh karakteristik spesiesnya. Pola
sebaran individu juga dipengaruhi oleh sebaran makanannya. Makanan
sedikit dan tersebar tidak merata menyebabkan sebaran individu suatu
populasi hewan juga tidak merata.
Terdapat tiga pola sebaran individu di dalam habitatnya, yaitu:
a. Merata: jika densitas untuk setiap bagian pada suatu habitat sama atau
hampir sama. Pola seperti ini biasanya terjadi pada hewan-hewan yang
hidup pada lingkungan dengan sumber daya yang sangat langka,
misalnya air di gurun. �
b. Tidak merata: jika densitas untuk setiap bagian pada suatu habitat
sangat berbeda. Pola seperti ini biasanya terjadi pada hewan-hewan
yang sangat jarang berinteraksi satu sama lain.
c. Mengelompok: pola ini sangat umum terjadi pada hewan. Sumber daya
pada habitat ini biasanya tersebar.
Gambar 4.3. Pola sebaran individu suatu populasi dalam satu habitat
5. Dinamika Populasi
Populasi selalu berubah dari waktu ke waktu baik dalam ukurannya
maupun dalam komposisi inidividunya. Populasi hewan yang tidak
terganggu yang hidup pada suatu lingkungan yang juga tidak terganggu
biasanya berada pada suatu level atau titik keseimbangan dalam ukuran
populasi, walaupun komposisi individunya berubah-ubah karena proses
kelahiran, kematian, dan migrasi. Kekecualian terdapat pada populasi baru
yang menginvasi suatu habitat dengan sumber daya yang melimpah.
Biasanya populasi hewan akan tumbuh maksimal hingga mencapai suatu
ukuran maksimal. Dari titik tersebut, populasi bisa stabil atau turun.
Terdapat dua faktor yang mengontrol dinamika populasi ini, faktor
pertama disebut faktor yang bergantung pada densitas (density�dependant), pengaruh faktor ini dipengaruhi oleh densitas hewan. Faktor�faktor yang termasuk kelompok ini antara lain kompetisi, predasi, penyakit, �
dan kecelakaan. Faktor kedua disebut faktor yang tidak bergantung pada
densitas (density-independant), seperti iklim, cuaca, dan bencana alam.
Dinamika populasi merupakan peristiwa fluktuasi dalam ukuran dan
komposisi individu suatu populasi. Terdapat tiga model dinamika populasi
dalam ukuran, yaitu meningkat, menurun, dan tetap/stabil. Pada populasi
yang tertutup, artinya tidak ada migrasi, hanya dua faktor saja yang
mempengaruhinya, yaitu jumlah kelahiran dan jumlah kematian. Jika
jumlah kelahiran lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kematian,
maka ukuran populasi meningkat (pertumbuhan positif). Jika jumlah
kelahiran lebih rendah dibandingkan dengan jumlah kematian, maka
ukuran populasi menurun (pertumbuhan negatif). Sebaliknya jika jumlah
kelahiran sama dengan jumlah kematian, maka ukuran populasi tetap
(pertumbuhan nol). Dengan demikian, pertumbuhan nol tidak berarti
bahwa populasi tersebut tidak mengalami perubahan, tetapi perubahan
hanya terjadi pada komposisi individunya saja.
Fluktuasi ukuran populasi dapat bervariasi mengikuti pola tertentu.
Pola-pola pertumbuhan populasi disajikan pada gambar di bawah ini.
1) Osilasi populasi (population oscillation): perubahan ukuran populasi
secara simetris di atas dan di bawah level keseimbangan.
2) Fluktuasi populasi (population fluctuation): perubahan ukuran populasi
secara asimetris di atas dan di bawah level keseimbangan.
3) Minimum kritis (critical minimum): ukuran minimum populasi yang jika
dilewati maka individu yang tersisa tidak mampu lagi untuk tumbuh.
4) Kehancuran populasi (population crash): penurunan ukuran populasi
secara cepat dan mendadak sebagai akibat dari pemanfaatan habitat
yang berlebihan atau karena bencana alam (banjir, gunung meletus,
perubahan iklim, meteor jatuh, tsunami, kekeringan) atau penyakit, jika
ukuran populasi melewati minimum kritis maka populasi akan punah.�5) Erupsi populasi (population eruption): peningkatan ukuran populasi
secara cepat dan tiba-tiba pada populasi yang sudah ada sebelumnya.
Erupsi populasi atau eksplosi populasi disebabkan oleh kondisi habitat
yang tidak biasa seperti hilangnya predator atau melimpahnya
makanan.
6) Irupsi populasi (population irruption): peningkatan ukuran populasi
secara cepat dan tiba-tiba tetapi nonperiodik, sering kali terjadi pada
saat organisme invasif menginvasi suatu habitat baru.
Gambar 4.4. Variasi bentuk perubahan dalam ukuran populasi
Populasi hewan memiliki potensi dalam (innate) untuk tumbuh tak
terhingga, tetapi lingkungan membatasinya. Faktor-faktor luar yang
mempengaruhi pertumbuhan populasi dibedakan menjadi dua, yaitu faktor
langsung (direct factors) dan faktor tidak langsung (indirect factors). Faktor
langsung meliputi: predasi (Pd), kelaparan (Kl), penyakit (Pk), kecelakaan
(Kc), dan perburuan (Pr). Faktor tidak langsung yang kadang-kadang disebut
faktor kesejahteraan (welfare factors) yang sering menyebabkan
ketersediaan sumber daya seperti makanan, air, mineral, naungan secara
berkala atau permanen sehingga terjadi osilasi atau fluktuasi. Contoh faktor
tidak langsung ialah fluktuasi iklim (Fi), kebakaran (Kb), perusakan habitat �
(Ph), suksesi (S), dan bencana alam (Ba). Pengaruh keseluruhan faktor
tersebut dinamakan resistensi lingkungan (environment resistance), yang
mempengaruhi pertumbuhan populasi agar tetap berada pada level
keseimbangan. Level ini disebut daya dukung (carrying capacity) (K).
Gambar 4.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi:
faktor langsung (Predasi/Pd, Kelaparan/Kl, Penyakit/Pk, Kecelakaan/Kc, dan
Perburuan/Pr); faktor tidak langsung (Fluktuasi iklim/Fi, Kebakaran/Kb,
Perusakan habitat/Ph, Suksesi/S, dan Bencana alam/Ba)
Predasi (Pemangsaan)
Predasi adalah peristiwa pemangsaan oleh pemangsa (predator)
terhadap mangsa (prey). Dalam suatu habitat, kedua golongan hewan
tersebut memiliki hubungan evolusi yang unik karena keduanya saling
bergantung untuk menyehatkan populasinya. Secara evolusi keduanya
mengembangkan strategi yang berlawanan, predator berusaha
meningkatkan angka predasi, sedangkan mangsa berusaha menurunkan
angka predasi. Angka predasi didefinisikan sebagai jumlah mangsa yang
dibunuh perpredator pertahun pada suatu lokasi tertentu.
Pengaruh predasi antara lain disajikan berikut ini (van Lavieren, 1983):
a) Predator membantu populasi mangsa tetap dalam jumlah yang sesuai
dengan daya dukung lingkungan, mencegah terjadinya ledakan populasi �mangsa yang justru akan berakibat buruk bagi populasi mangsa,
misalnya terjadinya kelaparan.
b) Populasi predator cenderung tetap berada pada level tidak terlalu besar
melalui beberapa mekanisme, antara lain: menurunkan angka
reproduksi, peningkatan mortalitas bayi (pembiaran/ pengabaian,
penyakit, kelaparan), penurunan jumlah bayi per kelahiran, interval
kelahiran yang lebih lama. Predator memiliki pengaturan internal
(otoregulasi) dengan tidak membiarkan predator terlalu berdesakan
dengan mempertahankan pemisahan daerah perburuan predator.
c) Populasi predator mempertahankan populasi mangsa agar tetap “sehat”
dalam arti yang dimangsa biasanya individu yang lemah, sakit, atau tua.
Populasi predator satu juga mengontrol populasi predator lain, misalnya
singa di Afrika cenderung akan membunuh anak hyena.
d) Predator besar mempertahankan populasi ungulata dalam jumlah
rendah sehingga dapat mencegah pemanfaatan berlebihan pada
habitat.
e) Tingkat preferensi (kesukaan) akan jenis mangsa bergantung pada
ketertangkapan (catchability) dan kelimpahan mangsa. Predator
fakultatif akan lebih mudah dalam mendapatkan mangsa dibandingkan
dengan predator selektif yang hanya memangsa spesies tertentu saja.
f) Berdasarkan metode perburuan oleh predator dibedakan dua macam
predator: tipe mengejar (chaser) misalnya pada anjing liar dan tipe
mengintai (stalker) seperti harimau dan macan tutul. Untuk menghidari
predator tipe pertama, mangsa mengandalkan kecepatan, ketangkasan,
kekuatan, dan ketahanan; sementara untuk predator tipe kedua,
mangsa mengandalkan kemampuan pendengaran, penciuman,
kecepatan reaksi yang tinggi, dan ketangkasan. �Kelaparan (Kompetisi)
Kelaparan terjadi pada saat hewan sulit untuk mengakses terhadap
sumber makanan. Hal ini terjadi karena beberapa sebab, antara lain
pengaruh musim yang menyebabkan tumbuhan menjadi kering sehingga
herbivora menjadi kelaparan, atau predator mengalami kelaparan karena
sedikitnya populasi mangsa. Keterbatasan makanan baik jumlah maupun
lokasinya yang tersebar menyebabkan kompetisi yang tinggi.
Derajad kompetisi untuk suatu sumber daya dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu ketersediaan sumber daya dan jumlah individu yang
menggunakan sumber daya tersebut. Terdapat dua macam kompetisi yaitu
kompetisi intraspesies dan kompetisi antarspesies (interspesies). Kompetisi
intraspesies ialah kompetisi yang terjadi di antara individu-individu di
dalam satu spesies. Sebagai contohnya ialah kompetisi banteng (Bos
sondaicus) dalam memperebutkan lokasi merumput, air minum, atau
pejantan memperebutkan betina. Kompetisi antarspesies ialah kompetisi
yang terjadi pada individu-individu dari spesies yang berbeda. Misalnya
kompetisi antara banteng dan kerbau liar (Bubalus bubalis) untuk
merumput di Taman Nasional Baluran di Jawa Timur; atau antara burung
gelatik (Lonchura oryzivora) dan burung gereja (Passer montanus) dalam
mencari makan. Derajad kompetisi yang tinggi terjadi jika hewan-hewan
yang memanfaatkan atau menggunakan sumber daya yang sama, misalnya
makanan, air, dan tempat. �Penyakit
Penyakit juga dapat mempengaruhi ukuran populasi. Penyakit pada
hewan liar belum pernah menyebabkan kepunahan populasi. Penyakit
degeneratif secara otomatis akan diderita oleh hewan pada usia lanjut
akibat proses penuaan. Pada monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra)
dilaporkan akan mengalami diabetes pada usia tua secara otomatis.
Penyakit ini tidak menular dari satu individu ke individu lainnya. Penyakit
yang dapat menular ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus,
jamur, bakteri, cacing, atau parasit lainnya (misalnya ektoparasit). Transmisi
penyakit dari satu individu ke individu lain dapat terjadi melalui beberapa
cara seperti dijelaskan di bawah ini.
a) Beberapa jenis penyakit dapat ditransmisikan melalui kotoran hewan,
misalnya cacing parasit pada saluran pencernaan hewan (cacing kremi,
cacing gelang, caing tambang), atau bakteri dan protozoa penyebab
diare. Telur atau larva cacing, bakteri, dan protozoa dapat masuk ke
saluran pencernaan hewan lain melalui air minum dan makanan atau
bahkan beberapa cacing parasit hewan dapat menembus kulit inang. �b) Penyakit oleh virus (misalnya influenza) dan yang ditularkan oleh bakteri
semacam tuberkulosis dapat ditularkan melalui udara jika individu
berdekatan dengan penderita.
c) Virus rabies dapat ditularkan dari satu hewan ke hewan lain karena
gigitan.
d) Ektoparasit seperti skabies (kudis) dan kutu dapat berpindah ke individu
lain pada saat kontak tubuh.
e) Beberapa penyakit seperti penyakit tidur di Afrika ditularkan melalui
vektor nyamuk.
Kecelakaan
Kecelakaan dapat dialami oleh hewan dan bisa berakibat sangat fatal.
Hewan mangsa yang luka (misalnya zebra, wildebeest, rusa) di Afrika akan
lebih mudah ditangkap oleh predator. Kecelakaan pada satwa liar dapat
terjadi karena beberapa sebab, antara lain jatuh pada saat berlari, tertimpa
pohon, jatuh pada saat menuruni lereng, atau bayi monyet yang jatuh dari
pohon.
Otokontrol
Hewan liar memiliki pengontrolan populasi secara internal, walaupun
osilasi atau fluktuasi bisa saja terjadi, tetapi biasanya hanya di sekitaran
level keseimbangan. Faktor perubahan secara alami seperti kekeringan,
banjir, kebakaran bisa menurunkan ukuran populasi secara drastis, tetapi
populasi akan tumbuh segera setelah faktor lingkungan kembali optimal.
Pengontrolan dari dalam populasi secara mudah diamati pada hewan
yang hidup berkelompok atau memiliki perilaku sosial yang kuat. Pada
spesies antelope tertentu, hewan jantan memiliki teritorial masing-masing
dan hanya kawin dengan betina yang memasuki teritorinya. Perilaku ini �mengurangi kuantitas perkawinan yang dapat menurunkan angka
reproduksi. Pada primata (misalnya genus Macaca) terdapat tingkatan
status (dominansi) pada yang jantan sehingga dapat mengurangi frekuensi
kawin pada kelompok. Pada populasi yang sudah sangat sesak, hewan
betina cenderung melahirkan sedikit bayi serta masa interval reproduksinya
diperpanjang.
Angka Kelahiran (Birth Rate)
Angka kelahiran dibedakan menjadi dua, yaitu angka kelahiran kasar
dan angka kelahiran pada umur spesifik.
a) Angka kelahiran kasar (crude birth rate atau crude natality) didefinisikan
sebagai rasio jumlah kelahiran (B) selama suatu periode tertentu dengan
total populasi (N) dengan rumus perhitungan:
b = B/N
N biasanya 1000 individu, untuk mamalia besar waktu yang sering
digunakan ialah 1 tahun, oleh karena itu b adalah jumlah kelahiran
hidup per 1000 individu per tahun.
b) Angka kelahiran pada umur spesifik (b) didefinisikan sebagai jumlah
kelahiran dari induk betina umur tertentu (x) selama periode waktu
tertentu dibagi jumlah betina populasi (Nx). Dengan demikian rumus
perhitungannya menjadi:
b = Bx/Nx
Angka Fekunditas
Definisi tentang fekunditas sering membingungkan, tetapi dalam buku
ini didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup individu betina per betina
pada periode waktu tertentu, misalnya satu tahun. Angka fekunditas umur
spesifik (mx) didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup individu betina �pada betina umur tertentu (x) selama interval waktu tertentu, dirumuskan
sebagai berikut:
mx = Bfx/Nx
; Bfx artinya jumlah anak perempuan hidup yang dilahirkan oleh
betina pada kelompok umur tertentu (x) selama periode satu tahun; dan Nx
adalah total jumlah betina pada kelompok umur tertentu.
Angka kematian (Death Rate)
Seperti halnya angka kelahiran, angka kematian (death/mortality rate)
dibedakan menjadi angka mortalitas kasar dan angka mortalitas pada
kelompok umur tertentu.
a. Kematian kasar diperoleh dengan menghitung rasio jumlah kematian (D)
dan total populasi pada periode waktu tertentu, pada mamalia besar
digunakan satu tahun. Rumus yang digunakan ialah:
d = D/N
Pada mamalia besar angka kematian kasar biasanya merujuk pada
jumlah kematian per 1000 hewan setiap tahun.
b. Kematian pada umur tertentu (dx) dihitung dengan mengurangi jumlah
individu hidup pada awal tahun dengan jumlah yang hidup di akhir
interval umur.
Sebagai contoh: jumlah individu pada akhir interval umur 0-1 tahun
hanya 460 ekor dari jumlah kelahiran selamat 1000, maka mortalitas
pada umur spesifik tersebut adalah:
d0 = 1000 - 460 = 540 atau 0,540 atau 54%.
c. Angka Kematian pada kelas umur spesifik
Angka Kematian pada kelas umur spesifik didefinisikan sebagai proporsi
hewan hidup pada umur x yang mati sebelum x + 1 dengan rumus
perhitungan: �qx
= dx
/ lx
; dengan d adalah jumlah kematian kelas umur x selama
interval waktu tersebut dan lx
adalah jumlah yang sintas (bertahan
hidup) pada awal interval kelas umur. Sebagai contoh: suatu kohort
1000 ekor (l0) setelah akhir interval umur hanya 460 yang sintas, angka
kematian untuk kelas umur pertama (q0) adalah:
qo = d0 / l0 = (1000-460) / 1000 = 0,540 atau 54%.
Jika pada akhir interval umur berikut (1-2) kohort hanya 440 dari 1000
ekor sebelumnya maka q1 adalah:
q1 = d1 / l1 = (460 - 460)/460 = 0,043 atau 4,3%.
d. Angka Kesintasan pada umur spesifik (Age-specific survival rate)
Angka Kesintasan pada umur spesifik didefinisikan sebagai proporsi
hewan hidup pada umur x yang sintas sampai umur x + 1. Nilai px
diperoleh dengan mengurangi 1 dengan nilai qx
, oleh karena itu qx
+ px
= 1.
Contoh: jika q0 = 0,540, maka p0 = 1 – 0,540 atau 0,560.
Tabel Hidup
Tabel hidup digunakan untuk menghitung mortalitas umur spesifik,
angka kesintasan, dan ekspektansi. Tabel ini disusun secara terpisah
berdasarkan jenis kelamin, karena mortalitas jantan dan betina tidak selalu
sama. Contoh tabel hidup disajikan di bawah ini (van Lavieren, 1983). �
Kurva Kesintasan (Survivorship Curve)
Setiap spesies memiliki angka kematian yang berbeda-beda sehingga
kurva kesintasan juga berbeda-beda. Di bawah ini disajikan tiga tipe kurva
kesintasan, walaupun dalam kenyataannya bentuk kurva sangat bervariasi.
�
Ploting lx dari tabel ekspektansi dalam kurva logaritma versus x
menunjukkan gambaran suatu kurva yang dikenal sebagai kurva kesintasan.
Terdapat kelas umum kurva kesintasan yang ditunjukkan pada gambar di
atas.
1. Kurva tipe I merupakan ciri populasi dengan kematian besar pada
kelompok umur tua (misalnya manusia di negara berkembang).
2. Kurva tipe II terjadi jika mortalitas tidak bergantung pada umur
(misalnya banyak spesies burung besar dan ikan). Untuk populasi tak
terhingga (infinite), e0 = e1 = …, tetapi tidak berlaku untuk populasi
terhingga (finite).
3. Kurva tipe II terjadi jika kematian juvenile (umur sangat muda) sangat
besar (misalnya spesies hewan yang menghasilkan banyak keturunan
tetapi hanya sedikit yang bertahan hidup). Pada tipe ini, ei+1> ei
, atau
dengan kata lain ekspektansi hidup meningkat untuk individu yang
bertahan pada periode umur muda.
Kurva tipe I seperti pada kasus manusia dan mamalia besar yang
memiliki jumlah keturunan sedikit tetapi jumlah waktu dan energi yang
dikeluarkan untuk merawatnya (Seleksi-K) besar. Pada kurva tipe II (kurva
datar) ditunjukkan pada populasi kadal, burung-burung bertengger
(perching birds), dan rodentia. Pada beberapa spesies yang menghasilkan
banyak keturunan tetapi hanya melakukan sedikit perawatan (Seleksi-r),
mortalitas secara besar terjadi pada umur muda. Contoh hewan dengan
model kurva ini antara lain pada banyak serangga (laron) dan kerang�kerangan. Banyak populasi yang memiliki kurva yang kompleks seperti
burung pipit memiliki mortalitas yang tinggi pada tahun pertama, tetapi
untuk tahun-tahun berikutnya relatif konstan sampai mati. Contoh kurva
kesintasan untuk tabel hidup kambing gunung Himalaya (Hemitragus
jemlahicus) betina disajikan berikut ini. �
Panjang Hidup, Lama Hidup, Harapan Hidup
Berapa lama hewan hidup? Hal ini bergantung pada kemampuan
spesies hewan untuk hidup serta faktor tahanan lingkungan.
1) Panjang hidup (longevity): umur yang dapat dicapai oleh hewan jika
tidak ada tahanan lingkungan. Tahanan lingkungan meliputi kompetisi
dan predasi, atau faktor lingkungan lainnya.
2) Lama hidup (lifespan): interval waktu antara hewan lahir/menetas dan
mati. Rata-rata lama hidup hewan secara individual disebut harapan
hidup pada saat lahir (e0).
3) Harapan hidup (life expectancy) (ex): rata-rata umur anggota suatu kelas
umur (x) yang dapat dicapai. Harapan hidup dihitung dengan rumus:
ex
=( ∑ Lx
/ lx) - ½ dimana Lx = rata-rata jumlah hewan yang bertahan
pada interval umur x dan x-1
Lx = (lx
+ Lx+1) / 2 �
Laju Peningkatan
Model pertumbuhan teoritis suatu populasi makhluk hidup disajikan
pada gambar kurva S di bawah. Kurva geometris mewakili fungsi
eksponensial. Model ini dikenal sebagai kurva logistik dan memiliki bentuk
seperti huruf S sehingga disebut kurva S. Bentuk kurva tersebut ditentukan
oleh angka (laju) peningkatan (rate of increase).
Angka kasar diperoleh secara sederhana dengan mengurangkan
kematian (d) dari kelahiran (b). Ini disebut angka (laju) kasar peningkatan
alami. Sebagai contoh: antara tahun 1965 – 1970 populasi orang Kolumbia
mempunyai angka kelahiran kasar b = 0,0044 yang berarti bahwa terdapat
44 kelahiran per 1000 penduduk per tahun. Selama periode yang sama
angka kematian kasar d = 0,009 (9 kematian per 1000 penduduk per tahun).
Laju peningkatan alami populasi ialah 0,044-0,009 = 0,035 atau 3,5%,
sangat tinggi untuk ukuran pertumbuhan populasi manusia.
1) Angka (Laju) peningkatan terhingga atau finite rate of increase (er
)
Angka peningkatan paling sederhana adalah pelipatan secara linear atau
angka peningkatan terhingga atau pertumbuhan perkalian. Jika suatu
populasi meningkat dari 13.000 pada tahun 1980 menjadi 14.500 pada
tahun 1981, maka terjadi peningkatan sebesar 1,12. Pada tahun 1982
misalnyamengalami penurunan lagi menjadi 13.000, maka faktor
pengalinya 0,89. 1,12 dan 0,89 merupakan nilai pengali pertumbuhan (f)
maka:
Nt
= N0f
t
Dimana N0 adalah ukuran populasi pada saat permulaan periode t, Nt
adalah ukuran populasi pada akhir periode t. Sekarang f kita ganti
dengan er dimana e adalah logaritma dasar alami atau logaritma napirin
(e = 2,71828) dan r adalah angka peningkatan eksponensial, sehingga
rumus di atas dapat ditulis menjadi: �
Nt
= N0e
rt
Jika diterapkan pada contoh di atas:
Untuk tahun 1980 – 1981: N1981 = N1980e
rt(t=1) atau 14.500 = 13.000 x 1,12
Untuk tahun 1980 -1981: N1982 = N1981e
rt (t=1) atau 13.000 = 14.500 x 0,89
Untuk ahli kependudukan, nilai er
= 2 atau er
= ½ penting untuk
memrediksi waktu doubling atau waktu paruh populasi.
2) Angka peningkatan eksponensial (r)
Rumus untuk menghitung pertumbuhan populasi pada kondisi
lingkungan yang tidak terbatas ialah: loge Nt
= loge N0 + r t
Jika diterapkan pada contoh di depan selama 1 tahun, maka akan
menjadi pertumbuhan linear
loge 14.500 = loge N0 + rt
r = loge 14.500 – loge 13.000
r = 0,12�
3) Angka peningkatan intrinsik
Konsep lingkungan tak terbatas seperti dikemukakan di depan berarti
bahwa lingkungan akan memenuhi seluruh kebutuhan populasi tanpa
batas. Pada kenyataannya, tidak ada lingkungan yang tidak terbatas,
selalu ada resistensi lingkungan, apakah kompetisi, predasi, penyakit, �
dan sebagainya. Pertumbuhan seperti itu terjadi pada awal permulaan
kurva S sampai dengan titik sebelum mengalami pembelokan garis
kurva, yang selanjutnya menjadi pertumbuhan pada lingkungan
terbatas. Laju peningkatan eksponensial selama fase awal disebut laju
peningkatan intrinsik, rm. Alasan mengapa badak memiliki angka
pertumbuhan intrinsik yang rendah daripada tikus di alam karena:
konstitusi genetik dan kemampuan menggunakan dan mengeksploitasi
lingkungan hidupnya. Oleh sebab itu, rm juga dikenal sebagai laju
peningkatan instantaneous (sesaat).
4) Pertumbuhan populasi dalam lingkungan terbatas
Tidak ada lingkungan yang tidak terbatas selamanya. Pertumbuhan
populasi spesies invasif mungkin akan eksponensial sampai beberapa
saat sampai kemudian lingkungan menjadi terbatas sehingga terjadi
penurunan laju pertumbuhannya akibat terjadinya resistensi atau
tahanan lingkungan. Dalam hal ini dikenal konsep daya dukung
(carrying capacity) atau K, yaitu jumlah individu maksimal yang mampu
ditopang lingkungan. Dengan konsep ini rumus pertumbuhan populasi
menjadi:
K-N
Nt
= N0 er
( ) t
K
Hubungan antara rm da r adalah sebagai berikut:
K - N
r = rm ( )
K
5) Konsep spesies terseleksi-r dan terseleksi-K
Jika suatu spesies mengolonisasi suatu area dua tahap dapat
diidentifikasi: �
a. Tahap jarang (uncrowded stage): densitas hewan rendah,
lingkungan masih tidak terbatas. Pada tahap ini, spesies dengan laju
reproduksi dan pertumbuhan sangat tinggi dan sebagian besar
bertahan. Ini merupakan seleksi-r dengan laju pertumbuhan secara
intrinsik.
b. Tahap sesak (crowded stage): jika lebih banyak spesies dan lebih
banyak individu menempati area tersebut, lingkungan menjadi
terbatas sehingga muncul resistensi lingkungan, menyebabkan
pertumbuhan menjadi menurun. Seleksi-K lebih dominan terjadi
pada situasi ini.
Organisme yang terseleksi-r cenderung memiliki tubuh yang kecil,
masa hidup pendek, oportunistik, dan tumbuh secara tidak teratur dalam
siklus populasi antara ledakan populasi serta penurunan populasi.
Organisme dengan tipe seleksi ini antara lain serangga, dan spesies yang
lebih besar seperti katak dan tikus. Spesies yang sering digolongkan sebagai
hama biasanya merupakan spesies terseleksi-r ini dengan kemampuan
pertumbuhan yang cepat jika kondisi lingkungan cocok. Sebaliknya, spesies
terseleksi-K memiliki karakteristik berukuran besar, pertumbuhan populasi
lambat, memiliki sedikit anak, dan merawat anak secara intensif. Sebagai
contoh organisme dengan tipe seleksi ini ialah mamalia besar dan burung.
Spesies dengan terseleksi-K lebih mudah mengalami kepunahan dari pada
spesies terseleksi-r karena spesies yang pertama lebih lama menjadi
dewasa dan hanya menghasilkan sedikit keturunan. Di bawah disajikan
tabel yang memuat karakteristik reproduksi mamalia dengan seleksi-r serta
mamalia terseleksi-K (www.learner.org). �
Di alam terdapat banyak interaksi dan hubungan yang kompleks di
antara hewan dan lingkungannya. Hewan hidup membentuk kelompok
dengan sistem hierarki yang kompleks, dari individu-populasi-komunitas,
sampai ekosistem. Hubungan antarindividu maupun antarpopulasi tidaklah
statis tetapi sangat dinamis yang menyangkut aliran materi dan energi.
Aliran energi dari satu organisme ke organisme lainnya dapat digambarkan
dalam piramida atau rantai makanan yang secara kompleks membentuk
jaring-jaring makanan.
Kita dapat mendefinisikan komunitas secara sederhana sebagai satu
kumpulan populasi yang saling berinteraksi. Komunitas dapat
dikarakterisasi menurut beberapa cara, sebagai contoh dideskripsikan
menurut spesies yang menonjol atau lingkungan fisiknya (komunitas gurun,
komunitas kolam, komunitas hutan meranggas). Karakteristik level
komunitas mencakup:
1) Diversitas: jumlah spesies di dalam komunitas
2) Kelimpahan relatif: kelimpahan relatif suatu spesies terhadap
kelimpahan seluruh spesies dalam komunitas
3) Stabilitas: ukuran bagaimana komunitas berubah sepanjang waktu.
Hubungan antarpopulasi di dalam suatu komunitas sangat kompleks,
sangat bervariasi yang meliputi hubungan positif, negatif, dan interaksi
mutual. Contoh hubungan dalam komunitas meliputi kompetisi (untuk
sumber daya makanan, habitat peneluran, atau sumber daya lainnya),
parasitisme, dan herbivori. �1. Hubungan Netral
Di dalam ekosistem, tidak mungkin ada hubungan netral seratus
persen di antara individu, maupun antarspesies. Yang ada adalah hubungan
dengan sedikit sekali pengaruh satu organisme terhadap organisme
lainnya. Mereka hidup pada satu ruang dan waktu, sehingga sekecil apapun
tetap saling berinteraksi, misalnya dalam penyerapan air dan CO2 pada
tumbuhan satu dengan yang lain, pengambilan oksigen antara hewan satu
dengan yang lain. Contoh hubungan yang dianggap netral barangkali antara
satu individu pohon dengan individu pohon lain berjarak 1 kilometer.
Walaupun hanya sedikit mereka tetap menggunakan sumber daya yang
sama seperti CO2 untuk proses fotosintesis dan O2 untuk proses respirasi.
2. Hubungan Simbiosis
Memang istilah simbiosis sering kali diterapkan pada seluruh
hubungan yang sebenarnya lebih sesuai dengan istilah asosiasi. Simbiosis
harusnya diterapkan pada organisme-organisme yang sangat erat
hubungannya, bahkan keduanya atau salah satunya tidak bisa hidup jika
dipisahkan. Hubungan yang sangat erat ini misalnya pada hidup bersama
antara akar tumbuhan legume dengan bakteri Rhizobium, antara jamur
dengan akar pohon (Mycorhiza), serta hubungan antara algae dan jamur
pada lychenes. Memang banyak hubungan ini terjadi pada tumbuhan,
bakteri, algae, dan jamur, sedangkan pada hewan hanya beberapa contoh
saja, misalnya antara sapi dan kutu sapi. Kutu sapi memiliki ketergantungan
mutlak pada inangnya. Hubungan antara parasit dan inang biasanya spesifik
spesies. Karena istilah simbiosis sudah sangat umum digunakan untuk
bentuk-bentuk asosiasi, sehingga dalam buku ini masih menggunakan
istilah simbiosis. �
�