MTBDRplus (uji kepekaan untuk R dan H)
MTBDRsl (uji kepekaan untuk etambutol, aminoglikosida, dan
florokuinolon)
Molecular beacon testing (uji kepekaan untuk R)
PCR-Based Methods of IS6110 Genotyping
Spoligotyping
Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
MIRU / VNTR Analysis
PGRS RFLP
Genomic Deletion Analysis
Genoscholar: PZA TB II (uji kepekaan untuk Z), NTM+MDRTB II
(uji kepekaan untuk identifikasi spesies Mycobacterium dan uji
kepekaan H + R), serta F Q+ K M-TB II (uji kepekaan florokuinolon
dan kanamisin)
Interferon-Gamma Realease Assays (IGRAs): tidak dapat dipakai
untuk mendiagnosa TB aktif, tapi hanya dipakai untuk
mendiagnosa TB laten.
Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
Pemeriksaan lain:
Radiologi: Foto toraks, PA/lateral/lateral dekubitus/obliq
Histopatologi jaringan: biopsi jaringan paru dan lesi yang dicurigai
Uji Tuberkulin: kurang bermakna pada orang dewasa
CT scan toraks pada keadaan khusus bila diperlukan
8. PENGOBATAN
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Prinsip pengobatan TB yang adekuat meliputi:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan obat yang meliputi
minimal empat macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
terhadap OAT.
b. OAT diberikan dalam dosis yang tepat.
c. OAT ditelan secara teratur dan diawasi oleh pengawas menelan
obat (PMO) hingga masa pengobatan selesai.
d. OAT harus diberikan dalam jangka waktu yang cukup, meliputi
tahap awal/ fase intensif dan tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan
Pengobatan tuberkulosis standar untuk TB SO dibagi menjadi:
Pasien baru.
Paduan obat yang dianjurkan 2RHZE/4RH dengan pemberian dosis
setiap hari.
Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama,
Pengobatan sebaiknya berdasar hasil uji kepekaan secara
individual. Perlu dilakukan uji kepekaan obat, pasien dapat diberikan
OAT kategori 1 selama menunggu hasil uji kepekaan. Pengobatan
selanjutnya disesuaikan dengan hasil uji kepekaan.
Pasien dengan TB-SO diobati memakai OAT lini pertama
Nama obat
Dosis harian
Dosis (mg/kgBB) Dosis maksimum (mg)
Rifampicin (R) 10 (8-12) 600
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300
Pirazinamid (Z) 25 (20-30)
Etambutol (E) 15 (15-20)
Streptomisin 15 (12-18)
Untuk menunjang kepatuhan berobat, paduan OAT lini pertama telah
dikombinasikan dalam obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT), setiap hari,
dan diberikan dosis sebagai berikut:
Berat Badan
(KG)
Fase intensif setiap
hari dengan KDT
RHZE
(150/75/400/275)
Fase lanjutan setiap hari
dengan KDT RH (150/75)
Selama 8 minggu Selama 16 minggu
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet
≥ 55 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet
Penatalaksaan efek samping akibat OAT
Efek samping Obat PENGOBATAN
Mayor Hentikan obat penyebab dan rujuk
secepatnya
Kemerahan kulit
dengan atau tanpa
gatal
Streptomisin,
Isoniazid,
Rifampisin,
Pirazinamid
Hentikan OAT
Tuli (bukan
disebabkan oleh
kotoran)
Streptomisin Hentikan streptomisin
Pusing (vertigo
dan nistagmus)
Streptomisin Hentikan streptomisin
Kuning (sesudah Isoniazid, Hentikan OAT
penyebab lain
disingkirkan)
hepatitis
Pirazinamid,
Rifampisin,
streptomisin
Bingung (diduga
gangguan hepar
berat bila
bersamaan
dengan kuning
Sebagian besar
OAT
Hentikan OAT
Gangguan
penglihatan
(sesudah gangguan
lain dising-
kirkan)
Etambutol Hentikan etambutol
Syok, purpura,
gagal ginjal akut
Rifampisin Hentikan Rifampisin
Penurunan jumlah
urin (oliguria)
Streptomisin Hentikan streptomisin
Tidak napsu
makan, mual dan
nyeri perut
Pirazinamid,
Rifampisin,
Isoniazid
Berikan obat bersamaan dengan
makanan ringan atau sebelum tidur
dan anjurkan pasien untuk minum
obat dengan air sedikit demi sedikit.
bila terjadi muntah yang terus
menerus atau ada tanda perdarahan
segera pikirkan sebagai efek
samping mayor dan segera rujuk
Nyeri sendi Prirazinamid Aspirin atau NSAID atau
parasetamol
Rasa terbakar,
kebas atau
kesemutan pada
tangan atau kaki
Isoniazid Piridoksin 50-75 mg/ hari
Mengantuk Isoniazid Berikan obat sebelum tidur
Urin berwarna
kemerahan atau
orange
Rifampisin Pastikan pasien diberitahukan
sebelum mulai minum obat dan bila
hal ini terjadi yaitu normal
Sindrom flu
(demam,
menggigil,
malaise, sakit
kepala, nyeri
tulang)
Dosis
Rifampisin
intermiten
Ubah pemberian dari intermiten ke
pemberian harian
PENGOBATAN reaksi kutaneus dan alergi
a. Jika pada proses reintroduksi ditemukan obat yang memicu
alergi, maka obat ini harus dihentikan.
b. Proses desensitisasi obat merupakan pilihan yang dapat diambil
terutama jika pasien alergi terhadap obat lini pertama dan lini kedua
atau jika tidak ada pilihan lain yang lebih baik. Proses desensitisasi
obat dilakukan tergantung pada derajat berat-ringannya reaksi alergi
yang terjadi. Jika reaksi alergi yang terjadi derajat ringan, maka dapat
dilakukan desensitisasi dengan eskalasi dosis per hari (single step
daily dose escalation)
PENGOBATAN Hepatitis Imbas Obat (Drug Induced Hepatitis/DIH)
1. Bila ditemukan gejala klinis yaitu mual, muntah, maka OAT
dihentikan.
2. Bila ditemukan gejala klinis disertai peningkatan SGOT dan/ SGPT >
3 kali, maka OAT dihentikan.
3. Bila tidak ditemukan gejala klinis, OAT dihentikan bila hasil
laboratorium bilirubin >2, atau SGOT, SGPT >5 kali. bila SGOT,
SGPT >3 kali, maka pengobatan dilanjutkan, dengan pengawasan.
Cara pemberian OAT yang dianjurkan:
Hentikan OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ). sesudah itu, monitor
gejala klinis dan laboratorium. Bila gejala klinis dan laboratorium
kembali normal (bilirubin, SGOT, SGPT), maka mulai diberikan
rifampisin dosis naik perlahan sampai dosis penuh. Selama itu
perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat rifampisin dosis penuh,
bila gejala klinis dan laboratorium normal, tambahkan INH dengan dosis
naik perlahan sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Paduan
OAT dapat diberikan secara individual sesudah dilakukan inisiasi ulang
atau rechallenge. Pada pasien yang mengalami ikterik, maka dianjurkan
tidak memasukkan pirazinamid kedalam paduan obat.
Bila rifampisin tidak dapat ditoleransi: 2HES/10HE
Bila INH tidak dapat ditoleransi: 6-9 RZE
Paduan OAT pada keadaan khusus
TB Milier: paduan sama seperti TB paru (2RHZE/4RH). Pemberian
kortikosteroid tidak dilakukan secara rutin, hanya diberikan pada
keadaan tertentu yaitu bila ada tanda / gejala meningitis, sesak
napas, tanda / gejala toksik, demam tinggi.
TB paru dengan DM: paduan dan durasi pengobatan sama seperti TB
paru tanpa DM dengan syarat gula darah terkendali . bila kadar gula
darah tidak terkendali , maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai
9 bulan.
TB paru pada kehamilan, menyusui dan pemakaian kontrasepsi
hormonal: semua obat TB lini pertama aman dipakai selama
kehamilan kecuali streptomisin. Sedangkan rifampisin mengurangi
efektivitas kontrasepsi hormonal.
TB paru pada gangguan ginjal: paduan OAT diberikan 2RHZE/4RH,
serta memerlukan penyesuaian dosis pirazinamid dan etambutol (3 kali
seminggu dengan dosis yang disesuaikan).
TB paru pada gangguan hepar: bila kadar SGPT > 3 kali nilai
normal, semakin berat penyakit hepar maka makin sedikit OAT
hepatotoksik yang digunakan, dengan pilihan sebagai berikut:
RHE 9 bulan
2RHES/6RH
2HES/10HE
ES+ Oflokxacin/ Levofloksasin selama 18-24 bulan
2.SUPORTIF/SIMPTOMATIS
Makan makanan bergizi tinggi kalori dan protein (tidak ada
pantangan), bila perlu diberikan vitamin tambahan
Obat simptomatik : mukolitik,ekspetoran, antipiretik, analgetik,
antiemetik , bronkodilator dll
Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis, perikarditis, mengancam
jiwa)
Penanganan reaksi tidak diinginkan dari OAT
Penanganan efek samping akibat OAT
Berhenti merokok
Pengendalian infeksi
Pengawasan Menelan Obat (PMO)
3.PEMBEDAHAN
Indikasi pembedahan:
a.Mutlak: pasien batuk darah masif, tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
b.Relatif: pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang,
kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan, sisa kavitas yang
menetap.
Tindakan invasif selain pembedahan: Bronkoskopi (atas indikasi)
9. Komplikasi Karena penyakit
- Penyebaran milier
- TB ekstrapulmoner
- Destroyed lung / lobe (luluh paru)
- Batuk darah masif / berulang
- Efusi pleura
- Pneumotoraks
- Gagal napas
- Kor pulmonale
- Gagal jantung
Karena tindakan
Pneumotoraks
10. Penyakit Penyerta Diabetes , HIV, penyakit ginjal kronis, hepatitis kronik
11. Prognosis Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanasionam : Dubia ad bonam
Ad vitam : Dubia ad bonam
12. nasihat Pengetahuan penyakit TB antara lain cara penularan, cara minum
obat, tidak boleh putus obat, lama pengobatan, memakai masker, dll
Etika batuk
Pola hidup bersih dan sehat
Asupan gizi yang baik
13. Indikasi Pulang Komplikasi dan efek samping telah teratasi
PLEURITIS EKSUDATIVA TB
(EFUSI PLEURA TB)
Pleuritis TB yaitu peradangan pada pleura, baik pleura parietal
maupun pleura viseral, yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dengan manifestasi berupa akumulasi cairan pada rongga
pleura.
2. Anamnesis
Nyeri dada yang bersifat tajam menusuk yang memberat saat pasien
menarik napas dalam atau batuk.
Sering dijumpai batuk tidak berdahak, tetapi bisa juga dijumpai
batuk yang berdahak atau berdarah bila disertai lesi pada paru.
Dijumpai sesak napas, semakin banyak cairan di rongga pleura akan
semakin sesak. Sesak napas dirasakan seperti rasa berat di dada.
Pasien merasa lebih nyaman dengan posisi tidur miring ke arah lesi.
Demam ringan.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada Inspeksi dapat terlihat gerakan pernapasan yang tertinggal
pada hemitoraks yang sakit, bila cairan banyak di rongga pleura
maka dada tampak cembung dan ruang antar iga melebar.
Pada Palpasi dijumpai fremitus suara yang melemah pada sisi yang
sakit. Trakea dan mediastinum dapat terdorong ke sisi yang sehat.
Pada Perkusi dijumpai redup pada daerah yang sakit.
Pada Auskultasi terdengar suara napas yang melemah sampai
menghilang pada sisi yang sakit. Suara gesekan pleura (Pleural
Friction Rub ) dapat terdengar bila jumlah cairan minimal.
4. Kriteria diagnosa
diagnosa pasti pada pleuritis TB yaitu jika dijumpai kuman TB pada
cairan pleura dan jaringan pleura, tetapi kuman TB pada cairan pleura
sangat sulit ditemukan secara langsung.
Anamnesis, Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis yang
mendukung diagnosa .
Terbukti secara bakteriologik dari cairan pleura atau histopatologik
dari biopsi pleura
Tes mantoux/ tes tuberkulin, Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction
(PCR), Adenosine Deaminase (ADA), dan / atau Interferon Gamma
(IFN-γ) yang mendukung diagnosa pleuritis TB.
Hasil biopsi pleura yang mendukung penegakan diagnosa pleuritis TB.
Pada pleuroskopi tampak gambaran patognomonis berupa nodul-nodul
granuloma TB yang menyebar secara merata pada pleura yang disebut
sagolike nodule.
5. diagnosa Kerja Pleuritis TB/ Efusi pleura TB
6. diagnosa Banding
Efusi pleura ganas
Efusi pleura parapneumonia
Pleuropneumonia
7. Pemeriksaan Penunjang
Pada foto toraks dengan posisi tegak tampak sudut sinus
frenikokostalis yang tumpul (meniscus sign).
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa .
Biopsi pleura (melalui torakoskopi , atau dengan jarum biopsy
Abram, Cope dan Veen Silverman)
Tes Mantoux / tes tuberkulin dapat juga dipakai sebagai
penunjang diagnosa pleuritis TB walaupun kurang berarti pada
dewasa.
Pemeriksaan Adenosin deaminase (ADA) dengan nilai cut off ADA
sangat bervariasi antara 40-71 IU/L.
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan IFN-γ
8. PENGOBATAN
Paduan obat minimal: 2 RHZE/4RH, dapat dilanjutkan lebih dari 6
bulan sesuai indikasi.
Melakukan evakuasi cairan seoptimal mungkin, sesuai kondisi
pasien.
Pemberian kortikosteroid dengan cara tapering off pada pleuritis
eksudativa tanpa lesi di paru.
Torakoskopi atas indikasi
Pembedahan toraks atas indikasi
9. Komplikasi Penebalan Pleura
Empiema
10. Penyakit Penyerta Diabetes Melitus, HIV
11. Prognosis Baik bila belum terjadi komplikasi dan belum ada penyakit penyerta
12. nasihat Quo ad vitam: dubia
Quo ad functionam:dubia
Quo ad sanasionam:dubia
13. Indikasi Pulang Perbaikan keadaan klinis, cairan sudah terevakuasi dari rongga pleura
dan penyakit dasar serta komplikasi sudah tertangani.
EMPIEMA TORAKS TB
ada nya pus dalam rongga pleura yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis
2. Anamnesis
Munculnya gejala di bawah ini dalam rentang waktu bervariasi dari
sebulan sampai dua tahun
Batuk
Sesak napas, lebih nyaman bila miring ke salah satu sisi.
Riwayat demam tidak tinggi dan bersifat hilang timbul
Nyeri dada
Gejala konstitusi seperti keringat malam anoreksia, malaise, dan
penurunan berat badan
3. Pemeriksaan Fisik
Frekuensi napas meningkat
Suhu bisa normal atau meningkat
Pemeriksaan toraks
a. Inspeksi: bentuk dada unilateral prominens dengan pergerakan
napas sisi cembung tertinggal
b. Palpasi: Fremitus pada sisi yang cembung melemah
c. Perkusi: redup sampai pekak pada sisi yang cembung
d. Auskultasi: suara napas melemah pada sisi yang cembung, pada
sisi yang lain bisa ditemukan adanyan ronki dan atau bunyi
napas amforis.
4. Kriteria diagnosa
Pasti
Adanya gambaran efusi pleura dan tuberkulosis aktif secara klinis
dan didukung pemeriksaan penunjang (salah satu atau gabungan
dari rontgen toraks, USG toraks, CT scan toraks); dan
Didapatkan adanya pus dari torakosentesis secara makroskopis
dengan dengan BTA positif pada pewarnaan atau kultur.
Kemungkinan besar empiema toraks tuberkulosis
a. Adanya gambaran efusi pleura dan tuberkulosis aktif secara
klinis dan didukung pemeriksaan penunjang (salah satu atau
gabungan dari rontgen toraks, USG toraks, CT scan toraks);
b. Didapatkan adanya pus dari torakosentesis
c. Adenosine deaminase (ADA) ≥ 30 U/L (cut off point bisa
berbeda pada masing-masing laboratorium)
d. BTA positif pada pewarnaan sputum
e. Predominan sel MN
5. diagnosa Kerja Empiema toraks dekstra / sinistra / bilateral tuberkulosis
6. diagnosa Banding
Efusi pleura ganas
Pneumonia
Empiema toraks non tuberkulosis
Chylothorax
Abses paru
Ruptur esofageal
7. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen toraks
USG toraks
CT scan toraks
BTA pus
Kultur M. tuberculosis pus
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa .
Biopsi pleura (melalui torakoskopi , atau dengan jarum biopsy
Abram, Cope dan Veen Silverman)
Tes Mantoux / tes tuberkulin dapat juga dipakai sebagai
penunjang diagnosa walaupun kurang berarti pada dewasa.
Pemeriksaan Adenosin deaminase (ADA) dengan nilai cut off ADA
sangat bervariasi antara 40-71 IU/L.
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan IFN-γ
8. PENGOBATAN
Medikamentosa
Paduan obat minimal : 2 RHZE/4RH, dapat dilanjutkan lebih dari 6
bulan sesuai indikasi
Pertimbangkan antibiotik bila ada kemungkinan mix infeksi
Non medikamentosa
Pemasangan chest tube
Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS)
Drainase terbuka
Torakotomi dan dekortikasi
9. Komplikasi Gagal napas
Reexpansion pulmonary oedema
Komplikasi pemasangan chest tube
Bronkopleural fistula
Empyema necessitans
Skoliosis sekunder
10. Penyakit Penyerta Diabetes mellitus
HIV/AIDS
Gagal ginjal
Bronkiektasis
PPOK
Penyalahgunaan alkohol
11. Prognosis Quo ad vitam: dubia
Quo ad functionam:dubia
Quo ad sanasionam:dubia
12. nasihat Etika batuk
Berhenti merokok
Penatalaksanaan penyakit penyerta
13. Indikasi Pulang sesudah 5-7 hari pemasangan chest tube bila cairan pleura tidak
ada lagi (konfirmasi dengan pemeriksaan rontgen toraks PA, USG
toraks dan/atau CT scan Toraks) dan paru mengembang.
Tidak ada fistula bronkopleura.
Perbaikan klinis.
Pemberian OAT dilanjutkan sesuai dengan standar.
TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT
(TB RO)
Tuberkulosis resistan obat (TB RO) TB RO yaitu tuberkulosis (TB)
yang disebabkan oleh M.tuberculosis yang telah resistan obat anti
tuberkulosis (OAT).
Kategori Resistansi Terhadap Obat Anti TB (OAT)
Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT yaitu keadaan
dimana kuman sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT.
Kategori resistansi terhadap obat anti TB, yaitu:
Monoresistan (Monoresistance):
Resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan isoniazid (H)
Poliresistan(Polyresistance):
Resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid
(H) dan rifampisin (R).
Multi Drug Resistance (MDR):
Resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT
lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.
Pre-extensive drug resistance (pre-XDR):
Resistan terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon atau
salah satu OAT injeksi lini kedua.
Extensively Drug Resistance (XDR):
TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan
fluorokuinolondan dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua
(capreomisin,kanamisin dan amikasin).
TB Resistan Rifampisin (TB RR):
Resistan terhadap rifampisin (monoresistan, poliresistan,TB MDR,
TB XDR) yang terdeteksi memakai metode fenotip atau
genotip dengan atau tanpa resistan OAT lainnya.
Total Drug Resistance
Resistan terhadap seluruh OAT lini 1 dan lini 2.
Klasifikasi TB RO berdasar riwayat pengobatan yaitu:
Resistan primer: bila penderita sebelumnya tidak pernah
mendapat pengobatan TB
Resistan inisial: bila tidak tahu pasti apakah penderita sudah
pernah mendapat riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak
Resistan sekunder: bila penderita penderita telah punya riwayat
pengobatan sebelumnya
Kriteria terduga TB RO
Terduga TB RO yaitu pasien yang mempunyai satu atau lebih kriteria
di bawah ini, yaitu:
Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada bulan ke-5
atau pada akhir pengobatan.
Pasien TB yang tidak konversi pengobatan kategori 2
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif sesudah
pengobatan tahap awal.
Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak
standar
Pasien TB yang memiliki riwayat pengobatan TB tidak sesuai
dengan paduan OAT standar; dan atau memakai kuinolon serta
obat injeksi lini kedua paling sedikit selama 1 bulan.
Pasien TB gagal pengobatan kategori 1
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada bulan ke-5
atau pada akhir pengobatan
Pasien TB yang tidak konversi pengobatan kategori 1
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif sesudah
pengobatan tahap awal.
Pasien TB kambuh pengobatan kategori 1 atau kategori 2
Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap dan saat ini diagnosa TB berdasar hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis
Pasien TB yang kembali sesudah putus berobat (loss to follow-up )
Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan putus berobat selama
2 bulan berturut-turut atau lebih.
Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien
TB RO
Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara klinis maupun
bakteriologis terhadap pemberian OAT
2. Anamnesis
Identitas pasien
Pada TB paru, gejala utama TB paru : batuk dahak ≥ 2 minggu,
batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan turun, berat
badan turun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang. Pada pasien HIV positif, batuk sering kali bukan
merupakan gejala TB yang khas
Harus ditanyakan Riwayat pengobatan OAT sebelumnya (TB
kasus gagal, TB kasus kambuh, TB kasus putus obat )
Identifikasi faktor risiko : kontak erat dengan pasien TB RO
Identifikasi penyakit komorbid (HIV, DM, penyakit hati, ginjal,
epilepsi, gangguang psikiatri, gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, dll) dan riwayat alergi obat
Riwayat sosial : merokok, pekerjaan
3. Pemeriksaan Fisik
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi : pada foto toraks dapat berupa gambaran
fibroinfiltrat, perselubungan, kavitas, bercak milier, ektasis,
ateletaksis, luluh paru dan efusi pleura
b. Pemeriksaan bakteriologis berupa pemeriksaan tes cepat molekuler
seperti genxpert atau line probe assay dan pemeriksaan biakan dan
uji kepekaan obat dengan metode konvensional berupa media
padat atau cair.
Pemeriksaan untuk paduan jangka pendek
Pemeriksaan untuk paduan jangka panjang
5. Kriteria diagnosa
Terbukti resistan minimal terhadap rifampisin dari biakan dan uji
kepekaan
a. Metode konvensional
memakai media padat ( Lowenstein Jensen /LJ) atau media
cair (MGIT)
dipakai untuk uji kepekaan terhadap OAT lini pertama dan
OAT lini kedua . Pada pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
metode konvensional didapatkan hasil TB RR, MDR, pre XDR
atau XDR
b. Tes Cepat (Rapid Test).
memakai Xpert MTB/RIF atau lebih dikenal dengan Test
Cepat Molekuler (TCM) atau GeneXpert . dipakai untuk
menentukan resistansi terhadap rifampisin. Bila hasil
Rifampicin resistance detected ditetapkan sebagai TB RR.
memakai Line probe assay (LPA) first line : dipakai
untuk menentukan resistansi terhadap Rifampisin dan Isoniazid.
Pada pemeriksaan LPA didapatkan hasil TB RR atau TB MDR.
Catatan :
Pasien dengan hasil TCM TB ditemukan M.tb Resistan Rifampisin
dilanjutkan dengan pemeriksaan biakan dan identifikasi kuman
M.Tb . untuk mengetahui pola kepekaan obat.
Jika ada perbedaan hasil antara pemeriksaan TCM TB dengan
hasil pemeriksaan uji kepekaan, maka hasil pemeriksaan resistan
rifampisin TCM TB menjadi dasar penegakan diagnosa
Untuk pasien yang mempunyai risiko rendah TB RO yaitu pasien
yang tidak masuk dalam 9 kriteria terduga TB RO, jika pemeriksaan
TCM TB memberi hasil Rifampisin Resistan, ulangi
pemeriksaan TCM TB 1 (satu) kali lagi dengan contoh uji dahak
yang baru. Jika ada perbedaan hasil pemeriksaan, maka hasil
pemeriksaan yang terakhir yang dijadikan acuan untuk tindak lanjut
berikutnya dengan pertimbangan klinis dari TAK.
6. diagnosa Kerja
TB-RR
TB-MDR
TB-PreXDR (resistan kuinolon atau injeksi lini 2)
TB-XDR
7. diagnosa banding Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT)
8. PENGOBATAN
PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA
Persiapan awal
- Anamnesis ulang riwayat alergi obat, riwayat penyakit dahulu
(hepatitis, DM, gangguan ginjal, gangguan kejiawaan, kejang,
neuropati, dll)
- Pemeriksaan berat badan, fungsi penglihatan dan fungsi
pendengaran
- Pemeriksaan kondisi kejiwaan bila dicurigai ada gangguan
kejiawaan
- Memastikan data dasar identitas
- Pemeriksaan penunjang baseline meliputi :
a. Darah lengkap
b. Kimia darah :
c. Pemeriksaan Thyroid stimulating hormone (TSH)
d. Tes kehamilan pada perempuan usia subur
e. Foto toraks
f. Pemeriksaan pendengaran (audiometri jika mampu laksana)
g. EKG
h. Tes HIV
i. Pemeriksaan penglihatan (buta warna, lapang pandang)
j. Pemeriksaan kejiwaan (fokus pada kecenderungan psikosis
dan kepatuhan pasien)
Penetapan pasien TB RO yang akan diobati oleh Tim Ahli Klinis
(TAK) yaitu pasien yang terbukti resistan terhadap rifampisin
berdasar pemeriksaan genotipik (tes cepat) atau pemeriksaan
fenotipik (uji kepekaan konvensional)
Bersedia menjalani program pengobatan dengan menandatangani
informed consent oleh pasien dan keluarga serta bersedia datang
setiap hari ke fasyankes TB RO dan satelit.
Alur Pengobatan TB RO
Paduan pengobatan TB RO
Paduan pengobatan TB RO terdiri dari yaitu paduan standar jangka
pendek (9-11 bulan ) dan jangka Panjang (18-20 bulan)
Pengobatan TB RO dengan paduan standar jangka pendek
Paduan pengobatan jangka pendek tanpa injeksi yang dipakai
yaitu sebagai berikut:
Prinsip pemberian paduan pengobatan TB RO jangka pendek
tanpa injeksi yaitu sebagai berikut.
Sebelum pengobatan, direkomendasikan untuk menunggu hasil
uji kepekaan obat terhadap florokuinolon (hasil LPA lini kedua),
namun bila hasil LPA tidak tersedia hingga hari ke-7,
pengobatan harus segera dimulai dan pemilihan paduan
pengobatan didasarkan pada hasil anamnesis dan riwayat
pengobatan TB/TB RO sebelumnya
Durasi total pengobatan yaitu 9–11 bulan, dengan tahap awal
selama 4 bulan (bila terjadi konversi BTA pada atau sebelum
bulan ke-4) dan tahap lanjutan selama 5 bulan. Pasien dengan
hasil pemeriksaan BTA atau biakan awal negatif dapat diberikan
tahap awal selama 4 bulan. Kondisi klinis dan radiologis harus
dipantau untuk memastikan terjadi perbaikan.
Bila belum terjadi konversi BTA pada bulan ke-4, tahap awal
pengobatan dapat diperpanjang sampai bulan ke-5 atau bulan ke-
6 (bergantung pada waktu konversi BTA). Pemeriksaan LPA lini
kedua dan uji kepekaan obat harus diulang bila hasil
pemeriksaan BTA pada bulan ke-4 masih positif.
Pada paduan jangka pendek, bedaquiline tetap diberikan selama
6 bulan tanpa memperhatikan durasi tahap awal pengobatan.
Bila tidak terjadi konversi BTA pada bulan ke-6, pengobatan
paduan jangka pendek harus dihentikan dan hasil pengobatan
pasien dicatat sebagai “Gagal pengobatan”. Pasien didaftarkan
kembali atau dirujuk untuk mendapatkan paduan pengobatan TB
RO jangka Panjang
Komposisi paduan pengobatan jangka pendek merupakan
panduan standar yang tidak dapat dimodifikasi. Tidak dianjurkan
untuk mengubah komposisi obat, kecuali Levofloksasin diganti
dengan Moksifloksasin.
Durasi Pemberian Obat Jangka Pendek
Bila pengobatan pasien sudah dimulai dengan paduan jangka pendek
dan hasil uji kepekaan menunjukkan adanya resistansi terhadap
florokuinolon, maka status pengobatan pasien ditutup dan dicatat
sebagai kasus “Gagal karena perubahan diagnosa ”. Pasien selanjutnya
didaftarkan kembali untuk mendapatkan paduan pengobatan jangka
panjang mulai dari awal berdasar hasil uji kepekaan.
Bila terjadi intoleransi obat pada paduan jangka pendek yang
memerlukan penghentian salah satu obat utama (Bdq, Lfx/ Mfx, Cfz,
Eto, INHDT), maka paduan pengobatan jangka pendek harus
dihentikan dan dicatat sebagai kasus “Gagal pengobatan”. Selanjutnya
pindah ke paduan jangka panjang dengan memperhatikan konversi
biakan. bila sudah terjadi konversi biakan, pengobatan dilanjutkan
dengan paduan obat jangka Panjang sampai total 18 bulan. bila
belum terjadi konversi biakan, pengobatan jangka panjang harus
dimulai dari awal.
Paduan Jangka Panjang Tanpa Injeksi
Kriteria pasien TB RO yang diberikan paduan jangka panjang tanpa
injeksi ialah:
Pasien TB RR/MDR dengan resistansi terhadap florokuinolon (TB
pre-XDR)
Pasien TB RR/MDR yang gagal pengobatan jangka pendek
sebelumnya
Pasien TB RO yang pernah mendapatkan OAT lini kedua selama 1
bulan
Pasien TB RR/MDR yang terbukti atau diduga resistan terhadap
Bedaquiline, Clofazimine, atau Linezolid
Pasien TB MDR dengan hasil LPA ada mutasi pada inhA dan
katG
Pasien TB RR/MDR paru dengan lesi luas, kavitas bilateral
Pasien TB RR/MDR ekstra paru berat atau dengan komplikasi
(yang harus diobati jangka panjang), seperti meningitis,
osteoarticular, efusi pericardial, TB abdomen
Pasien TB RO dengan kondisi klinis tertentu (misalnya alergi berat
/ intoleran terhadap obat utama pada paduan jangka pendek)
Ibu hamil, menyusui
Langkah penyusunan paduan jangka panjang dapat dilihat sebagai
berikut.
Pengobatan dimulai dengan lima obat TB yang diperkirakan efektif
dan ada setidaknya tiga obat sesudah pemakaian Bedaquiline
dihentikan.
Pola resistansi dan riwayat pengobatan TB pasien harus diperhatikan
dalam menyusun paduan jangka panjang
Durasi total pemberian paduan pengobatan TB RO jangka panjang
minimal ialah 18 bulan atau sesudah 16 bulan sejak terjadinya konversi
kultur dahak. Durasi total paling lama ialah 24 bulan, yaitu bila pasien
mengalami konversi pada bulan ke-8 pengobatan.
Dosis Obat TB RO (Usia ≥ 15 tahun)
PENGOBATAN NON-MEDIKAMENTOSA
1. Pengendalian infeksi
2. Pemberian gizi yang baik
3. Pengawasan Menelan Obat (PMO) oleh petugas kesehatan
4. Konseling dan dukungan psikososial
PENGOBATAN BEDAH
Pembedahan pada pasien TB RO, syarat:
1. Toleransi operasi baik
2. Lesi terlokalisir pada satu lobus
3. Diberikan OAT 2 bulan sebelum operasi
4. Pascabedah dilanjutkan OAT 12-24 bulan
PENGOBATAN KHUSUS
1. Pengobatan TB RO pada ibu hamil
Pasien TB RO yang sedang hamil direkomendasikan untuk segera
memulai pengobatan segera sesudah diagnosa TB RO ditegakkan,
terutama pada pasien TB RO yang memiliki koinfeksi HIV. Pada
pasien TB RO dengan HIV negatif, pengobatan TB RO dapat
ditunda sampai trimester kedua bila kondisi pasien stabil (atau
penyakit TB tidak berat) untuk menghindari terjadinya efek
teratogenik pada trimester pertama kehamilan. Beberapa prinsip
pengobatan TB RO pada ibu hamil yaitu :
a. Wanita hamil tidak bisa mendapatkan paduan pengobatan TB
RO jangka pendek.
b. Obati dengan minimal empat (4) jenis OAT lini kedua oral yang
diperkirakan efektif.
c. Obat pilihan untuk pengobatan TB RO pada kehamilan ialah
bedaquiline dan delamanid (kategori B), serta fluorokuinolon,
sikloserin, dan PAS (kategori C).
d. Hindari pemberian Etionamid
2. Pengobatan TB RO pada ibu menyusui
Pasien TB RO yang sedang menyusui tidak dapat diobati dengan
paduan pengobatan TB RO jangka pendek. Hampir semua OAT lini
kedua dapat diberikan kepada ibu menyusui kecuali bedaquiline dan
clofazimine
3. Pengobatan pasien TB RO dengan diabetes mellitus
a. Pada TB RO dengan retinopati DM : hati-hati dalam pemakaian
etambutol (wajib pemantauan ketat)..
b. Pada TB RO dengan nefropati DM: Kadar kalium darah dan
serum kreatinin harus dipantau, setiap minggu selama bulan
pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya sekali sebulan.
c. Pada TB RO dengan neuropati DM: Tiga obat utama yang
paling banyak memicu neuropati perifer yaitu Sikloserin,
Linezolid, dan Isoniazid. Pemberian obat-obat ini pada
pasien dengan neuropati DM harus disertai dengan piridoksin.
Dosis piridoksin yang diberikan yaitu 50 mg piridoksin setiap
pemberian 250 mg sikloserin.
d. Perlu diperhatikan interaksi dengan obat diabetes, khususnya
pemakaian Bedaquiline dan Delamanid.
4. Pengobatan pasien TB RO dengan gagal ginjal
Pasien TB RO dengan gagal ginjal tidak bisa mendapatkan
paduan pengobatan jangka pendek.
Kadar kalium dan kreatinin harus dipantau, setiap minggu
selama bulan pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya
sekali sebulan.
Strategi umumnya ialah memperpanjang interval pemberian obat
dan atau menurunkan dosis yang disesuaikan dengan fungsi
ginjal.
5. Pengobatan pasien TB RO dengan gangguan hati
Secara umum, pasien dengan penyakit liver kronik tidak boleh
mendapatkan pirazinamid. Obat TB yang lain dapat diberikan
dengan pemantauan fungsi hati yang ketat. Bila terjadi inflamasi
liver akut berat, obat yang diduga sebagai penyebab harus
dihentikan.
Pada kasus tertentu, OAT dapat dihentikan sampai menunggu
hepatitis akut sembuh. Pada kasus tertentu dimana
pengobatan TB RO harus diobati meskipun ada hepatitis
akut, kombinasi empat OAT yang tidak bersifat hepatotoksik
merupakan pilihan yang paling aman.
5. Pengobatan pasien TB RO dengan HIV
Pada pasien TB RO dengan HIV yang sudah memulai
pengobatan antiretrovirus (ARV), maka ARV diteruskan dan
obat TB RO dapat segera diberikan sesudah diagnosa
ditegakkan. Sedangkan pada pasien TB RO dengan HIV yang
belum memulai pengobatan ARV, maka pengobatan ARV
dimulai dalam 8 minggu sesudah pengobatan TB RO dimulai
dan toleransi pasien terhadap OAT baik,
Regimen ARV yang paling umum dipakai untuk pasien
TB RO yang terinfeksi HIV yaitu AZT + 3TC + EFV.
Beberapa obat TB yang dapat berinteraksi dengan obat ARV
ialah:
o Kuinolon dan didanosine (DDI)
o Bedaquiline dan efavirenz
o Delamanid dan efavirenz
o Delamanid dan Lopinavir/Ritonavir
11. Komplikasi
Batuk darah
Gangguan saluran cerna
Efek samping obat
Pneumotoraks
Atelektasis
Destroyed lung
Sepsis
12. Penyakit penyerta
DM
HIV
Jamur
Hepatitis kronik
Penyakit ginjal kronik
Malnutrisi
13. Prognosis Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanasionam : Dubia ad bonam
Ad vitam : Dubia ad bonam
TUBERKULOSIS
EKSTRAPARU
Tuberkulosis ekstra paru yaitu pasien dengan tuberkulosis organ
selain paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, traktus
genitorinarius, kulit, tulang, dan sendi serta selaput otak.
diagnosa dibuat berdasar satu spesimen dengan biakan/
mikroskopis/ tes molekuler positif atau histologi atau bukti klinis kuat
yang konsisten dengan tuberkulosis ekstraparu dan diikuti keputusan
klinisi untuk memulai terapi antituberkulosis. Pasien dengan diagnosa
tuberkulosis paru dan ekstraparu digolongkan sebagai kasus TB
paru.
Bahasan Pleuritis Eksudativa TB dan empyema toraks TB telah dibuat
tersendiri.
2. Anamnesis
Gambaran klinis TB ekstraparu sesuai dengan lokasi infeksi.
TB LIMFADENOPATI
Gejala sesuai dengan lokasi kelenjar limfe yang terkena diantaranya
tuberkulosis limfadenopati perifer yang paling sering menyerang pada
daerah servikal posterior, anterior dan fossa supraklavikula, juga dapat
menyerang daerah aksila, inguinal, submandibular, dan kadang-kadang
preaurikula atau kelenjar sub mental dan kelenjar intramamari.
Pengobatan TB limfadenopati sama dengan pengobatan TB paru yaitu
2RHZE/4RH akan tetapi durasi yang bervariasi 6 sampai 12 bulan
tergantung kondisi klinis. Eksisi bedah dipertimbangkan pada
limfadenopati yang memberi gejala klinis simptomatis dan kasus
resistensi obat.
TB SALURAN UROGENITAL
Gangguan miksi dan urgensi kronik yang tidak respons terhadap
antibiotik dapat mengarah kepada diagnosa tuberkulosis saluran
urogenital. Epididimitis kronik merupakan manifestasi tuberkulosis
saluran urogenital yang paling sering ditemukan pada saluran genital
laki-laki, biasanya ditemukan bersama dengan fistula skrotal. Gejala
lain yang terkadang ditemukan yaitu nyeri punggung, pinggang dan
suprapubik, hematuria, frekuensi miksi bertambah dan nokturia. Pasien
biasanya mengeluh miksi yang sedikit-sedikit dan sering yang awalnya
hanya terjadi di malam hari dan kemudian dirasakan juga pada siang
hari. Kolik ginjal jarang ditemukan, biasanya intermiten dan sudah
berlangsung beberapa saat sebelum pasien mencari pengobatan.
Hematospermia, sistitis rekuren serta pembengkakan testis yang
menimbulkan rasa nyeri dapat juga ditemukan pada tuberkulosis
saluran urogenital.
TB SUSUNAN SARAF PUSAT (SSP)
Manifestasi infeksi TB di susunan saraf pusat (SSP) secara patologi
dapat berupa meningitis, ensefalitis, mielitis, abses dan tuberkuloma,
ventrikulitis, vaskulitis, dan juga infark. Gejala yang tersering
dikeluhkan yaitu nyeri kepala, demam, penurunan berat badan,
penurunan kesadaran), muntah dan kejang. Gejala dapat disertai defisit
neurologis seperti kaku kuduk, paresis saraf kranial dan hemiparesis.
TB TULANG DAN SENDI
Nyeri atau bengkak di tulang/ sendi paling sering ditemukan pada TB
tulang dan sendi.
Demam dan berat badan turun
Fistula kulit, abses, deformitas sendi pada penyakit lanjut
Gejala klinis yang penting yaitu pembengkakan, nyeri dan gangguan
fungsi yang progresif selama beberapa minggu sampai beberapa
bulan.Pada arthritis panggul ada spasme paraspinal di sekitar
tulang vertebra yang terlibat yang relaks ketika tidur sehingga
memungkinkan pergerakan pada permukaan yang terinflamasi dan
memicu tangisan di malam hari yang khas.Manifestasi
tuberkulosis osteomielitis ekstraspinal dapat berupa abses dingin yaitu
pembengkakan yang tidak teraba hangat, eritema maupun nyeri. Pada
pemeriksaan seksama dapat ditemukan small knuckle kyphosis pada
palpasi.
TB GASTROINTESTINAL/ TB ABDOMEN
Gejala yang paling sering ditemukan yaitu nyeri perut, penurunan
berat badan, diare/konstipasi, diare, darah pada rektum, nyeri tekan
abdomen, massa abdomen dan limfadenopati
Gejala klinis dapat berupa gejala akut maupun kronik intermiten.
Sebagian besar pasien mengalami nyeri perut, demam, diare dan
konstipasi, penurunan berat badan, anoreksia dan malaise.Pasien
dengan TB peritoneum biasanya bermanifestasi sebagai TB
gastrointestinal, ditemukan pada individu berusia <40 tahun dan
frekuensinya lebih besar pada perempuan. Manifestasi klinisnya tidak
spesifik dan mirip dengan penyakit gastrointestinal lainnya. Pasien
dengan TB peritoneum dapat mengalami pembesaran abdomen mulai
dari asites dan nyeri perut. Adhesi dapat memicu obstruksi usus
halus.Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan abdomen difus,
doughy abdomen, hepatomegali dan asites.
TB ENDOMETRIUM
Gejala tidak spesifik. Gejala yang paling sering dijumpai pada wanita
usia subur yaitu gangguan siklus menstruasi atau nyeri pelvis,
sementara pada wanita pascamenopause seringkali ditemukan
pyometra atau leucorrhea.
TB PERIKARDIAL
Gejala yang muncul terutama bersifat sistemik, yaitu demam,
penurunan berat badan, anoreksia dan malaise. Presentasi klinis TB
perikardial sangat bervariasi, yaitu dapat berupa perikarditis akut
dengan atau tanpa efusi; tamponade jantung yang bersifat silent, efusi
perikardial berulang, gejala toksik dengan demam persisten,
perikarditis konstriktif akut, perikarditis konstriktif subakut,
perikarditis konstriktif-efusif atau perikarditis konstriktif kronik dan
kalsifikasi perikardial.
TB KULIT
Presentasi klinis TB kulit bervariasi berdasar sumber penularan,
cara penyebaran, patogenitas kuman, dan status imunitas pasien.
Berupa lesi kronik, tidak nyeri, non-patognomonik, dapat berupa
papula kecil dan eritema hingga tuberkuloma besar.
ada beberapa temuan khas, yaitu gambaran scrofuloform , plak
anular dengan batas verukosa pada lupus vulgaris atau plak
hiperkeratotik.
TB LARING
Gejala yang paling sering yaitu serak, odinofagia, disfagia, sesak,
stridor dan hemoptisis.
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB
Gejala klinik yang khas dari otitis media tuberkulosis ini terdiri dari
keluar cairan yang banyak dari telinga tanpa disertai nyeri dan tuli
berat. Tuli berat merupakan tanda klasik dari otitis media tuberkulosis
dapat berupa tuli konduktif, tuli sensorineural atau campur. Gejala lain
seperti penurunan berat badan, keringat malam dan batuk darah sering
ditemukan pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif.
TB MATA/TB OKULAR
Tuberkulosis mata dapat melibatkan semua bagian mata, adneksa mata
dan orbita dengan patofisiologi yang berbeda.
3. Pemeriksaan Fisik Gambaran seperti TB paru, TB ekstra paru
4. Kriteria diagnosa
Untuk semua pasien, termasuk anak, yang diduga memiliki TB
ekstraparu, spesimen yang tepat dari bagian tubuh yang sakit sebaiknya
diambil untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histologi.
TB LIMFADENOPATI
diagnosa ditegakkan melalui aspirasi jarum halus atau biopsi
kelenjar.
TB SALURAN UROGENITAL
1. Pemeriksaan mikroskopik (BTA urin)
2. Biakan M. tuberculosis (urin pagi, pulasan, sekresi, ejakulat,
spesimen jaringan)
3. Pemeriksaan histopatologi (spesimen jaringan) dikombinasikan
dengan BTA dan/atau TCM TB.
TB SSP
Kecurigaan ke arah meningitis TB harus dipikirkan pada pasien dengan
gejala sakit kepala, dan demam yang berlangsung lebih dari 5 hari.
Cairan serebrospinal (CSS) merupakan spesimen utama yang harus
dieksplorasi pada penegakan diagnosa meningitis TB.
diagnosa definitif meningitis TB yaitu berdasar :
(1) Ditemukannya BTA pada analisis cairan serebrospinal (sensitivitas
10-20%), atau
(2) Pemeriksaan TCM MTB/RIF positif dari CSS, atau
(3) Tumbuhnya M. tuberculosis pada kultur CSS (sensitivitas 60-70%).
Volume CSS minimal yang direkomendasikan untuk memberi
sensitivitas pemeriksaan mikrobiologis yang adekuat yaitu minimal 6
ml pada dewasa dan anak sebanyak 2-3 ml.
Mengingat pentingnya diagnosa cepat pada terduga meningitis TB,
maka pemeriksaan TCM dari cairan serebrospinal direkomendasikan
sebagai uji mikrobiologi awal untuk pasien yang diduga meningitis
TB TULANG DAN SENDI
Baku emas untuk diagnosa tuberkulosis tulang dan sendi yaitu
biakan mikobakterium jaringan tulang atau cairan sinovial.
TB ABDOMEN
1. Hasil biopsi kelenjar getah bening mesenterik menunjukkan bukti
histologi tuberkulosis
2. Inokulasi atau biakan jaringan menunjukkan pertumbuhan
Mycobacterium tuberkulosis
3. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan tuberkulosis dengan
nekrosis kaseosa
TB ENDOMETRIUM
diagnosa TB endometrial dapat ditegakkan bila ditemukan
gambaran granulomatosa melalui pemeriksaan histopatologi sediaan
biopsi atau kuretase jaringan endometrium.
TB PERIKARDIAL
1. Biakan M. tuberculosis positif dari efusi perikardial atau jaringan
2. BTA positif atau granuloma kaseosa pada spesimen biopsi
perikardial
3. PCR (+) pada spesimen biopsi perikardial
TB KULIT
Ditemukan Mycobacterium tuberculosis pada biakan jaringan dari
biopsi kulit atau pulasan sitologi, atau ditemukan DNA Mycobacterium
spp. dengan pemeriksaan molekuler.
Selain itu: 1) ditemukan infeksi TB aktif di organ lain, (2) hasil tes
tuberculin positif kuat, (3) respons baik terhadap terapi dengan OAT.
TB LARING
diagnosa dilakukan dari pemeriksaan endoskopi dengan melihat
respons jaringan sesudah terapi OAT.
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB
Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan perforasi multipel dan jaringan
granulasi dari telinga tengah yang merupakan patognomonis untuk
otitis media tuberkulosis. Penegakkan diagnosa didukung oleh hasil
pemeriksaan histopatologi dari jaringan mastoid, BTA dari cairan
telinga tengah dan biakan maupun tes molekuler dari cairan atau
jaringan.
TB MATA/TB OKULAR
A. Confirmed TB intraokular :
1. ada satu atau lebih tanda klinis TB intraokular
2. Konfirmasi mikrobiologi M. tuberculosis dari cairan/jaringan
okular
B. Probable TB intraokular :
1. ada satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan
eksklusi penyebab lain)
2. X-ray toraks menggambarkan lesi TB atau bukti klinis TB
ekstraokular atau konfirmasi mikrobiologi dari sputum atau
organ – organ ekstraokular
3. Salah satu dari :
a. ada riwayat terpapar TB dalam 24 bulan terakhir
b. Bukti imunologis (Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif
menunjukkan infeksi TB
C. Possible TB intraokular :
1. ada satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan
eksklusi penyebab lain)
2. X-ray toraks tidak konsisten dengan infeksi TB dan tidak ada
bukti klinis TB ekstraokular
3. Salah satu dari :
a. ada riwayat terpapar TB dalam 24 bulan terakhir
b. Bukti imunologis (Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif
menunjukkan infeksi TB
ATAU
a. ada satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan
eksklusi penyebab lain)
b. X-ray toraks konsisten dengan infeksi TB atau bukti klinis
TB ekstraokular tetapi tidak ada riwayat terpapar TB
dalam 24 bulan terakhir dan tidak ada bukti imunologis
(Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif menunjukkan
infeksi TB
5. diagnosa Kerja
TB ekstraparu, sesuai lokasi, diantaranya:
TB limfadenopati
TB saluran urogenital
TB SSP
TB tulang/sendi
TB Gastrointestinal/TB abdomen
TB perikardial
TB kulit
TB laring
TB telinga tengah/Mastoiditis TB
TB mata
6. diagnosa Banding Infeksi non TB
7. Pemeriksaan Penunjang
TB SALURAN UROGENITAL
Pemeriksaan foto polos saluran urogenital serta pemeriksaan urografi
TB SSP
analisis cairan serebrospinal (CSS), TCM pada CSS, CT scan atau
MRI otak dengan kontras
Penemuan BTA pada cairan serebrospinal dan jaringan merupakan
diagnosa cepat terbaik untuk diagnosa tuberkulosis sistem saraf
pusat
Volume cairan serebrospinal yang dapat diambil untuk
pemeriksaan, setidaknya sebanyak 6 ml
Biopsi jaringan mempunyai nilai diagnostik yang lebih tinggi
dibandingkan cairan serebrospinal untuk dignosis tuberkuloma dan
tuberkulosis spinal.
TB TULANG DAN SENDI
Aspirasi jarum dan biopsi (CT - guided) direkomenda