Rabu, 28 Februari 2024

penyakit paru 3

   


  MTBDRplus (uji kepekaan untuk R dan H) 

  MTBDRsl (uji kepekaan untuk etambutol, aminoglikosida, dan 

florokuinolon) 

  Molecular beacon testing (uji kepekaan untuk R) 

  PCR-Based Methods of IS6110 Genotyping 

  Spoligotyping  

  Restriction Fragment Length Polymorphism  (RFLP) 

  MIRU / VNTR Analysis  

  PGRS RFLP 

  Genomic Deletion Analysis 

  Genoscholar: PZA TB II (uji kepekaan untuk Z), NTM+MDRTB II 

(uji kepekaan untuk identifikasi spesies Mycobacterium dan uji 

kepekaan H + R), serta F Q+ K M-TB II (uji kepekaan florokuinolon 

dan kanamisin) 

  Interferon-Gamma Realease Assays (IGRAs): tidak dapat dipakai 

untuk mendiagnosa  TB aktif, tapi hanya dipakai untuk 

mendiagnosa  TB laten. 

  Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)  

 

Pemeriksaan lain: 

  Radiologi: Foto toraks, PA/lateral/lateral dekubitus/obliq 

  Histopatologi jaringan: biopsi jaringan paru dan lesi yang dicurigai 

  Uji Tuberkulin: kurang bermakna pada orang dewasa 

  CT scan toraks pada keadaan khusus bila diperlukan 

 

8. PENGOBATAN 

 

 

A.  OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) 

 

  Prinsip pengobatan TB yang adekuat meliputi: 

a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan obat yang meliputi 

minimal empat macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi 

terhadap OAT. 

b. OAT diberikan dalam dosis yang tepat. 

c. OAT ditelan secara teratur dan diawasi oleh pengawas menelan 

obat (PMO) hingga masa pengobatan selesai. 

d. OAT harus diberikan dalam jangka waktu yang cukup, meliputi 

tahap awal/ fase intensif dan tahap lanjutan untuk mencegah 

kekambuhan      

Pengobatan tuberkulosis standar untuk TB SO dibagi menjadi: 

  Pasien baru.  

Paduan obat yang dianjurkan 2RHZE/4RH dengan pemberian dosis 

setiap hari.  

  Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama, 

Pengobatan sebaiknya berdasar  hasil uji kepekaan secara 

individual. Perlu dilakukan uji kepekaan obat, pasien dapat diberikan 

OAT kategori 1 selama menunggu hasil uji kepekaan. Pengobatan 

selanjutnya disesuaikan dengan hasil uji kepekaan. 

 

Pasien dengan TB-SO diobati memakai OAT lini pertama 

Nama obat 

Dosis harian 

Dosis (mg/kgBB) Dosis maksimum (mg) 

Rifampicin (R) 10 (8-12) 600 

Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 

Pirazinamid (Z) 25 (20-30)   

Etambutol (E) 15 (15-20)   

Streptomisin 15 (12-18)   

 

Untuk menunjang kepatuhan berobat, paduan OAT lini pertama telah 

dikombinasikan dalam obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT), setiap hari, 

dan diberikan dosis sebagai berikut: 

 

Berat Badan 

(KG) 

Fase intensif setiap 

hari dengan KDT 

RHZE 

(150/75/400/275) 

Fase lanjutan setiap hari 

dengan KDT RH (150/75) 

 

 Selama 8 minggu Selama 16 minggu 

30 – 37 kg  2 tablet 4KDT  2 tablet  

38 – 54 kg  3 tablet 4KDT  3 tablet  

≥ 55 kg 4 tablet 4KDT  4 tablet  

 

Penatalaksaan efek samping akibat OAT 

Efek samping Obat PENGOBATAN 

Mayor  Hentikan obat penyebab dan rujuk 

secepatnya 

Kemerahan kulit 

dengan atau tanpa 

gatal 

Streptomisin, 

Isoniazid, 

Rifampisin, 

Pirazinamid

Hentikan OAT 

Tuli (bukan 

disebabkan oleh 

kotoran)

Streptomisin Hentikan streptomisin 

Pusing (vertigo 

dan nistagmus)

Streptomisin  Hentikan streptomisin 

Kuning (sesudah  Isoniazid, Hentikan OAT 

penyebab lain 

disingkirkan) 

hepatitis

Pirazinamid,  

Rifampisin, 

streptomisin

Bingung (diduga 

gangguan hepar 

berat bila 

bersamaan 

dengan kuning 

Sebagian besar 

OAT 

Hentikan OAT 

Gangguan 

penglihatan 

(sesudah  gangguan 

lain dising-

kirkan)

Etambutol  Hentikan etambutol 

Syok, purpura, 

gagal ginjal akut

Rifampisin  Hentikan Rifampisin 

Penurunan jumlah 

urin (oliguria)

Streptomisin  Hentikan streptomisin 

Tidak napsu 

makan, mual dan 

nyeri perut 

Pirazinamid, 

Rifampisin, 

Isoniazid 

Berikan obat bersamaan dengan 

makanan ringan atau sebelum tidur 

dan anjurkan pasien untuk minum 

obat dengan air sedikit demi sedikit. 

bila  terjadi muntah yang terus 

menerus atau ada tanda perdarahan 

segera pikirkan sebagai efek 

samping mayor dan segera rujuk

Nyeri sendi Prirazinamid  Aspirin atau NSAID atau 

parasetamol

Rasa terbakar, 

kebas atau 

kesemutan pada 

tangan atau kaki 

Isoniazid  Piridoksin 50-75 mg/ hari 

 

Mengantuk Isoniazid Berikan obat sebelum tidur 

Urin berwarna 

kemerahan atau 

orange  

Rifampisin  Pastikan pasien diberitahukan 

sebelum mulai minum obat dan bila 

hal ini terjadi yaitu  normal  

Sindrom flu  

(demam, 

menggigil, 

malaise, sakit 

kepala, nyeri 

tulang)

Dosis 

Rifampisin 

intermiten 

Ubah pemberian dari intermiten ke 

pemberian harian  

 

PENGOBATAN reaksi kutaneus dan alergi 

a. Jika pada proses reintroduksi ditemukan obat yang memicu  

alergi, maka obat ini  harus dihentikan.  

b. Proses desensitisasi obat merupakan pilihan yang dapat diambil 

terutama jika pasien alergi terhadap obat lini pertama dan lini kedua 

atau jika tidak ada pilihan lain yang lebih baik. Proses desensitisasi 

obat dilakukan tergantung pada derajat berat-ringannya reaksi alergi 

yang terjadi. Jika reaksi alergi yang terjadi derajat ringan, maka dapat 

dilakukan desensitisasi dengan eskalasi dosis per hari (single step 

daily dose escalation)                                                                                    

PENGOBATAN Hepatitis Imbas Obat (Drug Induced Hepatitis/DIH) 

1. Bila ditemukan gejala klinis yaitu mual, muntah, maka OAT 

dihentikan. 

2. Bila ditemukan gejala klinis disertai peningkatan SGOT dan/ SGPT > 

3 kali, maka OAT dihentikan. 

3. Bila tidak ditemukan gejala klinis, OAT dihentikan bila  hasil 

laboratorium bilirubin >2, atau SGOT, SGPT >5 kali. bila  SGOT, 

SGPT >3 kali, maka pengobatan dilanjutkan, dengan pengawasan. 

Cara pemberian OAT yang dianjurkan: 

Hentikan OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ). sesudah  itu, monitor 

gejala klinis dan laboratorium. Bila gejala klinis dan laboratorium 

kembali normal (bilirubin, SGOT, SGPT), maka mulai diberikan 

rifampisin dosis naik perlahan sampai dosis penuh. Selama itu 

perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat rifampisin dosis penuh, 

bila gejala klinis dan laboratorium normal, tambahkan INH dengan dosis 

naik perlahan sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Paduan 

OAT dapat diberikan secara individual sesudah  dilakukan inisiasi ulang 

atau rechallenge. Pada pasien yang mengalami ikterik, maka dianjurkan 

tidak memasukkan pirazinamid kedalam paduan obat. 

Bila rifampisin tidak dapat ditoleransi: 2HES/10HE 

Bila INH tidak dapat ditoleransi: 6-9 RZE 

Paduan OAT pada keadaan khusus 

TB Milier: paduan sama seperti TB paru (2RHZE/4RH). Pemberian 

kortikosteroid tidak dilakukan secara rutin, hanya diberikan pada 

keadaan tertentu yaitu bila  ada  tanda / gejala meningitis, sesak 

napas, tanda / gejala toksik, demam tinggi.    

TB paru dengan DM: paduan dan durasi pengobatan sama seperti TB 

paru tanpa DM dengan syarat gula darah terkendali . bila  kadar gula 

darah tidak terkendali , maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 

9 bulan. 

TB paru pada kehamilan, menyusui dan pemakaian kontrasepsi 

hormonal: semua obat TB lini pertama aman dipakai selama 

kehamilan kecuali streptomisin.  Sedangkan rifampisin mengurangi 

efektivitas kontrasepsi hormonal. 

TB paru pada gangguan ginjal: paduan OAT diberikan 2RHZE/4RH, 

serta memerlukan penyesuaian dosis pirazinamid dan etambutol (3 kali 

seminggu dengan dosis yang disesuaikan). 

TB paru pada gangguan hepar: bila  kadar SGPT > 3 kali nilai 

normal, semakin berat penyakit hepar maka makin sedikit OAT 

           

hepatotoksik yang digunakan, dengan pilihan sebagai berikut: 

RHE 9 bulan  

2RHES/6RH  

2HES/10HE 

ES+ Oflokxacin/ Levofloksasin selama 18-24 bulan 

 

2.SUPORTIF/SIMPTOMATIS 

  Makan makanan bergizi tinggi kalori dan protein (tidak ada 

pantangan), bila perlu diberikan vitamin tambahan  

  Obat simptomatik : mukolitik,ekspetoran, antipiretik, analgetik, 

antiemetik , bronkodilator dll 

  Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis, perikarditis, mengancam 

jiwa) 

  Penanganan reaksi tidak diinginkan dari OAT 

  Penanganan efek samping akibat OAT 

  Berhenti merokok 

  Pengendalian infeksi 

  Pengawasan Menelan Obat (PMO) 

 

 

3.PEMBEDAHAN 

Indikasi pembedahan: 

a.Mutlak: pasien batuk darah masif, tidak dapat diatasi dengan cara 

konservatif 

b.Relatif: pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang, 

kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan, sisa kavitas yang 

menetap. 

 

Tindakan invasif selain pembedahan: Bronkoskopi (atas indikasi) 

 

9. Komplikasi   Karena penyakit 

- Penyebaran milier 

- TB ekstrapulmoner 

- Destroyed lung / lobe  (luluh paru) 

- Batuk darah masif / berulang 

- Efusi pleura 

- Pneumotoraks  

- Gagal napas 

- Kor pulmonale 

- Gagal jantung 

  Karena tindakan 

Pneumotoraks

10. Penyakit Penyerta Diabetes , HIV, penyakit ginjal kronis, hepatitis kronik 

11. Prognosis Ad fungsionam  : Dubia ad bonam 

Ad sanasionam  : Dubia ad bonam 

Ad vitam            : Dubia ad bonam 


12. nasihat    Pengetahuan penyakit TB antara lain cara penularan, cara minum 

obat, tidak boleh putus obat, lama pengobatan, memakai masker,  dll 

  Etika batuk  

  Pola hidup bersih dan sehat 

  Asupan gizi yang baik 

 

13. Indikasi Pulang Komplikasi dan efek samping telah teratasi 


 

PLEURITIS EKSUDATIVA TB  

(EFUSI PLEURA TB) 

 

Pleuritis TB yaitu  peradangan pada pleura, baik pleura parietal 

maupun pleura viseral, yang disebabkan oleh Mycobacterium 

tuberculosis dengan manifestasi berupa akumulasi cairan pada rongga 

pleura. 

 

2.  Anamnesis 

  Nyeri dada yang bersifat tajam menusuk yang memberat saat pasien 

menarik napas dalam atau batuk.  

  Sering dijumpai batuk tidak berdahak, tetapi bisa juga  dijumpai 

batuk yang berdahak atau berdarah bila disertai lesi  pada paru. 

  Dijumpai sesak napas, semakin banyak cairan di rongga pleura akan 

semakin sesak. Sesak napas dirasakan seperti rasa berat di dada. 

Pasien merasa lebih nyaman dengan posisi tidur miring ke arah lesi. 

  Demam ringan. 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

  Pada Inspeksi dapat terlihat gerakan pernapasan yang tertinggal 

pada hemitoraks yang sakit, bila cairan banyak di rongga pleura 

maka dada tampak cembung dan ruang antar iga melebar. 

  Pada Palpasi dijumpai fremitus suara yang melemah pada sisi yang 

sakit. Trakea dan mediastinum dapat terdorong ke sisi yang sehat. 

  Pada Perkusi dijumpai redup pada daerah yang sakit. 

  Pada Auskultasi terdengar suara napas yang melemah sampai 

menghilang pada sisi yang sakit. Suara gesekan pleura (Pleural 

Friction Rub ) dapat terdengar bila jumlah cairan minimal. 

  

4.  Kriteria diagnosa  

diagnosa  pasti pada pleuritis TB yaitu  jika dijumpai kuman TB pada 

cairan pleura dan jaringan pleura, tetapi  kuman TB pada cairan pleura 

sangat sulit ditemukan secara langsung. 

Anamnesis, Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis yang 

mendukung diagnosa . 

Terbukti secara bakteriologik dari cairan pleura atau histopatologik 

dari biopsi pleura 

Tes mantoux/ tes tuberkulin, Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction  

(PCR), Adenosine Deaminase  (ADA), dan / atau Interferon Gamma  

(IFN-γ) yang mendukung diagnosa  pleuritis TB. 

Hasil biopsi pleura yang mendukung penegakan diagnosa  pleuritis TB. 

Pada pleuroskopi tampak gambaran patognomonis berupa nodul-nodul 

granuloma TB yang menyebar secara merata pada pleura yang disebut 

sagolike nodule. 

 

5.  diagnosa  Kerja Pleuritis TB/ Efusi pleura TB  


6.  diagnosa  Banding 

  Efusi pleura ganas 

  Efusi pleura parapneumonia 

  Pleuropneumonia 

 

7. Pemeriksaan Penunjang 

  Pada foto toraks dengan posisi tegak tampak sudut sinus 

frenikokostalis yang tumpul (meniscus sign). 

  Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura 

dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa .  

  Biopsi pleura (melalui torakoskopi , atau dengan jarum biopsy 

Abram, Cope dan Veen Silverman) 

  Tes Mantoux / tes tuberkulin  dapat juga dipakai sebagai 

penunjang diagnosa  pleuritis TB walaupun kurang berarti pada 

dewasa. 

  Pemeriksaan Adenosin deaminase (ADA) dengan nilai cut off  ADA 

sangat bervariasi antara 40-71 IU/L.  

  Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction  (PCR)  

  Pemeriksaan IFN-γ  

 

 

8.  PENGOBATAN 

  Paduan obat minimal: 2 RHZE/4RH, dapat dilanjutkan lebih dari 6 

bulan sesuai indikasi. 

  Melakukan evakuasi cairan seoptimal mungkin, sesuai kondisi  

pasien. 

  Pemberian kortikosteroid dengan cara tapering off pada pleuritis 

eksudativa tanpa lesi di paru. 

  Torakoskopi atas indikasi 

  Pembedahan toraks atas indikasi 

 

9.  Komplikasi   Penebalan Pleura 

  Empiema

10. Penyakit Penyerta Diabetes Melitus, HIV 

 

11. Prognosis Baik bila belum terjadi komplikasi dan belum ada penyakit penyerta 

 

12. nasihat  Quo ad vitam: dubia 

Quo ad functionam:dubia 

Quo ad sanasionam:dubia 

 

13. Indikasi Pulang Perbaikan keadaan klinis, cairan sudah terevakuasi dari rongga pleura 

dan penyakit dasar serta komplikasi sudah tertangani. 

 


 

 

EMPIEMA TORAKS TB 

 

  

ada nya pus dalam rongga pleura yang disebabkan oleh 

Mycobacterium tuberculosis 

 

2.  Anamnesis 

Munculnya gejala di bawah ini dalam rentang waktu bervariasi dari 

sebulan sampai dua tahun 

  Batuk  

  Sesak napas, lebih nyaman bila miring ke salah satu sisi. 

  Riwayat demam tidak tinggi dan bersifat hilang timbul 

  Nyeri dada 

  Gejala konstitusi seperti keringat malam anoreksia, malaise, dan 

penurunan berat badan 

 

3.  Pemeriksaan Fisik 

  Frekuensi napas meningkat 

  Suhu bisa normal atau meningkat 

  Pemeriksaan toraks  

a. Inspeksi: bentuk dada unilateral prominens dengan pergerakan 

napas sisi cembung tertinggal 

b. Palpasi: Fremitus pada sisi yang cembung melemah 

c. Perkusi: redup sampai pekak pada sisi yang cembung 

d. Auskultasi: suara napas melemah pada sisi yang cembung, pada 

sisi yang lain bisa ditemukan adanyan ronki dan atau bunyi 

napas amforis. 

 

4.  Kriteria diagnosa  

Pasti  

  Adanya gambaran efusi pleura dan tuberkulosis aktif secara klinis 

dan didukung pemeriksaan penunjang (salah satu atau gabungan 

dari rontgen toraks, USG toraks, CT scan toraks); dan  

  Didapatkan adanya pus dari torakosentesis secara makroskopis 

dengan dengan BTA positif pada pewarnaan atau kultur.  

 

  Kemungkinan besar empiema toraks tuberkulosis  

a. Adanya gambaran efusi pleura dan tuberkulosis aktif secara 

klinis dan didukung pemeriksaan penunjang (salah satu atau 

gabungan dari rontgen toraks, USG toraks, CT scan toraks);  

b. Didapatkan adanya pus dari torakosentesis 

c. Adenosine deaminase  (ADA) ≥ 30 U/L (cut off point  bisa 

berbeda pada masing-masing laboratorium) 

d. BTA positif pada pewarnaan sputum 

e. Predominan sel MN 

 

5.  diagnosa  Kerja Empiema toraks dekstra / sinistra / bilateral tuberkulosis  

6.  diagnosa  Banding 

  Efusi pleura ganas 

  Pneumonia 

  Empiema toraks non tuberkulosis 

  Chylothorax  

  Abses paru 

  Ruptur esofageal  

7.  Pemeriksaan Penunjang 

  Rontgen toraks 

  USG toraks 

  CT scan toraks 

  BTA pus 

  Kultur M. tuberculosis pus 

  Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura 

dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa .  

  Biopsi pleura (melalui torakoskopi , atau dengan jarum biopsy 

Abram, Cope dan Veen Silverman) 

  Tes Mantoux / tes tuberkulin  dapat juga dipakai sebagai 

penunjang diagnosa  walaupun kurang berarti pada dewasa. 

  Pemeriksaan Adenosin deaminase (ADA) dengan nilai cut off  ADA 

sangat bervariasi antara 40-71 IU/L.  

  Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction  (PCR)  

  Pemeriksaan IFN-γ  

 

8.  PENGOBATAN 

Medikamentosa 

  Paduan obat minimal : 2 RHZE/4RH, dapat dilanjutkan lebih dari 6 

bulan sesuai indikasi 

  Pertimbangkan antibiotik bila ada kemungkinan mix  infeksi 

 

Non medikamentosa 

  Pemasangan chest tube 

  Video-assisted thoracoscopic surgery  (VATS) 

  Drainase terbuka  

  Torakotomi dan dekortikasi 

 

9.  Komplikasi   Gagal napas 

  Reexpansion pulmonary oedema 

  Komplikasi pemasangan chest tube 

  Bronkopleural fistula 

  Empyema  necessitans  

  Skoliosis sekunder 

 

10. Penyakit Penyerta   Diabetes mellitus 

  HIV/AIDS 

  Gagal ginjal 

  Bronkiektasis 

  PPOK 

  Penyalahgunaan alkohol 

11. Prognosis Quo ad vitam: dubia 

Quo ad functionam:dubia 

Quo ad sanasionam:dubia 

12. nasihat    Etika batuk 

  Berhenti merokok 

  Penatalaksanaan penyakit penyerta 

 

13. Indikasi Pulang   sesudah  5-7 hari pemasangan chest tube bila  cairan pleura tidak 

ada lagi (konfirmasi dengan pemeriksaan rontgen toraks PA, USG 

toraks dan/atau CT scan Toraks) dan paru mengembang. 

  Tidak ada fistula bronkopleura. 

  Perbaikan klinis. 

  Pemberian OAT dilanjutkan sesuai dengan standar. 

 


 

TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT  

(TB RO) 

 

  Tuberkulosis resistan obat (TB RO) TB RO yaitu  tuberkulosis (TB) 

yang disebabkan oleh M.tuberculosis yang telah resistan obat anti 

tuberkulosis (OAT). 

 

Kategori Resistansi Terhadap Obat Anti TB (OAT) 

Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT yaitu  keadaan 

dimana kuman sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. 

 

Kategori resistansi terhadap obat anti TB, yaitu: 

  Monoresistan (Monoresistance): 

Resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan isoniazid (H) 

  Poliresistan(Polyresistance): 

Resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid 

(H) dan rifampisin (R).  

  Multi Drug Resistance (MDR): 

Resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT 

lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES. 

  Pre-extensive drug resistance (pre-XDR): 

  Resistan terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon atau   

  salah satu OAT injeksi lini kedua. 

  Extensively Drug Resistance (XDR): 

TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan 

fluorokuinolondan dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua 

(capreomisin,kanamisin dan amikasin).  

  TB Resistan Rifampisin (TB RR): 

Resistan terhadap rifampisin (monoresistan, poliresistan,TB MDR, 

TB XDR) yang terdeteksi memakai metode fenotip atau 

genotip dengan atau tanpa resistan OAT lainnya. 

  Total Drug Resistance 

Resistan terhadap seluruh OAT lini 1 dan lini 2. 

 

Klasifikasi TB RO berdasar  riwayat pengobatan yaitu: 

  Resistan primer: bila  penderita sebelumnya tidak pernah 

mendapat pengobatan TB 

  Resistan inisial: bila  tidak tahu pasti apakah penderita sudah 

pernah mendapat  riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak 

  Resistan sekunder: bila  penderita penderita telah punya riwayat 

pengobatan sebelumnya 

 

 

Kriteria terduga TB RO 

Terduga TB RO yaitu  pasien yang mempunyai satu atau lebih kriteria 

di bawah ini, yaitu: 

 

  Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2 

Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada bulan ke-5 

atau pada akhir pengobatan. 

            

  Pasien TB yang tidak konversi pengobatan kategori 2 

Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif sesudah  

pengobatan tahap awal. 

 

  Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak 

standar 

Pasien TB yang memiliki riwayat pengobatan TB tidak sesuai 

dengan paduan OAT standar; dan atau memakai kuinolon serta 

obat injeksi lini kedua paling sedikit selama 1 bulan. 

 

  Pasien TB gagal pengobatan kategori 1 

Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada bulan ke-5 

atau pada akhir pengobatan 

 

  Pasien TB yang tidak konversi pengobatan kategori 1 

Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif sesudah  

pengobatan tahap awal. 

 

  Pasien TB kambuh pengobatan kategori 1 atau kategori 2 

Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan 

lengkap dan saat ini diagnosa  TB berdasar  hasil pemeriksaan 

bakteriologis atau klinis 

 

  Pasien TB yang kembali sesudah  putus berobat (loss to follow-up ) 

Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan putus berobat selama 

2 bulan berturut-turut atau lebih. 

 

  Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien 

TB RO 

 

  Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara klinis maupun 

bakteriologis terhadap pemberian OAT 

 

2.  Anamnesis 

  Identitas pasien 

  Pada TB paru, gejala utama TB paru : batuk dahak ≥ 2 minggu, 

batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan turun, berat 

badan turun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, 

demam meriang. Pada pasien HIV positif, batuk sering kali bukan 

merupakan gejala TB yang khas 

  Harus ditanyakan Riwayat pengobatan OAT sebelumnya (TB 

kasus gagal, TB kasus kambuh, TB kasus putus obat ) 

  Identifikasi faktor risiko : kontak erat dengan pasien TB RO  

  Identifikasi penyakit komorbid (HIV, DM, penyakit hati, ginjal, 

epilepsi, gangguang psikiatri, gangguan penglihatan, gangguan 

pendengaran, dll) dan riwayat alergi obat 

  Riwayat sosial : merokok, pekerjaan

3.  Pemeriksaan Fisik 

Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur 

paru.  Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas 

bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda 

penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

4.  Pemeriksaan Penunjang 

a. Pemeriksaan Radiologi : pada foto toraks dapat berupa gambaran 

fibroinfiltrat, perselubungan, kavitas, bercak milier, ektasis, 

ateletaksis, luluh paru dan efusi pleura 

 

b. Pemeriksaan bakteriologis berupa pemeriksaan tes cepat molekuler 

seperti genxpert  atau line probe assay dan pemeriksaan biakan dan 

uji kepekaan obat dengan metode konvensional berupa media 

padat atau cair. 

 

Pemeriksaan untuk paduan jangka pendek 

Pemeriksaan untuk paduan jangka panjang 

  

5.  Kriteria diagnosa  

Terbukti resistan minimal terhadap rifampisin dari biakan dan uji 

kepekaan  

a. Metode konvensional  

  memakai media padat ( Lowenstein Jensen /LJ)  atau media 

cair (MGIT) 

  dipakai untuk uji kepekaan terhadap OAT lini  pertama dan 

OAT lini kedua . Pada pemeriksaan biakan dan uji kepekaan 

metode konvensional didapatkan hasil TB RR, MDR, pre XDR 

atau XDR 

 

b. Tes Cepat (Rapid Test).  

  memakai Xpert MTB/RIF atau lebih dikenal dengan Test 

Cepat Molekuler (TCM) atau GeneXpert . dipakai untuk 

menentukan resistansi    terhadap rifampisin. Bila hasil 

Rifampicin resistance detected ditetapkan sebagai TB RR.  

 

  memakai Line probe assay (LPA) first line : dipakai  

untuk menentukan resistansi terhadap Rifampisin  dan Isoniazid. 

Pada pemeriksaan LPA didapatkan hasil TB RR atau TB MDR. 

Catatan : 

  Pasien dengan hasil TCM TB ditemukan M.tb Resistan Rifampisin 

dilanjutkan dengan pemeriksaan biakan dan identifikasi kuman 

M.Tb . untuk mengetahui pola kepekaan obat. 

 

  Jika ada  perbedaan hasil antara pemeriksaan TCM TB dengan 

hasil pemeriksaan uji kepekaan, maka hasil pemeriksaan resistan 

rifampisin TCM TB menjadi dasar penegakan diagnosa  

 

  Untuk pasien yang mempunyai risiko rendah TB RO yaitu pasien 

yang tidak masuk dalam 9 kriteria terduga TB RO, jika pemeriksaan 

TCM TB memberi  hasil Rifampisin Resistan, ulangi 

pemeriksaan TCM TB 1 (satu) kali lagi dengan contoh uji dahak 

yang baru. Jika ada  perbedaan hasil pemeriksaan, maka hasil 

pemeriksaan yang terakhir yang dijadikan acuan untuk tindak lanjut 

berikutnya dengan pertimbangan klinis dari TAK. 

 

6. diagnosa  Kerja 

  TB-RR 

  TB-MDR 

  TB-PreXDR (resistan kuinolon atau injeksi lini 2) 

  TB-XDR 

 

7. diagnosa  banding Mycobacterium other than tuberculosis  (MOTT)  

8. PENGOBATAN  

PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA 

 

  Persiapan awal 

- Anamnesis  ulang riwayat alergi obat, riwayat penyakit dahulu 

(hepatitis, DM, gangguan ginjal, gangguan kejiawaan, kejang, 

neuropati, dll) 

 

- Pemeriksaan berat badan, fungsi penglihatan dan fungsi 

pendengaran 

 

- Pemeriksaan kondisi kejiwaan bila dicurigai ada gangguan 

kejiawaan 

 

- Memastikan data dasar identitas 

 

- Pemeriksaan penunjang baseline meliputi : 

a. Darah lengkap 

b. Kimia darah : 

c. Pemeriksaan Thyroid stimulating hormone (TSH) 

d. Tes kehamilan pada perempuan usia subur 

e. Foto toraks 

f. Pemeriksaan pendengaran (audiometri jika mampu laksana) 

g. EKG 

h. Tes HIV 

i. Pemeriksaan penglihatan (buta warna, lapang pandang) 

j. Pemeriksaan kejiwaan (fokus pada kecenderungan psikosis 

dan kepatuhan pasien) 

  Penetapan pasien TB RO yang akan diobati oleh Tim Ahli Klinis 

(TAK) yaitu pasien yang terbukti resistan terhadap rifampisin 

berdasar  pemeriksaan genotipik (tes cepat) atau pemeriksaan 

fenotipik (uji kepekaan konvensional) 

 

  Bersedia menjalani program pengobatan dengan menandatangani 

informed consent oleh pasien dan keluarga serta bersedia datang 

setiap hari ke fasyankes TB RO dan satelit. 

 

Alur Pengobatan TB RO 

 

 

 

Paduan pengobatan TB RO 

Paduan pengobatan TB RO terdiri dari yaitu paduan standar jangka 

pendek (9-11 bulan ) dan jangka Panjang (18-20 bulan) 

 

  Pengobatan TB RO dengan paduan standar jangka pendek  

Paduan pengobatan jangka pendek tanpa injeksi yang dipakai 

yaitu  sebagai berikut:  

Prinsip pemberian paduan pengobatan TB RO jangka pendek 

tanpa injeksi yaitu  sebagai berikut.  

 

  Sebelum pengobatan, direkomendasikan untuk menunggu hasil 

uji kepekaan obat terhadap florokuinolon (hasil LPA lini kedua), 

namun bila hasil LPA tidak tersedia hingga hari ke-7, 

pengobatan harus segera dimulai dan pemilihan paduan 

pengobatan didasarkan pada hasil anamnesis dan riwayat 

pengobatan TB/TB RO sebelumnya  

 

  Durasi total pengobatan yaitu  9–11 bulan, dengan tahap awal 

selama 4 bulan (bila terjadi konversi BTA pada atau sebelum 

bulan ke-4) dan tahap lanjutan selama 5 bulan. Pasien dengan 

hasil pemeriksaan BTA atau biakan awal negatif dapat diberikan 

tahap awal selama 4 bulan. Kondisi klinis dan radiologis harus 

dipantau untuk memastikan terjadi perbaikan. 

 

  Bila belum terjadi konversi BTA pada bulan ke-4, tahap awal 

pengobatan dapat diperpanjang sampai bulan ke-5 atau bulan ke-

6 (bergantung pada waktu konversi BTA). Pemeriksaan LPA lini 

kedua dan uji kepekaan obat harus diulang bila hasil 

pemeriksaan BTA pada bulan ke-4 masih positif. 

 

  Pada paduan jangka pendek, bedaquiline tetap diberikan selama 

6 bulan tanpa memperhatikan durasi tahap awal pengobatan. 

 

  Bila tidak terjadi konversi BTA pada bulan ke-6, pengobatan 

paduan jangka pendek harus dihentikan dan hasil pengobatan 

pasien dicatat sebagai “Gagal pengobatan”. Pasien didaftarkan 

kembali atau dirujuk untuk mendapatkan paduan pengobatan TB 

RO jangka Panjang 

 

  Komposisi paduan pengobatan jangka pendek merupakan 

panduan standar yang tidak dapat dimodifikasi. Tidak dianjurkan 

untuk mengubah komposisi obat, kecuali Levofloksasin diganti 

dengan Moksifloksasin.  

 

Durasi Pemberian Obat Jangka Pendek 

 

 

Bila pengobatan pasien sudah dimulai dengan paduan jangka pendek 

dan hasil uji kepekaan menunjukkan adanya resistansi terhadap 

florokuinolon, maka status pengobatan pasien ditutup dan dicatat 

sebagai kasus “Gagal karena perubahan diagnosa ”. Pasien selanjutnya 

didaftarkan kembali untuk mendapatkan paduan pengobatan jangka 

panjang mulai dari awal berdasar  hasil uji kepekaan. 

Bila terjadi intoleransi obat pada paduan jangka pendek yang 

memerlukan penghentian salah satu obat utama (Bdq, Lfx/ Mfx, Cfz, 

Eto, INHDT), maka paduan pengobatan jangka pendek harus 

dihentikan dan dicatat sebagai kasus “Gagal pengobatan”. Selanjutnya 

pindah ke paduan jangka panjang dengan memperhatikan konversi 

biakan.  bila  sudah terjadi konversi biakan, pengobatan dilanjutkan 

dengan paduan obat jangka Panjang sampai total 18 bulan.  bila  

belum terjadi konversi biakan, pengobatan jangka panjang harus 

dimulai dari awal. 

Paduan Jangka Panjang Tanpa Injeksi  

Kriteria pasien TB RO yang diberikan paduan jangka panjang tanpa 

injeksi ialah:  

  Pasien TB RR/MDR dengan resistansi terhadap florokuinolon (TB 

pre-XDR)  

  Pasien TB RR/MDR yang gagal pengobatan jangka pendek 

sebelumnya  

 

  Pasien TB RO yang pernah mendapatkan OAT lini kedua selama 1 

bulan  

  Pasien TB RR/MDR yang terbukti atau diduga resistan terhadap 

Bedaquiline, Clofazimine, atau Linezolid  

  Pasien TB MDR dengan hasil LPA ada  mutasi pada inhA dan 

katG  

  Pasien TB RR/MDR paru dengan lesi luas, kavitas bilateral  

  Pasien TB RR/MDR ekstra paru berat atau dengan komplikasi 

(yang harus diobati jangka panjang), seperti meningitis, 

osteoarticular, efusi pericardial, TB abdomen  

  Pasien TB RO dengan kondisi klinis tertentu (misalnya alergi berat 

/ intoleran terhadap obat utama pada paduan jangka pendek)  

  Ibu hamil, menyusui 

Langkah penyusunan paduan jangka panjang dapat dilihat sebagai 

berikut. 

 Pengobatan dimulai dengan lima obat TB yang diperkirakan efektif 

dan ada  setidaknya tiga obat sesudah  pemakaian  Bedaquiline 

dihentikan.  

 

Pola resistansi dan riwayat pengobatan TB pasien harus diperhatikan 

dalam menyusun paduan jangka panjang 

Durasi total pemberian paduan pengobatan TB RO jangka panjang 

minimal ialah 18 bulan atau sesudah  16 bulan sejak terjadinya konversi 

kultur dahak. Durasi total paling lama ialah 24 bulan, yaitu bila pasien 

mengalami konversi pada bulan ke-8 pengobatan.  

            

Dosis Obat TB RO (Usia ≥ 15 tahun) 

PENGOBATAN NON-MEDIKAMENTOSA 

1. Pengendalian infeksi 

2. Pemberian gizi yang baik 

3. Pengawasan Menelan Obat (PMO) oleh petugas kesehatan 

4. Konseling dan dukungan psikososial  

 

PENGOBATAN BEDAH 

Pembedahan  pada pasien TB RO, syarat: 

1. Toleransi operasi baik 

2. Lesi terlokalisir pada satu lobus 

3. Diberikan OAT 2 bulan sebelum operasi 

4. Pascabedah dilanjutkan OAT 12-24 bulan 

 

PENGOBATAN KHUSUS 

 

1. Pengobatan TB RO pada ibu hamil 

Pasien TB RO yang sedang hamil direkomendasikan untuk segera 


memulai pengobatan segera sesudah  diagnosa  TB RO ditegakkan, 

terutama pada pasien TB RO yang memiliki koinfeksi HIV. Pada 

pasien TB RO dengan HIV negatif, pengobatan TB RO dapat 

ditunda sampai trimester kedua bila kondisi pasien stabil (atau 

penyakit TB tidak berat) untuk menghindari terjadinya efek 

teratogenik pada trimester pertama kehamilan. Beberapa prinsip 

pengobatan TB RO pada ibu hamil yaitu :  

a. Wanita hamil tidak bisa mendapatkan paduan pengobatan TB 

RO jangka pendek.  

b. Obati dengan minimal empat (4) jenis OAT lini kedua oral yang 

diperkirakan efektif.  

c. Obat pilihan untuk pengobatan TB RO pada kehamilan ialah 

bedaquiline dan delamanid (kategori B), serta fluorokuinolon, 

sikloserin, dan PAS (kategori C).  

d. Hindari pemberian Etionamid  

2. Pengobatan TB RO pada ibu menyusui 

Pasien TB RO yang sedang menyusui tidak dapat diobati dengan 

paduan pengobatan TB RO jangka pendek. Hampir semua OAT lini 

kedua dapat diberikan kepada ibu menyusui kecuali bedaquiline dan 

clofazimine  

 

3.  Pengobatan pasien TB RO dengan diabetes mellitus 

a. Pada TB RO dengan retinopati DM : hati-hati dalam pemakaian 

etambutol (wajib pemantauan ketat).. 

b. Pada TB RO dengan nefropati DM: Kadar kalium darah dan 

serum kreatinin harus dipantau, setiap minggu selama bulan 

pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya sekali sebulan.  

c. Pada TB RO dengan neuropati DM: Tiga obat utama yang 

paling banyak memicu  neuropati perifer yaitu  Sikloserin, 

Linezolid, dan Isoniazid. Pemberian obat-obat ini  pada 

pasien dengan neuropati DM harus disertai dengan piridoksin. 

Dosis piridoksin yang diberikan yaitu  50 mg piridoksin setiap 

pemberian 250 mg sikloserin.  

d. Perlu diperhatikan interaksi dengan obat diabetes, khususnya 

pemakaian  Bedaquiline dan Delamanid. 

 

4.  Pengobatan pasien TB RO dengan gagal ginjal 

  Pasien TB RO dengan gagal ginjal tidak bisa mendapatkan 

paduan pengobatan jangka pendek.  

  Kadar kalium dan kreatinin harus dipantau, setiap minggu 

selama bulan pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya 

sekali sebulan. 

  Strategi umumnya ialah memperpanjang interval pemberian obat 

dan atau menurunkan dosis yang disesuaikan dengan fungsi 

ginjal.  

 

5.  Pengobatan pasien TB RO dengan gangguan hati 

  Secara umum, pasien dengan penyakit liver kronik tidak boleh 

mendapatkan pirazinamid. Obat TB yang lain dapat diberikan 

dengan pemantauan fungsi hati yang ketat. Bila terjadi inflamasi 

liver akut berat, obat yang diduga sebagai penyebab harus 

dihentikan. 

           

  Pada kasus tertentu, OAT dapat dihentikan sampai menunggu 

hepatitis akut sembuh. Pada kasus tertentu dimana 

pengobatan TB RO harus diobati meskipun ada  hepatitis 

akut, kombinasi empat OAT yang tidak bersifat hepatotoksik 

merupakan pilihan yang paling aman.  

5.  Pengobatan pasien TB RO dengan HIV 

  Pada pasien TB RO dengan HIV yang sudah memulai 

pengobatan antiretrovirus (ARV), maka ARV diteruskan dan 

obat TB RO dapat segera diberikan sesudah diagnosa  

ditegakkan. Sedangkan pada pasien TB RO dengan HIV yang 

belum memulai pengobatan ARV, maka pengobatan ARV 

dimulai dalam 8 minggu sesudah  pengobatan TB RO dimulai 

dan toleransi pasien terhadap OAT baik,  

  Regimen ARV yang paling umum dipakai untuk pasien 

TB RO yang terinfeksi HIV yaitu  AZT + 3TC + EFV.  

  Beberapa obat TB yang dapat berinteraksi dengan obat ARV 

ialah:  

o Kuinolon dan didanosine (DDI) 

o Bedaquiline dan efavirenz 

o Delamanid dan efavirenz 

o Delamanid dan Lopinavir/Ritonavir 

 

11. Komplikasi 

Batuk darah 

Gangguan saluran cerna 

Efek samping obat 

Pneumotoraks  

Atelektasis  

Destroyed lung  

Sepsis 

 

12. Penyakit penyerta 

  DM 

  HIV 

  Jamur 

  Hepatitis kronik 

  Penyakit ginjal kronik 

  Malnutrisi 

 

13. Prognosis Ad fungsionam : Dubia ad bonam 

Ad sanasionam : Dubia ad bonam  

Ad vitam : Dubia ad bonam 

 




TUBERKULOSIS 

EKSTRAPARU 

 

  

Tuberkulosis ekstra paru yaitu  pasien dengan tuberkulosis organ 

selain paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, traktus 

genitorinarius, kulit, tulang, dan sendi serta selaput otak.  

diagnosa  dibuat berdasar  satu spesimen dengan biakan/ 

mikroskopis/ tes molekuler positif atau histologi atau bukti klinis kuat 

yang konsisten dengan tuberkulosis ekstraparu dan diikuti keputusan 

klinisi untuk memulai terapi antituberkulosis. Pasien dengan diagnosa  

tuberkulosis paru dan ekstraparu digolongkan  sebagai kasus TB 

paru. 

Bahasan Pleuritis Eksudativa TB dan empyema toraks TB telah dibuat 

tersendiri. 

2.  Anamnesis 

Gambaran klinis TB ekstraparu sesuai dengan lokasi infeksi.  

 

TB LIMFADENOPATI 

Gejala sesuai dengan lokasi kelenjar limfe yang terkena diantaranya  

tuberkulosis limfadenopati perifer yang paling sering menyerang pada 

daerah servikal posterior, anterior dan fossa supraklavikula,  juga dapat 

menyerang daerah aksila, inguinal, submandibular, dan kadang-kadang 

preaurikula atau kelenjar sub mental dan kelenjar intramamari. 

Pengobatan TB limfadenopati sama dengan pengobatan TB paru yaitu 

2RHZE/4RH akan tetapi durasi yang bervariasi 6 sampai 12 bulan 

tergantung kondisi klinis. Eksisi bedah dipertimbangkan pada 

limfadenopati yang memberi  gejala klinis simptomatis dan kasus 

resistensi obat. 

 

TB SALURAN UROGENITAL 

Gangguan miksi dan urgensi kronik yang tidak respons terhadap 

antibiotik dapat mengarah kepada diagnosa  tuberkulosis saluran 

urogenital. Epididimitis kronik merupakan manifestasi tuberkulosis 

saluran urogenital yang paling sering ditemukan pada saluran genital 

laki-laki, biasanya ditemukan bersama dengan fistula skrotal.  Gejala 

lain yang terkadang ditemukan yaitu  nyeri punggung, pinggang dan 

suprapubik, hematuria, frekuensi miksi bertambah dan nokturia. Pasien 

biasanya mengeluh miksi yang sedikit-sedikit dan sering yang awalnya 

hanya terjadi di malam hari dan kemudian dirasakan juga pada siang 

hari. Kolik ginjal jarang ditemukan, biasanya intermiten dan sudah 

berlangsung beberapa saat sebelum pasien mencari pengobatan. 

Hematospermia, sistitis rekuren serta pembengkakan testis yang 

menimbulkan rasa nyeri dapat juga ditemukan pada tuberkulosis 

saluran urogenital. 

 

TB SUSUNAN SARAF PUSAT (SSP) 

Manifestasi infeksi TB di susunan saraf pusat (SSP) secara patologi 

dapat berupa meningitis, ensefalitis, mielitis, abses dan tuberkuloma, 

ventrikulitis, vaskulitis, dan juga infark.  Gejala yang tersering 

dikeluhkan yaitu  nyeri kepala, demam, penurunan berat badan, 

penurunan kesadaran), muntah  dan kejang. Gejala dapat disertai defisit 

   

neurologis seperti kaku kuduk, paresis saraf kranial dan hemiparesis. 

 

TB TULANG DAN SENDI 

Nyeri atau bengkak di tulang/ sendi paling sering ditemukan pada TB 

tulang dan sendi.  

Demam dan berat badan turun 

Fistula kulit, abses, deformitas sendi pada penyakit lanjut 

Gejala klinis yang penting yaitu  pembengkakan, nyeri dan gangguan 

fungsi yang progresif selama beberapa minggu sampai beberapa 

bulan.Pada arthritis panggul ada  spasme paraspinal di sekitar 

tulang vertebra yang terlibat yang relaks ketika tidur sehingga 

memungkinkan pergerakan pada permukaan yang terinflamasi dan 

memicu  tangisan di malam hari yang khas.Manifestasi 

tuberkulosis osteomielitis ekstraspinal dapat berupa abses dingin yaitu 

pembengkakan yang tidak teraba hangat, eritema maupun nyeri. Pada 

pemeriksaan seksama dapat ditemukan small knuckle kyphosis pada 

palpasi. 

 

TB GASTROINTESTINAL/ TB ABDOMEN 

Gejala yang paling sering ditemukan yaitu  nyeri perut, penurunan 

berat badan, diare/konstipasi, diare, darah pada rektum, nyeri tekan 

abdomen, massa abdomen dan limfadenopati 

Gejala klinis dapat berupa gejala akut maupun kronik intermiten. 

Sebagian besar pasien mengalami nyeri perut, demam, diare dan 

konstipasi, penurunan berat badan, anoreksia dan malaise.Pasien 

dengan TB peritoneum biasanya bermanifestasi sebagai TB 

gastrointestinal, ditemukan pada individu berusia <40 tahun dan 

frekuensinya lebih besar pada perempuan. Manifestasi klinisnya tidak 

spesifik dan mirip dengan penyakit gastrointestinal lainnya. Pasien 

dengan TB peritoneum dapat mengalami pembesaran abdomen mulai 

dari asites dan nyeri perut. Adhesi dapat memicu  obstruksi usus 

halus.Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan abdomen difus, 

doughy abdomen, hepatomegali dan asites.  

 

TB ENDOMETRIUM 

Gejala tidak spesifik.  Gejala yang paling sering dijumpai pada wanita 

usia subur yaitu  gangguan siklus menstruasi atau nyeri pelvis, 

sementara pada wanita pascamenopause seringkali ditemukan 

pyometra atau leucorrhea.  

 

TB PERIKARDIAL 

Gejala yang muncul terutama bersifat sistemik, yaitu demam, 

penurunan berat badan, anoreksia dan malaise. Presentasi klinis TB 

perikardial sangat bervariasi, yaitu dapat berupa perikarditis akut 

dengan atau tanpa efusi; tamponade jantung yang bersifat silent, efusi 

perikardial berulang, gejala toksik dengan demam persisten, 

perikarditis konstriktif akut, perikarditis konstriktif subakut, 

perikarditis konstriktif-efusif atau perikarditis konstriktif kronik dan 

kalsifikasi perikardial. 

 

TB KULIT 

Presentasi klinis TB kulit bervariasi berdasar  sumber penularan, 

cara penyebaran, patogenitas kuman, dan status imunitas pasien. 

Berupa lesi kronik, tidak nyeri, non-patognomonik, dapat berupa 

papula kecil dan eritema hingga tuberkuloma besar. 

  

ada  beberapa temuan khas, yaitu gambaran scrofuloform , plak 

anular dengan batas verukosa pada lupus vulgaris atau plak 

hiperkeratotik. 

 

TB LARING 

Gejala yang paling sering yaitu  serak, odinofagia, disfagia, sesak, 

stridor dan hemoptisis.  

 

TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB 

Gejala klinik yang khas dari otitis media tuberkulosis ini terdiri dari 

keluar cairan yang banyak dari telinga tanpa disertai nyeri dan tuli 

berat. Tuli berat merupakan tanda klasik dari otitis media tuberkulosis 

dapat berupa tuli konduktif, tuli sensorineural atau campur. Gejala lain 

seperti penurunan berat badan, keringat malam dan batuk darah sering 

ditemukan pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif. 

 

TB MATA/TB OKULAR 

Tuberkulosis mata dapat melibatkan semua bagian mata, adneksa mata 

dan orbita dengan patofisiologi yang berbeda.  

 

3.  Pemeriksaan Fisik Gambaran seperti TB paru, TB ekstra paru  

4.  Kriteria diagnosa  

Untuk semua pasien, termasuk anak, yang diduga memiliki TB 

ekstraparu, spesimen yang tepat dari bagian tubuh yang sakit sebaiknya 

diambil untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histologi. 

 

TB LIMFADENOPATI 

diagnosa  ditegakkan melalui aspirasi jarum halus atau   biopsi 

kelenjar. 

 

TB SALURAN UROGENITAL 

1. Pemeriksaan mikroskopik (BTA urin) 

2. Biakan M. tuberculosis  (urin pagi, pulasan, sekresi, ejakulat, 

spesimen jaringan) 

3. Pemeriksaan histopatologi (spesimen jaringan) dikombinasikan 

dengan BTA dan/atau TCM TB. 

 

TB SSP 

Kecurigaan ke arah meningitis TB harus dipikirkan pada pasien dengan 

gejala sakit kepala, dan demam yang berlangsung lebih dari 5 hari.  

Cairan serebrospinal (CSS) merupakan spesimen utama yang harus 

dieksplorasi pada penegakan diagnosa  meningitis TB. 

 

diagnosa  definitif meningitis TB yaitu  berdasar :  

(1) Ditemukannya BTA pada analisis cairan serebrospinal (sensitivitas 

10-20%), atau  

(2) Pemeriksaan TCM MTB/RIF positif dari CSS, atau  

(3) Tumbuhnya M. tuberculosis  pada kultur CSS (sensitivitas 60-70%). 

 

Volume CSS minimal yang direkomendasikan untuk memberi  

sensitivitas pemeriksaan mikrobiologis yang adekuat yaitu  minimal 6 

ml pada dewasa dan anak sebanyak 2-3 ml. 

Mengingat pentingnya diagnosa  cepat pada terduga meningitis TB, 

maka pemeriksaan TCM dari cairan serebrospinal direkomendasikan 

sebagai uji mikrobiologi awal untuk pasien yang diduga meningitis 

            

             


TB TULANG DAN SENDI 

Baku emas untuk diagnosa  tuberkulosis tulang dan sendi yaitu  

biakan mikobakterium jaringan tulang atau cairan sinovial. 

 

TB ABDOMEN 

1. Hasil biopsi kelenjar getah bening mesenterik menunjukkan bukti 

histologi tuberkulosis 

2. Inokulasi atau biakan jaringan menunjukkan pertumbuhan 

Mycobacterium tuberkulosis  

3. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan tuberkulosis dengan 

nekrosis kaseosa 

 

TB ENDOMETRIUM 

diagnosa  TB endometrial dapat ditegakkan bila  ditemukan 

gambaran granulomatosa melalui pemeriksaan histopatologi sediaan 

biopsi atau kuretase jaringan endometrium. 

 

TB PERIKARDIAL 

1. Biakan M. tuberculosis  positif dari efusi perikardial atau jaringan 

2. BTA positif atau granuloma kaseosa pada spesimen biopsi 

perikardial 

3. PCR (+) pada spesimen biopsi perikardial 

 

TB KULIT  

Ditemukan Mycobacterium tuberculosis pada biakan jaringan dari 

biopsi kulit atau pulasan sitologi, atau ditemukan DNA Mycobacterium 

spp.  dengan pemeriksaan molekuler.  

Selain itu: 1) ditemukan infeksi TB aktif di organ lain, (2) hasil tes 

tuberculin positif kuat, (3) respons baik terhadap terapi dengan OAT. 

 

TB LARING 

diagnosa  dilakukan dari pemeriksaan endoskopi dengan melihat 

respons jaringan sesudah  terapi OAT. 

 

TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB 

Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan perforasi multipel dan jaringan 

granulasi dari telinga tengah yang merupakan patognomonis untuk 

otitis media tuberkulosis.  Penegakkan diagnosa  didukung oleh hasil 

pemeriksaan histopatologi dari jaringan mastoid, BTA dari cairan 

telinga tengah dan biakan maupun tes molekuler dari cairan atau 

jaringan. 

TB MATA/TB OKULAR 

A. Confirmed TB intraokular : 

1. ada  satu atau lebih tanda klinis TB intraokular 

2. Konfirmasi mikrobiologi M. tuberculosis  dari cairan/jaringan 

okular 

B. Probable TB intraokular : 

1. ada  satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan 

eksklusi penyebab lain) 

2. X-ray toraks menggambarkan lesi TB atau bukti klinis TB 

ekstraokular atau konfirmasi mikrobiologi dari sputum atau 

organ – organ ekstraokular 

3. Salah satu dari : 


a. ada  riwayat terpapar TB dalam 24 bulan terakhir 

b. Bukti imunologis (Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif 

menunjukkan infeksi TB 

C. Possible TB intraokular : 

1. ada  satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan 

eksklusi penyebab lain) 

2. X-ray toraks tidak konsisten dengan infeksi TB dan tidak ada 

bukti klinis TB ekstraokular  

3. Salah satu dari : 

a. ada  riwayat terpapar TB dalam 24 bulan terakhir 

b. Bukti imunologis (Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif 

menunjukkan infeksi TB 

ATAU 

a. ada  satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan 

eksklusi penyebab lain) 

b. X-ray toraks konsisten dengan infeksi TB atau bukti klinis 

TB ekstraokular tetapi tidak ada  riwayat terpapar TB 

dalam 24 bulan terakhir dan tidak ada  bukti imunologis 

(Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif menunjukkan 

infeksi TB 

 

5.  diagnosa  Kerja 

TB ekstraparu, sesuai lokasi, diantaranya: 

 

  TB limfadenopati 

  TB saluran urogenital 

  TB SSP 

  TB tulang/sendi 

  TB Gastrointestinal/TB abdomen 

  TB perikardial 

  TB kulit 

  TB laring 

  TB telinga tengah/Mastoiditis TB 

  TB mata 

 

6.  diagnosa  Banding Infeksi non TB  

7.  Pemeriksaan Penunjang 

TB SALURAN UROGENITAL 

Pemeriksaan foto polos saluran urogenital serta pemeriksaan urografi 

 

TB SSP 

analisis cairan serebrospinal (CSS), TCM pada CSS, CT scan atau 

MRI otak dengan kontras 

  Penemuan BTA pada cairan serebrospinal dan jaringan merupakan 

diagnosa  cepat terbaik untuk diagnosa  tuberkulosis sistem saraf 

pusat 

  Volume cairan serebrospinal yang dapat diambil untuk 

pemeriksaan, setidaknya sebanyak 6 ml 

  Biopsi jaringan mempunyai nilai diagnostik yang lebih tinggi 

dibandingkan cairan serebrospinal untuk dignosis tuberkuloma dan 

tuberkulosis spinal. 

 

 

TB TULANG DAN SENDI 

Aspirasi jarum dan biopsi (CT - guided) direkomenda