Gen-Gen Penentu UmurPanjang pada Hewan Mamalia
Mencit dan mamalia-mamalia lain memiliki perbedaan
reseptor insulin dan IGF-1, tidak seperti lalat dan cacing yang
hanya memiliki salah satu reseptor yaitu insulin atau IGF-1.
Kerusakan pada salah satu reseptor ini akan menghasilkan
peningkatan masa hidup untuk mencit. Resistensi insulin dikaitkan
dengan diabetes dan indikator ini dapat dipakai sebagai biomarker
penuaan, namun peristiwa ini masih misterius mengapa pengeblokan
signal insulin dapat memperpanjang masa hidup hewan mencit.
Knock out reseptor insulin yang spesifik lemak (FIRKO) atau fatspecific insulin receptor knock out mencit dapat mereduksi massa
lemak, pemasukan atau pengambilan kalori normal dan
meningkatnya masa hidup maksimum 18%. Sampai saat ini delesi
pada gen-gen yang mengkode reseptor-reseptor insulin dalam mencit
menghasilkan kematian neonatal.
Terjadinya mutasi dua gen tunggal dalam mencit terjadi satu pada kromosom 11 (lokus prop-1, Ames dwarf) dan lainnya pada
kromosom 16 (lokus pit-1, Snell dwarf), rata-rata memperpanjang
masa hidup maksimum secara signifikan. Snell dwarf memiliki
faktor transkripsi yang memicu cacatnya hipofisis yang terletak
pada bagian downstream dari protein atau faktor transkripsi yang
memicu kecacatan dalam Ames dwarf. Dua kasus pada individu
dewasa ini memiliki ukuran tubuh sepertiga dari normal dan dua
kasus memiliki kelainan produksi growth hormone atau hormon
pertumbuhan, prolaktin dan tyroid stimulating hormone (TSH).
Dengan membanding bandingkan dengan nematoda mutan-mutan daf-2/age-
1, mencit dwarf memiliki jalur kepekaan terhadap insulin atau
IGF-1.
IGF-1 yaitu mitogen dan mediator penting sebagai efek dari
hormon pertumbuhan. Mencit cebol (dwarf) memiliki IGF-1
dalam darah yang konsentrasinya sebagian besar mengalami
penurunan. Mencit cebol memiliki aktivitas enzim antioksidan
yang lebih tinggi, temperatur tubuh yang lebih rendah, laju
metabolisme yang mengalami penurunan. Mencit ini juga mengalami
penundaan cross-lingking kolagen dan penundaan imun (sel-T).
Fibroblas dari mencit cebol Snell memiliki resistensi yang besar
untuk luka yang dipicu oleh panas, hidrogen peroksida,
kadmium, sinar UV dan paraquat, mirip dengan pola resistensi yang
dipicu oleh stres yang terlihat pada mencit mutans daf-2/age-1.
Penyakit ginjal secara umum terjadi pada rodensia, tetapi hal ini
bukan merupakan kasus untuk mencit cebol.
Mencit knock out atau mencit dengan gen-gen tertentu yang
mengalami knock out mengalami kekurangan hormon pertumbuhan secara signifikan sehingga akan menurunkan IGF-1 dan hormon
tiroid dalam tubuhnya. Mencit knock out memiliki berat badan
sepertiga dari normal dan masa hidupnya meningkat menjadi 60%.
Mencit ini memiliki ciri-ciri, tingkat sensitivitas terhadap insulin
lebih besar, insulin dan glukosa plasma menurun sehingga
menghasilkan penurunan glikasi. Meskipun mencit knock out untuk
IGF-1 tidak dapat hidup, mencit dengan separuh gen IGF-1 yang
mengalami knock out (heterozygous knockouts) 26% memiliki
masa hidup lebih panjang dan memperlihatkan resistensi terhadap
stres oksidatif tanpa kelainan cebol, fertilitasnya atau
metabolismenya berubah.
shc Mencit dengan kelainan gen-gen p66 (melawan apoptosis)
dipicu oleh paraquat, hidrogen peroksida dan sinar UV. ada
peningkatan 30% masa hidup mencit (lebih rendah dari peningkatan
shc masa hidup mencit cebol). Jalur transduksi signal p66 diaktivasi
oleh stres oksidatif dan mengarah ke apoptosis. Apoptosis
memicu stress oksidatif yang dimediasi oleh p53 dan antagonis
dengan p21 (sepertinya kadang-kadang jalur independen p53 yang
shc berpartisipasi p66 ). Penghambatan apoptosis ini merupakan bukti
bahwa stress oksidatif dapat secara signifikan meningkatkan masa
shc hidup. Gen yang mengkode protein p66 terletak di bagian
downstream gen yang mengkode reseptor IGF-1 dan dalam mencit
cebol gen-gen ini akan mengalami phosporilasi. Protein ini
merupakan aktivator reseptor mitogen Ras.
Kelebihan ekspresi gen klotho akan memperpanjang masa
hidup maksimum mencit jantan sekitar 20%, tetapi ekspresi gen ini
memiliki pengaruh yang kecil terhadap masa hidup maksimum pada mencit betina. Mencit jantan akan mengalami penurunan
sensitivitas insulin, tetapi mencit betina tidak. Meskipun resisten
terhadap insulin dan IGF-1, mencit memiliki ukuran dan
pemasukan makanan yang normal, tetapi fertilitasnya mengalami
penurunan.
Penurunan ukuran tubuh dalam spesies ini sering dikorelasikan
dengan masa hidup yang lebih panjang dan menurunnya IGF-1.
Mencit Great Dane yang besar (40 ng/ml IGF-1 dalam plasma)
memiliki masa hidup sekitar 7 tahun, sedang mencit
Chihuahuas (40 ng/ml IGF-1 dalam plasma) dapat hidup lebih dari 15
tahun. Pengobatan dengan memakai hormon pertumbuhan (GH)
dan IGF-1 sebagai antipenuaan, dapat meningkatkan penalaran dan
meningkatkan fungsi imun.
GH dan IGF-1 yang tinggi akan meningkatkan perkembangan
jaringan, metabolisme dan penyediaan glukosa sebagai kompensasi
terhadap terjadinya stres oksidatif yang tinggi, banyaknya glikasi
protein dan tingginya proliferasi sel. Kondisi ini akan memberi
manfaat bagi kelangsungan hidup yang tinggi suatu organisme yang
sedang mengalami perkembangan. GH dan IGF-1 akan mengalami
penurunan konsentrasi setelah pematangan atau maturasi.
berdasar hal ini dapat disimpulkan bahwa penggantian GH atau
IGF-1 bukan merupakan solusi yang baik.
Dalam spesies mamalia, ukuran yang kecil sering dihubungkan
dengan semakin lamanya masa umur walaupun hewan tidak
memperoleh nutrisi yang cukup. Kemampuan reparasi DNA
meningkat seiring dengan semakin besarnya ukuran spesies, tetapi
untuk spesies yang lebih besar (yang memiliki lebih banyak sel), hewan yang lebih besar mungkin lebih rentan mengalami degenerasi
jaringan dan terkena kanker daripada anggota dalam satu spesies
yang sama yang memiliki ukuran lebih kecil. Mencit cebol dan
peranakan anjing yang memiliki ukuran lebih kecil memiliki
IGF-1 yang rendah dan lebih rentan terkena kanker.
IGF-1 dan signal sel memiliki peranan penting dalam
meregulasi penuaan. Antioksidan enzim, heat shock protein dan
kemampuan reparasi DNA yang berlebih atau beberapa agen yang
berbahaya seperti kortisol dan sitokin inflamatori berperan dalam
mekanisme penuaan. Penuaan yaitu akhir dari terjadinya akumulasi
kerusakan mulai dari tingkat makromolekul, sellular dan tingakat
jaringan dan merupakan hasil akhir terbatasnya kemampuan
pertahanan dalam tubuh. Gen-gen yang berperan dalam penentuan
umur panjang menghasilkan kerusakan yang mengakibatkan
penuaan atau menurunkan kemampuan reparasi DNA yang akhirnya
mengakibatkan penuaan.
Mekanisme Penuaan Tingkat Seluler
Mekanisme penuaan tingkat seluler sampai saat ini masih
belum dipahami dengan pasti karena kompleknya proses yang terjadi
di dalam sel. Beberapa teori menjelaskan bahwa penuaan memiliki
keterkaitan dengan menurunnya fungsi fisiologis. Konsekuensi
menurunnya fungsi fisiologis yaitu menurunnya derajad kualitas
hidup, meningkatnya resiko terjadinya penyakit dan kematian, serta
timbulnya biaya kesehatan yang mahal. Berbagai faktor, seperti
hormon, nutrisi dan faktor lainnya dapat mencegah terjadinya
penuaan tingkat sellular.
Studi mengindikasikan bahwa meningkatnya akumulasi
kerusakan oksidatif akan meningkatkan penurunan fungsi fisiologis
yang memicu terjadinya penuaan dan perlakuan yang
menurunkan kerusakan oksidatif akan memperlambat penurunan
fungsi fisiologis sehingga umur biologis menjadi meningkat. Bukti
lain menjelaskan bahwa meningkatnya stress oksidatif memicu meningkatnya mediator inflamatori yang mengarah terjadinya
penyakit inflamasi yang berkaitan dengan penuaan, seperti arthritis,
aterosklerosis, osteoporosis dan dementia.
Mitokondria merupakan organel di dalam sel yang
menghasilkan paling banyak energi yang dipakai oleh tubuh
dalam bentuk Adenosin Triphospat (ATP). Oksidasi phosporilasi
menyediakan lebih banyak ATP yang diproduksi melalui reaksi
transport elektron. Penuaan merupakan manifestasi dari terjadinya
penurunan efisiensi proses oksidasi phosporilasi dalam mitokondria.
Secara spesifik, penuaan akan menurunkan produksi energi pada
tingkat seluler karena semakin berkurangnya substrat oksidasi dan
meningkatnya produksi radikal bebas. Menurunnya fungsi dan massa
otot merupakan bukti terjadinya penuaan yang dikaitkan dengan
kerusakan mitokondria pada sel–sel otot.
Studi lain menyatakan bahwa penuaan dikaitkan dengan
terjadinya penurunan jumlah mitokondria dan peningkatan ukuran
mitokondria, yang membuat hilangnya efisiensi mitokondria dalam
menjalankan fungsinya. Menurunnya fungsi mitokondria banyak
terjadi pada sel manusia usia lanjut. beberapa reactive oxygen species
(ROS), seperti anion superoksida dihasilkan melalui reaksi produksi
energi yang melibatkan oksigen. ROS yang merupakan radikal bebas
memicu reaksi berantai radikal bebas dan turut serta dalam
proses regulasi beberapa fungsi seluler. Selain berperan sebagai
second messenger, ROS juga sebagai faktor dalam proses transkripsi
(transcription faktors), sehingga berpotensi memicu kerusakan
pada DNA yang pada akhirya memicu dampak yang mengarah
pada terjadinya proses penuaan.Sel memiliki beberapa enzim antioksidan untuk mencegah
pengaruh merugikan ROS yang bersifat merusak komponen biologis
sel. Enzim – enzim antioksidan terlibat dalam proses oksidasi
phosphorilasi yang berlangsung di dalam organel mitokondria sel.
Namun demikian enzim – enzim antioksidan akan menurun seiring
bertambahnya usia. Dalam kondisi seperti ini, kemampuan sel – sel
tubuh juga semakin menurun yang ditandai dengan meningkatnya
enzim sitokrom oksidase. Pada sisi lain, DNA mitokondria akan
menjadi lebih rentan terhadap terjadinya kerusakan yang dipicu
oleh radikal bebas, demikian pula DNA yang ada dalam nukleus
juga rentan terjadinya mutasi. Suatu riset telah membuktikan
bahwa mutasi DNA mitokondria pada tahap akhir pembelahan
mitosis sel (postmitotic cells) mulai mengalami tingkat akumulasi
kerusakan nyata yang dijumpai pada manusia dengan umur 30 tahun.
Mutasi ini akan mengarah pada terjadinya penurunan transkripsi dan
translasi untuk menghasilkan protein, sehingga memicu
menurunnya respirasi tingkat seluler. Meningkatnya kadar DNA
mutan mitokondria dalam sel – sel manusia akan menurunkan
produksi ATP dan semakin meningkatkan kadar ROS yang
memicu reaksi berantai radikal bebas.
Mekanisme biokimiawi yang bertanggung jawab terhadap
kerusakan maupun kematian sel yang berdampak pada proses
penuaan sangat komplek, masing-masing penyebab dapat
berinteraksi satu sama lain. Sebagai contoh mekanisme nekrosis
terjadi secara tumpang tindih dengan apoptosis. Beberapa
mekanisme umum yang memicu kerusakan dan kematian sel
yang mengarah pada penuaan yaitu sebagai berikut:
1. Kelangkaan dan penurunan sintesis ATP
ATP yaitu senyawa fosfat yang dibutuhkan oleh sel dalam
proses sintesis dan degradasi yang meliputi transport melintasi
membran, sintesis protein, lipogenesis, reaksi deasilasi –
reasilasi yang diperlukan untuk turnoverfosfolipid.
2. Oksigen dan radikal bebas
Sel menghasilkan energi melalui reaksi reduksi oksigen
menjadi air. Selama proses ini berlangsung, senyawa oksigen
reaktif (anion superoksida) dibentuk sebagai hasil sampingan
dari proses respirasi di mitokondria. Radikal bebas dapat
merusak protein, lipid dan asam nukleat. Sel memiliki sistem
pertahanan terhadap aktivitas radikal bebas melalui sistem
scavenging.
3. Kalsium sitosolik
Peningkatan kalsium sitosolik, dipicu oleh peningkatan
influk kalsium melewati membran sel dan pelepasan kalsium
dari mitokondria dan retikulum endoplasma. Peningkatan
kalsium ini selanjutnya dapat mengaktifkan beberapa enzim
yang memiliki efek perusak sel. Enzim ini yaitu
phospolipase, protease, ATPase dan endonuklease.
4. Gangguan pada permeabilitas membran sel
Kerusakan membran merupakan gambaran kerusakan sel.
Gangguan permeabilitas diakibatkan oleh kelangkaan ATP dan
modulasi aktivasi fosfolipase.
5. Kerusakan mitokondria irreversible
Membran mitokondria bagian dalam merupakan membran
impermeable yang berfungsi mempertahankan gradien proton
untuk sintesis ATP. Mitokondria dapat rusak karena
2+
peningkatan Ca sitosolik, stress oksidatif, pemecahan
fosfolipid melalui fosfolipase A2 (PLA2) dan pemecahan
produk lipid seperti asam lemak bebas dan ceramid. Kerusakan
ini biasanya ditunjukkan dengan adanya pembentukan saluran
yang memiliki konduktivitas tinggi sehingga disebut
permeabilitas mitokondria transisi (MPT) yang terletak pada
membran mitokondria bagian dalam. Terbukanya pori – pori
membran mitokondria memicu molekul dengan berat
molekul lebih kecil dari 1500, keluar dari mitokondria sehingga
sintesis ATP terhenti. MPT memicu peningkatan kadar
kalsium, keseimbangan osmotik terganggu, dan mitokondria
menjadi mengembang (swelling). Kerusakan mitokondria juga
berkaitan dengan lolosnya sitokrom C dalm sitosol. Sitokrom C
merupakan komponen integral dari rantai transport elektron
dan dapat mencetuskan apoptosis yang memicu penuaan
(Kurniasih dan Wijaya, 2002).
Masih menurut Kurniasih dan Wijaya (2002), kelangkaan ATP
memiliki efek pada beberapa sistem dalam sel:
1. Terjadi penurunan aktivitas pompa Na-K-ATPase. Kegagalan
pada sistem transport aktif akibat penurunan kadar ATPini akan
memicu natrium terakumulasi dalam sel disertai dengan
difusi kalium ke luar dari sel. Hal ini selanjutnya dapat
memicu pembengkakan sel (cell swelling) dan dilatasi
retikulum endoplasma. Selain itu terjadi peningkatan tekanan
osmotik intraseluler yang ditimbulkan oleh akumulasi senyawa
katabolit, seperti phospat anorganik, laktat dan nukleotida 2. Adanya perubahan metabolisme energi dalam sel. Apabila
kadar oksigen mengalami penurunan, maka sel mengandalkan
proses glikolisis anaerobic untuk menghasilkan energi,
akibatnya cadangan glikogen menurun dengan cepat.
Glikolisis anerobik memicu akumulasi asam laktat dan
fosfat anorganik dari hidrolisa ester fosfat dan akan
menurunkan pH intraseluler.
Kerusakan sel irreversible terutama ditandai dengan
ketidakmampuan sel memperbaiki penurunan fungsi mitokondria
yang memicu terjadinya kelangkaan ATP dan kerusakan sistem membran. Beberapa mekanisme kerusakan membran dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Disfungsi mitokondria: peningkatan kalsium sitosolik
berhubungan dengan kelangkaan ATP, berakibat peningkatan
pengambilan kalsium oleh mitokondria, aktivasi phospolipase
dan memicu terjadinya akumulasi asam lemak bebas.
Efek dari kejadian ini yaitu terjadi perubahan
permeabilitas membran mitokondria bagian dalam (MPT).
b. Hilangnya phospolipid membran sel: peningkatan kalsium
sitosolik akan menaktivasi phospolipase yang selanjutnya akan
memicu hilangnya phospolipase membran sel.
c. Abnormalitas sitoskeleton: Aktivase protease sitosolik yang
dipicu oleh peningkatan kalsium sitosolik memicu
kerusakan elemen sitoskelet sel.
d. Senyawa oksigen reaktif (radikal bebas): molekul radikal bebas
yang sangat reaktif akan memicu kerusakan pada
membran sel dan komponen sel lainnya.
e. Senyawa hasil pemecahan lipid, meliputi asam lemak bebas,
asil karnitin, dan lisofosfolipid memiliki efek sebagai penurun
tegangan permukaan pada membran sel, mengubah
elektrofisiologik dan permeabilitas membran sel.
f. Kehilangan asam amino intraseluler. Asam amino intraseluler
terutama glisin dapat melindungi sel dari kerusakam membran
irreversible.
Hilangnya integritas membran sel, berakibat peningkatan
influk kalsium dari cairan ekstraseluler. Kalsium yang diambil oleh
mitokondria setelah reoksigenasi akan merusak mitokondria,
menghambat kerja enzim selular, mendenaturasi protein,
memicu perubahan sitologik dan memicu nekrosis.
Seiring bertambahnya umur manusia akan terjadi penurunan
potensial membran mitokondria. Hal ini memicu meningkatnya
kebocoran atau lepasnya proton dan menurunnya produksi ATP, yang
pada akhirnya akan memicu dampak terhadap inefisiensi
respirasi selular. Kerusakan dan kemunduran mitokondria
merupakan resultan fungsi mitokondria yang memicu dampak
terjadinya induksi apoptosis. Meningkatnya kadar oksidan akan
memicu meningkatnya gangguan-gangguan yang berkaitan
dengan fungsi mitokondria, seperti aktivasi yang berlebihan terhadap
kemampuan permeabilitas porus transisi mitokondria yang mengarah
semakin meningkatnya pelepasan protein proapoptotik dari
mitokondria.
LatarBelakang usaha Memperlambat Penuaan
Finch pada tahun 1990 telah mendata beberapa hewan, seperti
ikan rockfish, kura-kura, sturgeon, bivalvia, dan lobster dengan
alasan bahwa pada hewan-hewan ini ada fenomena adanya
penuaan yang berjalan lambat. Ficnh selanjutnya menjelaskan
kriteria untuk menguji fenomena yang terjadi pada hewan-hewan
ini dengan harapan dapat meniadakan proses penuaan
”negligible aging”. Dalam riset nya Finch tidak mengamati
peningkatan laju mortalitas yang spesifik umur, laju reproduksi
setelah pematangan (maturity), menurunnya kemampuan fisiologis
yang berkaitan dengan umur atau resistensi penyakit.
Penentuan umur yang akurat sangat penting untuk mengkaji
hewan-hewan yang memiliki masa hidup yang panjang. Untuk
menentukan umur yang akurat secara linier (straightforward), salah
satu metode yang dipakai yaitu metode capture (pemberian
etikel atau label) dan recapture yang telah diterapkan pada hewan kura-kura. Pada ikan yang hidup diperairan dalam (deep-water)
teknik yang paling umum dipakai yaitu analisis zona
pertumbuhan (growth-zone analysis) pada otolith dalam mengkaji
sejarah hidup ikan. Teknik lain yang dipakai dalam manajemen
budidaya ikan yaitu untuk menyediakan metode estimasi umur
secara bebas melalui pendekatan radiometrik yang memakai
pengetahuan kerusakan radioaktif yang terjadi secara berurutan
(radioactive decay series) pada inti tulang. riset akhir-akhir ini
memperlihatkan bahwa ikan paus dapat hidup lebih dari 100 tahun
dan mungkin lebih dari 200 tahun dengan memakai metode
racemization asam aspartat.
Beberapa peneliti bahkan di kebun binatang telah menyediakan
informasi spesifik tentang umur hewan-hewan tertentu. Buaya telah
tercatat memiliki umur lebih dari 80 tahun, meskipun tidak jelas
kematiaannya apakah dipicu faktor penuaan atau faktor-faktor
lingkungan. Penyu hijau diperkirakan memiliki umur maksimum
50 tahun untuk mencapai pematangan reproduksi (maturity) di alam
liar alam dengan makanan yang rendah protein. Penundaan
pematangan reproduksi biasanya dikaitkan dengan laju penuaan yang
sangat lambat.
Beberapa hewan seperti yang telah disebutkan pada pernyataan
terdahulu merupakan model yang paling baik untuk mengkaji usaha
meniadakan penuaan (aging) dan ikan rockfish merupakan ikan yang
dijadikan hewan model pertama kali dalam riset ini. Akhir-akhir
ini seorang ahli ekologi berkebangsaan Inggris telah menemukan
ikan rockfish yang memiliki genus yang sama tetapi memiliki
potensi masa hidup yang berbeda, yang satu memiliki masa hidup yang pendek sedang lainnya memiliki masa hidup yang
panjang. Untuk jenis ikan calico rockfish memiliki kisaran masa
hidup kurang lebih 12 tahun, sedang untuk jenis rougheye
rockfish mempunya masa hidup mencapai 205 tahun. berdasar
fakta ini riset berikutnya akan diarahkan untuk mengkaji
dengan membanding bandingkan pengukuran secara genetis dan biokimiawi
antara ikan rockfish yang memiliki masa hidup pendek dengan
yang memiliki masa hidup panjang.
Tory Hagen dari Linus Pauling Institute, Oregon State
University akhir-akhir ini telah menerima sampel hati ikan rockfish
yang memiliki kisaran masa hidup antara 10 tahun dan 90 tahun.
Peneliti ini telah melakukan tingkat kerusakan DNA dalam
mitokondria dan DNA dalam nukleus. berdasar riset ini
diketahui bahwa tingkat kerusakan DNA95 % dipicu oleh rantai
reaksi radikal bebas yang dibentuk di dalam mitokondria, pada ikan
yang memiliki masa hidup yang panjang tingkat kerusakan yang
dipicu oleh radikal bebas terlihat sangat nyata.
Usaha penghambatan penuaan telah dimulai oleh Paul Niehans
pada tahun 1950 dengan memakai bahan anti penuaan
(antiaging) berupa ekstrak jaringan mamalia, yaitu janin domba.
Berikutnya yaitu Anna Aslan yang juga melakukan riset
dengan memakai porcaine sebagai bahan penghambat penuaan
dini. Namun usaha yang telah dilakukan peneliti ini belum
berhasil, dimana kedua bahan yang dipakai belum mampu
menghambat terjadinya proses penuaan. Pada sisi lain usaha yang
telah dilakukan oleh dua peneliti ini telah berhasil memberi
informasi yang cukup penting tentang kemungkinan adanya bahan antiaging dalam tubuh hewan vertebrata yang memungkinkan dapat
mencegah reaksi radikal bebas. Usaha ini telah mendorong
riset lain mencari bahan antiradikal bebas sampai saat ini.
Sistem pertahanan fisiologis terhadap senyawa-senyawa
radikal bebas terjadi melalui sistem pemutusan rantai reaksi radikal
bebas. Sistem pertahanan pada prinsipnya menghambat
pembentukan senyawa-senyawa radikal dengan cara merusak rantai
pembentukannya, sehingga reaksi pembentukan radikal bebas
lanjutan dapat dicegah.
Secara alami, tubuh memiliki antioksidan yang merupakan
komponen dalam sistem pertahanan untuk menetralkan radikal bebas
dan memperbaiki biomolekul yang telah rusak, baik berupa enzim
maupun non enzim. Antioksidan yaitu suatu substansi yang
mencegah atau menurunkan reaksi-reaksi oksidasi dan berfungsi
untuk mencegah atau menghentikan kerusakan akibat adanya radikal
bebas. Termasuk ke dalam antioksidan enzimatik yaitu antioksidan
endogen yang disintesis oleh tubuh seperti superoksida dismutase,
katalase, Se-glutathion peroksidase dan fosfolipid hidroperoksi
glutathione, sedang antioksidan non enzimatik seperti human
growth hormone dan glutathione.
Penghambatan penuaan untuk mencegah kerusakan sel-sel
tubuh oleh radikal bebas secara umum dapat digolongkan menjadi 3
kelompok besar, yaitu pemakaian human growth hormon (HGH),
pemakaian bahan-bahan anti radikal bebas (antioksidan) dan
pemberian asam-asam amino dalam bahan makanan untuk
mendukung terbentuknya antioksidan endogen, misalnya enzim
antioksidan maupun molekul pengikat radikal bebas.
pemakaian HGH dalam Memperlambat Penuaan
HGH merupakan hormon yang diketahui memiliki kemampuan
sebagai antioksidan yang dapat mengikat radikal bebas dan merespon
kerusakan melalui mekanisme pemulihan jaringan dengan
melibatkan regulasi aktivasi proses metabolisme, peningkatan
sitoskletet dan protein regulator. Dibandingkan dengan molekul
antioksidan yang lain, HGH memiliki spesifikasi tersendiri karena
merupakan substansi yang dapat disintesis dan disekresikan oleh selsel kelenjar dalam tubuh manusia.
HGH disintesis dan disekresikan oleh sel-sel somatotrof di
kelenjar hipofisis anterior (adenohipofisis) yang terletak di bagian
tengah otak. Sekresi HGH mencapai puncak pada saat umur dewasa
(adolescence), ketika pertumbuhan berlangsungan sangat cepat.
HGH merupakan hormon yang berfungsi memelihara kesehatan fisik
dan mental melalui perbaikan jaringan, penyembuhan, penggantian
sel, penguatan tulang, fungsi otak, produksi enzim, integrasi rambut,
kuku dan kulit. HGH yaitu molekul protein komplek dengan 191-
200 asam amino yang memiliki pengaruh langsung maupun
pengaruh tropik pada berbagai macam jaringan target. Hormon ini
berada dalam lingkungan ekstraseluler untuk dapat merangsang sel
agar dapat tumbuh, membelah dan berkembang atau berdifferensiasi
secara normal melalui sintesis faktor pertumbuhan.
Sifat paling mendasar yang dimiliki hormon yaitu bekerja
pada sel target yang memiliki reseptor spesifik hormon. HGH
merupakan hormon protein yang memiliki reseptor pada membran
sel. HGH bekerja dengan mengaktifkan reseptor pada membran sel
yang memicu sinyal pengaktifan pada serangkaian reaksi di
dalam sel yang menginduksi proses pembentukan sitoskelet,
mengaktivasi proses metabolisme dan meningkatkan pembentukan
protein regulator. Peningkatan pembentukan sitoskelet, proses
metabolisme dan protein regulator akan merekoveri komponen
biologis yang rusak yang dipicu oleh radikal bebas, sehingga
dapat mengatasi penuaan.
HGH atau somatotropin memiliki spektrum regulasi yang
sangat luas dan tidak dapat bekerja sendiri melainkan melalui
pembentukan beberapa senyawa yang menstimulasi pertumbuhan,
misalnya somatomedin. Meningkatnya kadar HGH plasma akan
meningkatkan transport asam amino melalui membran sel. Selain itu
hormon ini juga berperan dalam merangsang pertumbuhan rawan dan
mempengaruhi keseimbangan glukosa dalam tubuh. HGH juga
diketahui berperan dalam meregulasi peningkatan massa otot,
penurunan total lemak tubuh, peningkatan elastisitas kulit, penurunan
laju demineralisasi tulang, memberi pengaruh positif pada kekuatan,
kapasitas fungsional atau metabolisme.
HGH atau somatotropin merupakan hormon yang memiliki
peranan penting dalam proses pertumbuhan normal. HGH disintesis
dan disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior dengan stimulasi
growth hormon-releasing hormon (GHRH) atau somatokrinin, yaitu
faktor yang diproduksi di bagian hipothalamus otak. Seperti halnya
hormon lainnya, HGH beraksi pada jaringan target, terutama di hati
yang memicu sintesis dan pelepasan insulin- like growth faktor
(IGF-1) atau somatomedin C, ke dalam sistem sirkulasi. IGF-I yaitu
growth- accelerating peptide yang beraksi secara searah pada
kartilago untuk merangsang pertumbuhan tulang. Sintesis dan sekresi
HGH yang optimal dapat memicu peningkatan proses
metabolisme, sehingga produksi ATP lebih optimal. Produksi ATP
yang optimal akan mendukung keberadaan asam-asam amino
intraseluler yang berfungsi sebagai komponen dalam sintesis protein
enzimatis dan non-enzimatis serta mempertahankan integrasi
fosfolipid pada membran sel dari pengaruh kerusakan akibat radikal
bebas yang mengarah pada proses penuaan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa ketersediaan ATP yang optimal dapat mencegah
proses penuaan.
Keterangan:
1. Hipofisis 6. Mobilisasi lemak
2. Somatotropin 7. Pembentukan otot
3. Hati 8. Pertumbuhan tulang
4. Somatomedin 9. Pertumbuhan rawan
5. Menghambat pengambilan glukosa ke dalam otot
HGH termasuk faktor tumbuh yang berikatan secara spesifik
dengan reseptor permukaan membran sel dan memicu efek
pleitropik pada sel, yaitu perubahan dalam ekspresi gen. Melalui
pengikatan dengan reseptor, HGH akan memodifikasi protein
membran sel yang berikatan dengan adenilat siklase, memakai
GTP-binding protein untuk menghasilkan cAMP yang berperan
dalam perubahan proses yang ada dalam sel. cAMP selanjutnya akan
mengaktifkan cAMP-dependent protein kinase yang akan
memfosforilasi secara spesifik protein-protein target, yang
meregulasi perubahan aktivitas metabolisme, ekspresi gen dan
pembentukan sitoskelet sel. Kemungkinan lain, second messenger
akan membawa signal dari reseptor pertumbuhan ke sel, seperti Ca,
inositol triphospat dan diasilgliserol.
HGH telah diketahui sebagai agen yang membantu dalam
mempercepat proses metabolisme dan respons sistem imun,
membantu dalam meningkatkan replikasi DNA atau proliferasi sel,
berperan dalam rekoveri otot serta pertumbuhan jaringan baru.
Sebagai hormon, HGH juga memiliki potensi sebagai anti radikal
bebas yang memiliki kemampuan dalam proses scavenging
reactive oxygen spesies (ROS) dalam tubuh. Melalui proses secara
tidak langsung HGH akan menstimulasi sintesis dan sekresi IGF-1 di
sel-sel hati yang berfungsi sebagai antiprotektif pembuluh darah atau
sistem saraf dan faktor antiapoptosis. Kadar HGH berkorelasi dan
berbanding lurus dengan kadar IGF-I masing-masing memiliki
efek penghambatan penuaan. Dengan demikian, kadar HGH dan
IGF-I yang optimal dalam plasma akan mampu mencegah rantai
reaksi radikal bebas dan sinyal yang dapat menginduksi terjadinya
apoptosis. Tercegahnya rantai reaksi radikal bebas dan sinyal
apoptosis dapat menghambat proses penuaan.
C. Antiangiogenesis Pendekatan Baru dalam Pengobatan
Penuaan
Angiogenesis yaitu proses pembentukan pembuluhpembuluh darah kapiler dari kapiler yang sudah ada. Teori yang
menyatakan bahwa angiogenesis merupakan kejadian awal yang
dapat memicu penyakit pertama kali dilaporkan oleh Dr. Judah
Folkman pada awal tahun 1970. Angiogenesis yang terlalu berlebihan
pada periode tertentu dapat memberi kontribusi terhadap munculnya
beberapa penyakit, seperti kanker, arthritis rheumatoid, degenerasi
retina, kista ovarium dan psoriasis. Pembentukan pembuluhpembuluh darah yang baru membutuhkan proliferasi dan reorganisasi
sel-sel yang melapisi dinding bagian dalam pembuluh darah, yaitu
sel-sel endotel. Berkaitan dengan hal ini, sel-sel endotel
menghasilkan matriks metalloproteinase (MMPs), yaitu suatu enzim
yang melakukan remodeling disekeliling struktur jaringan dan
berpartisipasi dalam angiogenesis. Untuk memahami kejadian
patologi angiogenesis telah dikembangkan sebuah pendekatan baru
untuk mengatasi berbagai macam jenis penyakit yang termasuk
dalam kategori serius. Angiogenesis telah dikenal secara umum
sebagai factor dominan yang dapat memperantarai munculnya suatu
penyakit tertentu. Untuk memahahi penyakit yang tergantung
angiogenesis (angiogenesis-dependent disease) dan perlakuan yang
dapat menghambat angiogenesis.
C.1. Angiogenesis dan Psoriasis
Psoriasis yaitu penyakit kulit kronis yang terjadi pada 2 – 3%
penduduk dunia. Penyakit ini dicirikan oleh pertumbuhan yang
terjadi secara berlebihan dari sel-sel keratenosit epidermal,
akumulasi sel-sel yang bersifat inflamasi, dan angiogenesis dermal
yang berlebihan. berdasar kajian histologis dengan memakai
mikroskop elektron secara jelas menunjukkan bahwa kemapanan
jaringan telah mengalami perubahan yaitu terjadinya pembentukan
pembuluh-pembuluh darah pada kulit yang tampak menonjol dan
disebut psoriasis. Bahan-bahan antiangiogenesis seperti ekstrak
larutan kartilago ikan hiu, merupakan bahan baru yang dipakai
untuk menyembuhkan penyakit kutaneus kulit yang dikaitkan dengan
perubahan vaskularisasi.Angiogenesis dan Arthritis Rheumatoid
Arthritis rheumatoid yaitu penyakit autoimun kronis yang
mempengaruhi daerah persendian atau artikulasi pada anggota gerak
tubuh, seperti tangan, pergelangan tangan, siku, lutut dan mata kaki.
Angka kejadian (prevalensi) penyakit ini pada penduduk secara
umum mendekati 1% dan dominan terjadi pada wanita (dengan
perbandingan 3 wanita untuk setiap laki-laki). Arthritis rheumatoid
merupakan penyakit inflamasi yang paling utama. Invasi pada rongga
sendi oleh sel-sel penyebab peradangan (inflammatory)
memicu produksi faktor-faktor pro-angiogenik yang
terlokalisasi. Sel-sel yang menghasilkan cairan sinovial dan
mensekresikan matriks metaloproteinase (MMPs) yang menyerang
dan mencerna serabut-serabut kolagen yang terbuat dari matriks
kartilago. Dalam arthritis rheumatoid, angiogenesis yaitu
memiliki kaitan erat dengan degradasi.
C.3. Kartilago Mengandung InhibitorAngiogenesis dan MMPs
Kartilago yaitu jaringan avaskuler yang artinya bahwa
jaringan ini dihilangkan oleh pembuluh-pembuluh darah. Jaringan
kartilago dihilangkan oleh pembuluh darah karena jaringan ini
mengandung faktor-faktor antiangiogenik yang mengganggu
proliferasi sel-sel endotel. Pada saat sel-sel endotel mengarah pada
proses angiogenik, penghambatan proliferasi sel-sel ini telah
dipersiapkan secara langsung dan hal ini dapat diukur antifitas
antiangiogeniknya.
riset penuaan telah banyak dilakukan pada akhir-akhir ini
dan telah banyak bukti yang menyatakan bahwa adanya korelasi
antara faktor-faktor biokimiawi dan genetis dengan penuaan.
riset tentang penuaan telah dimulai sekitar 70 tahun yang lalu
tetapi tidak berlanjut ke riset yang lebih maju sampai tahuntahun terakhir ini, terutama yang mengkaji tentang masalah
biokimiawi dalam kaitannya dengan panjangnya masa hidup suatu
hewan (long lived animals). Pada tahun 1932 telah ditemukan suatu
bukti bahwa pada beberapa jenis ikan tidak memperlihatkan adanya
tanda-tanda mengalami penuaan. Dengan adanya keterbatasan
peralatan pada saat itu sehingga belum dilakukan pengujian seperti
apa yang seharusnya dilakukan untuk mengungkap fenomena
ini .
The Centenarian Species and Rockfish Project pada tahun 1995
telah menemukan dan berhasil mengungkap mekanisme yang dapat
memperlambat atau menunda penuaan pada hewan-hewan yang
memiliki umur yang panjang, seperti rockfish (ikan-ikan terumbu
karang), kura-kura dan ikan paus. Ada riset baru yang mengkaji
dari aspek gerontologi biomedis yang menyatakan bahwa status
biokimia dan genetis terlibat dalam proses penundaaan penuaan, oleh
karena penemuan ini dapat diterapkan untuk keuntungan manusia.
Seorang peneliti dari Amerika, Leonard Hayflick telah menemukan
bahwa profil biokimia dalam serum darah kura-kura, ikan rockfish
maupun ikan paus merupakan faktor pembatas penuaan.
pemakaian Antioksidan dalam Memperlambat Penuaan
D.1. Sumber Antioksidan Antipenuaan dari Bahan RempahRempah
Tanpa disadari rempah-rempah sebenarnya telah dipakai
sebagai bahan pengawet dalam produk pangan sejak zaman dahulu.
Daya awet rempah-rempah ini dipicu oleh sifat antioksidan
dan antimikrobia, baik yang dipakai langsung maupun tidak
langsung. memiliki rempah-rempah sebagai antioksidan secara
langsung dapat dilakukan dengan cara membuat serbuk maupun
mengekstraksi kemudian ditambahkan ke dalam bahan pangan yang
akan diawetkan. sedang memiliki repah-rempah sebagai
antioksidan secara tidak langsung sering dilakukan tidak sengaja,
misalnya sebagai bumbu masak yang tujuannya hanya untuk
penyedap rasa.
Perhatian terhadap antioksidan alami dari rempah-rempah
semakin meningkat karena dianggap lebih baik dari antioksidan
sintetik, khususnya ditinjau dari keamanan pangan. Namun
memiliki antioksidan alami sampai sekarang masih terbatas. Hal
ini kemungkinan dipicu oleh kurangnya data-data ilmiah yang
berhubungan dengan antioksidan alami ini , baik mengenai
struktur kimia dan sifat negatif yang mungkin tidak diinginkan.
Rempah-rempah diklasifikasikan menjadi 4 kategori yang
berbeda, yaitu: (1) rempah-rempah Aromata: rempah-rempah yang
dipakai sebagai parfum, seperti kapulaga, kayu manis dan sweet
maryoram; (2) rempah-rempah Thumiamata: rempah-rempah yang
dipakai untuk dupa/kemenyan, seperti timi, kayu manis dan
rosamery; (3) rempah-rempah Condimenta: rempah-rempah yang
dipakai untuk pembalseman atau pengawetan, seperti kayu manis,
jinten, adas, cengkeh dan sweet maryoram; (4) rempah-rempah
Theriaca: rempah-rempah yang dipakai untuk menetralkan racun,
seperti adas, ketumbar, bawang putih dan oregano.
Chipault et al. (1952) dalam Andarwati (1995) telah
membuktikan bahwa dari sekian banyaknya rempah-rempah, 32 jenis
diantaranya mengandung antioksidan alami, yaitu cabe merah, daun
kemamngi, adas, biji seledri, adas manis, kunyit, jahe, ketumbar, lada
hitam, lada putih, lada merah, kapulaga, wijen, cengkeh, kayu manis,
daun salam, timi, biji pala, bunga pala, jinten, biji opium, rosemary,
sage, cassia, dill, maryoram, mustard, oregano, savory, fenugreek, all
spice dan paprika. Antioksidan dari rempah-rempah memiliki
efektifitas yang berbeda pada substrat dan pelarut yang berbeda.
Antioksidan rempah-rempah sebagian besar lebih aktif dalam pelarut
alkohol dibanding pelarut organik lainnya. Sebagian besar
antioksidan dari rempah-rempah ini bersifat polar, karena
mudah larut dalam pelarut polar.
D.2. memiliki Ekstrak Kulit Batang Kayu Manis
(Cinnamomum sp) sebagai Bahan Antipenuaan
Berbagai usaha untuk mengatasi penuaan telah dilakukan, baik
melalui tindakan pencegahan maupun pengobatan. Dewasa ini
perhatian terhadap antioksidan alami dari tanaman rempah untuk
mengatasi penuaan semakin meningkat karena dianggap lebih baik
dari antioksidan sintetik dan antioksidan jenis lainnya, terutama dari
aspek keamanan dan kesehatan. Namun memiliki antioksidan
alami dari tanaman rempah sampai sekarang masih terbatas. Hal ini
dipicu kemungkinan masih kurangnya data-data ilmiah yang
berhubungan dengan antioksidan alami dari tanaman ini , baik
mengenai struktur kimia, potensi dan sifat negatif yang mungkin
tidak diinginkan.
memiliki bahan dari tanaman rempah sebagai bahan aditif
atau suplemen pada makanan, sebetulnya telah dilakukan orang sejak
zaman dahulu untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan.
Hal ini berkaitan dengan sifat dasar bahan dari tanaman rempah
ini yang berfungsi sebagai antioksidan maupun sebagai bahan
yang memiliki aktivitas antimikrobia. Antioksidan ini berperan
dalam menghambat, memutus dan mengikat radikal bebas serta
mengendalikan peroksidasi lipid pada sistem tubuh untuk mencegah
terjadinya inisiasi peroksidasi lanjutan. Dalam skala invivo,
memicu kerusakan jaringan, yang dapat mengarah terjadinya
penyakit inflamasi, penuaan (aging), aterosklerosis, kanker dan lainlain. Dalam sel, radikal bebas dapat memicu peroksidasi asam
lemak tidak jenuh komplek (polyunsaturated) dalam membran
phospolipid sel, pembentukan peroksida sitotoksik, oksidasi protein
dan denaturasi DNA. Fenomena ini dapat memicu kerusakan
pada tingkat jaringan/organ, penuaan hingga kematian.
Berkaitan dengan kemampuannya ini , maka antioksidan
alami dari tanaman rempah berpeluang untuk dijadikan sebagai
antioksidan dalam tindakan pencegahan atau pengobatan untuk
mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan penuaan atau
berbagai penyebab awal yang memicu terjadinya penuaan.
riset mengenai potensi oksidatif ekstrak Cinnamomum sp
telah dilakukan terhadap beberapa kelompok pekerja dan
mengindikasikan bahwa ekstrak Cinnamomum sp memiliki
potensi yang sangat tinggi untuk mengatasi fenomena kerusakan
akibat pengaruh radikal bebas yang terjadi dalam sistem tubuh hewan
mamalia atau manusia. Reddy dan Lokesh (1992) telah membuktikan
bahwa ekstrak Cinnamomum sp dosis tinggi (600 µg/ml) mampu
menghambat terjadinya peroksidasi lipid pada mikrosom tikus.
Kemampuan antiperoksidatif ekstrak Cinnamomum sp juga telah
diteliti oleh Yokozawa et al. (1998). Trombetta et al. (1998)
melakukan riset terhadap ekstrak Cinnamomum sp dan
membuktikan bahwa potensi oksidatif ekstrak ini berkaitan
dengan kandungan senyawa fenol, seperti hidroksisinnamaldehida
dan asam hidroksisinnamik. Kedua antioksidan ini mampu mengikat
radikal bebas 1,1- difenil-2-pikrilhidrasil (1,1-difenil-2-radikal
pikrilhidrasil/DPPH). Sebagai antioksidan, hidroksisinnamaldehida
dan asam hidroksisinnamik mampu menghentikan reaksi radikal
bebas pada oksidasi lipid. Kedua senyawa fenolik ini mampu
memberi atom hidrogen secara cepat kepada radikal lipid dan
radikal yang terbentuk dari antioksidan ini lebih stabil daripada
radikal lipidnya atau dengan kata lain menjadi produk yang stabil.
Dalam fungsinya sebagai antioksidan, senyawa fenolik sendiri pada
dasarnya bersifat tidak aktif, akan tetapi jika posisi orto atau para
pada cincin benzennya disubstitusi oleh gugus alkil, maka kerapatan
elektron pada gugus hidroksilnya meningkat, sehingga senyawa
fenolik ini akan semakin reaktif terhadap radikal lemak.
Mekanisme reaksi antioksidan senyawa fenolik terjadi melalui
pemberian atom hidrogen dari gugus hidroksilnya dengan cepat
kepada radikal substratnya.
Aktivitas antioksidan dari ekstrak Cinnamomum sp juga
diketahui memiliki kemampuan membantu kerja enzim-enzim
antioksidatif dalam sel- sel hati dan sel-sel jantung tikus. Dhuleep
(1999) telah melakukan riset mengenai kandungan enzim
antioksidatif (glutathione peroksidase) pada sel-sel hati dan jantung
tikus serta lipid terkonjugasi dalam feses tikus selama mengalami diet
lemak dosis tinggi selama pemberian ekstrak Cinnamomum sp. Hasil
dari riset nya memperlihatkan bahwa ekstrak Cinnamomum sp
mampu meningkatnya kadar lipid terkonjugasi, produk utama dari
peroksidasi lipid. Hal ini memberi kesimpulan bahwa ekstrak
Cinnamomum sp diduga memiliki keterkaitan dengan tingginya
kadar enzim-enzim antioksidatif, seperti superoksida dismutase
(SOD), glutathion peroksidase, katalase maupun enzim-enzim
antioksidatif lainnya. Enzim SOD, glutathion peroksidase dan
katalase termasuk ke dalam enzim antioksidan endogen karena dapat
disintesis di dalam tubuh. Enzim-enzim antioksidan ini dalam
mengendalikan tahap awal radikal bebas yang terbentuk memerlukan
bantuan mineral Mn, Cu, Zn dan Se.
Radikal antioksidan yang terbentuk dari reaksi antioksidan
senyawa fenolik cukup stabil atau dicegah dari reaksi berikutnya dan
memicu radikal antioksidan ini tidak akan bekerja sebagai
inisiator bagi reaksi berikutnya. Kestabilan dari radikal antioksidan
ini juga terjadi melalui delokalisasi elektron tidak berpasangan
pada cincin aromatiknya berdasar reaksi isomerisasi.
Reaksi antioksidan fenolik dengan radikal bebas dapat digambarkan
sebagai berikut:
ROO* + AH ROH + A*
RO* + AH ROH + A*
R* + AH RH + A*
OH* + AH H2O + A*
Setelah terjadi reaksi antara antioksidan fenolik dengan radikal bebas
lipid, terbentuk radikal fenolik (A*) yang tidak cukup aktif untuk
melakukan reaksi propagasi. A* pada umunya diaktivasi dengan
memakai A* yang lain atau memakai radikal lipid, sehingga
membentuk produk yang tidak aktif.
Aktivitas pengikatan radikal bebas DPPH oleh antioksidan juga
telah oleh Kim et al. (1999) dengan memakai methanol dalam
proses ekstraksi. Stoltz (1998) melaporkan bahwa serbuk
Cinnnamomum sp yang mengandung crem sepikontrol A5 (serbuk
Cinnamomum sp yang diligasikan dengan lipoaminoacid, seperti
lipoglisin) memiliki aksi yang kuat dalam mengikat radikal bebas.
Adapun komponen Cinnamomun sp lain yang diketahui memiliki
aksi mengikat radikal bebas lebih besar yaitu phenoxypropanol dan
zinc gluconate.
Akhir-akhir ini Hsiao et al. (2001) melaporkan krioprotektan antiperoksidatif baru dan merupakan pengikat radikal bebas, yaitu
sinnamofilin. Antioksidan ini memiliki kemampuan bereaksi
dengan reactive oxygen species (ROS). Antioksidan sinamofilin ini
mampu menekan peroksidasi lipid yang diinduksi oleh molekul nonenzimatik yang memiliki komponen besi (non-enzymatic iron
induced lipid peroxiation) dalam homogenat otak tikus, dengan nilai
IC50 (8.0 ± 0.7 µM) dan peroksidasi lipid yang diinisiasi ion
besi/ADP/askorbat dalam mitokondria sel-sel hati tikus, dengan nilai
IC50 (17.7 ± 0.2 µM). Antioksidan sinamofilin juga memiliki
aktivitas menghambat peroksidasi lipid pada mikrosomal hati yang
tergantung NADPH (NADPH-dependant microsomal lipid
peroxidation) dengan nilai IC50 (3.4 ± 0.1 µM) tanpa mempengaruhi
enzim NADPH-cytochrom P-450 reductase yang berperan dalam
reaksi transpor elektron mikrosomal. Dua turunan radikal bebas
peroksil, yaitu 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl radical (DPPH) dan
1
2,2 -azo-bis (-amidinopropane) dihydrochloride telah diuji dengan
sinamofilin dan terbukti nahwa sinamofilin memiliki kapasitas
sebagai pengikat radikal bebas. Dalam medium kultur in vitro
terbukti pula bahwa sinamofilin mampu memproteksi membran
plasma dan mitokondria sel-sel otot polos (A7r5) aorta tikus dari
kerusakan yang diakibatkan oleh induksi alloksan, ion besi atau H O . 2 2
Oksidasi yang dikatalisis copper pada lipoprotein densitas rendah
(copper catalysed oxidation of human low-density lipoprotein) dapat
dihambat oleh sinamofilin yang diukur berdasar intensitas
fluoresen pembentukan substansi reaktif (mallonaldehidatriobarbituric acid).
Menurut Nabet (1996) dalam Prasetyawati (2003) superoksida dismutase, katalase dan glutathione peroksidase merupakan enzim
antioksidan yang bekerja melalui sistem pertahanan preventif,
menghambat atau merusak proses pembentukan radikal bebas. Enzim
0
superoksida dismutase mengkatalisis dismutasi O menjadi H O , 2 2 2
enzim katalase mendegradasi hidrogen peroksida menjadi air dan
oksigen, enzim glutathione peroksidase mengkatalisis reaksi H2O2
dan hidroksiperoksida organik (LOOH) dengan memakai
glutathion tereduksi sebagai kofaktor. Dalam cairan intraseluler
beberapa enzim ini berperan dalam proses degradasi senyawa
spesies oksigen reaktif/reactive oxygen species (ROS). ROS yaitu
suatu senyawa yang memiliki bentuk dan aktivitas sebagai oksidan
yang ada dalam bentuk radikal bebas maupun molekul non
radikal yang memiliki gugus oksigen reaktif. Senyawa ini
cenderung menyumbangkan atom oksigen atau elektron kepada
senyawa lain. Asikin (2001) dalam Prasetyawati (2003) menyatakan,
ROS yaitu oksigen yang tereduksi secara parsial dan menghasilkan
senyawa yang sangat reaktif. Anion superoksida radikal merupakan
salah satu jenis ROS yang paling berbahaya bagi sel.
Superoksida dismutase merupakan enzim antioksidan yang
bekerja melalui sistem pertahanan preventif, menghambat atau
merusak proses pembentukan radikal bebas. Superoksida dismutase
0
yaitu enzim yang berperan dalam mengkatalisis reaksi dismutasi O2
(anion superoksida radikal) menjadi H O dan O , selain itu juga akan 2 2 2
0 menghambat kehadiran simultan dari O dan H O yang berasal dari 2 2 2
0
pembentukan radikal hidroksil (OH ). Superoksida dismutase
merupakan metaloenzim yang berperan dalam menyusun mekanisme
pertahanan tubuh melawan keracunan yang diakibatkan oleh oksigen
Dalam cairan intraseluler enzim superoksida dismutase
berperan dalam proses degradasi senyawa spesies oksigen reaktif
atau reactive oxygen species (ROS). Spesies oksigen reaktif yaitu
suatu senyawa yang memiliki bentuk dan aktivitas sebagai oksidan
yang ada dalam bentuk radikal bebas maupun molekul nonradikal yang memiliki gugus oksigen reaktif. Senyawa ini
cenderung menyumbangkan atom oksigen atau elektron kepada
senyawa lain. Spesies oksigen reaktif yaitu oksigen yang tereduksi
secara parsial dan menghasilkan senyawa yang sangat reaktif. Anion
superoksida radikal merupakan salah satu jenis spesies oksigen
reaktif yang paling berbahaya bagi sel.
Katalase merupakan enzim yang berperan dalam proses
katalisis reaksi dekomposisi hidrogen peroksida menjadi air. Peranan
katalase yaitu sebagai peroksidase khusus, yaitu mengoksidasi satu
molekul hidrogen peroksida menjadi oksigen dan secara simultan
mereduksi molekul hidrogen peroksida yang kedua menjadi air.
2 H2O2
2H2O + O2
AH2 + H2O2
A+ 2 H2O
Glutathion peroksidase (GSH-Px) yaitu enzim yang
memiliki selenium pada sisi aktifnya yang berfungsi mengubah
molekul hidrogen peroksida sebagai pembentuk radikal hidroksil
menjadi molekul lain yang tidak berbahaya.
GSH-Px
H2O2 + 2 GSH GSSG + H2O
ROOH + 2 GSH ROH + GSSG + H2O
Glutathion peroksidase mengkatalisis oksidasi glutathion
bentuk reduksi (GSH) menjadi glutahion bentuk oksidasi (GSSG).
Glutathion bentuk reduksi mencegah lipid membran dan unsur-unsur
sel lainnya dari kerusakan oksidasi dengan cara merusak molekul
hidrogen peroksida dan lipid hidroperoksida. Glutathion bentuk
oksidasi mengalami rereduksi bila ada NADPH oleh aktivitas
enzim glutation reduktase dengan reaksi sebagai berikut:
+ + GSSG + NADPH + H 2GSH + NADP
Selenium penting untuk enzim GSH-Px agar berfungsi secara
normal sebagai antioksidan dan diketahui dapat mempertahankan
integritas otot dan sel darah merah (Kartikawati, 1999). Pada
konsentrasi di bawah normal ada hubungan linier antara aktivitas
GSH-Px dengan status selenium sehingga penetapan aktivitas GSHPx dapat dipakai sebagai parameter status selenium. Glutahion
peroksidase yang tidak tergantung pada selenium dapat
mendegradasi senyawa-senyawa hidroksiperoksida lipid tetapi tidak
mendegradasi air teroksigenasi. Enzim-enzim ini bekerjasama
dengan glutathion tereduksi.
A. Radikal Bebas sebagai FaktorUtama Penyebab Penuaan
Proses penuaan terjadi karena rusaknya membran sel dan asam
dioksiribonukleat yang diakibatkan oleh serangan radikal bebas.
Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang memiliki sifat
sangat tidak stabil karena memiliki satu elektron atau lebih yang
tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Dalam memperoleh
pasangan elektron, radikal bebas menjadi sangat reaktif. Berkaitan
dengan sifatnya yang sangat tidak stabil dan reaktif, maka untuk
memperoleh pasangan elektron, radikal bebas akan menyerang
secara acak. Semakin reaktif suatu radikal bebas, ia akan menyerang
semakin tidak selektif. Radikal bebas dapat menyerang lemak, gula,
protein dan DNA melalui mekanisme rantai reaksi sehingga
memicu kerusakan membran, modifikasi protein, deaktivasi
enzim dan kerusakan DNA. Setiap hari DNA pada setiap sel tubuh
manusia diperkirakan menerima 10.000 serangan radikal bebas.
Proses ini pada akhirnya mengakibatkan kerusakan jaringan yang akan mempercepat timbulnya proses penuaan.
Radikal bebas dapat terbentuk secara alami (endogenous),
akibat reaksi redoks biokimiawi yang melibatkan oksigen sebagai
bagian dari metabolisme sel, proses fagositosis sebagai bagian dari
reaksi inflamasi yang terkontrol serta dapat dipicu oleh aktivitas
tubuh yang berlebihan. Ketika pembentukan radikal bebas melebihi
kapasitas pertahanan antioksidan, yang dikenal dengan stres
oksidatif, maka sel-sel yang rusak karena serangan radikal bebas
tidak dapat diperbaiki. Sel-sel yang rusak ini akan terus semakin
bertambah selama hidup, yang akhirnya memicu terjadinya
penuaan.
Selain radikal bebas yang terbentuk secara endogenous, sumber
atau pembentukan radikal bebas eksogenous yaitu obat-obatan
antibiotik, radiasi sinar ultraviolet, radiasi elektromagnetik (sinar X,
sinar gamma), radioterapi, asap rokok, asap kendaraan bermotor
maupun partikel inorganik polutan (asbestos, kwarsa, silika) maupun
ozon.
B. Sumberdan Efek Radikal Bebas di Dalam Tubuh
Pada proses metabolisme sel normal (oksidasi-fosforilasi),
terjadi pemindahan empat elektron dari molekul oksigen melalui
reaksi secara bertahap untuk membentuk H O, namun demikian 2
0- dalam proses ini terbentuk anion superoksida (O2 ) dan radikal
0 2+ hidroksil ( OH) hasil reaksi H O dengan Fe yang berpotensi 2 2
bereaksi dengan makromolekul biologis dan menginduksi terjadinya
kerusakan jaringan. Salah satu reaksi berantai dalam sistem fisiologis
yaitu peroksidasi lipid yang diyakini menjadi penyebab utama
terjadinya kerusakan membran dan kematian sel.Radikal bebas ada dalam beberapa jenis, yaitu radikal
0-) hidroperoksil, radikal anion superoksida (O2 , hidrogen peroksida
0 -
(H O , radikal hidroksil ( OH) dan nitrit oksida (NO ). Dampak 2 2)
negatif senyawa radikal bebas timbul karena reaktivitasnya, sehingga
dapa t me rus ak komponen-komponen penting untuk
mempertahankan integritas dan kehidupan sel. Serangan radikal
bebas terhadap sel-sel tubuh akan memicu berbagai kerusakan,
seperti kerusakan membran sel, kerusakan protein, kerusakan DNA,
autoimun, ateroskelerosis yang pada akhirnya mengakibatkan
terjadinya kemunduran fungsi sistem tubuh secara menyeluruh dan
penuaan.
Inti atom dikelilingi oleh elektron-elektron pada orbit masingmasing yang mengandung maksimum dua elektron, setiap elektron
memiliki putaran yang berlawanan. Hidrogen memiliki satu
orbit terluar, tetapi nitrogen, karbon dan oksigen memiliki 4 orbit
terluar dengan kapasitas 8 elektron (oktet). Sebagian besar atom-atom
akan stabil ketika atom-atom ini memiliki orbit yang telah
terisi. Radikal bebas yaitu molekul-molekul yang memiliki
kereaktifan tinggi atau atom-atom yang memiliki elektron yang
tidak berpasangan pada orbit terluarnya yang tidak memberi
kontribusi pengikatan molekul (bebas). Atom-atom atau molekulmolekul kecil yang merupakan radikal bebas cenderung tidak stabil,
karena molekul-molekul yang lebih besar dapat memiliki kapasitas untuk membentuk struktur resonansi.
3 Molekul oksigen normal ( O ) yang juga disebut oksigen triplet 2
termasuk ke dalam kelompok radikal bebas karena memiliki 2
pasang elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya (radikal
ganda). Ikatan-Pi (Pi bonds) yaitu ikatan yang dibentuk dari orbital-
3
orbital-p yang saling tumpang tindih. Tetapi untuk O , dua ikatan-pi 2
dibentuk dari dua orbital-p yang masing-masing mengandung satu
elektron. Dua elektron dapat memiliki tiga kemungkinan susunan:
dua ”up” (naik)-spin (berputar), dua turun ”down”-spin atau satu spin
3
”up” dan satu spin ”down” yang membuat keberadaan O stabil. 2
Tetapi dengan penambahan energi (22,5 kkal/mol), masing-masing
elektron ini akan bergerak ke dalam orbital-p tunggal dengan
masing-masing elektron memiliki putaran yang berlawanan
1 memberi oksigen tunggal ( O ). Meskipun oksigen tunggal yaitu 2
bukan merupakan radikal bebas yang sebenarnya, elektron-elektron
berada dalam status dirangsang dan dengan demikian dapat
memicu reaksi yang merusak yang mirip dengan kerusakan
yang dipicu oleh radikal bebas oksigen. Dilain pihak, jika
elektron ditambahkan pada oksigen triplet yang normal, elektronelektron akan mengisi suatu orbit dan meninggalkan orbit yang lain
dan elektron yang tidak berpasangan akan menghasilkan anion
.
superoksida (O ), yang secara konvensional merupakan unit radikal 2
bebas. Oksigen tunggal akan ditarik untuk membentuk ikatan ganda
dan dapat bereaksi secara distruktif dengan DNA dan protein.
Oksigen tunggal memiliki reaksi yang bersifat khusus dengan
asam amino histidin menghasilkan denaturasi enzim. Oksigen
tunggal yang terbentuk dari radiasi ultra violet (UV) dipercaya merupakan penyebab utama terjadinya ”photoaging” pada kulit.
Struktur Lewis merupakan formula struktur kimia yang
menggambarkan elektron-elektron yang terletak pada kulit terluar.
Struktur Lewis hanya memperlihatkan relevansi elektron-elektron
yang terletak pada kulit terluar untuk menjelaskan radikal-radikal
bebas, yaitu orbit tunggal yang mengandung elektron-elektron yang
berpasangan atau tidak berpasangan. Karena setiap orbit
mengandung satu elektron yang tidak berpasangan maka orbit
ini tidak dapat diisi oleh elektron yang memiliki putaran yang
berlawanan. Dalam kondisi seperti ini elektron berada dalam status
putaran yang tidak stabil (unstable spin state), istilah lain untuk
radikal bebas. Dengan demikian, reaksi kimia dengan dan yang
menstabilkan radikal-radikal bebas disebut reaksi perangkap-putaran
senyawa (spin-trapping substances).
Radikal bebas dapat merusak asam nukleotida, protein dan
lipid. Dalam sistem biologi, radikal bebas oksigen merupakan salah
satu kelompok radikal bebas yang paling penting, seperti partikel
. .
anion superoksida (O ), nitrit oksida (NO) dan radikal hidroksil 2
.
(OH). Nitrogen oksida merupakan radikal bebas yang relatif tidak
reaktif yang memiliki waktu paruh (half-life) hanya beberapa detik
saja, dalam kondisi normal akan bereaksi secara cepat dengan
oksigen (O ). Tetapi jika nitrit oksida bertemu superoksida, maka 2
-
nitrit oksida membentuk peroksinitrit (ONOO ) yang dapat
terdekomposisi menjadi bentuk radikal hidroksil. Peroksinitrit seperti
halnya radikal hidroksil dapat bereaksi secara langsung dengan
protein dan makromolekul-makromolekul lain untuk menghasilkan
karbonil (aldehida dan keton), cross-lingking dan peroksidasi lipid.
Sekitar 1-4% kerusakan DNA strand tunggal dipicu oleh
peroksinitrit yang juga dikenal sebagai radikal hidroksil
(mengindikasikan pengaruh ringan dekomposisi yang dipicu
oleh peroksinitrit terhadap kerusakan total DNA). Meskipun
-
hidrogen peroksida (H O ) dan hipoklorit (OCl yaitu bahan aktif pada 2 2
ramuan pemutih) bukan merupakan radikal bebas, molekul-molekul
yang mengandung oksigen ini dapat memfasilitasi pembentukan
radikal bebas. Lebih lanjut, HOCl diperkirakan memiliki
kemampuan seratus kali lebih toksik dibanding hidrogen peroksida
atau superoksida.
Semua molekul-molekul yang mengandung oksigen yang
memiliki kereaktifan tinggi (seperti oksigen tunggal) disebut
spesies oksigen reaktif (reaktive oxygen species) atau ROS. ROS akan
menyerang susunan dasar asam nukleotida, rantai samping asam
amino dalam protein dan ikatan ganda dalam asam lemak yang tidak
jenuh dengan radikal hidroksil yang menyerang secara kuat. ROS
menyerang makromolekul-makromolekul dan kondisi ini sering
disebut sebagai stress oksidatif. Spesies nitrogen reaktif (reactive
nitogen species) atau RNS juga merupakan radikal bebas yang
bersifat merusak. Peroksinitrit, banyak memicu kerusakan pada
sel-sel endotelium, dan yang paling dekat memicu kerusakan
ini yaitu radikal hidroksil.
-7 Dalam larutan air yang netral sekitar (1 per 10 ) molekulmolekul air akan terdesosiasi menjadi dua ion, dengan reaksi sebagai
berikut:
- + H:O:H :OH + H
Bagaimanapun, molekul air yang diperlakukan dengan radiasi
ionisasi akan memisah menjadi dua radikal bebas, yaitu radikal
hidroksil dan atom hidrogen. Reaksi ini dapat dilihat di bawah
ini:
. . H:O:HOH + H
Anion superoksida akan dihasilkan dari penambahan elektron
pada molekul oksigen normal.
Herbisida yang dipakai untuk membunuh gulma yaitu
herbisida yang bersifat paraquat yang dapat membentuk superoksida.
Ion-ion superoksida dibentuk dalam jumlah yang besar di
mitokondria. Dua ion superoksida secara enzimatis akan diubah
menjadi hidrogen peroksida oleh enzim superoksida dismutase.
2+ 3+ . -
Fe + H2O2
Fe + OH + :OH
Radikal hidroksil secara spesifik dibentuk dengan oksidasi
2+ +
pada ion logam berat (Fe , Cu ) dalam bentuk tereduksi dengan
hidrogen peroksida. Terakhir ini diketahui adanya reaksi Fenton
Reaction, mungkin reaksi paling berbahaya karena dapat terjadi di
dalam nukleus sel dan memicu kerusakan DNA. Ion besi yang
3+ teroksidasi (Fe ) kemudian dapat mengakatalisis Haber-Weiss
Reaction antara superoksida dan hidrogen peroksida menghasilkan
radikal hidroksil dalam jumlah yang sangat banyak:
. - O2- + H2O2
O2
+ OH + :OH
Reaksi Haber-Weiss pada pH netral diabaikan hanya ketika
tidak adanya ion logam berat yang tersedia untuk katalisator. Dalam
tubuh manusia asam askorbat (vitamin C) secara normal memberi
keuntungan yang sangat banyak daripada semua ion besi dan ion-ion
kuprum. Ion-ion besi dan kuprum akan berikatan secara kuat dengan
protein-protein karier (transferin untuk ion besi dan seruloplasmin
untuk ion kuprum), tetapi ikatan ini tidak akan terjadi dalam
cairan spinal serebrum (cerebral spinal fluid) atau CSF yang sedang
mengalami kerusakan seluler dan luka ischemic-reperfusion. Bakteri
yang kaya besi akan lebih mudah dibunuh oleh makrofag dengan
perantara hidrogen peroksida. Ion-ion logam berat dapat juga
bereaksi dengan asam askorbat untuk menghasilkan oksigen tunggal
1 3
( O ) yang berasal dari oksigen triplet normal O : 2 2
2+ 3 1 Cu + asam askorbat + O2 O2
Tidak seperti besi, kuprum dapat membentuk lebih banyak
oksigen tunggal daripada radikal hidroksil yang reaksinya tergantung
hidrogen peroksida.
Dimana dan kapan s