Rabu, 10 Januari 2024

transgender 1



jika semua 
generasi muda mendatang tidak menikah sebab  berperilaku homoseksual 
maka akan terjadi kepunahan umat manusia sebab  tidak ada lagi 
kelahiran. Faktanya, kelahiran generasi hanya bisa diperoleh  dari 
pernikahan antara laki-laki dan perempuan dan bukan dari laki-laki 
dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan. Allah swt telah 
menetapkan bahwa lahirnya manusia hanya diperoleh  dari hubungan 
intim antara laki-laki dan perempuan dan tidak acara lain. Kemajuan 
teknologi ilmu pengetahuan apapun bentuknya tidak akan mampu 
merubah sunatullah bahwa seorang anak lahir dari rahim perempuan 
sebab laki-laki tidak punya rahim. 
Model pendidikan anti ketertarikan terhadap sesama jenis yang 
dimaksud dalam studi ini adalah mengintegrasikan antara pendidikan dan 
agama (baca: Islam). Menurut peneliti, berdasar  gagasan Yazid dkk,19 
Kenney,20 dan Bruce,21 penyebaran homoseksual di Barat misalnya 
disebabkan oleh sekulerisasi atau liberalisasi kehidupan warga . 
 agama tidak lagi menjadi 
                                                           
pandangan hidup warga  Barat yang kemudian menjadikan 
warga  kehilangan nilai moral. Dampaknya adalah moral diukur 
dengan pandangan sangat subjektif sesuai dengan kondisi sosial budaya 
yang dinamis. Pada akhirnya, moral secara subjektif ditentukan baik 
buruknya bukan dengan agama namun  berdasar  kesepakatan sosial 
budaya pada warga .  
Sejalan masalah di atas, Estrada dkk memilki pandangan bahwa 
pendidikan agama sebenarnya dapat berkontribusi dalam membangun 
kesehatan jiwa pada remaja di sekolah.26 Bahkan sudah sejak tahun 1958, 
Thomas telah berargumen bahwa pendidikan agama merupakan satu 
faktor penting dalam membantuk kesehatan jiwa. Thomas menyatakan 
tentang pentinya integrasi kurikulum pendidikan agama dengan kesehatan 
mental.27 Dua pandangan ini kemudian selaras dengan hasil studi Jacob 
yang menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan mental efektif dalam 
meningkatkan sikap kesehatan remaja di sekolah. Oleh sebab  itu, 
pendidikan kesehatan mental harus diperkenalkan ke dalam kurikulum 
sekolah menengah. Meskipun kesimpulan Jacob ini masih belum 
memasukan bagian penting yaitu kuriukulum pendidikan agama (dalama 
penelitian ini adalah Islam). 
Pada sebagain warga  Barat, perilaku seksual juga kemudian 
ditentukan oleh kesepakatan sosial budaya yang sangat subjektif. 
 
kebenaran perilaku seksual bagi sebagian warga  Barat hanya diukur 
berdasar  proses konstruksi sosial. Pada sebagian warga nya, 
agama bagi mereka hanyalah sekumpulkan doktrin yang dianggap tidak 
rasional. Pada tataran praktiknya kemudian muncul perilaku 
homoseksual. Para pelaku homoseksual kemudian menggugat otoritas 
ketuhanan yang sudah mapan. Mereka menganggap semestinya manusia 
dilahirkan tidak hanya terdiri dua gender saja yaitu laki-laki dan 
perempuan. Mereka menginginkan adanya gender ketiga yaitu 
homoseksual maupun lesbian. Secara sosial mereka berpandangan bahwa 
gender hanya dibentuk oleh konstruksi sosial an sich. 
Studi ini sejalan dengan pendapat Chandra dan Wae,32 Rahmatullah 
dan Atmojo,33 serta Afriyanti dkk34 bahwa banyak muncul kasus 
ketertarikan sesama jenis laki-laki dengan laki-laki atau disebut 
homoseksual di sekolah maupun pesantren.35 Xiong dkk36 malahan 
membuktikan bahwa homoseksual pada siswa sekolah memiliki 
hubungan signifikan dengan kebiasan minum-minuman keras dan 
merokok.  

homoseksual hanya merupakan hasil konstruksi sosial sehingga harus 
diterima sebagai warga  yang normal. Sebagian lain misalnya 
menganggap homoseksual merupakan penyakit 
menyimpang atau kelainan jiwa dan harus diobati. Studi ini menolak 
pandangan pertama bahwa homoseksual hanyalah hasil dari konstruksi 
sosial dalam warga . Studi ini kemudian menyetujui bahwa 
homoseksual merupakan penyakit kejiwaan yang menyimpang dari fitrah 
manusia sebagai makhluk Tuhan.Maka studi ini menjadi penting 
dilakukan untuk menemukan model pendidikan anti ketertarikan sesama 
jenis (homoseksual) bagi siswa laki-laki di sekolah tingkat menengah atas 
untuk membentuk jiwa yang sehat. 
Homoseksual merupakan satu bentuk perilaku seks menyimpang,Jiwa dalam Islam, berasal dari kata nafs, kata yang memiliki banyak makna 
(lafafazh musytarak) dan harus dipahami sesuai penggunaannya. Sehingga, kata nafs dalam 
Al-Qur‘an memiliki makna misalnya 1) Jiwa atau sesuatu yang memiliki eksistensi dan 
hakikat. Nafs dalam arti ini terdiri atas tubuh dan ruh, sebagaimana tampak dalam QS Al-
Maa‘idah ayat 45, QS As-Sajdah ayat 13, QS Al-Baqarah ayat 286, dan QS Al-Baqarah ayat 
231). 2) Nafs juga dimaknai sebagai nyawa yang memicu adanya kehidupan. Apa bila 
nyawa hilang, maka kematian pun menghampiri. Nafs dalam makna ini sesuai dengan QS 
At-Taubah ayat 55, dan QS Al-An‘aam ayat 93). Lihat di Muhammad Izzuddin Taufiq, 
Panduan Lengkap & Praktis Psikologi Islam, ed. Sari Narulita 
ditandai dengan rasa tertarik secara perasaan (kasih sayang, hubungan 
emosional dan atau secara erotik terhadap jenis kelamin yang sama, 
dengan atau tanpa hubungan seks dengan mulut (oral seks) atau dubur 
(sodomi, anal seks). Lawan dari homoseksual adalah lesbian (sesama 
perempuan) dan hetero seksual (laki-laki dengan perempuan).
Homoseksual secara sosiologis adalah seorang yang sejenis kelaminnya 
(laki-laki) sebagai mitra seksual, sedang  homoseksualitas sendiri 
merupakan sikap, tindakan atau perilaku homoseksual.48 
Seksualitas pada gay terdiri dari tiga bentuk, antara lain orientasi 
seksual yaitu, ketertarikan pada sesama jenis dan perilaku seksual yaitu, 
pelampiasan hasrat dan nafsu kepada sesama jenis yang berhubungan 
dengan fungsi reproduksi, sedang  identitas seksual yaitu, apa yang 
orang lain katakan dengan orientasi seksual dan perilaku seksual.
Salah satu faktor resiko yang dikhawatirkan adalah sekolah-sekolah 
yang terutama didominasi oleh kaum pria. Situasi lingkungan merupakan 
satu perangkat pendorong tindakan homoseksual. Tindakan ini terlihat 
pada orang-orang yang telah terisolasi dengan rekan jenis dalam waktu 
yang lama dan ikatan ruang yang ketat seperti penjara dan pesantren
Mereka kemudian meninginkan kebebasan yang tidak dibatasi oleh aturan 
Tuhan YME. Beberapa faktor yang memunculkan perilaku gay ini 
misalnya pengalaman buruk dalam lingkungan keluarga atau warga , 
hendak menemukan kasih sayang yang belum pernah diperoleh , dan 
keyakinan bahwa pilihan orientasi seksual mereka benar diakui oleh 
Tuhan. Gay pada akhirnya merupakan penyimpangan orientasi seksual 
yang tidak sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaan Allah swt.
Meminjama gagasan World Health Organization,53 Paris dkk,54 
lingkungan merupakan faktor eksternal ikut mempengaruhi dinamika, 
pembentukan, dan arah pertumbuhan mental para remaja. Pada, remaja 
usia sekolah umur 10-20 tahun sangat rawan terhadap faktor eksternal ini, 
sebab  remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa, 
waktu di mana seseorang mengalami proses kematangan fisik, kognitif, 
sosial dan emosional. Remaja akan mulai berpikir akan penampilannya, 
apakah mereka menarik secara seksual, apakah orang lain akan mencintai 
mereka, pertanyaan-pertanyaan ini  akan semakin membuat mereka 
mencari tahu, sehingga masa-masa rawan ini   membuat sebagian 
dari mereka terjerumus kedalam petualangan seksual. 
Kenyataannya di tengah warga  menunjukkan perkembangan 
komunitas ketertarikan sesama jenis bagi laki-laki ini makin marak.
Eksistensi mereka bisa dilacak misalnya dari organisasi kaum 
homoseksual melalui website resminya yang telah bisa dilihat semua 
kalangan dengan situs: www.gayanusantara.or.id.56 Banyak terdapat 
social network khusus untuk mengakses kaum homo. Facebook khusus, 
chatting room khusus dan Komisi perlindungan Anak negara kita  (KPAI) 
mencatat ada kampanye di dunia maya dengan memasang foto dan video 
anak-anak yang telah terpapar virus penyuka cinta sejenis.57 Jika tidak 
segera ditangani, hal ini akan menciptakan kerusakan tatanan sosial yang 
telah mapan.58 Sampai tahun 2019, negara kita  menjadi negara kelima 
                                                             
 Jumlah penderita baru HIV/AIDS di negara kita  sebanyak 90.915 orang pada tahun 
2016, dan persentase tertinggi penderita HIV pada laki-laki (63,3%). Persentase infeksi HIV 
tertinggi adalah melalui hubungan seks berisiko pada homoseksual (28%). berdasar  data 
Kota Bandar Lampung jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan dari tahun 2008-2016 
sebanyak 294 orang dan jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 609 orang. berdasar  
data jumlah tes HIV dan HIV positif per kelompok risiko pada tahun 2017 kelompok risiko 
homoseksual merupakan penularan infeksi HIV yang lebih banyak dibandingkan dengan 
kelompok risiko lainnya, dari 82 kasus kelompok risiko homoseksual10 kasus diantaranya 
terbesar di dunia dalam menyumbang penyebaran LGBT atau lesbi, gay, 
biseksual, dan transgender. Maka studi ini menyelarasi gagasan Susanto 
bahwa pelindungan anak di negara kita  saat ini masih sangat lemah sebab 
hanya terbatas pada aturan saja tapi pada implementasinya masih buruk. 
Hingga kini belum ada kesepakatan para ahli perihal penyebab 
(etiologi) mengapa seseorang menjadi homoseksual, banyak faktor-faktor 
peyebab (multifaktor) misalnya faktor organobiologik, psikologik, 
lingkungan dan peran orang tua.  bahwa ternyata faktor 
kurangngya pemahaman agama yang benar yang menjadi faktor orang 
mudah menjadi homoseksual. Dengan kata lain, bahwa sejatinya melalui 
pendidikan agama sejak dini, maka peluang terjadinya homoseksual 
menjadi sangat kecil.  
Banyak alasan yang menyebabkan seseorang menjadi homoseksual, 
alasan biologis dan psikologis maupun lingkungan. Sifat 
dinyatakan positif HIV. Lihat di Nurul Aryastuti, Christin Angelina Febriani, dan Agung Aji 
Perdana, ―Perilaku Beresiko pada Kelompok Homoseksual di Kota Bandar Lampung,
59 Negara terbesar kelima penyumbang LGBT adalah negara kita  menjadi setelah negara China, India, Eropa, dan Amerika. negara kita  memiliki populasi 3% LGBT. Dengan 
kata lain, dari 250 juta penduduk negara kita , sekitar 7,5 juta adalah LGBT. Berarti dari 100 
orang yang berkumpul di suatu tempat, 3 di antaranya memungkinkan mereka adalah 
LGBT. Lihat di Hasnah dan Sattu Alang, ―Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender 
(LGBT) Versus Kesehatan: 
keperempuanan dan pengaruh lingkungan menjadikan seorang laki-laki 
menjadi penyuka sesama jenis, kecenderungan sesama jenis dapat 
dirasakan baik saat remaja maupun setelah dewasa. Deviasi diartikan 
tingkah laku yang menyimpang dari tendesi sentral atau ciri karakteristik 
rata-rata dari rakyat kebanyakan. Ketertarikan sesama jenis bagi laki-
laki merupakan tekanan kejiwaan (stresor psikososial) sebab  mereka 
mengalami kelainan orientasi seksual, tidak seperti manusia pada 
umumnya. 
Secara nyata mereka yang sudah diketahui sebagai penyuka sesama 
jenis biasanya dikucilkan dan tidak diakui oleh keluarga. Anak-anak 
sangat rentan untuk menjadi korban dan pendidikan korban.
 Di samping 
preventif, proses rehabilitasi juga diperlukan untuk mereka yang sudah 
terlanjur menjadi bagian dari kelainan ini , agar jumlah pelaku tidak 
semakin membesar. Faktor keluarga dan lingkungan dan pendidikan dapat 
menjadi gerbang utama dalam mencegah seseorang mengalami 
penyimpngan seksual. 
pendidikan sangat berkaitan 
dengan tumbuh kembang pribadi seseorang khususnya orientasi seksual. 
memakai  gagasan mereka, peran orang tua sangat penting dalam 
pendidikan terkait oreientasi seksual anak atau remaja. namun , masih 
sering ditemukan pendidikan yang dipercayakan kepada individu lain, 
disebab kan kurangnya pengawasan orang tua.Ketertarikan sesama jenis bagi laki-laki (homoseksual) 
dianggap sebagian warga  merupakan penyakit mental, sehingga 
sebagian besar warga  memberikan sikap negatif (homophobia).  
Sikap homophobia76 dapat berlaku sangat ekstrim, seperti 
mengejek, memukul, bahkan membunuh. Sikap diskriminalisasi ini dapat 
menyebabkan orang depresi, yang selanjutnya menyebabkan gangguan 
psikososial. Hal ini disebabkan mereka tidak memiliki seseorang untuk 
bercerita, merasa jauh dari keluarga dan teman, sehingga dapat 
mengakibatkan remaja ini  keluar dari sekolah dan beberapa dari 
mereka bunuh diri. 
 kasus di negara kita  jika 
dipandang dari sudut agama (baca: Islam), budaya dan norma, oleh 
sebagai warga  perilaku homoseksual ini jelas-jelas ditolak dan 
dianggap sebagai penyakit mental. Meskipun penolakan ini  tidak 
bisa menghentikan penyebaran perilaku homoseksual yang semakin 
marak. 
 
homoseksual melakukan kampanye secara tertutup maupun terang-
terangan dengan berbagai cara. Tujuan kampanye ini  menurut 
Hartini,86 Triyono,87 dan Aryanti88 menghendaki agar perilaku 
homoseksual mendapatkan legalitas kemudian dapat diterima oleh 
warga  dan negara.  
Padahal konstitusi dan regulasi ditanah air ini secara tegas 
menentang adanya hubungan cinta sesama jenis, sebab  pada hakekatnya 
bertentangan dengan naluri kemanusiaan, norma, budaya dan agama. 
Penyimpangan seksual juga bertentangan dengan pancasila pada sila 
pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu, homoseksual sangat jelas 
bertentangan dengan undang-undang Pornografi Nomor 44 Tahun 2008, 
di Pasal 14 ayat 1 dilarang untuk diproduksi, dibuat, diperbanyak, 
digandakan, disebarluaskan, dipubikasikan dan diperjualbelikan. 
Dalam Islam ketertarikan sesama jenis dikenal dengan istilah 
Liwath (Gay). Liwath adalah suatu kaum yang pertama kali melakukan 
perbuatan ini. Dampak lain dari ketertarikan sesama jenis bagi laki-laki 
adalah dampak kesehatan. Dampak kesehatan yang ditimbulkan 
diantaranya adalah 78% pelaku homoseksual terjangkit penyakit kelamin 
menular. Sekalipun homoseksual bukan satu-satunya yang menanggung 
                                                                                                                                                       
resiko dalam penularan Human Imunodeficiency Virus (HIV).89 Namun 
cukup besar perannya. Populasi laki-laki yang berhubungan dengan laki-
laki ratio satu dari lima terinfeksi HIV. Di negara kita  dilaporkan 5,2 % 
terjadi infeksi pada homoseksual. Terjadinya infeksi HIV pada 
homoseksual ini di pengaruhi  oleh faktor perilaku (behaviour risk), yaitu 
adanya homoseksual yang memiliki banyak pasangan, selain itu adalah 
tidak konsistensinya mereka dalam memakai  kondom saat 
berhubungan seksual.90 
Menurut laporan Aliansyah tahun 2016 lalu, telah ditemukan 
pembunuhan terhadap seorang laki-laki di Kawasan Tambang Kecamatan 
Sungai Kunjang, Samarinda, Kalimantan timur. Pemunuhuan ini 
dilakukan oleh Ramsul yang berusia 15 tahun seorang pelajar SMK kelas 
1. Hasil investigasi kepolisian pembununan ini dilatarbelakangi oleh 
hubungan cinta sejenis (homoseksual) Hanan pada tahun 2017 juga 
melaporkan, jumlah angka 30% dari 2.000 pengidap perilaku seks 
homoseksual di Cianjur, diketahui berasal dari kalangan pelajar
Temuan Muttaqin juga sangat menghawatirkan, mengambil data di 
Tulungagung kategori usia pelajar menjadi penyumbang angka yang 
cukup banyak, dari data Dinas Kesehatan setempat pelajar yang 
teedeteksi homoseksual mencapai 50-60%.
Permasalahan yang muncul di sebab kan sekolah menengah atas 
yang didominasi laki-laki, menjadi salah satu faktor yang memunculkan 
resiko ketertarikan sesama jenis bagi laki-laki. Masalah lain yang juga 
harus menjadi perhatian adalah belum ada usaha terstruktur misalnya 
memasukkan dalam kurikulum pendidikan pencegahan terhadap perilaku 
homoseksual. Menurut hipotesis penulis, sekolah di negara kita , khususnya 
sekolah yang didominasi oleh siswa laki (misalya: STM) jarang 
melakukan penyuluhan terhadap siswa mengenai dampak kesehatan, 
psikologi, dan sosial dari perilaku homoseksual. 
Penyuluhan kesehatan penelitian ini sifatnya hanya mencegah 
terjadinya kasus ini dengan memberikan penyuluhan kesehatan jiwa yang 
meliputi terapi psikologik, terapi sosial dan terapi spritual. Tentunya 
keberhasilan hasil penyuluhan ini sangat tergantung dari motivasi siswa, 
sipeneliti penyuluh, guru-guru dan orang tua. sebab  faktor psikologis, 
sosial dan lingkungan menimbulkan dampak bunyak bagi remaja inilah, 
yang melatarbelakangi penulis untuk membuat judul ―Pendidikan Anti 
Ketertarikan Sesama Jenis Bagi Laki-Laki Untuk Kesehatan Jiwa Pada 
Tingkat Menengah Atas‖ 
B. Identifikasi Masalah 
berdasar  latar belakang masalah ini , penulis 
mengindentifikasi adanya beberapa masalah, antara lain: 
1. Sekolah menengah atas yang didominasi laki-laki, menjadi salah satu 
faktor resiko ketertarikan sesama jenis bagi laki-laki 
2. Terdapat banyak faktor eksternal menjadi pendorong tindakan 
penyimpangan seksual sesama jenis. 
3. Belum ada usaha terstruktur misalnya memasukkan dalam kurikulum 
terkait pendidikan pencegahan terhadap perilaku homoseksual. 
4. Sekolah hampir tidak pernah melakukan penyuluhan terhadap siswa 
mengenai dampak kesehatan, psikologi, dan sosial dari perilaku 
homoseksual. 
C. Batasan Masalah 
Dari indentifikasi masalah ini , penulis membatasi masalah 
yang relevan dengan penelitian ini adalah model pendidikan anti 
ketertarikan sesama jenis bagi laki-laki untuk kesehatan jiwa pada tingkat 
menengah atas. 
D. Rumusan Masalah 
berdasar  batasan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka 
rumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah: Bagaimana model 
pendidikan anti ketertarikan sesama jenis bagi laki-laki untuk kesehatan 
jiwa pada tingkat menengah atas? 

 
 
Agama merupakan salah satukebutuhan psikis dan rohani manusia 
yang perlu dimiliki oleh setiap manusia yang merindukan ketentraman 
dan kebahagiaan.
Usaha-usaha untuk menekan meningkatkan kasus ketertarikan 
sesama jenis pada laki-laki adalah dibidang pencegahan, antara lain 
lingkungan keluarga yang harmonism, pergaulan sosial yang baik, 
diagnosa dini serta terapi dini. Secara umum tujuannya untuk 
memperkuar struktur keperibadian serta orientasi seksual, percaya diri, 
ketahanan dan kekebalan, baik fisik maupun mental serta kemampuan 
beradabtasi dan penyelesainan stresor psikososial pada diri 
seseorang.103 Manusia yang kemanusiannya yang paling sempurna 
ialah mereka yang paling benar cara berpikirnya serta aling mulia 
usaha perbuatannya dan akhlaknya. 
Menurut Zakiah Drajat, perawatan dan penanggulangan 
gangguan kejiwaan adalah dengan terapi psikologis dan religius 
melalui media konseling. Dalam proses terapi psikologis yang disentuh 
adalah aspek kognitif, afektif dan konasi, sementara dalam terapi 
religius diberikan pemahaman-pemahaman yang utuh untuk menerima 
kenyataan yang  dihadapi dengan menjalankan perintah-perintaj agama 
dengan maksimal. Teori yang dipopulerkan oleh Zakiah Drajat ini 
menjadi relevan digunakan sebagai kerangka pemikiran. 
Studi ini juga memakai  teori dari Dadang Hawari yang 
menjelaskan ada empat langkah yang harus ditempuh dalam 
penyuluhan kesehatan, yakni: terapi psikofarmaka, terapi sosial 
(psikoterapi) yang berupa suportif, re-edukatif, re-konstruktif, kognitif, 
psikodinamik, perilaku dan keluarga. Terapi sosial (psikoterapi) 
dengan memakai  SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan 
Threat). Terapi psikoreligius tujuannya untuk memperkuat iman pasien 
yang dapat berupa kegiatan ritual keagamaan dengan memperdalam 
rukun iman yang enam, sehingga merasa bahagia serta mampu 
mengatsi tantangan hidup, dapat menerima orang lain dan mempunyai 
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. 
Menurut Zakiah Drajat ada beberapa ciri orang yang mempunyai 
jiwa yang sehat, yaitu: a) Terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa 
b) Mampu menyesuaikan diri, c) Sanggup menghadapi masalah-
masalah dan goncangan-goncngan, d) Adanya keserasian fungsi-fungsi 
                                                            
jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna 
dan bahagia, e) Dapat mengunakkan potensi yang ada pada dirinya 
seoptimal mungkin. 
Menurut Dadang Hawari ciri-ciri orang yang jiwanya sehat 
adalah: 1) Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan 
meskipun kenyataannya buruk, 2) Memperoleh kepuasan dari hasil 
jerih payah usahanya, 3) Merasa puas memberi dari pada menerima, 4) 
Bebas dari rasa tegang, cemas dan depresi, 5) Saling tolong menolong 
dengan orang lain, 6) Bisa menerima kekecewaan untuk dijadikan 
pelajaran di kemudian hari, 7) Menyesesaikan permusuhan dengan 
kreatif dan konstruktif, 8) Memiliki kasih sayang yang besar.108 
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan memberikan pendidikan 
dalam meningkatkan kecakapan warga  agar lebih serius dalam 
memelihara kesehatan tubuh, kesehatan jiwa, dan kesehatan sosial. 
Penyuluhan kesehatan merupakan usaha pendidikan kesehatan yang 
berbentuk satu intervensi keperawatan dalam membantu klien baik 
individu, kelompok, maupun warga  untuk mengatasi probelm 
kesehatannya memanfaatkan kegiatan pembelajaran.110 Pendidikan 
kesehatan merupakan keseluruhan aktivitas memberikan serta 
meningkatkan pengetahuan, sikap, praktik baik individu, kelompok 
atau warga  dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. 
Di negara kita , sejalan dengan kebijakan otonomi daerah melalui 
perancangan paradigma sehat, kegiatan penyuluhan kesehatan 
warga  (PKM) yang telah dilakukan selama bertahun-tahun 
dilakukan oleh Departemen Kesehatan sebagai bentuk kegiatan 
pendidikan kesehatan, diganti dengan istilah promosi kesehatan. 
Meskipun pada dasarnya penyuluhan kesehatan dan promosi kesehatan 
memiliki arti berbeda.
Maka, dalam penelitian ini penyuluhan kesehatan jiwa/mental
yang dimaksud adalah berasal dari istilah bahasa Inggris yaitu 
pendidikan kesehatan jiwa (mental health education). Dalam 
penelitian ini, teori pendidikan kesehatan memakai  teori yang 
dipopulerkan oleh Gabriela dan Gavrila-Ardelan. Menurut Gabriela 
dan Gavrila-Ardelan, pendidikan kesehatan jiwa dapat dilakukan 
dengan pencegahan (prevention), informasi (information), konseling 
psikologi (psychological counselling), dan asisten sosial (social 
assistance). 
2. Penyimpangan Homoseksual 
Ketertarikan sesama jenis bagi laki-laki (homoseksual) adalah 
kelainan orientasi seksual yang ditandai dengan timbulnya rasa 
ketertarikan terhadap orang lain yang mempunyai kelamin sama. 
Istilah umum yang dikenal diwarga  adalah homoseksual atau gay 
(untuk laki-laki) dan lesbian (untuk wanita). Selain itu ada pula banci 
laki-laki yang mempunyai kecendrungan seperti wanita dan tomboi 
yaitu wanita yang mempunyai kecendrungan seperti laki-laki.
3. Bagan Kerangka Konsep 
berdasar  kerangka teori yang telah dijelaskan di atas, maka 
bagan kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 

Penelitian terdahulu disini maksudnya adalah beberapa literatur atau 
hasil penelitian sebelumnya yang memiliki relevan dengan tesis ini. 
Selain itu tinjuan pustaka dalam sub bab ini ingin menunjukkan letak 
perbedaan kajian-kajian sebelumnya dengan proposal tesis ini, sehingga 
layak menjadi sebuah kajian ilmiah. Tentu sudah banyak penelitian yang 
melakukan kajian terhadap fenomena homoseksual dengan berbagai 
pendekatan penelitian. Subjek penelitian yang diambil juga sangat 
beragam. Sehingga, penelitian mengenai model pendidikan anti 
ketertarikan terhadap sesame jenis bagi siswa laki-laki terbuka peluang 
untuk diteliti.  
Khairani dan Saefuddin dalam penelitian yang berjudul 
―Homoseksual berdasar  Pandangan Psikologi Islam.‖ Penelitian ini 
bertujuan untuk menggali bagaimana pandangan psikologi Islam terhadap 
homoseksual, disusun dengan menggunakkan kajian literatur, yang 
menggali pandangan psikologi, pandangan Islam dan pandangan 
psikologi Islam. Perbedaan dengan studi ini adalah terletak pada objek 
penelitian dan metodologi penelitian.117 Sedangka, tesis ini memakai  
objek penelitian siswa laki-laki sekolah menengah atas Jakarta. 
Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan kajian pustaka 
(literature research). sedang  penelitian yang dibuat oleh Khairan dan 
                                                             

 
Saefuddin adalah objek penelitian adalah beberapa literatur studi. 
Metodologi yang digunakan juga hanya memakai  pendekatan 
pustaka. Perbedaan tesis ini dengan penelitian yang dibuat oleh Khairan 
dan Saefuddin terletak pada objeknya. Pada tesis ini secara khusus 
meneliti mengenai pendidikan kesehatan jiwa sedang  Khairan dan 
Saefuddin secara lebih luas membahas aspek psikologi. 
Suteja dalam penelitian yang berjudul ―Model Terapi Terhadap 
Perilaku Penyimpangan Transeksual Dalam Tinjuan Islam dan Psikologi 
Pendidikan.‖ Penelitian ini lebih fokus kepda terapi dalam psikologi 
pendidikan bagi pelaku traseksual dan pandangan Islam tentang perilaku 
transeksual.118 Perbedaan dengan studi ini adalah objek penelitian dan 
metode penelitian yang digunakan. Studi ini memakai  objek 
penelitian siswa laki-laki sekolah menengah atas Jakarta dan metodologi 
penelitian yaitu kajian pustaka. Penelitian yang dilakukan oleh Suteja 
memakai  juga pendekatan studi pustaka. Sehingga perbedaan tesis 
ini dengan penelitian yang dibuat oleh Suteja pada aspek teorinya. Tesis 
ini memakai  teori pendidikan kesehatan jiwa sedang  penelitian 
Suteja memakai  teori psikologi pendidikan. 
Pratama, Fahmi, dan Fadli dalam penelitian yang berjudul ―Lesbian, 
Gay, Biseksual dan Transgender: Tinjuan Teori Psikoseksual. Psikologis 
Islam dan Biopsikologi." Peneliti di sini lebih melihat bagaimana 
pandangan ilmu psikologi terhadap LGBT. Penelitian ini merupakan jenis 
penelitian kajian pustaka dengan memakai  refrensi teori yang relevan 
terutama dalam bidang teori psikoseksual, psikologi Islam dan 
biopsikologi.119 Perbedaan dengan studi ini adalah mengenai objek 
penelitian dan metodologi penelitian yang digunakan. Studi ini 
memakai  objek penelitian siswa laki-laki sekolah menengah atas 
Jakarta dan metodologi penelitian yaitu studi pustaka saja. Penelitian 
yang dilakukan oleh Pratama, Fahmi, dan Fatmawati juga memakai  
pendekatan studi pustaka. Sehingga perbedaan tesis ini dengan penelitian 
yang dibuat oleh Pratama, Fahmi, dan Fadli adalah pada aspek teorinya. 
Tesis ini memakai  teori pendidikan kesehatan jiwa sedang  
Pratama, Fahmi, dan Fadli memakai  teori Psikoseksual. Psikologis 
Islam dan Biopsikologi. 
Seluruh penelitian yang dijelaskan di atas masih dalam konteks 
subjek di negara kita . Dalam studi ini sangat perlu untuk melihat berbagai 
penelitian yang dilakukan penelitian di luar negeri. Konteks sosial, 
budaya, agama, dan berbagai kondisi tentu menjadi latar belakang 
munculnya homoseksual. Misalnya adalah globlisasi dan modernitas 
menjadi pintu masuk penyebaran homoseksual. Dengan kondisi ini, dapat 
dikatakan dengan tegas bahwa perilaku homoseksual kemunculannya 
berbeda pada setiap konteks warga  dan bahkan konteks negara.  
Warwick dkk melakukan penelitian dengan judul ―Homophobia, 
Sexual Orientation and Schools: A Review and Implications for Action‖. 
Penelitian ingin menjawab 1) Seberapa jauh dan dampak intimidasi 
homophobia terhadap murid? 2) Bagaimana homofobia dan orientasi 
seksual ditangani baik di dalam kelas (masalah yang berkaitan dengan 
kurikulum) dan sebagai bagian dari pendekatan sekolah secara 
keseluruhan? 3) Sampai sejauh mana dan dengan cara apa masalah 
kesetaraan dan keragaman dalam kaitannya dengan orientasi seksual 
ditangani dalam angkatan kerja sekolah dan apa implikasinya terhadap 
perekrutan, retensi dan promosi? 
Metode penelitian yang digunakan oleh Warwick dkk adalah 
kualitatif dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi terhadap 
beberapa responden. Temuan penelitian yang penting dan sejalan dengan 
penelitian ini misalnya, sekolah harus membuat satu praktik kegiatan 
dalam mencegah perundungan homofobik di sekolah. Pendekatan sekolah 
menyeluruh dan kegiatan kelas khusus diperlukan untuk mencegah 
insiden homofobik dan mengatasi budaya heteronormatif di sekolah. Poin 
pentingnya, sekolah harus membuat satu model pendidikan yang 
melindungi siswa dari praktik diskriminasi. Perlindungan dalam studi 
ini bukan menyetujui perilaku homoseksual. Sekolah harus membuat satu 
model pendidikan yang baik dalam rangka mencegah dan mengobati 
secara kejiwaan, pisik, dan sosial bagi siwa yang terjangkit homoseksual.  
Isakson melakukan penelitian dengan judul ―Predicting Anti-Gay 
Prejudice Based on Sex Knowledge and Education‖. Latarbelakang studi 
adalah munculnya penindasan terhadap siswa dengan perilaku seksual 
minoritas. Masalah ini menjadi topik yang semakin umum di kalangan 
psikolog sekolah dan tenaga kependidikan di beberapa negara Penelitian 
ini mengukur variabel pengetahuan seks (yang diukur melalui Sexual 
Knowledge and Attitude Test for Adolescents) dan prasangka anti-gay 
Hasil penelitian ini  menemukan bahwa seks pendidikan secara 
signifikan berkorelasi negatif dengan prasangka anti-gay. sedang  
kausasional hubungan masih perlu dianalisis, hal ini menunjukkan bahwa 
terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan seks dan prasangka 
anti-gay. Melalui analisis tambahan, itu juga menemukan bahwa sikap 
seks (yang diukur melalui Pengetahuan dan Sikap Seksual Test for 
Adolescents) secara signifikan, berkorelasi negatif dengan prasangka anti-
gay.123 Hasil penelitian ini menyelarasi penelitian ini bahwa sangat perlu 
membuat model pendidikan untuk mengatasi perilaku homoseksual di 
sekolah. Model pendidikan ini nantinya diharapkan dapat menyelesaikan 
prasangka anti-gay khususnya dalam usaha pencegahan dan pengobatan.  
Wilder menulis disertasi dengan judul ―Policy Making about 
Relationships and Sex Education in English Primary Schools‖. Penelitian 
ini dilatarbelakangi yang mengemukakan bahwa pendidikan seksual 
sangat penting di sekolah. Siswa di sekolah merupakan pihak yang harus 
memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan seksual yang benar. Studi 
ini dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam untuk 
mengumpulkan data tentang pembuatan kebijakan pendidikan seksual di 
sekolah yaitu kepala sekolah, guru, administrator dan penasihat di tiga 
sekolah dasar, semuanya terletak di kota Inggris. Kesimpulan dalam studi 
ini adalah bahwa sekolah sebagai pemangku kepentingan harus 
memberikan pendidikan seksual secara signfikan. Penelitian Wilder 
selaras dengan studi ini bahwa, sekolah harus memberikan pendidikan 
seksual yang baik terhadap siswa. Agar siswa memahami dengan benar 
kebutuhan seksual pada diri mereka. Selain, itu siswa memahami agar di 
masa depan tidak melakukan perilaku seksual yang menyimpang 
misalnya adalah homoseksual.
                                                             
 
berdasar  pengertian ini  di atas, dapat disimpulkan 
bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara 
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, 
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam 
kategori, menjabarkan ke dalam unit- unit, melakukan sintesa, 
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting, dan membuat 
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang 
lain. 
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum 
memasuki lapangan, dan setelah selesai dilapangan. Namun dalam 
penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di 
lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Analisis data kualitatif 
                                                             

adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis data yang diperoleh, 
selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Hipotesis yang 
dirumuskan berdasar  data ini , selanjutnya dicarikan data lagi 
berulang-ulang sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis ini  
diterima atau ditolak berdasar  data yang terkumpul. Bila 
berdasar  data yang dikumpulkan secara berulang-ulang dengan 
teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis ini  
berkembang menjadi teori. 
3. Pengecekan dan Keabsahan Data 
Dalam penelitian kualitatif dirumuskan teknik pengecekan 
keabsahan data. Untuk menjaga keobjektifan, keakuratan, keterukuran, 
dan kepastian di dalam penelitian kualitatif ada keharusan untuk 
melakukan uji instrumen. Sebab, instrumen yang tidak atau belum diuji 
kesahihan dan keandalannya akan menghasilkan data yang 
meragukan.143 
Agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan maka 
dikembangkan tatacara untuk mempertanggungjawabkan keabsahan 
hasil penelitian. sebab  tidak mugkin melakukan pengecekan 
instrumen yang diperankan dan dilakukan oleh peneliti, maka yang 
diperiksa adalah keabsahan datanya. 
Uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya ditekankan 
pada uji validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, kriteria 
utama terhadap data hasil penelitian adalah valid, reliabel dan objektif. 
Validitas adalah derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek 
penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh penelitian. Dengan 
demikian data yang valid adalah data ―yang tidak berbeda‖ antara data 
yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi 
pada objek penelitian.70 namun  perlu diketahui bahwa kebenaran 
realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal namun  
jamak dan tergantung pada konstruksi manusia, dibentuk dalam diri 
seseorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai 
latar belakangnya. Suatu realitas itu bersifat majemuk/ganda, 
dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, dan 
berulang seperti semula.144 
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini memakai  
uji credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), 
                                                             

dependability (reliabilitas), dan confirmability (objektivitas). 
a. Uji Kredibilitas 
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil 
penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan 
pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, trianggulasi, 
diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif dan member check. 
1) Perpanjangan Pengamatan 
Perpanjang pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, 
melakukan pengamatan, wawancara kembali dengan sumber data 
yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan 
pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan nara sumber 
akan semakin terbentuk raport, semakin akrab (tidak ada jarak 
lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada 
informasi yang disembunyikan lagi. Bila telah terbentuk raport, 
maka telah terjadi kewajaran dalam penelitian. Raport is a 
relationship of mutual trush and emotional affinity between two 
or more people. Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji 
kredibilitas data penelitian ini, sebaiknya difokuskan pada 
pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data yang 
diperoleh itu setelah dicek kembali kelapangan benar atau tidak, 
berubah atau tidak. Bila setelah dicek kembali kelapangan data 
sudah benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan 
pengamatan dapat diakhiri.145 
2) Meningkatkan Ketekunan 
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan 
secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara ini  
maka kepastian data  dan urutan peristiwa akan dapat direkam 
secara pasti dan sistematis. Peneliti dapat melakukan pengecekan 
kembali apakah data yang ditemukan itu salah atau tidak. 
Demikian juga dengan meningkatkan ketekunan maka, peneliti 
dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis 
tantang apa yang diamati. Sebagai bekal peneliti untuk 
meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai 
referensi buku maupun hasil penelitian atau dikumentasi-
dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti. Dengan 
membaca ini maka wawasan peneliti akan semakin luas tajam, 
sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan 
itu benar/dipercaya atau tidak. 
 
                                                             

Menurut Wiliam Wiersma (1986), “Tri ngul tion is 
qualitative cross- validation. It assesses the sufficiency of the 
data according to the convergence of multiple data sources or 
multiple d t  collection procedurs”. Triangulasi dalam menguji 
kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai 
sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan 
demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik 
pengumpulan data, dan waktu:146 
a) Triangulasi Sumber 
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data 
dilakukan dengan cara menggecek data yang telah diperoleh 
memalui beberapa sumber. Data yang telah dianalisis oleh 
peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya 
dimintakan kesepakatan (member check) dengan tiga sumber 
data ini . 
b) Triangulasi Teknik 
Triangulasi teknik untuk menguji kredilitas data 
dilakukan dengancara mengecek data kepada sumber yang 
sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh 
dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, 
dokumentasi, atau kuesioner. Bila dengan tiga teknik 
pengujian kredibilitas data ini . Maka menghasilkan data 
yang berbeda beda. 
c) Triangulasi Waktu 
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data 
yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari pada 
saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan 
memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. 
Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat 
dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan 
wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau 
situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang 
berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga 
sampai ditemukan kepastian datanya.147 
4) memakai  Bahan Referensi 
Bahan referensi adalah adanya pendukung untuk 
membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Alat-alat 
                                                             
 
bantu perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti camera, 
handyman, alat rekam suara sanngat diperlukan untuk 
mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan oleh peneliti. 
Dalam laporan penelitian, sebaiknya data-data yang 
dikemukakan perlu dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen 
autentik, sehingga menjadi lebih dapat dipercaya.148 
5) Mengadakan Membercheck 
Membercheck adalah proses pengecekan data yang 
diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck 
adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh 
sesuai apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang 
disepakati oleh para pemberi data berarti datanya data ini  
valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya, namun  apabila data 
yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak 
disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan 
diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam, 
maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus 
menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. 
Jadi tujuan member check adalah agar informasi yang diperoleh 
dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa 
yang dimaksud  sumber data atau membercheck. Pelaksanaan 
membercheck dapat dilakukan setelah satu periode penumpulan 
data selesai, atau setelah mendapat suatu temuan, atau 
kesimpulan. Caranya dapat dilakukan secara individual, dengan 
cara peneliti datang ke pemberi data, atau melalui forum diskusi 
kelompok. Dalan diskusi kelompok peneliti menyampaikan 
temuan kepada kelompok pemberi data. Dalam diskusi kelompok 
peneliti menyampaikan temuan kepada kelompok pemberi data. 
Dalam diskusi kelompok ini , mungkin ada data yang 
disepakati, ditambah, dikurangi, atau ditolak oleh  pemberi data. 
Setelah data disepakati bersama, maka para pemberi data diminta 
untuk menandatangani, supaya lebih outentik. Selain itu juga 
sebagai bukti bahwa peneliti telah melakukan member check.149 
b. Pengujian Transferability (Validitas Eksternal) 
Supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif 
sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian 
kualitatif, maka peneliti dalam membuat laporannya harus 
memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat 
                                                             

dipercaya. Dengan demikian maka pembaca menjadi jelas atas hasil 
penelitian ini , sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya 
untuk mengaplikasikan hasil penelitian ini  ditempat lain. Bila 
pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran yang 
sedemikian  jelasnya, ―semacam apa‖ suatu hasil penelitian dapat 
diberlakukan (transferability), maka laporan ini  memenuhi 
standar transferabilitas. 
c. Pengujian Depenability 
Dalam penelitian kualitatif, uji depenability dilakukan dengan 
mengaudit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya 
dilakukan oleh dosen pembimbing untuk mengaudit keseluruhan 
aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Bagaimana peneliti 
mulai menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan 
sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan 
data, sampai membuat kesimpulan harus dapat dilakukan oleh 
peneliti. Jika peneliti tidak mempunyai dan tak dapat menujukan 
―jejak‖ aktivitas lapangannya‖, maka depenabilitas penelitiannya 
patut diragukan. 
d. Pengujian Confirmability 
Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan 
uji depenability, sehingga pengajuannya dapat dilakukan secara 
bersamaan. Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian, 
dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian 
merupakan fingsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka 
penelitian ini  telah memenuhi standar konfirmability. Dalam 
penelitian, jangan sampai proses tidak ada, namun  hasilnya ada.150 
J. Sistematika Penulisan 
Pada Bab I ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, 
identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan 
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, penelitian terdahulu, 
metode penelitian, dan sistematika penulisan. 
Pada Bab II ini akan dijelaskan mengenai penngertian pendidikan 
jiwa di sekolah dan beberapa konsep mengenai kesehatan jiwa. 
Pada Bab III akan dijelaskan mengenai penyimpangan 
homoseksual, konsep diri homoseksual, pandangan Islam terhadap 
homoseksual, dan dampak homoseksual terhadap kesehatan, psikologi, 
serta sosial. 
BAB IV Model Pendidikan Anti Ketertarikan Sesama Jenis Bagi 
                                                             
Laki-Laki Untuk Kesehatan Jiwa Pada Tingkat Menengah Atas. Pab bab 
ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian yaitu: deskripsi sekolah 
menengah atas di Jakarta, Globaliasi dalam Konstruk Modernitas serta 
Faktor Resiko, Faktor Pendorong Munculnya Homoseksual, usaha 
preventif Melalui Kurikulum Sekolah, dan usaha penyuluhan terhadap 
siswa. Pada bab ini kemudian akan dijelaskan mengenai usaha yang 
pencegahan, Informasi (information) yang diberikan, Konseling psikologi 
(psychological counselling) yang dilakukan, Asisten sosial (social 
assistance) yang dilakukan, dan Terapi psikoreligius, psikofarma, dan 
psikososial. 

 
A. Islam dan Kesehatan Mental 
Kesehatan jiwa dalam hubungannya dengan budaya Islam1 yaitu 
kondisi terbebas dari keluhan dan gangguan jiwa, mampu menyesuaikan 
diri terhadap lingkungan sosialnya, serta mengembangkan potensi diri 
yang berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha 
Esa. Perspektif kesehatan mental Islam harus menekankan kekuatan iman 
dan ketakwaan. Terapi kesehatan mental dalam Islam memakai  tiga 
cara yaitu taqwa, Islami dan ihsaniah. Kesehatan mental dalam Islam 
menjadi tanggung jawab semua keluarga, sekolah, warga , dan 
pemerintah. Menjaga kesehatan mental bisa dimulai dari keluarga 
kemudian pada warga  yang lebih luas. Penerapan kesehatan mental 
secara Islami dalam keluarga bisa diawali dari ketelaadanan orang tua agar 
dapat membentuk anak-anak memiliki mental yang sehat.2 
Kehidupan dewasa ini telah berada pada era globalisasi yakni 
kondisi di mana manusia hidup tanpa sekat dan batas-batas wilayah 
sehingga dapat berhubungan satu sama lain untuk saling bertukar 
informasi di mana pun dan kapan pun. Proses globalisasi yang ditandai 
dengan kemajuan teknologi informasi yang pesat berdampak pada segala 
aspek kehidupan terutama pada budaya warga  dan nilai-nilai yang 
                                                             

berkembang di dalamnya. Kemajuan teknologi juga sangat berdampak 
pada aspek-aspek kejiwaan warga . Kesehatan mental dan masalah 
psikososial merupakan masalah serius dan membutuhkan perhatian 
khusus.3 
Jika dihubungkan dengan pengertian Islam bahwa kesehatan mental 
dari sisi perspektif Islam merupakan suatu kemampuan diri individu dalam 
mengelola terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan dan 
terciptanya penyesuaian dengan diri sendiri, orang lain, maupun 
lingkungan sekitarnya secara dinamis berdasar  Al-Qur'an dan as-
Sunnah sebagai pedoman hidup menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. 
Sehingga, pada dasarnya masalah kesehatan mental menurut psikolog dan 
agama Islam memiliki persamaan, yaitu mewujudkan pribadi yang 
seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani. Untuk itu di dalam 
psikologi Islam dikenal adanya kepribadian seorang Muslim di mana 
unsur-unsur keimanan pada diri manusia sangat dominan terhadap diri 
seseorang ketika menghadapi gangguan-gangguan jiwa atau penyakit-
penyakit jiwa yang ada.4 
Selain penjelasan di atas, kesehatan sendiri memiliki berbagai 
dimensi yaitu kesehatan jasmani, kesehatan jiwa, dan kesehatan rohani. 
Menariknya lagi, justru bahwa kesehatan rohani mempengaruhi jasmani 
dan kesehatan mental dan itu dipengaruhi oleh dua dimenasi ini  pada 
saat yang sama. sehingga tiga dimensi ini  terhubung satu sama lain 
dan tidak dapat dipishakan. Jika satu dimensi bermasalah misalnya sakit 
maka dimensi lain juga bermasalah atau ikut sakit.5 Kesehatan jiwa 
warga  telah menjadi bagian dari masalah kesehatan warga  di 
negara kita . Masalah kesehatan jiwa di warga  dampaknya sangat luas 
dan kompleks. Masalah kesehatan jiwa di negara kita  merupakan masalah 
kesehatan warga  yang sangat penting dan harus mendapat perhatian 
sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas sektor Pemerintah baik di 
tingkat Pusat maupun Daerah, serta perhatian dari seluruh elemen 
warga .
berdasar  penjelasan di atas, maka kesehatan merupakan keadaan 
sehat secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan 
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Batasan 
sehat ini kemudian dikemukakan oleh WHO bahwa yang dimaksud sehat, 
tidak saja sehat menurut jasmani saja namun  kondisi mental dan fisik tidak 
hanya bebas penyakit. Sehingga yang dimaksu dengan kesehatan mental 
adalah terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit 
jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan 
bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan 
bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup. Kesehatan 
mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, 
dengan orang lain dan warga  serta lingkungan di mana orang ini  
hidup. 
Menyelarasi gagasan Ningrum,7 Iskarim,8 Sukardi,9 remaja saat ini 
mengalami suatu kondisi degrasi moral yang menyebabkan mereka 
kehilangan tujuan hidup. Degradasi moral remaja ini, jika meminjam 
pendapat Agustina,10 Saman dan Bakhtiar,11 serta Saepudin,12 disebabkan 
sebab  globalisasi budaya Barat yang sekuler memengaruhi cara pandang 
mereka terhadap kehidupan. Remaja kemudian mengalami kebingungan 
dalam mengenali siapa diri mereka sebenarnya. Pendidikan sepertinya 
belum mampu menjadikan mereka memahami tujuan hidup yang 
sebenarnya. 
bahwa sekolah selama ini hanya mengajarkan tentang ilmu pengetahuan 
umum an sich. Sekolah umum mengesampingkan pelajaran agama 
kemudian lebih mengutamakan pendidikan umum.17 Kondisi ini semakin 
membuat remaja usia sekolah tidak memahami agamanya dengan benar.  
Agama adalah sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu 
yang maha kuasa menyertai seluruh ruang lingkup kehidupan manusia 
baik kehidupan manusia individu maupun kehidupan warga , baik 
kehidupan materil maupun kehidupan spiritual, baik kehidupan duniawi 
maupun kehidupan ukhrawi. Pengakuan terhadap adanya hubungan 
manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. Mengikatkan diri pada 
suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang 
berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan 
manusia. Kepercayaan kepada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan 
cara hidup tertentu. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan 
gaib. Pengakuan terhadap adanya kewajibankewajiban yang diyakini 
bersumber dari kekuatan gaib. Selain itu, kata agama berasal dari bahasa 
sanskerta "A" berarti tidak; "GAMA" berarti kacau. Sehingga Agama 
berarti tidak kacau. Atau dapat diartikan suatu peraturan yang bertujuan 
untuk mencapai kehidupan manusia ke arah dan tujuan tertentu.18 
Maka, menyelarasi gagasan Junidah,19 Niculescu dan Norel,20 
                                                                                                                                                             
 agama merupakan nilai yang 
fundamental yang harus ada dalam pendidikan. Agama dan pendidikan 
merupakan entitas yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. 
memakai  adagium dari Albert Einstein ―Agama tanpa ilmu 
pengetahuan adalah buta. Sebaliknya, ilmu pengetahuan tanpa agama 
 d l h pinc ng”.23 Jika ingin mendapatkan remaja sebagai generasi 
bangsa yang sehat secara mental, tentu tidak bisa memisahkan antara 
agama dan pendidikan. Jika hanya mementingkan pendidikan umum saja, 
maka banyak muncul penyakit sosial yang disebabkan oleh kenakalan 
remaja. Jika ini terus terjadi, maka di masa depan akan menghancurkan 
bangasa negara kita . Generasi yang sakit secara mental dan sosial tentu 
tidak akan bisa memimpin bangsa negara kita  menjadi bangsa yang 
berdaulat.  
Meminjam gagasan Abidin,24 Arif,25 Wibisono,26 dan Somad27 
agama tidak cukup hanya dipahami sebagai doktrin keagamaan an sich. 
Jika agama hanya dipahami sebagai doktrin saja tentu tidak akan mampu 
menjawab tantangan zaman.28 Saat agama yang hanya dipahami sebagai 
doktrin maka hanya akan memunculkan warga  yang tidak mau 
                                                             

berkembang. Sehingga agama bersifat universal bersifat doktrin sekaligus 
pengajaran ilmu pengetahuan.29 Sejalan dengan pemikiran Rakhman,30 
Harianto,31 serta Efrinaldi dkk,32 Islam misalnya tidak hanya mengajarkan 
tentangan ketuhanan secara teologis namun  juga universalitas ilmu 
pengetahuan. Islam sebagai agama menganjurkan tentang pencarian ilmu 
pengetahuan melalui pendidikan.33 Dalam konteks studi ini maka agama 
Islam bersifat integral dengan pendidikan dan kesehatan mental. Studi 
mengenai agama dan kesehatan telah diterima di bidang psikiatri dan 
psikologi, meksipun banyak muncul kesalahpahaman bahwa penelitian 
semacam itu merupakan perkembangan baru.34 
Berdasaraka beberapa penjelasan di atas, agama dan spiritualitas 
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Ritual di 
dalamnya diajarkan secara turun-temurun dalam beragam kebudayaan. 
Selain sebagai sarana untuk mengingat Tuhan Yang Maha Esa dan 
                                                             

mendekatkan diri kepada-Nya, agama juga ternyata punya manfaat untuk 
kesehatan pemeluknya. 
Memeluk agama dan kepercayaan tertentu erat hubungannya dengan 
kehidupan spiritual dan kondisi kesehatan seseorang. Dari suatu riset, 
diketahui bahwa melakukan kegiatan keagamaan secara teratur dapat 
menambah usia harapan hidup hingga 2-3 tahun. Orang yang rutin 
beribadah sesuai kepercayaannya juga akan merasa lebih damai, tenang, 
bahagia, serta dipenuhi perasaan kasih sayang dari dan terhadap orang-
orang di sekitarnya. Beberapa hal ini  menjadi alasan mengapa agama 
dapat membuat seseorang lebih sehat.35 
Pengamalan ajaran agama selain mampu memberikan terapi kuratif 
juga memiliki aspek preventif terhadap gangguan jiwa atau mental. 
Adanya perintah Allah SWT untuk menjaga ukhuwah, saling memenuhi 
kebutuhan, merasakan penderitaan dan kesenangan sesama akan menjaga 
kemungkinan terjadinya gangguan jiwa. Pada dasarnya tujuan agama 
adalah untuk menentukan seseorang menerima kenyataan hidup yang telah 
diatur oleh Allah SWT.36 Kepercayaan, keimanan, dan pengalaman 
keagamaan diyakini memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan fisik 
maupun kesehatan mental. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang 
yang beragama akan memiliki kesehatan yang lebih baik dibandingkan 
dengan orang yang tidak beragama.37 Gagasan ini sejalan dengan temuan 
penelitian Affandi dna Diah yang menjelaskan bahwa religiusitas Islam 
berdampak positif terhadap kondisi kesehatan mental.38 
Agama berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan 
Manusia.39 Orang yang beragama terlihat ketentraman batinya tidak 
merasa gelisah atau cemas dan agama memberikan bimbingan dalam 
hidup, agama penolong dalam kesukaran serta agama menteramkan batin. 
Agama berfungsi sebagai terapi gangguan kejiwaan, maka agama 
memberikan jalan untuk mengembalikan ketenangan batin dengan minta 
                                                             

ampun kepada Tuhan, Seperti melaksanakan perintah-perintah agama 
dalam kehidupan sehari-hari contohnya sembahyang, doa‘doa dan 
permohonan ampun kepada Allah SWT dapat membentengi orang dari 
gangguan kejiwaan serta dapat mengembalikan kesehatan jiwa bagi orang 
yang gelisah.40 
Maka studi ini menyetujui beberapa penelitian yang menyimpulkan 
bahwa agama dan religiusitas sangat mempengaruhi secara positif 
kesehatan mental.41 Affandi dan Diah yang dalam temuan penelitiannya 
menegaskan bahwa hubungan antara religiusitas dengan kesehatan mental 
dengan arah hubungan positif, yang artinya semakin tinggi religiusitas 
seorang muslim dikuti dengan tingginya kesehatan mental.42 Yasipin dkk, 
menyimpulkan bahwa terapi religius dapat digunakan sebagai terapi 
kesehatan mental bagi remaja. Orang yang ingin rileks misalnya dapat 
diterapi dengan aktivitas zikir. Sehingga, kondisi mental akan semakin 
sehat dipengaruhi oleh tingginya pemahaman keagamaan seseorang.43 
Makna hidup berkorelasi positif dengan religiusitas dan kesehatan mental. 
Semakin tinggi religiusitas warga  akan memaknai hidup dengan baik 
dan sekaligus memiliki kesehatan mental yang baik.44  
Remaja yang mengalami gangguan mental atau mengalami depresi 
secara efektif dapat disembuhkan dengan terapi kognitif perilakuan 
religiusitas.45 Contoh lain misalnya, terapi kognitif religiusitas memiliki 
pengaruh positif dalam menurukan menurukan kecemasan terhadap 
kematian orang yang menderita HIV/AIDS. Secara perasaan subjek 
menjadi peka, lebih tenang, lebih bahagia, merasa nyaman, bisa menerima 
diri mampu menilai positif pada diri sendiri, masa depan, dan lingkungan 
dan Secara perilaku subjek menjadi lebih percaya diri, lebih bersabar, 
                                                             
periang, tidak mengalami kesulitan tidur, nafsu makan kembali ada, lebih 
rajin beribadah, lebih bersemangat dalam menjalani hidup dan mau 
bersosialisasi kembali dengan lingkungan, lebih stabil dan lebih berani.46 
Agama memang harus memberikan pengajaran yang positif terhadap 
kesehatan mental manusia. Dalam hal ini, agama misalnya dapat 
digunakan sebagai alat kontrol sosial dalam setiap pergaualan manusia. 
Penting untuk dipahamai bahwa dengan cara ini agama menjadi bagian 
penting menjaga manusia agar memiliki perilaku yang hubungannya 
dengan kesehatan jiwa.47 Sebenarnya hubungan agama dengan kesehatan 
jiwa memiliki sejarah hubungan yang cukup panjang. Agama sebagai 
proses penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak hanya 
berkaitan dengan dengan kesehatan mental namun  seluruh aspek kejiwaan 
terkait kecerdakaan emosional dan akhlak. Orang yang meyakini 
agamanya dengan benar kemudian melakukan ibadah dengan benar maka 
jiwanya akan memiliki rasa tenang dan damai. Kondisi ini jiwa yang 
tenang inilah kemudian dapat dikatakan bahwa seseorang memiliki jiwa 
yang sehat disebabkan oleh ajaran agama yang diyakini dan 
dilaksanakannya dengan rutin.48  
Dalam kaitannya dengan agama, kesehatan jiwa dalam kehidupan 
manusia merupakan masalah yang sangat penting sebab  menyangkut 
kualitas dan kebahagiaan manusia. Tanpa kesehatan yang baik, manusia 
tidak akan bisa mendapatkan kebahagiaan dan sumber daya manusia yang 
berkualitas. Kesehatan jiwa dalam kehidupan manusia merupakan masalah 
yang sangat penting sebab  menyangkut kualitas dan kebahagiaan 
manusia. Tanpa kesehatan yang baik, manusia tidak akan bisa 
mendapatkan kebahagiaan dan sumber daya manusia yang berkualitas. 
Kondisi ini disebabkan sebab  yang dapat menjamin kebahagiaan manusia 
adalah psikologi, kesehatan dan keragaman yang dimiliki manusia. Dapat 
disimpulkan bahwa agama menjadi faktor paling penting dalam 
membangun kesehatan jiwa manusia misalnya dalam mengelola emosi.49 
Agama juga menujadi faktor pendorong manusia memiliki sikap 
q n ‟ h dalam hidupnya. Sikap qon ‟ h inilah yang kemudian 
                                                             

menjadikan manusia menahan sikap serakah dalam hidupnya. Manusia 
ini  kemudian tidak terbawa dalam kehidupan dunia yang 
materialitasik. Apalagi saat ini, kehidupan manusia masuk pada era 
modernitas yang terkadang membawa nilai materialitastik. Jika manusia 
tidak memiliki agama maka dirinya akan masuk pada gaya hidup 
materialistik dan hedonis. Peran agama menjadi penting untuk membawa 
manusia pada kondisi jiwa yang sehat sehingga mampu menjaga dari dari 
gaya hidup yang materialistik.50 Jika menyelarasi hasil studi Prabowo dan 
Subarkah, aktivitas keagamaan menjadi faktor penting bagi kesehatan 
mental orang yang menjadi narapidana di penjara. Kesehatan mental 
sejalan dengan aktivitas keagamaan yang dilakukan oleh narapidana. 
Semakin baik aktivitas keagamaan akan kesehatan mental juga akan 
mengalami peningkatan yang baik.51 
Beberapa studi di atas merupakan kajian yang dihasilkan pada 
konteks sosial di negara kita . Studi ini juga mencoba menemukan beberapa 
penelitian yang berasal dari di luar negeri untuk menegaskan bahwa 
agama memiliki hubungan penting dalam membentuk kesehatan mental.52 
berdasar  dari 34 studi terhadap beberapa hasil penelitin (terbit dalam 
jurnal) mengungkapkan bahwa religiositas dan kesehatan mental yang 
dimanfaatkan oleh para psikolog di bidang kesehatan mental. Temuan ini 
memberikan gambaran penting bahwa agama dan kesehatan sejatinya 
memiliki korelasi yang signifikan.53 
Religiusitas atau agama serta hubungannya dengan kesehatan mental 
adalah bahwa agama bisa menciptakan kesejahteraan dan mengobati 
stress.54 Garssen dkk melakukan studi kemudian menyimpulkan bahwa 
agama atau spritiualitas berdampak positif terhadap kesehatan 
                                                             

mental meskipun dampaknya sangat kecil.55 Tesis Garssen dkk ini sudah 
terlebih dahulu dibahas oleh Bergin pada tahun 1983 yang menjelaskan 
bahwa terdapat hubungan yang positif antara religiusitas atau agama 
dengan kesehatan menteral.56 Maka, berdasar  seluruh pandangan ini 
dapat disimpulkan agama menjadi bagian penting bagi kesehatan mental. 
Semakin baik seseorang maka akan berkorelasi positif dengan semakin 
meningkatnya kesehatan mental.  
McCann dkk melakukan studi dengan latar belakang adanya minat 
yang berkembang dalam menangani spiritualitas dalam perawatan 
kesehatan dengan bukti yang muncul bahwa praktik spiritual dan 
keagamaan pribadi, dan dukungannya, dapat memengaruhi kesehatan 
mental dengan cara yang positif. Namun, ada tantangan yang berbeda 
untuk ekspresi spiritual dan masalah kesehatan mental bagi remaja yang 
mengidentifikasi diri sebagai LGBT. Hasil studi ini memberikan 
gambaran pentingnya melakukan terapi pada kasus LGBT dengan praktik 
spritiualitas dan agama.57 Sebalikanya, menurut Cook, religiusitas dan 
kesehatan mental bisa memiliki pengaruh dua arah satu sama lain 
(religiosity and mental health are also found to have a bidirectional 
influence upon each other).58 Jika mengacu pada gagasan ini, perilaku 
homoseksual tidak memiliki religiusitas sebab  mentalnya buruk. 
Sebaliknya, perilaku homoseksual terganggu kesehatan mentalnya maka 
mereka tidak memiliki spritualitas yang baik. 
Nguyen melakukan studi kemudian menjelaskan bahwa agama telah 
menjadi sumber kekuatan yang penting bagi banyak populasi ras dan etnis 
minoritas. Mengingat arti-penting, konteks sosio-historis, dan pentingnya 
agama dalam kehidupan orang kulit hitam dan Amerika Latin, tinjauan 
literatur ini berfokus pada hasil kesehatan mental dan kesejahteraan agama 
di antara orang kulit hitam dan Amerika Latin di seluruh perjalanan hidup 
orang dewasa dan khususnya di kemudian hari. Tinjauan ini memberikan 
                                                             

gambaran tentang partisipasi keagamaan dan tingkat religiusitas dan 
diskusi mendalam tentang penelitian yang masih ada tentang hubungan 
antara berbagai dimensi religiusitas dan kesehatan mental dalam 2 (dua) 
populasi ini.59 
Pada konteks lain Dein, melakukan kajian dengann memasukkan 
agama dan spiritualitas dalam perawatan psikiatri. Setelah membahas 
antagonisme psikiater dan psikolog terhadap agama, lalu dilakukan 
tinjauan kritis studi yang meneliti hubungan antara spiritualitas, agama 
dan beragam aspek kesehatan mental: depresi, bunuh diri, kecemasan, 
kenakalan, penyalahgunaan narkoba dan skizofrenia. Kebutuhan untuk 
menilai dampak agama dalam kelompok agama yang berbeda dibahas. 
Ukuran koping religius, baik positif maupun negatif, dapat memberikan 
gambaran yang lebih akurat tentang bagaimana individu menyebarkan 
agama dalam kehidupan mereka daripada ukuran global seperti keyakinan 
dan kehadiran. Studi ini lalu menyoroti fakta bahwa ada kelangkaan 
penelitian tentang ritual, doa dan aspek-aspek lain dari pengalaman 
keagamaan. Sementara banyak penelitian menunjukkan efek positif dari 
agama pada kesehatan mental, yang lain menemukan efek yang 
merugikan.60 
berdasar  seluruh pandangan di atas, maka studi ini menolak 
pandangan mazhab Freudian yang mengganggap bahwa orang beragama 
memiliki gangguan jiwa/mental.61 Corna malahan hanya menyimpulkan 
bahwa tidak semua aspek spritualitas memiliki pengaruh positif terhadap 
kesehatan mental.62 Temuan sebenarnya masih bisa dielaborasi lebih 
lanjut sebab spritualitas itu sendiri tidak dapat disamakan dengan agama 
(religion). Spritualitas hanyalah sebagian kecil aspek jiwa manusia yang 
berkaitan dengan agama. Coneig menyimpulkan, sementara keyakinan dan 
praktik keagamaan dapat mewakili sumber kenyamanan, harapan, dan 
                                                           
pemaknaan hidup.
Studi ini juga menolak pandangan para sarjana yang menyimpulkan 
bahwa agama tidak memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan 
mental.64 Cohen dan Keonig misalnya hanya beranggapan bahwa agama 
hanya memiliki hubungan dengan kesehatan mental. Cohen dan Koenig65 
tidak dengan tegas menyatakan bahwa agama memiliki pengaruh positif 
terhadap kesehatan mental. Marashian dan Esmailia membuat satu studi 
yang kemudian menyimpulkan terdapat pengaruh negatif yang signifikan 
hubungan antara keyakinan agama dengan gangguan kesehatan mental. 
Maka, menurutnya keyakinan agama tidak menjadi obat bagi orang yang 
mengalami gangguan kesehatan mental.66 Studi King dkk 15 (lima belas) 
tahun lalu di England menegaskan bahwa orang yang sehat mentalnya 
harus mempraktikkan agamanya. Orang yang hanya beragama saja tanpa 
mempraktikan ajaran agama yang diyakininya kecenderuangannya lebih 
banyak bisa memiliki gangguan mental.67 
B. Konsep Psikoterapi Islam. 
Psikoterapi menjadi model pengobatan pikiran, lebih tepatnya 
pengobatan terhadap gangguan psikologis dengan meninjam ilmu 
psikologis.68 Istilah ini mencakup berbagai teknik yang membantu 
individu memodifikasi perilaku, pikiran dan perasaan mereka untuk 
mengubah proses pendidikan ulang mereka dan mengatasi gangguan 
emosional, yang memungkinkan individu untuk mengatasi diri mereka 
sendiri. Untuk memahami tujuan psikoterapi, tentu perlu melihat beberapa 
teknik yang digunakan misalnya memakai  teknik psikologis untuk 
                                                             

mengobati penyakit mental dan penyakit lainnya. Dalam Islam, 
psikoterapi dapat diartikan sebagai cara peningkatan pengalaman dan 
adaptasi dalam kaitannya dengan tujuan psikoterapi atau sebagai 
pembersihan diri. Oleh sebab  itu, psikoterapi memakai  pendekatan 
religi dalam cara mendiagnosis penyakit yang berhubungan dengan 
gangguan jiwa manusia.
Term psikoterapi erat kaitannya dengan cara pemenuhan kebutuhan 
jiwa yang sehat. Dengan kata lain, psikoterapi sebenarnya adalah bagian 
dari ilmu psikologi yang secara khusus melakukan terapi kesehatan 
terhadap jiwa yang sakit.70 Sebelum membahas mengenai apa yang 
disebut dengan psikoterpai dalam Islam maka akan dijelaskan terlebih 
dahulu mengenai definisi pskiterapi secara umum. Tentunya sudah banyak 
sarjana yang mencoba membuat definisi mengenai psikoterapi. Sehingga, 
psikoterapi sendiri tentunya sudah banyak memiliki berbagai pengertian. 
Namun sepertinya, istilah awal psikoterapi merupakan terminologi Barat 
yang populer dan luas diterapkan secara akademis dan medis di bidang 
psikiatri dan psikologi. Psikoterapi merupakan model perawatan 
antarpribadi yang praktik utamanya memakai  metode a) berdasar  
prinsip-prinsip psikologis; b) melibatkan terapis terlatih dan klien yang 
mencari bantuan untuk gangguan mental, masalah, atau keluhan; c) 
dimaksudkan oleh terapis untuk mengatasi gangguan, masalah, atau 
keluhan klien; dan d) disesuaikan atau diindividualisasikan untuk klien 
tertentu dan gangguan, masalah, atau keluhannya. Manusia sejatinya membutuhkan agama sebagai psikoterapi penyembuhan dan 
pengobatan bagi jiwa yang sakti. Agama bukan hanya doktorin namun  agama bisa 
membimbing manusia agar memiliki jiwa yang sehat. Jika manusia lalai dalam tindakannya, 
maka agama berperang membimbing manusia agar Kembali ke fitrahnya sebagai manusia. 
Agama berfungsi sebagai terapi bagi jiwa yang gelisah dan terganggu, berperan sebagai alat 
pencegah terhadap kemungkinan-kemungkinan gangguan kejiwaan dan merupakan faktor 
pembinaan bagi kesehatan mental pada umumnya. Dengan keyakinan beragama, hidup yang 
dekat dengan tuhan serta tekun menjalankan agama, kesehatan mental dapat terbina. 
Psikoterapi dari sejarah bahasa berasal dari dua kata yaitu psyche 
yang berarti jiwa dan therapy yang berarti pengobatan. Jadi, psikoterapi 
berarti pengobatan jiwa. Sampai saat ini psikoterapi dianggap sebagai 
aspek murni psikiatri yang merupakan bagian integral praktek psikatri 
yang digunakan untuk mengatasi gangguan psikiatrik, Psikoterapi dipakai 
digunakan menaikkan perilaku fleksibilitas, kebebasan, kebahagian pada 
hayati mereka. Psikoterapi adalah aktivitas seseorang terapis untuk 
memberikan suatu pengalaman baru bagi orang lain. Pengalaman ini 
dimanfaatkan untuk menaikkan kemampuan seorang pada mengelola 
distres subjektif. Kondisi tersbu bisa mengganti masalah pasien yang ada. 
Namun bisa menaikkan penerimaan diri sendiri, membolehkan pasien 
untuk melakukan perubahan kehidupan dan menolong pasien agar bisa 
mengelola lingkungan secara lebih efektif. 
Definisi lain misalnya, psikoterapi merupakan aktivitas atau 
interaksi khusus yang dilakukan oleh 2 (dua) orang dan bisa bisa lebih. 
Aktivitas ini melibatkan seorang yang disebut sebagai terapis atau 
penolong dan ada seorang klien yang disebut sebagai pasien yang 
diberikan pertolongan. Aktivitas psikoterapi ini membangun kesehatan 
dalam diri orang yang disebut pasien. Kesehatan yang dimaksud dalam 
psikoterapi ini adalah mewujudkan perilaku, pikiran dan perasaan agar 
menjadi lebih baik. memakai  definis ini psikoterapi sebenarnya juga 
dapat dikaitkan dengan mebangun kesehatan pikiran dan jiwa. Dua term 
ini yaitu pikiran dan jiwa merupakan enititas yang penting dalam 
kehidupan manusia agar menjadi sehat.75 
Karni menjelaskan bahwa psikoterapi yaitu kegiatan yang khusus 
diberikan pada warga  yang membutuhkan pelayanan bidang 
psikologi. Konsep psikoterapi kadang-kadang disamakan artinya dengan 
konsep konseling. Sehingga, psikoterapi bermaksud memberikan bantuan 
kepada klien untuk suatu perubahan tingkah (behavioral change), 
kesehatan mental positif (positive mental health), pemecahan masalah 
(problem solution), keefektifan pribadi (personal effectiveness), dan 
pembuatan keputusan (decision making).76 Dengan definisi lain, 
psikoterapi adalah kerja para terapis dalam membangun berbagai 
pengalaman baru terhadap individu maupun warga . Secara sadar 
berbagai pengalaman disusun dalam rangka membangun kepintaran seseorang dalam mengelola distres subjektif.
Beberapa definisi di atas sejalan dengan gagasan Brent dan Kolko 
yang menjelaskan bahwa psikoterapi adalah modalitas pengobatan di 
mana terapis dan pasien bekerja sama untuk memperbaiki kondisi 
psikopatologis dan gangguan fungsional melalui fokus pada (1) hubungan 
terapeutik, (2) sikap, pikiran, afek, dan perilaku pasien, dan (3) konteks 
dan perkembangan sosial.78 Dengan memperhatikan definisi ini maka 
sebenarnya psikoterapi sangat berkaitan dengan apa yang disebut dengan 
pskikopatologis dan psikososial. Semua terminologi ini kemudian menjadi 
kunci untuk melihat gejala kejiwaan yang dialami oleh seorang pasien. 
Sejalan dengan pemikiran Locher dkk, bahwa psikoterapi adalah 
intervensi psikologis yang efektif untuk menyelesaikan berbagai masalah 
perilaku gejala kesehatan mental. 
Psikoterapi adalah pengobatan yang memakai  cara psikologis, 
terhadap masalah yang bersifat emosional di mana orang yang terlatih 
dengan sengaja menjalin hubungan profesional dengan pasien dengan 
tujuan (1) menghilangkan, memodifikasi, atau memperlambat gejala yang 
ada, (2) menengahi pola perilaku yang terganggu, dan (3) mendorong 
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang positif.80 Sayangnya, 
psikoterapi dalam konsep Barat dianggap sekuler dan tidak sesuai dengan 
ajaran agama khususnya Islam. Faktanya bahwa semua teori Barat tentang 
sifat manusia, kesehatan mental dan psikoterapi selalu didasarkan pada 
pandangan dunia materialistis. Dengan demikian, teori-teori Barat ini tidak 
membuat referensi apa pun pada pandangan agama selain ilmiah dalam 
penyelidikannya tentang manusia dan wataknya. Sikap ini di Barat 
meminggirkan pandangan agama di bentangan ilmiah yang berakar pada 
gerakan Renaisans Eropa abad ke-14.81 
Seluruh teori yang dijelaskan di atas merupakan model psikoterapi 
                                                             
yang berasal di konsep Barat an sich. Konsep ini  pada awalnya 
memang dianggap bertentangan dengan konsep kesehatan mental dalam 
Islam. Pertentangan ini sebab  didahului dengan adanya pertentangan 
antara psikologi Barat dengan psikologi Islam.82 Dua mazhab ini 
sepertinya saling bertolak belakang secara epistomologis, aksiologis, dan 
ontologis. Pada perkembangannnya meskipun saling mengkritik, dua 
mazhab psikologi ini malahan saling melengkapi dan dapat diintegrasikan. 
Konsep psikoterapi yang diangggap teori Barat kemudian digunakan juga 
dalam penelitian psikologi Islam.  
Mengacu pada pandangan Rothman dan Coyle, kerangka teoritis 
Islam yang unik untuk psikologi Islam sampai hari ini belum selesai 
dibentuk. Pembentukkan teori dan kerangka konsep pskioterapi Islam 
harus sejalan dengan cara manusia dikonseptualisasikan dalam kosmologi 
yang menjadi ciri tradisi Islam. Membangun konsep psikoterapi Islam bisa 
dimulai dengan menguraikan aspek-aspek mekanisme pengembangan jiwa 
yang merupakan fondasi potensial bagi teori Islam tentang psikologi 
manusia dan memiliki relevansi khusus untuk pendekatan Islami terhadap 
psikoterapi.83 Tidak hanya kebutuhan akademik, meminjam gagasan 
Rassol pada pengantar bukunya, kebutuhan akan konseling menjadi sangat 
penting untuk meningkatkan kesehatan psikologis dan fisik umat Islam. 
Dengan pertumbuhan populasi Islam di Eropa dan di tempat lain, ada 
peningkatan yang sesuai dalam kebutuhan akan layanan psikologis dan 
konseling. Rata-rata Muslim saat ini tidak hanya berurusan dengan 
tekanan hidup sehari-hari, namun  juga tanggung jawab untuk membela hak-
hak dan nilai-nilai dasar agama sebagai hal yang normal dan dapat 
diterima.
Maka, sejalan dengan gagasan di atas, psikoterapi Islam telah 
menjadi diskusi yang belum akan selesai sampai saat ini. Diskusi 
                                                             
mengenai psikoterapi dalam Islam ditadai dengan dengan banyaknya 
penelitian tentang psikoterapi Islam, baik studi literatur maupun 
eksperimen. Sebagai salah satu metode psikoterapi, psikoterapi Islam tidak 
lepas dari kode etik. Namun, psikoterapi Islam didasarkan pada dua 
prinsip, yaitu ilmu psikologi dan agama Islam. Hal ini menimbulkan 
perdebatan tentang bentuk kode etik psikoterapi Islam. Rumusan kode etik 
psikoterapi Islam yang jelas dan berbeda dengan psikoterapi model Barat 
yang dianggap sekuler. Rumusan ini  didasarkan pada etika psikologi 
yang kemudian dimaknai sesuai dengan konteks psikoterapi Islam. Hal ini 
bertujuan agar persepsi dan penerapan psikoterapi Islami dapat dibakukan 
dan tidak mengarah pada pelanggaran etika.85 
Integrasi antara Islam dengan psikoterapi, meminjam rumusan 
Keshavarzi dan Ali di sebut dengan Traditional Islamically Integrated 
Psychotherapy (TIIP). TIIP merupakan kerangka psikoterapi yang berakar 
pada fondasi Islam yang inheren. Fondasi epistemologisnya bersumber 
pada tradisi intelektual dan spiritual Islam Sunni dan menawarkan 
pendekatan holistik rekonsiliasi untuk konstruksi psikologi terintegrasi 
spiritual yang diambil dari sumber empiris, rasional, dan wahyu. TIIP juga 
mengambil dari warisan intelektual Islam dalam menguraikan komposisi 
ontologis yang diusulkan dari jiwa manusia, drive, alam, kesehatan, 
patologi, dan pengobatannya. Intervensi psikologis muncul sebagai 
konsekuensi alami dari upaya memulihkan kesehatan jiwa manusia 
(keseimbangan psiko-spiritual) melalui pengerjaan komponen jiwa yang 
sesuai dengan formulasi diagnostik TIIP. 86 
Rumusan ini  telah mencakup penilaian terhadap lokus dominan 
sumber patologi dalam komponen utama jiwa manusia yang meliputi nafs 
(kecenderungan perilaku), 'aql (kognisi), rūḥ (roh), atau ekspresi 
emosional sekunder dari komponen utama (iḥsās). Dengan demikian, 
intervensi yang menargetkan komponen-komponen ini dapat berupa (a) 
intervensi inheren Islam yang hanya ditemukan dalam warisan intelektual 
Islam atau (b) adaptasi Islam dari psikologi arus utama yang konsisten 
dengan prinsip dan tujuan TIIP. Tujuan akhirnya adalah memelihara 
keseimbangan di seluruh komponen jiwa manusia yang mengarah pada 
satu kesatuan atau kesatuan integratif (ittiḥād) yang disertai dengan hati 
                                                             
yang sehat (q l  s līm).87 Gagasan ini sejalan dengan pandangan 
Baldacchino dkk yang merekomendasikan berdasar  hasil studinya, 
untuk mengintegrasikan spiritualitas dan religiusitas dalam kurikulum, 
praktik klinis dan untuk melakukan penelitian longitudinal komparatif 
lintas budaya.88 
berdasar  uraian di atas, konsep konseling Islam merupakan hal 
baru dalam dunia konseling. Sangat dimaklumi, jika dalam 
perkembangannya mengambil kelebihan dan kekurangan dari konselin 
Barat yang telah memiliki metodologi dan konsep ilmiah yang teruji baik 
secara teoritis maupun praktis.89 Meskipun tetap ada beberapa sarjana 
tidak mau mengakui adanya dimensi spiritualitas yang menjadi objek 
utama dari konsep konseling Islam, di antaranya Freudian dan Addressists. 
namun  ada banyak sarjana yang terus berjuang untuk kemajuan konsep 
konseling Islami yaitu ulama Islam yang sebagian besar berasal dari 
Afrika Selatan, Asia, dan Amerika Serikat. Dalam mengembangkannya, 
kebanyakan dari mereka menemukan hasil yang berbeda. Hal ini 
disebab kan mereka memakai  cara pandang dan pendekatan yang 
berbeda dalam merumuskan konsep konseling Islam. Situasi ini semakin 
memperkuat posisi terbuka ini sebagai masalah dalam dunia konseling.90 
Dalam Islam, sangat memperhatikan tentang pentingnya kesehatan 
mental/kesehatan jiwa. Sehingga, Islam sendiri sangat banyak 
memberikan informasi yang jelas mengenai konsep psikoterapi.91 Jika 
ditelusuri lebih jauh lagi konsep psikoterapi dapat ditemukan dalam teks 
Al-Qur‘an maupun hadits Nabi SAW.92 Psikoterapi Islam dimaknai 
sebagai metode untuk memecahkan masalah dan mengobati penyakit baik 
mental, spiritual, moral, atau fisik dengan meningkatkan kesadaran akan 
adanya Allah SWT. Tujuannya adalah untuk mengembalikan orang sakit 
jiwa ini  kepada Allah swt dengan memakai  pendekatan Islam 
melalui bimbingan Al-Qur'an dan hadits. Tiga varian psikoterapi Islam di 
                                                            
negara kita  adalah sufisme, psikoterapi ibadah, dan bimbingan agama. 
Asumsi dasar tentang fitrah dan tauhid ditemukan mendasari semua 
konsep dan praktik psikoterapi Islam di negara kita .93 
Psikoterapi Islam merupakan metodologi yang didasarkan pada Al-
Qur'an dan Sunnah. Psikoterapi Islami menjadi model solusi untuk 
gangguan jiwa.94 Model psikoterapi Islam yang diterapkan dalam 
pendidikan misalnya yaitu di pondok pesantren dengan model tasawuf. 
Maka, tasawuf merupakan cara psikoterapi Islam yang dapat digunakan 
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (baca: Allah swt).95 Model 
psikoterapi dalam Islam yang pernah dikembangkan misalnya mengacu 
pada teori kepribadian Al-Qur'an yang dikembangkan Abu-Raiya (tahun 
2012 dan 2014).96 berdasar  pandangan ini, sangat penting bagi para 
sarjana untuk mengembangkan konsep-konsep psikoterapi Islam. Sebab, 
jika mengacu pada Al-Qur‘an dan hadits sendiri, konsep psikoterapi dalam 
Islam sifatnya masih belum berbentuk teori yang utuh. 
Penggunaan tasawuf97 sebagai cara psikoterapi dalam Islam juga 
                                                             

ditegasan model yang dapat digunakan untuk menghadapi masalah 
munculnya gangguan kesehatan mental pada masa pandemi Covid-19 ini 
yaitu melalui terapi kesabaran. Terapi kesabaran tasawuf berusaha 
mengoptimalkan dan melejitkan energi spiritual manusia dengan melalui 
tiga fase. Pertama fase takhalli adalah fase dimana manusia membersihkan 
kotoran baik fisik maupun hati, kedua fase tahalli yaitu di mana manusia 
belajar untuk menghias diri atau berperilaku dengan sifat-sifat terpuji dan 
ketiga yaitu fase tajalli adalah bagaimana manusia merasakan terjalinnya 
hubungan yang baik dengan Allah. Terapi kesabaran dengan ayat-ayat Al-
Qur'an yang khusus untuk menyembuhkan segala penyakit yaitu terdapat 
dalam Al-Qur'an Surah Al-Isra' ayat 82, Surah Al-Anbiya ayat 83-84 dan 
Surah Al-Fatihah ayat 1.98 
Jika mengacu pada beberapa gagasan di atas, konsep psikoterapi 
dalam Islam tidak dapat dilepaskan dari dua rujukan penting yaitu Al-
Qur‘an dan As-Sunnah. Konsep ini menjadi penting sebab Al-Qur‘an dan 
As-Sunnah memang menjadi dasar teologi bagi keberagamaan Islam itu 
sendiri. Menyelarasi hasil studi Rajab dkk, Al-Qur‘an yang dibaca dengan 
baik dan benar bisa menjadi obat bagi jiwa yang sedang sakit mentalnya. 
Orang yang terbiasa atau rutin tilawah Al-Qur‘an akan mendapatkan 
peningkatan kesehatan mental mencapai 80% dari saat orang ini  
mengalami gangguan mental (atau sakit mental).99 Praktik psikoterapi 
Islam secara teologis berbasis Al-Qur‘an dan sunnah, namun  pada 
praktiknya memakai  basis kesadaran manusia itu sendiri oleh Rajab 
dan Sari disebut sebagai ―prioritizes awareness and sincerity for its 
operation‖.100 
Beberapa cara psikoterapi Islam juga dapat dilaksanakan dengan