kleus dimana protein-protein
ini akan dilindungi dan dibetulkan. Tetapi satu protein kompleks
V (ATPase) yaitu protein yang dikode oleh mtDNA secara sukses
dapat disintesis dalam nukleus dan dipakai dalam proses-proses
yang berlangsung dalam mitokondria untuk sel mamalia. Peristiwa
ini memberi harapan bahwa ke 13 macam protein yang dikode
mtDNA nantinya dapat dipindahkan ke nukleus. Hipotesis alternatif
menyatakan bahwa gen-gen mtDNA memiliki nilai atau peran
dalam penyediaan sintesis protein lokal secara cepat yang diperlukan
untuk oksidasi-phosporilasi. Stres oksidatif memicu
kemampuan oksidasi-phosporilasi tidak cukup untuk menghasilkan
faktor transkripsi mitokondria yang berfungsi sebagai signal untuk
menginduksi produksi protein-protein yang dikode mtDNA yang
kemudian akan diimplantasikan ke dalam membran dalam
mitokondria dimana mereka menarik protein-protein yang dikode
mtDNA yang diperlukan untuk marakit protein kompleks secara
sempurna.
Kompleks I yang memiliki 7 macam protein yang dikode
mtDNA (lebih dari seperempat pada semua protein yang ada dalam
kompleks) memiliki laju yang paling cepat seiring dengan
bertambahnya umur. Neuron-neurons substansia nigra kepekaannya
ditingkatkan terhadap adanya kerusakan pada protein kompleks I
yang mungkin sebagai respon untuk penyakit Parkinson's.
Sebaliknya, protein kompleks II (yang tidak memiliki protein yang
dikode mtDNA) dan kompleks III (yang hanya memiliki satu
protein yang dikode mtDNA) secara relatif tidak terpengaruh dengan
adanya penuaan. Sitokrom-c oksidase (antara kompleks III dan
kompleks IV) aktivitasnya mengalami penurunan seiring
bertambahnya umur, menghasilkan peningkatan produksi
superoksida dan hidrogen peroksida. Penyakit yang dipicu oleh
adanya mutasi mtDNAmemiliki efek yang lebih besar terhadap sel
yang menghasilkan banyak energi, terutama sel-sel otak dan otot dan
penyakit mitokondria ini sering disebut encephalomyipathies.
Sindrom yang paling umum berkaitan dengan penyakit mitokondria
ini yaitu mitochondria encephalomyipathy, lactic acidosis dan
stroke (MELAS). Homoplasmi menggambarkan kondisi awal semua
orang yang memiliki mtDNA yang sama, tetapi ketika terjadi
mutasi mtDNA dan replikasi mtDNA yang telah mengalami mutasi,
sel-sel, jaringan dan mitokondria dapat memiliki berbagai macam
tipe mtDNA, dan kondisi ini disebut heteroplasmi.
Diperkirakan 1-2% oksigen dipakai oleh mitokondria dalam
kondisi normal “leak” atau merembes dari rantai respirasi untuk
membentuk superoksida. Sitokin pro-inflamasi tumor necrosis
factor-alpha (TNF-α, dikaitkan dengan terjadinya sindrom
metabolik) menginduksi produksi radikal bebas yang semakin
meningkat dari rantai respirasi. Penuaan dikaitkan dengan penurunan
efisiensi protein coupling dalam proses oksidasi-phosporilasi dan
meningkatnya produksi superoksida. Radikal bebas dapat merusak
membran dalam mitokondria, membentuk positif feedback-loop
untuk meningkatkan pembentukan radikal bebas. Teori “viscious
cycle” menyatakan bahwa kerusakan DNA mitokondria yang
dipicu oleh radikal bebas mengarah pada terjadinya mitokondria
memproduksi lebih banyak superoksida. Banyaknya kerusakan
dalam mitokondria akan memicu mitokondria menjadi tidak
sempurna dan akhirnya dikonsumsi atau dicerna oleh lisosom (yang
pada akhirnya akan mengakibatkan produksi ATPmenurun, demikian
pula produksi superoksida) dan mitokondria yang tersisa akan
melakukan reproduksi. Seiring dengan bertambahnya umur efisiensi
lisosom untuk mengkonsumsi mitokondria yang mengalami
malfungsi semakin menurun, sehingga dalam mitokondria lebih
banyak menghasilkan superoksida dengan kadar yang tinggi.
Organisme yang sudah tua hanya memiliki beberapa kecil
mitokondria, ukuran mitokondria menjadi lebih besar dan mengalami
kemunduran efisiensi (produksi energi menurun dan lebih banyak
menghasilkan superoksida).
Koenzim Q (KoQ, dalam manusia CoQ ) juga dikenal sebagai 10
ubiquinon, disebut demikian karena ada dimana-mana atau
“ubiquitous” (ditemukan secara universal) dalam semua organisme
seluler, dengan perkecualian pada bakteri gram positif dan beberapa
fungi. KoQ yaitu komponen esensial pada rantai respirasi
mitokondria. Dari kompleks I atau kompleks II KoQ dehidrogenase
direduksi menjadi KoQH dan secara berurutan dioksidasi dalam dua 2
- -
tahap, pertama menjadi KoQ dan kemudian menjadi KoQ. KoQ
yaitu tidak stabil dan dapat dengan mudah mengembara
menstransfer elektron menjadi molekul O dan menghasilkan ion 2
. -
superoksida (O ). 2
. - Kompleks I dipercaya membentuk O dalam salah satu 2
kelompok besi-sulfat (iron-sulfur clusters) yang akan berpindah ke
. - dalam matriks mitokondria dimana O ini akan dinetralisir oleh 2
Mn-SOD. Eksperimen yang dilakukan dengan mengisolasi
mitokondria telah mengidentifikasi tempat pembentukan
superoksida menjadi flavin mononukleotida moieties pada kompleks
I. Eksperimen dengan mengisolasi sinaptosom mengindikasikan
bahwa kompleks I menghambat peningkatan produksi H O . 2 2
. - Sebagian besar O yang dibentuk atau dihasilkan dari kompleks III
yang berasal dari KoQ , dengan sekitar separuh yang berpindah ke
matriks untuk dinetralisir dan separuh mengapung dalam sitoplasma.
Kompleks I dan III dapat memicu peroksidasi lipid pada
membran dalam mitokondria dan memicu kerusakan mtDNA,
. - dimana O dari kompleks III dapat merusak sel secara menyeluruh, 2
meliputi nDNA. Potensial membran dibawah 140 mV (potensial
merupakan hasil dari adanya gradien proton yang melintasi membran
. -
dalam mitokondria) tidak dikaitkan dengan O , tetapi potensial 2
. - membran di atas 140 mV, pembentukan O meningkat secara 2
eksponensial dengan potensial. Protein uncoupling sebagai alat untuk
mereduksi tekanan proton (potensial membran), karena itu
menurunkan produksi superoksida.
Penurunan voltase yang lebih tinggi antara status energi dalam
kompleks-kompleks protein menghasilkan kapasitas yang lebih
besar untuk pembentukan superoksida. Hal ini mengapa nilai
produksi superoksida yang tinggi dikaitkan dengan kompleks I, yang
memiliki penurunan voltasi yang tinggi dalam menstransfer
elektron-elektron menuju ke kompleks III.
Kerusakan oksidatif protein utama mitokondria di otot-otot
sayap yang dipakai untuk terbang pada lalat rumah (houseflies)
diidentifikasi sebagai biomarker penuaan untuk serangga ini. Secara
khusus, enzim transferase nukleotida adenine dalam membran
mitokondria dan enzim akonitase dalam siklus asam sitrat Krebs
yaitu bagian utama yang rentan terhadap kerusakan oksidatif dan
dipakai untuk mengidentifikasi umur fisiologis “physiological
age” pada lalat rumah. Akonitase dioksidasi oleh superoksida, sebuah
proses yang akan membentuk radikal hidroksil.
Bentuk KoQ yaitu bagian penting yang ada pada
antioksidan pelindung yang melindungi terhadap serangan radikalradikal bebas. Superoksida dismutase (Mn-SOD) pada mitokondria
dapat diinduksi menghasilkan konsentrasi yang tinggi oleh stress
oksidatif (sebaliknya dalam sitoplasma Cu/Zn-SOD merupakan
unsur pokok yang cukup dapat diinduksi). Mitokondria pada jantung
mengandung enzim katalase (CAT) yang menjadi pembatas
peroksisom-peroksisom dengan sebagain besar jaringan lainnya).
Berkaitan dengan penuaan akan terjadi penurunan beberapa
KoQ dalam organ-organ. Orang dengan umur 80 tahun secara
spesifik akan memiliki sekitar separuh KoQ dalam jantung, paru- 10
paru, limpa dibandingkan ketika umur 20 tahun. Penurunan fungsi
mitokondria dan KoQ seiring dengan bertambahnya umur banyak 10
memicu kerusakan pada organ-organ yang memiliki tingkat
kebutuhan energi tinggi per gram pada jaringan, seperti jantung,
ginjal, otak, hati dan otot-otot rangka serta keseluruhan sel di dalam
tubuh yang memiliki kebutuhan metabolik sangat tinggi. Sekitar
70% dari total ATP yang diproduksi diperlukan untuk memelihara
(maintain) pompa potasium-sodium. Secara klinis, kerusakan pada
otak dan jaringan otot merupakan gejala awal penyakit mitokondria.
Mitokondria dalam jaringan otak pada pasien yang menderita
penyakit Azheimers yaitu bagian utama yang mengalami
kerusakan. Pengobatan penyakit ini dengan memakai vitamin B
yang beraksi sebagai koenzim dalam rantai respirasi (thiamin,
riboflavin dan niasinamida) dan KoQ . 10
DNA mitokondria (mtDNA) yang mengalami delesi akibat
mutasi akan terakumulasi pada post-mitotic pembelahan sel seiring
dengan bertambahnya umur. Teori mitokondria pada penuaan
(mitochondrial theory of aging) mempostulasikan bahwa kerusakan
mtDNA dan organel-organel oleh radikal bebas mengarah pada
menurunnya atau hilangnya fungsi mitokondria dan juga
menurunnya energi seluler (seiring dengan menurunnya fungsi
seluler). Mutasi mtDNA terjadi dengan laju 10-12 kali lebih cepat
dibanding nDNA. Secara signifikan aspek photoaging pada kulit
memicu delesi mtDNA sebagai efek oksigen tunggal yang
diinduksi oleh sinar ultraviolet (UV). Tidak seperti nDNA, mtDNA
tidak memiliki protein histon yang melindungi terhadap serangan
radikal bebas. Dan perbaikan DNA dalam mitokondria efisiensinya
menjadi menurun dibanding nDNA dalam nukleus. Faktor-faktor
yang dapat dipakai untuk penghitungan kecepatan penuaan dapat
memakai rasio antara kompleks I dan III dibanding kompleks II
dan IV. Mitokondria yang mengalami penuaan akan menjadi lebih
besar dan jika mitokondria ini diliputi lisosom, mitokondria
ini resisten untuk didegradasi dan memberi kontribusi untuk
pembentukan lipofuchsin.
Dengan membanding bandingkan 7 mamalia non-primata (mencit,
hamster, tikus, guinea-pig, kelinci, babi dan sapi) memperlihatkan
bahwa laju produksi superoksida dan hidrogen peroksida
mitokondria pada jantung dan ginjal memiliki korelasi yang
terbalik dengan masa hidup maksimum (maximum life span). Kajian
serupa telah dilakukan pada 8 mamalia non-primata dan
memperlihatkan korelasi secara langsung antara masa hidup
maksimum dan kerusakan oksidatif tehadap mtDNA pada jantung
dan otak. ada perbedaan 4 kali lipat dalam tingkat kerusakan
oksidatif dan 13 kali lipat dalam umur lanjut, hasil ini mendukung
riset yang menyatakan bahwa kerusakan oksidatif mtDNA
bukan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya penuaan.
Dengan membanding bandingkan mitokondria jantung antara tikus
(yang memiliki masa hidup 4 tahun) dan burung merpati (yang
memiliki masa hidup 35 tahun) memperlihatkan bahwa
mitokondria burung merpati memiliki kandungan radikal bebas
yang lebih rendah dibandingkan mitokondria tikus, meskipun kedua
mamalia ini memiliki laju metabolik dan output kardiak yang
mirip. Mitokondria jantung burung merpati (memiliki kompleks I
dan III) memperlihatkan kebocoran radikal bebas sebesar 4,6%
dibandingkan kebocoran radikal bebas pada mitokondria jantung
pada tikus yaitu 16%. Burung-burung kolibri memakai ribuan
kalori setiap hari (lebih besar daripada manusia) dan secara relatif
memiliki masa hidup yang lebih panjang (secara kasar burung
kolibri Selasphorus platycerus memiliki masa hidup maksimum
lebih dari 8 tahun). Burung-burung biasanya kehilangan
ketidakjenuhan (oxidazibility) dalam membran mitokondrianya dan
memiliki molekul-molekul antioksidan kecil dengan kadar yang
tinggi, seperti asam askorbat dan asam urat. Hal yang sama juga
terjadi pada mamalia yang secara langsung memiliki hubungan
yang erat antara kejenuhan membran mitokondria dengan masa hidup
maksimum.
Radikal-radikal bebas dari mitokondria menghasilkan
kerusakan protein seluler, lipid, DNA secara menyeluruh dalam sel.
Kerusakan ini berimplikasi menjadi penyebab penuaan. Jika
masuknya asam-asam lemak ke mitokondria untuk oksidasi
menghasilkan energi diperoksidasi dalam darah, maka hal ini menjadi
tanggung jawab antioksidan pelindung. Sebagain besar kerusakan
yang terjadi dalam mitokondria, meliputi kerusakan protein
kompleks rantai respirasi (mengarah pada meningkatnya produksi
superoksida), kerusakan membran mitokondria (mengarah
kebocoran saluran ion-ion kalsium membran dan kebocoran saluran
untuk substansi yang lain) dan kerusakan mtDNA (yang mengarah
pada kerusakan lanjutan yaitu protein-protein kompleks
mitokondria). Eksperimen dengan memakai yeast
memperlihatkan bahwa akurasi sintesis protein mitokondria yang
meningkat memberi kontribusi 27% rata-rata harapan masa hidup
yang lebih panjang.
B. Perubahan Mitokondria dan Apoptosis Sel
Mitokondria memegang peranan kunci dalam apoptosis atau
bunuh diri sel (cell suicide). Pelepasan sitokrom-c dari mitokondria
ke dalam sitoplasma yaitu menjadi inisiasi distruksi sel (apoptosis)
oleh enzim caspase. Pelepasan sitokrom-c ke dalam sitoplasma dapat
2+ terjadi melalui mekanisme yang tergantung ion kalsium (Ca -
2+ dependent mechanism) atau Ca -independent mechanism. Dalam
kasus yang tergantung ion kalsium kelebihan beban kalsium dalam
mitokondria akan memicu pembukaan mitochondrial permeability
transition pore (MPTP), yang melakukan penetrasi membran dalam
dan luar yang merupakan tempat keberadaan protein channel antara
matriks mitokondria dan sitosol yang ada di bagian luar
mitokondria. MPTP yaitu protein kompleks yang terdiri tiga
protein, yaitu VDAC (porin) pada membran luar, ANT (adenine
nucleotide translocator) pada membran dalam dan siklofilin-D.
Siklofilin-D yaitu protein yang berikatan dengan ANT untuk
meningkatkan pembentukan MPTP, meningkatnya sensitivitas
komponen-komponen MPTP dipengaruhi oleh ion-ion kalsium.
Masuknya sebagian besar pelarut dan penggabungan dengan air ke
dalam matriks mitokondria memicu mitokondria akan
membengkak (swelling) dan pecah, melepaskan sitokrom-c ke dalam
sitopalsma.
Pada kasus yang tidak tergantung ion kalsium memerlukan dua
sitokrom-c melalui peristiwa yang terjadi secara terpisah, yaitu (1)
pembentukan beberapa besar porus dalam membran luar mitokondria
oleh protein-protein Bax atau Bak dan (2) pelepasan sitokrom-c dari
membran dalam mitokondria. Kasus yang tidak tergantung kalsium
dapat mengarah terjadinya apoptosis, dimana pada kasus yang
tergantung ion kalsium yaitu tanpa kecuali dikaitkan dengan
nekrosis. Dalam apoptosis MPTP hanya akan membuka secara
singkat, dimana dalam nekrosis MPTP akan selalu tetap membuka.
Apoptosis memerlukan energi ATP, tetapi energi ATP terkuras atau
tidak tersedia jika MPTP selalu tetap membuka. ada ambang
batas ion kalsium yang memicu pembukaan MPTP dalam selsel limfosit, pembukaan MPTP dalam mitokondria sel-sel otak dan
hati mencit tua secara signifikan lebih rendah dibandingkan mencit
yang masih muda.
Sitokrom-c secara normal selalu disediakan untuk membran
dalam mitokondria oleh lipid kardiolifin (diphospatidilgliserol).
Kardiolifin menyusun 10% membran dalam mitokondria dan hadir
dengan konsentrasi yang rendah di membran luar mitokondria
(khususnya tempat kontak yang paling dekat antara dua membran).
Secara khusus lipid jenis ini hanya ditemukan di membran
mitokondria. Kardiolifin membran mitokondria kandungannya
semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur, menghasilkan
penurunan aktivitas sitokrom-c. Terjadi penurunan 40% kandungan
kardiolifin dan aktivitas sitokrom-c yang lebih rendah yaitu 35% pada
tikus tua dibandingkan dengan tikus muda. Pemulihan kandungan
kardiolifin membran mitokondria dipulihkan melalui aktivitas
sitokrom-c.
Oksidasi kardiolifin akan melepaskan sitokrom-c dari
membran dalam mitokondria, tetapi sitokrom-c yang tidak
dilepaskan ke dalam sitoplasma akan menginduksi apoptosis tanpa
pembentukan porus besar pada membran luar mitokondria oleh
protein Bax/Bak. Permeabilitas membran terhadap Bax/Bak terjadi
pada bagian yang istimewa yaitu tempat kontak yang merupakan
bagian yang kaya kardiolifin yang terletak antara membran luar dan
membran dalam mitokondria. Tetapi permeabilitas membran
terhadap Bax/Bak pada membran luar mitokondria secara sendirian
mungkin cukup untuk menginduksi apoptosis.
Jika hanya satu atau beberapa mitokondria yang melepaskan
sitokrom-c mungkin apoptosis tidak akan terjadi, tetapi mitokondria
yang telah mengalami kerusakan akan sendirinya mitokondria
ini akan mengalami degradasi. Terjadinya kerusakan jumlah dan
struktur mitokondria yang menghasilkan radikal bebas secara
berlebihan dapat dieliminasi.
Pengaruh Glikasi terhadap Penuaan
Protein yaitu merupakan pemanjangan rantai asam amino
(polimer asam amino atau polipeptida). Protein sel hewan terdiri dari
20 macam asam-asam amino yang berbeda. Asam-asam amino
semuanya merupakan senyawa organik dengan gugus amino yang
+ -
diprotonasi (-NH ) dan gugus karboksil yang diionisasi (-COO ) 3
yang dilekatkan dengan atom karbon dengan cara yang sama (alphaposition). Pertautan gugus karboksil pada satu asam amino dengan
gugus amino pada asam amino lain (dan hilangnya molekul air)
yaitu dasar ikatan peptida. Ikatan-ikatan peptida dibentuk di
ribosom sel selama sintesis protein.
Protein dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh radikal
bebas dan glikasi (glycation). Glikasi atau juga disebut reaksi
Maillard atau glikosilasi non-enzimatik yaitu reaksi yang mereduksi
gula-gula yang kemudian dilekatkan dengan protein-protein tanpa
bantuan enzim (contoh gula reduksi yaitu glukosa yang dipakai
dalam kriopreservasi). Peristiwa ini terjadi dengan cara
membebaskan gugus amina pada asam amino lisin atau arginin, yang
tidak terlibat dalam ikatan peptida.
Glikasi yaitu pembentukan ikatan ganda antara gugus
aldehida glukosa dengan gugus amino lisin dengan mengeliminasi
molekul air. Ikatan ganda antara karbon glukosa dengan nitrogen lisin
yaitu imina (juga disebut Shiff base). Gugus imina dapat secara
cepat melakukan penyusunan atom-atom kembali seperti karbon 2
pada glukosa yang kehilangan dua atom hidrogen yang akan
menghasilkan gugus karbonil (>C=O). Dalam kondisi hidrogen pada
karbon dan nitrogen yang jenuh maka akan terjadi pembentukan
gugus imina kembali. Penyusunan kembali struktur ini disebut
produk Amadori (ketoamin). Pembentukan glikasi dan produk
Amadori merupakan reaksi reversibel yang bersifat sempurna. Tetapi
pembentukan advanced glycation end-products (AGEs) hasil
oksidasi produk-produk Amadori bersifat irreversibel.
AGEs dalam jaringan akan meningkatkan laju produksi radikal
bebas 50 kali lebih besar daripada laju produksi radikal bebas oleh
protein-protein yang tidak mengalami glikasi (unglycated proteins).
AGEs akan dilekatkan ke kolesterol LDL untuk meningkatkan
oksidasi dan secara bertahap akan memicu terjadinya
aterosklerosis. Protein cross-linked yang bersifat irreversibel pada
AGEs dalam pembuluh kolagen juga memberi kontribusi terjadinya
aterosklerosis, dan juga memicu kegagalan ginjal pada orang
yang menderita diabetes. Katarak yaitu penyakit yang dipicu
oleh protein-protein yang tidak terlarut urea (urea-insoluble proteins)
dalam lensa mata. AGEs semakin memperburuk protein cross-
lingking dalam tubuh pasien yang mengalami penyakit Alzheimers,
karena meningkatkan kematian neurons. AGEs dapat dibentuk dalam
tubuh dari glikasi dan oksidasi atau dapat diingesti secara langsung
dari makanan-makanan yang dicoklatkan (seperti pembakaran kulit
unggas) atau rokok tembakau. Rata-rata sepertiga diet yang
mengandung AGEs yang diabsorbsi, diekskresikan dalam urin dan
sisanya tetap berada dalam tubuh.
Laju glikasi pada penderita diabetes yang tinggi memberi bukti
bahwa diabetes memberi pengaruh besar terhadap terjadinya
penuaan. Glikasi hemoglobin sering dipakai sebagai pengukuran
waktu yang terintegrasi (time-integrated) pada kadar glukosa darah
penderita diabetes. AGEs memicu gejala-gejala umum yang
merupakan indikator penuaan, seperti dampak yang merugikan kulit,
paru-paru, otot-otot, pembuluh darah dan fungsi organ secara umum.
Meningkatnya resistensi insulin dan gejala-gejala lainnya pada
penderita diabetes merupakan tanda-tanda penuaan secara umun.
Aterosklerosis yang terjadi pada penderita diabetes dan reduksi
secara umun aliran darah merupakan resultante yang memicu
banyak dampak yang merugikan terhadap sistem-sistem organ.
Meskipun sebagian besar protein memiliki waktu hidup
yang pendek (short-live) (protein liver tikus memiliki half-life 3
hari), beberapa protein seperti, kristalin dalam lensa mata pada
mamalia memiliki waktu hidup (lifetime) yang lama. Kristalinkristalin lensa mata, kolagen dan protein membran basal merupakan
protein-protein yang sangat rentan terhadap cross-lingking dan
pembentukan AGEs karena protein-protein ini memiliki
waktu hidup sangat lama, dengan laju pergantian (turnover) yang
rendah.
Dalam matriks ekstraseluler atau kulit yang megalami penuaan
(senescense) protein cross-lingking utama yaitu glukosa lisinarginin yang merupakan produk glucosepane. Dalam pasien nondiabetik yang berumur 90 tahun memiliki kandungan glucosepane
sekitar 50 kali cross-lingking dari semua bentuk cross-lingking yang
ada, dan memiliki privalensi lebih besar dua kali lipat dalam
diabetik daripada non-diabetik. Dalam diabetik, faktor pertumbuhan
seperti faktor tumbuh TGF-β (transforming growth factor beta)
meningkatkan sintesis protein matriks ekstraseluler. AGEs crosslinks dapat dirusak oleh N-phenacyl thiazolium bromide (PTB), tetapi
3-phenacyl-4,5-dimethylthiazolum chloride (ALT-711) secara efektif
lebih bersifat merusak cross-links daripada PTB.
B. Studi Kasus Glikasi pada Hewan-Hewan Vertebrata
Jumlah kolagen pada hewan mamalia diketahui sekitar
sepertiga dari total protein tubuh. Cross-lingking kolagen di kulit,
otot-otot dan organ-organ secara menyeluruh dalam tubuh
memicu hilangnya elastisitas otot-otot dan jaringan yang
merupakan ciri-ciri terjadinya penuaan. Cross-lingking pada proteinprotein akan membuat jaringan ikat kehilangan elastisitas,
meningkatnya aterosklerosis, menurunnya fungsi ginjal, semakin
lambatnya penyembuhan luka, menurunnya kapasitas total paru-paru
dan akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit katarak. Crosslingking juga dapat memicu terjadinya aterosklerosis melalui
peningkatan pembentukan kolesterol LDL dan kolesterol ini tidak
dikenali oleh reseptor LDL, sehingga memicu peningkatan
LDLdalam darah yang memicu aterosklerosis.
Burung-burung memiliki kadar glukosa darah 2-10 kali
lebih tinggi, laju metabolik yang lebih besar dua kali lipat dan
0 0
temperatur tubuh 2 C-4 C lebih tinggi daripada hewan-hewan
mamalia yang memiliki ukuran tubuh yang mirip dengan burung
ini . Temperatur dan kadar glukosa darah yang tinggi
diperkirakan dapat meningkatkan glikasin dan pembentukan AGEs
dan memicu masa hidup burung-burung menjadi lebih panjang
dibandingkan hewan-hewan mamalia yang memiliki kemiripan
dalam ukurannya. Burung-burung kolibri memiliki tingkat glikasi
hemoglobin yang sangat tinggi dibandingkan kebanyakan burung
lainnya, tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan manusia
non-diabetik, hal ini dipicu karena burung kolibri memiliki
tingkat pergantian sel darah merah yang lebih tinggi dan kontrol
transport glukosa membran yang lebih baik.
Burung-burung memiliki kandungan antioksidan urat dalam
darah dua kali lipat lebih tinggi dibanding manusia dan laju produksi
radikal bebas yang lebih rendah. Dipeptida carnosine (β-alanyl-Lhistidine) menghambat glikasi dan aktivitas chelating antioksidan
logam. Konsentrasi karnosin pada otot-otot rangka memiliki
korelasi dengan masa hidup hewan mamalia. Vitamin C juga
memiliki peranan sebagai anti-glikasi sama seperti aksi
antioksidan.
Sebagian besar glukosa tidak bersifat aktif untuk glikasi.
Galaktosa 5 kali lebih reaktif daripada glukosa, fruktosa 8 kali lebih
reaktif, dioksiglukosa 25 kali lebih reaktif, ribosa 100 kali lebih
reaktif dan dioksiribosa 200 kali lebih reaktif. Sukrosa disusun oleh
dua monosakarida glukosa dan fruktosa, sedang laktosa (gula
susu) disusun oleh dua monosakarida glukosa dan galaktosa.
Beberapa aldehida diproduksi oleh peroksidasi lipid dan lebih reaktif
dibandingkan dengan sebagian besar gula atau karbohidrat.
Konformasi siklik glukosa lebih sensitif dibandingkan sebagian besar
monosakarida lainnya, membuat glukosa ini paling resisten terhadap
glikasi dan oksidasi. Glukosa banyak dipakai oleh sebagian besar
organisme sebagai sumber energi.
Pengaruh Perubahan Sistem Imun terhadap Penuaan
Menurut teori sistem imun pada penuaan, penuaan dipicu
oleh menurunnya kemampuan sistem imun untuk melakukan
differensiasi protein ”foreign” dari ”self”. Tidak hanya itu saja, sistem
imun menjadi menurun kemampuannya untuk melawan infeksi dan
kanker. Penurunan fungsi sel juga dapat memicu penyerangan
jaringan induk oleh sistem imun. Arthritis, psoriasis dan penyakitpenyakit autoimun lainnya akan meningkat seiring dengan
meningkatnya umur. ada suatu bukti bahwa gen-gen
memiliki sifat histokompatabilitas, seperti gen-gen yang
mempengaruhi perbaikan DNA dan gen-gen yang mempengaruhi
produksi SOD yang semuanya akan berpengaruh terhadap
panjangnya masa hidup. Lokasi gen-gen ini sangat berhubungan
erat dengan kromosom 6 pada manusia.
Leukosit-leukosit (sel-sel darah putih), merupakan komponen
dasar sistem imun (jumlahnya sebanding dengan protein-protein komplemen). ada leukosit yang 65% terdiri dari granulositgranulosit kasar (neutrofil), 5% monosit yang dapat menjadi
makrofaga dan 30% limfosit. Limfosit merupakan subklasifikasi dari
limfosit –B (B-cells) atau limfosit-T (T-cells) berdasar pada
kematangan sel-sel ini dalam sumsum tulang atau kelenjar
thimus (semua limfosit awalnya berasal dari sumsum tulang).
Antigen-antigen yaitu bagian molekul-molekul patogen yang
beraksi dalam tubuh yang spesifik dengan antibodi. Sel-sel limfosit-B
akan menghasilkan antibodi-antibodi (imunitas humoral) terhadap
antigen-antigen, sedang sel-sel limfosit-T secara langsung
berikatan dengan antigen-antigen (imunitas seluler).
Kelenjar thimus pada sistem imun memiliki pengaruh yang
besar terhadap berat dan terjadinya pengkerutan kulit selama dan
setelah masa pubertas dengan jaringan limfoid yang digantikan oleh
lemak. Pengkerutan yang dipicu oleh proses yang terjadi dalam
kelenjar thimus jauh lebih cepat daripada penuaan yang terjadi secara
progressif. Pada umur 50 tahun kelenjar thimus pada manusia secara
khas hanya memiliki 5-10% dari berat awalnya. Sel-sel limfosit-T
yang tersisa dan masih berfungsi pada umur di atas umur dewasa
memicu proliferasi perifer, meskipun pada saat umur tua terjadi
penurunan proliferasi.
Karena kelenjar thimus yaitu organ tempat pematangan sel
limfosit-T, maka kelenjar thimus akan melakukan kerja lagi secara
berulang setelah proses pematangan (maturation) selesai. Dalam
sistem pematangan sel limfosit-T, kelenjar thimus akan
menghasilkan berbagai macam sel-sel limfosit-T, setiap sel
diprogram untuk mengenali dan berperang terhadap antigen-antigen yang berbeda. Sel limfosit-T yang berperang dengan self-substances
akan dieliminasi dengan cara apoptosis.
Sistem imun memakai proliferasi dan apoptosis untuk
membuat dan menyeleksi sel-sel limfosit-T. Sistem imun
memakai ekspansi klonal (sel-sel limfosit-T akan melakukan
proliferasi secara cepat membentuk klon tunggal terhadap antigen
tunggal) dan apoptosis untuk mengendalikan jumlah sel-sel limfositT yang tersedia untuk berperang terhadap antigen-antigen spesifik.
Injeksi protein apo-1 ke dalam sel akan memicu apoptosis. Tetapi
protein Bcl-2 dapat mencegah sel dari apoptosis. Dengan penuaan,
jumlah sel-sel limfosit-T yang mengalami maturasi akan meningkat
dan peningkatan ini merupakan perwujudan apoptosis. Hal ini
merupakan bukti bahwa apoptosis tidak memiliki hubungan
dengan penurunan ekspresi gen Bcl-2 atau stres oksidatif.
Sel-sel limfosit-T yang tidak berperang melawan antigen
spesifik sejak awal masa pembuatannya disebut sel-sel limfosit-T
naive (naive T-cells), sedang sel-sel limfosit-T yang melakukan
perbanyakan secara klonal dan melakukaan ekspansi menyerang
antigen secara invasif disebut sel-sel limfosit-T memori (memory Tcells). Sel-sel limfosit-T memiliki perbandingan memory T-cell
dengan naive T-cells lebih tinggi pada saat umur tua daripada umur
muda. Pada saat umur tua memory T-cells memiliki protein
permukaan CD28 dengan kadar yang menurun dibanding memory Tcell pada saat masih muda dan dengan demikian menurunkan
kemampuan untuk membelah ketika kehadiran suatu antigen. Ligasi
CD28 diperlukan untuk produksi sitokin-sitokin IL-2. Pada saat umur
tua memory T-cells memiliki telomere yang pendek dan mengalami akumulasi karena meningkatnya kerusakan yang
dipicu oleh apoptosis.
Dua bentuk utama atau predominan sel-sel limfosit-T yaitu
cytotoxic T-cells (dengan reseptor permukaan CD8) dan helper Tcells(dengan reseptor permukaan CD4). Cytotoxic T-cellsmenyerang
bakteri atau sel-sel kanker dengan melubangi sel dengan cara
menghantam dan menginjeksikan protein-protein toksin. Helper Tcells mensekresikan faktor-faktor pertumbuhan (growth factors)
sitokin yang menempatkan ekspansi secara klonal T-cells lainnya
atau antibodi yang dihasilkan oleh sel-sel limfosit-B. Helper T-cells
lebih banyak jumlahnya pada saat umur muda dan telah matang
seksual, tetapi pada umur tua rasio CD28 dengan CD4 akan menjadi
meningkat dengan kata lain terjadi penurunan helper T-cells dan
peningkatan cytotoxic T-cells. CD28 T-cells menjadi lebih resisten
untuk apoptosis dengan penuaan, sedang CD4 T-cells menjadi
lebih memiliki kepekaan untuk melakukan apoptosis.
Ada dua tipe helper T-cells, yaitu TH1 (tipe I) dan TH2 (tipe 2).
Sel-sel TH1 meningkatkan pertumbuhan sel-sel limfosit-T dengan
menghasilkan interleukin-2 (IL-2), sedang sel-sel TH2
meningkatkan pertumbuhan sel-sel limfosit-B dengan menghasilkan
interleukin-4 (IL-4). Sel-sel TH1 memiliki peran lebin menonjol
dalam infeksi autoimun, sedang sel-sel TH2 lebih menonjol
dalam infeksi virus. Dalam umur muda dan telah matang seksual selsel TH1 lebih menonjol, tetapi pada saat umur tua sel-sel TH2 lebih
menonjol. Lebih lanjut, penuaan diiringi dengan kemunduran IL-2
dan juga reseptor IL-2 secara signifikan, fenomena ini memicu
terjadinya penurunan secara sifnifikan proliferasi sel-sel limfosit-T
(clonal expansion) dalam merespon antigen yang kelihatan pada saat
umur tua. Penurunan aktivasi sel-sel limfosit-T dipicu
penurunan produksi IL-2, terutama dipicu oleh kerusakan
proteasom akibat proses oksidasi yang menurunkan kemampuan
penginduksian gen-gen yang mengkode faktor-faktor transkripsi.
Signal proliferasi T-cells dalam respon antigenik atau
mitogenik (stimulasi pembelahan sel) akan menurun seiring dengan
bertambahnya umur dan nampaknya penurunan signal ini dipicu
oleh menurunnya aktivitas cascade mitogen activating protein kinase
(MAPK) yang memicu signal-signal pada permukaan sel
merubah ekspresi gen. CRAN secara signifikan menurunkan
aktivitas MAPK yang dikaitkan dengan penuaan. Tetapi suplementasi
selenium memperlihatkan terjadinya pemulihan proliferasi sel-sel
limfosit-T dalam mencit yang bertambah umur atau pada mencit
muda dewasa yang normal.
Rendahnya proliferasi T-cells dan rendahnya rasio CD4/CD8
memiliki indikasi yang tinggi bahwa masa hidup akan menurun 2
tahun pada orang yang berumur kisaran 86-92 tahun. Melatonin akan
meningkatkan rasio CD4/CD8. Fungsi imun sangat penting untuk
masa umur tua karena infeksi yang terjadi pada umur ini dapat
memicu meningkatnya persentase kematian untuk umur di atas
80 tahun. Sel-sel natural killer (NK) berbeda dari cytotoxic T-cells,
dimana sel-sel ini memiliki kemampuan melisiskan sel-sel
patogenik tanpa melibatkan antigen. Sel-sel NK akan menurun
aktivitasnya seiring dengan bertambahnya umur, tetapi penurunan ini
sebagai kompensasi karena meningkatnya jumlah sel-sel NK. Orang
yang berumur di atas 100 tahun, menurunnya aktivitas sel-sel NK nampak tidak menurunkan rasio sel-sel CD8/CD4 pada umur muda.
B-cells dari hewan yang mengalami penuaan menghasilkan
penurunan antibodi dan menurunnya ekspresi protein reseptor
permukaan CD40 yang memicu aktivasi dan differensiasi Bcells. Penurunan aktivitas T-cells seiring dengan bertambahnya umur
yaitu sebagai respon terhadap penurunan sebagian besar B-cells,
baik jumlah maupun aktivitasnya.
Makrofaga yaitu sel-sel dalam sistem imun yang memakan
partikel-partikel asing (meliputi bakteri) dan mencerna partikelpartikel ini dalam organel lisosom. Monosit-monosit yaitu selsel kecil dalam sirkulasi darah yang membesar menjadi makrofaga
setelah melakukan migrasi ke dalam jaringan. Monosit dari manusia
yang sudah berumur tua, kapasitasnya mengalami penurunan yang
besar untuk menghasilkan sitokin interleukin-1 (IL-1) dan radikalradikal bebas toksik. Makrofaga-makrofaga ini akan
membunuh partikel-partikel asing (bakteri) atau sel-sel kanker.
Namun demikian, superoksida, hidrogen peroksida, ion-ion hidroksil
dan nitrit oksida dihasilkan oleh neutrofil dan makrofaga-makrofaga
untuk membunuh bakteri yang menyerang jaringan asli (native) yang
mengalami inflamasi kronis pada saat umur tua. Spesies oksidan dan
nitrit oksida merupakan produk yang bersifat reaktif menghambat
perbaikan DNAyang dimediasi oleh PARP.
Terjadinya penurunan beberapa sistem imun seiring dengan
bertambahnya umur atau pada saat umur tua dipicu oleh protein
cross-lingking dalam jaringan dan pembuluh darah yang menurunkan
mobilitas sel-sel imun dan akses ke daerah infeksi. Nutrisi yang
rendah pada saat umur tua merupakan salah satu faktor penyebabnya. Supl emen-supl emen yang mengandung di e t nutri en
direkomendasikan untuk diperbolehkan (plus ekstra vitamin E dan
beta karoten) yang secara signifikan dapat meningkatkan status imun
pada orang tua. Suplemen dengan hormon steroid (DHEA) akan
meningkatkan IL-2 dan meningkatkan aktivitas interferon-gamma
dalam mencit.
Sifat rentan yang memicu kematian oleh influensa dan
pneumonia akan meningkat secara cepat seiring dengan terjadinya
penuaan. Orang dengan umur 50-60 tahun hampir memiliki
potensi 10 kali lipat mengalami kematian dibanding orang yang
berumur antara umur 5-49 tahun yang menderita influensa atau
pneumonia yang dikaitkan dengan kematian. Orang yang berumur di
atas 65 tahun 10 kali lipat memiliki potensi mengalami kematian
apabila terkena penyakit influensa yang dikaitkan dengan kematian
daripada orang yang berumur antara 50-64 tahun. Orang yang
berumur di atas 85 tahun memiliki potensi kematian 16 kali lipat
apabila terkena influensa yang dikaitkan dengan kematian
dibandingkan orang yang berumur 65-69 tahun. Vaksinasi pada umur
lanjut akan menurunkan kejadian influensa yang memicu
kematian sebesar 50%.
B. Pengaruh Inflamasi terhadap Penuaan
Dengan penuaan, akan terjadi peningkatan kandungan secara
kuantitas sitokin proinflamasi dalam tubuh, seperti TNF-α, IL-1 dan
IL-6. Peningkatan dalam sel-sel memori menghasilkan sitokin IL-4
dan IL-10 yang diproduksi oleh sel-sel memori. Pendedahan penyakit
infeksi selama masa hidup (lifetime) akan menurunkan masa hidup (lifespan) dengan ditingkatkannya imunosenescense dan inflamsi
kronis. Inflamasi kronis akan memicu implikasi terjadinya
penyakit aterosklerosis, arthritis, penyakit Alzheimers, kanker,
sindrom-sindrom metabolik (diabetes tipe 2) dan beberapa
penderitaan lainnya yang dipengaruhi oleh umur tua. Inflamasi bukan
merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan dan degenerasi
pada saat penuaan, tetapi inflamasi memberi kontribusi terjadinya
kerusakan. Radikal-radikal bebas dan glikasi dioksidasi (oxidixed
glycation) menghasilkan produk-produk (AGEs) yang merupakan
kontributor terjadinya inflamasi kronis.
Penuaan dikaitkan dengan meningkatnya aktivitas faktor
transkripsi pro-inflamasi NF-КB. NF-КB normalnya akan berikatan
dengan protein IКB dalam sitoplasma, tetapi kemudian akan
dilepaskan masuk ke dalam nukleus ketika terjadi infeksi, stres
oksidatif atau sitokin-sitokin pro-inflamasi memicu degradasi
protease secara berurutan pada protein IКB yang tersebar secara
merata di seluruh bagian sel. NF-КB akan meningkatkan transkripsi
gen-gen yang mengkode TNF-α dan IL-1 yang dapat menghasilkan
loop feedback positif. Radikal-radikal bebas (reacitive oxygen
species/ROS) memiliki kemampuan memicu pelepasan NF-
КB dan ROS yang diproduksi oleh inflamasi juga menghasilkan loop
feedback positif. NF-КB dan TNF-α yaitu dua biomarker penting
yang dikaitkan dengan penuaan seiring dengan meningkatnya
inflamasi kronis. Meskipun glukokortikoid dan CRAN meningkat
seiring dengan penuaan dan dapat menghambat NF-КB, stimulasi
NF-КB yaitu merupakan stresor predominan. Tidak hanya
pelepasan NF-КB ke dalam nukleus dari sitoplasma yang meningkat seiring dengan meningkatnya umur, tetapi penuaan menghasilkan
pengikatan NF-КB dengan DNAmenjadi lebih kuat.
NF-КB diinduksi oleh inflamasi yang bersifat kronis dalam
kombinasi dengan sifat kemampuannya untuk menekan apoptosis
(menghambat eliminasi sel-sel kanker) sering mengarah ke kanker.
Kanker juga diinisiasi oleh induksi NF-КB pada inducible nitrit
oksida sintethase (iNOS), memicu terjadinya kerusakan DNA
dan penghambatan apoptosis oleh NF-КB terhadap kanker.
Disamping dari TNF-α (tumor necrosis factor alpha) yang diinduksi
oleh NF-КB, TNF-α diproduksi oleh lemak visceral. Orang yang
menderita kegemukan atau obese dapat menghasilkan TNF-α dua kali
lebih banyak dibandingkan orang yang kurus. TNF-α dapat
menginduksi apoptosis, tetapi hanya jika sintesis protein dihambat.
TNF-α akan menaikkan regulasi NF-КB dan IL-6 (interleukin-
6). IL-6 menaikkan regulasi sitokin IL-1 pro-inflamasi dan
menginduksi hati untuk memproduksi protein CRP (C-reactive
protein) inflamasi. Tetapi IL-6 juga menginduksi produksi sitokin IL-
10 anti-inflamasi yang menghambat TNF-α. CRPyaitu faktor resiko
penting untuk mengetahui kerusakan atau infark miokardial
(serangan jantung). riset selama 4 tahun pada wanita
memperlihatkan selama 3 bulan atau seperempat tahun kadar CRP
paling tinggi yang memiliki tingkat resiko lebih besar 15,7 kali,
pada berkembangnya diabetes tipe 2 kadar CRP pada periode ini
merupakan paling rendah. Demikian pula riset yang dilakukan
selama 4 tahun pada laki-laki, memperlihatkan selama 3 bulan kadar
CRP paling tinggi dengan tingkat resiko 3 kali, pada dementia yang
berkembang kadar CRP pada periode ini merupakan yang paling rendah.
Olahraga dapat memicu anti-inflamasi karena
meningkatnya produksi IL-6 (yang tidak tergantung TNF-α ) oleh selsel otot dan menurunkan CRP. Tidur yang cukup dapat menurunkan
TNF-α dan sekresi IL-6 (keduanya yang menginduksi mengantuk dan
kelelahan). Penurunan produksi IL-6 oleh pemberian hormon seks
steroid membuktikan bahwa rata-rata masalah penurunan dengan
kejadian cepat mengantuk dan kelelahan pada umur tua. DHEA juga
dapat menurunkan produksi IL-6.
Aktivitas enzim sikloheksokinase meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, kadang-kadang peningkatan produksi
prostaglandin dapat menghambat proliferasi sel-sel limfosit-T.
Meningkatnya kadar hidrogen peroksida mungkin merupakan respon
untuk meningkatkan aktivitas sikloheksokinase yang terkait dengan
bertambahnya umur, yang diindikasikan dengan vitamin E
memicu aktivitas enzim sikloheksokinase semakin berkurang
dan terjadi pemulihan proliferasi sel-sel limfosit-Tkembali.
AGEs bukan merupakan metabolit utama dari produk
metabolisme, tetapi dapat diingesti dalam diet atau tembakau rokok
dan memberi pengaruh secara signifikan terjadinya inflamasi.
Meningkatnya aktivitas NF-КB oleh AGEs sering dimediasi oleh
reseptor untuk AGE (RAGE) yang dapat juga diaktivasi oleh TNF-α.
NF-КB diaktivasi oleh stres oksidatif atau kenaikan regulasi AGEs
melalui ekspresi RAGE (lebih banyak reseptor AGE), membuat loop
feedback positif yang memperburuk inflamasi kronis.
Meskipun kejadian penyakit kronis selalu dikaitkan dengan
bertambahnya umur, orang-orang yang menderita penyakit jenis ini biasanya dapat mencapai masa hidup maksimum dan tidak mati
dengan penyebab penyakit. Proses yang mengontrol faktor-faktor
resiko seperti obesitas, olah raga, ingesti AGE dan suplementasi
vitamin E cenderung dikaitkan dengan penyakit inflamasi dan
penyakit kronis yang mendasari proses penuaan. Penyakit-penyakit
kronis memiliki keterkaitan yang erat dengan penuaan dan jenis
penyakit ini memainkan peranan penting dalam proses degenerasi
dan kerusakan yang memicu penuaan.