Sabtu, 30 November 2024

penuaan 3


 kleus dimana protein-protein  
ini  akan dilindungi dan dibetulkan. Tetapi satu protein kompleks  
V (ATPase) yaitu protein yang dikode oleh mtDNA secara sukses  
dapat disintesis dalam nukleus dan dipakai  dalam proses-proses
yang berlangsung dalam mitokondria untuk sel mamalia. Peristiwa  
ini memberi harapan bahwa ke 13 macam protein yang dikode  
mtDNA nantinya dapat dipindahkan ke nukleus. Hipotesis alternatif  
menyatakan bahwa gen-gen mtDNA memiliki  nilai atau peran  
dalam penyediaan sintesis protein lokal secara cepat yang diperlukan  
untuk oksidasi-phosporilasi. Stres oksidatif memicu  
kemampuan oksidasi-phosporilasi tidak cukup untuk menghasilkan  
faktor transkripsi mitokondria yang berfungsi sebagai signal untuk  
menginduksi produksi protein-protein yang dikode mtDNA yang  
kemudian akan diimplantasikan ke dalam membran dalam
mitokondria dimana mereka menarik protein-protein yang dikode  
mtDNA yang diperlukan untuk marakit protein kompleks secara  
sempurna.
Kompleks I yang memiliki  7 macam protein yang dikode  
mtDNA (lebih dari seperempat pada semua protein yang ada dalam  
kompleks) memiliki  laju yang paling cepat seiring dengan  
bertambahnya umur. Neuron-neurons substansia nigra kepekaannya  
ditingkatkan terhadap adanya kerusakan pada protein kompleks I  
yang mungkin sebagai respon untuk penyakit Parkinson's.
Sebaliknya, protein kompleks II (yang tidak memiliki  protein yang  
dikode mtDNA) dan kompleks III (yang hanya memiliki  satu  
protein yang dikode mtDNA) secara relatif tidak terpengaruh dengan  
adanya penuaan. Sitokrom-c oksidase (antara kompleks III dan  
kompleks IV) aktivitasnya mengalami penurunan seiring
bertambahnya umur, menghasilkan peningkatan produksi
superoksida dan hidrogen peroksida. Penyakit yang dipicu  oleh  
adanya mutasi mtDNAmemiliki  efek yang lebih besar terhadap sel
yang menghasilkan banyak energi, terutama sel-sel otak dan otot dan  
penyakit mitokondria ini sering disebut encephalomyipathies.  
Sindrom yang paling umum berkaitan dengan penyakit mitokondria  
ini yaitu  mitochondria encephalomyipathy, lactic acidosis dan  
stroke (MELAS). Homoplasmi menggambarkan kondisi awal semua  
orang yang memiliki  mtDNA yang sama, tetapi ketika terjadi  
mutasi mtDNA dan replikasi mtDNA yang telah mengalami mutasi,  
sel-sel, jaringan dan mitokondria dapat memiliki  berbagai macam  
tipe mtDNA, dan kondisi ini disebut heteroplasmi.
Diperkirakan 1-2% oksigen dipakai  oleh mitokondria dalam  
kondisi normal “leak” atau merembes dari rantai respirasi untuk  
membentuk superoksida. Sitokin pro-inflamasi tumor necrosis  
factor-alpha (TNF-α, dikaitkan dengan terjadinya sindrom
metabolik) menginduksi produksi radikal bebas yang semakin  
meningkat dari rantai respirasi. Penuaan dikaitkan dengan penurunan  
efisiensi protein coupling dalam proses oksidasi-phosporilasi dan  
meningkatnya produksi superoksida. Radikal bebas dapat merusak  
membran dalam mitokondria, membentuk positif feedback-loop  
untuk meningkatkan pembentukan radikal bebas. Teori “viscious  
cycle” menyatakan bahwa kerusakan DNA mitokondria yang  
dipicu  oleh radikal bebas mengarah pada terjadinya mitokondria  
memproduksi lebih banyak superoksida. Banyaknya kerusakan  
dalam mitokondria akan memicu  mitokondria menjadi tidak  
sempurna dan akhirnya dikonsumsi atau dicerna oleh lisosom (yang  
pada akhirnya akan mengakibatkan produksi ATPmenurun, demikian  
pula produksi superoksida) dan mitokondria yang tersisa akan  
melakukan reproduksi. Seiring dengan bertambahnya umur efisiensi
lisosom untuk mengkonsumsi mitokondria yang mengalami
malfungsi semakin menurun, sehingga dalam mitokondria lebih  
banyak menghasilkan superoksida dengan kadar yang tinggi.  
Organisme yang sudah tua hanya memiliki beberapa  kecil
mitokondria, ukuran mitokondria menjadi lebih besar dan mengalami  
kemunduran efisiensi (produksi energi menurun dan lebih banyak  
menghasilkan superoksida).  
Koenzim Q (KoQ, dalam manusia CoQ ) juga dikenal sebagai 10
ubiquinon, disebut demikian karena ada  dimana-mana atau  
“ubiquitous” (ditemukan secara universal) dalam semua organisme  
seluler, dengan perkecualian pada bakteri gram positif dan beberapa  
fungi. KoQ yaitu  komponen esensial pada rantai respirasi  
mitokondria. Dari kompleks I atau kompleks II KoQ dehidrogenase  
direduksi menjadi KoQH dan secara berurutan dioksidasi dalam dua 2  
- -
tahap, pertama menjadi KoQ dan kemudian menjadi KoQ. KoQ
yaitu  tidak stabil dan dapat dengan mudah mengembara
menstransfer elektron menjadi molekul O dan menghasilkan ion 2
. -
superoksida (O ). 2
. - Kompleks I dipercaya membentuk O dalam salah satu 2
kelompok besi-sulfat (iron-sulfur clusters) yang akan berpindah ke  
. - dalam matriks mitokondria dimana O ini  akan dinetralisir oleh 2
Mn-SOD. Eksperimen yang dilakukan dengan mengisolasi
mitokondria telah mengidentifikasi tempat pembentukan
superoksida menjadi flavin mononukleotida moieties pada kompleks  
I. Eksperimen dengan mengisolasi sinaptosom mengindikasikan  
bahwa kompleks I menghambat peningkatan produksi H O . 2 2
. - Sebagian besar O yang dibentuk atau dihasilkan dari kompleks III
yang berasal dari KoQ , dengan sekitar separuh yang berpindah ke  
matriks untuk dinetralisir dan separuh mengapung dalam sitoplasma.  
Kompleks I dan III dapat memicu  peroksidasi lipid pada  
membran dalam mitokondria dan memicu  kerusakan mtDNA,  
. - dimana O dari kompleks III dapat merusak sel secara menyeluruh, 2
meliputi nDNA. Potensial membran dibawah 140 mV (potensial  
merupakan hasil dari adanya gradien proton yang melintasi membran  
. -
dalam mitokondria) tidak dikaitkan dengan O , tetapi potensial 2
. - membran di atas 140 mV, pembentukan O meningkat secara 2
eksponensial dengan potensial. Protein uncoupling sebagai alat untuk  
mereduksi tekanan proton (potensial membran), karena itu
menurunkan produksi superoksida.
Penurunan voltase yang lebih tinggi antara status energi dalam  
kompleks-kompleks protein menghasilkan kapasitas yang lebih  
besar untuk pembentukan superoksida. Hal ini mengapa nilai  
produksi superoksida yang tinggi dikaitkan dengan kompleks I, yang  
memiliki  penurunan voltasi yang tinggi dalam menstransfer  
elektron-elektron menuju ke kompleks III.
Kerusakan oksidatif protein utama mitokondria di otot-otot  
sayap yang dipakai  untuk terbang pada lalat rumah (houseflies)  
diidentifikasi sebagai biomarker penuaan untuk serangga ini. Secara  
khusus, enzim transferase nukleotida adenine dalam membran  
mitokondria dan enzim akonitase dalam siklus asam sitrat Krebs  
yaitu  bagian utama yang rentan terhadap kerusakan oksidatif dan  
dipakai  untuk mengidentifikasi umur fisiologis “physiological  
age” pada lalat rumah. Akonitase dioksidasi oleh superoksida, sebuah  
proses yang akan membentuk radikal hidroksil.
Bentuk KoQ yaitu  bagian penting yang ada  pada  
antioksidan pelindung yang melindungi terhadap serangan radikal￾radikal bebas. Superoksida dismutase (Mn-SOD) pada mitokondria  
dapat diinduksi menghasilkan konsentrasi yang tinggi oleh stress  
oksidatif (sebaliknya dalam sitoplasma Cu/Zn-SOD merupakan  
unsur pokok yang cukup dapat diinduksi). Mitokondria pada jantung  
mengandung enzim katalase (CAT) yang menjadi pembatas
peroksisom-peroksisom dengan sebagain besar jaringan lainnya).
Berkaitan dengan penuaan akan terjadi penurunan beberapa   
KoQ dalam organ-organ. Orang dengan umur 80 tahun secara  
spesifik akan memiliki  sekitar separuh KoQ dalam jantung, paru- 10
paru, limpa dibandingkan ketika umur 20 tahun. Penurunan fungsi  
mitokondria dan KoQ seiring dengan bertambahnya umur banyak 10  
memicu  kerusakan pada organ-organ yang memiliki  tingkat  
kebutuhan energi tinggi per gram pada jaringan, seperti jantung,  
ginjal, otak, hati dan otot-otot rangka serta keseluruhan sel di dalam  
tubuh yang memiliki  kebutuhan metabolik sangat tinggi. Sekitar  
70% dari total ATP yang diproduksi diperlukan untuk memelihara  
(maintain) pompa potasium-sodium. Secara klinis, kerusakan pada  
otak dan jaringan otot merupakan gejala awal penyakit mitokondria.  
Mitokondria dalam jaringan otak pada pasien yang menderita  
penyakit Azheimers yaitu  bagian utama yang mengalami
kerusakan. Pengobatan penyakit ini dengan memakai  vitamin B  
yang beraksi sebagai koenzim dalam rantai respirasi (thiamin,  
riboflavin dan niasinamida) dan KoQ . 10
DNA mitokondria (mtDNA) yang mengalami delesi akibat  
mutasi akan terakumulasi pada post-mitotic pembelahan sel seiring
dengan bertambahnya umur. Teori mitokondria pada penuaan  
(mitochondrial theory of aging) mempostulasikan bahwa kerusakan  
mtDNA dan organel-organel oleh radikal bebas mengarah pada  
menurunnya atau hilangnya fungsi mitokondria dan juga
menurunnya energi seluler (seiring dengan menurunnya fungsi  
seluler). Mutasi mtDNA terjadi dengan laju 10-12 kali lebih cepat  
dibanding nDNA. Secara signifikan aspek photoaging pada kulit  
memicu  delesi mtDNA sebagai efek oksigen tunggal yang  
diinduksi oleh sinar ultraviolet (UV). Tidak seperti nDNA, mtDNA
tidak memiliki  protein histon yang melindungi terhadap serangan  
radikal bebas. Dan perbaikan DNA dalam mitokondria efisiensinya  
menjadi menurun dibanding nDNA dalam nukleus. Faktor-faktor  
yang dapat dipakai  untuk penghitungan kecepatan penuaan dapat  
memakai  rasio antara kompleks I dan III dibanding kompleks II  
dan IV. Mitokondria yang mengalami penuaan akan menjadi lebih  
besar dan jika mitokondria ini  diliputi lisosom, mitokondria  
ini  resisten untuk didegradasi dan memberi kontribusi untuk  
pembentukan lipofuchsin.
Dengan membanding bandingkan  7 mamalia non-primata (mencit,  
hamster, tikus, guinea-pig, kelinci, babi dan sapi) memperlihatkan  
bahwa laju produksi superoksida dan hidrogen peroksida
mitokondria pada jantung dan ginjal memiliki  korelasi yang  
terbalik dengan masa hidup maksimum (maximum life span). Kajian  
serupa telah dilakukan pada 8 mamalia non-primata dan
memperlihatkan korelasi secara langsung antara masa hidup  
maksimum dan kerusakan oksidatif tehadap mtDNA pada jantung  
dan otak. ada  perbedaan 4 kali lipat dalam tingkat kerusakan
oksidatif dan 13 kali lipat dalam umur lanjut, hasil ini mendukung  
riset  yang menyatakan bahwa kerusakan oksidatif mtDNA
bukan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya penuaan.
Dengan membanding bandingkan  mitokondria jantung antara tikus  
(yang memiliki  masa hidup 4 tahun) dan burung merpati (yang  
memiliki  masa hidup 35 tahun) memperlihatkan bahwa
mitokondria burung merpati memiliki  kandungan radikal bebas  
yang lebih rendah dibandingkan mitokondria tikus, meskipun kedua  
mamalia ini memiliki  laju metabolik dan output kardiak yang  
mirip. Mitokondria jantung burung merpati (memiliki  kompleks I  
dan III) memperlihatkan kebocoran radikal bebas sebesar 4,6%  
dibandingkan kebocoran radikal bebas pada mitokondria jantung  
pada tikus yaitu 16%. Burung-burung kolibri memakai  ribuan  
kalori setiap hari (lebih besar daripada manusia) dan secara relatif  
memiliki  masa hidup yang lebih panjang (secara kasar burung  
kolibri Selasphorus platycerus memiliki  masa hidup maksimum  
lebih dari 8 tahun). Burung-burung biasanya kehilangan
ketidakjenuhan (oxidazibility) dalam membran mitokondrianya dan  
memiliki  molekul-molekul antioksidan kecil dengan kadar yang  
tinggi, seperti asam askorbat dan asam urat. Hal yang sama juga  
terjadi pada mamalia yang secara langsung memiliki  hubungan  
yang erat antara kejenuhan membran mitokondria dengan masa hidup  
maksimum.
Radikal-radikal bebas dari mitokondria menghasilkan
kerusakan protein seluler, lipid, DNA secara menyeluruh dalam sel.  
Kerusakan ini berimplikasi menjadi penyebab penuaan. Jika  
masuknya asam-asam lemak ke mitokondria untuk oksidasi

menghasilkan energi diperoksidasi dalam darah, maka hal ini menjadi  
tanggung jawab antioksidan pelindung. Sebagain besar kerusakan  
yang terjadi dalam mitokondria, meliputi kerusakan protein
kompleks rantai respirasi (mengarah pada meningkatnya produksi  
superoksida), kerusakan membran mitokondria (mengarah
kebocoran saluran ion-ion kalsium membran dan kebocoran saluran  
untuk substansi yang lain) dan kerusakan mtDNA (yang mengarah  
pada kerusakan lanjutan yaitu protein-protein kompleks
mitokondria). Eksperimen dengan memakai  yeast
memperlihatkan bahwa akurasi sintesis protein mitokondria yang  
meningkat memberi kontribusi 27% rata-rata harapan masa hidup  
yang lebih panjang.  
B. Perubahan Mitokondria dan Apoptosis Sel
Mitokondria memegang peranan kunci dalam apoptosis atau  
bunuh diri sel (cell suicide). Pelepasan sitokrom-c dari mitokondria  
ke dalam sitoplasma yaitu  menjadi inisiasi distruksi sel (apoptosis)  
oleh enzim caspase. Pelepasan sitokrom-c ke dalam sitoplasma dapat  
2+ terjadi melalui mekanisme yang tergantung ion kalsium (Ca -
2+ dependent mechanism) atau Ca -independent mechanism. Dalam  
kasus yang tergantung ion kalsium kelebihan beban kalsium dalam  
mitokondria akan memicu pembukaan mitochondrial permeability  
transition pore (MPTP), yang melakukan penetrasi membran dalam  
dan luar yang merupakan tempat keberadaan protein channel antara  
matriks mitokondria dan sitosol yang ada  di bagian luar  
mitokondria. MPTP yaitu  protein kompleks yang terdiri tiga  
protein, yaitu VDAC (porin) pada membran luar, ANT (adenine
nucleotide translocator) pada membran dalam dan siklofilin-D.  
Siklofilin-D yaitu  protein yang berikatan dengan ANT untuk  
meningkatkan pembentukan MPTP, meningkatnya sensitivitas
komponen-komponen MPTP dipengaruhi oleh ion-ion kalsium.  
Masuknya sebagian besar pelarut dan penggabungan dengan air ke  
dalam matriks mitokondria memicu  mitokondria akan
membengkak (swelling) dan pecah, melepaskan sitokrom-c ke dalam  
sitopalsma.
Pada kasus yang tidak tergantung ion kalsium memerlukan dua  
sitokrom-c melalui peristiwa yang terjadi secara terpisah, yaitu (1)  
pembentukan beberapa  besar porus dalam membran luar mitokondria  
oleh protein-protein Bax atau Bak dan (2) pelepasan sitokrom-c dari  
membran dalam mitokondria. Kasus yang tidak tergantung kalsium  
dapat mengarah terjadinya apoptosis, dimana pada kasus yang  
tergantung ion kalsium yaitu  tanpa kecuali dikaitkan dengan  
nekrosis. Dalam apoptosis MPTP hanya akan membuka secara  
singkat, dimana dalam nekrosis MPTP akan selalu tetap membuka.  
Apoptosis memerlukan energi ATP, tetapi energi ATP terkuras atau  
tidak tersedia jika MPTP selalu tetap membuka. ada  ambang  
batas ion kalsium yang memicu  pembukaan MPTP dalam sel￾sel limfosit, pembukaan MPTP dalam mitokondria sel-sel otak dan  
hati mencit tua secara signifikan lebih rendah dibandingkan mencit  
yang masih muda.
Sitokrom-c secara normal selalu disediakan untuk membran  
dalam mitokondria oleh lipid kardiolifin (diphospatidilgliserol).  
Kardiolifin menyusun 10% membran dalam mitokondria dan hadir  
dengan konsentrasi yang rendah di membran luar mitokondria
(khususnya tempat kontak yang paling dekat antara dua membran).  
Secara khusus lipid jenis ini hanya ditemukan di membran  
mitokondria. Kardiolifin membran mitokondria kandungannya  
semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur, menghasilkan  
penurunan aktivitas sitokrom-c. Terjadi penurunan 40% kandungan  
kardiolifin dan aktivitas sitokrom-c yang lebih rendah yaitu 35% pada  
tikus tua dibandingkan dengan tikus muda. Pemulihan kandungan  
kardiolifin membran mitokondria dipulihkan melalui aktivitas  
sitokrom-c.
Oksidasi kardiolifin akan melepaskan sitokrom-c dari
membran dalam mitokondria, tetapi sitokrom-c yang tidak
dilepaskan ke dalam sitoplasma akan menginduksi apoptosis tanpa  
pembentukan porus besar pada membran luar mitokondria oleh  
protein Bax/Bak. Permeabilitas membran terhadap Bax/Bak terjadi  
pada bagian yang istimewa yaitu tempat kontak yang merupakan  
bagian yang kaya kardiolifin yang terletak antara membran luar dan  
membran dalam mitokondria. Tetapi permeabilitas membran
terhadap Bax/Bak pada membran luar mitokondria secara sendirian  
mungkin cukup untuk menginduksi apoptosis.
Jika hanya satu atau beberapa mitokondria yang melepaskan  
sitokrom-c mungkin apoptosis tidak akan terjadi, tetapi mitokondria  
yang telah mengalami kerusakan akan sendirinya mitokondria  
ini  akan mengalami degradasi. Terjadinya kerusakan jumlah dan  
struktur mitokondria yang menghasilkan radikal bebas secara  
berlebihan dapat dieliminasi.

 
 
 
Pengaruh Glikasi terhadap Penuaan
Protein yaitu  merupakan pemanjangan rantai asam amino  
(polimer asam amino atau polipeptida). Protein sel hewan terdiri dari  
20 macam asam-asam amino yang berbeda. Asam-asam amino  
semuanya merupakan senyawa organik dengan gugus amino yang  
+ -
diprotonasi (-NH ) dan gugus karboksil yang diionisasi (-COO ) 3
yang dilekatkan dengan atom karbon dengan cara yang sama (alpha￾position). Pertautan gugus karboksil pada satu asam amino dengan  
gugus amino pada asam amino lain (dan hilangnya molekul air)  
yaitu  dasar ikatan peptida. Ikatan-ikatan peptida dibentuk di  
ribosom sel selama sintesis protein.
Protein dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh radikal  
bebas dan glikasi (glycation). Glikasi atau juga disebut reaksi  
Maillard atau glikosilasi non-enzimatik yaitu  reaksi yang mereduksi  
gula-gula yang kemudian dilekatkan dengan protein-protein tanpa  
bantuan enzim (contoh gula reduksi yaitu  glukosa yang dipakai 
dalam kriopreservasi). Peristiwa ini terjadi dengan cara
membebaskan gugus amina pada asam amino lisin atau arginin, yang  
tidak terlibat dalam ikatan peptida.  
Glikasi yaitu  pembentukan ikatan ganda antara gugus  
aldehida glukosa dengan gugus amino lisin dengan mengeliminasi  
molekul air. Ikatan ganda antara karbon glukosa dengan nitrogen lisin  
yaitu  imina (juga disebut Shiff base). Gugus imina dapat secara  
cepat melakukan penyusunan atom-atom kembali seperti karbon 2  
pada glukosa yang kehilangan dua atom hidrogen yang akan  
menghasilkan gugus karbonil (>C=O). Dalam kondisi hidrogen pada  
karbon dan nitrogen yang jenuh maka akan terjadi pembentukan  
gugus imina kembali. Penyusunan kembali struktur ini disebut  
produk Amadori (ketoamin). Pembentukan glikasi dan produk  
Amadori merupakan reaksi reversibel yang bersifat sempurna. Tetapi  
pembentukan advanced glycation end-products (AGEs) hasil
oksidasi produk-produk Amadori bersifat irreversibel.  
AGEs dalam jaringan akan meningkatkan laju produksi radikal  
bebas 50 kali lebih besar daripada laju produksi radikal bebas oleh  
protein-protein yang tidak mengalami glikasi (unglycated proteins).  
AGEs akan dilekatkan ke kolesterol LDL untuk meningkatkan  
oksidasi dan secara bertahap akan memicu  terjadinya
aterosklerosis. Protein cross-linked yang bersifat irreversibel pada  
AGEs dalam pembuluh kolagen juga memberi kontribusi terjadinya  
aterosklerosis, dan juga memicu  kegagalan ginjal pada orang  
yang menderita diabetes. Katarak yaitu  penyakit yang dipicu   
oleh protein-protein yang tidak terlarut urea (urea-insoluble proteins)  
dalam lensa mata. AGEs semakin memperburuk protein cross-

lingking dalam tubuh pasien yang mengalami penyakit Alzheimers,  
karena meningkatkan kematian neurons. AGEs dapat dibentuk dalam  
tubuh dari glikasi dan oksidasi atau dapat diingesti secara langsung  
dari makanan-makanan yang dicoklatkan (seperti pembakaran kulit  
unggas) atau rokok tembakau. Rata-rata sepertiga diet yang  
mengandung AGEs yang diabsorbsi, diekskresikan dalam urin dan  
sisanya tetap berada dalam tubuh.
Laju glikasi pada penderita diabetes yang tinggi memberi bukti  
bahwa diabetes memberi pengaruh besar terhadap terjadinya  
penuaan. Glikasi hemoglobin sering dipakai  sebagai pengukuran  
waktu yang terintegrasi (time-integrated) pada kadar glukosa darah  
penderita diabetes. AGEs memicu  gejala-gejala umum yang  
merupakan indikator penuaan, seperti dampak yang merugikan kulit,  
paru-paru, otot-otot, pembuluh darah dan fungsi organ secara umum.  
Meningkatnya resistensi insulin dan gejala-gejala lainnya pada  
penderita diabetes merupakan tanda-tanda penuaan secara umun.  
Aterosklerosis yang terjadi pada penderita diabetes dan reduksi  
secara umun aliran darah merupakan resultante yang memicu   
banyak dampak yang merugikan terhadap sistem-sistem organ.
Meskipun sebagian besar protein memiliki  waktu hidup  
yang pendek (short-live) (protein liver tikus memiliki  half-life 3  
hari), beberapa protein seperti, kristalin dalam lensa mata pada  
mamalia memiliki waktu hidup (lifetime) yang lama. Kristalin￾kristalin lensa mata, kolagen dan protein membran basal merupakan  
protein-protein yang sangat rentan terhadap cross-lingking dan  
pembentukan AGEs karena protein-protein ini  memiliki   
waktu hidup sangat lama, dengan laju pergantian (turnover) yang
rendah.  
Dalam matriks ekstraseluler atau kulit yang megalami penuaan  
(senescense) protein cross-lingking utama yaitu  glukosa lisin￾arginin yang merupakan produk glucosepane. Dalam pasien non￾diabetik yang berumur 90 tahun memiliki  kandungan glucosepane
sekitar 50 kali cross-lingking dari semua bentuk cross-lingking yang  
ada, dan memiliki  privalensi lebih besar dua kali lipat dalam  
diabetik daripada non-diabetik. Dalam diabetik, faktor pertumbuhan  
seperti faktor tumbuh TGF-β (transforming growth factor beta)  
meningkatkan sintesis protein matriks ekstraseluler. AGEs cross￾links dapat dirusak oleh N-phenacyl thiazolium bromide (PTB), tetapi  
3-phenacyl-4,5-dimethylthiazolum chloride (ALT-711) secara efektif  
lebih bersifat merusak cross-links daripada PTB.
B. Studi Kasus Glikasi pada Hewan-Hewan Vertebrata
Jumlah kolagen pada hewan mamalia diketahui sekitar  
sepertiga dari total protein tubuh. Cross-lingking kolagen di kulit,  
otot-otot dan organ-organ secara menyeluruh dalam tubuh
memicu  hilangnya elastisitas otot-otot dan jaringan yang  
merupakan ciri-ciri terjadinya penuaan. Cross-lingking pada protein￾protein akan membuat jaringan ikat kehilangan elastisitas,
meningkatnya aterosklerosis, menurunnya fungsi ginjal, semakin  
lambatnya penyembuhan luka, menurunnya kapasitas total paru-paru  
dan akhirnya dapat memicu  terjadinya penyakit katarak. Cross￾lingking juga dapat memicu  terjadinya aterosklerosis melalui  
peningkatan pembentukan kolesterol LDL dan kolesterol ini tidak  
dikenali oleh reseptor LDL, sehingga memicu  peningkatan
LDLdalam darah yang memicu  aterosklerosis.
Burung-burung memiliki  kadar glukosa darah 2-10 kali  
lebih tinggi, laju metabolik yang lebih besar dua kali lipat dan  
0 0
temperatur tubuh 2 C-4 C lebih tinggi daripada hewan-hewan  
mamalia yang memiliki ukuran tubuh yang mirip dengan burung  
ini . Temperatur dan kadar glukosa darah yang tinggi
diperkirakan dapat meningkatkan glikasin dan pembentukan AGEs  
dan memicu  masa hidup burung-burung menjadi lebih panjang  
dibandingkan hewan-hewan mamalia yang memiliki  kemiripan  
dalam ukurannya. Burung-burung kolibri memiliki  tingkat glikasi  
hemoglobin yang sangat tinggi dibandingkan kebanyakan burung  
lainnya, tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan manusia  
non-diabetik, hal ini dipicu  karena burung kolibri memiliki   
tingkat pergantian sel darah merah yang lebih tinggi dan kontrol  
transport glukosa membran yang lebih baik.
Burung-burung memiliki  kandungan antioksidan urat dalam  
darah dua kali lipat lebih tinggi dibanding manusia dan laju produksi  
radikal bebas yang lebih rendah. Dipeptida carnosine (β-alanyl-L￾histidine) menghambat glikasi dan aktivitas chelating antioksidan  
logam. Konsentrasi karnosin pada otot-otot rangka memiliki   
korelasi dengan masa hidup hewan mamalia. Vitamin C juga  
memiliki  peranan sebagai anti-glikasi sama seperti aksi
antioksidan.
Sebagian besar glukosa tidak bersifat aktif untuk glikasi.  
Galaktosa 5 kali lebih reaktif daripada glukosa, fruktosa 8 kali lebih  
reaktif, dioksiglukosa 25 kali lebih reaktif, ribosa 100 kali lebih  
reaktif dan dioksiribosa 200 kali lebih reaktif. Sukrosa disusun oleh
dua monosakarida glukosa dan fruktosa, sedang  laktosa (gula  
susu) disusun oleh dua monosakarida glukosa dan galaktosa.  
Beberapa aldehida diproduksi oleh peroksidasi lipid dan lebih reaktif  
dibandingkan dengan sebagian besar gula atau karbohidrat.
Konformasi siklik glukosa lebih sensitif dibandingkan sebagian besar  
monosakarida lainnya, membuat glukosa ini paling resisten terhadap  
glikasi dan oksidasi. Glukosa banyak dipakai  oleh sebagian besar  
organisme sebagai sumber energi.
 
 
 
Pengaruh Perubahan Sistem Imun terhadap Penuaan
Menurut teori sistem imun pada penuaan, penuaan dipicu   
oleh menurunnya kemampuan sistem imun untuk melakukan  
differensiasi protein ”foreign” dari ”self”. Tidak hanya itu saja, sistem  
imun menjadi menurun kemampuannya untuk melawan infeksi dan  
kanker. Penurunan fungsi sel juga dapat memicu  penyerangan  
jaringan induk oleh sistem imun. Arthritis, psoriasis dan penyakit￾penyakit autoimun lainnya akan meningkat seiring dengan
meningkatnya umur. ada  suatu bukti bahwa gen-gen
memiliki  sifat histokompatabilitas, seperti gen-gen yang
mempengaruhi perbaikan DNA dan gen-gen yang mempengaruhi  
produksi SOD yang semuanya akan berpengaruh terhadap
panjangnya masa hidup. Lokasi gen-gen ini  sangat berhubungan  
erat dengan kromosom 6 pada manusia.
Leukosit-leukosit (sel-sel darah putih), merupakan komponen  
dasar sistem imun (jumlahnya sebanding dengan protein-protein komplemen). ada  leukosit yang 65% terdiri dari granulosit￾granulosit kasar (neutrofil), 5% monosit yang dapat menjadi  
makrofaga dan 30% limfosit. Limfosit merupakan subklasifikasi dari  
limfosit –B (B-cells) atau limfosit-T (T-cells) berdasar  pada  
kematangan sel-sel ini  dalam sumsum tulang atau kelenjar  
thimus (semua limfosit awalnya berasal dari sumsum tulang).  
Antigen-antigen yaitu  bagian molekul-molekul patogen yang  
beraksi dalam tubuh yang spesifik dengan antibodi. Sel-sel limfosit-B  
akan menghasilkan antibodi-antibodi (imunitas humoral) terhadap  
antigen-antigen, sedang  sel-sel limfosit-T secara langsung  
berikatan dengan antigen-antigen (imunitas seluler).
Kelenjar thimus pada sistem imun memiliki  pengaruh yang  
besar terhadap berat dan terjadinya pengkerutan kulit selama dan  
setelah masa pubertas dengan jaringan limfoid yang digantikan oleh  
lemak. Pengkerutan yang dipicu  oleh proses yang terjadi dalam  
kelenjar thimus jauh lebih cepat daripada penuaan yang terjadi secara  
progressif. Pada umur 50 tahun kelenjar thimus pada manusia secara  
khas hanya memiliki  5-10% dari berat awalnya. Sel-sel limfosit-T
yang tersisa dan masih berfungsi pada umur di atas umur dewasa  
memicu  proliferasi perifer, meskipun pada saat umur tua terjadi  
penurunan proliferasi.
Karena kelenjar thimus yaitu  organ tempat pematangan sel  
limfosit-T, maka kelenjar thimus akan melakukan kerja lagi secara  
berulang setelah proses pematangan (maturation) selesai. Dalam  
sistem pematangan sel limfosit-T, kelenjar thimus akan
menghasilkan berbagai macam sel-sel limfosit-T, setiap sel
diprogram untuk mengenali dan berperang terhadap antigen-antigen yang berbeda. Sel limfosit-T yang berperang dengan self-substances
akan dieliminasi dengan cara apoptosis.
Sistem imun memakai  proliferasi dan apoptosis untuk  
membuat dan menyeleksi sel-sel limfosit-T. Sistem imun
memakai  ekspansi klonal (sel-sel limfosit-T akan melakukan  
proliferasi secara cepat membentuk klon tunggal terhadap antigen  
tunggal) dan apoptosis untuk mengendalikan jumlah sel-sel limfosit￾T yang tersedia untuk berperang terhadap antigen-antigen spesifik.  
Injeksi protein apo-1 ke dalam sel akan memicu apoptosis. Tetapi  
protein Bcl-2 dapat mencegah sel dari apoptosis. Dengan penuaan,  
jumlah sel-sel limfosit-T yang mengalami maturasi akan meningkat  
dan peningkatan ini merupakan perwujudan apoptosis. Hal ini  
merupakan bukti bahwa apoptosis tidak memiliki  hubungan  
dengan penurunan ekspresi gen Bcl-2 atau stres oksidatif.
Sel-sel limfosit-T yang tidak berperang melawan antigen  
spesifik sejak awal masa pembuatannya disebut sel-sel limfosit-T
naive (naive T-cells), sedang  sel-sel limfosit-T yang melakukan  
perbanyakan secara klonal dan melakukaan ekspansi menyerang  
antigen secara invasif disebut sel-sel limfosit-T memori (memory T￾cells). Sel-sel limfosit-T memiliki  perbandingan memory T-cell  
dengan naive T-cells lebih tinggi pada saat umur tua daripada umur  
muda. Pada saat umur tua memory T-cells memiliki  protein  
permukaan CD28 dengan kadar yang menurun dibanding memory T￾cell pada saat masih muda dan dengan demikian menurunkan  
kemampuan untuk membelah ketika kehadiran suatu antigen. Ligasi  
CD28 diperlukan untuk produksi sitokin-sitokin IL-2. Pada saat umur  
tua memory T-cells memiliki  telomere yang pendek dan mengalami akumulasi karena meningkatnya kerusakan yang
dipicu  oleh apoptosis.
Dua bentuk utama atau predominan sel-sel limfosit-T yaitu   
cytotoxic T-cells (dengan reseptor permukaan CD8) dan helper T￾cells(dengan reseptor permukaan CD4). Cytotoxic T-cellsmenyerang  
bakteri atau sel-sel kanker dengan melubangi sel dengan cara  
menghantam dan menginjeksikan protein-protein toksin. Helper T￾cells mensekresikan faktor-faktor pertumbuhan (growth factors)  
sitokin yang menempatkan ekspansi secara klonal T-cells lainnya  
atau antibodi yang dihasilkan oleh sel-sel limfosit-B. Helper T-cells
lebih banyak jumlahnya pada saat umur muda dan telah matang  
seksual, tetapi pada umur tua rasio CD28 dengan CD4 akan menjadi  
meningkat dengan kata lain terjadi penurunan helper T-cells dan  
peningkatan cytotoxic T-cells. CD28 T-cells menjadi lebih resisten  
untuk apoptosis dengan penuaan, sedang  CD4 T-cells menjadi  
lebih memiliki  kepekaan untuk melakukan apoptosis.  
Ada dua tipe helper T-cells, yaitu TH1 (tipe I) dan TH2 (tipe 2).  
Sel-sel TH1 meningkatkan pertumbuhan sel-sel limfosit-T dengan  
menghasilkan interleukin-2 (IL-2), sedang  sel-sel TH2
meningkatkan pertumbuhan sel-sel limfosit-B dengan menghasilkan  
interleukin-4 (IL-4). Sel-sel TH1 memiliki peran lebin menonjol  
dalam infeksi autoimun, sedang  sel-sel TH2 lebih menonjol  
dalam infeksi virus. Dalam umur muda dan telah matang seksual sel￾sel TH1 lebih menonjol, tetapi pada saat umur tua sel-sel TH2 lebih  
menonjol. Lebih lanjut, penuaan diiringi dengan kemunduran IL-2  
dan juga reseptor IL-2 secara signifikan, fenomena ini memicu   
terjadinya penurunan secara sifnifikan proliferasi sel-sel limfosit-T
(clonal expansion) dalam merespon antigen yang kelihatan pada saat  
umur tua. Penurunan aktivasi sel-sel limfosit-T dipicu  
penurunan produksi IL-2, terutama dipicu  oleh kerusakan  
proteasom akibat proses oksidasi yang menurunkan kemampuan  
penginduksian gen-gen yang mengkode faktor-faktor transkripsi.  
Signal proliferasi T-cells dalam respon antigenik atau
mitogenik (stimulasi pembelahan sel) akan menurun seiring dengan  
bertambahnya umur dan nampaknya penurunan signal ini dipicu   
oleh menurunnya aktivitas cascade mitogen activating protein kinase
(MAPK) yang memicu  signal-signal pada permukaan sel  
merubah ekspresi gen. CRAN secara signifikan menurunkan  
aktivitas MAPK yang dikaitkan dengan penuaan. Tetapi suplementasi  
selenium memperlihatkan terjadinya pemulihan proliferasi sel-sel  
limfosit-T dalam mencit yang bertambah umur atau pada mencit  
muda dewasa yang normal.
Rendahnya proliferasi T-cells dan rendahnya rasio CD4/CD8  
memiliki indikasi yang tinggi bahwa masa hidup akan menurun 2  
tahun pada orang yang berumur kisaran 86-92 tahun. Melatonin akan  
meningkatkan rasio CD4/CD8. Fungsi imun sangat penting untuk  
masa umur tua karena infeksi yang terjadi pada umur ini dapat  
memicu  meningkatnya persentase kematian untuk umur di atas  
80 tahun. Sel-sel natural killer (NK) berbeda dari cytotoxic T-cells,  
dimana sel-sel ini memiliki  kemampuan melisiskan sel-sel  
patogenik tanpa melibatkan antigen. Sel-sel NK akan menurun  
aktivitasnya seiring dengan bertambahnya umur, tetapi penurunan ini  
sebagai kompensasi karena meningkatnya jumlah sel-sel NK. Orang  
yang berumur di atas 100 tahun, menurunnya aktivitas sel-sel NK nampak tidak menurunkan rasio sel-sel CD8/CD4 pada umur muda.
B-cells dari hewan yang mengalami penuaan menghasilkan  
penurunan antibodi dan menurunnya ekspresi protein reseptor  
permukaan CD40 yang memicu  aktivasi dan differensiasi B￾cells. Penurunan aktivitas T-cells seiring dengan bertambahnya umur  
yaitu  sebagai respon terhadap penurunan sebagian besar B-cells,  
baik jumlah maupun aktivitasnya.  
Makrofaga yaitu  sel-sel dalam sistem imun yang memakan  
partikel-partikel asing (meliputi bakteri) dan mencerna partikel￾partikel ini  dalam organel lisosom. Monosit-monosit yaitu  sel￾sel kecil dalam sirkulasi darah yang membesar menjadi makrofaga  
setelah melakukan migrasi ke dalam jaringan. Monosit dari manusia  
yang sudah berumur tua, kapasitasnya mengalami penurunan yang  
besar untuk menghasilkan sitokin interleukin-1 (IL-1) dan radikal￾radikal bebas toksik. Makrofaga-makrofaga ini  akan
membunuh partikel-partikel asing (bakteri) atau sel-sel kanker.  
Namun demikian, superoksida, hidrogen peroksida, ion-ion hidroksil  
dan nitrit oksida dihasilkan oleh neutrofil dan makrofaga-makrofaga  
untuk membunuh bakteri yang menyerang jaringan asli (native) yang  
mengalami inflamasi kronis pada saat umur tua. Spesies oksidan dan  
nitrit oksida merupakan produk yang bersifat reaktif menghambat  
perbaikan DNAyang dimediasi oleh PARP.
Terjadinya penurunan beberapa sistem imun seiring dengan  
bertambahnya umur atau pada saat umur tua dipicu  oleh protein  
cross-lingking dalam jaringan dan pembuluh darah yang menurunkan  
mobilitas sel-sel imun dan akses ke daerah infeksi. Nutrisi yang  
rendah pada saat umur tua merupakan salah satu faktor penyebabnya. Supl emen-supl emen yang mengandung di e t nutri en
direkomendasikan untuk diperbolehkan (plus ekstra vitamin E dan  
beta karoten) yang secara signifikan dapat meningkatkan status imun  
pada orang tua. Suplemen dengan hormon steroid (DHEA) akan  
meningkatkan IL-2 dan meningkatkan aktivitas interferon-gamma  
dalam mencit.
Sifat rentan yang memicu  kematian oleh influensa dan  
pneumonia akan meningkat secara cepat seiring dengan terjadinya  
penuaan. Orang dengan umur 50-60 tahun hampir memiliki   
potensi 10 kali lipat mengalami kematian dibanding orang yang  
berumur antara umur 5-49 tahun yang menderita influensa atau  
pneumonia yang dikaitkan dengan kematian. Orang yang berumur di  
atas 65 tahun 10 kali lipat memiliki  potensi mengalami kematian  
apabila terkena penyakit influensa yang dikaitkan dengan kematian  
daripada orang yang berumur antara 50-64 tahun. Orang yang  
berumur di atas 85 tahun memiliki  potensi kematian 16 kali lipat  
apabila terkena influensa yang dikaitkan dengan kematian
dibandingkan orang yang berumur 65-69 tahun. Vaksinasi pada umur  
lanjut akan menurunkan kejadian influensa yang memicu   
kematian sebesar 50%.
B. Pengaruh Inflamasi terhadap Penuaan
Dengan penuaan, akan terjadi peningkatan kandungan secara  
kuantitas sitokin proinflamasi dalam tubuh, seperti TNF-α, IL-1 dan  
IL-6. Peningkatan dalam sel-sel memori menghasilkan sitokin IL-4  
dan IL-10 yang diproduksi oleh sel-sel memori. Pendedahan penyakit  
infeksi selama masa hidup (lifetime) akan menurunkan masa hidup (lifespan) dengan ditingkatkannya imunosenescense dan inflamsi  
kronis. Inflamasi kronis akan memicu  implikasi terjadinya  
penyakit aterosklerosis, arthritis, penyakit Alzheimers, kanker,  
sindrom-sindrom metabolik (diabetes tipe 2) dan beberapa  
penderitaan lainnya yang dipengaruhi oleh umur tua. Inflamasi bukan  
merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan dan degenerasi  
pada saat penuaan, tetapi inflamasi memberi kontribusi terjadinya  
kerusakan. Radikal-radikal bebas dan glikasi dioksidasi (oxidixed  
glycation) menghasilkan produk-produk (AGEs) yang merupakan  
kontributor terjadinya inflamasi kronis.
Penuaan dikaitkan dengan meningkatnya aktivitas faktor  
transkripsi pro-inflamasi NF-КB. NF-КB normalnya akan berikatan  
dengan protein IКB dalam sitoplasma, tetapi kemudian akan  
dilepaskan masuk ke dalam nukleus ketika terjadi infeksi, stres  
oksidatif atau sitokin-sitokin pro-inflamasi memicu  degradasi  
protease secara berurutan pada protein IКB yang tersebar secara  
merata di seluruh bagian sel. NF-КB akan meningkatkan transkripsi  
gen-gen yang mengkode TNF-α dan IL-1 yang dapat menghasilkan  
loop feedback positif. Radikal-radikal bebas (reacitive oxygen  
species/ROS) memiliki  kemampuan memicu  pelepasan NF-
КB dan ROS yang diproduksi oleh inflamasi juga menghasilkan loop  
feedback positif. NF-КB dan TNF-α yaitu  dua biomarker penting  
yang dikaitkan dengan penuaan seiring dengan meningkatnya  
inflamasi kronis. Meskipun glukokortikoid dan CRAN meningkat  
seiring dengan penuaan dan dapat menghambat NF-КB, stimulasi  
NF-КB yaitu  merupakan stresor predominan. Tidak hanya
pelepasan NF-КB ke dalam nukleus dari sitoplasma yang meningkat seiring dengan meningkatnya umur, tetapi penuaan menghasilkan  
pengikatan NF-КB dengan DNAmenjadi lebih kuat.
NF-КB diinduksi oleh inflamasi yang bersifat kronis dalam  
kombinasi dengan sifat kemampuannya untuk menekan apoptosis  
(menghambat eliminasi sel-sel kanker) sering mengarah ke kanker.  
Kanker juga diinisiasi oleh induksi NF-КB pada inducible nitrit  
oksida sintethase (iNOS), memicu  terjadinya kerusakan DNA
dan penghambatan apoptosis oleh NF-КB terhadap kanker.
Disamping dari TNF-α (tumor necrosis factor alpha) yang diinduksi  
oleh NF-КB, TNF-α diproduksi oleh lemak visceral. Orang yang  
menderita kegemukan atau obese dapat menghasilkan TNF-α dua kali  
lebih banyak dibandingkan orang yang kurus. TNF-α dapat  
menginduksi apoptosis, tetapi hanya jika sintesis protein dihambat.
TNF-α akan menaikkan regulasi NF-КB dan IL-6 (interleukin-
6). IL-6 menaikkan regulasi sitokin IL-1 pro-inflamasi dan  
menginduksi hati untuk memproduksi protein CRP (C-reactive  
protein) inflamasi. Tetapi IL-6 juga menginduksi produksi sitokin IL-
10 anti-inflamasi yang menghambat TNF-α. CRPyaitu  faktor resiko  
penting untuk mengetahui kerusakan atau infark miokardial
(serangan jantung). riset  selama 4 tahun pada wanita
memperlihatkan selama 3 bulan atau seperempat tahun kadar CRP
paling tinggi yang memiliki  tingkat resiko lebih besar 15,7 kali,  
pada berkembangnya diabetes tipe 2 kadar CRP pada periode ini  
merupakan paling rendah. Demikian pula riset  yang dilakukan  
selama 4 tahun pada laki-laki, memperlihatkan selama 3 bulan kadar  
CRP paling tinggi dengan tingkat resiko 3 kali, pada dementia yang  
berkembang kadar CRP pada periode ini merupakan yang paling rendah.
Olahraga dapat memicu  anti-inflamasi karena
meningkatnya produksi IL-6 (yang tidak tergantung TNF-α ) oleh sel￾sel otot dan menurunkan CRP. Tidur yang cukup dapat menurunkan  
TNF-α dan sekresi IL-6 (keduanya yang menginduksi mengantuk dan  
kelelahan). Penurunan produksi IL-6 oleh pemberian hormon seks  
steroid membuktikan bahwa rata-rata masalah penurunan dengan  
kejadian cepat mengantuk dan kelelahan pada umur tua. DHEA juga  
dapat menurunkan produksi IL-6.
Aktivitas enzim sikloheksokinase meningkat seiring dengan  
bertambahnya umur, kadang-kadang peningkatan produksi
prostaglandin dapat menghambat proliferasi sel-sel limfosit-T.  
Meningkatnya kadar hidrogen peroksida mungkin merupakan respon  
untuk meningkatkan aktivitas sikloheksokinase yang terkait dengan  
bertambahnya umur, yang diindikasikan dengan vitamin E
memicu  aktivitas enzim sikloheksokinase semakin berkurang  
dan terjadi pemulihan proliferasi sel-sel limfosit-Tkembali.
AGEs bukan merupakan metabolit utama dari produk
metabolisme, tetapi dapat diingesti dalam diet atau tembakau rokok  
dan memberi pengaruh secara signifikan terjadinya inflamasi.  
Meningkatnya aktivitas NF-КB oleh AGEs sering dimediasi oleh  
reseptor untuk AGE (RAGE) yang dapat juga diaktivasi oleh TNF-α.  
NF-КB diaktivasi oleh stres oksidatif atau kenaikan regulasi AGEs  
melalui ekspresi RAGE (lebih banyak reseptor AGE), membuat loop  
feedback positif yang memperburuk inflamasi kronis.  
Meskipun kejadian penyakit kronis selalu dikaitkan dengan  
bertambahnya umur, orang-orang yang menderita penyakit jenis ini biasanya dapat mencapai masa hidup maksimum dan tidak mati  
dengan penyebab penyakit. Proses yang mengontrol faktor-faktor  
resiko seperti obesitas, olah raga, ingesti AGE dan suplementasi  
vitamin E cenderung dikaitkan dengan penyakit inflamasi dan  
penyakit kronis yang mendasari proses penuaan. Penyakit-penyakit  
kronis memiliki  keterkaitan yang erat dengan penuaan dan jenis  
penyakit ini memainkan peranan penting dalam proses degenerasi  
dan kerusakan yang memicu  penuaan.