Selasa, 11 Juli 2023

penyakit hewan mamalia 10





















pada mata akan mengenai khorion dan rentina sehingga memicu  
irridosklitis dan khorioditis (toxoplasmosis ophithal mica akuta). Bayi dengan 
toxoplamosis kongenital akan lahir sehat tetapi dapat pula timbul gambaran 
eritroblastosis foetalis dan hidrop foetalis.
2.  Patologi 
   Penderita toxoplasmosis umumnya menunjukkan adanya nodul-nodul 
nekrosa dalam paru-paru, hati, limpa, dan ginjal. Sel-sel disekitar nodul 
tersebut mengandung toxoplasmosis yang tergabung dalam koloni-koloni 
terminal (Pseudo-cysts) atau parasit-parasit itu terletak bebas dalam jaringan-
jaringan. Parasit ini juga banyak dijumpai didalam sel-sel pada pinggir ulkus-
ulkus usus.
   Didalam jaringan otak, parasit-parasit ditemukan didalam sel-sel glia 
atau neuron sebagai paraasit-parasit intra selluler dalam bentuk koloni-koloni 
terminal (pseudo cysts). Umumnya reaksi radang jelas terlihat, sebagai 
gliosis, mikroglia, atan astrosit-astrosit. Disamping itu dijumpai sel-sel limfosit 
dalam ruang virchow robin dan terjadi nekrosa lokal pada jaringan otak. 
Perubahan-perubahan ini paling banyak ada dalam cortex cerebralis. 
Protozoa ini juga dapat dijumpai pada selaput otak.
   Hati memperlihatkan adanya perdarahan lokal, yaitu gambaran 
degenerasi dan reaksi seluler disamping sarang-sarang nekrosa tersebut di 
atas. Parasit-parasit dapat ditemukan didalam makrofag atau didalam sel-sel 
hati. Adapun didalam limpa kadang-kadang dijumpai sel-sel reticulum dan 
makrofag-makrofag. Parasit- parasit terlihat didalam miokard yakni didalam 
makrofag-makrofag atau didalam miofi bril. Serabut-serabut otot mengalami 
degenerasi.
   Toxoplasmosis sekali-sekali ditemukan di dalam mata anjing. 
Disamping itu juga memperlihatkan gejala renitis, neuritis. Pada unggas, 
toxoplasmosis otak yaitu perubahan-perubahan yang sering terlihat.
   Umumnya pada anjing yang menderita toxoplasmosis ditemukan 
eksudat serosanguinous pada rongga tubuh, ada nodul-nodul kecil 
pada paru-paru, terjadi pembengkakan limfoglandula regional, pada usus 
ada tukak kecil terutama pada duodenum dan anus. Perivascular cuffi ng 
ditemukan di serebrum dan medula spinalis, sista ditemukan di otot, paru-
paru, limps, dan jantung. Pada kucing, pneumonia terjadi lebih intensif, 
rongga alveoli berisi fi broblast, sehingga konsistensinya berubah menjadi 
seperti paru-paru janin. Dari luar, paru-pans terlillat nekrotik yang tersebar 
dalam satu atau beberapa lobus. Anak-anak kucing yang induknya diinokulasi 
Toxoplasma pada saat bunting menunjukkan multifocal granulomatous 
encephalitis, miokarditis, miositis dan pneumonia interstitialis. Pada domba, 
sista ditemukan dalam otak bersamaan dengan adanya pembendungan dan 
infi trasi sel-sel perivascular cuffi ng. Toksoplasmosis pada sapi menunjukkan 
pembesaran limfoglandula submaksillaris, pneumonia hemorhagika dan 
kalsifi kasi dinding pembuluh darah.
3.  Diagnosa
   Pengenal hewan yang menderita toxoplasmosis sangat sulit karena 
tidak memberikan gejala klinis yang jelas. Diagnosis dini dapat ditegakkan 
dengan melakukan uji serologis untuk mendeteksi adanya antibodi (IgM atau 
IgG) baik secara indirect haemaglutination assay (IHA), direct ggutination test 
(DAT), inhibition fl uorescent assay (IFA) atau enzyme-linked immunosorbent 
assay (ELISA). Kit diagnosa cepat lainnya untuk penyakit ini yaitu  Field 
ELISA (FELISA) dan PCR.
4.  Diagnosa Banding
   Keguguran yang diakibatkan oleh toxoplasmosis pada kambing 
dan domba seringkali sulit dibedakan dengan keguguran akibat infeksi 
dengan Chlamydophila abortus, Coxiella burnetii, Brucella melitensis, 
Caprine dan Ovine brucellosis, Campylobacter fetus fetus, Salmonella spp, 
Border disease, Bluetongue, Wesselsbron’s disease dan penyakit akabane. 
Pada babi, sering juga sulit dibedakan pada kasus abortus karena Brucella 
suis. Beberapa litratur juga menyebutkan bahwa gejala toxoplasmosis mirip 
dengan distemper (anjing dan kucing), sistemik mikosis (histoplasmosis, 
cryptococcosis) dan Neospora caninum. 
5.  Pengambilan dan Pengiriman spesimen
   Sampel pada kambing atau domba yang keguguguran diambil 
dari kotiledon plasenta atau jaringan otak. Sampel jangan disimpan dalam 
frezer karena dapat membunuh parasitnya. Sebanyak 2-5 gr kotiledon atau 
jaringan otak per sampel, selanjutnya dimasukkan ke dalam PBS (Phosphate 
Buffered Saline) dengan pH 7.4 yang ditambah antibiotik (100 IU/ml penicillin 
dan 745 IU/ml streptomycin). Sampel dapat dikirim ke laboratorium  untuk 
diperiksa dan diinokulasi ke mencit.
   Pengambilan sampel dapat juga dilakukan di rumah potong hewan 
(RPH) dengan cara melakukan pemotongan pada otot diagframa sekitar 10 
gr. Potongan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan 
di termos dingin (6oC) atau lemari pendingin 4oC, selanjutnya dibawa ke 
laboratorium. 
   Sampel juga dapat diperoleh dari tinja kucing. Sebanyak 10 gr tinja 
diambil dan dimasukkan ke plastik, lalu disimpan di lemari pendingin 
4oC untuk pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium.
pengobatan : 
1.  Pengobatan
   Pada ternak pengobatan yang dilakukan yaitu  dengan pemberian 
preparat Clindamycin dengan dosis 25-50 mg/kg berat badan per hari dibagi 
menjadi 2 dosis, yaitu pagi dan sore diberikan secara per oral. Pengobatan 
ini diberikan sampai 2 minggu sesudah  gejala klinis hilang. Preparat yang lain 
yaitu  Sulfi dazine dengan dosis 30 mg/kg berat badan diberikan per oral 
setiap 12 jam . Bersama-sama dengan pemberian pyrimethamine 0,5 mg/kg 
berat badan, dan untuk mengurangi gejala samping yang timbul, maka pada 
waktu memberi makan perlu ditambahkan folinic acid 5 mg/hari .
   Obat toxoplasmosis yang dilaporkan cukup efektif yaitu  kombinasi 
pyrimethamine dengan trisulfapyrimidine yang mampu menghambat siklus 
p-amino asam benzoat dan siklus asam foist. Dosis yang dianjurkan untuk 
pyrimethamine ialah 25-50 mg per hari selama sebulan dan trisulfapyrimidine 
dengan dosis 2.000-6.000 mg sehari selama sebulan. Namun demikian, 
obat ini mempunyai efek samping leukopenia dan trombositopenia, maka 
dianjurkan untuk menambahkan asam folat dan yeast selama pengobatan. 
Trimetoprimn juga ternyata efektif untuk pengobatan toxoplasmosis tetapi bila 
dibandingkan dengan kombinasi antara pyrimethamine dan trisulfapyrimidine, 
ternyata trimetoprim masih kalah efektifi tasnya.
   Spiramycin yaitu obat pilihan lain walaupun kurang efektif 
tetapi efek sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat 
sebelumnya. Dosis spiramycin yang dianjurkan ialah 2-4 gram sehari yang 
di bagi dalam 2 atau 4 kali pemberian. Beberapa peneliti menganjurkan 
pengobatan wanita hamil trimester pertama dengan spiramycin 2-3 gram 
sehari selama seminggu atau 3 minggu lalu disusul 2 minggu tanpa 
obat. Demikian berselang seling sampai sembuh. Pengobatan juga ditujukan 
pada penderita dengan gejala klinis jelas dan terhadap bayi yang lahir dari 
ibu penderita toxoplasmosis.
   Vaksinasi Toxoplasmosis yang saat ini tersedia yaitu  vaksin hidup 
untuk domba, misalnya di Belanda terdapa Toxovax, Intervet BV; di New 
Zealand (Toxovax, Agvax, Ag Research). Saat ini vaksin-vaskin tersebut telah 
mendapatkan lisensi untuk dipakai di UK, Irlandia, Perancis, Portugal dan 
Spanyol. Vaksin ini akan menstimulasi immun protektif selama sekurang-
kurangnya 18 bulan pasca pemberian dosis tunggal dan mempunyai waktu 
efektif yang pendek serta berpotensi mempunyai dampak immunosupresi. 
2.  Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
a.   Pelaporan
        Tidak diperlukan laporan kepada Dinas Peternakan maupun 
Dinas Kesehatan. Namun dibeberapa negara bagian Amerika wajib 
melaporkan kejadian toksoplasmosis pada pihat terkait yang berfugsi 
untuk pemahaman lebih lanjut terhadap epidemiologi penyakit ini. Hewan 
penderita tidak memerlukan tindakan isolasi dan karantina. Imunisasi 
juga tidak diperlukan.
b.   Pencegahan
        Prinsip pencegahan toxoplasmosis yaitu  dengan memutus rantai 
penularan, sehingga oosista maupun sista tidak masuk ke dalam tubuh 
manusia maupun ternak. Dari cara penularan toksoplasmosis ke manusia, 
dapat terlihat jelas bahwa jalan utama masuk T.gondii ke dalam tubuh 
manusia yaitu  melalui mulut, atau dengan kata lain melalui makanan 
yang tercemar oleh trofozoit, oosista atau sista. Adapun beberapa 
langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
(1)  Mencuci tangan sebelum makan, memakai air dan sabun.
(2)  Mencuci bersih sayuran mentah, buah- buahan, dan lalapan 
sebelum dikonsumsi. Usahakan mencuci memakai air yang 
mengalir.
(3)  Berkebun sebaiknya memakai sarung tangan. jika terpaksa 
tidak memakai sarung tangan, sehabis berkebun harus mencuci 
tangan dengan air dan sabun.
(4)  Anak-anak sehabis bermain dengan pasir/tanah harus mencuci 
tangan dengan air dan sabun.
(5)  Mencegah kontaminasi makanan terhadap lalat dan kecoa. 
Usahakan makanan selalu ditutup.
(6)  Membiasakan diri selalu cuci tangan dengan sabun sesudah  kontak 
dengan semua bahan yang mungkin tercemari oleh ookista (daging, 
buah, sayur, dll).
(7)  Setelah membersihkan/mencuci daging, hati, otak mentah sebaiknya 
mencuci tangan dengan sabun untuk menghindari kemungkinan 
ada trofozoit atau kista yang tertinggal pada tangan.
(8)  Ibu-ibu pemilik kucing yang kebetulan sedang mengandung 
sebaiknya jangan membersihkan tempat kotoran kucing dan jangan 
membersihkan daging atau jeroan yang akan dimasak.
(9)  Tinja kucing dibakar atau diberi antiseptic (tidak lebih dari 1-2 hari).
(10) Kucing peliharaan sebaiknya diberi makanan matang, untuk 
memotong siklus hidup T.gondii.
(11) Kepada pemilik hewan terutama kucing hendaknya memeriksakan 
hewanya ke dokter hewan.
c.   Pengendalian dan Pemberantasan
        Perlakuan Pemotongan Hewan dan Daging
        Daging hewan yang menderita toksoplasmosis harus dimasak 
dengan baik hingga matang untuk membunuh parasit ini, sehingga aman 
untuk dikonsumsi,

TRICHOMONIASIS
Sinonim : Trichomonosis = (sekarang dinamakan Tritrichomonosis), Bovine 
Trichomoniasis, Bovine Genital Trichomoniasis, Bovine Trichomonad Abort
  
Trichomoniasis yaitu penyakit venereal pada hewan ternak yang dipicu 
oleh Tritrichomonas foetus (T. Foetus) yaitu dari jenis protozoa. Penyakit ini 
memicu kerugian yang sangat besar karena dapat memicu kawin 
berulang (repeat breeding), perpanjangan interval calving, dan penurunan 
reproduksi hewan ternak (infertilitas). Gejala klinis dari penyakit ini antara lain: 
vaginitis, cervicitis atau endometritis, pyometra, dan abortus pada kebuntingan 
usia muda (50-100 hari). Penyakit ini dapat menular melalui kawin alami ataupun 
inseminasi buatan dari sapi jantan yang terkena tritrichomonosis.
Untuk pertama kali trichomonas pada sapi dilaporkan oleh Kunstler pada tahun 
1888 di Paris, lalu dilaporkan juga oleh Mazzanti pada tahun 1900 di Italia. 
Dengan ditemukannya penyakit baru saat itu yaitu brucellosis, trichomoniasis 
menjadi kurang mendapat perhatian. Tahun 1924 - 1925, Drescher, Riedmuller 
dan Abelein di Jerman mengungkap kembali tentang trichomoniasis ini lebih 
lanjut. 
etiologi 
Agen pemicu penyakit ini yaitu  protozoa dari fi lum Sarcomastigophora, 
subfi lum mastigophora, kelas zoomastigophorea, ordo trichomonadida, famili 
trichomonadidae, genus tritrichomonas dan spesies Tritrichomonas foetus. 
Hospes alami (natural host) dari protozoa ini yaitu  sapi bos taurus dan bos 
indicus namun dapat juga menyerang babi, kuda, rusa, dan kucing. Agen tersebut 
memiliki panjang antara 8-18 µm dan lebar antara 4-9 µm. Berkembang biak 
dengan longitudinal binnary fussion.
Trichomoniasis pada sapi dipicu oleh protozoa berfl agela yang disebut 
Trichomonas foetus (T.foetus) atau T.uterovaginalis vitulae, T.Genetalis, T.Bovinus 
atau T.Mazzanti. Ciri khas dari trichimonas ini yaitu  memiliki membrana undulans 
sepanjang tubuhnya, 3 fl agella anterior berasal dari blepharoplast terletak pada 
bagian paling depan dari tubuh. Sebuah fl agellum posterior yang bebas dan 
gerakan spesifi k yang kuat dan terputus-putus berkembang kearah posterior 
sepanjang membrana undulans dan panjangnya hampir sama dengan fl agella 
anterior. Bentuk parasit menyerupai kumparan atau buah alpukat (avocado) 
dengan ujung depan membulat dan yang belakang meruncing, ukuran panjang 
10-25 µ dan lebar 3-15 µ. Protozoa ini mempunyai satu inti yang besar terletak 
dibagian depan. Didekat inti ada blepharoplast. Sepanjang tubuhnya ada 
axostyle yang berakhir menonjol lewat cincin chromatin dibagian posterior 
badannya. Kosta jelas terlihat. Axostyle tebal dan hialin, mempunyai kapitulum 
yang berisi butir-butir endoaxostyler dan cincin kromatik pada titik munculnya 
dan ujung posterior badan. Benda parabasalnya berbentuk sosis atau cincin. 
Tidak ada pelta.
Gambar 1. Penyebab Trichomoniasis pada sapi
(Sumber: http://www.ag.ndsu.edu)
Sifat Alami Agen
Trichomonas akan tahan hidup pada suhu kamar dalam larutan garam faali selama 
beberapa jam dan selama 24 sampai 48 jam pada suhu 40 °F. Pengeringan 
secara cepat dan sebagian besar antibiotika akan membunuh agen ini.
Protozoa ini bisa dibiakkan dalam berbagai media tertentu dan reproduksinya 
terjadi dengan pembelahan menjadi dua secara memanjang atau “longitudinal 
binary fi ssion”. Tidak diketahui adanya siklus hidup dengan perkawinan. Berada 
pada permukaan mukosa dan tidak melakukan invasi ke epitel.  Pada sapi jantan, 
protozoa ini ditemukan di preputium dan orifi cium urethralis. Konsentrasi tertinggi 
dari protozoa ini ada pada mukosa penis dan perbatasan posterior mukosa 
preputium. Sedangkan pada betina protozoa ini sering ada pada serviks.
Pada proses semen beku, daya hidup protozoa dalam semen tergantung 
berbagai faktor. Pembekuan cepat dan konsentrasi garam yang tinggi akan 
merusak agen ini. Disamping itu protozoa akan rusak pada fl uktuasi temperatur 
selama penyimpanan.
Gliserol yaitu bahan toksik pada protozoa pada temperatur lemari es, 
tetapi tidak berpengaruh pada temperatur yang lebih rendah (subfreezing) atau 
pada temperatur 37 °C.
epidemiologi 
1.  Spesies Rentan
   T.foetus diketahui menyerang sapi, zebu, serta kemungkinan babi, 
kuda dan rusa kecil (roe deer). Hewan percobaan laboratorium seperti 
kelinci, golden hamster, marmot, mencit dapat diinfestasi dengan T.foetus. 
Penyakit ini dapat menyerang baik sapi jantan maupun betina dan juga dapat 
menyerang kucing.
2.  Pengaruh Lingkungan
   Penyakit ini terseber luas di dunia. Di Inggris, prevalensi penyakit 
menurun secara dramatis yaitu di daerah yang melakukan inseminasi buatan 
dan sekarang penyakit ini tidak ada lagi.
3.  Sifat Penyakit
Penyakit ini bersifat menahun (kronis). Angka morbiditas tinggi (lebih dari 90% 
sapi betina yang rentan dapat terinfeksi bila dikawini pejantan yang sakit), 
namun angka mortalitas rendah. Peningkatan prevalensi Trichomoniasis 
bisa dipicu oleh pejantan terinfestasi yang tidak memperlihatkan gejala 
sakit.
   Masuknya trichomoniasis untuk pertama kali ke dalam kelompok 
ternak di daerah bebas dapat memicu angka infestasi tinggi. Sapi 
betina dapat menjadi resisten tanpa gangguan fertilitas, sehingga pemilik 
tidak menyadari adanya penyakit. Pada kawanan ternak yang terinfestasi, 
5-20% sapi betina tidak menjadi sakit. ini kemungkinan akibat daya 
tahan sapi cukup kuat, atau protozoa yang masuk tidak cukup menginfestasi. 
Ada kemungkinan juga bahwa kebuntingan berjalan normal walaupun sapi 
mengidap penyakit. Dalam keadaan ini protozoa dapat diisolasi.
4.  Cara Penularan
Penyakit ini ditularkan melalui koitus secara alami, dapat juga melalui 
penggunaan semen atau peralatan yang terkontaminasi pada inseminasi 
buatan. Penularan non venereal jarang dijumpai. Parasit ini dapat 
bertahan di dalam semen yang disimpan dalam suhu 5 oC maupun semen 
cryopreservation
5.  Distribusi penyakit
Adanya tricomonasis di negara kita  ditemukan oleh mansjoer pada tahun 1967 
pada sapi perah di daerah Lembang (Bandung), lalu dilaporkan adanya 
kasus pada dua ekor sapi pejantan (FH) di grati, Pasuruan tahun 1976 oleh 
Sidik Mulyo yang di teguhkan oleh Bouters. Pada butan April 1997 berhasil 
diisolasi protozoa tersebut dari sapi perah di Pasuruan, Jawa Timur dalam 
pupukan GBS (glucose, broth serum) yang lalu disebut Trycomonas 
isolat pasuruan yang secara morfologik identik dengan T foetus. Saat ini 
penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia. 
D.  PENGENALAN PEYAKIT
1.  Gejala Klinis
Gejala Trichomoniasis sulit ditentukan karena kurang jelas dan tidak spesifi k. 
Umumnya diketahui sesudah  penyakit menyebar pada suatu kawanan ternak 
dan terjadi masalah pada fertilitas ternak tersebut.
   Gejala klinis pada sapi jantan
   Sapi jantan yang terinfestasi oleh T.foetus tidak menunjukan 
gejala klinis (asimptomatis). Kualitas semen dan perilaku seksualnya 
tidak terpengaruhi. Namun semen yang dihasilkan oleh pejantan dapat 
terkontaminasi oleh T.foetus sehingga dapat menular ke betina.
   Gejala klinis pada sapi betina
   Gejala klinis muncul sesudah  1,5 – 2 bulan post infestasi. Penyakit ini 
ditandai dengan munculnya endometritis, pyometra, kawin berulang (repeat 
breeding), dan aborsi pada tri semester pertama.
   Gejala klinis pada sapi yang digembalakan (herd)
a.   Gejala klinis yang muncul pada kawanan sapi yang digembalakan antara 
lain perpanjangan masa involusi uteri (calving interval) melebihi 90 hari.
b.   tingkat kebuntingan yang menurun.
c.    endometritis, pyometra, dan abortus.
d.   kembali estrus sesudah  kawin.
2.  Patologi
Secara patologi kelainan pada penyakit ini tidak khas, yaitu adanya placentitis 
dan endometritis. Di dalam kotiledon ditemukan sarang-sarang nekrosa dan 
perdarahan. Plasenta terlihat menebal dan ditutupi eksudat kental berwarna 
kekuningan. Bila fetus masih tertinggal di dalam biasanya dalam keadaan 
maserasi.
3.  Diagnosa
   Diagnosa sementara didasarkan atas sejarah dan gejala klinis 
namun harus dibuktikan minimal satu dalam kelompok hewan ditemukan 
T.foetus.
   Teknik Diagnosa
   T.foetus dapat didiagnosa dengan teknik langsung maupun tidak 
langsung. Diagnosa secara langsung dapat dilakukan dengan PCR, ELISA, 
atau kultur in vitro. Media yang spesifi k dipakai untuk kultur in vitro T.foetus 
antara lain media diamond, Mammalians Feeder Cells atau media komersial 
yang tersedia. Diagnosa tidak langsung dilakukan dengan intradermal test 
atau aglutination test.
   Intradermal test
   Tes intradermal pertama kali dilaporkan oleh Kerr 1944.  Dengan 
dosis 0,1 ml antigen “tricin” diinjeksikan intradermal di kulit leher. lalu 
ditunggu reaksinya 30-60 menit kemudian. Reaksi positif ditunjukkan dengan 
munculnya plak dangkal (>2 mm) pada daerah injeksi.
   Uji Serologi 
   Deteksi respon humoral terhadap T.foetus dapat ditunjukkan 
dengan serum darah, mukosa vagina, dan sekresi preputium. Mukus vagina 
dan sekresi preputium diamati lalu diuji dengan mucus aglutination. 
Sedangkan serum darah diamati dengan test ELISA.
4.  Diagnosa banding
   T.foetus dibedakan dengan genus protozoa yang lain seperti 
Monocercomonas, Bodo, Monas dan lain-lain yaitu dengan mengenali 
bentuk, besar serta ada tidaknya membrana undulans, axostyle, fl agella dan 
cara bergerak. Pada kejadian abortus pada trichomoniasis, vibriosis, dan 
brucellosis berturut-turut terjadi pada bagian sepertiga pertama, sepertiga 
pertengahan dan sepertiga terakhir masa kebuntingan. Pada brucellosis, 
selain gejala abortus dapat ditemukan retensio secundinae.
5.  Pengambilan dan pengiriman spesimen 
a.   Pada hewan jantan
(1)  Pengambilan spesimen dilakukan dengan memasukan kapas steril 
ke dalam preputium sampai ke daerah fornix sambil diulaskan dan 
diputarkan tangkai pemegang kapasnya. Pada daerah ini biasanya 
ada banyak Trichomonas. Kapas sesudah  dikeluarkan lalu 
dimasukan ke dalam botol berisi larutan NaCl fi siologis steril.
(2)  Pengambilan bisa dilakukan dengan pipet plastik steril (diameter 6-8 
mm dan panjang 40 cm) atau kateter yang dilengkapi dengan karet 
penghisap dimasukan ke dalam preputium sampai daerah fornix. 
Sekresi disedot dengan menekan karet berulang-ulang bersama 
dengan melewatkan pipet sepanjang preputium dan penis. Sekresi 
yang diperoleh dibilas dengan NaCl fi siologis sebanyak 6-10 ml dan 
ditampung dalam botol steril, ditutup rapat dan dimasukan ke dalam 
tempat berisi es. 
(3)  Cara lain dengan metode pembilasan (douche) preputium yaitu 
memasukan 50-100 ml larutan NaCI fi siologis steril melalui selang 
karet ke dalam preputium. lalu lubang preputium ditutupi 
dengan menekan kulitnya dengan tangan sambil dilakukan pijatan 
yang kuat didaerah fornix. Setelah itu larutan dikeluarkan lagi dan 
ditampung dalam botol steril.
        Catatan :
        -  Pengambilan spesimen dilakukan pada saat yang tepat.
-  Pejantan harus istirahat kawin selama 1 minggu untuk menghindari 
terhapusnya protozoa di permukaan penis pada waktu kawin. 
-  Setiap alat untuk satu ekor hewan. Rambut preputium harus dicukur 
serta lubang preputium dan sekitarnya harus dibersihkan dengan 
sabun dan dikeringkan dengan kapas untuk meghindari kontaminasi 
bahan oleh protozoa lain. 
-  Sebelum diperiksa hewan harus diberi obat penenang.
-  Penentuan diagnosa sekurang-kurangnya sesudah  6 kali pemeriksaan 
dengan selang waktu 1 minggu.
b.   Pada hewan betina
Eksudat yang keluar dari vagina diperiksa terhadap adanya T.foetus.
(1)  Penyekaan vagina. Sebuah spekulum dimasukkan kedalam vagina 
dengan secarik kain steril yang diikatkan pada sebuah kawat steril 
panjang 50 cm, untuk memperoleh mukus pada bagian luar servix 
dan bagian depan dari vagina. Kain dimasukkan kedalam botol steril 
berisi larutan NaCI fi siologis steril. Botol ditutup rapat dan dimasukkan 
pada tempat berisi es. Spekulum bisa dipergunakan ulang sesudah  
disucihamakan dan dibersihkan kembali.
(2)  Penyedotan ke dalam tabung. Untuk penyedotan material dipakai 
pipa gelas (diameter 9-11 mm dan panjang 45 cm) yang dihubungkan 
dengan pipa karet dan pompa suntik 20 ml. Pipa gelas steril atau 
pipet inseminasi dimasukkan ke dalam vagina. Dengan menghisap 
kuat dan gerakan maju mundur mucus disedot. Pipet ditutup dengan 
bahan plastik tipis dan diikat dengan karet gelang, lalu dimasukkan 
dalam tempat yang berisi es.
(3)  Pemakaian tampon. Tampon berukuran 5x2 cm disambung dengan 
70 cm tali dimasukkan ke dalam vagina bagian depan melalui 
sebuah pipa speculum gelas, logam atau plastik. Setelah masuk 
tampon, tampon didorong keluar dari spekulum memakai tongkat 
dan dimasukkan kebagian depan vagina. lalu tampon diambil 
dengan menarik talinya sesudah  2 menit atau lebih. Tampon lalu 
dimasukkan ke dalam botol steril berisi larutan NaCI fi siologis steril. 
Botol ditutup, rapat dan dimasukan dalam tempat yang berisi es.
(4)  Dalam pemeriksaan terhadap sapi betina, diagnosa dianggap negatif 
jika 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan selang waktu 1 
minggu memberikan hasil negatif atau jika terjadi siklus birahi 
normal 2 kali berturut-turut.
(5)  Untuk keperluan diagnosa dapat juga dilakukan dengan mengambil 
bahan plasenta cairan fetus, rongga mulut fetus dan isi perutnya 
terutama pada abomasum atau dengan memeriksa eksudat dan 
uterus.
pengobatan : 
1. Pengobatan
   Pada sapi yang mengalami abortus, pertama-tama dilakukan 
pembersihan sisa-sisa plasenta. lalu dilakukan irigasi dengan lugol 
1% atau 0,5% tripafl avin, atau larutan chlor 1-3%. Setelah bersih dimasukkan 
sulfanilamide ke dalam uterus karena kemungkinan terluka, juga diberikan 
suntikan antibotika untuk mencegah infeksi sekunder. Pada sapi betina bisa 
diberikan Metronidazol per oral dengan dosis sampai 50 mg/ per kilogram 
berat badan setiap hari selama 5 hari. ini akan mempercepat kesembuhan 
dan mencegah pyometra atau abortus. Sapi jantan pada prinsipnya tidak 
diobati dan dianjurkan untuk dipotong.
   Pengobatan tritrichomonosis terdiri atas 3 kali injeksi dengan 15 
hingga 30 gram ipronidazole secara IM dengan selang waktu 24 jam. Namun, 
sebelum pemberian ipronidazole, sebaiknya hewan diberikan antibiotik 
sistemik seperti tetracyclin atau penicilin. ini bertujuan untuk mematikan 
mikrofl ora normal dalam saluran reproduksi yang dapat menginaktifkan 
imidazole (turunan ipronidazole).
2.  Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
a.   Pelaporan
jika petugas menemukan sapi jantan maupun betina yang pantas 
disangka menderita trichomoniasis maka harus melaporkan hal tersebut 
kepada pimpinannya untuk diambil tindakan lebih lanjut.
b.   Pencegahan
Sampai sekarang belum ada vaksin untuk memicu  imunitas pada 
sapi-sapi terhadap trichomonas. Oleh karena itu kesembuhan diharapkan 
secara spontan dan menghindari terjadinya penularan baru pada kawanan 
ternak yang belum pernah terkena atau yang sudah sembuh kembali. 
Biasanya hewan yang sembuh mendapatkan kekebalan alamiah dan hal 
ini dinyatakan bahwa dalam observasi sapi tidak pernah mengalami 2 
kali keguguran oleh penyakit ini.
        Untuk mencegah penularan penyakit, perlu diambil tindakan 
pencegahan sebagai berikut :
(1)  Mengetahui asal-usul dan fertilitas sapi yang akan dimasukkan.
(2)  Memeriksa sapi betina dan jantan yang baru dibeli sebelum 
dimasukkan dalam kawanan ternak.
(3)  Pembelian sapi baru bukan dara atau tidak bunting tapi sudah 
dikawinkan, sebaiknya jangan dikawinkan dengan pejantan yang 
sudah ada, lebih baik dikawinkan dengan IB.
(4)  Semua sapi yang dibeli dalam keadaan bunting, sesudah  partus 
jangan dikawinkan secara alam sebelum lewat 90 hari post partus 
dan telah mengalami dua kali birahi normal berturut-turut.
(5)  Bila terjadi abortus pada sapi betina, seluruh bagian dari fetus 
dikeluarkan dan sapi diisolasi. Sapi yang lain diistirahatkan (tidak 
boleh dikawinkan).
(6)  Sapi betina yang sakit tidak dikawinkan sementara waktu sekurang-
kurangnya 90 hari.
(7)  Sapi jantan yang sakit dianjurkan dipotong.
(8)  Hewan yang dipotong dagingnya bisa dimakan, sedang alat-alat 
reproduksi beserta isinya harus dimusnahkan.
c.   Pengendalian dan Pemberantasan
        Manajemen Infeksi
        jika dalam suatu kawanan sapi terinfeksi T.foetus, maka dilakukan 
beberapa tindakan untuk meminimalkan kerugian antara lain :
(2)  Memeriksa semua pejantan. Pejantan yang terinfestasi lalu 
diobati atau dipotong dan digantikan dengan pejantan yang baru.
(3)  Memeriksa betina yang mengalami perpanjangan calving interval.
(4)  Menerapkan biosekuriti untuk mencegah masuknya penyakit.
(5)  Membagi sapi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok bersih dan 
kelompok kotor. Kelompok bersih terdiri atas betina baru yang tidak 
terinfestasi T.foetus.
(6)  Vaksinasi. Vaksinasi tidak mencegah transmisi dan  infeksi T.foetus 
hanya mengurangi durasi infeksi. Vaksinasi cukup efektif diberikan 
kepada betina tetapi tidak pada pejantan. Vaksinasi hanya diberikan 
jika pejantan tidak dapat diperiksa dan dikeluarkan dari kawanan.