Rabu, 12 Juli 2023

ekologi hewan 1






















Hewan, sebagaimana makhluk hidup lainnya, menempati lokasi 
bersama dengan makhluk hidup lainnya dan makhluk tak hidup yang 
bersama-sama membentuk lingkungan hidup hewan. Antara makhluk hidup 
dan lingkungannya saling berinteraksi satu sama lain dalam suatu sistem 
yang kompleks. Sistem yang terbentuk karena interaksi makhluk hidup 
dengan lingkungnya disebut ekosistem, sedangkan ilmu yang mempelajari 
ekosistem disebut ekologi. 
Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos yang berarti rumah dan logos
yang berarti ilmu atau studi tentang sesuatu. Dengan demikian ekologi 
didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang hubungan makhluk hidup 
(organisme) dengan lingkungannya. Ekosistem sebagaimana disebutkan di 
depan, merupakan suatu jejaring komunitas atau hubungan jejaring 
antarindividu yang menyusun satu kesatuan yang terorganisasi secara 
mandiri dan terdapat pola-pola dan proses-proses yang berjenjang secara 
kompleks. Ekosistem tersusun atas dua macam komponen, yaitu komponen 
makhluk hidup (biotik) dan komponen makhluk tak hidup (abiotik). 
Komponen abiotik terdiri dari komponen benda mati seperti batu, udara, 
sinar matahari, dan air; serta komponen kimia-fisik seperti gravitasi, suhu, 
curah hujan, dan salinitas. Ekosistem menyediakan berbagai sumber daya 
untuk kelangsungan hidup organisme di dalamnya yang biasanya dikenal 
juga sebagai biodiversitas (keragaman hayati). Biodiversitas yaitu konsep 
tentang variabilitas makhluk hidup dari berbagai sumber (ekosistem darat, 
laut, danau, sungai, dan sebagainya) dengan tingkatan dari gen, spesies, 
dan ekosistem. Secara praktis, biodiversitas biasanya hanya diperuntukkan 
untuk keragaman spesies, suatu konsep yang dikenal juga sebagai kekayaan 
spesies. Makhluk hidup dalam ekosistem membentuk hierarki dari yang 
terkecil, yaitu individu, populasi, sampai dengan komunitas. Individu ialah 
satu kesatuan makhluk hidup yang terdiri dari satu organisme, misalnya 
seekor gajah, seekor nyamuk, sebatang pohon kelapa, dan sebagainya. 
Individu-individu yang sejenis menyusun satu kesatuan yang disebut 
populasi. Beberapa populasi membentuk satu kesatuan yang disebut 
komunitas. 
Ekologi ialah subdisiplin dari biologi atau ilmu yang mempelajari 
tentang makhluk hidup. Kata ekologi ("oekologie") diciptakan pada tahun 
1866 oleh ilmuwan Jerman Ernst Haeckel (1834–1919). Haeckel merupakan 
seorang ahli hewan (zoolog), seniman, penulis, dan terakhir sebagai 
profesor anatomi komparatif. Para ahli filsafat Yunani sebelumnya seperti 
Hippocrates dan Aristoteles, merupakan para ahli yang bekerja dengan mengamati sejarah alam hewan dan tumbuhan, yang pada 
perkembangannya dikenal sebagai ekologi. Ekologi moderen pada 
umumnya merupakan percabangan dari sejarah alam, ilmu yang muncul 
pada akhir abad ke-10. Charles Darwin dengan teori evolusinya 
mengembangkan konsep adaptasi yang diperkenalkan pada tahun 1859 
merupakan batu pertama yang sangat penting dalam teori ekologi 
moderen. 
Ekologi tidak sinonim dengan lingkungan, paham lingkungan, sejarah 
alam, atau ilmu lingkungan. Ekologi sangat berkaitan dekat dengan fisiologi, 
evolusi, genetika, dan perilaku. Pemahaman tentang bagaimana 
keragaman hayati (biodiversitas) mempengaruhi fungsi ekologis merupakan 
bidang fokus yang penting dalam studi ekologi. Ekosistem 
mempertahankan setiap fungsi penyokongan hidup di planet Bumi ini, yang 
mencakup pengaturan iklim, penyaringan air, pembentukan tanah 
(pedogenesis), pangan, serat, obat-obatan, pengontrolan erosi, dan banyak 
fungsi lainnya seperti nilai sejarah, nilai sosial, estetika, dan ilmiah. Ekologi 
berupaya menjelaskan berbagai pertanyaan di bawah ini. 
a. Proses-proses hidup dan adaptasi 
b. Distribusi dan kelimpahan organisme 
c. Pergerakan/perpindahan materi dan energi melalui komunitas hidup 
d. Perkembangan suksesif ekosistem 
e. Kelimpahan dan distribusi biodiversitas dalam konteks lingkungan. 
Terdapat banyak aplikasi praktis ekologi dalam bidang biologi 
konservasi, manajemen sumber daya alam (pertanian, kehutanan, 
perikanan), perencanaan kota (ekologi urban), kesehatan masyarakat, 
ekonomi, ilmu dasar dan terapan, dan menyediakan kerangka konseptual 
untuk memahami dan meneliti interaksi sosial manusia (ekologi manusia).Ekologi hewan merupakan cabang ekologi dengan fokus kajian pada 
hewan, sehingga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan 
interaksi antara hewan dengan lingkungannya. Studi tentang distribusi 
hewan dimulai pada abad ke-19, tetapi secara formal perkembangan 
ekologi hewan baru dimulai pada tahun 1920-an. Ahli zoologi Inggris 
Charles Elton, yang menekankan pada studi populasi di alam liar, barang 
kali merupakan sosok yang paling berpengaruh. Elton bekerja lebih sering 
dengan hewan bernilai komersial, menyusun sejumlah konsep terminologi 
ahli alam, yang meliputi relung ekologi (niche), rantai makanan, piramida 
jumlah. Piramida jumlah menunjukkan pengurangan jumlah individu 
organisme, atau total kuantitas (berat) organisme pada setiap tahap 
suksesif dalam rantai makanan, dari tumbuhan dan hewan pemakan 
tumbuhan (herbivora) pada level bawah ke level yang lebih atas (karnivora 
besar) pada puncaknya. Seperti ekologi tumbuhan, beberapa aliran ekologi 
hewan muncul di Eropa dan Amerika Serikat pada awal pertengahan abad 
ke-20. 
Beberapa aliran, seperti Elton, memiliki fokus pada studi empiris 
interaksi antara predator-mangsa, sementara aliran lainnya terfokus pada 
organisasi komunitas, pola distribusi dan kelimpahan. Walaupun beberapa 
aliran yang pada awalnya bekerja pada bidang ekologi hewan terutama di 
Amerika Serikat, berusaha menyusun model untuk ekologi tumbuhan, dan 
mulai tahun 1930-an ekologi hewan muncul sebagai bidang kajian yang 
terpisah. Walaupun demikian, dalam implementasinya tidak mungkin untuk 
memisahkan kedua bidang tersebut, sehingga sering kali terjadi saling 
tumpang tindih atau saling mempengaruhi di antara ahli ekologi tumbuhan 
dan ahli ekologi hewan. 
Usaha yang efektif untuk mengintegrasikan dalam perspektif ekologi 
muncul dari biologi akuatik. Contoh yang sangat baik ditunjukkan oleh Karl Mobius pada akhir abad ke-19. Mobius bekerja dengan tiram di pesisir 
utara Jerman dan menjadi pionir studi limnologi dari François Alphonse 
Forel di Danau Swiss. Studi tersebut dilanjutkan pada awal abad ke-20 oleh 
beberapa ahli seperti August Thienemann di Jerman dan Einar Naumann di 
Swedia. Konsep tentang “biocenosis,” suatu komunitas terintegrasi yang 
mencakup seluruh bentuk hidup yang saling berasosiasi dengan menempati 
suatu habitat atau suatu lingkungan dengan kondisi tertentu telah diadopsi 
secara luas oleh ahli ekologi Jerman dan Rusia pada tahun 1920-an dan 
1930-an. Satu perpektif terintegrasi juga muncul pada ilmu tanah 
sebagaimana Sergei Winogradsky yang bekerja pada bidang mikrobiologi 
tanah, dan juga pada studi tentang siklus biogeokimia seperti yang 
dilakukan oleh ahli geokimia Rusia Vladímir Vernadsky, yang mengenalkan 
konsep “biosphere” pada tahun 1914. 
Konsep integrasi yang paling luas dan memiliki peran sentral yang 
memadukan keseluruhan konsep dalam ilmu ekologi ialah konsep 
“ecosystem” yang dikenalkan oleh ahli botani Inggris Arthur G. Tansley 
pada tahun 1935 yang pada awalnya digunakan secara efektif dalam bidang 
akuatik. Tansley adalah ahli ekologi tumbuhan ternama pendiri British 
Ecological Society pada tahun 1913. Pionir peneliti pada survei vegetasi, 
pengritik ide Clements tentang komunitas klimaks, seorang ahli konservasi 
dan murid dari Sigmund Freud yaitu Tansley menunjukkan pengalamannya 
pada permasalahan dalam mengidentifikasi unit ekologis ideal dalam 
penelitian. Ia menyarankan bahwa istilah ekosistem diterima tanpa 
memasukkan unsur-unsur misterius. Istilah baru yang diterima secara 
penuh dalam paper yang diterbitkan pada tahun 1942 oleh ahli limnologi 
muda Amerika, Raymond Lindeman. Dengan menggunakan konsep suksesi 
ekologi, piramida jumlah dan rantai makanan dari Elton, studi awal tentang 
aliran energi dalam sistem akuatik, catatan Clements tentang komunitas klimaks yang stabil, Lindeman melacak aliran energi melalui trofik-trofik 
(rantai makanan) yang berbeda tingkatan. Ia melakukan kajian tentang 
tingkatan trofik (produser, konsumer primer, konsumer sekunder) pada 
kolam kecil di Minnesota sebagai cara dalam pemetaan struktur ekosistem 
dan untuk mendemonstrasikan kemajuan perkembangan ke arah stabilitas, 
suatu keadaan keseimbangan. 
Perang Dunia II telah memberikan bukti dalam perkembangan ilmu 
ekologi ini. Walaupun pada awalnya ilmu ini berkutat pada klasifikasi dan 
struktur komunitas, dinamika populasi, pola-pola distribusi yang berlanjut 
sampai tahun-tahun setelah selesainya perang, metodologi baru, praktik�praktik, dan skema konseptual, ekologi sebagai ilmu dan profesi tumbuh 
dengan ukuran, status, dan organisasi seperti sekarang ini. Pada periode 
pasca perang, Lindeman memulai bekerja pada ekologi ekosistem 
mendirikan organisasi ahli biologi yang didanai oleh U.S. Atomic Energy 
Commission, yang menggunakan radionuklida untuk melacak aliran materi 
dan energi pada ekosistem alami. Penelitian ekosistem segera meluas. Hal 
ini juga berkembang pada kelompok-kelompok kecil pengikut Tansley pada 
Nature Conservancy di Inggris. Hal ini menjadi titik penting dalam 
perkembangan ilmu ekologi moderen, yang diturunkan atau diwariskan 
melalui beberapa generasi terutama mahasiswa di seluruh dunia. Eugene P. 
Odum pada bukunya Introduction to Ecology, yang dipublikasikan pertama 
kali pada tahun 1953 menjadi tonggak sejarah dalam pengembangan 
konsep ekologi moderen. Walaupun demikian, sintesis sebelum perang 
seperti Teori Seleksi Alam Darwin dan Teori Genetika Mendel 
dikembangkan secara bertahap setelah perang menghasilkan pandangan 
yang memperkuat ekologi populasi dan komunitas menurut perspektif 
Darwin. Pasca perang juga melahirkan konsep ekologi kuantitatif. Teknik 
matematis dikembangkan di Amerika Serikat, Eropa, dan Uni Soviet selama 
periode di antara perang yang berkaitan dengan teknik-teknik yang lahir 
dari perang yang meliputi sistem informasi dan sibernetika (cybernetics) 
menghasilkan perkembangan ke arah permodelan matematis dan simulai 
komputer untuk populasi, komunitas, dan ekosistem. Dekade setelah 
Perang Dunia II juga mendorong para ahli untuk mengembangkan bidang 
konservasi sumber daya alam, perlindungan hidupan liar, dan pengawetan 
lingkungan alami, suatu tren dimulai tahun 1960-an dengan kritisisme 
sosial, yang menjadi gerakan lingkungan secara internasional dengan 
menggunakan konsep dan teori ekologi. Sebelum membahas hubungan antara hewan dengan lingkungannya, 
penting untuk mendefinisikan pengertian hewan terlebih dahulu sehingga 
akan memudahkan dalam memahami hubungan tersebut. Dalam sistem 
klasifikasi, hewan memiliki karakteristik yang meliputi: organisme 
multiseluler atau tubuhnya tersusun atas banyak sel, heterotrof atau tidak 
mampu menyintesis makanan sendiri, diploid atau kromosom terdiri atas 
dua alel, dan sel tubuhnya bersifat eukariotik atau inti sel diselubungi oleh 
membran atau salut inti. Dalam sistem klasifikasi 5 kerajaan (kingdom, 
regnum) oleh Robert H. Whittaker, hewan dimasukkan ke dalam Regnum 
Animalia yang meliputi Phylum Porifera (hewan berpori/spon), Cnidaria 
(hewan berongga), Plathyhelminthes (cacing pipih), Nematoda (cacing 
gilig), Annelida (cacing gelang), Mollusca (hewan lunak), Echinodermata 
(hewan berkulit duri), Arthropoda (hewan beruas), dan Chordata (hewan 
dengan sumbu tubuh). 
Semua hewan adalah multiseluler dalam arti tubuhnya tersusun atas 
banyak sel. Dengan definisi ini, hewan berbeda dengan organisme bersel 
satu (organisme uniseluler), seperti bakteri (Bacteriae) dan ganggang biru�hijau (Cyanophyta) yang keduanya dimasukkan dalam Regnum Monera; 
serta organisme uniseluler-koloni yang aktif bergerak yaitu protozoa 
(Regnum Protista). Organisme multiseluler tidak hanya hewan saja. Jamur 
(Regnum Fungi) dan tumbuhan (Regnum Platae) juga organisme 
multiseluler. Perbedaan hewan dengan jamur dan tumbuhan terletak pada 
struktur selnya. Sel hewan tidak memiliki dinding sel, tidak memiliki 
kloroplas, tidak memiliki vakuola pusat, tetapi memiliki sentosom dan 
lisosom. Dalam tubuh hewan, sel terorganisasi secara kompleks membentuk 
suatu struktur dan fungsi tertentu yang disebut jaringan, misalnya jaringan 
epitel, jaringan darah, jaringan saraf, jaringan tulang, jaringan otot, jaringan 
konektif. Khusus pada Porifera, sel-sel tubuhnya belum membentuk 
jaringan sejati. Beberapa jaringan membentuk struktur dengan tugas 
tertentu yang disebut organ seperti mata, tangan, jantung, paru-paru, dan 
hati. Beberapa organ menyusun satu sistem untuk menjalankan kerja faal 
(fisiologi) tertentu, misalnya sistem pencernaan yang tersusun atas organ 
mulut, esofagus, lambung, usus kecil, usus besar, rektum, anus, kelenjar 
ludah, kelenjar pankreas, hati yang menghasilkan empedu; sistem 
pernafasan, sistem peredaran, sistem koordinasi, sistem reproduksi, sistem 
ekskresi, dan sistem kerangka. 
Semua sel hewan bersifat eukariotik dalam arti inti sel diselubungi 
membran atau salut ini dan selnya tersusun atas organel-organel yang 
kompleks. Ciri ini membedakan dengan organisme bersel satu yang masuk 
dalam Regnum Monera. Sel hewan tersusun atas berbagai organel sel, 
antara lain aparat Golgi, mitokondria, ribosom, retikulum endoplasma, 
lisosom, dan sentrosom. DNA sel eukariotik berbentuk linear dan 
terorganisasi menjadi kromosom. Walaupun hewan adalah eukariota, 
tetapi tidak semua eukariota adalah hewan, eukariota yang bukan hewan 
ialah tumbuhan, fungi, dan protista. 
Sebagian besar hewan bereproduksi secara seksual dan lainnya dapat 
bereproduksi secara aseksual. Reproduksi adalah proses suatu organisme 
menghasilkan keturunan baru. Proses reproduksi seksual meliputi 
kombinasi materi genetik dari dua individu berjenis kelamin berbeda 
(jantan dan betina) atau pada beberapa hewan dihasilkan oleh satu 
individu saja (hermaprodit). Reproduksi seksual bukan hanya terjadi pada hewan saja, tetapi juga pada tumbuhan, jamur, protista, bakteri yang juga 
dapat bereproduksi secara seksual. 
Beberapa jenis hewan juga bereproduksi secara aseksual, misalnya 
pembentukan tunas yang kemudian lepas dari tubuh untuk membentuk 
individu baru pada karang dan pembelahan tubuh pada Planarium. 
Reproduksi seksual akan menghasilkan keturunan dengan kombinasi 
genetik yang bervariasi yang merupakan faktor penting dalam proses 
seleksi alam dan evolusi. 
Sebagian besar hewan memiliki kemampuan untuk berpindah tempat 
(motil), walaupun beberapa bersifat sesilis atau menempel pada dasar 
perairan seperti misalnya karang, spons, anelida, brachiopoda, bryozoa, 
tunikata, dan hydra selama hidupnya atau pada satu fase hidupnya. Hewan 
berpindah dengan menggunakan beberapa cara, misalnya kuda dengan 
berjalan/berlari, burung dengan terbang, ikan dengan berenang, siput 
dengan merangkak, dan ular dengan merayap. Beberapa hewan, misalnya 
bintang laut dan teripang berpindah dengan sangat lambat, sedangkan 
lainnya seperti cheetah dan zebra dapat berpindah dengan sangat cepat. 
Bagi hewan, berpindah tempat/bergerak memiliki berbagai fungsi antara 
lain mencari makan, menghindari pemangsa, mengejar mangsa, dan 
migrasi atau memperluas habitat dan daerah jelajahnya. 
Sebagian besar sel tubuh hewan bersifat diploid, yaitu terdapat dua 
set/perangkat materi genetik di dalam inti selnya. Pada sel-sel reproduksi 
hewan yaitu sel gamet (sel sperma dan sel telur) hanya memiliki satu set 
materi genetik saja sehingga bersifat haploid. 
Semua hewan bersifat heterotrof dalam arti tidak mampu untuk 
menyusun makanan sendiri sehingga untuk memenuhi kebutuhan 
tubuhnya akan nutrisi mereka harus makan organisme lainnya. Hal ini 
berbeda dengan jamur dan tumbuhan yang mampu menyusun makanan sendiri melalui proses sintesis, yaitu kemosintesis pada jamur dan 
fotosintesis pada tumbuhan. Semua makhluk hidup memerlukan unsur 
karbon untuk proses-proses dasar seperti pertumbuhan, perkembangan, 
dan reproduksi. Dengan demikian, terdapat dua cara organisme untuk 
mendapatkan karbon: mengambilnya dari lingkungannya (dalam bentuk 
karbon dioksida) atau memakan organisme lainnya. Organisme yang 
mampu menggunkan karbon anorganik dari lingkungannya seperti jamur 
dan tumbuhan di atas disebut ototrof. Tumbuhan hijau mengambil energi 
dari sinar matahari dan memfiksasi karbon dari atmosfer dalam bentuk 
karbon dioksida untuk menghasilkan gula, suatu senyawa organik 
sederhana. Hewan mendapatkan karbon melalui proses mencerna 
organisme lain yang kemudian diserap dalam bentuk senyawa sederhana 
untuk digunakan dalam berbagai proses dalam tubuhnya termasuk energi 
untuk berbagai aktivitas hewan. Sifat seperti ini disebut heterotrof. 
1. Konsep Habitat dan Niche (Relung Habitat) 
Habitat ( bahasa Latin untuk "it inhabits") atau tempat tinggal makhluk 
hidup merupakan unit geografi yang secara efektif mendukung 
keberlangsungan hidup dan reproduksi suatu spesies atau individu suatu 
spesies. Di dalam habitat tersebut, makhluk hidup lainnya serta faktor�faktor abiotik yang satu dengan lainnya saling berinteraksi secara kompleks 
membentuk satu kesatuan yang disebut habitat di atas. Organisme lainnya 
antara lain individu lain dari spesies yang sama, atau populasi lainnya yang 
bisa terdiri dari virus, bakteri, jamur, protozoa, tumbuhan, dan hewan lain. 
Faktor abiotik suatu habitat meliputi makhluk/benda mati seperti air, 
tanah, udara, maupun faktor kimia fisik seperti temperatur, kelembaban 
kualitas udara, serta aspek geometris bentuk lahan yang memudahkan hewan untuk mencari makan, istirahat, bertelur, kawin, memelihara anak, 
hidup bersosial, dan aktivitas lainnya. 
Terdapat istilah lainnya yaitu mikrohabitat yang sering digunakan 
untuk mendeskripsikan area geografis yang lebih kecil atau keperluan 
dalam skala kecil oleh organisme atau populasi. Mikrohabitat sering juga 
diartikan sebagai habitat yang lebih kecil atau bagian dari habitat besar. 
Sebagai contoh, pohon tumbang di hutan dapat menyediakan mikrohabitat 
bagi serangga yang tidak ditemukan di habitat hutan lainnya di luar pohon 
yang tumbang tersebut. Lingkungan mikro merupakan segala sesuatu di 
sekitar organisme baik faktor kimia fisik maupun organisme lainnya di 
dalam habitatnya. 
Lebih jauh, istilah habitat juga digunakan untuk berbagai keperluan 
yang berkaitan dengan lingkungan makhluk hidup, antara lain: 
- Seleksi habitat: proses atau perilaku individu organisme untuk memilih 
suatu habitat yang ditempati untuk hidupnya. 
- Ketersediaan habitat: aksesibilitas dari area potensial suatu organisme 
untuk menemukan lokasi yang sesuai bagi kelangsungan hidup dan 
reproduksi organisme. 
- Kerusakan habitat: hilangnya atau terdegradasinya area alami untuk 
hidup suatu individu atau populasi suatu organisme.
- Fragmentasi habitat: suatu perubahan habitat yang menghasilkan 
pemisahan secara spasial area habitat dari sebelumnya yang 
merupakan satu kesatuan menjadi beberapa area yang lebih sempit. Selain habitat, istilah lainnya yang sering membingungkan ialah niche 
(relung ekologi). Istilah ini sering diartikan sebagai kedudukan fungsional 
suatu populasi dalam habitatnya atau menunjukkan kedudukan pada 
parameter multidimensi atau peran dalam ekosistemnya. Sebagai 
contohnya relung ekologi termal untuk spesies yang memiliki keterbatasan 
hidup pada suhu tertentu; atau kedudukan suatu spesies sesuai dengan 
rantai makanan (piramida makanan). Karena tidak ada organisme yang 
hidup secara absolut pada satu faktor tertentu, maka istilah rentang atau 
kisaran (range) lebih sering digunakan, misalnya hewan spesies A hidup 
pada rentang suhu 10-25o
C. 
2. Adaptasi dan Faktor Pembatas 
Respon hewan terhadap perubahan faktor lingkungan dianggap 
sebagai strategi hewan untuk beradaptasi dan untuk kelangsungan hidupnya. Setiap hewan akan menunjukkan strategi adaptasinya yang 
merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup mereka. Lingkungan 
berperan sebagai kekuatan untuk menyeleksi bagi populasi yang hidup di 
dalamnya. Hanya populasi yang mampu beradaptasi, baik adaptasi 
morfolofi, fisiologi, maupun perilaku, akan lestari; sedangkan yang tidak 
mampu beradaptasi harus pindah ke lingkungan yang sesuai dengan 
kebutuhannya atau jika tidak pindah, mereka akan mati. Faktor-faktor 
lingkungan yang membatasi hidup organisme selanjutnya disebut sebagai 
faktor pembatas, seperti suhu lingkungan, kadar garam, kelembaban, dan 
sebagainya. Berdasarkan pengaruhnya terhadap kehidupan organisme, 
faktor pembatas memiliki rentang, nilai minimum, nilai maksimum, dan 
rentang optimum. Nilai minimum ialah nilai terendah suatu organisme 
dapat hidup, di bawah nilai tersebut organisme akan mati. Nilai maksimum 
ialah nilai tertinggi suatu faktor pembatas, di atas nilai tersebut, organisme 
akan mati. Rentang optimum ialah rentang suatu nilai faktor pembatas 
dimana organisme dapat hidup secara optimal dalam arti semua proses 
fisiologi tubuhnya berjalan secara optimal sehingga organisme dapat 
tumbuh dan berkembang secara optimal. Sebagai contohnya, spesies 
hewan B memiliki rentang hidup pada suhu 10-250 C. Suhu 10o C merupakan 
suhu minimum atau terendah spesies B masih dapat hidup. Suhu 250 C 
merupakan suhu maksimum atau tertinggi spesies B masih dapat hidup. 
Suhu optimal berada pada kisaran antara rentang 10-250 C, misalnya pada 
rentang suhu 17-200 C. 
Respon pertama kali organisme terhadap perubahan lingkungan ialah 
ekofisiologi dan bisa sangat berbeda pada setiap jenis organisme. Pada 
hewan berdarah dingin (poikiloterm), penurunan atau peningkatan suhu 
udara akan diikuti dengan penurunan atau peningkatan laju metabolisme 
tubuhnya. Sebaliknya pada hewan berdarah panas (homeoterm), penurunan suhu udara justru akan meningkatkan laju metabolisme tubuh 
untuk mempertahankan suhu tubuh. Kendeigh (1969) menglasifikasikan 
respon menjadi 5 macam, yaitu: semu (masking), letal (lethal), berarah 
(directive), pengontrolan (controlling), dan defisien (deficient). 
- Semu (masking): modifikasi pengaruh suatu faktor oleh faktor lainnya. 
Sebagai contoh RH (relatif humidity atau kelembaban relatif) yang 
rendah meningkatkan laju evaporasi permukaan tubuh, sehingga 
hewan berdarah panas mampu bertahan pada iklim yang sangat 
hangat. 
- Letal (lethal): faktor lingkungan menyebabkan kematian, seperti 
misalnya suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin. 
- Berarah (directive): faktor lingkungan menyebabkan orientasi tertentu, 
misalnya burung-burung di kutub utara bermigrasi ke arah selatan 
pada saat musim dingin dan kembali ke utara pada saat musim semi 
atau panas untuk berbiak. 
- Pengontrolan (controlling): faktor tertentu dapat mempengaruhi laju 
suatu proses fisiologi tanpa masuk ke reaksi. Sebagai contoh, suhu 
lingkungan dapat berpengaruh besar terhadap metabolisme, sekresi, 
dan lokomosi hewan. 
- Defisien (deficient): defisiensi suatu faktor lingkungan pada habitat 
tertentu dapat mempengaruhi aktivitas atau metabolisme hewan. 
Sebagai contohnya jika oksigen ada atau tidak ada pada tekanan 
rendah akan membatasi aktivitas hewan. 
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, semua organisme hidup pada 
rentang faktor-faktor lingkungan sehingga faktor tersebut merupakan 
pembatas bagi kehidupan organisme. Satu organisme hanya dapat hidup 
pada kisaran suhu yang sempit misalnya, sementara organisme lainnya 
dapat hidup pada kisaran suhu yang lebih lebar. Di luar kisaran suhu tertentu, suatu organisme tidak dapat hidup atau hidup dengan fungsi 
tubuh yang tidak optimal. Istilah lainnya untuk menyatakan rentang/kisaran 
suatu faktor pembatas lingkungan ialah toleransi pada kisaran faktor 
tertentu. Spesies yang memiliki toleransi sempit untuk suatu faktor 
pembatas disebut spesies steno, sedangkan yang memiliki toleransi yang 
lebar disebut spesies eury. Spesies steno sering digunakan sebagai spesies 
indikator atau spesies penunjuk untuk kepentingan tertentu, misalnya 
terdapatnya polutan tertentu dalam perairan, atau mutu suatu lingkungan 
perairan. 
Batas toleransi bawah dan atas merupakan titik atau tingkatan 
intensitas suatu faktor lingkungan yang hanya 50% organisme bertahan 
(LD50). Setiap spesies memiliki batas toleransi yang berbeda untuk suatu 
faktor lingkungan, misalnya suhu dan penentuan titik batas ini tidaklah 
mudah. Awalan steno berarti bahwa individu atau populasi suatu spesies 
memiliki rentang atau kisaran toleransi yang sempit, sementara awalan 
eury merujuk pada yang memiliki kisaran toleransi yang lebar. Oleh karena itu, istilah stenotermal atau eurytermal merujuk pada suhu sebagai faktor 
lingkungan. 
Tabel 2.1. Terminologi toleransi faktor pembatas 
Stenotermal-Eurytermal Suhu
Stenohalin-Euryhalin Salinitas
Stenoesius-Euryesius Seleksi Habitat (Niche)
Stenohidrik-Euryhidrik Air
Stenofagik-Euryfagik Makanan
Stenobatik-Eurybatik Kedalaman Laut
Contoh faktor lingkungan, yaitu suhu dan hubungannya dengan 
kisaran toleransi organisme diilustrasikan pada gambar di bawah ini. 
sementara spesies eury memiliki kisaran toleransi yang luas 
3. Sumber Daya bagi Kehidupan Hewan 
Seluruh kebutuhan hidup atau sumber daya bagi hewan dipenuhi dari 
lingkungannya. Lingkungan ialah seluruh unsur dan faktor yang berada di 
luar tubuh hewan. Dalam konsep ekologi kita mengenal istilah habitat, 
yaitu tempat tinggal makhluk hidup, area yang mendukung suatu 
organisme untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Hal ini karena 
habitat menyediakan seluruh sumber daya yang diperlukan organisme dalam mempenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Sumber daya yang sangat 
penting bagi organisme hewan yang disediakan oleh habitatnya antara lain 
makanan, oksigen, tempat, dan air. 
a. Makanan 
Hewan memerlukan energi untuk mendukung seluruh proses 
metabolisme tubuh maupun aktivitasnya seperti berpindah, mencari 
makan, pencernaan, mempertahankan suhu badan, reproduksi, 
pertumbuhan, dan kerja lainnya. Seperti dijelaskan di depan, berdasarkan 
kemampuan organisme dalam menyusun atau menyintesis makanan, 
organisme dibedakan menjadi 2, yaitu: 
- Ototrof: organisme yang mampu mengunakan energi dari sinar matahari 
dalam proses fotosintesis yang mereaksikan air dan karbon dioksida 
menjadi gula sederhana (fotosintesis) atau menggunakan reaksi kimia 
untuk energi dalam menyintesis makanan (kemosintesis). Fotosintesis 
terjadi pada tumbuhan, sedangkan kemosintesis berlangsung pada 
fungi. 
- Heteroatrof: organisme yang tidak mempu menyintesis makanan sendiri 
dari senyawa anorganik sehingga harus mengonsumsi organisme lain 
untuk memenuhi kebutuhannya, sebagai contohnya ialah hewan. 
Berdasarkan proporsi jenis makanannya, hewan diklasifikasikan 
menjadi beberapa tipe, yatiu: 
- Herbivora: hewan yang masuk kelompok ini ialah yang proporsi jenis 
makanannya hampir seluruhnya tumbuhan. Sebagai hewan yang masuk 
kelompok ini ialah kambing, domba, monyet daun, dan kelinci. 
Berdasarkan bagian tubuh tumbuhan yang dimakan, hewan dibedakan 
menjadi frugivora jika pemakan buah (kera, orangutan), foliovora jika 
pemakan daun (Nasalis larvatus, monyet daun/leaf monkey Presbytis), 
serta gummivora jika pemakan sap/gum (tamarin, marmoset). Karnivora/faunivora: hewan yang memakan hewan lain, yang biasanya 
masuk ke dalam kelompok predator atau hewan pemangsa seperti 
anjing, kucing, dan ular. Termasuk ke dalam kelompok ini ialah hewan 
insektivira atau pemakan serangga (contohnya Tarsius spectrum). 
- Omnivora: hewan yang memakan hewan dan tumbuhan dengan porsi 
yang hampir sama. Contoh hewan kelompok ini misalnya monyet hitam 
Sulawesi (Macaca nigra). 
- Scavenger: hewan yang memakan bangkai, seperti burung pemakan 
bangkai dan biawak. 
Berdasarkan keragaman jenis makanannya, hewan juga 
dikelompokkan menjadi generalis jika jenis makanannya sangat beragam 
dan spesialis jika jenis makanannya sedikit. Termasuk ke dalam spesialis ini
ialah bekantan (Nasalis larvatus) yang jenis makanannya hanya beberapa 
jenis tumbuhan mangrove saja. 
Hewan memiliki adaptasi fisiologis dan perilaku menurut ketersediaan 
makanannya. Jika makanan cukup, laju metabolisme tubuh dan aktivitas 
hewan akan berada pada level normal, sementara jika sumber makanan 
kurang, laju metabolisme dan laju aktivitas harian dapat ditekan. Satu 
komponen lingkungan hewan, misalnya mutrien, yang ketersediaannya 
hanya dalam jangka waktu yang singkat sehingga membatasi kemampuan 
organisme untuk bereproduksi biasa disebut sebagai faktor pembatas 
(limiting factor) lingkungan. Beberapa tipe dormansi atau respon metabolik 
meliputi: 
- Torpor: periode metabolisme dan suhu tubuh menurun selama siklus 
aktivitas hariannya.
- Hibernasi: periode metabolisme dan suhu tubuh menurun yang 
berlangsung beberapa minggu atau bulan. 
- Tidur musim dingin: periode inaktivitas selama suhu tubuh tudak 
menurun secara substansial dan hewan hewan dapat bangun dan 
menjadi aktif secara cepat. 
- Aestivasi: periode inaktivitas hewan yang harus bertahan selama musim 
kering. 
Karakteristik lingkungan (suhu, kelembaban, ketersediaan makanan, 
dan sebagainya) sangat bervariasi pada waktu dan tempat yang berbeda 
dan hewan beradaptasi pada satu kisaran nilai tertentu pada faktor-faktor 
lingkungan tersebut. Seperti dijelaskan di depan, rentang atau kisaran 
faktor-faktor lingkungan dimana hewan dapat beradaptasi disebut rentang 
atau kisaran toleransi. Di dalam rentang toleransi tersebut terdapat kisaran 
dimana hewan dapat tumbuh dan berkembang secara optima, dan kisaran 
tersebut merupakan rentang atau kisaran optimal. Kadang-kadang respon 
panjang dengan perubahan karaktersitik lingkungan, fisiologi hewan 
mengatur untuk mengakomodasi perubahan karakteristik lingkungan 
tersebut. Dalam jangka panjang, adaptasi hewan dapat menyebabkan 
pergeseran kisaran toleransi yang biasa disebut dengan istilah aklimasi. 
b. Oksigen 
Oksigen digunakan oleh organisme untuk proses pernafasan yang 
menghasilkan energi untuk aktivitas organisme maupun mempertahankan 
faal tubuh. Walaupun ada organisme yang tidak memerlukan oksigen 
dalam hidupnya (organisme anaerobik seperti pada beberapa jenis bakteri), 
pada umumnya organisme bersifat aerobik atau memerlukan oksigen untuk 
menghasilkan energi, termasuk hewan. Kadar oksigen atmosfer pada setiap 
tempat bisa berbeda, misalnya di dataran tinggi lebih rendah kadar oksigen 
atmosfernya dibandingkan dengan di dataran rendah. Hewan dapat beradaptasi pada dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen atmosfer lebih 
rendah secara fisiologis, misalnya dengan peningkatan kadar sel darah 
merah (eritrosit). 
c. Tempat 
Tempat merupakan sumber daya yang sangat penting bagi hewan 
sebagai lokasi untuk membangun sarang, istirahat, mencari makan, 
berbiak, dan aktivitas harian lainnya. Hewan memilih lokasi untuk 
beraktivitas harian dengan beberapa karakteristik. Faktor keamanan dan 
daya dukung untuk tujuan hewan beraktivitas merupakan pertimbangan 
penting dalam pemilihan lokasi. 
Lokasi untuk sarang burung dipilih berdasarkan faktor keamanan 
sehingga sulit dijangkau oleh predator. Tangkasi (Tarsius spectrum) juga 
memilih lokasi sebagai tempat istirahat pada siang hari. Primata ini bersifat 
nokturnal atau aktif pada malam dan pada siang hari beristirahat pada 
suatu lokasi yang juga sering disebut satang. Sarangnya dapat berupa 
lubang pada pohon beringin atau pohon lain yang batangnya berongga, 
celah pada pelepah pohon aren, bagian bawah rumpun bambu, rumpun 
pandan, anyaman liana, bahkan di dalam lubang lereng sungai dan di 
bawah serasah hutan. Pemilihan lokasi sarang pada tangkasi ini terutama 
faktor keamanan dan kenyamanan dalam arti terlindung dari sinar 
matahari. 
Aktivitas hewan meliputi mencari makan (foraging), makan (feeding), 
istirahat (resting), berpindah tempat (traveling/locomotion/moving), dan 
sosial (social). Keseluruhan aktivitas tersebut dilakukan pada lokasi yang 
dipilih dengan pertimbangan tertentu. Pada monyet hitam Sulawesi 
(Macaca nigra), pemilihan pohon tidur (sleeping site) sering di dekat pohon 
yang sedang berbuah seperti Ficus spp. sehingga pada pagi hari mereka 
lebih dekat untuk mencapai sumber pakan. Terdapat teori bagaimana hewan menerapkan suatu strategi dalam mendapatkan makanan secara 
optimal. Dalam konsep ini, prinsip efisiensi menjadi pertimbangan dalam 
menerapkan strategi mencari makanan. Bahkan menurut Saroyo dan Tallei 
(2011), terpecahnya kelompok monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra) juga 
mengikuti prinsip ini. 
Teori mencari makan optimal (optimal foraging theory) pertama kali 
dirumuskan oleh R. H. MacArthur dan E. R. Pianka pada tahun 1966 yang 
menyatakan bahwa seleksi alam mendukung hewan yang mampu 
menerapkan strategi perilaku untuk memaksimalkan energi yang 
dikeluarkan perunit waktu untuk mendapatkan makanan. Waktu tersebut 
mencakup waktu untuk mencari mangsa dan untuk menangkap mangsa 
(membunuh dan memakannya). Teori ini dirumuskan dalam rangka untuk 
menjawab berbagai permasalahan yang sering dijumpai di alam, misalnya 
burung predator yang memakan kura-kura akan membawa kura-kura yang 
ditangkapnya yang kemudian menjatuhkannya di bebatuan. Pertanyaannya 
ialah strategi yang mana yang akan dipilih oleh burung: membawa kura�kura pada ketinggian tertentu yang menyebabkan kura-kura hancur pada 
saat dijatuhkan atau dijatuhkan berkali-kali dari ketinggian yang lebih 
rendah. Contoh lainnya seperti yang dinyatakan oleh Saroyo Tallei (2011), 
mana yang akan dipilih oleh kelompok monyet hitam Sulawesi (Macaca 
niga): kelompok besar tapi tidak efisien atau kelompok lebih kecil tapi 
efisien, walaupun ada variabel lain dalam mempertahankan ukuran 
kelompok ini, yaitu kemampuan berkompetisi dengan kelompok lain. 
Semakin besar ukuran kelompok relatif semakin dominan terhadap 
kelompok lain yang lebih kecil ukurannya. 
d. Air 
Organisme, termasuk hewan, tidak mungkin terlepas dari air. Air 
merupakan komponen terbesar (sekitar 95%) sel tubuh. Bagi hewan akuatik, air merupakan lingkungannya, sehingga daratan merupakan barier 
atau penghalang fisiologis, ekologis, dan fisik. Oleh karena itu bagi hewan 
akuatik, lingkungan perairan merupakan habitat hidupnya. Bagi hewan 
darat, air tetap menjadi sumber daya yang sangat vital untuk 
melangsungkan seluruh reaksi metabolisme tubuhnya. Kebutuhan akan air 
bagi hewan darat dipenuhi dengan minum. 
4. Adaptasi Hewan 
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, hewan akan beradaptasi 
terhadap perubahan faktor lingkungannya dengan cara memodifikasi 
morfologi (termasuk anatomi), fisiologi tubuhnya, maupun perilakunya. 
Modifikasi ini akan merubah rentang/kisaran faktor lingkungan yang 
berubah tersebut. Modifikasi ini bisa secara cepat atau lambat bergantung 
pada modifikasinya. Modifikasi morfologi jauh lebih lambat dibandingkan 
dengan modifikasi fisiologi dan perilaku, bahkan didapat melalui proses 
evolusi yang memerlukan waktu jutaan tahun. 
a. Adaptasi Morfologi 
Adaptasi morfologi ialah penyesuaian diri hewan terhadap perubahan 
faktor lingkungan dengan cara memodifiksi struktur dan bentuk atau 
bahkan warna bagian tubuh luar (morfologi luar) dan bagian dalam 
(morfologi dalam atau anatomi). Adaptasi ini muncul sebagai respon 
evolusioner hewan untuk tetap mampu bertahan dan bereproduksi. 
Beberapa contoh adaptasi morfologi disajikan pada bahasan berikut ini. 
1) Modifikasi alat gerak (ekstremitas) 
Alat gerak hewan, mengalami modifiksi bentuk sesuai fungsinya. 
Sebagai contoh: tungkai pada kelelawar berubah bentuk menjadi 
bentuk parasut sesuai dengan fungsinya untuk terbang; tungkai ular 
mengalami kemunduran (rudimenter) untuk fungsi merayap, tungkai
pada paus, lumba-lumba, duyung berubah bentuk menjadi model 
dayung untuk berenang, tungkai cicak terbang mengalami modifikasi 
untuk fungsi melayang. 
2) Modifikasi bentuk dan ukuran paruh burung 
Bentuk dan ukuran paruh burung menggambarkan bentuk adaptasinya 
terhadap jenis makanannya. Sebagai contoh model paruh tebal 
bengkok dengan ujung runcing pada kakatua diadaptasikan untuk 
fungsi mencongkel buah, paruh tebal dan sangat runcing tajam 
menggambarkan fungsinya sebagai pemakan daging (pada burung 
predaror), paruh kecil pendek pada burung-burung pemakan biji, 
paruh dengan bentuk panjang runcing pada burung pemakan nektar, 
paruh berbentuk meruncing dengan panjang sedang pada paruh 
burung pemakan serangga, paruh burung berbentuk melebar pada itik 
berfungsi untuk mencari makan pada perairan atau rawa, paruh 
burung berbentuk runcing sangat panjang seperti burung egret 
berperan untuk mencari mangsa di perairan atau di dalam lumpur. 
3) Modifikasi struktur organ pencernaan makanan 
Pada hewan karnivora, saluran pencernaan lebih sederhana 
dibandingkan dengan pada hewan memamah biak (ruminansia). 
Lambung karnivora lebih sederhana dan sekum mengalami 
rudimenter. Pada ruminansia lambungnya kompleks yang terdiri dari 
rumen, retikulum, omasum, dan abomasum sesuai dengan fungsinya 
untuk mencerna rerumputan yang mengandung banyak selulosa. 
Sekum pada ruminansia sangat berkembang untuk fermentasi dan 
pembusukan karena terdapatnya bakteri-bakteri di dalamnya untuk 
peran fermentasi dan pembusukan. 
4) Modifikasi bentuk gigi Bentuk gigi pada hewan juga mengalami modifikasi sesuai dengan 
fungsinya. Pada ular berbisa (kobra atau viper), sepasang taring 
mengalami modifikasi menjadi bentuk jarum suntik (solenoglifa) untuk 
memasukkan atau menyemprotkan bisa ke mangsanya. Pada ular 
sanca (Python reticulatus) susunan gigi aglifa tersususn berderet 
dengan arah ujung gigi menghadap ke belakang (saluran pencernaan) 
untuk paran menangkap dan memegang mangsa agar tidak terlepas. 
Pada herbivora, gigi seri di depan berfungsi untuk memotong 
tumbuhan, sedangkan geraham berperan dalam mengunyah termasuk 
juga untuk mengunyah pada saat memamah biak. 
5) Modifikasi struktur kaki pada burung 
Morfologi kaki burung dapat menjadi contoh yang baik untuk 
menjelaskan bentuk modifikasi morfologi menurut fungsinya. Kaki 
pada ayam diadaptasikan untuk fungsi mengais, kaki maleo 
diadaptasikan untuk menggali tanah, kaki burung predator (misalnya 
elang dan burung hantu) dengan struktur kokoh dan cakar yang tajam 
untuk menangkap dan membunuh mangsa, kaki angsa mengalami 
modifikasi dengan tumbuhnya selaput renang untuk berenang. 
6) Corak warna kulit dan bulu/rambut 
Warna kulit singa (Felis leo), cheetah (Acinonyx jubatus) diadaptasikan 
untuk warna latar belakang pada habitatnya sehingga tersamar dari 
pandangan mangsa. Burung-burung malam memiliki warna bulu yang 
suram atau tidak menyolok sebagai bentuk penyamaran. 
7) Adaptasi morfologi terhadap kehidupan di air secara baik ditunjukkan 
oleh bentuk tubuh ikan. Bentuk yang pipih atau ramping memudahkan 
ikan untuk berenang secara cepat sehingga selain digunakan sebagai 
bentuk adaptasi juga bermanfaat dalam perilaku mencari makan dan 
menghindari predator. 8) Untuk beradaptasi dengan kehidupannya di gurun yang panas dan 
kering, tubuh unta beradaptasi secara morfologi, antara lain memiliki 
punuk yang berfungsi untuk menyimpan cadangan air, serta bantalan 
pada kaki untuk menghindari suhu panas pasir merusak sel kakinya. 
9) Beruang kutub dan hewan-hewan kutub lainnya memiliki warna kulit, 
rambut, atau bulu yang putih sebagai bentuk pertahanan diri karena 
tersamar dengan lingkungannya serta berperan penting dalam 
mencari makanan. 
10) Belut dan sidat memiliki bentuk tubuh yang gilig dengan sisik yang 
sangat halus dilengkapi dengan lendir untuk beradaptasi dengan 
lingkungan perairan serta memudahkan memasuki lubang atau sela�sela batuan. 
11) Ular kepala dua (Cylindrophis melanotus) memiliki morfologi ekor yang 
mirip dengan kepalanya. Secara perilaku, ular dengan ekor mirip 
kepala ini akan melipat ekor ke atas pada saat merasa terancam. 
Predator biasanya akan menyerang ekor yang mirip kepala ini sehingga 
ada kesempatan untuk menghindari serangan mematikan di kepala. b. Adaptasi Fisiologi 
Modifikasi fisiologi dilakukan sebagai respon segera terhadap 
perubahan faktor lingkungan. Modifikasi fisiologi ini lebih cepat dilakukan 
dibandingkan dengan adaptasi morfologi. Beberapa contoh adaptasi 
morlofogi disajikan pada bahasan berikut ini. 
1) Perubahan kadar sel darah merah karena perubahan ketinggian tempat 
Kadar oksigen atmosfer di dataran tinggi lebih rendah dibandingkan 
dengan di dataran rendah, sehingga jika hewan tidak mampu 
beradaptasi mereka akan mengalami gangguan fisiologis akibat 
kekurangan oksigen. Beruntungnya hewan memiliki kemampuan 
beradaptasi secara fisiologi terhadap penurunan kadar oksigen ini 
dengan meningkatkan kadar sel darah merah (eritrosit) di dalam 
darahnya. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berperan 
dalam pengangkutan terutama oksigen.2) Secara fisiologi hewan ruminansia memodifikasi bentuk lambungnya 
menjadi lambung kompleks yang pada rumen terdapat mikroorganisme 
penghasil selulase, enzim yang penting dalam pemecahan selulosa, 
kandungan utama tubuh tumbuhan. 
3) Hewan-hewan penghisap darah seperti lintah, pacet, dan nyamuk 
menghasilkan zat antikoagulasi darah (contohnya heparin) sehingga 
tempat mereka menempek atau menghisap darah tidak terjadi 
pembekuan darah. 
4) Pada primata dengan sistem sosial satu jantan (one male), misalnya 
pada langur Hanuman (Semnopithecus entellus), yang tersebar di India 
dan Bangladesh terdapat adaptasi fisiologi yang unik pada betinanya. 
Jika terjadi pengambilalihan posisi jantan paling kuat (jantan-α) 
seringkali jantan baru akan membunuh bayi-bayi (infantisida) pada 
kelompok tersebut. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa hal itu 
dilakukan agar induk bayi segera memasuki estrus sehingga jantan baru 
dapat segera kawin. Betina memiliki mekanisme “tipuan” sebagai 
strategi menyelamatkan bayinya. Betina secara fisiologi mengalami 
estrus shum (semu) sehingga betina tersebut seakan-akan sedang estrus 
sehingga jantan dapat mengawininya. 
5) Ikan mujair yang hidup di perairan gelap memiliki warna tubuh yang 
lebih gelap dibandingkan dengan yang hidup di perairan jernih. 
c. Adaptasi Perilaku 
Bentuk adaptasi yang ketiga ialah adaptasi perilaku yang dapat 
dilakukan hewan secara segera, jauh lebih cepat daripada adaptasi fisiologi 
dan adaptasi morfologi. Adaptasi ini merupakan respon yang pertama kali 
ditunjukkan oleh hewan sebagai respon terhadap perubahan faktor 
lingkungan. Beberapa contoh adaptasi perilaku disajikan sebagai berikut ini. 1) Monyet Jepang (Macaca fuscata) di Jigokudani Monkey Park, bagian 
dari Joshinetsu Kogen National Park, Nagano, Jepang, memiliki perilaku 
yang unik. Hujan salju lebat dan menyelimuti area tersebut selama 4 
bulan setiap tahunnya pada elevasi 850 m dpl. Satu populasi monyet 
yang besar akan mendatangi satu lembah pada musim dingin, dan 
mencari makan makan di tempat lain pada musim-musim panas. 
Monyet akan turun dari lereng-lereng dan hutan untuk duduk berendam 
dalam kolam-kolam air hangat dan kembali ke hutan pada sore hari. 
Tetapi, setelah monyet diberi makan oleh pemgunjung taman, mereka 
sering mengunjungi kolam air panas tersebut sepanjang tahun untuk 
mendapatkan makanan dari pengunjung. 
2) Pada monyet Jepang (Macaca fuscata) di Pulau Koshima memiliki 
adaptasi perilaku dengan mencuci ubi (sweet potato) dengan air laut 
sebelum memakannya. Perilaku ini pertama kali diamati pada tahun 
1952, dan hanya dilakukan oleh beberapa individu. Pada akhirnya 
perilaku ini ditiru dan menyebar ke monyet-monyet muda. 
3) Hamadryas Baboon (Papio hamadryas) di Ethiopia yang hidup di savana 
dengan sedikit pohon, akan tidur di lereng-lereng batu yang curam 
untuk menghindari predator pada malam hari. 
4) Monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra) lebih sering tidur di ujung-ujung 
dahan dengan alasan agar mudah bangun jika ada predator (misalnya 
ular sanca) yang merayap pada dahan tersebut. 
5) Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di daerah Pusuk Lombok 
lebih sering berkumpul di pinggir jalan untuk mendapatkan makanan 
dari pengguna jalan.
Terdapat banyak definisi tentang ekosistem. Salah satu definisi, 
ekosistem adalah sistem alami yang terdiri dari tumbuhan, hewan, dan 
mikroorganisme (faktor biotik) pada suatu area yang bersama-sama dengan 
faktor kimia-fisik. Istilah ekosistem pertama dikenalkan pada tahun 1930 
oleh Roy Clapham, untuk menjelaskan komponen fisik dan biologis suatu 
lingkungan yang saling berhubungan satu sama lain. Ahli ekologi Inggris 
Arthur Tansley berikutnya memperbaiki definisi ekosistem sebagai sistem 
interaktif di antara “biocoenosis” (kumpulan makhluk hidup) dan biotipe 
(lingkungan dimana mereka hidup). Konsep sentral ekosistem ialah ide 
bahwa organisme hidup menggunakan secara terus menerus segala elemen 
lain di dalam lingkungannya tempat mereka hidup. Ekosistem dapat dikaji 
melalui berbagai sudut, dan mendeskripsikan setiap situasi yang meliputi 
hubungan antara organisme dan lingkungannya. 
Istilah ekosistem (singkatan dari sistem ekologis) pada umumnya 
difahami sebagai kumpulan keseluruhan organisme (tumbuhan, hewan, 
makhluk hidup lainnya) yang hidup bersama-sama dalam satu lokasi 
tertentu dengan lingkungannya (atau biotipe), berfungsi sebagai suatu unit 
yang longgar. Secara bersama-sama, komponen-komponen ini dan 
interaksinya satu sama lain membentuk satu kesatuan baru yang dinamis 
dan kompleks, berfungsi sebagai suatu unit ekologis. 
Tidak ada batasan konseptual seberapa besar atau kecil area dalam 
definisi ekosistem, serta seberapa jumlah individu organisme yang harus 
ada dalam ekosistem. Pada awalnya, konsep ekosistem sebagai unit 
struktural dan fungsional dalam keseimbangan energi dan aliran materi 
elemen penyusunnya. Beberapa ahli menyatakan bahwa konsep seperti itu 
sangat terbatas untuk kemajuan atau perkembangan teknologi pada saat ini sehingga pandangan terkini juga menyangkut istilah “cybernetics”, 
sistem yang diatur perpaduan antara sains dan “cybernetics”, yang secara 
khusus diaplikasikan untuk kumpulan organisme dan komponen-komponen 
abiotik yang relevan. Cabang ekologi yang berkenaan dengan hal tersebut 
dikenal sebagai ekologi sistem. 
1. Aliran Energi dalam Ekosistem 
Ekosistem mempertahankan keseimbangannya melalui siklus energi 
dan nutrien (materi) yang didapatkan dari sumber daya eksternal. 
Pada tingkatan trofik primer (tumbuhan, algae, beberapa bakteri), 
mereka menggunakan energi matahari dan menghasilkan material organik 
melalui fotosintesis. Herbivora atau hewan pemakan tumbuhan, menyusun 
tingkatan trofik kedua. Predator yang memakan herbivora menempati
tingkatan trofik ketiga. Jika oranisme pemakan predator tersebut ada, 
mereka mewakili tingkatan trofik yang lebih tinggi. Organisme yang 
memakan beberapa tingkatan trofik (misalnya beruang yang memakan 
buah beri dan ikan salmon) diklasifikasikan pada tingkatan yang lebih tinggi. 
Dekomposer yang meliputi bakteri, fungi, cacing, insekta memecah sampah 
dan organisme mati serta mengembalikan nutrien ke tanah. Sekitar 10 
persen produksi energi bersih pada satu tingkatan trofik berpindah ke trofik 
berikutnya. Proses yang menurunkan energi yang dipindahkan ke tingkatan 
trofik berikutnya meliputi respirasi, pertumbuhan, reproduksi, defekasi, 
kematian non predatori (organisme yang mati bukan karena dimakan 
organisme lain). Kualitas nutrisi material yang dikonsumsi juga dipengaruhi 
bagaimana energi secara efisien dipindahkan, karena konsumer dapat 
mengonversi sumber makanan berkualitas tinggi ke jaringan makhluk hidup 
baru secara lebih efisien daripada sumber makanan berkualitas rendah. 
Laju perpindahan energi secara rendah di antara tingkatan trofik membuat 
dekomposer secara umum lebih penting daripada produser dalam aliran 
energi. Dekomposer memroses sejumlah besar materi organik dan 
mengembalikan nutrien ke ekosistem dalam bentuk inorganik, yang 
kemudian diambil lagi oleh produser primer. Energi tidak mengalami siklus 
selama dekomposisi, tetapi dilepaskan sebagai panas. Produktivitas primer kasar suatu ekosistem (gross primary 
productivity) adalah jumlah total material organik yang diproduksi melalui 
fotosintesis. Produktivitas primer bersih (net primary productivity) 
menunjukkan jumlah energi yang tetap tersedia untuk pertumbuhan 
tumbuhan setelah dikurangi fraksi yang digunakan tumbuhan untuk 
respirasi. Produktivitas ekosistem darat pada umumnya naik sampai temperatur 
sekitar 30°C sesudah menurun, dan secara positif berkorelasi dengan 
kelembaban. Produktivitas primer darat yang paling tinggi berada pada 
zona hangat lembab tropis, terutama pada hutan hujan tropis. Sebaliknya, 
ekosistem semak gurun memiliki produktivitas paling rendah disebabkan 
iklimnya yang sangat ekstrim panas dan kering. Di lautan, cahaya dan nutrien memegang peranan penting dalam 
mengontrol produktivitasnya sehingga keduanya merupakan faktor 
pengontrol utama. Cahaya matahari hanya menembus pada bagian atas 
samudera saja sehingga fotosintesis hanya terjadi pada lapisan yang 
ditembus cahaya. Produktivitas primer di lautan paling tinggi berada pada 
area dekat garis pantai dan area lain tempat terjadinya pembalikan arus 
(upwelling) yang membawa nutrien ke permukaan, menyebabkan ledakan 
pertumbuhan plankton. Aliran dari darat seperti estuari juga merupakan 
sumber aliran nutrien. Terumbu karang memiliki produksi primer bersih 
paling tinggi, sedangkan laju terendah terjadi pada area terbuka karena 
hilangnya nutrien pada lapisan permukaan yang terdedah cahaya. Berapa banyak tingkatan trofik yang dapat didukung oleh suatu 
ekosistem? Jawaban terhadap pertanyaan ini bergantung pada beberapa 
faktor, yang meliputi jumlah energi yang masuk ke dalam ekosistem, energi 
yang hilang di antara tingkatan trofik, serta bentuk, struktur, dan fisiologi 
organisme pada setiap tingkatan trofik. Pada tingkat trofik tinggi, predator 
pada umumnya berukuran besar secara fisik dan memiliki kemampuan 
untuk menggunakan fraksi energi yang dihasilkan oleh tingkatan di 
bawahnya, sehingga hewan ini harus mencari makanan pada luasan area 
yang lebih besar untuk mencukupi kebutuhan kalori mereka. Karena faktor 
kehilangan energi tersebut, pada umumnya ekosistem terestrial jarang 
memiliki lebih dari lima tingkatan trofik. Sementara itu, untuk ekosistem 
lautan pada umumnya memiliki tidak lebih dari tujuh tingkatan trofik. 
Perbedan jumlah tingkatan trofik antara ekosistem terestrial dan lautan ini disebabkan perbedaan karakteristik fundamental antara organisme utama 
darat dan laut. Pada ekosistem lautan, fitoplankton mikroskopik 
melaksanakan hampir semua aktivitas fotosintesis, sementara tumbuhan 
melaksanakan proses fotosintesis di daratan. Fitoplankton merupakan 
organisme berukuran kecil dengan struktur yang sangat sederhana, 
sehingga sebagian besar produksi primernya dikonsumsi dan digunakan 
untuk energi organisme herbivora. Sebaliknya, porsi besar biomasa yang 
diproduksi tumbuhan darat, seperti akar, batang, dan cabang tidak dapat 
digunakan oleh herbivora sebagai makanan sehingga secara proporsional 
hanya sedikit energi yang berpindah dari tumbuhan ke herbivora tersebut. 
Angka (laju) pertumbuhan juga berpengaruh terhadap hal tersebut. 
Fitoplankton secara ekstrim berukuran kecil tetapi memiliki laju 
pertumbuhan yang sangat cepat sehingga mereka dapat mendukung 
populasi herbivora yang besar walaupun pada satu saat hanya terdapat 
populasi kecil fitoplankton dan populasi besar herbivora. Hal sebaliknya, 
tumbuhan darat memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mencapai 
kedewasaan, sehingga rata-rata atom karbon yang dikeluarkan lebih lama 
pada tingkatan produser pada ekosistem darat dibandingkan dengan 
produser pada ekosistem lautan. Sebagai tambahan, energi untuk 
perpindahan organisme terestrial pada umumnya lebih tinggi daripada 
hewan akuatik. 
2. Siklus Biogeokimia dalam Ekosistem 
Air dan bahan-bahan kimia lainnya berpindah dari satu tempat ke 
tempat lain, dari satu organisme ke organisme lain, dan dari satu bentuk ke 
bentuk lainnya membentuk suatu siklus yang kadang-kadang tidak 
sederhana bersama-sama dengan energi yang menyertainya dalam suatu 
ekosistem. Sekitar sepuluh jenis nutrien utama dan enam nutrien “trace”
dibutuhkan oleh seluruh hewan dan tumbuhan, sementara lainnya 
memainkan peranan penting untuk spesies-spesies tertentu. Siklus bahan 
kimia yang melibatkan organisme dan geologi disebut siklus biogeokimia. 
Siklus biogeokimia yang paling penting yang mempengaruhi kesehatan 
ekosistem adalah air, karbon, nitrogen, dan fosfor.
Sebagian besar permukaan Bumi ditutup oleh air, terutama lautan. 
Hampir seluruh air di Bumi ini tertampung di lautan (sekitar 97 persen) atau 
dalam bentuk es dan glasier (sekitar 2 persen), dan lainnya berada sebagai 
air tanah, danau, sungai, rawa, tanah, dan atmosfer. Sebagai tambahan, air 
berpindah sangat cepat pada ekosistem darat. Waktu tinggal (keberadaan) 
air pada ekosistem darat sangatlah singkat, rata-rata satu atau dua bulan 
sebagai air pada tanah, minggu atau bulan dalam air dalam tanah (sungai di 
tanah), enam bulanan sebagai lapisan salju. Ekosistem darat memroses air: 
hampir dua pertiga air yang jatuh di tanah sebagai hujan tahunan 
dikembalikan ke atmosfer oleh tumbuhan dalam proses transpirasi, sisanya 
dilepaskan ke sungai dan akhirnya sampai di laut. Karena siklus air tersebut 
merupakan proses yang sangat penting dalam fungsi suatu ekosistem darat, 
maka perubahan yang mempengaruhi siklus hidrologi akan memiliki 
pengaruh yang signifikan pada ekosistem darat. 
Kedua ekosistem, darat dan lautan, penting sebagai tempat 
penimbunan karbon yang digunakan oleh tumbuhan dan algae selama 
proses fotosintesis dan disimpan sebagai jaringan tubuh. Tabel di bawah 
menunjukkan perbandingan kuantitas karbon yang disimpan dalam 
tempat-tempat penyimpanan utama di Bumi
Siklus karbon relatif cepat melalui ekosistem darat dan lautan, tetapi 
dapat tersimpan lama di dalam kedalaman lautan atau dalam sedimen 
selama ribuan tahun. Rata-rata umur simpan suatu molekul karbon dalam 
ekosistem darat sekitar 17,5 tahun, walaupun variasinya sangat lebar 
bergantung pada tipe ekosistemnya. Karbon dapat tersimpan dalam hutan 
dewasa sampai ratusan tahun, tetapi waktu penyimpanan dapat singkat 
pada ekosistem jika tanah dan tumbuhannya cepat berganti-ganti dalam 
beberapa bulan saja. 
Aktivitas manusia, terutama penggunaan bahan bakar fosil, 
melepaskannya (emisi) karbon per tahun dengan jumlah yang signifikan. 
Pada saat ini, aktivitas manusia dapat menghasilkan 7 miliar ton karbon per 
tahun, 3 ton-nya tetap tersimpan dalam atmosfer. Keseimbangan secara 
kasar tercapai dengan proporsi yang sama antara ekosistem lautan dan 
darat. Sampai sekarang masih belum difahami sepenuhnya mekanisme apa 
yang bertanggung jawab untuk absorpsi karbon secara besar oleh 
ekosistem darat. 
Nitrogen dan fosfor merupakan dua mineral esensial untuk seluruh 
tipe ekosistem dan sering membatasi pertumbuhan jika tidak tersedia 
secara cukup. 
Versi yang diperluas tentang persamaan fotosintesis menunjukkan 
bagaimana tumbuhan menggunakan energi dari matahari untuk menyusun 
nutrien dan karbon menjadi senyawa organik ialah sebagai berikut: 
CO2 + PO4 (fosfat) + NO3 (nitrat) + H2O �CH2O, P, N (jaringan organik) + O2 
Nitrogen atmosfer (N2) tidak dapat diambil dan digunakan secara langsung
oleh kebanyakan organisme Mikroorganisme yang mengonversinya 
menjadi bentuk nitrogen yang bisa digunakan memainkan peran penting 
dalam siklus nitrogen. Organisme ini ialah bakteri dan algae pemfiksasi 
nitrogen, merubah amonia (NH4) di tanah dan permukaan air menjadi nitrit (NO2) dan nitrat (NO3), yang dapat diserap oleh tumbuhan. Beberapa 
bakteri ini hidup mutualisme dengan akar tumbuhan, terutama legum 
(kacang-kacangan). Pada akhir siklus, dekomposer akan memecah 
organisme mati dan sampah organik, mengubah bahan organik menjadi 
bahan inorganik. Bakteri lainnya melakukan denitrifikasi, memecah nitrat 
dan mengembalikan gas nitrogen ke atmosfer. Aktivitas manusia yang 
meliputi penggunaan bahan bakar fosil, penanaman tumbuhan pemfiksasi 
nitrogen, dan peningkatan penggunaan pupuk nitrogen, merubah siklus 
nitrogen alami. Proses tersebut telah menambah jumlah nitrogen yang 
difiksasi oleh tumbuhan terestrial setiap tahunnya, bahkan oleh algae jika 
pemupukan nitrogen menyebabkan terjadinya nitrogen terlarut sehingga 
menyuburkan perairan. Dengan kata lain, pemasukan antropogenik 
menyebabkan peningkatan dua kali terhadap fiksasi nitrogen pada 
ekosistem darat. Efek utama ekstranitrogen ini ialah peningkatan 
kesuburan ekosistem perairan. 
Ledakan populasi algae dan tumbuhan air lainnya menyebabkan 
turunnya kadar oksigen perairan sehingga mengganggu pernafasan hewan�hewan air. Kematian organisme dan dekomposisi yang cepat berakibat 
pada pendangkalan perairan. Danau alami akan berkembang menjadi 
danau oligotrofi, yaitu fase perubahan danau menjadi ekosistem darat. 
Fosfor, nutrien tumbuhan utama lainnya, tidak mengalami fase gas 
seperti karbon atau nitrogen. Sebagai akibatnya, fosfor mengalami siklus 
secara perlahan melalui biosfer. Sebagian besar fosfor di tanah berada 
dalam bentuk yang tidak dapat digunakan secara langsung oleh organisme, 
sebagaimana kalsium dan besi fosfat. Bentuk yang tidak bisa langsung 
digunakan (terutama ortofosfat, atau PO4) dihasilkan melalui dekomposisi 
bahan organik, dengan sedikit manfaat atau peranan dari pelapukan 
batuan. Jumlah fosfat yang tersedia untuk tumbuhan bergantung pada pH 
tanah. Pada pH randah, fosfor berikatan secara kuat dengan partikel 
lempung dan diubah menjadi bentuk yang relatif terlarut yang 
mengandung besi dan aluminum. Pada pH tinggi, fosfor hilang menjadi 
bentuk yang tidak terjangkau. Sebagai hasilnya, konsentrasi fosfat tersedia 
jika pH tanah di antara 6 dan 7. Oleh karena itu, pH tanah merupakan 
faktor penting yang mempengaruhi kesuburan tanah. Fosfor yang 
berlebihan dapat juga berperan untuk overfertilisasi dan eutrofikasi sungai 
dan danau. Aktivitas manusia telah meningkatkan konsentrasi fosfor pada 
ekosistem alami seperti penggunaan pupuk, membuangnya dari tempat 
pengolahan limbah, dan penggunaan fosfor dalam deterjen. 
3. Regulasi Fungsi Ekosistem 
Satu pertanyaan kunci untuk ahli ekologi yang mempelajari 
pertumbuhan dan produktivitas ekosistem ialah faktor-faktor apa saja yang 
membatasi aktivitas ekosistem. Ketersediaan sumber daya seperti cahaya, 
air, dan nutrien, merupakan kunci pengontrolan pertumbuhan dan 
reproduksi. Beberapa nutrien digunakan dalam rasio yang tertentu. sebagai 
contoh, rasio nitrogen terhadap fosfor dalam jaringan organik algae sekitar 
16 : 1, sehingga jika konsentrasi nitrogen yang tersedia lebih besar daripada 
16 kali konsentrasi fosfor, kemudian fosfor akan menjadi faktor yang 
membatasi pertumbuhan. Sebaliknya jika lebih rendah maka nitrogen akan 
menjadi pembatasnya. Untuk memahami bagaimana fungsi suatu 
ekosistem tertentu, sangat penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor 
pembatas apa saja untuk aktivitas ekosistem. Sumber daya yang 

ekologi hewan 2





















mempengaruhi aktivitas ekosistem berbeda-beda bergantung pada apakah 
faktor tersebut esensial atau komplementer. Sumber daya esensial 
membatasi pertumbuhan jika secara minimum tidak tersedia, sehingga �pertumbuhan tidak berlangsung. Sebaliknya, jika dua sumber daya dapat 
saling menggantikan, pertumbuhan populasi dibatasi jika keduanya tidak 
ada. Sebagai contoh, glukosa dan fruktosa merupakan sumber makanan 
yang bersifat substitusi bagi banyak tipe bakteri. Sumber daya dapat saja 
saling komplementer (melengkapi), yang artinya sejumlah kecil salah satu 
sumber dapat mensubstitusi untuk sejumlah besar sumber lainnya. 
Ketersediaan sumber daya menyediakan apa yang disebut dengan kontrol 
"bottom-up" pada suatu ekosistem. Artinya ialah bahwa suplai energi dan 
nutrien mempengaruhi ekosistem pada tingkatan trofik yang lebih tinggi 
dengan mempengaruhi jumlah energi yang berpindah ke tingkatan yang 
lebih atas pada rantai makanan. 
Pada beberapa kasus, ekosistem dapat lebih kuat dipengaruhi oleh apa 
yang disebut dengan kontrol "top-down", yang artinya kelimpahan 
organisme pada tingkatan trofik yang tinggi dalam ekosistem. Kedua tipe 
pengaruh tersebut bekerja pada ekosistem dalam waktu yang sama, tetapi 
sejauh apa pengaruhnya pada jaring-jaring makanan dan pada interaksi 
trofik pada puncak rantai makanan sangat bervariasi antarwaktu dan 
tempat, serta pada berbagai struktur populasi. Banyak studi ekologis 
dilakukan untuk mengukur apakah kontrol “bottom-up” atau“top-down” 
lebih penting pada ekosistem khusus karena hasilnya penting bagi 
penyusunan strategi perlindungan konservasi dan lingkungan. Sebagai 
contohnya, studi oleh Benjamin S. Halpern dan lainnya tentang kontrol 
jaring-jaring makanan pada ekosistem hutan di lepas pantai Southern 
California menemukan bahwa variasi kelimpahan predator menunjukkan 
secara signifikan proporsi variasi kelimpahan algae dan organisme 
tingkatan trofik tinggi yang memakan algae dan plankton. Mereka 
menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara produksi 
primer oleh kelimpahan algae dan spesies pada tingkatan trofik tinggi. �Spesies yang paling terpengaruh ialah lobster berduri, Kellet's whelk, 
rockfish, dan sea perch. Berdasarkan penemuan ini, penulis menyimpulkan 
bahwa usaha-usaha untuk mengontrol aktivitas yang mempengaruhi 
tingkatan trofik yang lebih tinggi akan memiliki dampak yang lebih jauh dan 
besar pada dinamika komunitas daripada upaya-upaya untuk mengontrol 
lainnya, misalnya pemasukan nutrien. Kekecualian terjadi jika 
pemasukannya sangat besar sehingga dapat menciptakan zona kematian 
(anoksik). 
Perubahan secara drastis pada puncak jaring-jaring makanan dapat 
mendorong efek domino, yaitu mempengaruhi pula banyak tingkatan trofik 
rendah. Efek domino trofik ini bergantung pada sejumlah tingkatan trofik 
dalam ekosistem dan meluas ke predator untuk mereduksi kelimpahan 
tingkatan trofik sampai di bawah daya dukung pada sumber daya yang 
terbatas. 
Beberapa spesies merupakan komponen yang sangat penting untuk 
keseluruhan ekosistem yang kemudian dikenal dengan istilah spesies kunci 
(keystone species). Artinya ialah bahwa mereka menempati niche ekologi 
yang mempengaruhi banyak spesies lainnya. Kehilangan atau turunnya 
populasi spesies kunci ini mengakibatkan dampak yang besar dan serius 
pada ekosistem. Banyak ahli percaya bahwa reintroduksi serigala ke Taman 
Nasional Yellowstone National Park pada tahun 1995 setelah mereka 
dimusnahkan dari kawasan itu melalui perburuan telah menyebabkan 
penurunan satu tingkatan trofik, dan hasil reintroduksi secara umum 
positif. Serigala secara nyata telah menurunkan populasi elk, memberi 
kesempatan pohon willow untuk tumbuh kembali. Pengaruh nyata terjadi 
terutama pada banyak daerah aliran sungai (riparian) tempat elk merumput 
pohon willows secara intensif. Pertumbuhan willow menarik burung�burung dan mamalia kecil dalam jumlah yang besar untuk mengolonisasi 
daerah tersebut. 
4. Perubahan Ekosistem secara Alami 
Hubungan antarspesies merupakan proses yang dinamis yang pada 
akhirnya menentukan ekosistemnya. Proses perubahan komunitas secara 
alami dari waktu ke waktu (tahun, abad, jutaan tahun) disebut suksesi. Pola 
suksesi umum meliputi kolonisasi tumbuhan yang pada akhirnya secara 
suksesif diikuti munculnya komunitas lainnya hingga mencapai klimaksnya. 
Seperti dikemukakan sebelumnya, suksesi ekologis ini diamati melalui 
perubahan struktur komunitasnya sepanjang waktu walaupun sebenarnya 
faktor kimia-fisik lingkungan tidak mungkin dipisahkan. Hal ini disebabkan 
suksesi terjadi secara bertahap dengan bergantinya struktur komunitasnya 
seiring dengan kondisi kimia-fisik lingkungannya. Dalam suksesi ini, satu 
atau beberapa spesies akan mengalami penurunan populasi sedangkan 
lainnya akan meningkat, serta terjadi kolonisasi spesies baru ke tempat 
tersebut. Setiap spesies memiliki kebutuhan khusus akan seperangkat 
faktor lingkungan dengan kisaran yang sesuai sehingga mereka akan 
tumbuh dan bereproduksi. Spesies yang mampu tumbuh dengan cepat 
dengan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan efisien akan 
menghasilkan banyak keturunan sehingga menjadi lebih berlimpah. Kunci 
dari terjadinya suksesi ekosistem ini ialah perubahan ekosistem sehingga 
jika proses ini masih berlangsung, akan terus terjadi perubahan struktur 
komunitasnya seiring dengan perubahan faktor lingkungan lainnya. Suksesi 
ekologis diawali jika terjadi perubahan secara dramatis pada ekosistem 
tersebut, misalnya dasar laut yang mengalami pengangkatan sehingga 
muncul di permukaan laut, ekosistem yang rusak karena bencana alam 
seperti gunung meletus atau meteor yang jatuh. Suksesi bisa juga �disebabkan karena faktor aktivitas manusia seperti pembakaran lahan, 
reklamasi pantai, deforestasi, dan sebagainya. 
Spesies atau organisme yang pertama-tama menginvasi/ 
mengolonisasi daerah kosong biasa disebut sebagai organisme pionir. 
Karakteristik organisme pionir ini ialah kemampuannya dalam 
menggunakan sumber daya yang sangat ekstrim serta unsur hara yang 
sangat miskin dan hampir nol. Dengan mulainya kolonisasi oleh organisme 
pionir ini ditambah dengan faktor alami yang mempercepat pelapukan 
batuan atau substrat menyebabkan peningkatan substrat yang cocok untuk 
hidup organisme, peningkatan kelembaban, serta penambahan unsur hara 
akibat dekomposisi organisme pionir tersebut. Tahap berikutnya dengan 
membaiknya kondisi substrat akan diikuti dengan kolonisasi organisme 
lainnya yang cocok untuk menempati habitat tersebut. Demikian proses 
tersebut berlangsung terus menerus hingga berhenti pada kondisi 
kestabilan dinamis ekosistemnya yang disebut komunitas (ekosistem) 
klimaks. Untuk mencapai klimaks ini diperlukan waktu yang berbeda-beda 
untuk setiap tempat, demikian juga bergantung pada ukuran lokasinya. 
Sebagai contoh, klimaks hutan hujan tropis tercapai setelah ratusan tahun, 
tetapi kolam dapat mencapai klimaks dalam bulan atau tahunan saja. �Suksesi segera terjadi jika ekosistem mengalami kerusakan, dan 
berdasarkan tingkat kerusakannya dibedakan menjadi dua: 
1) Suksesi primer: suksesi primer terjadi jika terjadi pada daerah yang 
benar-benar kosong tanpa organisme yang hidup di dalamnya, 
misalnya dasar laut yang mengalami pengangkatan, pulau yang 
merupakan puncak gunung di dasar laut meletus hingga 
memusnahkan seluruh kehidupan di dalamnya. 
2) Suksesi sekunder: suksesi ini terjadi jika komunitas klimaks mengalami 
gangguan sehingga terjadi kemunduran tahap suksesi, sebagai 
akibatnya komunitas akan mengalami suksesi seperti pada tahap 
sebelumnya untuk menuju komunitas klimaks. 
Memang tidak ada batasan yang absolut untuk membatasi definisi ini 
terutama pada luasan area. Oleh karena itu untuk memudahkan 
pembahasan, dalam buku ini suksesi dibatasi pada kondisi awal terjadinya 
suksesi. Jika dimulai dari kondisi tanpa organisme yang hidup di dalamnya 
dikelompokkan sebagai suksesi primer termasuk dasar laut yang mengalami �pengangkatan sehingga muncul di atas permukaan laut. Komunitas pada 
pulau ini ialah nol (kosong) karena pulau ini sekarang merupakan ekosistem 
darat. Jika suksesi tidak dimulai pada tahap komunitas nol, maka kita 
golongkan sebagai suksesi sekunder. 
Puncak dari suksesi adalah komunitas yang tersususn atas sejumlah 
spesies yang saling berada dalam keseimbangan dinamis, komunitas seperti 
ini disebut komunitas klimaks. Komunitas klimaks menunjukkan akhir dari 
urutan suksesi dan mencapai kestabilan. Tipe komunitas klimaks ditentukan 
oleh faktor-faktor terutama iklim dan suhu, sehingga komunitas klimaks 
yang dicapai pada suatu tempat bisa berbeda dengan tempat lain. 
Walaupun demikian, terdapat pula teori yang membagi suksesi komunitas 
ini menjadi dua, yaitu suksesi berarah dan suksesi tidak berarah. Suksesi 
berarah jika fluktuasi struktur komunitas tetap mengarah pada tahap stabil 
(komunitas klimaks) sesuai dengan faktor iklim dan suhunya. Sebaliknya, 
suksesi tidak berarah selalu berubah-ubah misalnya secara musiman dan 
tidak mengarah pada suatu komunitas akhir yang stabil. Berikut ini disajikan 
gambar yang menunjukkan bagaimana proses suksesi diamati melalui dua 
pendekatan: pendekatan pengamatan pada satu lokasi sepanjang waktu; 
dan pendekatan pengamatan pada lokasi yang berbeda pada saat yang 
sama. �Contoh suksesi yang penulis amati ialah suksesi ekosistem yang 
berlangsung pada gunung aktif kecil di Kota Bitung, Sulawesi Utara, yaitu 
Gunung Batuangus yang memiliki tinggi 450 m dpl. Gunung ini sebagian 
wilayahnya masuk ke dalam Cagar Alam Tangkoko Batuangus dan sebagian 
masuk ke dalam Taman Wisata Alam Batuangus. Letusan terakhir gunung 
ini terjadi sekitar 150 tahun yang lalu, dengan memuntahkan lava yang 
mengalir ke sekitarnya, dan aliran yang paling panjang mencapai sisi timur 
laut ke arah Selat Lembeh. �Dengan letusan tersebut ekosistem di kawasan tersebut dan 
sekitarnya mengalami kemusnahan sehingga menjadi daerah kosong 
organisme. Aliran lava akan membeku menjadi bakuan beku. Seiring 
dengan perjalanan waktu, terjadilah pelapukan batuan karena faktor alam 
seperti suhu panas di siang hari dan dingin di malam hari, hujan, serta 
pelapukan karena bantuan organisme seperti tumbuhan perintis. 
Tumbuhan pionir atau perintis pada batuan lapuk ini ialah lumut kerak 
(lichenes) yang diikuti oleh tumbuhan lumut, paku, dan anggrek. Suksesi 
komunitas tumbuhan berikutnya ialah rumput-rumputan serta pepohonan 
yang menginvasi dari kawasan sekitarnya terutama Cagar Alam Tangkoko 
Batuangus dan Cagar Alam Dua Sudara. Urutan suksesinya dapat dirunut 
seperti disajikan pada gambar berikut ini. �Populasi adalah sekelompok individu dari spesies yang sama yang 
hidup pada regio yang sama pada saat tertentu. Populasi, sebagaimana 
organisme tunggal, memiliki ciri atau atribut yang unik seperti laju 
pertumbuhan, struktur umur, rasio jenis kelamin, dan laju mortalitas. 
Populasi selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu karena faktor 
kelahiran, kematian, dan migrasi atau dispersal individu di antara populasi 
yang terpisah. Jika sumber daya yang diperlukan organisme cukup 
melimpah dan kondisi lingkungan sesuai, populasi dapat meningkat secara 
cepat. Kemampuan populasi untuk meningkat secara maksimum pada 
kondisi optimal disebut potensial biotik. Potensial biotik ditunjukkan 
dengan huruf r jika digunakan dalam persamaan matematis. 
Pada kebanyakan contoh, sumber daya tidaklah tak terbatas dan 
kondisi lingkungan tidaklah optimal. Iklim, makanan, habitat, ketersediaan 
air, dan faktor lainnya yang mendukung pertumbuhan populasi selalu 
terbatas karena resistensi lingkungan. Lingkungan hanya dapat mendukung 
sejumlah individu pada suatu populasi secara terbatas. Jumlah individu 
yang dapat hidup pada suatu habitat atau lingkungan dikenal dengan istilah 
daya dukung (carrying capacity). Daya dukung ditunjukkan dengan huruf K 
jika digunakan dalam persamaan matematis. 
Populasi kadang-kadang dikelompokkan berdasarkan karakteristik 
pertumbuhannya. Spesies yang meningkat jumlahnya sampai mencapai 
daya dukung sesuai dengan lingkungannya dan kemudian berhenti disebut 
spesies terseleksi-K (K-selected). Spesies yang tumbuh secara cepat, sering 
secara eksponensial sesuai dengan kondisi lingkungannya disebut sebagai 
spesies terseleksi-r (r-selected). Spesies terseleksi-K memiliki ciri-ciri 
sebagai berikut: pematangan lambat, usia muda lebih sedikit dan lebih �besar, masa hidup lebih panjang, perawatan oleh induk lebih banyak, 
kompetisi terhadap sumber daya lebih intensif. Karakteristik spesies 
terseleksi-r meliputi: pematangan/pendewasaan cepat, umur muda banyak 
dan lebih kecil, masa hidup lebih pendek, kurang perawatan oleh induk, 
kurang kompetisi terhadap sumber daya. 
Beberapa faktor lingkungan dan biologis memiliki pengaruh yang 
berbeda terhadap populasi bergantung pada kepadatannya (densitas). Jika 
densitas populasi tinggi, faktor-faktor tersebut menjadi pembatas untuk 
keberhasilan populasi. Sebagai contoh, jika individu terkumpul dalam area 
yang kecil, penyakit dapat lebih mudah menyebar daripada populasi yang 
jarang atau densitasnya rendah. Faktor-faktor yang dipengaruhi oleh 
densitas populasi disebut faktor yang bergantung pada densitas (density�dependent factors). Terdapat beberapa faktor yang tidak bergantung pada 
densitas (density-independent factors) antara lain perubahan suhu panas ke 
dingin saat musim dingin dan salinitas air. Faktor pembatas populasi lainnya 
ialah kompetisi intraspesies yang terjadi pada saat individu-individu di 
dalam satu populasi berkompetisi untuk mendapatkan sumber daya yang 
sama. Kadang-kadang kompetisi intraspesies terjadi secara langsung, 
misalnya jika dua individu bertanding atau bersaing untuk mendapatkan 
makanan yang sama, atau bisa terjadi secara tidak langsung, misalnya pada 
saat tindakan satu individu merubah lingkungan dan kemungkinan 
membahayakan terhadap lingkungan individu lainnya. 
Populasi hewan berinteraksi satu sama lain dan dengan lingkungannya 
melalui berbagai cara. Salah satu interaksi primer pada populasi hewan 
terjadi pada saat mencari makan. Hewan yang mengonsumsi tumbuhan 
sebagai sumber makanannya disebut herbivora. Terdapat beberapa tipe 
herbivora. Herbivora yang makan rumput-rumputan disebut perumput 
(grazer). Hewan yang mengonsumsi daun-daunan dan bagian tubuh �tumbuhan berkayu lainnya disebut perenggut (browser), sedangkan yang 
memakan buah, biji, getah, dan polen disebut frugivora. 
Populasi hewan yang memangsa hewan lain disebut pemangsa 
(predator). Populasi yang dimakan predator disebut mangsa (prey). 
Seringkali hubungan antara predator dan mangsa di atas membentuk siklus 
yang kompleks. Jika jumlah mangsa melimpah, jumlah predator juga 
mengalami peningkatan sampai jumlah mangsa berkurang. Sebaliknya pada 
saat jumlah mangsa menurun, jumlah predator juga akan menurun. Jika 
lingkungan menyediakan sumber daya yang memadai untuk pertumbuhan 
populasi mangsa, maka siklus di atas akan berulang kembali. 
Konsep eksklusi kompetisi menyatakan bahwa jika dua spesies yang 
memerlukan sumber daya yang identik, maka keduanya tidak dapat hidup 
bersama (coexist) pada lokasi yang sama. Alasan di balik konsep tersebut 
ialah bahwa satu dari kedua spesies akan beradaptasi secara lebih baik 
pada lingkungan tersebut dan lebih berhasil, sampai akhirnya satu spesies 
lainnya keluar atau punah dari lingkungan tersebut. Walaupun demikian, 
terdapat banyak spesies yang menggunakan sumber daya yang sama dapat 
hidup bersama. Karena lingkungan sangat bervariasi, maka spesies yang 
sedang berkompetisi dapat menggunakan sumber daya dengan cara yang 
berbeda pada saat terjadi kompetisi secara intensif. Pada saat dua spesies 
sedang berinteraksi, sebagai contohnya ialah predator dan mangsa, mereka 
dapat mempengaruhi evolusi satu dengan lainnya. Istilah untuk kejadian ini 
ialah koevolusi yang hasilnya ialah dua spesies yang mempengaruhi (secara 
positif atau negatif) satu sama lain, suatu hubungan yang disebut simbiosis. 
Populasi biasanya dibahas dengan mendeskripsikan parameter atau 
atribut populasi yang meliputi ukuran populasi, kepadatan (densitas) 
populasi, pola sebaran individu, serta pertumbuhan populasi. �1. Ukuran Populasi 
Ukuran populasi (population size) adalah jumlah individu suatu spesies 
yang menempati lokasi tertentu pada waktu tertentu. Ukuran populasi 
bukanlah kondisi yang stabil tetapi sangat dinamis, dalam arti terjadi 
perubahan dalam jumlah individu atau jumlah individu tetap tetapi 
komposisi individunya berubah. Perubahan ukuran populasi disebabkan 
karena tiga faktor yaitu kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), dan 
perpindahan individu (migrasi). Perpindahan individu meliputi dua 
peristiwa, yaitu masuknya individu dari tempat lain (imigrasi) dan keluarnya 
individu ke tempat lain (emigrasi). 
2. Kepadatan Populasi 
Kepadatan populasi (densitas) adalah rata-rata jumlah individu suatu 
populasi pada setiap unit area atau volume. Sebagai contohnya, terdapat 
100 ekor ayam hutan per km2
 hutan Gunung Klabat; 120 ikan pari per km3
di Laut Jawa. 
Ukuran populasi dan densitas merupakan dua komponen yang penting 
dalam penggunaan statistik dan digunakan untuk mendeskripsikan dan 
memahami populasi. Seperti dijelaskan di depan, ukuran populasi merujuk 
pada jumlah individu (N) penyusunnya. Densitas adalah ukuran atau 
jumlah individu pada setiap unit area (luas atau volume). Data keduanya 
memungkinkan seorang ahli menyusun model fluktuasi populasi sepanjang 
waktu. Sebagai contoh, populasi yang besar lebih stabil dibandingkan 
dengan populasi yang lebih kecil. Dengan ukuran yang kecil, maka variasi 
genetiknya juga semakin kecil sehingga mengurangi kapasitas beradaptasi 
terhadap perubahan lingkungan. Individu pada populasi dengan densitas 
rendah relatif tersebar sehingga lebih sulit terjadinya pertemuan untuk 
bereproduksi dibandingkan dengan populasi yang besar. Sebaliknya, pada �populasi yang besar terjadi kompetisi yang besar pula untuk mendapatkan 
makanan, pasangan kawin, dan tempat. 
3. Struktur Populasi 
Individu-individu di dalam suatu populasi dapat dikelompokkan 
berdasarkan atribut tertentu, misalnya berdasarkan kelompok umur dan 
jenis kelamin. Sebagai contohnya, penelitian Saroyo (2009) pada kelompok 
monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko Batuangus 
diperoleh hasil sebagai berikut ini. 
Ukuran dan komposisi Kelompok Rambo II berdasarkan kelas umur 
dan jenis kelamin pada awal penelitian (bulan Januari 2004) disajikan pada 
Tabel 4.1. Pertumbuhan Kelompok Rambo II diamati selama 1 tahun. 
Jumlah kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi direkapitulasi setiap 
bulannya, dan hasilnya disajikan pada Tabel 4.2.


komposisi kelompok berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin pada akhir 
penelitian (bulan Desember 2006) disajikan pada Tabel 4.3. 
Tabel 4.1. Komposisi Kelompok Rambo II pada bulan Januari 2004 
Kel. Umur Jenis Kelamin (ekor) Nisbah
Jantan:Betina Jantan Betina
Bayi 1 -
Anak 26
Pradewasa 3 1
Dewasa 6 14 1: 2,3
Jumlah 51
Tabel 4.2. Rekapitulasi jumlah kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi 
pada Kelompok Rambo II selama tahun 2004 
Bulan Kelahiran 
(ekor) 
Kematian 
(ekor) 
Imigrasi 
(ekor) 
Emigrasi 
(ekor) 
Ukuran
Kelompok
(ekor) 
Januari - - - - 51
Februari - - - - 51
Maret - - - - 51
April - - - - 51
Mei 4 (1♂, 
3♀) 
1 (♀
anak) 
- - 54
Juni - - - 1 (♂) 53
Juli 4 (4♀) - - - 57
Agustus - - - 2 (♂) 55
September 2 (♂) - - - 57
Oktober 2 (1♂, 
1♀) 
1 (♀
bayi) 
- 2 (♂) 56
November 1 (♀) - 2 (♂) 59
Desember - - 1 (♂) 2 (♂) 58
Jumlah 13 2 3 7 58
Pada awal pengamatan (Januari 2004), ukuran Kelompok Rambo II 
sebesar 51 ekor. Selama satu tahun terdapat 13 kelahiran, dua kematian, �

tiga imigrasi, dan tujuh emigrasi. Dengan demikian ukuran kelompok pada 
akhir pengamatan (Desember 2004) sebesar 58 ekor.
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa selama satu tahun terjadi 13 
kelahiran (empat ekor jantan dan sembilan ekor betina) atau sebesar 
25,49% dari total individu kelompok pada awal pengamatan, dua kematian 
(seekor betina anak dan seekor betina bayi) atau 3,92% dari total individu 
awal, tiga kali jantan dewasa masuk kelompok atau 5,88% dari total 
individu awal, dan tujuh kali jantan dewasa keluar kelompok atau 13,73% 
dari total individu awal. Filopatri betina dan migrasi jantan baik imigrasi 
maupun emigrasi menentukan nisbah jantan dan betina dewasa dalam 
kelompok tersebut. 
Kelahiran (natalitas) terjadi pada bulan Mei-November. Jika dilihat 
pertumbuhan kelompok hanya pada Kelompok Rambo II saja seakan-akan 
terdapat musim kawin, tetapi jika diamati pada kelompok lain, misalnya 
Kelompok Rambo I pada bulan-bulan tersebut justru tidak terdapat 
kelahiran, sebanyak 65,22% betina mengalami estrus. Hal ini berbeda 
dengan Kelompok Rambo II yang sebagian besar betinanya (73,33%) sedang 
mengasuh bayi dan hanya sedikit yang menunjukkan tanda-tanda estrus. 
Kematian (mortalitas) secara alami disebabkan faktor kecelakaan, 
umur, dan serangan predator. Kematian betina anak terjadi karena 
serangan predator. Pada tubuh individu tersebut ditemukan bekas-bekas 
cakaran, tetapi tidak ada luka yang besar. Kemungkinan individu ini 
diserang oleh biawak (Varanus salvator). Kematian betina bayi disebabkan 
tertimpa cabang pohon yang menyebabkan atap tengkorak pecah, sehingga 
otak terdedah. Peristiwa ini terjadi pada tanggal bulan Agustus pada saat 
terjadi angin selatan yang cukup kencang. Bayi mampu bertahan selama 
hampir dua bulan dalam kondisi yang lemah karena tidak mampu lagi 
makan dan berjalan jauh dan baru mati pada akhir bulan November. Pada �
perut bayi terdapat empat lubang bekas gigitan. Kemungkinan luka ini 
disebabkan gigitan biawak. Bayi yang mati ini dibawa induknya selama satu 
hari saja, dan pada hari berikutnya sudah tidak dibawa. 
Tabel 4.3. Komposisi Kelompok Rambo II pada bulan Desember 2004 
Kel Umur Jenis Kelamin (ekor) Nisbah
Jantan:Betina Jantan Betina
Bayi 4 9
Anak 23
Remaja 4 -
Dewasa 3 15 1:5
Jumlah 58
Struktur populasi menurut umur dan jenis kelamin merupakan 
karakter yang penting dalam analisis dinamika populasi. Populasi dibagi 
menjadi beberapa kelas umur dan dapat digambarkan sebagai piramida 
struktur populasi. Struktur populasi menurut umur merefleksikan 
mortalias, natalitas, dan juga migrasi. Proporsi jumlah individu antara umur 
tua dan muda bisa sangat bervariasi. Gambar piramida di bawah 
menunjukkan empat model pertumbuhan populasi, yaitu: 
a) Populasi stasioner: natalitas dan mortalitas konstan 
b) Populasi regresif: penurunan natalitas 
c) Populasi progresif: peningkatan natalitas 
d) Populasi yang mengalami bencana (epidemi, bencana alam) �
4. Sebaran Individu 
Densitas populasi yang menunjukkan rata-rata jumlah individu suatu 
populasi per unit area (luas atau volume), tidak menggambarkan sebaran 
(distribusi) individu di dalamnya, apakah merata, tidak merata, atau 
berkelompok. Pola sebaran individu dapat menggambarkan karakteristik 
spesies atau karakteristik lingkungan. Beberapa spesies hewan hidup dalam 
kelompok sosial, misalnya sebagian besar primata, gajah, dan singa, 
sehingga pola sebarannya ditentukan oleh karakteristik spesiesnya. Pola 
sebaran individu juga dipengaruhi oleh sebaran makanannya. Makanan 
sedikit dan tersebar tidak merata menyebabkan sebaran individu suatu 
populasi hewan juga tidak merata. 
Terdapat tiga pola sebaran individu di dalam habitatnya, yaitu: 
a. Merata: jika densitas untuk setiap bagian pada suatu habitat sama atau 
hampir sama. Pola seperti ini biasanya terjadi pada hewan-hewan yang 
hidup pada lingkungan dengan sumber daya yang sangat langka, 
misalnya air di gurun. �
b. Tidak merata: jika densitas untuk setiap bagian pada suatu habitat 
sangat berbeda. Pola seperti ini biasanya terjadi pada hewan-hewan 
yang sangat jarang berinteraksi satu sama lain. 
c. Mengelompok: pola ini sangat umum terjadi pada hewan. Sumber daya 
pada habitat ini biasanya tersebar. 
Gambar 4.3. Pola sebaran individu suatu populasi dalam satu habitat 
5. Dinamika Populasi 
Populasi selalu berubah dari waktu ke waktu baik dalam ukurannya 
maupun dalam komposisi inidividunya. Populasi hewan yang tidak 
terganggu yang hidup pada suatu lingkungan yang juga tidak terganggu 
biasanya berada pada suatu level atau titik keseimbangan dalam ukuran 
populasi, walaupun komposisi individunya berubah-ubah karena proses 
kelahiran, kematian, dan migrasi. Kekecualian terdapat pada populasi baru 
yang menginvasi suatu habitat dengan sumber daya yang melimpah. 
Biasanya populasi hewan akan tumbuh maksimal hingga mencapai suatu 
ukuran maksimal. Dari titik tersebut, populasi bisa stabil atau turun. 
Terdapat dua faktor yang mengontrol dinamika populasi ini, faktor 
pertama disebut faktor yang bergantung pada densitas (density�dependant), pengaruh faktor ini dipengaruhi oleh densitas hewan. Faktor�faktor yang termasuk kelompok ini antara lain kompetisi, predasi, penyakit, �
dan kecelakaan. Faktor kedua disebut faktor yang tidak bergantung pada 
densitas (density-independant), seperti iklim, cuaca, dan bencana alam. 
Dinamika populasi merupakan peristiwa fluktuasi dalam ukuran dan 
komposisi individu suatu populasi. Terdapat tiga model dinamika populasi 
dalam ukuran, yaitu meningkat, menurun, dan tetap/stabil. Pada populasi 
yang tertutup, artinya tidak ada migrasi, hanya dua faktor saja yang 
mempengaruhinya, yaitu jumlah kelahiran dan jumlah kematian. Jika 
jumlah kelahiran lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kematian, 
maka ukuran populasi meningkat (pertumbuhan positif). Jika jumlah 
kelahiran lebih rendah dibandingkan dengan jumlah kematian, maka 
ukuran populasi menurun (pertumbuhan negatif). Sebaliknya jika jumlah 
kelahiran sama dengan jumlah kematian, maka ukuran populasi tetap 
(pertumbuhan nol). Dengan demikian, pertumbuhan nol tidak berarti 
bahwa populasi tersebut tidak mengalami perubahan, tetapi perubahan 
hanya terjadi pada komposisi individunya saja. 
Fluktuasi ukuran populasi dapat bervariasi mengikuti pola tertentu. 
Pola-pola pertumbuhan populasi disajikan pada gambar di bawah ini. 
1) Osilasi populasi (population oscillation): perubahan ukuran populasi 
secara simetris di atas dan di bawah level keseimbangan. 
2) Fluktuasi populasi (population fluctuation): perubahan ukuran populasi 
secara asimetris di atas dan di bawah level keseimbangan. 
3) Minimum kritis (critical minimum): ukuran minimum populasi yang jika 
dilewati maka individu yang tersisa tidak mampu lagi untuk tumbuh. 
4) Kehancuran populasi (population crash): penurunan ukuran populasi 
secara cepat dan mendadak sebagai akibat dari pemanfaatan habitat 
yang berlebihan atau karena bencana alam (banjir, gunung meletus, 
perubahan iklim, meteor jatuh, tsunami, kekeringan) atau penyakit, jika 
ukuran populasi melewati minimum kritis maka populasi akan punah.�5) Erupsi populasi (population eruption): peningkatan ukuran populasi 
secara cepat dan tiba-tiba pada populasi yang sudah ada sebelumnya. 
Erupsi populasi atau eksplosi populasi disebabkan oleh kondisi habitat 
yang tidak biasa seperti hilangnya predator atau melimpahnya 
makanan. 
6) Irupsi populasi (population irruption): peningkatan ukuran populasi 
secara cepat dan tiba-tiba tetapi nonperiodik, sering kali terjadi pada 
saat organisme invasif menginvasi suatu habitat baru. 
Gambar 4.4. Variasi bentuk perubahan dalam ukuran populasi 
Populasi hewan memiliki potensi dalam (innate) untuk tumbuh tak 
terhingga, tetapi lingkungan membatasinya. Faktor-faktor luar yang 
mempengaruhi pertumbuhan populasi dibedakan menjadi dua, yaitu faktor 
langsung (direct factors) dan faktor tidak langsung (indirect factors). Faktor 
langsung meliputi: predasi (Pd), kelaparan (Kl), penyakit (Pk), kecelakaan 
(Kc), dan perburuan (Pr). Faktor tidak langsung yang kadang-kadang disebut 
faktor kesejahteraan (welfare factors) yang sering menyebabkan 
ketersediaan sumber daya seperti makanan, air, mineral, naungan secara 
berkala atau permanen sehingga terjadi osilasi atau fluktuasi. Contoh faktor 
tidak langsung ialah fluktuasi iklim (Fi), kebakaran (Kb), perusakan habitat �
(Ph), suksesi (S), dan bencana alam (Ba). Pengaruh keseluruhan faktor 
tersebut dinamakan resistensi lingkungan (environment resistance), yang 
mempengaruhi pertumbuhan populasi agar tetap berada pada level 
keseimbangan. Level ini disebut daya dukung (carrying capacity) (K). 
Gambar 4.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi: 
faktor langsung (Predasi/Pd, Kelaparan/Kl, Penyakit/Pk, Kecelakaan/Kc, dan 
Perburuan/Pr); faktor tidak langsung (Fluktuasi iklim/Fi, Kebakaran/Kb, 
Perusakan habitat/Ph, Suksesi/S, dan Bencana alam/Ba) 
Predasi (Pemangsaan) 
Predasi adalah peristiwa pemangsaan oleh pemangsa (predator) 
terhadap mangsa (prey). Dalam suatu habitat, kedua golongan hewan 
tersebut memiliki hubungan evolusi yang unik karena keduanya saling 
bergantung untuk menyehatkan populasinya. Secara evolusi keduanya 
mengembangkan strategi yang berlawanan, predator berusaha 
meningkatkan angka predasi, sedangkan mangsa berusaha menurunkan 
angka predasi. Angka predasi didefinisikan sebagai jumlah mangsa yang 
dibunuh perpredator pertahun pada suatu lokasi tertentu. 
Pengaruh predasi antara lain disajikan berikut ini (van Lavieren, 1983): 
a) Predator membantu populasi mangsa tetap dalam jumlah yang sesuai 
dengan daya dukung lingkungan, mencegah terjadinya ledakan populasi �mangsa yang justru akan berakibat buruk bagi populasi mangsa, 
misalnya terjadinya kelaparan. 
b) Populasi predator cenderung tetap berada pada level tidak terlalu besar 
melalui beberapa mekanisme, antara lain: menurunkan angka 
reproduksi, peningkatan mortalitas bayi (pembiaran/ pengabaian, 
penyakit, kelaparan), penurunan jumlah bayi per kelahiran, interval 
kelahiran yang lebih lama. Predator memiliki pengaturan internal 
(otoregulasi) dengan tidak membiarkan predator terlalu berdesakan 
dengan mempertahankan pemisahan daerah perburuan predator. 
c) Populasi predator mempertahankan populasi mangsa agar tetap “sehat” 
dalam arti yang dimangsa biasanya individu yang lemah, sakit, atau tua. 
Populasi predator satu juga mengontrol populasi predator lain, misalnya 
singa di Afrika cenderung akan membunuh anak hyena.
d) Predator besar mempertahankan populasi ungulata dalam jumlah 
rendah sehingga dapat mencegah pemanfaatan berlebihan pada 
habitat. 
e) Tingkat preferensi (kesukaan) akan jenis mangsa bergantung pada 
ketertangkapan (catchability) dan kelimpahan mangsa. Predator 
fakultatif akan lebih mudah dalam mendapatkan mangsa dibandingkan 
dengan predator selektif yang hanya memangsa spesies tertentu saja. 
f) Berdasarkan metode perburuan oleh predator dibedakan dua macam 
predator: tipe mengejar (chaser) misalnya pada anjing liar dan tipe 
mengintai (stalker) seperti harimau dan macan tutul. Untuk menghidari
predator tipe pertama, mangsa mengandalkan kecepatan, ketangkasan, 
kekuatan, dan ketahanan; sementara untuk predator tipe kedua, 
mangsa mengandalkan kemampuan pendengaran, penciuman, 
kecepatan reaksi yang tinggi, dan ketangkasan. �Kelaparan (Kompetisi) 
Kelaparan terjadi pada saat hewan sulit untuk mengakses terhadap 
sumber makanan. Hal ini terjadi karena beberapa sebab, antara lain 
pengaruh musim yang menyebabkan tumbuhan menjadi kering sehingga 
herbivora menjadi kelaparan, atau predator mengalami kelaparan karena 
sedikitnya populasi mangsa. Keterbatasan makanan baik jumlah maupun 
lokasinya yang tersebar menyebabkan kompetisi yang tinggi. 
Derajad kompetisi untuk suatu sumber daya dipengaruhi oleh dua 
faktor, yaitu ketersediaan sumber daya dan jumlah individu yang 
menggunakan sumber daya tersebut. Terdapat dua macam kompetisi yaitu 
kompetisi intraspesies dan kompetisi antarspesies (interspesies). Kompetisi 
intraspesies ialah kompetisi yang terjadi di antara individu-individu di 
dalam satu spesies. Sebagai contohnya ialah kompetisi banteng (Bos 
sondaicus) dalam memperebutkan lokasi merumput, air minum, atau 
pejantan memperebutkan betina. Kompetisi antarspesies ialah kompetisi 
yang terjadi pada individu-individu dari spesies yang berbeda. Misalnya 
kompetisi antara banteng dan kerbau liar (Bubalus bubalis) untuk 
merumput di Taman Nasional Baluran di Jawa Timur; atau antara burung 
gelatik (Lonchura oryzivora) dan burung gereja (Passer montanus) dalam 
mencari makan. Derajad kompetisi yang tinggi terjadi jika hewan-hewan 
yang memanfaatkan atau menggunakan sumber daya yang sama, misalnya 
makanan, air, dan tempat. �Penyakit 
Penyakit juga dapat mempengaruhi ukuran populasi. Penyakit pada 
hewan liar belum pernah menyebabkan kepunahan populasi. Penyakit 
degeneratif secara otomatis akan diderita oleh hewan pada usia lanjut 
akibat proses penuaan. Pada monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra) 
dilaporkan akan mengalami diabetes pada usia tua secara otomatis. 
Penyakit ini tidak menular dari satu individu ke individu lainnya. Penyakit 
yang dapat menular ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, 
jamur, bakteri, cacing, atau parasit lainnya (misalnya ektoparasit). Transmisi 
penyakit dari satu individu ke individu lain dapat terjadi melalui beberapa 
cara seperti dijelaskan di bawah ini. 
a) Beberapa jenis penyakit dapat ditransmisikan melalui kotoran hewan, 
misalnya cacing parasit pada saluran pencernaan hewan (cacing kremi, 
cacing gelang, caing tambang), atau bakteri dan protozoa penyebab 
diare. Telur atau larva cacing, bakteri, dan protozoa dapat masuk ke 
saluran pencernaan hewan lain melalui air minum dan makanan atau 
bahkan beberapa cacing parasit hewan dapat menembus kulit inang. �b) Penyakit oleh virus (misalnya influenza) dan yang ditularkan oleh bakteri 
semacam tuberkulosis dapat ditularkan melalui udara jika individu 
berdekatan dengan penderita. 
c) Virus rabies dapat ditularkan dari satu hewan ke hewan lain karena 
gigitan. 
d) Ektoparasit seperti skabies (kudis) dan kutu dapat berpindah ke individu 
lain pada saat kontak tubuh. 
e) Beberapa penyakit seperti penyakit tidur di Afrika ditularkan melalui 
vektor nyamuk. 
Kecelakaan 
Kecelakaan dapat dialami oleh hewan dan bisa berakibat sangat fatal. 
Hewan mangsa yang luka (misalnya zebra, wildebeest, rusa) di Afrika akan 
lebih mudah ditangkap oleh predator. Kecelakaan pada satwa liar dapat 
terjadi karena beberapa sebab, antara lain jatuh pada saat berlari, tertimpa 
pohon, jatuh pada saat menuruni lereng, atau bayi monyet yang jatuh dari 
pohon. 
Otokontrol 
Hewan liar memiliki pengontrolan populasi secara internal, walaupun 
osilasi atau fluktuasi bisa saja terjadi, tetapi biasanya hanya di sekitaran 
level keseimbangan. Faktor perubahan secara alami seperti kekeringan, 
banjir, kebakaran bisa menurunkan ukuran populasi secara drastis, tetapi 
populasi akan tumbuh segera setelah faktor lingkungan kembali optimal. 
Pengontrolan dari dalam populasi secara mudah diamati pada hewan 
yang hidup berkelompok atau memiliki perilaku sosial yang kuat. Pada 
spesies antelope tertentu, hewan jantan memiliki teritorial masing-masing 
dan hanya kawin dengan betina yang memasuki teritorinya. Perilaku ini �mengurangi kuantitas perkawinan yang dapat menurunkan angka 
reproduksi. Pada primata (misalnya genus Macaca) terdapat tingkatan 
status (dominansi) pada yang jantan sehingga dapat mengurangi frekuensi 
kawin pada kelompok. Pada populasi yang sudah sangat sesak, hewan 
betina cenderung melahirkan sedikit bayi serta masa interval reproduksinya 
diperpanjang. 
Angka Kelahiran (Birth Rate) 
Angka kelahiran dibedakan menjadi dua, yaitu angka kelahiran kasar 
dan angka kelahiran pada umur spesifik. 
a) Angka kelahiran kasar (crude birth rate atau crude natality) didefinisikan 
sebagai rasio jumlah kelahiran (B) selama suatu periode tertentu dengan 
total populasi (N) dengan rumus perhitungan: 
 b = B/N 
 N biasanya 1000 individu, untuk mamalia besar waktu yang sering 
digunakan ialah 1 tahun, oleh karena itu b adalah jumlah kelahiran 
hidup per 1000 individu per tahun. 
b) Angka kelahiran pada umur spesifik (b) didefinisikan sebagai jumlah 
kelahiran dari induk betina umur tertentu (x) selama periode waktu 
tertentu dibagi jumlah betina populasi (Nx). Dengan demikian rumus 
perhitungannya menjadi: 
 b = Bx/Nx 
Angka Fekunditas 
Definisi tentang fekunditas sering membingungkan, tetapi dalam buku 
ini didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup individu betina per betina 
pada periode waktu tertentu, misalnya satu tahun. Angka fekunditas umur 
spesifik (mx) didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup individu betina �pada betina umur tertentu (x) selama interval waktu tertentu, dirumuskan 
sebagai berikut: 
mx = Bfx/Nx
; Bfx artinya jumlah anak perempuan hidup yang dilahirkan oleh 
betina pada kelompok umur tertentu (x) selama periode satu tahun; dan Nx
adalah total jumlah betina pada kelompok umur tertentu. 
Angka kematian (Death Rate) 
Seperti halnya angka kelahiran, angka kematian (death/mortality rate) 
dibedakan menjadi angka mortalitas kasar dan angka mortalitas pada 
kelompok umur tertentu. 
a. Kematian kasar diperoleh dengan menghitung rasio jumlah kematian (D) 
dan total populasi pada periode waktu tertentu, pada mamalia besar 
digunakan satu tahun. Rumus yang digunakan ialah: 
d = D/N 
Pada mamalia besar angka kematian kasar biasanya merujuk pada 
jumlah kematian per 1000 hewan setiap tahun. 
b. Kematian pada umur tertentu (dx) dihitung dengan mengurangi jumlah 
individu hidup pada awal tahun dengan jumlah yang hidup di akhir 
interval umur. 
Sebagai contoh: jumlah individu pada akhir interval umur 0-1 tahun 
hanya 460 ekor dari jumlah kelahiran selamat 1000, maka mortalitas 
pada umur spesifik tersebut adalah: 
d0 = 1000 - 460 = 540 atau 0,540 atau 54%. 
c. Angka Kematian pada kelas umur spesifik 
Angka Kematian pada kelas umur spesifik didefinisikan sebagai proporsi 
hewan hidup pada umur x yang mati sebelum x + 1 dengan rumus 
perhitungan: �qx
 = dx
 / lx
; dengan d adalah jumlah kematian kelas umur x selama 
interval waktu tersebut dan lx
 adalah jumlah yang sintas (bertahan 
hidup) pada awal interval kelas umur. Sebagai contoh: suatu kohort 
1000 ekor (l0) setelah akhir interval umur hanya 460 yang sintas, angka 
kematian untuk kelas umur pertama (q0) adalah: 
qo = d0 / l0 = (1000-460) / 1000 = 0,540 atau 54%. 
Jika pada akhir interval umur berikut (1-2) kohort hanya 440 dari 1000 
ekor sebelumnya maka q1 adalah: 
q1 = d1 / l1 = (460 - 460)/460 = 0,043 atau 4,3%. 
d. Angka Kesintasan pada umur spesifik (Age-specific survival rate) 
Angka Kesintasan pada umur spesifik didefinisikan sebagai proporsi 
hewan hidup pada umur x yang sintas sampai umur x + 1. Nilai px
diperoleh dengan mengurangi 1 dengan nilai qx
, oleh karena itu qx
 + px
 
= 1. 
Contoh: jika q0 = 0,540, maka p0 = 1 – 0,540 atau 0,560. 
Tabel Hidup 
Tabel hidup digunakan untuk menghitung mortalitas umur spesifik, 
angka kesintasan, dan ekspektansi. Tabel ini disusun secara terpisah 
berdasarkan jenis kelamin, karena mortalitas jantan dan betina tidak selalu 
sama. Contoh tabel hidup disajikan di bawah ini (van Lavieren, 1983). �

Kurva Kesintasan (Survivorship Curve) 
Setiap spesies memiliki angka kematian yang berbeda-beda sehingga 
kurva kesintasan juga berbeda-beda. Di bawah ini disajikan tiga tipe kurva 
kesintasan, walaupun dalam kenyataannya bentuk kurva sangat bervariasi. 
Ploting lx dari tabel ekspektansi dalam kurva logaritma versus x 
menunjukkan gambaran suatu kurva yang dikenal sebagai kurva kesintasan. 
Terdapat kelas umum kurva kesintasan yang ditunjukkan pada gambar di 
atas. 
1. Kurva tipe I merupakan ciri populasi dengan kematian besar pada 
kelompok umur tua (misalnya manusia di negara berkembang). 
2. Kurva tipe II terjadi jika mortalitas tidak bergantung pada umur 
(misalnya banyak spesies burung besar dan ikan). Untuk populasi tak 
terhingga (infinite), e0 = e1 = …, tetapi tidak berlaku untuk populasi 
terhingga (finite). 
3. Kurva tipe II terjadi jika kematian juvenile (umur sangat muda) sangat 
besar (misalnya spesies hewan yang menghasilkan banyak keturunan 
tetapi hanya sedikit yang bertahan hidup). Pada tipe ini, ei+1> ei
, atau 
dengan kata lain ekspektansi hidup meningkat untuk individu yang 
bertahan pada periode umur muda. 
Kurva tipe I seperti pada kasus manusia dan mamalia besar yang 
memiliki jumlah keturunan sedikit tetapi jumlah waktu dan energi yang 
dikeluarkan untuk merawatnya (Seleksi-K) besar. Pada kurva tipe II (kurva 
datar) ditunjukkan pada populasi kadal, burung-burung bertengger 
(perching birds), dan rodentia. Pada beberapa spesies yang menghasilkan 
banyak keturunan tetapi hanya melakukan sedikit perawatan (Seleksi-r), 
mortalitas secara besar terjadi pada umur muda. Contoh hewan dengan 
model kurva ini antara lain pada banyak serangga (laron) dan kerang�kerangan. Banyak populasi yang memiliki kurva yang kompleks seperti 
burung pipit memiliki mortalitas yang tinggi pada tahun pertama, tetapi 
untuk tahun-tahun berikutnya relatif konstan sampai mati. Contoh kurva 
kesintasan untuk tabel hidup kambing gunung Himalaya (Hemitragus 
jemlahicus) betina disajikan berikut ini. �
Panjang Hidup, Lama Hidup, Harapan Hidup 
Berapa lama hewan hidup? Hal ini bergantung pada kemampuan 
spesies hewan untuk hidup serta faktor tahanan lingkungan. 
1) Panjang hidup (longevity): umur yang dapat dicapai oleh hewan jika 
tidak ada tahanan lingkungan. Tahanan lingkungan meliputi kompetisi 
dan predasi, atau faktor lingkungan lainnya. 
2) Lama hidup (lifespan): interval waktu antara hewan lahir/menetas dan 
mati. Rata-rata lama hidup hewan secara individual disebut harapan 
hidup pada saat lahir (e0). 
3) Harapan hidup (life expectancy) (ex): rata-rata umur anggota suatu kelas 
umur (x) yang dapat dicapai. Harapan hidup dihitung dengan rumus: 
 ex
 =( ∑ Lx
 / lx) - ½ dimana Lx = rata-rata jumlah hewan yang bertahan 
pada interval umur x dan x-1 
 Lx = (lx
 + Lx+1) / 2 �
Laju Peningkatan 
Model pertumbuhan teoritis suatu populasi makhluk hidup disajikan 
pada gambar kurva S di bawah. Kurva geometris mewakili fungsi 
eksponensial. Model ini dikenal sebagai kurva logistik dan memiliki bentuk 
seperti huruf S sehingga disebut kurva S. Bentuk kurva tersebut ditentukan 
oleh angka (laju) peningkatan (rate of increase). 
Angka kasar diperoleh secara sederhana dengan mengurangkan 
kematian (d) dari kelahiran (b). Ini disebut angka (laju) kasar peningkatan 
alami. Sebagai contoh: antara tahun 1965 – 1970 populasi orang Kolumbia 
mempunyai angka kelahiran kasar b = 0,0044 yang berarti bahwa terdapat 
44 kelahiran per 1000 penduduk per tahun. Selama periode yang sama 
angka kematian kasar d = 0,009 (9 kematian per 1000 penduduk per tahun). 
Laju peningkatan alami populasi ialah 0,044-0,009 = 0,035 atau 3,5%, 
sangat tinggi untuk ukuran pertumbuhan populasi manusia. 
1) Angka (Laju) peningkatan terhingga atau finite rate of increase (er
Angka peningkatan paling sederhana adalah pelipatan secara linear atau 
angka peningkatan terhingga atau pertumbuhan perkalian. Jika suatu 
populasi meningkat dari 13.000 pada tahun 1980 menjadi 14.500 pada 
tahun 1981, maka terjadi peningkatan sebesar 1,12. Pada tahun 1982 
misalnyamengalami penurunan lagi menjadi 13.000, maka faktor 
pengalinya 0,89. 1,12 dan 0,89 merupakan nilai pengali pertumbuhan (f) 
maka: 
Nt
 = N0f
Dimana N0 adalah ukuran populasi pada saat permulaan periode t, Nt
adalah ukuran populasi pada akhir periode t. Sekarang f kita ganti 
dengan er dimana e adalah logaritma dasar alami atau logaritma napirin 
(e = 2,71828) dan r adalah angka peningkatan eksponensial, sehingga 
rumus di atas dapat ditulis menjadi: �
Nt
 = N0e
rt 
Jika diterapkan pada contoh di atas: 
Untuk tahun 1980 – 1981: N1981 = N1980e
rt(t=1) atau 14.500 = 13.000 x 1,12 
Untuk tahun 1980 -1981: N1982 = N1981e
rt (t=1) atau 13.000 = 14.500 x 0,89 
Untuk ahli kependudukan, nilai er
 = 2 atau er
 = ½ penting untuk 
memrediksi waktu doubling atau waktu paruh populasi. 
2) Angka peningkatan eksponensial (r) 
Rumus untuk menghitung pertumbuhan populasi pada kondisi 
lingkungan yang tidak terbatas ialah: loge Nt
 = loge N0 + r t 
Jika diterapkan pada contoh di depan selama 1 tahun, maka akan 
menjadi pertumbuhan linear 
loge 14.500 = loge N0 + rt 
r = loge 14.500 – loge 13.000 
r = 0,12�
3) Angka peningkatan intrinsik 
Konsep lingkungan tak terbatas seperti dikemukakan di depan berarti 
bahwa lingkungan akan memenuhi seluruh kebutuhan populasi tanpa 
batas. Pada kenyataannya, tidak ada lingkungan yang tidak terbatas, 
selalu ada resistensi lingkungan, apakah kompetisi, predasi, penyakit, �
dan sebagainya. Pertumbuhan seperti itu terjadi pada awal permulaan 
kurva S sampai dengan titik sebelum mengalami pembelokan garis 
kurva, yang selanjutnya menjadi pertumbuhan pada lingkungan 
terbatas. Laju peningkatan eksponensial selama fase awal disebut laju 
peningkatan intrinsik, rm. Alasan mengapa badak memiliki angka 
pertumbuhan intrinsik yang rendah daripada tikus di alam karena: 
konstitusi genetik dan kemampuan menggunakan dan mengeksploitasi 
lingkungan hidupnya. Oleh sebab itu, rm juga dikenal sebagai laju 
peningkatan instantaneous (sesaat). 
4) Pertumbuhan populasi dalam lingkungan terbatas 
Tidak ada lingkungan yang tidak terbatas selamanya. Pertumbuhan 
populasi spesies invasif mungkin akan eksponensial sampai beberapa 
saat sampai kemudian lingkungan menjadi terbatas sehingga terjadi 
penurunan laju pertumbuhannya akibat terjadinya resistensi atau 
tahanan lingkungan. Dalam hal ini dikenal konsep daya dukung 
(carrying capacity) atau K, yaitu jumlah individu maksimal yang mampu
ditopang lingkungan. Dengan konsep ini rumus pertumbuhan populasi 
menjadi: 
 K-N 
Nt
 = N0 er
 ( ) t 
 K 
Hubungan antara rm da r adalah sebagai berikut: 
 K - N 
r = rm ( ) 
 K 
5) Konsep spesies terseleksi-r dan terseleksi-K
Jika suatu spesies mengolonisasi suatu area dua tahap dapat 
diidentifikasi: �

a. Tahap jarang (uncrowded stage): densitas hewan rendah, 
lingkungan masih tidak terbatas. Pada tahap ini, spesies dengan laju 
reproduksi dan pertumbuhan sangat tinggi dan sebagian besar 
bertahan. Ini merupakan seleksi-r dengan laju pertumbuhan secara 
intrinsik. 
b. Tahap sesak (crowded stage): jika lebih banyak spesies dan lebih 
banyak individu menempati area tersebut, lingkungan menjadi 
terbatas sehingga muncul resistensi lingkungan, menyebabkan 
pertumbuhan menjadi menurun. Seleksi-K lebih dominan terjadi 
pada situasi ini. 
Organisme yang terseleksi-r cenderung memiliki tubuh yang kecil, 
masa hidup pendek, oportunistik, dan tumbuh secara tidak teratur dalam 
siklus populasi antara ledakan populasi serta penurunan populasi. 
Organisme dengan tipe seleksi ini antara lain serangga, dan spesies yang 
lebih besar seperti katak dan tikus. Spesies yang sering digolongkan sebagai 
hama biasanya merupakan spesies terseleksi-r ini dengan kemampuan 
pertumbuhan yang cepat jika kondisi lingkungan cocok. Sebaliknya, spesies 
terseleksi-K memiliki karakteristik berukuran besar, pertumbuhan populasi 
lambat, memiliki sedikit anak, dan merawat anak secara intensif. Sebagai 
contoh organisme dengan tipe seleksi ini ialah mamalia besar dan burung. 
Spesies dengan terseleksi-K lebih mudah mengalami kepunahan dari pada 
spesies terseleksi-r karena spesies yang pertama lebih lama menjadi 
dewasa dan hanya menghasilkan sedikit keturunan. Di bawah disajikan 
tabel yang memuat karakteristik reproduksi mamalia dengan seleksi-r serta 
mamalia terseleksi-K (www.learner.org). �

Di alam terdapat banyak interaksi dan hubungan yang kompleks di 
antara hewan dan lingkungannya. Hewan hidup membentuk kelompok 
dengan sistem hierarki yang kompleks, dari individu-populasi-komunitas, 
sampai ekosistem. Hubungan antarindividu maupun antarpopulasi tidaklah 
statis tetapi sangat dinamis yang menyangkut aliran materi dan energi. 
Aliran energi dari satu organisme ke organisme lainnya dapat digambarkan 
dalam piramida atau rantai makanan yang secara kompleks membentuk 
jaring-jaring makanan. 
Kita dapat mendefinisikan komunitas secara sederhana sebagai satu 
kumpulan populasi yang saling berinteraksi. Komunitas dapat 
dikarakterisasi menurut beberapa cara, sebagai contoh dideskripsikan 
menurut spesies yang menonjol atau lingkungan fisiknya (komunitas gurun, 
komunitas kolam, komunitas hutan meranggas). Karakteristik level 
komunitas mencakup: 
1) Diversitas: jumlah spesies di dalam komunitas 
2) Kelimpahan relatif: kelimpahan relatif suatu spesies terhadap 
kelimpahan seluruh spesies dalam komunitas 
3) Stabilitas: ukuran bagaimana komunitas berubah sepanjang waktu. 
Hubungan antarpopulasi di dalam suatu komunitas sangat kompleks, 
sangat bervariasi yang meliputi hubungan positif, negatif, dan interaksi 
mutual. Contoh hubungan dalam komunitas meliputi kompetisi (untuk 
sumber daya makanan, habitat peneluran, atau sumber daya lainnya), 
parasitisme, dan herbivori. �1. Hubungan Netral 
Di dalam ekosistem, tidak mungkin ada hubungan netral seratus 
persen di antara individu, maupun antarspesies. Yang ada adalah hubungan 
dengan sedikit sekali pengaruh satu organisme terhadap organisme 
lainnya. Mereka hidup pada satu ruang dan waktu, sehingga sekecil apapun 
tetap saling berinteraksi, misalnya dalam penyerapan air dan CO2 pada 
tumbuhan satu dengan yang lain, pengambilan oksigen antara hewan satu 
dengan yang lain. Contoh hubungan yang dianggap netral barangkali antara 
satu individu pohon dengan individu pohon lain berjarak 1 kilometer. 
Walaupun hanya sedikit mereka tetap menggunakan sumber daya yang 
sama seperti CO2 untuk proses fotosintesis dan O2 untuk proses respirasi. 
2. Hubungan Simbiosis 
Memang istilah simbiosis sering kali diterapkan pada seluruh 
hubungan yang sebenarnya lebih sesuai dengan istilah asosiasi. Simbiosis 
harusnya diterapkan pada organisme-organisme yang sangat erat 
hubungannya, bahkan keduanya atau salah satunya tidak bisa hidup jika 
dipisahkan. Hubungan yang sangat erat ini misalnya pada hidup bersama 
antara akar tumbuhan legume dengan bakteri Rhizobium, antara jamur 
dengan akar pohon (Mycorhiza), serta hubungan antara algae dan jamur 
pada lychenes. Memang banyak hubungan ini terjadi pada tumbuhan, 
bakteri, algae, dan jamur, sedangkan pada hewan hanya beberapa contoh 
saja, misalnya antara sapi dan kutu sapi. Kutu sapi memiliki ketergantungan 
mutlak pada inangnya. Hubungan antara parasit dan inang biasanya spesifik 
spesies. Karena istilah simbiosis sudah sangat umum digunakan untuk 
bentuk-bentuk asosiasi, sehingga dalam buku ini masih menggunakan 
istilah simbiosis. �