berasx.blogspot.com
....
kacangx.blogspot.com
.....
Rabu, 10 Januari 2024
transgender 4
Januari 10, 2024
transgender 4
LGBT (Lesbian, gay, biseksual dan transgender) adalah kasus yang muncul
dibicarakan dan muncul dengan berbagai argumentasi yang dibangun. Dengan
menyikapi penyimpangam orientasi seksual, dengan beberapa fakta yang akan
penulis paparkan dan melihat dari sudut pandang iman Kristen dan penanganan
melalui tindakan medis dalam kasus LGBT. Melalui tulisan ini, penulis ingin
menunjukkan peran Gereja dalam menangapi kasus LGBT dalam menangani dengan
sesuai kebenaran Firman Tuhan dan tetap melihat sisi medis dalam menangani LGBT
dan tulisan ini dapat dijadikan referensi bagi Gereja dalam menanggapi kasus-kasus
yang timbul dalam Gereja mengenai LGBT.
LGBT merupakan akronim dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender.
Yudiyanto menafsirkan LGBT sebagai istilah baru yang digunakan sejak tahun 1990-
an untuk menggantikan frasa “komunitas gay”. Lesbian merupakan istilah yang
diambil dari sebuah pulau Lesbos, yang mana perempuan di pulau tersebut menyukai
sesama jenis. Lesbian adalah perempuan yang memilih untuk mengikatkan dirinya
secara personal (secara psikis, fisik, dan emosional) dengan sesama perempuan.
Sedangkan Gay adalah seorang laki-laki yang mempunyai ketertarikan dengan laki-
laki. Biseksual adalah seseorang baik laki-laki atau perempuan yang mempunyai
ketertarikan seksual terhadap laki-laki sekaligus perempuan dalam waktu yang
bersamaan. Transgender adalah seseorang yang menggunakan atribut-atribut gender
berlainan dengan konsepsi yang dikonstruksikan secara sosial oleh masyarakat.
Fenomena sosial yang terjadi disekarang ini adalah munculnya dorongan
yang kuat dari kelompok homoseks atau LGBT untuk menuntut persamaan hak dan
keadilan bagi mereka. LGBT mengakui bahwa lesbian, gay, biseksual dan
transgender bukanlah hal yang terlalu tabu. Sehingga mereka juga merasa mempunyai
hak asasi yang sama bahkan juga di dalam lembaga pernikahan. Di sinilah Gereja
harus membuat keputusan yang tegas dan melakukan konseling dan mendampingi
secara berkelanjutan terhadap jemaat yang mengalami gangguan orientasi seksual
sesuai dengan ajaran Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa homoseksualitas adalah
dosa, maka Gereja tidak boleh memberikan izin bagi lembaga pernikahan terhadap
sesama jenis melainkan melakukan pendampingan secara Alkitabiah dan secara
kesehatan mengenai gangguan yang dialami jemaat berkasus LGBT.
Metode Penelitian
Metode yang dipakai adalah studi pustaka yaitu mencari, mengumpulkan,
menganalisis dan mencari solusi dalam pembahasan tulisan ini dan buku-buku yang
berhubungan dengan pokok pembahasan, kemudian disusun secara logis dan
sistematis.
Pembahasan dan Hasil
Kasus LGBT didalam Alkitab
Ketika Tuhan menciptakan manusia, diciptakanNya laki-laki dan perempuan.
Hakikatnya jelas bahwa manusia ada dengan dua jenis kelamin (Kejadian 1:27).
Maka manusia itu akan menikah dan menjadi kesatuan / keluarga (Kejadian 2:24-25).
Hubungan seks laki-laki dan perempuan disebut hetroseksual. Ini desain original yang
dibuat Tuhan sejak semula. Bahkan dalam hubungan seks antara laki-laki dan
perempuan ada tata tertib yang mutlak yang berlaku yaitu harus terikat suami dan istri
yang sah. Seks itu mulia. Seks adalah relasi bukan rekreasi, sekalipun dalam relasi
suami dan istri mereka menikmati rekreasi yang menyatukan hati. Manusia beranak
cucu, hubungan suami dan istri yang beda jenis dimana sperma bertemu dengn sel
telur. Bukan hubungan yang sejenis dimana sperma bertemu sperma, dan pasti akan
terbuang percuma. Kesadaran ini harus terus dijaga, yaitu hakekat manusia berasal
dari pertemuan sperma dan sel telur. Kecuali manusia mengingkari sendiri hakikat
dirinya.
Sesudah jatuhnya manusia dalam dosa, Adam dan Hawa terusir dari Taman
Eden, simbol kesempurnaan hidup (Kejadian 3:23-24). Mulai dari sini dosa datang
dalam berbagai bentuk, mulai dari pembunuhan Habel oleh kakaknya sendiri Kain,
dan kejahatan lain yang terus meningkat. Dan, dosa seksual, yaitu homoseksual
terjadi di Sodom dan Gomora. Ketetapan Tuhan sangat jelas, era pra Taurat dimana
perintah tertulis belum ada, hanya lisan, Tuhan membumi hanguskan kota Sodom dan
Gomora (Kejadian 19:28-29). Dengan kasat mata kita melihat, dan dengan mudah
kita memahami betapa murkanya Tuhan atas penyimpangan seksual yaitu
homoseksual. Korban penyimpangan seksual homo disebut sebagai korban Sodomi.
Sebuah pengakuan masyarakat umum atas dosa homoseksual Sodom.
Kemudian di masa Taurat dimana Firman Tuhan disampaikan kepada nabi
Musa dan dibuat tertulis. Dikatakan; Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara
orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian. Dan kekejian harus
dilenyapkan (Imamat 18:22, 29). Sangatlah mudah dipahami, dan jelas di PL, dari
masa pra Taurat hingga Taurat homoseksual adalah suatu penyelewengan sesksual
yang Tuhan benci. Dan hukumannya juga sangat jelas. Jangan pernah lupa, desain
original Tuhan adalah hetroseksual. Dalam PB, rasul Paulus mengingatkan jemaat
Kristen yang ada di Roma agar menjauhkan diri dari perilaku penyelewangan seksual
dimana laki-laki yang dikuasai nafsu yang menyala-nyala meninggalkan istri mereka
dan berbuat mesum dengan laki-laki (Roma 1:27-28). Digambarkan sebagai orang
sesat yang tak merasa perlu mengakui Allah. Bagi mereka hidup adalah pemuasan
nafsu. Mereka disebut biseksual, yaitu hubungan dengan lawan jenis, tapi juga
dengan sejenis. Dan untuk homoseksual rasul Paulus menyebutnya pemburit (1
Korintus 6:9, 1 Timotius 1:10), sebagai yang bertentangan dengan ajaran sehat dan
tidak mendapat bagian dalam kerajaan kekal. Dalam KBBI, kata burit berarti
belakang, buntut, dubur, dan memburit atau pemburit menunyjuk kepada mereka
yang melakukan hubungan sesksual dibagian belakang yaitu kepada mereka yang
homoseksual.
LGBT dan Dosa
Dalam pandangan Alkitab tentang hakikat dosa ini adalah penting untuk diperhatikan
bahwa dosa tidak muncul karena kejasmanian, tetapi timbul pada inti manusia,
didalam hatinya, didalam hubungannya dengan Allah1. Kriminialitas dan pelanggaran
moral adalah dosa karena keduanya melukai dan mengkhianati Allah. Dosa bukan
sekedar melanggar hukum melainkan juga melanggar kovenan. Semua dosa, dari
awal hingga akhir, ditujukan kepada Allah. Manusia dapat berkata bahwa suatu dosa
adalah tindakan – pikaran, keinginan, emosi, perkataan atau perbuatan ataupun
kelalaian untuk melakuakan tindakan, yang tidak berkenan kepada Allah dan layak
dipersalahkan2. LGBT merupakan hal yang Allah tidak izinkan dilakukan oleh
manusia karena tidak sesuai dengan tujuan hubungan seksual tersebut.
Standard Allah dalam hubungan seksual harus dilakukan antara laki-laki dengan
perempuan (suami istri) bukan sesama jenis3. Sedari awal Allah telah menetapkan
heteroseksualitas, dan seks diberikan dalam konteks kelaurga sejak pada mulanya.
Dalam Kel. 20:14, 17 memperjelas bahwa Allah menetapkan seks digunakan diantara
pria dan wanita dalam ikatan pernikahan heteroseksual. Bahkan dalam Alkitab juga
memaparkan mengenai Kanaan yang dihukum oleh Allah yang dikarenakan Ham
yang merupakan Bapak leluhur dari bangsa ini. Karena dalam kasus ini Ham melihat
dan memainkan aurat ayahnya yang merupakan tindakan Homoseksual.
Menurut 1 Korintus 6:9-10 Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak
adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang
cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang
kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan
Allah.
Penyebab adanya LGBT
Fenomena transgender dinyatakan muncul tidak hanya karena pengaruh
lingkungan. Pengaruh dari budaya, fisik, seks, psikososial, agama dan kesehatan juga
turut andil dalam membentuk individu menjadi LGBT4. Menurut seorang teolog dan
juga Psikolog dalam seminarnya, ia mengatakan:
a. Penyebab LGBT bukan genetika. (Wahl, Hooker, dlm Wright, 1977).
b. Penyebab lainnya adalah pembentukan dalam keluarga dan pilihan yang
bersangkutan.
c. Ia juga mengutip pendapat Bieber et al (1962) ada lima penyebab, antara lain:
81 % Ibu dominan.
67% Ibu yang overprotective.
66% Ibu terlalu memfavoritkan.
87% Ayah kurang waktu dengan anak.
79% Ayah yang melukai hati anak, yang dibuktikan oleh peneliti selanjutnya, John
Powel membuktikan bahwa figur ibu dan identifikasi figur ayah kurang.
d. Perubahan sikap ayah dan ibu (Ef.6:4; Kol.3:20).
e. Bila anak-anak masih kecil. Anak wanita identifikasi dengan ibunya. Jika anak
wanita tidak melihat figur ibu atau sang ibu melukai anak wanitanya (misalnya
ibunya selingkuh). Ayah perlu berperan penting sebagai kepala dalam keluarga (1
Kor.11:3). Bila anak tidak dapat identifikasi diri dengan ayah dan ibu maka anak akan
merasa: kurang aman emosinya, kurang dikasihi dan rendah diri.
f. Tanggung jawab orang tua: orang tua perlu menegaskan bahwa Allah menciptakan
manusia laki-laki atau perempuan (Kej.1:26-27). Allah menciptakan lembaga
pernikahan (Kej.2: 24-25; Mat.19:4-6). (Rudi Allow, seminar LGBT 29 April 2016).
Andik Wijaya seorang dokter psikolog mengatakan: “LGBT adalah perilaku seksual
yang dihasilkan oleh dinamika psiko-sosio-spiritual seseorang yang dimulai sejak
masa tumbuh kembangnya sebagai manusia, itu berarti proses parenting, lingkungan
sosial, dan pembinaan rohani berperan sangat penting dalam mencegah terjadinya
LGBT.
Menurut Sidjabat, penyebab LGBT ialah: Pendidikan anak di keluarga membangun
jati diri seksual (laki-laki dan perempuan) dimulai dari usia 3-5 tahun. Laki-laki dan
perempuan akan mengidentifikasi diri mereka dengan ayah dan ibunya. Anak pada
usia ini akan bergaul dengan teman sejenisnya. (Membesarkan Anak Dengan Kreatif)
Jika anak gagal mengindentifikasi dirinya dengan sejenis kelaminnya, maka
tumbuhlah “bibit” homoseksual atau lesbian bahkan biseksual dan transgender. Oleh
sebab itu, orang tua harus belajar psikologi anak, sehingga sedini mungkin anak dapat
mengidentifikasi dirinya dengan benar, baik dengan ayah dan ibunya maupun dengan
lingkungannya. Jadi, penyebab utama LGBT ialah pembentukan di dalam keluarga,
lingkungan sosial dan faktor spiritualnya. Marulak Pasaribu dalam bukunya
mengatakan: pada masa kini (dulu) masih ada anggapan di kalangan keluarga Kristen
dan gereja bahwa seks seolah-olah tabu untuk dibicarakan atau tidak pantas
dibicarakan di dalam mimbar gereja.
Anggapan demikian mengakibatkan banyak anggota keluarga Kristen mendapatkan
informasi yang salah mengenai seks karena mereka menerimanya bukan dari keluarga
atau gereja melainkan dari dunia sekuler. Akibatnya mereka menyerap ajaran yang
salah dan membawanya masuk dalam keluarga. Ada empat (4) penyebab
kesalahpahaman yakni: informasi yang salah tentang seks, kebingungan hati manusia,
kurangnya pemahaman dasar Alkitab dan pengajaran seks sering tertutup dalam
Alkitab. (Pasaribu). Seharusnya gereja adalah sumber pengetahuan dalam banyak
bidang kehidupan termasuk tentang seks. Jadi kemungkinan penyimpangan LGBT
terjadi oleh karena kurangnya pemahaman keluarga atau individu tentang pemahaman
hetero seksual dan para pemimpin gereja yang merasa tabu menghkotbahkan seksual
melalui mimbar
Keadaaan dan lingkungan
Hubungan yang heterogen pada manusia merupakan hubungan psikologis yang
bersifat normal. Dalam hubungan heterogen, akan muncul ketertarikan untuk
menjalin hubungan bersifat biologis yang disebut hubungan heteroseksual. Laki-laki
menjalin hubungan kepada perempuan sebagai wujud pemenuhan kebutuhan biologis
dan psikis. Terdapat perasaan saling menyayangi diantara keduanya yang pada
masanya akan meningkat pada jalinan ikatan pernikahan. Di sisi lain terdapat
hubungan yang sebaliknya, yaitu hubungan homoseksual. Perilaku seksual yang tidak
biasa ini memiliki komunitas sendiri. Mereka merasa tidak memiliki kepercayaan diri
dan merasa termarjinalkan karena masyarakat tidak mengakui keberadaannya.
Upaya yang tidak berhenti dilakukan adalah menyuarakan tuntutan akan kesamaan
hak untuk hidup damai dan sejahtera. Walaupun demikian, mereka tetap menjalani
aktivitas hidup sama seperti masyarakat pada umumnya. Mereka bekerja,
menyalurkan hobi, atau melakukan tugas-tugas sosial lainnya. Perasaan sayang dan
cintanya ditujukan kepada sesama jenisnya. Lingkungan dapat dibentuk oleh perilaku
dan sebaliknya perilaku dapat dibentuk oleh lingkungan6. Ditilik dari kajian
psikoneurologis, individu dibekali kemampuan di dalam otaknya untuk melakukan
imitasi gerakan, tindakan, suara, perilaku atau berbicara.
Bagian otak yang bertugas mengatur imitasi yang dilakukan individu disebut lobus
parietal dari belahan yang dominan. Temuan Liepmann menunjukkan bahwa individu
yang mengalami lesi di bagian daerah-daerah otak tersebut kehilangan kemampuan
meniru. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan yang awalnya hanya melihat beralih
menjadi coba-coba sangat didukung oleh bagian otak manusia.
Menurut pandangan Medis
American Psychiatric Association mendorong untuk mencari penyebab homoseksual
dari sisi biologis, dan berusaha menemukan bukti ilmiah bahwa homoseksual adalah
masalah biologis yaitu genetic, endocrine dan neurologic. Dan menjelaskan bahwa
homoseksual itu adalah kondisi nature bukan narture. Tujuan dari semua upaya
mereka adalah untuk menyatakan bahwa homoseksual memang dilahirkan seperti itu,
karena homoseksual bukan kondisi yang salah, jika salah sama berarti Allah sang
pencipta adalah salah Homoseksual dan biseksual termasuk dalam gangguan
psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan perkembangan dan orientasi
seksual dan dapat menular. Hal ini dapat diketahui berdasarkan teori perilaku.
Dalam pandangan klinis diidentifikasikan dengan beberapa faktor yaitu genetic,
neurologic dan endrocine yang menyebabkan seorang mengalami same sex attraction
(tertarik sesama jenis) jika disebabkan oleh faktor genetic, neurologic dan endrocrine
seorang mengalami same sex attraction yang teridentifikasi maka akan lebih mudah
dalam penanganan pengobatan medis dalam kasus same sex attraction akan lebih
mudah dilakukan. Dimensi psikologis, merujuk kepada kekerasan fisik dan
psikologis yang dilakukan dan pengalaman tersebut ketika anak-anak terbukti
memiliki kaitan terbentuknya same sex attraction. Dimensi sosial, menurut konsep
social learning theory yang menyatakan bahwa perilaku tertentu dipelajari dari
interaksi sosial seseorang dengan orang tua, teman sebaya dan media dan begitu juga
dengan perilaku seksual9.
Sikap Gereja terhadap LGBT
Orang Kristen sudah memiliki dasar yang sangat jelas didalam Alkitab, dalam
Kejadian 1 bahwa pria dan wanita pada dasarnya sama dalam hakikat sebagai ciptaan
Allah dan ditetapkan diatas semua ciptaan lainnya. Gereja harus menyikapi isu LGBT
ini dengan bijaksana dan proporsional. Dari sudut pandang kebenaran, Alkitab
menyatakan dengan jelas bahwa perilaku homoseksual dan transgender adalah dosa
“…sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang
tidak wajar, demikianlah suami-suami meninggalkan persetubuan yang wajar dengan
isteri mereka… sehinga melakukan kemesuman laki-laki dengan laki-laki…” (Roma
1:26-27). Seharusnya dengan keputusan yang tegas menolak hubungan LGBT dan
menolak pernikahan sejenis. Apapun alasan yang dikemukakan sekalipun atas nama hak
asasi, tidak dapat membenarkan perbuatan LGBT dan membatalkan hukum pernikahan
yang ditetapkan Tuhan.
Pernikahan Kristen bersifat heteroseksual, monogami, dan seumur hidup
(Lihat Kejadian 1:27; 2:23-24, yang ditegaskan Yesus dalam Matius 19:4-6). Harus
melihat hubungan homoseksual adalah sama dengan dosa lainnya, misalnya perzinahan
yang dilakukan oleh kaum heteroseksual. Jangan sampai mengganggap bahwa dosa
homoseksual lebih buruk dari dosa lainnya. Semua dosa sama, berakibat maut (Roma
6:23). Gereja harus menyatakan kasih dan penerimaan terhadap kaum LGBT. Dari sudut
pandang anugerah, Yesus mengasihi orang berdosa namun membenci dosanya. Sebagai
sesama juga harus mengasihi saudara kita yang memiliki orientasi LGBT, namun kita
membenci perbuatan dosa mereka. Wujud kasih dan penerimaan bukan dengan
memandang perilaku homoseksual itu legal berdasarkan hak asasi manusia. Dan juga
jangan menghakimi orientasi seks homoseksual sebagai dosa, karena mereka juga tidak
menghendaki itu terjadi dalam diri mereka. Namun, ketika mereka melakukan hubungan
sesama jenis, perilaku mereka itu berdosa di hadapan Tuhan.
Sama seperti seorang yang heteroseksual, memiliki dorongan seks itu sesuatu
yang wajar, namun ketika ia berhubungan seks di luar pernikahan, barulah ia berdosa.
Dalam hal ini, sebagai sesama harus berempati kepada kaum homoseksual karena
mereka tidak memiliki solusi yang benar untuk menyalurkan hasrat seksual mereka. Hal
ini adalah sesuatu yang sangat berat untuk dihadapi oleh kaum LGBT, apalagi ditambah
dengan sanksi sosial serta stigma buruk yang disematkan kepada mereka.
Dan Gereja harus membantu kaum homoseksual untuk dapat mengatasi dorongan
seksual mereka dengan konseling, bimbingan rohani, komunitas yang benar serta
memfokuskan hidup mereka untuk Tuhan. Di dunia ini, ada begitu banyak orang yang
juga bergumul dengan dorongan seksual namun mereka tidak menikah. Mereka
memfokuskan diri untuk hidup bagi Tuhan. Oleh kehidupan-Nya yang tidak menikah,
Yesus memperlihatkan bahwa pernikahan bukanlah suatu tujuan yang harus dipenuhi,
juga bukan sesuatu yang esensial untuk menjadi manusia yang utuh. Sebagai seorang
hamba Allah, seseorang mungkin tidak terpanggil untuk mempunyai jodoh dan anak-
anak. Paulus adalah salah satu contoh yang hidup membujang untuk fokus melayani
Tuhan. Ia bahkan mengajak orang-orang untuk megambil pilihan hidup seperti dia untuk
membujang, supaya bisa fokus kepada Tuhan. “Namun demikian
alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari
Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu. Tetapi
kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya
baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku.” (1 Korintus 7:7-8).
Berdasarkan Alkitab dan Iman Kristen
Pembelaan psikologis menunjuk kepada dikeluarkannya homoseksual dari DSM
(Diagnostic and statistical Manual of Mental Disordes), pada tahun 1973 oleh APA,s
(American Psychiatrick Association’s). DSM adalah daftar kelainan mental. Itu
berarti homoseksual dianggap bukan kelainan, namun jangan lupa sebelumnya masuk
kriteria penyakit kelainan mental. Dr. Robert Spitzer seorang psikiatris dari Columbia
University adalah tokoh penting yang berjuang menghilangkannya dari daftar
kelainan. Namun pada tahun 2003 dia mempublikasikan penelitiannya terhadap 200
homo, yang ternyata menunjukkan keberhasilan perubahan orientasi seksual setelah
menjalani terapi. Artinya seorang homoseks bisa menjalani terapi untuk menjadi
normal.
Jelas bukan bahwa ini bisa diterapi, bukan hakekat yang tak bisa berubah. Dengan
segera dia mendapat tekanan dari komunitas gay, dan akhirnya Spitzer mencabut
kembali hasil penelitian yang dipublishnya. Spitzer dikritik atas sikap tidak
profesionalnya itu oleh psikolog seperti; Jerry A, Elton L,Moose Anne, dll. Jangan
lupa bahwa pendapat para psikolog soal homoseksual juga terpecah, dan patut
dipelajari latar belakang dan argumentasi orang yang berteori sehingga kita bisa
berpendapat secara objektif. Setelah penulis menganalisis pandangan diatsa yang
seharusnya yang ditolak adalah perilakunya bukan pelakunya karena menurut penulis,
Allah mengajarkan manusia untuk mengasihi sesama manusia dengan begitu mereka
yang homoseksual merasa diterima dan dihargai dengan demikian kita sebagai orang
yang percaya dapat menjadi teladan dan memberikan rasa nyaman terlebih dahulu
bagi mereka sehingga mereka bisa terbuka dengan kita dan kita bisa membantu
mereka lepas dari dosa homoseksual tersebut.
Dari kisah Sodom dan Gomora, jelas sudah kalau Alkitab tidak membenarkan adanya
hubungan sesama jenis. Sodom dan Gomora adalah 2 kota yang terkenal berdosa
sehingga Allah berencana untuk memusnahkan kedua kota tersebut setelah Allah
bernegosiasi dengan Abraham dan ternyata hanya Lot sekeluarga yang bersih di mata
Allah sehingga Allah tetap menjatuhkan hujan api ke Sodom dan Gomora. Di
Kejadian 19:4-5, diceritakan bahwa orang-orang laki di Sodom menghampiri rumah
Lot untuk mencari 2 malaikat utusan Allah untuk dipakai. Kalimat di”pakai” ini
berasal dari kata Ibrani yaitu “yada” yang berarti hubungan seksual. Kata yang sama
yang dipakai adam kepada hawa untuk berhubungan seksual. Dari kata sodom ini lah
muncul kata sodomi Satu-satunya cara hubungan seksual menurut standar alkitab
adalah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan
monogami. Hubungan seks sesama jenis adalah dosa yang merupakan dosa di antara
dosa-dosa lainnya yang hukumannya adalah kematian. Paulus mengatakan bahwa
hubungan sesama jenis adalah memalukan dan tidak wajar. Mereka dianggap sesat
dan tidak mengakui Allah.
Penanganan Gereja terhadap LGBT
Gereja menangani permasalahan ini harus tetap memperhatikan kedua aspek,
baik dalam tinjauan kasus-kasus yang ada dalam PL dan PB dimana Yesus mengasihi
setiap orang dengan membenci dosa perbuatannya dan memberikan kasih karunia
kepada orang tersebut untuk menerima dirinya kembali sebagaimana Yesus menerima
mereka. Dan memeperhatikan mental orang-orang yang terikat dalam ikatan LGBT.
Gereja juga harus memeperhatikan keberadaan mereka disaat ada dalam Gereja,
alangkah baiknya Gereja melakukan pendekatan personal sehingga mereka dapat
nyaman dan merasa aman. Jemaat pun tidak akan mencampuri dengan meluas,
sehingga saat mereka bisa menerima diri mereka terlebih dahulu sesuai dengan
kehendak Allah tentunya disaat mereka menceritakan kehidupan mereka kepada
jemaat yang lain mereka sudah pulih dan menyadari hidup mereka merupakan Kasih
Karunia yang telah Allah berikan sehingga mereka dapat mencintai diri mereka
sebagaimana Allah juga mencintai dan memandang mereka berharga.
Dengan hal ini Gereja juga dapat memperhatikan aspek Psikologis mereka
yang terikat LGBT sehingga dalam hal ini Gereja dapat menyelaraskan tindakan
Gereja dengan apa yang mereka alami baik trauma dan penyebab-penyebab lainnyan
yang mereka alami, baik saat mereka kecil ataupun pelecehan-pelecehan yang
mungkin pernah mereka alami dan akibatnya meninggalkan hal yang menyakitkan
bagi mereka. Sehingga dalam hal ini Gereja sangat berpengaruh penting dalam
mengenali apa yang dirasakan oleh orang-orang yang mengalami keterikatan dan
penyelewengan orientasi seksual ini.
Solusi terhadap fenomena LGBT
A. Bertobat.
Pelaku LGBT harus dituntun untuk bertobat dari dosa-dosanya. Yang
bersangkutan harus menyadari bahwa LGBT adalah perbuatan dosa dan
mendatangkan murka Tuhan karena tubuh manusia diciptakan untuk kemuliaan
Allah bukan untuk percabulan. “Karena itu matikanlah dalam dirimu segala
sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan
juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala.” (Kol.3:5). Penderita
harus menyadari kekeliruannya dalam mengambil tindakan melakukan LGBT. (1
Kor.6:9b-11). Menurut Peter Wongso, ada dua (2) unsur Pertobatan, antara lain:
a. dari Allah (II Pet.3:9) Allah menghendaki semua orang bertobat. (Kis.5:31,32,
11:18) Dengan anugrah Allah memberikan kepada manusia, sehingga ia dapat
bertobat.
a. dari manusia : - Ia harus mengetahui keadaannya sendiri yang telah berdosa
serta akibat dari dosa (pengetahuan). - kepada-Nya. Sebaliknya Ia digerakkan
dan menyadari bahaya dari akibat dosa (perasaan). - Ia mempunyai tekad
untuk mengambil keputusan bertobat (kehendak). Perlunya pertobatan dari
sudut manusia, sebab ia berjalan menuju kebinasaan (Yeh.33:11), ia berada
dalam dosa (II Kor.12:21,Ef.2:1), ia berada dalam kemerosotan (Why.2:5), ia
sedang berada dalam kesesakan (Why.2:14-15), ia sedang berada dalam
perzinahan (Why.2:20-22), ia sedang berada dalam keadaan buruk yang tidak
tertahankan (Why.3:1-3, Luk.15:13-16) dan ia sedang berada dalam
kesombongan (Why.3:17-19). Perlunya pertobatan dari sudut Tuhan: Dia
tidak suka orang berdosa binasa (Yeh.33:11), Dia menghendaki supaya semua
orang diselamatkan (I Tim.2:4), Dia tidak merelakan seorang pun binasa (II
Pet.3:9), agar kerajaan-Nya dapat segera datang (Mat.3:2, Mrk.1:15), Dia
hendak menghapuskan dosa (Kis.3:19), Dia hendak mengampuni dosa
(Kis.8:22) dan Dia hendak menghakimi dunia dengan adil (Kis. 17:30-31).
Sedangkan bukti pertobatan ialah: apabila yang bersangkutan sudah menyesali
dan menangisi dosa-dosanya (Yoel.2: 12-13), mengaku dosa dan memohon
pengampunan (Luk.18: 13 – 14), meninggalkan dosa-dosanya (Yes.55:7,
Kis.3:19), lalu berpaling kepada Tuhan yang benar (I Tes.1:9, Kis.26:20),
menghasilkan buah yang sesuai dengan pertobatan (Kis.26:20, Mat.3:8),
menjadi seorang yang taat kepada Roh Kudus (Mat. 26:28-29). Dan menerima
ajaran Tuhan (Kis.2:28, Mrk.1:4)
Setiap kali ada pengakuan dosa, maka mesti ada komitmen untuk meninggalkan dosa-
dosanya dan menyerahkan totalitas hidupnya kepada Tuhan. Paling sedikit ada enam
(6) komitmen yang harus dilakukan oleh pelaku LGBT sehingga ia benarbenar
mampu meninggalkan kelakuannya, antara lain:
1) Mempersembahkan hidup kepada Tuhan. “Karena itu, saudara-saudara, demi
kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu
sebagai persembahan yang hidup , yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu
adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi
berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
(Roma 12:1-2).
2) Menjadi manusia baru. “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan
baru : yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” (2 Korintus
5:17).
3) Mengalami pertumbuhan di dalam Kristus. “Karena itu tunduklah kepada Allah,
dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! Mendekatlah kepada Allah, dan Ia
akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa!
dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati! (Yakobus 4: 7-8).
4) Terus menerus bersekutu dengan Tuhan melalui: Rajin beribadah. “Dan marilah
kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam
pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah
kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati,
dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani
10:24-25).
5) Komitmen utuk bersekutu dengan teman-teman seiman (yang bukan pelaku).
Pecandu LGBT sebaiknya tidak sendirian melainkan harus memiliki komunitas
seiman yang saling membangun.
6) Keterbukaan untuk meninggalkan perbuatan LGBT. Pelaku LGBT harus diterima
dengan belaskasihan agar mereka sadar dan meninggalkan perilaku seksual yang
menyimpang dan berdosa itu. Tetapi mereka bisa ditolong untuk mengalami
pemulihan diri: mental, sosial, dan kerohaniannya.
C. Dukungan Gereja dan Keluarga
Dalam hal ini Gereja harus mencangkup memfasilitasi dan memntoring mereka yang
melakukan penyimpangan orientasi seksual ini karena tentunya mereka
membutuhkan dukungan dan wadah untuk mereka meluapkan dan menyelesaikan
permasalahan yang mereka alami. Saat mereka dapat dukungan tentunya akan ada
kekuatan bagi mereka untuk bangkit dan menerima diri mereka kembali, dan dapat
melihat hal-hal yang baik dari apa yang mereka alami saat mereka memutuskan untuk
kembali kepada kehendak semula Allah dalam kehidupan mereka.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan oleh penulis, maka kesimpulan
sebagai berikut: Pertama, LGBT tidak dapat dibenarkan dihadapan Allah, karena
melanggar banyak prinsip yang ada dalam Firman Tuhan. Oleh karenanya bilamana
hendak disebut sebagai sebuah penyakit, maka tentu saja penyakit itu harus
disembuhkan. Dan jika disebut sebagai sesuatu yang normal dan wajar, maka kiranya
penjelasan-penjelasan diatas dapat membuka wawasan akan kebenaran-kebenaran
yang hakiki dari Alkitab, bukannya kebenaran-kebenaran semu yang diperoleh dari
pemutar balikan penafsiran atas Alkitab yang belakangan ini sangat santer
diperdengarkan oleh kaum pendukungnya. Kedua, bila dikaitkan dengan etika
terapan, maka tujuan manusia untuk mencapai kebahagiaan diri, haruslah diperoleh
melalui cara yang benar. Cara yang benar adalah melalui penyerahan diri kepada
Allah, dengan mengakui keberdosaan dan memohon pimpinan dan kekuatan dari Roh
Kudus untuk mengatasi pergumulan psikologis mereka, bukannya mengabaikan cara
yang benar asal mereka dapat mencapai “kepuasan diri/ keinginan daging” dengan
melakukan penyimpangan orientasi seksual (LGBT). Ketiga, peran gereja dan orang
Kristen dalam menghadapi masalah ini adalah tidak mendiskreditkan dan
mengucilkan mereka atas kelainan jiwa yang mereka hadapi, tapi berupaya untuk
mempertobatkan mereka agar kembali dalam jalan kebenaran Tuhan, karena hanya
didalam Tuhan-lah masalah mereka dapat teratasi dan memberikan rasa aman bagi
mereka dalam proses mereka mengenal Kasih Karunia itu.
Pada era globalisasi saat ini, ada banyak fenomena yang dapat ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu fenomena yang pada saat ini menjadi sebuah isu dimasyarakat yaitu
mengenai Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Dewasa ini LGBT dipakai untuk
menunjukkan seseorang atau siapapun yang mempunyai perbedaan orientasi seksual dan identitas
gender berdasarkan kultur tradisional, yaitu heteroseksual. Lebih mudahnya orang yang
mempunyai orientasi seksual dan identitas non-heteroseksual seperti homoseksual, biseksual, atau
yang lain dapat disebut LGBT (Galink), 2013.
Adanya LGBT ini merupakan hal yang nyata terjadi ditengah-tengah masyarakat. Mengacu
pada jenis kelamin dimana seseorang tertarik secara emosional dan seks. Keberadaan kaum LGBT
dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang berkembang di Indonesia. Orientasi
seksual yang mereka miliki dianggap sebagai dampakburuk globalisasi yang melegalkan kaum ini
dan dikhawatirkan akan mempengaruhimasyarakat lainnya. Indonesia sebagai negara hukum dan
penegak HAM, merupakan salah satu negara yang turut meratifikasi International Covenan on
Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) sudah semestinya warga masyarakatnya
mendapatkan perlakuan yang layak dan perlindungan sama dalam berbagai kehidupan masyarakat,
seperti akses terhadap lapangan pekerjaan, pendidikan, dan jaminan keamanan sosialyang lain.
Namun pemerintah pun dalam hal ini belum dapat berbuat banyak terhadap kaum LGBT ,
Data Direktorat Administrasi dan Kependudukan (Depdagri, 2005) diperkirakan ada 400 ribu
Transgender (waria). Sedangkan Yayasan Srikandi Sejati merilis data yang lebih fantastik, yakni
mencapai 6 juta waria pada tahun 2008. Sementara itu, PBB memperkirakan ada sekitar 3 Juta
pengidap homoseks di Indonesia pada tahun 2011. Persoalan penyimpangan seksual telah menjadi
objek perdebatan yang cukup lama dalam peradaban umat manusia. Norma masyarakat yang
mengutuk berbagai macam penyimpangan seksual mendapatkan tantangan dari kelompok yang
merasa dirugikan atas norma-norma tersebut. Perdebatan semacam ini menjadi semakin terlihat
setelah muncul kampanye yang dilakukan oleh gerakan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan
transgender). Kampanye yang menuntut adanya persamaan perlakuan terutama dalam legalisasi
orientasi seks mereka kaum LGBT
Menurut Cumnings (2006) selain melakukan kampanye dengan dalih teologis, penganjur
legalitas LGBT juga menggunakan dalih psikologi. Dahulu di dalam DSM (Diagnostic and Statistic
Manual of Mental Desorder), homoseksualitas dianggap sebagai penyimpangan yang termasuk
kedalam gangguan jiwa, akhirnya setelah beberapa kali mendapat kritikan pada tahun 1974 APA
(American Psychiatric Association) menghapus homoseksual dari salah satu kelainan jiwa atau
kelainan seks. Perubahan paradigmapsikologi dalam melihat homoseksualitas ini memiliki dampak
yang sangat besar dalam legalitas homoseksual dan LGBT secara umum. Setelah dideklasifikasi
olah APA dari DSM maka LGBT dianggap sebagai perilaku yang alamiah dan normal. Tekanan
politik yang dihadapi oleh APA dalam proses deklasifikasi homoseksualitas membuat mereka
bersikap ambigu. Sebagai kompensasi terhadap tekanan kolega psikolog yang tetap pada keputusan
bahwa homoseksualitas adalah tidak normal, mereka memberi catata bahwa keputusan APA
mendeklasifikasi homoseksualitas tidak boleh dijadikan dalih oleh aktivis progay. Dilema di atas
membuat posisi APA terhadap orientasi seksual yang normal menjadi sangat relatif, mengikut nilai
humanisme sekuler. Hal ini dipertegas keterangan APA di dalam DSM IV bahwa kriteria normal
memang beragam berdasarkan kultur penelitian. Dengan demikian, APA tetap kembali
menyerahkan kepada budaya masing-masing masyarakat untuk menetukan perilaku seks
menyimpang.
Pada perubahan orientasi seksual, ada beragam faktor yang perlu diperhatikan. Salah satu faktor
yang paling besar dalam perubahan orientasi seksual adalah motivasi orang- orang homoseksual
tersebut. Motivasi tersebut akan sangat kuat bila 5 berasal dari dorongan keimanan. Hawari (2009),
menegaskan bahwa seorang homoseks bisa berubah asalkan ia memiliki kemauan yang kuat.Selain
itu juga perlu diperhatikan dukungan keluarga, lingkungan, kuat lemahnya kadar homoseksual, dan
libido. Faktor iman, ternyata menempati posisi yang penting. Temuan Spitzer tentang 200 orang
homoseksual yang berhasil melewati terapi adalah kebanyakan berasal dari kalangan religius, “the
vast majority (93%) of the participants reported that religion was “extremely” or “very”important in
their lives.Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawari (2009) untuk
melakukan terapi spritual, selain biologis, sosial, dan psikologi. Kampanye yang menuntut adanya
persamaan perlakuan terutama dalam legalisasi orientasi seks mereka kaum LGBT.
Perilaku LGBT diantaranya adalah hubungan seksual dengan sesama jenis (homoseksual) baik laki-
laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan. Kasus ini bisa terjadi pada siapa saja,baik
remaja, dewasa dan orang tua, dan juga bisa terjadi di lingkungan mana saja,baik di sekolah,
lembaga pendidikan, kantor, dan sebagainya. Bahkan mereka ingin membentuk sebuah organisasi
yang membawahi komunitas mereka,termasuk di Negara Indonesia. Kasus ini seharusnya tidak
terjadi karena perilaku ini tidak sesuai norma agama dan tugas perkembangan manusia. Idealnya
manusia dapat menjalankan fitrahnya sebagai laki-laki dan perempuan berakal dan menjalankan
perannya sebagai seorang laki-laki atau sebagai perempuan.
Masa perkembangan remaja merupakan masa dimana banyak keputusan pentingmenyangkut masa
depan yang harus ditentukan, misalnya tentang pekerjaan, sekolah, danpernikahan. Selain itu, salah
satu tugas penting yang dihadapi para remaja adalah mencari solusi atas pertanyaan yang
menyangkut identitas dan mengembangkan identitas diri yangmantap (sense of individual identity),
orientasi seksual memiliki dimensi antara lain seperti identitas seksual (“saya seorang gay”) dan
tingkah laku seksual (“saya berhubungan seks dengan pria lain”). Identitas homoseksual dapat
berfungsi sebagaiidentitas diri (self identity), identitas yang diterima (perceived identitiy), identitas
yang ditampilkan (presented identity), atau ketiga-tiganya. Seseorang yang memiliki pengalaman
seksual dengan orang yang berjenis kelamin sama tidak secara otomatis menunjukkan bahwa orang
itu adalah seorang homoseksual atau biseksual ,
Kinsey, Pomeroy dan Martin (1984) dalam penelitian yang terkenal tentang seksualitas di Amerika,
mengungkapkan sebanyak 37% laki-laki pernah mempunyai pengalaman homoseksual dalam suatu
masa kehidupannya, tetapi hanya 4% yang benar- benar homoseksual dan mengekspresikan
kecenderungan erotisnya pada sesama laki-laki. Adapun sisanya kemungkinan hanya karena rasa
ingin tahu, dianiaya, atau dibatasi seksualnya. Temuan ini menjelaskan bahwa mempunyai
hubungan homoseksual tidak berarti seseorang menjadi homoseks. Untuk mencegah maraknya
perilaku penyimpangan seksual berupa LGBT ini salah satu pendekatan yang diperlukan adalah
pemberian edukasi pada remaja. Remaja yang berada pada rentang usia 13-21 tahun menurut
Hurlock (1999) berada pada periode yang rentan. Terutama berkaitan dengan tugas
perkembangannya yang merupakan periode transisi, dan masa pencarian identitas diri. Salah satu
bentuk penyampaian informasi tentang seksualitas dapat diberikan dalam bentuk psikoedukasi
sebagai sebuah intervensi. Langkah-langkah terapi psikoedukasi sampai batas tertentu dapat
dianalogikan langkah pendidikan yaitu kedua-duanya dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku
manusia. Pendekatan psikoedukasi menekankan pada masa kognitif dan afektif anak.
Psikoedukasi merupakan salah satu cara pemberian informasi dengan tujuan pemberian yang
bersifat informatif. Dalam upaya pemenuhan kebutuhannya, informasi memegang peranan penting.
Berbicara tentang informasi tidak seorangpun yang tidak membutuhkan informasi, apapun jenis
pekerjaan dan status mereka di 7 masyarakat. Derr (1983) mengemukakan bahwa kebutuhan
informasi merupakan hubungan antara informasi dan tujuan informasi seseorang, artinya ada suatu
tujuan yang memerlukan informasi tertentu untuk mencapainya. Dalam perkembangannya,
kebutuhan pengguna akan informasi juga akan berubah-ubah baik segi keragaman isi maupun akses
terhadap informasi tersebut
Menurut Bent & Cox ,psikoedukasi adalah salah satu bentuk intervensi
yang merupakan suatu tindakan yang bertujuan mempromosikan dalam arti memulihkan,
mempertahankan atau meningkatkan fungsi positif dan rasa sejahtera klien lewat bentuk-bentuk
layanan yang bersifat upaya preventif, developmental maupun remedial. Melihat berbagai masalah
yang muncul berkaitan dengan perkembangan seksual remaja terutama tentang berbagai informasi
yang salah kaprah tentang orientasi seksual maka peneliti tertarik untuk memberi intervensi
dalam bentuk psikoedukasi pada remaja. Psikoedukasi diberikan oleh narasumber yang kompeten
agar tepat mengenai sasaran yakni para remaja. Melalui psikoedukasi diharapkan remaja dapat
meningkatkan kemampuan kognitif karena didalamnya mengandung unsur untuk meningkatkan
pengetahuan remaja tentang LGBT, agar perilaku tersebut dapat dicegah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
psikoedukasi LGBT terhadap pengetahuan LGBT pada remaja. Berdasarkan uraian tersebut, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh Pengaruh Psikoedukasi masalah LGBT pada
remaja di SMK Tahun 2022
Berdasarkan hasil perbandingan nilai skewness dengan standar error di dapatkan nilai pre test dan
post test kurang dari 2, berarti distribusi tidak normal. Dengan demikian pengolahan data memakai
uji non para metric ( wilcokson test ). Nilai Rata-Rata Pengetahuan Responden Sebelum Diberikan
psikoedukasi tentang masalah LGBT pada remaja.
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan mean rank pre test dan post test Psikoedukasi
Tentang masalah LGBT pada remaja adalah 5.00. Hasil uji statistic di dapatkan nilai p=0.020
(p<0.05).
Dari hasil uji Wilcoxon didapatkan bahwa mean rank pengetahuan responden tentang masalah
LGBT pada remaja sebelum dan sesudah di lakukan konseling yaitu 5.00. Berdasarkan hasil uji
statistic di dapatkan nilai P value=0,020 (P < 0,05 ) dengan arti kata terdapat pengaruh
psikoedukasi terhadap peningkatan pengetahuan responden sebelum dan sesudah di lakukan
psikoedukasi tentang masalah LGBT di SMK
Peneliti berasumsi bahwa terjadinya peningkatan pengetahuan responden karena responden
mengerti dan paham terhadap materi dan konseling yang diberikan dan pengetahuan responden
meningkat dan peneliti juga menampilkan materi slide power point yang menarik beserta data data
empiris yang akurat sehingga menambah penguatan pemahaman dari responden pada saat
psikoedukasi di berikan
Berdasarkan hasil penelitian “Pengaruh Psikoedukasi tentang masalah LGBT pada remaja” dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
Rata-rata nilai pengetahuan siswa sebelum dilakukan psikoedukasi adalah (50) di SMK Karya
Padang Panjang. Rata-rata nilai pengetahuan masyarakat sesudah dilakukan psikoedukasi (85) di
SMK Ada pengaruh psikoedukasi terhadap peningkatan pengetahuan
responden sebelum dan sesudah di lakukan psikoedukasi tentang masalah LGBT pada remaja di
SMK Dari hasil uji Wilcoxon didapatkan bahwa mean rank pengetahuan
respon tentang masalah LGBT pada remaja sebelum dan sesudah di lakukan konseling yaitu 5.00.
Berdasarkan hasil uji statistic di dapatkan nilai P value=0,020 (P < 0,05).
transgender 3
Januari 10, 2024
transgender 3
pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan makna dan hakikat
pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi sebagai
buah refleksinya.
Pendidikan merupakan suatu aktivitas manusia yang memiliki
maksud menggembangkan individu sepenuhnya. Islam merupakan
agama yang sangat menekankan pentingnya pendidikan bagi manusia.
Gagasa ini sesuai dengan banyaknya ayat Al-Qur‘an dan Hadits yang
mengandung perintah tentang pendidikan. Maka, pendidikan dalam
Islam merupakan proses tranformasi ilmu pengetahun yang bersumber
dari Al-Qur‘an dan al-Hadits.21 Pendidikan merupakan suatu sistem
yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang ada lainnya
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia dalam segala aspek. Pendidikan Islam adalah
upaya rencana dalam menyiapkan manusia untuk mengenal,
memahami, menghayati, dan mempercayai ajaran agama Islam dengan
dibarengi tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan
antarumat beragama untuk menciptakan persatuan dan kesatuan
bangsa.22
Pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu kedalam diri
manusia, pendidikan adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan
kedalam manusia. Pendidikan merupakan ―suatu proses pengajaran‖
mengacu pada metode dan sistem untuk mengajarkan apa yang disebut
sebagai pendidikan secara bertahap. Secara sederhana pendidikan Islam
adalah pendidikan yang ―berwarna‖ Islam. Maka pendidikan Islami
adalah pendidikan yang berdasar islam. Dengan demikian nilai-nilai
ajaran Islam itu sangat mewarnai dan mendasari seluruh proses
pendidikan.
Jika merujuk berdasar sudut etistimologis, istilah pendidikan
Islam sendiri terdiri dari atas dua kata, yakni ―pendidikan‖ dan
―islami‖. Definisi pendidikan sering disebut dengan berbagai istilah,
yakni altarbiyah, al-taklim, al-t ‟di dan al-riyadoh. Setiap istilah
ini memiliki makna yang berbeda-beda, hal ini disebab kan
perbedaan kontek kalimatnya dalam pengunaan istilah ini . Akan
namun dalam keadaan tertentu semua istilah itu memiliki makna yang
sama, yakni pendidikan.
Tujuan pendidikan Islam yang hendak dibidik dewasa ini adalah
untuk membimbing, mengarahkan, dan mendidik seseorang untuk
memahami dan mempelajari ajaran agama Islam. Diharapkan mereka
memiliki kecerdasan berpikir (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan
memiliki kecerdasan Spiritual (SQ) untuk bekal hidup menuju
kesuksesan dunia dan akherat. Pendidikan Islam harus menfasilitasi
pertumbuhan dalam semua aspeknya, baik aspek spiritual, intelektual,
imajinasi, jasmaniah, ilmiah maupun bahasanya baik secara perorangan
maupun kelompok yang lebih luas.24 Para ahli pendidikan telah
memberi definisi tentang tujuan pendidikan Islam dimana rumusan
atau definisi yang satu berbeda dari definisi yang lain. Meskipun
demikian, pada hakikatnya rumusan dari tuuan pendidikan agama Islam
adalah sama, mungkin hanya redaksi dan penekanannya saja yang
berbeda.
Al-Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang penting
harus diambil dari pandangan hidup (Philosophy of life) jika pandangan
hidup itu Islam maka tuujannya adalah membentuk manusia sempurna
(insane kamil) menurut Islam.25 Pemikiran Al-attas ini tentu saja masih
bersifat global dan belum operasional. Definisi ini mengendalikan
bahwa semua operesional pendidikan harus menuju pada nilai
kesempurnaan manusia. Insane Kamil atau manusia sempurna yang
diharapkan ini hendaknya diberikan indikator-indikator yang
dibuat secara lengkap dan diperjenjang sesuai dengan jenis dan jenjang
pendidikan sehingga tuuan pendidikan ini dapat operasional dan
mudah diukur.
Sejalan dengan tujuan pendidikan Islam menurut Al-Attas,
pemikir lain yaitu Abdullah mengungkapkan bahwa tuuan pokok
pendidikan Islam mencakup tuuan jasmani, tuuan rohani, dan tujuan
mental. Saleh Abdullah telah mengklasifikasikan tuuan pendidikan ke
dalam tiga bidang, yaitu: fisik-materil, ruhani-spiritual, dan mental
emosional. Ketiga tiganya harus diarahkan menuu pada kesempurnaan
tiga tuuan ini tentu saja harus tetap dalam satu kesatuan (integratif)
yang tidak terpisahkan.26 Pemikiran yang dibuat oleh Abdullah
mengenai tujuan pendidikan Islam ini juga masih sangat luas dan
belum jelas mau ke mana arahnya. Maka masih perlu merumuskan
kembali indikator yang jelas mengenai tujuan pendidikan Islam yang
sebenarnya.
Al-Abrasyi merumuskan tujuan pendidikan Islam secara lebih
rinci dia menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk
membentuk akhlak mulia, persiapan menghadapi kehidupan dunia
akhirat, persiapan untuk mencari rizki, menumbuhkan semnagat ilmiah,
dan menyiapkan profesionalisme subjek didik. berdasar 5 (lima)
rincian tujuan pendidikan ini , semua harus menuju pada titik
kesempurnaan yang salah satu indikatornya adalah adanya nilai tambah
secara kuantitatif dan kualitatif. Pemikiran Al-Abrasy ini sudah
menyertakan indikator secara kualiatif dan kuantiatif artinya sudah
lebih terperinci dibandingkan dengan gagasan dua tokoh yang
sebelumnya dibahas.
Pandangan lain mengenai tujuan pendidikan Islam yaitu An-
Nahlawi berpendapat bahwa tuuan pendidikan Islam adalah
mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku serta
perasaan mereka berdasar Islam yang dalam proses akhirnya
bertuuan untuk merealisasikan ketaatan dan penghambaan kepada
Allah SWT di dalam kehidupan manusia, baik individu maupun
warga . Definisi bertujuan pendidikan ini lebih menekankan pada
kepasrahan kepada tuhan yang menyatu dalam diri secara individual
maupun sosial. Pandangan ini kemudian lebih melihat tujuan
pendidikan berdasar pada masalah individual dan sosial. Pandangan
ini setidaknya melengkapi mengenai tujuan pendidikan Islam yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Selain tujuan, pendidikan Islam mempunyai peran dan fungsi
ganda, pertama peran dan fungsinya sebagai instrument penyiapan
generasi bangsa yang berkualitas, kedua, peran serta fungsi sebagai
instrumen transfer nilai. Fungsi pertama menyiratkan bahwa
pendidikan memiliki peran artikulasi dalam membekali seseorang atau
sekelompok orang dengan pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan, yang berfungsi sebagai alat untuk menjalani hidup yang
penuh dengan dinamika, kompetensi dan perubahan, fungsi kedua
menyiratkan peran dan fungsi pendidikan sebagai instrumen
transformasi nilai-nilai luhur dari satu generasi kegenerasi berikutnya.
Kedua fingsi ini secara eksplisit menandai bahwa pendidikan
mengandung makna bagi pengembangan sains dan teknologi serta
pengembangan etika, moral, dan nilai-nilai spiritual kepada warga
agar tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang memiliki
kepribadian yang utuh sesuai dengan fitrahnya, warga negara yang
beradab dan bermartabat, terampil, demokratis dan memiliki
keunggulan (competitive advantage) serta keungulan komperatif
(comperative advantage)..
Selaian fungsi di atas, terdapat fungsi lain pendidikan Islam yaitu
sebagai proses pewarisan nilai dan budaya warga dari satu
generasi kepada generasi berikutnya atau oleh pihak yang lebih tua
kepada yang lebih muda. Dalam interaksi sosiologis terjadi pula proses
pembelajaran. Pada saat itu seseorang yang lebih tua (pendidik)
dituntut untuk mengunakan nilai-nilai yang sudah diterima oleh aturan
etika dan akidah umum warga ini . Dan diharapkan pula agar
pendidik mampu mengembangkan dan menginternalisasikan nilai-nilai
ini kepada peserta didik dengan memperhatikan perkembangan
kebudayaan dan peradaban yang muncul. Sehingga proses
pembelajaran yang terjadi dapat menginternalisasikan nilai, dan nilai
ini aplikatif dalam kehidupan peserta didik selanjutnya.30
Maka untuk mewujudkan tujuan dan fungsi pendidikan Islam di
atas, masih perlukan enataan kembali sistem pendidikan Islam yang
bukan hanya sekedar modifikasi atau tambal sulam. Pendidikan Islam
memerlukan rekonstruksi, rekonsiliasi, dan reorientasi agar pendidikan
Islam dapat kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian tahap lepas
landas. Beberapa cara dalam membangun pendidikan Islam yang solutif
sekaligus menjadi rencana bagi pendidikan Islam. Pertama, itu perlu
merevisi kembail sistem pendidikan Islam yang saat ini berjalan dengan
tetap mengedepankan semangat dari ajaran Islam. Visi ini
diwujudkan dalam bentuk upaya dialog ulang keagamaan teks terhadap
setiap realitas yang terjadi. Kedua, mempersiapkan manusia yang lebih
dewasa dan berkualitas sumber daya yang dipersenjatai dengan
kemampuan yang komprehensif. Ketiga, menegaskan kembali peran
semua elemen dalam pendidikan, yaitu individu, keluarga, warga ,
lembaga pendidikan, dan negara. Keempat, menyatukan spiritualitas
Islam dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan yang
kuat untuk tantangan yang semakin mendesak, tradisi intelektual Islam,
adalah hierarki dan interkoneksi antar berbagai disiplin ilmu yang
memungkinkan terwujudnya kesatuan (kemanunggalan) dalam
keragaman, tidak hanya dalam ranah keyakinan dan pengalaman
beragama, namun juga di dunia dari pengetahuan.
Strategi dan taktik Islam harus lebih efektif dan efisien, artinya
pedagogis, sosiologis, dan budaya. Oleh sebab itu, nafas Islami dalam
diri seorang Muslim sangat penting untuk mampu menggerakkan
perilaku yang diperkuat dengan pengetahuan yang luas sehingga dapat
memberi jawaban yang tepat dan bermanfaat terhadap tantangan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dalam pendidikan
Islam tidak akan lepas dari prinsip-prinsip Islam yang bersumber dari
dasarnya prinsip-prinsip Alquran. Perencanaan pendidikan masa depan
harus mencakup tiga karakteristik utama: suatu warga , yaitu: masa
depan sosio, masa depan tekno, dan masa depan bio. Selain itu, Islam
Strategi pendidikan dalam menghadapi tantangan masa depan antara
lain: (1) Membangun Islam yang aktual paradigma pendidikan; (2)
Menyelenggarakan pendidikan aektif; dan (3) Meningkatkan kualitas
staf pengajar.
Pendidikan Islam pada dasarnya merupakan upaya pembinaan
dan pengembangan potensi manusia, agar tujuan kehadirannya di dunia
ini sebagai hamba Allah swt dan sekaligus tugas khalifah Allah swt
tercapai sebaik mungkin. Potensi yang dimaksud meliputi potensi
jasmaniah dan potensi rohaniah seperti akal, perasaan, kehendak, dan
potensi rohani lainnya. Dalam wujudnya, pendidikan Islam dapat
menjadi upaya umat secara bersama atau upaya lembaga
kewarga an yang memberi jasa pendidikan bahkan dapat pula
menjadi usaha manusia itu sendiri untuk dirinya sendiri.33
Pendidikan harus memiliki landasan yang baik dan kokoh, sebab
dengan landasan ini , arah penyelenggaraan pendidikan tidak
hanya sekedar goncangan atau gejolak sesaat. Landasan pengetahuan
merupakan hal yang esensial dalam proses memajukan pendidikan.
Dengan demikian, dasar pendidikan merupakan masalah mendasar
sebab sekolah dasar akan menentukan gaya dan isi pembelajaran.
sedang kaitannya dengan ajaran Islam, dasar atau landasan
pendidikan Islam, merupakan landasan yang menjadi landasan atau
asas untuk berdiri tegak. Oleh sebab itu, dasar budaya Islam harus
diperhatikan secara komprehensif dalam pengungkapannya melalui
langkah-langkah pendidikan selanjutnya.
Al-Qur'an dan Hadits merupakan sumber hukum Islam dan ilmu
pengetahuan yang lengkap, meliputi seluruh kehidupan manusia, baik
dunia maupun akhirat. Keduanya menjadi petunjuk nyata bagi manusia
dan laju kehidupan mereka setiap saat. Al-Qur'an dan Hadits, sebagai
landasan pendidikan Islam sekaligus sumber ajaran syari'at, tidak hanya
berfungsi sebagai buku namun juga eksplorasi untuk kehidupan sehari-
hari. Islam adalah agama yang mengemban misi agar manusia
melakukan pendidikan dan pengajaran.
Selain gagasan di atas, kompetensi guru pendidikan Islam
milenial dalam menghadapi tantangan di era industri revolusi 4.0
adalah karakter, kinerja, dan literasi. Sebab, tantangan yang dihadapi
guru pendidikan Islam di era industri revolusi 4.0 mengatasi dampak
teknologi dan globalisasi yang sangat pesat. Perkembangan teknologi
yang tidak hanya berdampak pada ilmu pengetahuan, namun dapat lebih
lanjut mempengaruhi sosial budaya seseorang. Krisis moral yang
melanda bangsa dan negara, krissita tantan sosial dan krisis identitas
sebagai bangsa menuntut guru pendidikan Islam untuk terus
meningkatkan kualitasnya sebagai guru dan pendidik sebab kemajuan
ilmu pengetahuan yang pesat dan teknologi di era globalisasi.
Kompetensi yang dimiliki pendidikan Islam modern yang harus
dimiliki guru dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 adalah
karakter, kinerja, dan literasi.36
berdasar pengertian pendidikan ini , pendidikan memiliki
dua fungsi. Pertama, fungsi progresif, dimana aktifitas pendidikan
dapat memberi bekal ilmu pengetahuan dan pengembangan,
penanaman nilai-nilai dan bekal keterampilan mengantisipasi masa
depan agar penerus bangsa mempunyai bekal kemampuan dan kesiapan
untuk menghadapi tantangan dimasa kini dan masa datang. Kedua,
fungsi konservatif adalah bagaimana mewariskan dan mempertahankan
cita-cita dan budaya suatu warga kepada generasi penerus.
Selain permasalahan pendidikan yang telah dijelaskan di atas,
warga juga merupakan komponen yang turut bertanggung jawab
terhadap pendidikan. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan
anak, salah satu aspek yang turut berkembang adalah aspek sosial.
Setelah mereka untuk beberapa waktu meninggalkan rumah dan
sekolah, mereka mulai mengenal lingkungan sosial yang lebih luas,
yakni warga . Dengan demikian, warga turut memikul
tanggung jawab pendidikan. warga , terutama para tokoh, memikul
tanggung jawab, terutama tanggung jawab sosial, membangun
solidaritas sosial, membina, memperbaiki, mengajak kepada kebaikan,
melarang yang mungkar, memelihara yang baik yang diperoleh di
sekolah, keluarga, dan memperbaiki apa yang salah yang dibawa dari
keluarga dan sekolah. Pendidikan dalam warga merupakan
pemegang amanah untuk membangun suatu komunitas atau masyakarat
berdasar beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan memiliki banyak makna yang tidak sama. Perbedaan
disebabkan sebab konteks sosial, politik, budaya, dan agama yang
berbeda. namun definisi ini dapat diambil persamaannya misalnya
makna pendidikan dilihat ditujuan. Paling tidak, pendidikan merupakan
satu proses transfer ilmu pengetahuan dari satu orang ke orang lain.
Lebih khusus lagi, pendidikan adalah merupakan satu proses
melembagakan ilmu pengetahuan dalam kelas formal misalnya sekolah
atau perguruan tinggi.
3. Konsep Kesehatan Jiwa/Mental
Pengertian pendidikan kesehatan yang lebih sederhana diajukan
oleh Larry Green dan para koleganya menjelaskan bahwa pendidikan
kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk
mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi
kesehatan.38 Pendidikan kesehatan terhadap penyimpangan
homoseksual dalam studi ini adalah upaya transformasi ilmu
pengetahuan dalam rangka memberi pemahaman kepada
warga (khususnya laki-laki) agar memahami penyimpangan yang
dilakukan oleh penyuka sesama jenis (gay). Pendidikan anti
ketertarikan yang dimaksud dalam studi ini adalah bukan memusuhi
orangnya namun kepada perilaku diisorientasi seksualnya. Pendidikan
anti ketertarikan sesama jenis dalam studi ini adalah hanya dibatasi atau
berfokus pada progam kerja yang dilakukan dalam lingkungan sekolah.
Sebab fokus studi ini adalah penyuluhan kesehatan jiwa terhadap
penyimpangan homoseksual siswa laki-laki sekolah menengah atas.
Sekolah merupakan tempat belajar untuk siswa sebagai generasi
penerus bangsa. Maka di sekolah inilah tempat siswa mendapatkan
ilmu pengetahuan. Tidak boleh ada penyimpangan di sekolah misalnya
penyimpangan jiwa. Sekolah harus memberi penyuluhan terhadap
siswa terkait pentingnya jiwa yang sehat. Agar proses transfer ilmu
pengetahuan ini berjalan dengan baik. Mestinya penyuluhan
kesehatan ini tidak hanya berlaku untuk siswa namun untuk seluruh guru
dan individu yang bergabung dengan sekolah ini .
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang
dilakukan dengan cara menyebarkan pesan atau menanamkan
kenyakinan sehingga warga tidak saja sadar, tahu, dan mengerti,
namun juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan dalam bidang kesehatan
biasanya dilakukan dengan cara promosi atau pendidikan kesehatan.
Kesehatan jiwa telah banyak didefinisikan oleh para sarjana
khususnya sarjana bidang kesehatan jiwa. Definisi yang telah dibuat
ini justru membuka peluang untuk didefinisikan ulang. Sebab,
kesehatan jiwa sendiri biasanya tidak dapat dipisahkan dari konteks
yang terjadi. Seperti dalam penelitian ini kesehatan jiwa yang dimaksud
adalah dalam konteks penyimpangan orientasi seksual homo. Pada
konteks inipun sampai saat ini masih terus menjadi perdebatan dan
bahkan polemik di warga . Sebab, biasanya kaum gay sendiri
merasa dirinya normal-normal saja dan tidak sedang sakit jiwanya.
Mereka tidak mau dianggap memiliki kelainan jiwa sebab memiliki
orentasi seksual yang berbeda.
Pada saat yang sama, mengingat besarnya masalah kesehatan
mental yang dialami oleh remaja homoseksual, sangat
mengkhawatirkan bahwa hanya ada sedikit pendekatan yang didukung
secara empiris untuk bekerja dengan remaja homoseksual dengan
berbagai pengaturan, mulai dari sekolah hingga pada tahap hingga
perawatan klinis.
Pada kasus ini , kesehatan jiwa terus menjadi perdebatan
yang belum selesai. Pria homoseksual jika dilihat dari phisik luar, tidak
akan tampak kalau jiwanya sedang mengalami sakit. Sangat berbeda
dengan orang yang gila atau stress pada umumnya yang nampak dari
perilakunya. Pria homoseksual secara tubuh memang terlihat sehat
namun orientasi seksual inilah yang mereka kemudian dianggap sakit.
Maka perlu penyuluhan kesehatan jiwa untuk menyadarkan mereka
tentang penyakit jiwa yang dibawanya.
Untuk mendefinisikan makna kesehatan jiwa dapat dilakukan
dengan mendefinisikan terlebih dahulu kesehatan (health) dan jiwa
(mental). Setelah memaknai satu persatu kemudian dapat disimpulkan
apa yang disebut dengan kesehatan jiwa/mental. Menurut Undang-
Undang Republik negara kita Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
menjelaskan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.41 Pengertian ini sedikit
berbeda dengan konsep kesehatan sebagai keseimbangan antara
seseorang dan lingkungan, kesatuan jiwa dan tubuh, dan asal mula
penyakit yang merupakan konsep paling awal berasal dari persepsi
kesehatan di Yunani kuno.l
Definisi ini merupakan kelanjutan dari Undang-Undang
sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 pasal 1 Ayat
1 Tentang Kesehatan yang menjelaskan bahwa kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.43 berdasar
definisi ini maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan yang
utuh (holistic) dari unsur badan (organobiology), jiwa (psikoeducatif),
sosial (sosiocultural), yang tidak hanya dititik beratkan pada penyakit
namun pada peningkatan kualitas hidup yang terdiri dari kesejahteraan
dari badan, jiwa dan sosial ‖produktifitas secara sosial ekonomi‖.44
Menurut Huber dkk, definisi kesehatan menurut WHO yang
dirumuskan sejak tahun 1948 memiliki keterbatasan. Maka Huber dkk
menawarkan definisi kesehatan yang terbagi menjadi kesehatan fisik
(physical health), kesehatan jiwa/mental (mental health), dan kesehatan
sosial (social health).45 Dengan definisi lain sehat merupakan keadaan
baik seluruh badan serta bagian-bagiannya atau bebas dari sakit.
Kesehatan merupakan keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental
dan sosial yang tidak hanya bebas dari sakit atau kecacatan.46
Kesehatan jiwa (mental health) (dalam undang-undang nomor 23
tahun 1992 pasal 24,25,26 dan 27) adalah suatu kondisi mental yang
sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai
bagian yang utuh dari kaulitas hidup seseoarang dengan
memperhatikan semua segi kehidupan manusia. Ciri-ciri orang yang
sehat jiwa yaitu:1) Menyadari sepenuhnya kemampuan jiwa, 2) Mampu
menghadapi stres kehidupan yang wajar, 3) Mampu bekerja secara
produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, 4) Dapat berperan serta
dalam lingkungan hidup, 5) Menerima dengan apa yang ada pada
dirinya, 6) Merasa nyaman dengan orang lain.
Definisi kesehatan mental menurut WHO adalah kondisi
kesejahteraan (well-being)48 seorang individu yang menyadari
kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang
normal, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberi
kontribusi kepada komunitasnya.49 sedang berdasar UU Nomor
18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa didefinisikan
sebagai kondisi di mana seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu ini menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberi kontribusi untuk komunitasnya.
Kesehatan jiwa tidak saja hanya membahas tentang masalah
gangguan jiwa saja, namun kelompok sehat dan resiko juga perlu
diketahui agar warga mendapatkan tindakan yang tepat yaitu,
kelompok sehat agar tetap sehat; kelompok resiko tidak menjadi
gangguan; dan kelompok gangguan tetap produktif di warga ,
sehingga perlunya identifikasi masalah kesehatan jiwa warga .
berdasar definisi ini, kesehatan jiwa dimaknai tidak hanya sebatas
orang yang sakit secara pikiran atau mental. Meskipun dalam bahasa
Inggris, kesehatan jiwa secara terminologi sama dengan kesehatan
mental (mental health).
Kesehatan mental (mental health) adalah keadaan dinamis dari
keseimbangan internal (dynamic state of internal equilibrium) yang
memungkinkan individu memakai kemampuannya selaras dengan
nilai-nilai universal warga .52 Konsep dynamic state of internal
terhadap komunitas warga di mana mereka tinggal. Lihat di Mental Health Foundation,
Fundamental Facts About Mental Health, Fundamental Facts About Mental Health 2016,
London: Mental Health Foundation, 2016, hal. 12.
49 Kesehatan mental lebih dari sekedar atau tidak bisa hanya dianggap sebagai kondisi
mental yang sehat akan namun lebih luas dari definisi ini .. Dimensi positif kesehatan
mental ditandaskan dalam definisi kesehatan menurut WHO yang terkandung dalam
konstitusinya: ―Kesehatan adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang
lengkap dan bukan sekadar tidak adanya penyakit atau infirmity.‖ Konsep kesehatan mental
meliputi kesejahteraan subjektif, self-efficacy, otonomi, kompetensi, ketergantungan
antargenerasi dan pengakuan kemampuan untuk mewujudkan potensi intelektual dan
emosional seseorang. Kesehatan mental juga dimaknai sebagai keadaan kesejahteraan di
mana individu mengenali kemampuan mereka, mampu mengatasi tekanan hidup normal,
bekerja secara produktif dan bermanfaat, dan memberi kontribusi kepada komunitas
mereka. Lihat di World Health Organization, Investing in Mental Healthal, Switzerland:
equilibrium maksudnya adalah untuk menggambarkan fakta bahwa
zaman kehidupan yang berbeda membutuhkan perubahan dalam
keseimbangan yang dicapai. Sebagai contoh krisis remaja, pernikahan,
menjadi orang tua atau pensiun adalah contoh yang baik dari zaman
kehidupan yang membutuhkan pencarian aktif untuk keseimbangan
baru.
Tesis Manwell dkk, menyimpulkan konsep inti kesehatan mental
sangat bervariasi dan menggambarkan berbagai proses yang digunakan
orang untuk menjawab pertanyaan. Proses ini termasuk perspektif
menyeluruh atau titik acuan responden (posisionalitas), kerangka kerja
yang digunakan untuk menggambarkan konsep inti (paradigma, teori
dan model), dan cara faktor sosial dan lingkungan dianggap bertindak.
Konsep inti dari kesehatan mental yang diidentifikasi terutama bersifat
individual dan fungsional, yang terkait dengan kemampuan atau
kapasitas seseorang untuk secara efektif menangani atau mengubah
lingkungannya.54
Selain definisi di atas, kesehatan mental juga dapat mengacu pada
kesejahteraan kognitif, perilaku, dan emosional. Kondisi ini
berhubungan dengan semua tentang bagaimana orang berpikir,
merasakan, dan berperilaku.55 Menuru Walsh, kesehatan mental baik
atau tidaknya dapat dipengaruhi oleh gaya hidup (life style). Jika
pendapat ini benar, artinya kesehatan mental sangat terkait dengan
perilaku seseorang dalam lingkungan sosialnya.56
B. Penyimpangan Homoseksual
Homoseksual merupakan masalah yang melanda remaja sampai saat
mengatur emosi sendiri, serta berempati dengan orang lain; fleksibilitas dan kemampuan
untuk mengatasi peristiwa kehidupan yang merugikan dan berfungsi dalam peran sosial; dan
hubungan harmonis antara tubuh dan pikiran merupakan komponen penting dari kesehatan
mental yang berkontribusi, pada derajat yang berbeda-beda, pada keadaan keseimbangan
internal.
ini.57 Fakta di lapangan menunjukkan bahwa perilaku homoseksual
dilakukan mulai umur remaja. Sebagai contoh, jumlah homoseksual di
Kanada sekitar 1 % dari keseluruhan penduduknya pada 18–59 tahun,
sedang di Amerika berdasar hasil penelitian dari National Center
for Health Research sejak tahun 2002 sekitar 4,4% warga Amerika
sudah pernah melakukan hubungan homoseksual pada usia sekitar 8
sampai 10 juta pria pernah terlibat dalam hubungan homoseksual.58
Manusia dikodratkan untuk berpasangan. Pada umumnya, manusia
haruslah berpasangan dengan lawan jenis, bukan sebaliknya. Dijaman
sekarang banyak pasangan-pasangan sesama jenis yang menyebar di
negara kita . Tidak hanya diluar negeri saja, penyakit penyimpangan seksual
ini sudah masuk di negara kita dan semakin banyak peminatnya. Di negara
negara kita sendiripun, penyimpangan seksual yang saat ini yang menjadi
populer di warga adalah homoseksual (gay). negara kita sendiri,
homoseksual masih dipandang normal-normal saja oleh warga ,
namun berbeda dengan negara lain yang memandang penyimpangan
ini adalah hal biasa bahkan tidak ada undang undang yang mengatur
tentang penyimpangan ini . Perilaku homoseksual tumbuh didalam
warga dan sedikit demi sedikit, warga yang mempunyai
kelainan perilaku ini mulai melupakan norma agama, norma hukum dan
norma kesusilaan. Banyaknya tayangan video porno dan beredarnya situs
porno menjadikan semakin banyaknya warga yang tertarik dengan
hal ini . Bukan hanya dari video saja, banyak faktor- faktor yang
mempengaruhi penyimpangan homoseksual ini .59
Maka studi ini menolak pandangan yang mengatakan bahwa
homoseksual bukan merupakan penyimpangan mental. Dalam tesis ini
menegaskan bahwa homoseksual merupakan penyakit kejiwaan yang bisa
disembuhkan. Homoseksual bukan orientasi seksual yang normal sebab
sudah sangat jelas dan gambalang bahwa Allah SWT hanya menciptakan
dua orientasi seksual yaitu laki-laki dan perempuan. Kelompok yang
memandang bahwa homoseksual bukan perilaku menyimpang adalah
belum memahami benar baik secara fisik maupun psikis mengenai
dampak perilaku homoseksual.
United Kingdom sampai tahun 2018 melakukan survei terhadap
responden dengan usia 16-35 tahun sebanyak 108.100 orang. Sebanyak
61% dari jumlah ini teridentifikasi sebagai gay atau lesbian dan 26%
teridenfikasi sebagi biseksual.60 berdasar angka ini tidak
mengherankan memimjam gagasan Britton,61 sebab di negara ini hukum
memang melegalkan hubungan sesama jenis baik homoseksual maupun
lesbian. Dua negara Barat lainnya yaitu Kanada dan Spanyol menjadi
negara yang disebut sebagai pioneer yang membolehkan pernikahan
sesama jenis yaitu homoseksual dan lesbian.62
Sebenarnya banyak perdebatan mengenai definisi homoseksual
terutama mengenai definisi orentasi seksualnya. Ada yang berpendapat
bahwa homoseseksual merupakan sifat yang dibawa sejak lahir.
Homoseksual merupakan orientasi seksual jenis ketiga yang masuk pada
term gender baru selain laki-laki dan perempuan. Jadi mereka tidak
mempersalahkan orang-orang yang hidup sebagai homo atau gay. Banyak
penelitian misalnya Khoir,63 Adihartono dan Jacson,64 Barlow dan
Durand,65 serta Blackwell dan Dziegielewski66 yang kemudian
mengganggap homoseksual saat ini mendapatkan perlakukan diskriminasi
dalam lingkungan sosialnya.
Diskriminasi yang terjadi terhadap homoseksual dalam bidang
kesehatan dan pelayanannya ditegaskan olah hasil penelitian Szél dan
koleganya.67 Baptiste-Roberts dan koleganya juga menyimpulkan bahwa
muncul disparitas atau kesenjangan perawatan kesehatan terhadap
homoseksual sebagai minoritas. Homoseksual diperlakukan tidak adil
dalam kebutuhan kesehatan yang disebabkan oleh oleh prasangka
individu, stigma sosial, dan diskriminasi.68 Hasil studi Elliott et.al
menyimpulkan lebih banyak kemungkinan terjadi ketidakadilan terhadap
pelayanan kesehatan minoritas (baca: homoseksual).69
namun , terdapat banyak penelitian misalnya Suherry dkk,70 Yansyah
dan Rahayu,71 Ayub,72 Andra dkk,73 dan Dermawan,74 berpandangan
bahwa homoseksual merupakan penyakit kejiwaan yang menyimpang.
Seluruh pendapat ini setidaknya memberi tesis bahwa homoseksual
merupakan fenomena yang mengancam kesehatan warga dilihat dari
sudut pandang kejiwaan. Pada studi ini, mengambil pandangan yang
kedua menyetujui bahwa homoseksual merupakan penyakit kejiwaan yang
disebabkan berbagai faktor bukan dari sifat lahir.
Faktor pendukung individu menjadi gay adalah pola asuh yang
salah, tidak adanya role model laki-laki yang terdapat pada figur ayah
sehingga individu mengidentifikasi diri sebagai gay dan memutuskan
untuk coming out.75 Persepsi lingkungan yang menerima atau menolak
serta stressor yang dialami oleh gay mengakibatkan ketiga subjek untuk
melakukan coping stress berupa sikap menghindar, mengalihkan
perhatian, menyembunyikan identitas, dan membatasi pergaulan sebagai
usaha untuk berinteraksi dengan warga .76 Orang yang berperilaku
homoseksual kemudian berusaha membuka diri terhadap keluarga maupun
warga berbagai cara agar mereka bisa diterima dengan baik.Secara sederhana arti dari coming out adalah suatu proses penemuan atau
penerimaan diri sendiri atas seksualitas, identitas gender atau status interseksualnya (to come
out to oneself), dan proses dimana seseorang atau sekelompok orang membuka diri atas
seksualitas, identitas gender atau status interseksualnya kepada orang lain (to come out to
friends, etc.). Kondisi ini merupakan proses yang terus menerus, bertahap dan panjang bagi
kalangan warga homoseksual, biseksual, trans, dan interseksual. Dwianita dkk misalnya melakukan studi terhadap proses membuka diri terhadap
keluarga pada pria homoseksual di Medan Sumatra Utara. Tujuan dari penelitian adalah
untuk mengetahui proses pembuatan pengungkapan diri gay kepada keluarga, teman dan
sekitarnya tentang statusnya sebagai gay. Metode yang digunakan adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif pendekatan. Teori yang digunakan adalah komunikasi antar pribadi,
pengungkapan diri, teori penetrasi sosial. Teknik pengumpulan data dilakukan secara
mendalam wawancara dengan seorang gay dan ditambah dengan arsip dan dokumentasi.
Tahapan pengolahan data dimulai dari penelitian lapangan dan penelitian pustaka.
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proses pengungkapan diri
gay dalam keluarga dan teman. Pengungkapan diri dimulai dengan penerimaan gay
bagaimana dia bisa menerima orientasi seksualnya sebagai seorang gay. Setelah bisa
menerima kondisinya, ia kemudian mengungkapkan dirinya dengan cara yang berbeda
kepada keluarganya, teman dan warga . Ada pula kendala yang dialami dalam membuka
diri kepada keluarga yaitu takut mengecewakan keluarga.
proses membuka diri bahwa mereka adalah homoseksual tidak mudah
sebab keluarga warga khususnya orang Timur (baca: Islam) tidak
akan mau menerima perilaku menyimpang mereka.
Sehingga, studi ini menolak gagasan bahwa homoseksual
merupakan sifat yang dibawa sejak lahir. Studi ini menegaskan bahwa
homoseksual dapat dicegah dan dapat diobati jika seseorang sudah
terpapar penyakit kejiwaan ini. Pada usaha pencegahan, studi ini menjadi
relevan dilakukan sebab melihat upaya penyuluhan kesehatan jiwa
terhadap orang-orang yang mengidap penyakit homoseksual.
Homoseksual merupakan kelainan dalam pemilihan objek pemuasan
seksual, yaitu jika seseorang laki-laki untuk mencapai kepuasan
seksualnya, mencari jenis kelamin laki-laki sebagai ojek pemuas seksual.
Para pelakunya disebut dengan gay yaitu istilah yang biasa digunakan
untuk merujuk pada orang-orang yang memiliki orientasi homoseksual
atau yang menampilkan sifat dari homoseksualitas. Pengertian lain
menyebutkan bahwa homoseksual merupakan ketertarikan seksual yang
terjadi antara sesama jenis kelamin. Hingga saat ini penyebab terjadinya
orientasi seksual ini belum dapat dipastikan secara pasti.83
Homoseksual berasal dari kata homo yang berarti sama dan sexual
yang berarti hubungan seksual atau berhubungan dengan kelamin.84
Homoseksual adalah orientasi individu yang memiliki ketertarikan fisik,
emosional, seksual, dan romantisme terhadap individu lain yang memiliki
gender yang sama.85 Kaum homoseksual termasuk dalam kaum deviant
atau disebut juga dengan kelompok yang menyimpang. Disebabkan oleh
perilaku yang menyimpang membuat sebagian besar komunitas bahkan
individu homoseksual sulit untuk berinteraksi dengan warga luas
Gagasan di atas berseberangan dengan pendapat Margianto yang
menjelaskan bahwa homoseksualitas tidak lagi dikategorikan sebagai
gangguan jiwa atau penyimpangan seksual. Bahkan istilah
homoseksualitas sebagai orientasi seksual menyimpang sudah tidak tepat
dan menyesatkan sebab memberi dampak negatif seperti stigmatisasi,
pengucilan oleh warga yang kurang mendapat informasi yang
benar.87
berdasar penjelasan dari definisi di atas, homoseksual
merupakan orientasi seksual lelaki yang menyukai terhadap laki-laki.
Meskipun terdapat banyak perbedaan mengenai posisi homoseksual di
warga , namun yang terjadi warga justru banyak yang menolak
kehadiran homoseksual. Menolak dalam artian orientasi seksual yang
dimiliki bukan pada individunya. Homoseksual merupakan kelainan jiwa
yang sebenarnya dapat dicecah dan diobati. Maka perlu penyuluhan
ataupun pendidikan yang memberi penyadaran terhadap warga
terhadap dampak negatif homoseksual.
C. Konsep Diri Homoseksual
Fenomena keberadaan homoseksual sebenarnya sudah lama dan kini
menjadi semakin berkembang. Pola pemikiran manusia khususnya
warga negara kita dimana hal yang berbeda sering dianggap abnormal
dan tidak wajar. Namun, tidak semua yang dianggap salah ataupun
abnormal oleh warga mampu divisualisasikan dalam hitam dan putih
dimana sesuatu diukur dari norma-norma warga yang ada dan secara
turun temurun tanpa mampu menjelaskan secara detail dan tertulis. Norma
yang ada di warga hanya berupa ucapan, yang sanksinya tidak jelas
dan tidak tegas, misalnya dikucilkan, disindir, dan diberi lebel negative.
Konsep diri sebagai seorang homoseksual telah terbentuk sejak
kecil, entah secara disadari mau tidak. Konsep diri individu berkembang
secara bertahap dari masa bayi hingga lanjut. Sejalan dengan
bertambahnya usia, berbagai keterampilan dan tantangan baru muncul.
Kesuksesan dalam menyelesaikan tugas perkembangan turut berperan
menciptakan konsep diri yang positif. Konsep diri individu dipengaruhi
oleh interaksinya dengan orang lain, pengaruh sosial-budaya, dan
penyelesaian tugas perkembangan. Konsep diri meliputi berbagai
komponen tentang citra tubuh, ideal diri, harga diri, performa peran, dan
identitas personal.
Citra tubuh pada seorang homoseksual merupakan sekumpulan sikap
yang disadari atau tidak disadari individu terhadap tubuhnya. Citra tubuh
meliputi persepsi saat ini dan masa lampau, misalnya ketika seorang pria
merasakan bahwa tubuhnya gemulai, sehingga mempengaruhi cara
melambai/ menggerakan tangan, tertawa, berbicara dengan halus, dan lain
sebagainya. sedang ideal diri seorang homoseksual merupakan
persepsi diri tentang bagaimana ia harus bersikap berdasar standar diri,
aspirasi, tujuan, atau nilai tertentu, misalnya: dalam hal dengan tujuan
untuk menunjukkan kasih sayang. Harga diri merupakan penilaian pribadi
individu tentang kelayakan dirinya, yang diperoleh dengan cara
menganalisis sejauh mana perilaku individu memenuhi ideal dirinya. Pada
seorang homoseksual, walaupun mereka menyadari bahwa status sebagai
homoseksual memiliki sanksi moral di warga sebab dianggap
menyalahi nilai-nilai sosial, akan namun mereka ingin dihargai, bukan
sebab mereka homoseksual, akan namun mereka pun memiliki bakat dan
keahlian, serta prestasi. Tidak jarang beberapa homoseksual justru
memiliki karier yang cemerlang, misalnya dalam bidang fashion,
entertainment, bahkan sebagai profesional/ eksekutif.
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh
seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak
sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang ini adalah
memakai obyek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan
ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil,
dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik. Penyimpangan seksual
umumnya dikaitkan dengan konteks sosial dan standar moral setempat.
Namun ada yang secara konsisten, secara sosiologis dan psikologis,
dianggap menyimpang. Penyimpangan seksual memiliki beberapa bentuk,
salah satunya adalah homoseksual. Gay merupakan kelainan seksual
berupa disorientasi pasangan seksualnya. Istilah gay dan lesbian
dimaksudkan pada kombinasi identitas diri sendiri dan identitas sosial.
Istilah ini mencerminkan kenyataan bahwa orang memiliki suatu
perasaan menjadi kelompok sosial yang memiliki label sama.
Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual dan/atau romantis antara
pribadi yang berjenis kelamin sama.
Gagasan di atas sejalan dengan hasil penelitian dari Asmara dan
Valeninta yang menyatakan umpan balik negatif dari lingkungan dapat
membentuk konsep diri yang negatif pada individu. Begitu juga
sebaliknya, individu gay membentuk konsep diri yang positif ketika
lingkungannya memberi umpan balik yang juga positif. Temuan
lainnya menunjukkan bahwa umpan balik yang diterima individu dari
orang yang tidak penting dalam kehidupannya tidak memengaruhi
individu dalam membentuk konsep dirinya.88 Afrino dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa konsep diri terhadap homoseksual di Kota Padang
dengan citra tubuh dan ideal diri yang mayoritas realistis, untuk peran,
identitas dan harga diri homoseksual di Kota Padang beresiko mengalami
konsep diri yang maladaptif, harga diri rendah dan kerancuan identitas.89
Keberadaan pria homoseksual merupakan hubungan yang terjalin
antara laki-laki dengan laki-laki. Pria Homoseksual dikenal dengan
sebutan ―gay‖ dan wanita homoseksual disebut dengan ―lesbian‖.
Seharusnya laki-laki hidup berdampingan dengan wanita dan begitu pula
sebaliknya. Rutinitas mereka di anggap salah oleh warga namun
dikalangan mereka sendiri mereka mengganggap itu hal yang biasa- biasa
saja. Dengan konsep diri yang negatif dilakukan pelaku homoseksual ini
berarti akan terjadi perubahan hubungan sosialnya. Hal ini berarti dapat
saja warga menolak untuk kembali berinteraksi dengan individu
ini begitu menyadari bahwa ia adalah seorang pelaku homoseksual,
hal ini akan berakibat pada hubungan sosial ini harus berakhir atau
bisa saja sebaliknya dimana warga tetap menerima individu ini
dianggap sebagai sesuatu yang biasa, sehingga hubungan sosial ini
dapat terus berjalan.
Perkembangan homoseksual di negara kita dapat dilacak dari terus
banyaknya bermunculan organisasi yang bergerak dalam bidang
kesejahteraan kehidupan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender).90
Keberadaaan komunitas LGBT ini terpencar di seluruh wilayah di
negara kita termasuk di wilayah-wilayah dengan kondisi sosiologis yang
agamis. Awal kemunculan kelompok Lesbian, Gay, Transgender dan
Biseksual di negara kita pada tahun 1982 yang ditandai dengan pendirian
organisasi Lambda.91 Gay merupakan komunitas yang tidak ingin
dianggap sebagai warga yang memiliki orientasi seksual
menyimpang. Mereka merupakan warga yang ingin diakui
keberadaannya secara sosial, hukum, dan lain-lain.
Homoseksual yang dinilai tidak sesuai dengan norma sosial
memunculkan lebelling dengan pengidentifikasikan sebagai individu yang
menyimpang dan diikuti perubahan perlakuan dari orang lain. Mereka
tidak bebas mengekspresikan diri sendiri homoseksual yang hidup, belajar,
bekerja, bersosialisasi, mempunyai pasangan dan keinginan untuk
menikah. Penilaian-penilaian ini menimbulkan konsep diri pada
mahasiswa homoseksual. Konsep diri yang terbentuk baik konsep diri
positif dan negatif tergantung dari penerimaan individu terhadap penilaian
orang lain dan penilaian individu itu sendiri.
Konsep diri pada homoseksual adalah konsep diri negatif, sebab
konsep diri positif yang dimiliki oleh mahasiswa homoseksual tidak
seimbang dengan konsep diri dari informan atau warga , fenomena
homoseksual masih dianggap melanggar norma yang berada diwarga .
Faktor-faktor yang menyebabkan seorang mahasiswa menjadi
homoseksual adalah faktor keluarga, lingkungan pergaulan, pengalaman
waktu kecil yang membuat traumatis, dan pengalaman sakit hati dari
pasangannya terdahulu. Simpulan penelitian dikatakan konsep diri positif
jika konsep diri itu diimbangi oleh konsep diri positif dari orang lain dan
warga . Namun pada kenyataannya orang lain dan warga ini
masih menganggap homoseksual adalah perilaku yang menyimpang dan
melanggar norma. Maka dari itu konsep diri homoseksual ini tidak
seimbang dan dipastikan adalah konsep diri negatif.93
Meskipun homoseksual ingin diakui sebagai komunitas yang
normal, namun warga negara kita sepertinya secara umum masih belum
menerima keberadaan mereka. warga masih saja memberi
stigma buruk terhadap keberadaan homoseksual. Identitas homoseksual
tidak akui secara sah menurut budaya timur (baca: Islam) khususnya bagi
orang negara kita . Kehadiran kaum homoseksual di negara kita masih
menjadi kontroversi di negara yang mayoritas muslim serta menjunjung
nilai moral yang tinggi. Homoseksual masih dianggap tabu dan
menakutkan oleh sebagian besar kalangan warga . Walaupun
menolak, ada beberapa warga negara kita yang telah menerima
kehadiran mereka sebagai salah satu dari keragaman, bukan lagi suatu hal
yang menyimpang.
Stigma terhadap homoseksual membatasi peluang dan akses ke
sumber daya di beberapa domain penting (misalnya, pekerjaan, perawatan
kesehatan), yang secara terus menerus memengaruhi kesehatan fisik dan
mental transgender. Stigma terhadap homoseksual beroperasi di berbagai
tingkatan yaitu individu, interpersonal, struktural).97 Biasanya stigma
negatif homoseksual dikaitkan dengan HIV Aids, narkoba, alkohol,
depresi, dan lain-lain.98 Sebagai contoh di beberapa negara Afrika
homoseksual dikaitkan dengan penyebaran HIV Aids. Pada beberapa
negara ini memiliki undang-undang yang keras terhadadap pelaku
homoseksual. Undang-undang ini kemudian membuat sebagian besar
pelaku homoseksual menyembunyikan identitasnya. Menyebabkan
sulitnya pemerintah untuk mencari informan kunci yang akan diberikan
pengobatan atau pencegahan.
Stigma negatif, menjadikan mereka memilih untuk
menyembunyikan identitasnya sebagai seorang homoseksual yang dikenal
dengan istilah covert homosexual.100 Penyembunyian identitas ini
kemudian justru menjadi faktor dominan yang menyebabkan depresi dan
stress bagi pelaku homoseksual. Kondisi inilah yang memunculkan
konsep diri yang berbeda-beda pada diri homoseksual. Jika mengacu pada
gagasan Hossain dan Ferreira, serta Nutthakornkul dan Isarapreeda102,
kepositifan konteks sosial tidak secara konklusif berhubungan dengan
pengembangan konsep diri yang positif, dan demikian pula, konteks
negatif bukanlah penentuan awal dari distorsi konsep diri.103
Kasus di Polandia misalnya memberi gambaran bahwa pria
homoseksesual memiliki kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan
pria heteroseksual. Homoseksual yang dinilai tidak sesuai dengan
norma sosial memunculkan lebelling dengan pengidentifikasikan sebagai
individu yang menyimpang dan diikuti perubahan perlakuan dari orang
lain. Mereka tidak bebas mengekspresikan diri sendiri homoseksual yang
hidup, belajar, bekerja, bersosialisasi, mempunyai pasangan dan keinginan
untuk menikah. Penilaian-penilaian ini menimbulkan konsep diri
pada pria homoseksual. Konsep diri yang terbentuk baik konsep diri
positif dan negatif tergantung dari penerimaan individu terhadap penilaian
orang lain dan penilaian individu itu sendiri.
Konsep diri yang dibangun oleh mereka sebenarnya dapat disebut
sebagai konsep diri yang membingungkan. Pada satu sisi mereka ingin
diakui sebagai gender ketiga yang memiliki oreintasi berbeda, sisi lain
mereka memiliki tubuh yang memang berbentuk laki-laki. Hasil penelitian
Nursyahfitri, Wijaya, dan Safitri menunjukkan bahwa konsep diri pria
heteroseksual memiliki konsep diri yang lebih positif dibandingkan
dengan pria homoseksual.106 Konsep diri yang terbentuk ini
dipengaruhi oleh dukungan tentang orientasi seks homoseksual oleh
beberapa sumber dukungan di antaranya, teman, komunitas dan
keluarga.
Konsep diri yang membingungkan ini kemudian ditutupi
dengan penyingkapan diri yang sangat luas dan mereka juga sangat eksis
dalam berbagai kegiatan sosial di warga . Kondisi ini
dipengaruhi oleh kesadaran spiritualitasnya sebab mengakui bahwa
Tuhan memberi dukungan pada pilihannya. Mereka memiliki kebebasan
dengan cara menunjukkan ekspresi diri lebih bebas. Mereka mampu
bertanggungjawab dengan pilihan yang mereka lakoni. Meskipun
dikatakan menyimpang secara moral mereka tetap ingin anggap sebagai
makhluk Tuhan yang normal.
D. Dampak Homoseksual
1. Dampak Terhadap Kesehatan
Pada bab sebelumnya telah sedikit dijelaskan mengenai dampak
homoseksual terhadap kesehatan tubuh. Penekanan kesehatan di sini
adalah pada kesehatan tubuh bukan pada psikologis. Dampak
psikologis akan dijelaskan pada uraian selanjutnya. Sudah banyak
penelitian yang menjelaskan mengenai dampak homoseksual terhadap
gangguan kesehatan. Secara umum misalnya dampak yang paling
sering muncul adalah adanya penyakit HIV Aids109 atau penyakit
kelamin menular (IMS).110 Meskipun sebenarnya penyakit ini hanyalah
satu dari sekian banyak dampak homoseksual terhadap kesehatan
tubuh.111
Studi Acharya dkk menyimpulkan bahwa risiko infeksi penyakit
menular seksual terdapat kasus yang sangat banyak dari Human
Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome
(HIV/AIDS) pada pria muda yang berhubungan seks dengan pria
(homoseksual). Di negara Amerika Seriat (AS) baik laki-laki kulit
hitam ditemukan memiliki prevalensi HIV yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lainnya. Bertentangan dengan temuan ini,
tidak banyak perbedaan pada orang kulit hitam, kulit putih atau
Hispanik pada pria usia sekolah <18 tahun. Kelompok-kelompok ini
memiliki peluang lebih tinggi untuk tertular IMS sebab ketidaksiapan
mereka untuk hubungan seksual dan kurangnya tindakan pengamanan
yang tepat.
Cameron sejak 31 (tiga puluh satu) tahun lalu sudah
menyimpulkan bahwa, dari sudut pandang kesehatan individu,
kesehatan warga dan ketertiban sosial, perilaku homoseksual
dapat dipandang berbahaya bagi warga dan khususnya kesehatan
tubuh.113 Meskipun warga maupun pemerintah ada yang
mempropagandakan bahwa homoseksual sama saja seperti
heteroseksual, tetap saja homoseksual berdampak buruk terhadap
kesehatan. Homoseksual sangat rentan terkena penyakit misalnya HIV
Aids,114 kanker dan gangguan mental.115
Beberapa pendapat di atas juga sama dengan studi yang
dilakukan oleh Hasna dan Alang yang menyimpulkan bahwa perilaku
homoseksual sangat berdampak signifikan terhadap kesehatan.
Penyakit yang mudah diperoleh oleh perilaku homoseksual adalah
HIV Aids dan berbagai penyakit kelamin lainnya.116 Hawari
menjelaskan gejala HIV Aids pada Gay ditandai dengan pneumonia
yaitu radang paru yang disebabkan parasit yang berkembang dan
mematikan. Penyebaran penyakit ini begitu cepat, hingga hari ini belum
ada ahli yang dapat menemukan obat apa yang bisa mengobati penyakit
ini. HIV Aids ini disebut Global Effect sebab penyebaran penyakit ini
begitu cepat mendunia.117
Menurut WHO memperkirakan 350 juta kasus baru penyakit
menular seksual (sifilis, gonore, klamidia, dan trikhomonas) terjadi
setiap tahunnya di dunia khususnya di negara berkembang seperti
Afrika, Asia, Asia tenggara, dan Amerika Latin. Di negara-negara
berkembang infeksi dan komplikasi IMS adalah salah satu dari lima
alasan utama tingginya angka kesakitan. Dalam kaitannya dengan
infeksi HIV Aids. Seluruh penyakit menular ini disebabkan oleh
hubungan seksual beresiko yaitu gay dan lesbian.118
berdasar penjelasan dari data-data di atas dapat disimpulkan
bahwa homoseksual berdampak buruk terhadap kesehatan.
Penyakit yang sering muncul adalah HIV Aids, gonora, sipilis, dan
berbagai penyakit kelamin menular lainnya. dampak buruk ini tentu
saja hanya sebagian kecil penyakit yang bisa dicatat di sini. Masih
banyak dampak buruk lain homoseksual terhadap kesehata pelakunya.
Data ini sekaligus membantah anggapan bahwa homoseksual tidak
berdampak buruk terhadap kesehatan tubuh.
2. Dampak Terhadap Psikologi
Selain berdampak terhadap kesehatan tubuh, homoseksual juga
berdampak terhadap kesehatan jiwa (mental).119 Meskipun pada
dampak psikologi ini banyak perdebatan yang muncul sebab tidak
nampak wujudnya seperti dampak terhadap kesehatan tubuh.
Dampak negatif dari fenomena homoseksual tidak hanya ditinjau
dari sisi kesehatan atau pribadi seseorang saja, bahkan juga mengikis
dan menggugat keharmonisan hidup berwarga . Jika dilihat dari
sisi psikologi, perilaku homoseksual ini akan mempengaruhi kejiwaan
dan memberi efek yang sangat kuat pada syaraf. Akibatnya pelaku
merasa dirinya bukan lelaki atau perempuan sejati, dan merasa
khawatir terhadap identitas diri dan seksualitasnya. Pelaku merasa
cenderung dengan orang yang sejenis dengannya. Hal ini juga bisa
memberi efek terhadap akal, menyebabkan pelakunya menjadi
pemurung. Seorang homoseksual selalu merasa tidak puas dengan
pelampiasan hawa nafsunya.120
Yatimin menjejaskan, homoseksual sebenarnya dapat merusak
jiwa dan kegoncangan yang terjadi dalam diri seseorang. Pelaku ini
merasakan adanya kelainan perasan terhadap kenyataann dirinya.
Dalam perasaannya dia merasa sebagai wanita, sementara kenyatannya
organ tubuhnya adalah laki-laki sehingga dirinya lebih simpati pada
orang yang sejenis dengan dirinya untuk memuaskan libido
seksualnya.121
Menurut Yatimin homoseksual sangat terhadap kondisi kejiwaan
pelakunya adalah berikut:122
a. Terjadi suatu sindrom atau himpunan gejala-gejala penyakit mental
yang disebut penyakit lemah syaraf (neurasthenia)
b. Terjadi depresi mental yang mengakibatkan ia lebih suka
menyendiri dan mudah tersinggung sehingga tidak dapat merasakan
kebahagian hidup.
c. Terjadi penurunan daya pikir secara global, daya abstraknya
berkurang dan minatnya juga sangat lemah sehingga secara umum
dapat dikatakan otaknya menjadi lemah
d. Terdapatnya gangguan pikologis sebab pandangan negatif
warga setempat sehingga dapat menimbulkan perasaan depresi,
takut diketahui, minder dan penyakit psikis lainnya.
Permasalahan ketertarikan sesama jenis bagi laki-laki
dikaterogikan sebagai perilaku abnormal. Istilah ini dipakai dengan
menunjuukkan kepada aspek batiniah keperibadian, aspek perilaku
spesifik tertentu yang bisa diamati, secara terjemahan umum dapat
diartikan sebagaigangguan mental dan dalam konteks yang lebih luas
sama artinya dengan perilaku maladaptif.123
Dampak yang terjadi pada hubungan sesama jenis pada laki-laki
ini adalah terjadinya gangguan kejiwaan, manakala yang bersangkutan
didesak untuk menikah atau dalam pergaulan merasa disisihkan,
sehingga mereka membentuk kelompok tersendiri.124 Psikis dapat
digolongkan kedalam tiga golongan, yaitu libido, struktur kejiwaan dan
struktur kepribadian. Pengertian libido adalah energi vital yang
sepenuhnya bersifat kejiwaan dan tidak bisa dicampurkan dengan energi-energi fisik yang bersumber data kebutuhan-kebutuhan biologis,
libido bersumber pada seks.
Pengaruh psikologi pada individu yang diakibatkan oleh
lingkungan mengalami kecenderungan untuk berperilaku seksual yang
menimpang, seperti:
a. Pengaruh lingkungan disekitar individu menimbulkan situasi sosial
yang sangat berpengaruh terhadap dampak kejiwaan individu
b. Pengalaman seksual menyimpang yang diperoleh oleh individu
dalam masa pertumbuhannya, seperti penganiayaan pemerkosaan
sejenis
c. Pengaruh homophobia dalam bentu interaksi
d. Kondisi kehidupan individu yang terpisah dari lawan jenis
seksualnya
Perilaku yang sering terjadi pada pria homosesksual adalah
menarik diri. Perilaku menarik diri merupakan perilaku yang
menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain jadi
secara fisik dan psikologis individu secara sadar pergi meninggalkan
lingkungan yang menjadi sumber sterssor, misalnya individu melarikan
diri dari sumber stres, menjauhi sumber beracun, polusi dan sumber
infeksi. sedang reaksi psikologis berpenampilan diri seperti apatis,
pendiam dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada
individu.
Studi yang dilakukkan oleh Kusuma menunjukkan bahwa
homoseksual mengalami konflik ketika memutuskan untuk menjadi
lesbian dan setelah menjadi lesbian (coming out) baik konflik internal
maupun konflik eksternal. Konflik internal berupa pergulatan pribadi
seputar perasaan akan identitas diri dan seksual, sedang konflik
eksternal berupa masalah yang timbul didalam lingkungan keluarga dan
sosial.128 Kemudian yang terjadi, anak muda homoseksual
menunjukkan kecenderungan lebih besar untuk depresi dan mengalami
kecemasan. Risiko lain yang terkait dengan permasalahan ini adalah
perilaku menyakiti diri sendiri (self injuring behaviour), dan keinginan
bunuh diri.
3. Dampak Terhadap Sosial
Meskipun beragam perilaku seksual dan identitas gender telah
dikenal di wilayah Nusantara pada masa-masa terdahulu, identitas
homoseksual baru muncul di kota-kota besar pada awal abad ke-20.
Baru pada akhir tahun 1960-an, gerakan LGBT mulai berkembang
melalui kegiatan pengorganisasian yang dilakukan oleh kelompok
wanita transgender, atau yang kemudian dikenal sebagai waria.
Mobilisasi pria gay dan wanita lesbian terjadi pada tahun 1980-an,
melalui penggunaan media cetak dan pembentukan kelompok-
kelompok kecil di seluruh negara kita . Mobilisasi ini semakin
mendapatkan dorongan dengan maraknya HIV pada tahun 1990-an,
termasuk pembentukan berbagai organisasi di lebih banyak lokasi. Pada
dasawarsa ini juga terjadi beberapa pertemuan nasional awal,
dengan disertai beberapa perkembangan penting dalam gerakan LGBT,
antara lain pembentukan aliansi dengan berbagai organisasi feminis,
kesehatan seksual dan reproduktif, gerakan pro-demokrasi dan HAM,
serta kalangan akademis.
Setelah peristiwa dramatis tahun 1998 yang membawa perubahan
mendasar pada sistem politik dan pemerintahan negara kita , gerakan
LGBT berkembang lebih besar dan luas dengan pengorganisasian yang
lebih kuat di tingkat nasional, program yang mendapatkan pendanaan
secara formal, serta penggunaan wacana HAM untuk melakukan
advokasi perubahan kebijakan di tingkat nasional. Namun keberhasilan
ini sangatlah sederhana dipandang secara keseluruhan, dengan
banyaknya organisasi dan individu yang berhasil melakukan
perubahan-perubahan kecil namun tanpa terjadi perubahan besar, baik
dalam perundang-undangan maupun penerimaan oleh warga .
Sebagai gambaran umum tentang hak asasi LGBT di negara kita ,
hukum nasional dalam arti luas tidak memberi dukungan bagi
kelompok LGBT walaupun homoseksualitas sendiri tidak ditetapkan
sebagai tindak pidana. Baik perkawinan maupun adopsi oleh orang
LGBT tidak diperkenankan. Tidak ada undang-undang anti-
diskriminasi yang secara tegas berkaitan dengan orientasi seksual atau
identitas gender. Hukum negara kita hanya mengakui keberadaan gender
laki-laki dan perempuan saja, sehingga orang transgender yang tidak
memilih untuk menjalani operasi perubahan kelamin, dapat mengalami
masalah dalam pengurusan dokumen identitas dan hal lain yang terkait.
beberapa Perda melarang homoseksualitas sebagai tindak pidana
sebab dipandang sebagai perbuatan yang tidak bermoral, meskipun
empat dari lima Perda yang terkait tidak secara tegas mengatur
hukumannya.
Secara sosiologis, homoseksual adalah seseorang yang cenderung
mengutamakan orang yang sejenis kelaminnya sebagai mitra seksual.
Homoseksual sudah dikenal sejak lama, misalnya pada warga
Yunani Kuno. Jika melihat perkembangan di Inggris baru pada akhir
abad ke 17 homoseksualitas hanya dipandang sebagai tingkah-laku
seksual belaka, namun juga peranan yang agak rumit sifatnya, yang
timbul dari keinginan-keinginan maupun aktivitas para homoseks.
Kinsey, Pomeroy dan Martin dalam penelitian yang terkenal tentang
seksualitas di Amerika, mengungkapkan sebanyak 37% laki-laki
pernah mempunyai pengalaman homoseksual dalam suatu masa
kehidupannya, namun hanya 4% yang benar-benar homoseksual dan
mengekspresikan kecenderungan erotisnya pada sesama laki-laki.
Adapun sisanya kemungkinan hanya sebab rasa ingin tahu, dianiaya,
atau dibatasi seksualnya. Temuan ini menjelaskan bahwa mempunyai
hubungan homoseksual tidak berarti seseorang menjadi homoseks.
Yang lebih penting secara sosiologis adalah pengungkapan identitas
homoseksual. Melalui identitas itu, seseorang mengkonsepkan dirinya
sebagai homoseks.
Pada lingkungan kebudayaan yang relatif modern, keberadaan
kaum homoseksual masih ditolak oleh sebagian besar warga
sehingga eksistensinya berkembang secara sembunyi-sembunyi.
Gadpaille menyatakan bahwa pada masa sekarang warga modern
cenderung bersikap negatif terhadap aktivitas erotik antar sesama jenis
kelamin. Pandangan negatif mengenai homoseksual inilah yang
menyebabkan homoseksual cenderung tidak diterima warga ,
rentan mengalami diskriminasi, cemoohan serta sanksi- sanksi sosial
lainnya. beberapa keberatan terhadap perilaku homoseksual sebagian
besar adalah sebab alasan keagamaan. Lenhne mencetuskan istilah
homophobia4 untuk menggambarkan kekuatan irasional dan intoleransi
terhadap homoseksual. Seorang individu yang diketahui sebagai pria
homoseksual atau gay beresiko untuk mengalami diskriminasi dalam
pekerjaan dan kehidupan sosialnya. Sanksi sosial yang diberikan
warga pada umumnya beragam, mulai dari cemoohan,
penganiayaan, hingga hukuman mati seperti yang pernah terjadi pada
negara-negara di barat. Penolakan serta diskriminasi warga
terhadap kaum homoseksual yang berupa tuntutan untuk menjadi
heteroseksual dalam seluruh aspek kehidupan melatarbelakangi
keputusan sebagian kaum homoseksual untuk tetap menyembunyikan
keadaan orientasi seksualnya dari warga sehingga orang-orang
yang memiliki orientasi homoseksual memilih untuk menutupi orientasi
seksualnya baik secara sosial, adat dan hukum.
Dampak homoseksual terhadap sosial juga masih banyak
memunculkan perdebatan. Terdapat banyak studi yang beranggapan
bahwa homoseksual merupakan fenomena sosial yang tidak
memunculkan masalah.130 Homoseksual merupakan gender ketiga yang
dihasilkan dari proses dialetika sosial. Maka, homoseksual dalam
realitas sosial harus diakui dan diberikan peran seluas-luasnya. Tidak
boleh ada diskriminasi sosial terhadap terhadap pilihan orientasi
seksual yang berbeda dari orientasi heteroseksual.131 namun sebenarnya
banyak penelitian yang menjelaskan pengaruh negatif homoseksual
dalam kehidupan sosial.132 Termasuk kehidupan sosial invidividu para
pelaku homoseksual. Studi ini memakai pandangan yang kedua
yaitu homoseksual berdampak buruk terhadap kehidupan sosial.
Terlepas dari banyak perdebatan, homoseksual merupakan penyakit
sosial yang sebenarnya dapat disembuhkan. Dari sudut pandang sosial,
perilaku homoseksual akan menyebabkan peningkatan gejala sosial dan
maksiat hingga tidak dapat dikendalikan.133
Gagasan (notion) di atas sejalan dengan pendapat Sheldon dan
koleganya yang mengangap homoseksual dipandang oleh banyak orang
sebagai suatu problem sosial (homosexuality is viewed by many as a
social problem)134. Sebagai contoh adalah individu homoseksual sering
kali mendapatkan pelecehan sosial dan kekerasan verbal. Secara sosial
mereka tidak diterima dan tidak dapat melakukan kegiatan sosial di
kampung halamannya atau jika bermigrasi di tempat mereka pindah.
Dengan kata lain, homoseksual dianggap sebagai penyakit sosial dalam
lingkungan warga mereka.
Menurut temuan studi Irawati dan Hasyim gay (homoseksual)
memiliki simbol tersendiri baik gesture dan komunikasi dalam
kehidupan sosialnya baik dalam kehidupan keluarga, kehidupan
bersama pasangan gay, kehidupan pertemanan, kehidupan dengan
teman kerja, dan kehidupan di lingkungan tempat tinggal. Selain itu,
gay (homoseksual) memaknai dirinya sebagai perilaku seksual yang
bersifat kodrati dan memaknai dirinya yang berbeda dengan waria
walaupun menyukai sejenis. Perbedaan yang dimaksudkan sebab gay
memaknai dirinya tidak mengalami mengalami transformasi
(perubahan) identitas maskulinnya.136
Selain hasil penelitian, hasil penelitian Dacholfany dan
Khoirurijal menyatakan bahwa beberapa dampak sosial yang
ditimbulkan akibat LGBT adalah seorang gay mempunyai pasangan
antara 20-106 orang per tahunnya. sedang pasangan zina seseorang
tidak lebih dari 8 orang seumur hidupnya. 43% dari golongan
berperilaku gay yang berhasil didata dan diteliti menyatakan
bahwasannya selama hidupnya mereka malekukan homoeseskaul
dengan lebih dari 500 orang. Dampak pendidikan di antaranya yaitu
siswa ataupun siswi yang menganggap dirinya sebagai homo
menghadapi permasalahan putus sekolah 5 kali lebih besar daripada
siswa normal sebab mereka merasakan ketidakamanan. Dan 28% dari
mereka dipaksa meninggalkan sekolah. Kaum homo seksual
menyebabkan 33% pelecehan seksual pada anakanak di Amerika
Serikat; padahal populasi mereka hanyalah 2% dari keseluruhan
penduduk Amerika. Hal ini berarti 1 dari 20 kasus homo seksual
merupakan pelecehan seksual pada anak-anak, sedang dari 490
kasus perzinaan 1 di antaranya merupakan pelecehan seksual pada
anak-anak.
Penyimpangan seksual ini memang sangat sulit diubah, untuk
mengubahnya memang dibutuhkan keiinginan dari diri sendiri. Namun
warga heteroseksual jangan malah mendiskriminasikan atau
bahkan melakukan kekerasan terhadap kaum LGBT, yang justru akan
membuat mereka membentuk kelompok sendiri yang tertutup. Metode
yang bisa digunakan adalah menunjukkan kepedulian terhadap mereka,
mendekati mereka dan dengan cara yang baik mengingatkan mereka
bahwa LGBT adalah perilaku yang menyimpang dari ajaran agama,
sosial dan budaya negara kita . Cara ini memang belum tentu mudah
dilakukan sebab, gay merupakan sifat yang tertanam dalam diri.
Mereka bahkan beranggapan bahwa gay merupakan orientasi yang
normal dan tidak dianggap sebagai penyakit jiwa. pencegahan dan
penyembuhan homoseksual memerlkan kerjasama antara warga
dan pemerintah.
MODEL PENDIDIKAN ANTI KETERTARIKAN SESAMA JENIS
BAGI LAKI-LAKI UNTUK KESEHATAN JIWA PADA TINGKAT
MENENGAH ATAS
A. Pendidikan Islam dan Keberlangsungan Generasi
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kondisi siswa laki-laki yang
yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).1 Fokus
pembahasan hanya dibatasi untuk siswa sekolah menengah atas di Jakarta.
Mengelaborasi laporan Kompas TV,2 Tribunnews,3 dan Detik4 bahwa laki- laki di Jakarta yang hidup di tengah budaya modern memiliki faktor resiko
tinggi terhadap penularan homoseksual. Meskipun menurut cataan
Republika5 persentase penularan di kota-kota lain misal Semarang,6
Bandung7, Surakarta,8 dan Surabaya9 juga besar dan mengalami
peningkatan. Penyebab peningkatan penularan homoseksual adalah
misalnya menurut Rumata,10 Yulianto,11 Rostanti dkk,12 dengan kampanye
yang dilakukan di media sosial oleh komunitas LGBT. Penyebab kedua
adalah lingkungan kota besar misalnya Jakarta yang langsung
bersentuhkan dengan moderninasi urban. Moderniasi inilah yang
sepertinya menyebabkan konsumsi pelaku homoseksual berbeda dengan
heteroseksual.
Sekolah menengah atas (SMA) dalam studi ini juga termasuk
sekolah Teknik menengah (STM) atau Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK). Gagasan ini sangat penting untuk nantinya memetakan kemudian
membentuk model pendidikan sebagai usaha pencegahan penularan
homoseksual. Meskipun gagasan ini nantinya masih berupa model awal
yang membutuhkan uji model pada tahap selanjutnya. Sampai tahun 2019
misalnya jumlah siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jakarta
mengalami peningkatan dibandingkan dengan jumlah siswa di Sekolah
Menengah Umum.14 Pada perjalanannya STM di Jakarta maupun seluruh
negara kita kemudian diubah namanya menjadi Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK).15 Meskipun, dengan tingginya minat warga dalam
mendirikan SMK ternyata belum secara signifikan mendorong minat
lulusan SMP/MTs masuk ke SMK swasta atau yang diselenggarakan oleh
warga .
Meminjam gagasan Fitri dkk,16 beberapa guru konseling di SMAN
DKI Jakarta hampir secara keseluruhan menolak keberadaan homoseksual.
Pada dampak penolakan ini kemudian menjadikan proses pencegahan dan
pengobatan siswa yang tertular menjadi sulit. Meskipun menolak, guru
konseling harus tetap berusaha membuat model konseling yang baik agar
resiko penularan dapat dicegah dengan baik. Berbeda dengan kasus yang
berbeda misalnya terdapat studi yang menyimpulkan bahwa jika
pemahaman homoseksual diintegrasikan ke dalam kurikulum maka guru
akan menerima perilaku ini . Meminjam gagasan Pizmony-Levy dan
Kosciw, sebenarnya penerimaan homoseksual di sekolah negatif atau
positif misalnya dipengaruhi oleh konteks sosial kultural bahkan agama
yang berbeda pada setiap bangsa.
Banyak remaja dengan perilaku homoseksual mengalami pelecehan
dan diskriminasi di sekolah dan pengalaman ini menyebabkan peningkatan
hasil sosial-emosional yang negatif.19 Data WVS pada 9.000 Muslim Arab
menunjukkan, pertama, bahwa meskipun sebagian besar responden
menolak homoseksual namun satu dari lima responden tidak keberatan
memiliki tetangga yang homoseksual. Oleh sebab itu, sebagian besar
minoritas Muslim Arab membenci dosa namun toleran orang berdosa.
Keterikatan agama yang lebih kuat meningkatkan oposisi terhadap
homoseksual. Namun, semua dimensi religiusitas lain yang ada
(tekstualisme, kehadiran di masjid, dan altruisme) juga mengurangi
beberapa pertentangan. Konsekuensinya, argumen bahwa religiusitas
Muslim Arab hanya mengarah pada penentangan terhadap
homoseksualitas terlalu sederhana.20
Tidak hanya dunia Arab saja, perilaku homoseksual di kalangan
siswa laki-laki juga menyebar di berbagai negara lainnya. Penyebaran ini
kemudian mendapatkan ruang kemudahan sebab di beberapa negara
Barat secara hukum memang tidak melarang homoseksual. Semakin
banyak pemerintah di seluruh dunia sedang mempertimbangkan apakah
akan memberi pengakuan hukum untuk pernikahan sesama jenis.
Sejauh ini, 30 negara dan wilayah telah memberlakukan undang-undang
nasional yang mengizinkan kaum gay dan lesbian untuk menikah,
kebanyakan di Eropa dan Amerika. Di Meksiko, beberapa hakim
mengizinkan pasangan sesama jenis untuk menikah, sementara yang lain
tidak,
Negara Barat bahkan dengan terang-terangan merevisi undang-
undangnya dengan melegalkan perkawinan sesama jenis baik
homoseksual maupun lesbian. Dengan kebebasan melakukan praktik
homoseksual ini sebenarnya merusak generasi mereka sendiri. Secara
langsung praktik homoseksual ini memutus mata ranti keberlangsungan
generasi pada satu bangsa khususnya di negara Barat yang mendukung
homoseksual. Pada kasus ini, perilaku homoseksual menjadikan
kehidupan rumah tangga tidak diminati. Banyak generasi muda di Barat
dan negara lainnya yang mendukung homoseksual, tidak melakukan
pernikahan. Penerimaan terhadap homoseksual ini kemudian menjadi
faktor beberapa orang yang berperilaku homoseksual memilih pindah ke
negara Barat.24
Kondisi ini menjadikan hancurnya insitusi negara sebab
kehilangan generasi. Kelahiran generasi harus didahului dengan
pernikahan antara laki-laki dan perempuan.25 Tuhan tidak pernah
menciptakan kelahiran generasi dari pernikahan antara laki-laki dengan
laki-laki atau perempuan dengan perempuan. Fakta ini seharusnya bisa
menjadi bahan berpikir bagi para sarjana ataupun warga yang terang-
terangan mendukung praktik homoseksual. Jika mau berpikir sedikit saja,
mereka yang berperilaku homoseksual dilahirkan dari pasangan lelaki dan
perempuan. Mereka tidak pernah dilahirkan dari pasangan laki-laki
dengan laki-laki. berdasar , masalah ini, sudah sangat jelas bahwa
homoseksual merupakan perilaku yang menyimpang dan bisa memutus
kelahiran generasi baru.
sekolah merupakan entitas yang
penting untuk mendidik siswa agar menjadi manusia yang berakhlak
(baca: moral) baik. Maka sekolah memiliki tugas yang sebenarnya tidak
ringan, apalagi di tengah-tengah masuknya budaya global dan modern
yang terkadang liberal. Sekolah di Jakarta misalnya tidak hanya menjadi
entitas yang harus mendidik siswa agar cerdas secara akademis namun tidak
boleh dilupakan adalah cerdas secara spiritual.
Sekolah Islam yang menganut tradisi edukatif pada dasarnya adalah
sekolah yang melihat kesesuaian antara penanaman nilai-nilai agama
dengan perolehan pengetahuan dan watak modern.31 Sebagian besar
sekolah Islam di negara kita berada dalam tradisi edukatif yang terlihat
dalam tiga cara utama. Pertama, sebagian besar sekolah Islam di negara kita
sangat ingin memperoleh ilmu baik dari mata pelajaran agama maupun
dari mata pelajaran sekuler modern. Kedua, semakin banyak sekolah Islam
yang menerapkan pedagogi yang berpusat pada siswa sehingga siswanya
tidak hanya belajar dengan hafalan atau hafalan. Ketiga, banyak madrasah
yang menyediakan berbagai kegiatan siswa untuk mengembangkan
kecakapan hidup dan kemampuan kepemimpinan siswa sehingga
mendorong siswanya untuk menginternalisasi dan mempraktekkan
prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang telah dipelajarinya. Meskipun
mempromosikan tradisi edukatif, banyak sekolah Islam di negara kita
menghadapi tantangan abadi dalam menanamkan prinsip-prinsip dan nilai-
nilai Islam ke dalam pengajaran mata pelajaran sekuler modern.
Sekolah tidak bisa hanya memberi teori ilmu pengetahuan
kemudian misalnya meninggalkan pendidikan agama bagi siswa. Sebab,
jika hanya pendidikan umum saja dan meninggalkan pendidikan agama
dampaknya adalah terhadap perilaku generasi muda yang negatif.
Meminjam gagasan Alli dkk, globaliasi muncul sebab teknologi maka
melawan globliasi adalah dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Penggunaan teknologi, pendidikan, dan ilmu pengetahuan akan
meningkatkan kualitas hidup manusia.
Sekolah menengah umum di Jakarta bersinggungan langsung dengan
modernitas maka kondisi ini sebenarnya merupakan tantangan berat. Jika
gagal mendidik siswa maka sekolah kemudian menjadi dituduh sebagai
pihak yang harus bertanggung jawab. Sekolah menjadi lembaga yang oleh
sebagian warga dianggap sebagai komunitas yang tidak memberi
perbaikan terhadap moral bangsa. Pergualan bebas remaja hingga tawuran
massal yang pernah terjadi, biasanya dilakukan saat pulang sekolah.
Tawuran remaja saat pulang sekolah dan masih memakai seragam
sekolah, menandakan sekolah memang masih gagal menamamkan akhlak
pada jiwa remaja ini .
Pada sisi lain, misalnya memakai kasus komunitas gay di
Jakarta, negara selalu dianggap tidak hadir dalam permasalahan gay.35
Negara sepertinya membiarkan begitu saja gay menjadi komunitas yang
terdiskriminasi. Negara seharusnya memberi perlindungan dalam
rangka memberi usaha pencegahan dan pengobatan terhadap perilaku
homoseksual. Sebagian besar warga negara kita memakai banyak
istilah berbeda untuk menggambarkan orientasi seksual dan identitas
gender. Pada konteks negara kita , istilah LGBT juga biasa digunakan di
negara kita untuk merujuk pada seksual dan minoritas gender.36
Hukum nasional negara kita sebagian besar tidak memihak
sehubungan dengan orang dengan perilaku homoseksual. Hukum di
negara kita juga tidak secara eksplisit mengkriminalkan homoeksual atau
dengan sengaja melindungi mereka. Namun, di di tingkat lokal, terdapat
provinsi, kota, dan kabupaten yang secara eksplisit melakukan
kriminalisasi terhadap kelompok LGBT. Studi opini publik menunjukkan
bahwa penerimaan orang LGBT sangat rendah dan telah berubah sedikit
selama dekade terakhir, dan liputan media umumnya negatif.
berdasar pandangan di atas, pendidikan khususnya di Jakarta
memiliki peran yang tidak ringan. Pendidikan tidak hanya mengajarkan
tentang ilmu yang berkaitan dengan dunia industri dan sebagainya.
Pendidikan harus bisa memberi pengajaran terhadap kesinambungan
generasi yang selama ini sepertinya terabaikan.38 Misalnya sekolah selama
ini tidak pernah melakukan pendidikan untuk mencegah penyebaran
homoseksual. Sekolah sebagai lembaga pengajaran sepertinya hanya diam
saja ketika penyebaran homoseksual semakin bertambah luas. Kondisi ini
bisa disebabkan oleh sekuleriasi pendidikan itu sendiri yang memisahkan
antara agama, moral, dan pendidikan itu sendiri.39
Selain penjelasan di atas, hubungan antara penerapan manajemen
pendidikan Islam di lingkungan sekolah (mapun pendidikan tinggi)
dengan kecerdasan emosional peserta didik cukup signifikan.40 Berarti,
jika manajemen pendidikan Islam di lingkungan sekolah ditingkatkan
keefektifan pelaksanaannya sebesar satu persen maka kecerdasan
emosional peserta didik akan meningkat.41 Gagasan ini menjawab bahwa
manajemen pendidikan Islam di lingkungan sekolah bisa menjadi solusi
preventif dan antisipatif atas perilaku menyimpang peserta didik.
Manajemen pendidikan Islam yang baik akan mampu memberi
menjaga generasi muda dari penyakit mental sebab mereka memiliki
kemampuan untuk menangkalnya.42 Gagasan yang juga penting adalah
nantinya pendidikan Islam menghasilkan lulusan yang memiliki wawasan
Islam moderat.
namun faktanya, gagasan tentang pengetahuan dan pendidikan telah
bergeser dalam Islam dari pencarian yang inklusif dan rasional untuk
semua pengetahuan menjadi fokus yang menyempit pada pengetahuan
agama, tanpa rasionalitas. Pergeseran dalam apa yang dianggap sebagai
pengetahuan yang berharga telah memainkan peran penting dalam
munculnya radikalisasi saat ini. Dunia sosial Islam menjadi tidak stabil,
rasa memiliki dan membuat perasaan menjadi ke dalam dan kurang
refleksif dibandingkan dengan Muslim awal. Keyakinan menjadi hak
istimewa atas mekanisme rasionalitas yang sebelumnya membentuk usaha
Islam. Penurunan produksi intelektual dan ilmiah mengikuti,
memungkinkan para ekstremis untuk membelokkan narasi Islam dengan
mengedepankan versi ideal kekhalifahan Islam yang dipisahkan dari
rasionalitas.
Meningkatnya pendidikan sekolah Islam di negara kita sangat
fenomenal, mempengaruhi kemunculan sekolah Islam baru di negara ini.
Beberapa tahun yang lalu hanya dikenal dua model pendidikan Islam yaitu
pesantren dan madrasah.45 Gelombang sekolah Islam saat ini di negara kita
mengintegrasikan kurikulum sekuler dan kurikulum agama dalam satu
kurikulum.46 Menariknya, pengajaran di sekolah-sekolah ini
menghidupkan kembali orang tua Muslim modern agar anak-anak mereka
terdaftar di institusi ini . Dewasa ini warga bekerja menuntut
institusi pendidikan yang secara membekali siswa dengan kemampuan
dalam menangani efektifitas tantangan yang cepat. Selanjutnya, orang tua
Muslim dengan antusias menyambut tren baru sekolah Islam di negara kita
ini. Interaksi sosial yang tidak terkendali, dekadensi moral dan etika telah
meningkatkan interaksi di kalangan orang tua.
Namun, tantangan abad ke-21 menuntut tanggapan yang tepat dari
seluruh umat Islam sistem Pendidikan. Jika umat Islam, termasuk di
negara kita , tidak boleh hanya ingin bertahan di tengah-tengah yang
semakin garang dan persaingan global yang semakin ketat, namun juga
harapan untuk bisa membangun pendidikan di masa depan.48 Maka haurs
diilakukan reorientasi pemikiran tentang keislaman pendidikan dan
restrukturisasi sistem dan institusi adalah jelas suatu keharusan. Perspektif
ilmu pengetahuan dan teknologi yang tampaknya tidak berkelanjutan.
Kemudian seorang reformis berpikir sangat dibutuhkan dalam dunia
pendidikan Islam. Hal ini memberi gambaran bahwa modernisasi
memberi peluang bagi pendidkan Islam untuk terus berbenah agar
menjadi modern.
Penjelasan di atas sejalan dengan premis bahwa Islam pendidikan
memainkan peran penting dalam menghasilkan kepribadian generasi muda
yang terintegrasi untuk memenuhi kebutuhan warga saat ini.
Perubahan pendidikan dalam pedagogi, kurikuler dan pendekatan
pengajaran yang berhubungan langsung dengan efektivitas penerapan
Islam Pendidikan di sekolah Islam. Maka seharusnya, pendidikan Islam
tidak hanya berbicara masalah pertemuan lulusan dengan industri atau
dunia pekerjaan. Pendidikan Islam (misalnya pesantren) dengan
membangun aspek kesehatan mental yang tidak dilepaskan dari konteks
keimanan dan ketakwaan.52 Dengan ini maka sangat jelas bahwa
pendidikan Islam bertugas membangun generasi yang cerdas, pandai,
memiliki ilmu pengetahuan dan luas serta menjadi orang yang bertakwa
kepada Allah swt.53
B. Globalisasi Sebagai Faktor Perkembangan Gay
Mengelaborasi gagasan Walby,54 Wiebelhaus-Brahm,55 Powell56
serta Awdel dk,57 jika membincangkan globaliasi maka sepertinya tidak
bisa dilupakan juga untuk membincangkan masalah modernitas. Sebab,
modernitas itu sendiri memang muncul disebabkan oleh lahirnya apa yang
disebut sebagai globalisasi yang tidak terpisah dengan kehidupan
warga . Dua terminologi ini masuk pada dunia Timur (baca:
negara kita ) kemudian menjadi pandangan hidup yang bisa saja mengancam
local wisdom negara kita . namun , globaliasi maupun modernitas ini dua
hal yang sulit untuk ditolak kehadirannya di negara kita . Faktor
perkembangan teknologi informasinya misalnya menjadikan mau tidak
mau globalisasi dan modernitas harus diterima bersama seluruh dampak
negatifnya.60 Meskipun begitu, sebenarnya penerimaan globalisasi dan
modernitas ini harus didahului dengan seleksi yang menyeluruh.
warga tidak boleh hanya menerima begitu saja globalisasi dan
modernitas tanpa memilah dan memilih mana budaya modern sayan
semestinya sesuai.
Globalisasi dapat disebut sebagai satu indikator satu di negara
disebut sebagai negara maju. Jika suatu negara memiliki indikator yang
baik atau indikator globalisasi yang tinggi maka merupakan poin positif
bagi negara ini . Menyebutkan istilah "globalisasi" tidak hanya
menyebut perubahan sosial yang sedang berlangsung, namun juga menjadi
bagian dari merek proyek kebijakan ideologis elit. Framing populer
globalisasi disengaja melibatkan fenomena independen seperti kebijakan
perdagangan bebas, perluasan internet, identitas kosmopolitan, dan
migrasi internasional. Globaliasi merupakan satu istilah yang juga tidak
dapat dilepaskan dari proses pembangunan ekonomi satu negara.
Globalisasi adalah satu ukuran pertumbuhan sistem sosial dan
peningkatan kompleksitas hubungan antar warga . Jadi, dalam hal
tertentu, globalisasi dapat dianggap sebagai proses yang menghubungkan
masa lalu, masa kini, dan masa depan atau sebagai semacam jembatan
antara masa lalu dan masa depan.66 Globaliasi kemudian menjadi satu
entitas yang secara langsung menyatukan satu tempat budaya, ekonomi,
politik, dan sebagainya yang dulunya terpisah sebab terpisah batas negara
dan batas territorial. Globalisasi adalah Zeitgeist tahun 1990-an yang
dalam ilmu sosial, hal itu memunculkan klaim saling keterkaitan yang
mendalam secara fundamental dengan mengubah sifat warga
manusia, dan menggantikan sistem negara berdaulat dengan sistem
multilateral dari pemerintahan global.68
Globalisasi sekarang berada pada fase paling terpisah dalam sejarah
manusia. Krisis sebab Covid-19 telah digabungkan dengan kerentanan
kapitalisme global untuk menghancurkan rutinitas sosial. Namun, momen
keresahan sosial saat ini juga menawarkan kesempatan kritis untuk
mengamati keadaan globalisasi saat ini. Untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik tentang sistem globalisasi saat ini membutuhkan kerangka
kerja konseptual baru yang menangkap berbagai formasi globalisasi, mulai
dari yang berwujud hingga yang tidak berwujud. Hubungan terputus ganda
yang telah berkembang di antara dan di dalam formasi ini tidak hanya
membentuk morfologi sistem globalisasi kontemporer namun juga
memberi bayangan panjang pada dinamika masa depannya.
Moderniasi tetapa saja memunculkan dua pandangan yang berbeda
terhadap homoseksual. Pada negara liberal misalnya diwakili Spanyol
dan negara-negara lain, perilaku homoseksual diterima secara luas oleh
warga . Penerimaan ini kemudian menjadikan kaum gay dan lesbian
menuntut hak asasi mereka sekaligus menuntut perubahan hukum agar
menerima mereka. Pandangan dunia lain yang sangat anti-gay yang
diwakili oleh beberapa negara Afrika, Timur Tengah, dan sebagian Asia.
Sebagian negara ini (khususnya negara dengan Islam terbesar) sama sekali
tidak menerima perilaku homoseksual bahkan pada tataran hukum juga
tertutup rapat.72 Mengelaborasi pendapat Pratama dan Gischa,73 Simyan
dan Kačāne,74 Savelyev,75 modernisasi menjadi satu bentuk transisi dari
kondisi terbelakang (belum maju) atau belum berkembang mengalami
kemajuan pada seluruh bidang kehidupan agar lebih sejahtera dan
makmur. Gay malahan telah lama diintegrasikan dengan kepentingan
ekonomi liberal. Gay pada dasarnya muncul sebagai gerakan sosial
disebabkan oleh adanya kepentingan ekonomi atau pasar (market).76
Mengenai hubungan antara gay dengan kebutuhan pasar bisa
merujuk pada hasil studi Branchik di Amerika Serikat. Saat penelitian
dilakukan (tahun 2002) segmen pasar gay Amerika telah diakui oleh
publik sebagai kepentingan bisnis yang menguntungkan. Baik sengaja atau
tidak sengaja, bisnis Amerika Serikat telah memasarkan ke konsumen gay
selama lebih dari 100 tahun. Segmen pasar ini berkembang sebagai hasil
dari serangkaian peristiwa sejarah dan sosial dan paralel dengan
perkembangan komunitas gay dan melibatkan aktivitas pembeli dan
penjual. Maka, saat memasuki abad kedua puluh satu, segmen pasar gay
Amerika Serikta dihadapkan pada dua kekuatan yang berlawanan yang
dapat mempengaruhinya. Salah satunya adalah meningkatnya penerimaan
homoseksualitas di Amerika Serikat yang diperkuat oleh undang-undang
hak-hak gay, manfaat mitra domestik perusahaan, dan penggambaran
karakter gay dalam hiburan populer.
Gagasan di atas sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Feld Kamp. Study Kamp memberi bukti mediascapes dan ethnoscapes
memiliki pengaruh paling positif dalam membenarkan homoseksualitas
dalam skala global. Mereka menyediakan sarana untuk lebih memahami
penelitian sebelumnya mengapa formal struktur seperti Perserikatan
Bangsa-Bangsa mungkin bukan cara terbaik untuk mempengaruhi bangsa-
bangsa yang bertentangan. Technoscapes secara khusus memiliki
hubungan yang lebih buruk dengan membenarkan homoseksualitas. Hal
ini mungkin terkait dengan cara warga memandang manusia dan
harus ditimbang terhadap nilai yang akan peroleh atau hilangkan dari
menentang homoseksualitas. Media massa secara global memberi
pengaruh terbesar agar warga bisa menerima kehadiran
homoseksual.78
Penelitian yang dilakukan oleh Roberts menunjukkan bahwa budaya
global telah mendorong perubahan dari waktu ke waktu dari sikap dunia
terhadap homoseksualitas. Telah terjadi kemajuan global yang luas dalam
penerimaan homoseksualitas, sebagian besar didorong oleh penyebaran
global yang menguntungkan pesan budaya. Hal ini memberi bukti
terkuat bahwa globalisasi budaya telah membentuk sikap kolektif secara
global. Namun, tingkat religiusitas yang tinggi dapat bertindak untuk
memoderasi pengaruh positif dari paparan budaya global. Bahkan ketika
sikap terhadap homoseksualitas di sebagian besar warga menjadi
lebih menerima terhadap homoseksual.
Hasil studi Roberts di atas memberi satu bukti bahwa globaliasi
telah membawa praktik homoseksual sebagai praktik budaya.
Homoseksual telah diterima secara terbuka disebagian besar dunia.
Globalisas ini secara langsung membawa dampak negatif yaitu
penerimaan terhadap homoseksual. Sehingga globalisasi justru membuka
ruang untuk perkembangan homoseksual. Globalisasi budaya identitas
homoseksual juga telah melampaui perubahan dalam konteks ekonomi dan
politik. Memang, kemajuan dalam transportasi dan komunikasi mungkin
telah memungkinkan orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka
sebagai gay atau lesbian (biseksual dan transgender juga perlu dimasukkan
di sini) untuk bergerak lebih bebas tentang dunia memicu gerakan
pembebasan orang-orang di negara-negara yang tertindas dan
dieksploitasi.
Jika memakai gagasan Nardi, globlisasi homoseksual
sebenarnya sudah lama muncul sebelum era internet. Munculnya gerakan
sosial baru yang berfokus pada isu gay dan lesbian sejak awal tahun
1960an telah didokumentasikan dengan baik di warga Amerika.
Difusi gerakan sosial-politik gay dan lesbian di budaya Barat lainnya dan
banyak warga berkembang telah menjadi subyek penyelidikan yang
lebih baru. Globalisasi gerakan sosial gay internasional dengan berfokus
pada Eropa dan Italia, khususnya, dan menimbulkan pertanyaan tentang
kondisi sosial-politik yang mungkin diperlukan untuk pengembangan
gerakan sosial baru-satu didasarkan pada konsep identitas orientasi seksual
daripada yang didasarkan pada hubungan terstruktur usia atau gender.
Informasi sejarah tentang perubahan sosial dan hukum di Italia dan di
seluruh Eropa disajikan bersama dengan isu-isu terkini yang dihadapi
gerakan gay yang semakin terlihat di Italia. Potret budaya yang berubah
dan mempertanyakan hubungannya dengan konsep tradisional patriarki,
agama, dan gender sekaligus menjadi saling berhubungan dengan
komunitas dan isu gay secara global.81
Sikap global yang melibatkan homoseksualitas berubah dengan
cepat. Toleransi terhadap hubungan lesbian dan gay telah meningkat di
hampir setiap benua. Penerimaan tentang idenitas gay aini justru paling
banyak didukung oleh kaum muda. Penerimaan gay di kalangan kaum
muda aini dipengaruhi perkembangan media massa suatu bangsa dan
kehadiran kebebasan pers yang liberal. Hubungan yang kuat antara
peningkatan massa dukungan untuk hak-hak minoritas dan faktor-faktor
yang mendorong dan memungkinkan minoritas (gay) untuk berekspresi di
hadapan warga umum.
Gay kemudian masuk ke wilayah Asia memakai melalui ruang
globslisasi. Gay merepresentasikan identitas mereka memakai
berbagai budaya populer agar diterima oleh warga Asia. Studi Kwon
memberi bukti bahwa orang-orang gay sekarang mudah ditemukan
dalam budaya populer Korea. Representasi gay di media massa populer
mengalami peningkatan sebab dikonstruksi sebagai bagian dari industri
media. Kwon menegaskan telah terjadi liberalisasi dan Hollywoodisasi
industri film Korea dan kooptasi aktifnya fandom perempuan muda lokal
untuk komoditas media gay. Selain itu, menggarisbawahi bagaimana
komodifikasi identitas gay di media Korea adalah proses yang
berkelanjutan dan fenomena budaya di mana penggemar terus
berpartisipasi.
Perlu dipahami juga bahwa meskipun masuk ke Asia, gay diwilayah
ini berbeda peneriamaan warga nya. Sistem hak asasi manusia
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengakui hak-hak individu lesbian,
gay, biseksual, transgender dan interseks (LGBTI), dengan keputusan-
keputusan penting pada tahun 2011 dan 2016. Penerimaan LGBTI rendah
di Asia Tenggara dan sikap pemerintah bervariasi. Hukum pidana, baik
sekuler maupun Syariah, di beberapa yurisdiksi, memiliki larangan, namun
penegakan aktif jarang terjadi. Diskriminasi dalam pekerjaan dilarang oleh
undang-undang di Thailand dan undang-undang setempat di Filipina.
Perubahan 'seks' hukum untuk individu transgender terkadang
dimungkinkan. Pengakuan hukum atas hubungan sesama jenis telah
diusulkan di Thailand dan Filipina, namun belum diberlakukan. Pernikahan
telah dibuka untuk pasangan sesama jenis di negara tetangga Taiwan.
Undang-undang secara umum mengecualikan pasangan tidak
membolehkan pernikahan sesama jenis.
Semenjak kehadiran internet, globalisasi dan modernisasi bidang
kehidupan tidak hanya masuk sampai ke kota-kota besar seperti Jakarta
tapi masuk juga ke berbagai pelosok desar.87 namun dampak modernisasi
ini resiko negatifnya yang paling besar adalah di kota besar misalnya
Jakarta. Sebab, kota Jakarta misalnya sebagai pusat pemerintahan dan
pusat bisnis memiliki infrastruktur yang lebih lengkap dibandingkan
dengan desa-desa misalnya internet. Selain, itu lingkungan sebagai tempat
bergaul di kota Jakarta juga lebih padat. Remaja di Jakarta memiliki
banyak pilihan tempat untuk bisa mengekresikan dirinya misalnya datang
ke diskotik dan sebagainya.
Kota besar misalnya Jakarta dengan segala stuktur modernitas yang
ada, menawarkan kemudahan gaya hidup yang Barat an sich. Budaya
Timur (baca: Islam) yang menjadi nilai dan ideologi kemudian menjadi
tidak digunakan dalam dimensi kehidupan warga . Kota Jakarta pada
akhirnya menawarkan budaya cenderung permisif, hedonis, dan liberal.
Pandangan hidup Barat an sich yang dulu tidak ada muncul dan kemudian
menjadi ideologi dalam budaya warga . Nilai budaya Barat yang
sebenarnya kurang cocok dengan budaya Timur diterima begitu saja tanpa
dipilih mana yang sesuai. Sebagai contoh adalah pandangan hidup atau
budaya Barat yang menganggap bahwa homoseksual merupakan perilaku
yang normal. Pandangan ini sangat berbahaya sebab menjadi faktor
penyebab mudahnya penyebaran perilaku homoseksual.
Moderniasi satu sisi membawa nilai positif dan satu sisi lagi
membawa dampak negatif terhadap generasi muda. Satu sisi negatif
adalah pergaulan bebas generasi muda misalnya freesex, narkoba, dan
minuman berakhokol. Tiga entitas inilah yang biasanya sangat dekat
dengan penyebaran perilaku homoseskual. Resiko yang yang kemudian
muncul biasanya adalah penyebaran penyakit HIV/Aids. Meskipun,
perilaku homoseksual sendiri sering berdalih telah melakukan hubungan
seks aman dengan sesama jenis. namun faktor resiko terkena HIV/Aids
jauh lebih besar. Bahkan menurut data menyebutkan para pelaku
homoseksual sangat rentan terkena penyakit HIV/Aids.89
Bisa saja pelaku homoseksual mengatakan bahwa mereka secara
jiwa merupakan orang yang sehat. Kejiwaan memang harus dilakukan
secara uji klinis berbeda dengan kesehatan phisik. namun kaitannya
dengan penyakit HIV/Aids sudah banyak data yang menyebutkan bahwa
homoseksual sangat rentan dengan penyakit ini. Sehingga, resiko terserang
penyakit HIV/Aids ini bukanlah stigma atau kebencian terhadap
homoseksual namun berbasis data empiris. Resiko terserang penyakit
HIV/Aids ini bukan mengada-mengada jadi semestinya menjadi perhatian
warga dan pemerintah secara keseluruhan untuk melakukan
pencegahan dan pengobatan.
Modernisasi merupakan pendorong penting liberalisasi di bidang
hak-hak gay dan lesbian. Anehnya, sering diasumsikan, namun tidak diteliti
secara empiris bahwa budaya toleransi memediasi hubungan antara
modernisasi sosial ekonomi dan legislasi liberal. Artikel ini menutup celah
ini dengan menganalisis tujuh puluh tiga negara yang ambil bagian dalam
gelombang kelima dan keenam Survei Nilai Dunia. Sebagai pemerintah
responsivitas terhadap sikap publik secara struktural ditegakkan melalui
akuntabilitas pemilu di negara-negara demokrasi, namun tidak di otokrasi,
kami, di samping itu, membedakan antara tipe rezim ini dalam analisis
mediasi yang dimoderasi. Ssikap toleran terhadap homoseksual memang
memediasi pengaruh modernisasi terhadap gay dan kebijakan hak lesbian
dalam demokrasi, namun tidak dalam otokrasi. Hasilnya dikonfirmasi oleh
pemeriksaan ketahanan yang ekstensif, termasuk pendekatan variabel
instrumental untuk menjelaskan potensi kausalitas terbalik antara toleransi
dan hak.
Selain alasan di atas, remaja dengan perilaku homoseksual
mendapatkan diskriminasi ekstrim di lingkungan sekolah.91 Beberapa
literatur menunjukkan bahwa remaja homseksual berisiko tinggi
mengalami beberapa masalah kesehatan, termasuk upaya bunuh diri,
pelecehan, penyalahgunaan zat, kehilangan rumah tinggal, dan
menurunnya produktivitas dalam belajar di sekolah. Moderniasi ini
kemudian masuk pada sekolah-sekolah memberi dampak positif
maupun negatif terhadap siswa laki-laki. Siswa laki-laki merupakan
generasi yang baru ingin menemukan jati dirinya. Saat bertemu dengan
pandangan hidup Barat yang hedonis, mereka sepertinya belum mampu
memilih. Pada akhirnya, mereka justru mengagumi budaya Barat yang
liberal ini . Resiko yang terjadi adalah mereka kemudian menganggap
perilaku homokeksual merupakan orientasi seksual yang normal. Tidak
saja hanya beranggapan justru kemudian mereka menjadi pelaku
homoseksual itu sendiri. Perilaku ini kemudian bisa sangat menyebar
begitu cepat bahkan dapat dikatakan seperti pandemi.
Beberapa kasus misalnya remaja laki-laki memiliki pacar lebih dari
satu. namun pacar ini tidak hanya perempuan yang satunya lagi
adalah laki-laki. Mereka memilih berpacaran dengan laki-laki sebab
dengan alasan hubungan aman. Anggapan mereka jika melakukan
hubungan seksual dengan laki-laki jauh lebih aman dibandingkan dengan
berhubungan seksual dengan perempuan. Perilaku ini secara tidak sadar
mereka sedang mengalami gangguan kejiwaan total. Mereka tidak
menyadari bahwa jiwa mereka sedang sakit kemudian tanpa merasa
berdosa melakukan hubungan seksual dengan sesame laki-laki. Mereka
juga sebenarnya memahami bahwa perilaku homoseksual ini sangat rentan
dengan terserang penyakit HIV/AIDS. namun sebab jiwanya sedang sakit,
resiko terkena HIV/Aids ini mereka abaikan begitu saja.
C. Faktor Pendorong Munculnya Homoseksual
Suatu negara dan identitas nasional dibentuk atas dasar pemikiran
yang saling mempersatukan dan keyakinan melalui proses imajinasi sosial
dan representasi sosial. Melalui dua proses ini, orang juga memiliki hak
untuk menentukan pikiran dan keyakinan mana yang dapat diterima dan
mana yang tidak. Dengan demikian, isu-isu yang berkaitan dengan
homoseksualitas tidak dapat dihindari.93 Kebanyakan orang negara kita
Terjadi peningkatan kampanye LGBT pada awal 2016 dimana mereka menuntut
perlindungan dari diskriminasi, kekerasan, dan hambatan konstitusional untuk melakukan
perkawinan sesama jenis. Akan namun , LGBT dianggap bertentangan dengan kearifan lokal,
sehingga dapat disebut abnormalitas sesuai dengan petunjuk American Psychiatry
Association (APA). Gerakan LGBT bertentangan dengan keyakinan kebanyakan orang, pola-
pola perilaku sehat, dan tahap perkembangan anak yang positif. Orang tua khawatir jika
anaknya melakukan perilaku seksual yang menyimpang. Masa kanak-kanak merupakan fase
yang paling penting untuk mempersiapkan pada masa dewasa yang fungsional. Selain itu,
Pemerintah juga sudah jelas menyatakan bahwa tidak memberi ruang bagi gerakan
LGBT. Akan namun , sebagai warga negara pelaku LGBT harus tunduk dan dilindungi
peraturan yang ada. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengimplementasikan hukum secara
tepat dan tanpa pengecualian untuk memastikan semua orang terlindungi. Bersamaan dengan
itu, pemerintah juga melakukan edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan perilaku saling
menghormati sesama warga negara. Lihat di Elga Andina, ―Faktor Psikososial dalam
menganggap homoseksualitas sebagai seperangkat tindakan abnormal dan
bertentangan dengan agama mereka. Di negara kita , kaum homoseksual
ditolak aksesnya ke kekuasaan dan hampir tidak memiliki akses untuk
mengejar hak-hak mereka. Akibatnya, untuk bertahan hidup, kaum
homoseksual negara kita biasanya harus menyembunyikan orientasi
mereka, atau dalam kasus ekstrim, mereka pindah ke yang lain, lebih
toleran negara.
Agama merupakan salah satu variabel yang dianggap sebagai faktor
yang mempengaruhi stigma di kalangan remaja terhadap fenomena LGBT.
Seorang muslim wajib memegang hukum-hukum yang terkandung di
dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT sebab
setiap perlakuan akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Namun
penolakan yang terjadi di warga mungkin sebab penjelasan ayat-
ayat Al-Qur'an bahwa hubungan sesama jenis sangat dilarang. Stigma
ini biasanya muncul dari pemahaman yang kurang baik tentang
agama atau bahkan budaya yang ditanamkan di warga . Namun
berbeda dengan penelitian saat ini, hal itu menunjukkan bahwa remaja
baik yang beragama Islam maupun non-Muslim tidak dapat menentukan
stigma LGBT di mana ada tidak ada hubungan antara Agama dan stigma
tentang LGBT.
Pada warga Barat sendiri, pria dengan perilaku homoseksual
mendapatkan stigma buruk.96 Stigma ini kemudian menjadikan sangat
terbatasnya penyediaan layanan konsultasi kesehatan homoseksual dari
kota hingga ke desa-desa.97 Stigma yang lekat dengan pria homoseksual
misalnya penggunaan narkob, sakit mental, Aids/HIV dan lain sebagainya.
Stigma ini berdampak terhadap dengan peningkatan tingkat
kecemasan, kesepian, gejala depresi, menutup diri dan keinginan untuk
bunuh diri. Sigma terhadap pria homoseksual berdampak negatif
terhadap kesehatan mental khususnya telah hidup dengan HIV.
berdasar beberapa pandangan ini , homoseksual di negara Barat
belum sepenuhnya dapat diterima sebagai perilaku yang normal.
Perilaku penyimpangan seks seperti lesbian, gay, biseksual, dan
transgender atau LGBT menurut beberapa sumber menunjukkan
kecenderungan terus meningkat jumlahnya. Dalam agama Islam, perilaku
homoseksual dan aktivitas seksualnya telah tercantum dengan sangat jelas
dalam Al-Qur‘an adalah perbuatan yang melampaui batas. Bahwa setiap
pelaku LGBT dapat berubah orientasi seksual menjadi heteroseksual dan
kemungkinan itu cukup tinggi, hanya saja proses yang dilakukan akan
sulit dan berlangsung cukup lama disebab kan terdapat berbagai kendala
untuk merubah orientasi seksual menjadi heteroseksual.99
Faktor yang menyebabkan seseorang menjadi kaum homoseksual
ada faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
meliputi jumlah kromoson yang tidak seimbang dan trauma masa kecil.
sedang faktor eksternalnya yaitu faktor keluarga yang broken home
dan kurangnya kasih sayang dari keluarga, faktor lingkungan dan
pergaulan yang salah dan perkembangan teknologi yang memudahkan
orang untuk mengakses situs-situs negative dari internet dan gaget.
Faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan homoseksual saat ini
adalah, tidak adanya penolakan dari warga terhadap kaum
homoseksual. Hal ini memicu keberanian kaum homosex khususnya gay
menunjukan jati diri mereka di tengah tengah warga . Banyak dari
warga terutama anak-anak muda sudah tidak mempermasalahkan lagi
soal orientasi sex seseorang, mereka tetap mau menerima kaum
homosexual sebagai anggota dari warga .
Elaborasi dari pendapat di atas, latar belakang keluarga yang
harmonis sangat mempengaruhi perilaku seksual dan orientasi seksual
laki-laki.Hal ini dapat disimpulkan dari sebagian besar laki-laki yang
memiliki kecenderungan perilaku seksual bebas merasa tidak nyaman
dengan keluarganya. namun ada juga pelaku homoseksual yang berasal
dari keluarga yang nyaman tapi menunjukkan perilaku seksual yang bebas.
Sepertinya masih banyak faktor lain yang harus ditemukan mengenai
kemungkinan munculnya homoseksual misalnya faktor lingkungan,
pergaulan, dan gaya hidup
Menurut tesis Cook, kombinasi faktor genetik dan lingkungan
berkontribusi pada pembentukkan orientasi seksual, Sebagian besar
pengaruh lingkungan yang diketahui tampaknya bersifat intra-uterus dan
saat ini masih menjadi perdebatan mengenai pengaruh lingkungan sosial
terhadap pembentukan orientasi seksual misalnya homoseksual.103 Jauh
sebelum pendapat Cook ini, Bailey dkk juga menyimpulkan bahwa faktor
genetik dan lingkunguan sangat mempengaruhi pembentukan orientasi
seksual seseorang.
Studi ini menolak pandangan Vito yang menjelaskan bahwa
Homoseksualitas merupakan fenomena alam dan bukan penyimpangan
manusia dari alam. Menurut Vito, dalam menangani homoseksualitas
dilakukan secara berbeda dalam aspek yang berbeda, baik mengenai
hukum, alam, budaya, dan agama. Maka menurutnya, homoseksualitas
harus diterima secara universal, dan diskriminasi terhadapnya tidak boleh
ditoleransi. Ini sebab fakta bahwa perilaku homoseksual terutama
dibentuk oleh genetika dan faktor lingkungan acak. Jadi, seperti yang
ditunjukkan oleh bukti saat ini, terlepas dari penelitian di masa depan,
kemungkinan banyak gen yang bekerja bersama dengan faktor lingkungan
dan pemicu yang menghasilkan perilaku homoseksual.
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
memberi sumbangan besar terhadap pembangunan peradaban umat
manusia. Pembangunan peradaban manusia ini tidak dapat dilepaskan dari
sumbangan pendidikan secara holistik.110 Maka, peran pendidikan tidak
dapat diremehkan sebab telah membangun berbagai bidang sosial, politik,
ekonomi, dan budaya. Pendidikan tentu saja menjadi anugerah sangat
penting bagi kehidupan manusia. namun juga benar bahwa pendidikan
seharusnya tidak hanya menjadi konsep pembelajaran an sich. Pada
dasarnya, pendidikan harus memastikan bahwa nilai-nilai yang diajarkan
kepada siswa bermanfaat untuk kehidupan umat manusia. Jadi di seluruh
kurikulum pendidikan, harus dipastikan menerapkan pendidikan berbasis
nilai dimasukkan ke dalam bab-bab dengan cara yang menarik sehingga
siswa mempelajarinya di setiap pelajaran sekolah mereka. Pada akhirnya,
pendidikan berbasis nilai memainkan peran penting dalam perkembangan
jika kurikulum pendidikan hanya disusun untuk kepentingan industri,
maka kelak pendidikan hanya akan meluluskan siswa yang berwajah
industri. Jika kurikulum hanya disusun untuk kepentingan kapitalisme,
maka kemungkinan siswa yang menjadi subjek akan berwatak
kapitalisme. Sampai di sini dapat dipahami bahwa kurikulum bukan
hanya seperangkat aturan pengajaran an sich. Tapi kurikulum merupakan
basis nilai yang menentukan ke arah mana watak siswa nantinya dibentuk.
memakai pendapat Nuryana, kurikulum menjadi landasan
ideologis dan filosofis setiap pelaku pendidikan sebagai acuan
pengembangan pembelajaran dan mewujudkan cita-cita bangsa.
Dalam kaitannya, dengan penyebaran perilaku homoseksual,
pendidikan di negara kita sepertinya harus disalahkan. Pendidikan dengan
seperangkat kurikulumnya hanya mendidik siswa yang berwatak industri
dan kapitalisme. Pendidikan hanya mengarahkan siswa untuk belajar pada
aspek akademik dan bukan aspek spiritual atau moral. Kurikulum
pendidikan disusun sedemikian modern tapi kemudian melupakan
pentingnya agama bagi siswa. Muncul kemudian siswa yang pandai secara
akademik namun mengalami sakit jiwa. Sebagai contoh, terdapat siswa
pandai matematika tapi malahan menjadi perilaku homoseksual. Mereka
kemudian gagal memahami tentang siapa dirinya sebenarnya dan apa
tujuan mereka hidup di dunia.
memakai contoh di Amerika misalnya, pusat kesehatan
komunitas homoseksual telah beradaptasi dari waktu ke waktu untuk
memenuhi kebutuhan komunitas homoseksual. Namun, kesenjangan
layanan yang signifikan tetap ada di Amerika Serikat. Maka, pusat
kesehatan bagi komunitas homoseksual mungkin memerlukan
transformasi yang signifikan di masa depan dalam rangka pencegahan dan
penyembuhan homoseksual.
Teori konsep yang dapat dipakai dalam pendidikan anti ketertarikan
sesama jenis dalam menangani kasus LGBT adalah teori konsep yang
telah dikemukakan oleh Heffner yang dikutip oleh Ermayani, yaitu
melakukan konseling dengan lima tahapan:
1. Identifikasi dan Eksplorasi. Melihat sejauh mana dirinya memahami
dirinya serta keadaannya. Tahap ini konseli dibantu untuk melihat
dirinya dari berbagai perspektif.
2. Menata keyakinannya yang irrasional. Pada tahap ini konseli diajak
untuk memperbaiki keyakinan-keyakinan irrasionalnya, sebab pada
dasarnya perubahan pada gendernya merupakan pembenaran dari
keyakinannya yang irrasional.
3. Perbandingan Identitas. Konseli difasilitasi untuk mengeksplorasi
dirinya secara menyeluruh serta membandingkan dirinya dengan
warga , orang tua, teman sebaya dan lainnya. Dalam posisi ini,
konseli dibantu untuk menyadari bahwa apa yang difahaminya atau
diyakininya selama ini tidak sepenuhnya benar.
4. Menghentikan fikiran negatif. Pada tahap ini, disaat keyakinan konseli
mulai longgar, maka konseli cenderung melakukan penolakan-
penolakan pada kenyataan yang difahaminya. Maka dari itu, konselor
membantu konseli untuk memandang segala hal dari kacamata positif
dan menghentikan fikiran-fikiran yang negative.
5. Melatih keterampilan tegas. Dalam tahap ini, konseli dilatih untuk
bertindak tegas terhadap kecenderungan fikiran perilakuperilaku
dirinya yang tidak sesuai dengan keyakinan barunya.
Teori konsep ini juga dipakai oleh banyak negara dalam
melakukan penanganan kasus LGBT dengan melakukan berbagai
pengembangan, sebagaimana dalam kesepakatan internasional di Kairo 1994 (The Cairo Consensus) tentang kesehatan reproduksi yang berhasil ditandatangani oleh 184 negara termasuk negara kita , mengembangankan
lima teori konsep Heffner menjadi delapan tahapan, yaitu: Identifikasi dan
Eksplorasi, Menata keyakinannya yang irrasional, Perbandingan Identitas,
Menghentikan Fikiran Negatif, Melatih Ketrampilan Tegas, Penugasan
Rumah, Pengkondisian Tersembunyi, dan selanjutnya Evaluasi.
Teori konsep ini sejalan dengan konsep pendidikan dalam
Islam, sehingga ruh-ruh ibadah yang disyare‘atkan dalam Islam dapat
menjadi solusi dalam pendidikan anti ketertarikan sesama jenis atau
LGBT, yaitu dengan puasa, zikir, membaca Al-Qur‘an dan lain-lain.