Rabu, 10 Januari 2024
banci
Januari 10, 2024
banci
Manusia diciptakan dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Pada realita yang berkembang dalam warga modern saat ini, banyak
ditemui di kalangan warga problematika pergantian kelamin, sudah
bukan rahasia umum banyak warga merubah kelaminnya dengan
berbagai alasan. Contohnya seorang laki-laki namun dalam jiwanya yaitu
seorang wanita begitupula sebaliknya maupun laki-laki yang
berpenampilan layaknya wanita begitupula sebaliknya. Dan ada pula
orang yang berkelamin ganda yaitu wanita dan pria yang tidak jelas
apakah status kelaminnya yang sebenarnya. Fenomena ini dikenal dengan
istilah Transgender.
Terkait hal ini ada beberapa penelitian yang membahas tentang
transgender. Di antaranya membahas kehidupan religious transgender
dalam memahami identitas diri mereka, pencermatan literatur fiqh atas
fenomena transgender berdasar pada tinjauan fisik luarnya saja,
pelaksanaan ibadahnya dan transgender dari perspektif humanism. Dari
penelitian-penelitian ini ada penelitian yang membahas transgender
dalam perspektif hukum Islam, namun belum ditemukan pembahasan
tentang hukuman bagi pelaku transgender. Di sini penulis akan membahas
lebih spesifik apa hukuman bagi para pelaku transgender.
Penelitian ini merupakan model penelitian hukum Islam dengan
pendekatan kualitatif. Sumber primer yang terkait dengan kajian dalam
tesis ini diperoleh dari kitab-kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan
pembahasan mengenai hukum Islam dan transgender. Dalam penelitian
ini, teknik pengumpulan informasi dan data dilakukan melalui studi
kepustakaan (library research). Setelah data terkumpul, kemudian diolah
dengan menggunakan metode deskriptif analisis.
Berdasarkan penelitian penulis dihasilkan beberapa kesimpulan
sebagai berikut: Transgender dalam konteks hukum Islam dibedakan
menjadi dua. Pertama, khuntsâ yang benar-benar diciptakan dengan
kelamin ganda atau sama sekali tidak memiliki alat kelamin. Kedua,
Laki-laki yang diciptakan dengan kelamin laki-laki, tetapi bergaya seperti
dan atau menjadi perempuan maupun sebaliknya. Golongan ini disebut
mukhannats. terkait dengan masalah khuntsâ ini tidak ada pembahasan
tentang keharaman statusnya, atau laknat dan azab terhadap dirinya. Sebab
ini betul-betul merupakan masalah fitrah, takdir dan kodrat yang
ditetapkan oleh Allah swt kepada seseorang. Ini merupakan sesuatu yang
tidak bisa dipilih oleh seseorang. Sedangkan bagi golongan mukhannats
tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqih tentang status
keharamannya.
Hukum Islam merupakan suatu sistem hukum yang sangat sesuai
dengan manusia, sebab pembentukannya senantiasa memperhatikan
kemaslahatan manusia dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan
kehidupannya. Hal ini disebabkan Allah swt mengetahui hakikat jiwa
manusia dan kemampuannya dalam membentuk akhlak.
Akhlak Islam menganjurkan kebaikan dan memberantas kejahatan.
Ini berdasarkan pandangan Islam bahwa fitrah manusia cenderung berbuat
baik, sebab manusia diciptakan dari proses alami yang suci, yang substansi
jiwanya berasal dari substansi Yang Maha Suci, Allah swt. Akan tetapi di
balik itu ada kehendak hawa nafsu manusia yang ingin melampiaskan seks
di luar ketentuan hukum Islam, yang merupakan penyimpangan biologis
yang melanggar fitrah manusia.
Islam mengakui bahwa manusia memiliki hasrat yang sangat besar
untuk melangsungkan hubungan seks. Oleh sebab itu, hukum Islam
mengatur penyaluran kebutuhan biologis ini melalui perkawinan
yang telah ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an maupun hadis Nabi, yang
bertujuan untuk menciptakan kebahagiaan dan memadukan cinta kasih
sayang antara dua insan yang berlainan jenis (pria dan wanita).
Perkawinan merupakan lembaga yang mempertautkan hati,
memelihara kemaslahatan dan memadukan cinta kasih antara dua belah
pihak yang berteman hidup. Dengan adanya lembaga perkawinan yang di
syariatkan, Islam melarang seluruh bentuk hubungan seks di luar
perkawinan. Sebab ia akan menimbulkan kekacauan hubungan biologis,
yang dapat merusak garis keturunan dan menerbitkan berbagai bentuk
kejahatan yang membawa permusuhan dan pembunuhan. Hal ini dapat
terjadi, misalnya, lantaran kecemburuan, yang disebabkan pertukaran
pasangan, atau sebab lain.
Perkawinan dalam Islam bukan hanya sekadar untuk pemenuhan
kebutuhan biologis, melainkan juga sarana bagi pembinaan pribadi untuk
mempertahankan kesucian fitrahnya. Dalam perkawinan diatur hubungan
suami-istri, hak dan kewajiban suami/istri, kewajiban orang tua terhadap
anak dan sebaliknya. Dengan demikian, terbentuk suatu keluarga yang
merupakan dasar kehidupan warga . Oleh sebab itu, syariat Islam
memandang perkawinan memiliki kedudukan yang tinggi dalam
kehidupan individu, keluarga, dan warga .
Walaupun Islam telah mengatur hubungan biologis yang halal,
namun penyimpangan tetap saja terjadi, baik berupa perzinaan,
homoseksual maupun lesbian. Semua ini terjadi sebab dorongan biologis
yang tidak terkontrol dengan baik.
Dalam kehidupan dewasa ini banyak masalah-masalah Islam
kontemporer yang disebabkan beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor
sosial yang mana faktor ini biasanya diperbincangkan dan menjadi berita
terhangat dalam kehidupan berwarga .
Belakangan ini semakin banyak fenomena waria yang berkeliaran di
jalanan untuk mengamen khususnya di dunia perkotaan, bahkan ada di
antara mereka yang menodai atribut muslimah dengan memakai kerudung.
Selain itu ironisnya, di media pertelevisian kita sepertinya justru ikut
menyemarakkan dan mensosialisasikan perilaku kebancian ini di
berbagai program acara talkshow, parodi maupun humor. Hal itu tentunya
akan turut andil memberikan legitimasi dan figur yang dapat ditiru
warga untuk mempermainkan jenis kelamin atau bahkan perubahan
orientasi dan kelainan seksual.
Seksualitas yaitu sebuah proses sosial yang mengarahkan hasrat
atau birahi manusia. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor
biologis, psikologi, sosial, ekonomi, politik, agama, dan spiritual.
Seksualitas merupakan hal positif, berhubungan dengan jati diri seseorang
dan juga kejujuran seseorang terhadap dirinya.
Seksualitas mencakup aspek yang sangat luas, yaitu pembicaraan
tentang jenis kelamin biologis, identitas gender (jenis kelamin sosial), orientasi seksual, dan perilaku seksual. Jenis kelamin biologi manusia
terpola pada dua jenis: laki-laki dan perempuan. Sedang berkaitan dengan
identitas gender dikenal tiga varian: perempuan dengan feminisnya, laki-
laki dengan maskulinitasnya dan transgender yang memiliki keduanya.
Lalu transgender memiliki dua varian, yaitu laki-laki keperempuanan
(waria atau banci), dan perempuan kelaki-lakian.
Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang
lazim disebut juga sebagai gejala transgenderisme ataupun transgender
merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang sebab merasa tidak
adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan
ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya.
Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku,
bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment
Surgery).
Transgender dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan
faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah
pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam
tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang
kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri.
Perlu dibedakan penyebab transgender kejiwaan dan bawaan. Pada kasus
transgender sebab keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan),
menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan
biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal
sebab tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki
kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan
dorongan kejiwaan dan nafsu yaitu sesuatu yang menyimpang dan tidak
dibenarkan menurut syariat Islam.
Pada tahun 1920, komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender (LGBT) mulai mengggeliat dan berkembang cukup pesat di
negara ini. Hal ini terkait dengan meluasnya pergerakan komunitas LGBT
di daratan Eropa.
Tanggal 1 Maret 1982 yaitu salah satu hari bersejarah bagi kaum
LGBT Indonesia sebab pada tanggal ini organisasi terbuka yang
menaungi komunitas LGBT berdiri untuk pertama kalinya di Indonesia. Pada tahun 1985 komunitas gay di Yogyakarta mendirikan
organisasi dengan nama Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY) dan
menerbitkan buletin Jaka. Tahun 1988 PGY berubah nama menjadi Indonesian Gay Society (IGS).
Tanggal 1 Agustus 1987 merupakan salah satu titik waktu terpenting
bagi komunitas gay di Indonesia, yaitu dengan berdirinya Kelompok Kerja
Lesbian dan GAYa Nusantara (GN). GN didirikan di Pasuruan, Surabaya.
GN menjadi barometer perkembangan komunitas LGBT di
Indonesia. Hal ini sebab peran penting salah satu tokohnya. Bapak
Dede Oetomo, yang berprofesi sebagai dosen. Dede Oetomo banyak
melakukan pengenalan, sosialisasi, dan kampanya tentang LGBT sehingga
sering diliput media massa. Dede Oetomo juga menjadi rujukan utama
setiap orang yang ingin mengetahui dunia LGBT di Indonesia.
Pada akhir tahun 1993 diadakan pertemuan pertama antarkomunitas
LGBT di Indonesia. Pertemuan itu diselenggarakan di daerah Kaliurang,
Yogyakarta. Acara ini merupakan kerjasama antara GN dan
Persatuan Waria Kota Surabaya (PERWAKOS).
Pada tahun 2004 digelar pemilihan Miss Waria Indonesia untuk
pertama kali. Pemenang kontes Miss Waria pada periode-periode
selanjutnya dikirim untuk mewakili acara yang hampir sama di tingkat
internasional. Walaupun mendapat tentangan dari beberapa pihak, sampai
saat ini acara ini masih berjalan.
Tanggal 15 Januari 2006 didirikan Lembaga Swadaya warga
(LSM) untuk membela hak asasi kaum LGBT di Indonesia dengan nama
Arus Pelangi. Organisasi warga ini termasuk salah satu yang sangat
aktif membela hak-hak komunitas LGBT.
Sekarang banyak ditemukan situs serta forum komunitas LGBT dari
Indonesia di internet yang membawa misi dan visi masing-masing
pemiliknya (entah itu organisasi atau perorangan). Intinya, mereka
mewakili keberadaan komunitas LGBT di Indonesia.
Komunitas LGBT menganggap bahwa apa yang terjadi dan apa yang
mereka lakukan yaitu merupakan bagian dari hak asasi manusia. Di mana
setiap manusia memiliki kebebasan untuk hidup, menyatakan pendapat,
memeluk agama, dan lain-lain.
Hak asasi (fundamental rights) artinya hak yang mendasar
(grounded). Hak asasi manusia (HAM) yaitu hak-hak yang bersifat
mendasar dan inheren dengan jati diri manusia secara universal.
yaitu menelaah totalitas kehidupan; sejauh mana kehidupan kita memberi
tempat yang wajar kepada kemanusiaan.
Siapapun manusianya berhak memiliki hak ini . Artinya, di
samping keabsahannya terjaga dalam eksistensi kemanusiaan manusia,
juga ada kewajiban yang sungguh-sungguh untuk dimengerti,
dipahami, dan bertanggung jawab untuk memeliharanya. Adanya hak pada
VHVHoranJ EHrarti EahZa ia mHmpunyai Vuatu ³kHiVtimHZaan´ yanJ
dimilikinya. Juga, adanya suatu kewajiban pada seseorang berarti bahwa
diminta daripadanya Vuatu Vikap yanJ VHVuai dHnJan ³kHiVtimHZaan´ yanJ
ada pada orang lain.
Saat ini HAM sering digunakan sebagai dalih untuk membenarkan
segala perkara termasuk LGBT. Pada tahun 2011, Perserikatan Bangsa
Bangsa mengesahkan resolusi yang mendukung hak-hak kaum gay,
lesbian, dan transgender. Keputusan historis ini mendapat sambutan
hangat dari Amerika Serikat dan Eropa serta sejumlah negara Amerika
Latin. Sebaliknya, Rusia beserta sejumlah negara Afrika dan negara
Muslim mengecam lolosnya keputusan PBB itu.
Menurut kantor berita Associated Press, keputusan PBB atas
dukungan hak-hak kaum homoseks dan transgender itu berlangsung dalam
sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) di Jenewa, Swiss. Resolusi itu
disahkan melalui pemungutan suara para anggota dewan, yaitu 23
mendukung, 19 menolak, tiga abstain, dan dua lainnya tidak menggunakan
hak suara.
Mereka yang mendukung yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa,
Brazil, dan sejumlah negara Amerika Latin lainnya. Para penentang di
antaranya Rusia, Arab Saudi, Nigeria, dan Pakistan. China, Burkina Faso
dan Zambia pilih abstain. Kyrgyzstan tidak ikut voting dan Libya sudah
diskors dari keanggotaan Dewan HAM sebab krisis domestik.
Dalam deklarasi itu, Dewan HAM PBB menyatakan bahwa hak-hak
kaum homoseksual dan transgender merupakan bagian dari Hak Asasi
Manusia. Deklarasi itu juga menyampaikan "keprihatinan yang
mendalam" atas kesewenang -wenangan yang berlandaskan orientasi
seksual.
Dewan HAM juga memandatkan penyusunan laporan global
mengenai diskriminasi atas kaum homoseksual, ini termasuk meneliti
peraturan dan tindakan yang diskriminatif serta kekerasan kepada kaum
homoseksual dan transgender di mancanegara.
Amerika Serikat menyambut baik keputusan Dewan HAM PBB itu.
"Ini mewakili momen historis untuk menyorot pelanggaran HAM dan
kekerasan yang dialami kaum lesbian, gay, dan transgender di seluruh
dunia berdasarkan karakter dan orientasi cinta mereka," ka ta Menlu
Amerika Serikat, Hillary Clinton.
Sebaliknya, Pakistan dan para penentang menilai keputusan Dewan
HAM ini sudah berlebihan, apalagi sampai menyelidiki peraturan
domestik untuk menemukan apakah ada tindakan diskriminatif atas kaum
homoseksual dan transgender.
Legalisasi lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) atas nama
HAM harus diwaspadai. Gerakan ini tidak sesuai dengan jati diri bangsa
Indonesia yang religius. Ibarat penyakit, perilaku menyimpang seksual
LGBT ini merasuk ke semua celah yang ada di warga . Kampus
menjadi celah sebab banyaknya mahasiswa yang tinggal di kos-kosan
atau di asrama, tempat perempuan berkumpul dengan sesama mereka, juga
tempat laki-laki berkumpul dengan sesame mereka. Di tempat-tempat
semacam ini, satu orang pelaku LGBT bisa menularkan penyakitnya pada
orang di sekitarnya.
Dalam Islam, perilaku homoseksual dan lesbian sudah jelas
hukumnya haram dan hukuman bagi pelakunya pun telah disepakati oleh
para ulama. Larangan homoseksual dan lesbian bukan hanya sebab
merusak kemuliaan dan martabat kemanusiaan, tetapi resikonya lebih
besar lagi, yaitu dapat menimbulkan penyakit kanker kelamin HIV/AIDS,
spilis, dan lain-lain.
Lalu bagaimana dengan perilaku transgender, seperti apakah hukum
Islam memandang para pelaku transgender dan bagaimana hukuman yang
diterapkan bagi pelaku transgender.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin membahas bagaimanakah
Transgender Dalam Perspektif Hukum Islam.
1. Identifikasi Masalah
Manusia diciptakan dengan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan. Pada realita yang berkembang dalam warga modern
saat ini, banyak ditemui di kalangan warga problematika
pergantian kelamin, sudah bukan rahasia umum banyak warga
merubah kelaminnya dengan berbagai alasan. Contohnya seorang
laki-laki namun dalam jiwanya yaitu seorang wanita begitupula
sebaliknya maupun laki-laki yang berpenampilan layaknya wanita
begitupula sebaliknya. Dan ada pula orang yang berkelamin ganda
yaitu wanita dan pria yang tidak jelas apakah status kelaminnya yang
sebenarnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah Transgender.
Transgender yaitu istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan orang yang melakukan, merasa, berpikir atau terlihat
berbeda dari jenis kelamin yang sejak lahir mereka dapatkan. Dalam
lingkungan warga kelompok transgender sering dikucilkan dan
menjadi bahan olokan bahkan bahan pembicaraan sehingga
transgender belum dapat di terima oleh lingkungan warga .
Keberadaan transgender sebagai salah satu jenis kelamin ketiga
memang masih menjadi perdebatan saat ini. Hal ini memicu adanya
berbagai pandangan dan perspektif tentang transgender. Yang
kesemuanya itu mencerminkan betapa kompleksnya permasalahan
ini.
Dalam Islam dikenal istilah khuntsa atau hemafrodit, yakni
orang yang memiliki kelamin ganda. Mereka memang diakui dalam
fiqh Islam. Namun ini sama sekali berbeda dengan transgender,
sebab kaum transgender memiliki kelamin yang sempurna, bukan
kelamin ganda, hanya saja mereka berperilaku menyerupai lawan
jenisnya.
Veni Dwi Puspita Dewi dan Rizky Aedeta Putra, Transgender Dalam
Pandangan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum
Universitas Islam Indonesia, 2014).
Zunly Nadia, ³:aria 'alam Pandangan Islam“ dalam Musawa Jurnal Studi
Gender dan Islam, Vol. 2, No. 1, Maret 2003, h. 87.
Ibnu Manzhur dalam kamus Lisan al Arab mengatakan: ”.Kuntsa yaitu orang
yang memiliki sekaligus apa yang dimiliki oleh laki-laki dan pHrHmpuan´. IEnu Man]hur
MuJa mHnJatakan ³Khuntsa yaitu orang yang tidak murni (sempurna) sebagai laki-laki
atau perempuan. Lihat dalam Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum
Islam Kontemporer.
Membahas tentang transgender tentu tidak terlepas dari LGBT,
sebab transgender merupakan bagian dari komunitas ini . sebab
perilaku transgender pun merupakan salah satu penyimpangan
seksual. Gejala transgender, sebagai gejala abnormalitas seksual tidak
dapat dipisahkan dari komponen-komponen kehidupan seseorang
yang tampak semakin rumit dan sulit dicari garis tegasnya. Beberapa
ahli berpandangan bahwa keadaan abnormalitas seseorang, apapun
bentuknya tidak dapat dipisahkan dari proses perkembangan manusia,
sejak berada dalam kandungan hingga ia berada di alam kehidupan
nyata.
Jika hukum Islam dengan tegas menghukumi para pelaku
homoseksual dan lesbian dengan hukuman yang telah ditentukan, lalu
bagaimana hukum Islam memandang para pelaku transgender yang
merupakan salah satu bentuk perilaku penyimpangan seksual pula.
Lalu apakah mereka harus mendapatkan hukuman serupa dengan para
pelaku homoseksual dan lesbian atau ada hukuman tersendiri bagi
mereka.
Tesis ini berupaya untuk mengetahui serta menganalisis
bagaimana hukum Islam memandang transgender dan jenis hukuman
apa yang dikenakan bagi para pelaku transgender.
2. Pembatasan Masalah
Dalam kenyataannya, permasalahan transgender memiliki
cakupan yang begitu luas. Agar kajian dalam penelitian ini tidak
terlalu melebar sehingga sulit membuat fokus dan analisis lebih
mendalam, maka penulis akan membatasi penulisan tesis ini pada
perspektif hukum Islam terhadap pelaku transgender dan sanksi
hukum bagi pelaku transgender menurut hukum Islam.
3. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang disertai dengan upaya
identifikasi masalah di atas, dalam penulisan tesis ini, penulis ingin
membatasi diri pada masalah bagaimana transgender dalam perspektif
Hukum Islam.
Dalam kajian ini, yang dimaksud Hukum Islam yaitu hukum-
hukum yang ditetapkan untuk menyusun dan mengatur hubungan
perorangan dan hubungan warga untuk mewujudkan
kemaslahatan dunia. Hukum ini dapat dipahami maknanya dan selalu
diperhatikan µurf-µurf dan kemaslahatan dan dapat berubah menurut
perubahan masa, tempat, dan situasi. Oleh sebab itu, hukum yang
mHnJHnai adat (mu’amalah) ini, kebanyakan hukumnya bersifat
keseluruhan, berupa kaidah-kaidah umum yang disertai dengan illat-
illat-nya.
Dari pembatasan masalah ini dapat dirumuskan masalah inti
penelitian ini yaitu ³7ranVJHndHr dalam pHrVpHktiI Hukum Islam´.
Masalah ini diturunkan dalam rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana Transgender menurut Hukum Islam?
2. Bagaimana Sanksi Hukum Bagi Pelaku Transgender Menurut
Hukum Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang mendasari penulis untuk menulis penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap pelaku Transgender
2. Mengetahui hukuman pelaku transgender menurut Hukum Islam
Dari hasil penelitian ini, penulis mengharapkan beberapa manfaat
yang dapat diperoleh, diantaranya yaitu :
1. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman kepada
warga bagaimana pandangan Hukum Islam tentang golongan
transgender.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah
untuk menambahkan ilmu pengetahuan di bidang hukum dalam
konteks Hukum Islam.
3. Hasil penulisan ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi
untuk peneliti-peneliti yang akan datang.
D. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Untuk membahas penelitian ini, penulis menelaah sejumlah
penelitian yang berkaitan dengan peneltian penulis. Diantaranya sebagai
berikut:
Dwi Suparti, Transgender dalam Novel Taman Api Karya Yonathan
Rahardjo, Kajian Strukturalisme Genetik, (Tesis: Jurusan Pendidikan
Bahasa, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya, 2012). Penelitian
dengan metode deskriptif kualitatif ini memperoleh hasil sebagai berikut:
struktur genetik novel berupa tokoh dan penokohan, setting, tema dan
amanatnya menggambarkan genetik novel. Pengarang menciptakan tokoh,
setting, tema dan amanat berdasarkan pengamatan yang intens tentang
transgender. Latar sosial pengarang mempengaruhi dan terlihat dalam
novel ini . Operasi kelamin dan problematika transgender mejadi
salah satu tensions novel ini. Peristiwa diskriminasi transgender
mengilhami pengarang untuk menulis. Worldview pengarang menyebutkan
bahwa fenomena transgender bukan sekedar segi seksualitas belaka tetapi
sudah berimbas dan menjadi virus di semua bidang kehidupan. Termasuk
penguasa negara dengan kebijakan-kebijakan banci yang tidak pro rakyat.
Dengan demikian transgender dalam novel Taman Api merupakan refleksi
kegelisahan pengarang terhadap keadaan warga yang serba abu-abu.
Tidak putih. Tidak hitam. Kondisi warga yang gamang dengan
identitas dirinya. Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian yang
akan dibahas dalam tesis ini, sebab penelitian dalam tesis ini melihat
Penelitian yang menggunakan metode deskriptif interpretative serta
pendekatan mimetik memeroleh hasil sebagai berikut: Isi atau konten
sangat erat sekali dengan peristiwa-peristiwa yang disebut sebagai fakta
sosial. Dengan menggunakan pendekatan mimetik maka terlihat sekali
fakta-fakta sosial sebagai unsur integrasi sosial yang meliputi asimilasi,
akulturasi, kerja sama dan akomodasi dalam novel Taman Api ini.
Nur Kholis, Humanisme Hukum Islam tentang Waria Kajian
Filsafat Hukum Islam tentang Praktik Keagamaan Waria di Pesantren
Khusus Waria Senin-Kamis Yogyakarta. (Tesis: Jurusan Hukum Islam,
Program Studi Syariah, IAIN Walisongo Semarang, 2013). Kesimpulan
dari tesis ini yaitu : Pertama, pencermatan literatur fiqh atas fenomena
waria berdasar pada tinjauan fisik luarnya saja dan berdasar pada
pemaknaan literal-praktis (bayani); bahwa waria itu yaitu khuntsa,
sementara laki-laki yang menyerupai lawan jenisnya disebut mutasyabbih
yang menyalahi kodrat dan sebab nya dilaknat/berdosa. Fiqh juga
berpandangan tidak konsisten terhadap identitas waria; terkadang waria
diidentifikasi sebagai perempuan, terkadang sebagai laki-laki, dan
terkadang pula sebagai setengah laki-laki dan perempuan. Meskipun
dHmikian tHrdapat pHnHmuan IiTh yanJ mHnyatakan EahZa Zaria ³aVli´
(mukhannats min ashl al-khilqah), di mana kelainannya telah terjadi sejak
dalam janin dan di luar kemampuannya untuk menghindar, dapat diterima
serta tidak dilaknat oleh Islam. Kedua, santri Pesantren Waria Senin-
Kamis Yogyakarta melaksanakan ibadah berdasarkan kesadaran identitas
JHndHrnya VHEaJai ³pHrHmpuan EHrtuEuh laki-laki´. SHEaJian di antara
mHrHka ada yanJ kHtika EHriEadah haruV ³mHnMadi laki-laki untuk
VHmHntara´ dan VHEaJian lainnya ada yanJ ³mHmEHranikan diri´
menggunakan atribut ibadah perempuan. Pemikiran keagamaan waria
menegaskan bahwa menjadi waria merupakan takdir Allah swt yang harus
dijalani, bukan didustai. Selagi manusia berada pada keimanan yang
benar, menjalankan ibadah dan tidak merugikan orang lain, maka menurut
mereka itulah kebenaran Islam yang harus dihargai. Ketiga, humanisme
memandang hukum Islam sejatinya didasarkan pada standar dan tabiat
kemanusiaan. Itu sebabnya, sisi kemanusiaan waria dalam beragama
semestinya dapat diterapkan sebagai pertimbangan hukum Islam, yang di
antaranya dapat diwujudkan melalui perumusan fiqh waria (fiqh al-
mukhannats), yakni seperangkat pemikiran hukum Islam (fiqh) khusus
waria dalam menjalani agamanya atas dasar kekhususan kondisi
kehidupannya. Secara garis besar hasil penelitian ini hampir sama
dengan penelitian yang akan dibahas dalam tesis ini. Namun penelitian
ini memandang waria dari perspektif humanisme sedangkan dalam
tesis ini pembahasan akan lebih dispesifikasikan lagi dalam membahas
hukuman bagi pelaku transgender.
Muslim Hidayat, Waria Di Hadapan Tuhan: Eksplorasi Kehidupan
Religius Waria Dalam Memahami Diri, (Tesis: Fakultas Psikologi,
Universitas Gadjah Mada, 2012). Penelitian ini mendapatkan temuan
bahwa individu dapat memahami waria sebagai takdir Tuhan ketika ada
dukungan dari ustadz yang mengatakan bahwa waria ada disebutkan di
dalam kitab suci Al-Qur’an. Selain itu, ada temuan waria dalam
kesehariannya berperan sebagai perempuan. Waria, ketika menjalani
kehidupan religiusnya waria berperan sebagai laki-laki, sehingga waria
selalu menghadapi kebingungan peran ketika menghadapi kehidupannya
baik urusan keduniawian maupun akhirat. Penelitian ini hanya
membahas kehidupan religious waria dalam memahami identitas diri
mereka.
Selain penelitian-penelitian di atas, penulis juga mengambil sumber
dari jurnal yang berkaitan dengan judul penelitian ini . Diantaranya
Jurnal Sosial dan Politik: Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap
Keberadaan Transgender (Studi Deskriptif Mengenai Tindakan Sosial
Pemuka Agama Islam Terhadap Keberadaan Transgender di Kawasan
Kota Surabaya, Jawa Timur) yang ditulis oleh Winda Novtatika Anggraeni
Mahasiswi Departemen Sosiologi, Fisip, Universitas Airlangga.
Berdasarkan hasil penelitiannya, dipaparkan bahwa pemuka Agama Islam
sekarang ini cenderung tidak memiliki pandangan negatif terhadap
keberadaan para transgender. Walaupun berdasarkan alasan tertentu ada
beberapa pendapat yang tidak sepemikiran. Seperti menganggap kurang
pantas jika berperilaku transgender apalagi jika kaitannya dengan perilaku
dari pemuka agama itu sendiri seperti yang banyak dilihat di acara
program televisi. Dapat disinggung mengenai kelayakan dan menjadi
pembahasan oleh para alim ulama. Pada dasarnya dalam ajaran Agama
Islam melarang seorang laki-laki berperilaku seperti perempuan begitupun
VHEaliknya. 'an ada pula yanJ mHraVa aJak µMiMik’ Mika mHlihat pHrilaku
dari transgender itu sendiri serta menganggap tidak pantas walau hanya
untuk pekerjaan semata.
Dari beberapa kajian terdahulu di atas, yang membedakan antara
tulisan penulis dengan tulisan-tulisan ini yaitu penulis membahas
mengenai tinjauan hukum Islam terhadap pelaku transgender dan
hukuman apa yang seharusnya dijatuhkan bagi pelaku transgender
menurut hukum Islam.
, terkait “Transgender dalam Perspektif Hukum Islam” ada
beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu:
1. Dalam kitab-kitab fiqih, mereka yang berjenis kelamin ambigu atau
kelamin ganda (transgender) dikenal dengan istilah khuntsâ.
Transgender dalam konteks hukum Islam dibedakan menjadi dua.
Pertama, khuntsâ yang benar-benar diciptakan dengan kelamin ganda
atau sama sekali tidak memiliki alat kelamin. Kedua, Laki-laki
yang diciptakan dengan kelamin laki-laki, tetapi bergaya seperti dan
atau menjadi perempuan maupun sebaliknya. Golongan ini disebut
mukhannats. Ini berbeda dengan fakta khuntsâ. Mengenai fakta
khuntsâ, para fuqaha telah membagi menjadi dua:
a. Khuntsâ Musykil: orang yang mempuyai kelamin ganda, dan dua-
duanya berfungsi, atau sebaliknya tidak memiliki kelamin
sama sekali.
b. Khuntsâ Ghair Musykil, yaitu orang yang memiliki dua
kelamin ganda, tetapi secara definitif jelas. Jika yang berfungsi
kelamin laki-laki, maka dia dihukumi laki-laki. Jika yang
berfungsi kelamin perempuan, maka dia pun dihukumi
perempuan.
Jumhur fuqaha berpendapat, jika sebelum balig khuntsâ musykil ini
kencing dari kelamin laki-laki, maka dia dihukumi laki-laki. Jika dia
kencing melalui kemaluan perempuan maka disebut perempuan.
Namun, setelah balig kondisinya tampak dengan salah satu ciri yang
menonjol. Jika dia keluar jenggot, mengeluarkan sperma melalui
testis, atau bisa menghamili perempuan, maka dia dihukumi laki-laki.
Begitu juga ketika tampak ciri-ciri keberaniannya, sikap kesatria dan
sabar menghadapi musuh, maka ini menjadi indikasi kejantanannya.
Namun, jika dia memiliki embing susu, dan bisa mengeluarkan air
susu, menstruasi, atau bisa disetubuhi, maka dia jelas perempuan.
Hamil dan melahirkan yaitu juga bukti yang nyata bahwa dia
perempuan. Begitu juga tampak dari kecenderungan seksualnya.
Misalnya, jika dia menyukai laki-laki maka dia dihukumi perempuan.
Sebaliknya, jika dia menyukai perempuan maka dia dihukumi laki-
laki. sebab itu Imam as-Suyuthi menjelaskan, “IstilaK kKuntsk
dalam fiTiK digunakan dengan kRnRtasi kKuntsk mus\kil”
2. Pembahasan tentang khuntsâ menurut para fuqaha tidak ada kaitannya
dengan orang yang melakukan penyimpangan perilaku. sebab fakta
khuntsâ ini terkait dengan fitrah takdir dan kodrat yang ditetapkan
oleh Allah swt kepada seseorang. sebab itu, terkait dengan masalah
khuntsâ ini tidak ada pembahasan tentang keharaman statusnya, atau
laknat dan azab terhadap dirinya. Sebab ini betul-betul merupakan
masalah fitrah, takdir dan kodrat yang ditetapkan oleh Allah swt
kepada seseorang. Ini merupakan sesuatu yang tidak bisa dipilih oleh
seseorang. Sedangkan bagi golongan mukhannats tidak ada
perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqih tentang status
keharamannya. Hal ini didasarkan pada hadis-hadis Nabi saw
yang dengan tegas melaknat perbuatan mukhannats. Dalam konteks
ini tidak ada ruang berijtihad dan tidak ada ruang pembenaran
terhadap penyimpangan perilaku ini , maka yang dilakukan oleh
Islam terhadap mereka yaitu mengharamkan penyimpangan
perilaku, menghukum para pelakunya dengan ta¶]ir, membentuk dan
menyembuhkan mereka dari penyimpangan ini , bukan
membiarkan, apalagi menjustifikasi penyimpangan ini. Adapun bagi
pelaku transgender yang telah menjalani operasi penggantian kelamin
dengan laki-laki, dikategorikan sebagai praktek homoseksual, sebab
tabiat kelaki-lakiannya tetap tidak bisa dirubah oleh dokter, meskipun
ia sudah memiliki kelamin perempuan. Oleh sebab itu, hukuman
yang dijatuhkan sama dengan hukuman bagi pelaku homo dan lesbi.
Pada hubungan kelamin homoseksual dan lesbian masing-masing
masih tetap pada jenis kelaminnya semula, hanya di antara pasangan
itu ada yang berfungsi sebagai suami dan yang lainnya sebagai istri.
Sementara pada pasangan yang salah satunya telah dioperasi ganti
kelamin maka secara lahiriah (kasat mata) tampak sebagai istri yaitu
perempuan dan yang jadi suami yaitu laki-laki, akan tetapi pada
dasarnya mereka berasal dari jenis kelamin yang sama. Hal inilah
yang membuat para ulama mengharamkannya, sebab secara hakikat
mereka berhubungan kelamin sesama jenis. Al-Qur’an mHnHntanJ hal
ini sebab termasuk perbuatan keji (al-fâhisyah) yang harus
dijauhi.
untuk dilanjutkan. Baik dari perspektif hukum Islam maupun
berkaitan dengan Hak Asasi Manusia.
2. Melalui kajian ini diharapkan timbulnya pemahaman di semua
kalangan warga untuk mengenal, memahami, mencegah, dan
menjauhi perilaku LGBT.
3. Salah satu upaya mengantisipasi masalah LGBT yang mengancam
generasi penerus yaitu memperkuat fungsi keluarga sebagai pondasi
ketahanan warga dan bangsa. Para orang tua diharapkan
memberikan perhatian penuh pada perkembangan anak-anak.
Perhatikan apa yang mereka tonton, apa yang dia baca, dan dengan
siapa anak-anak berteman. Jalin kembali komunikasi dan hubungan
baik dengan mereka. Jadikan orang tua sebagai pendengar yang baik
bagi anak-anaknya. Dengan demikian, kita dapat mengetahui detail
tentang anak-anak dan pada akhirnya orang tua bisa mengarahkan
anak-anaknya untuk tidak mengikuti arus LGBT. Hal ini dilakukan
untuk mencegah anak-anak sejak dini agar tidak terjerumus ke dalam
perilaku LGBT.
4. Pemerintah diharapkan untuk bersikap tegas atas sejumlah isu LGBT,
seperti melindungi hak-hak LGBT sepanjang hak-hak ini sesuai
dengan hukum yang berbasis UUD 1945 dan Pancasila yang
merupakan kristalisasi nilai-nilai agama dan budaya Indonesia, serta
menolak dengan tegas permintaan hak-hak LGBT yang tidak sesuai
dengan konstitusi dan dasar negara Pancasila. Misalnya, praktik
LGBT, apalagi legalisasi pernikahan sejenis.
5. Segenap komponen umat Islam diharapkan mendalami strategi untuk
membendung fenomena LGBT yang menjadi ancaman bagi
kehidupan bangsa Indonesia yang religius serta berupaya mencari
solusi dan menemukan jalan untuk merehabilitasi orang-orang LGBT.
Lebih dari itu, diperlukan penguatan kerjasama lembaga-lembaga
keagamaan dan elemen warga , serta peran aktif pers dan media
massa lainnya yang peduli pada masalah ini.