Rabu, 07 Juni 2023

paru-paru 2

�                                                  


                                                              
Pengobatan tuberkulosis standar untuk TB Sodibagi menjadi: 
o Pasien baru.  
Paduan obat yang dianjurkan 2RHZE/4RH dengan pemberian dosis 
setiap hari.  
o Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama, 
Pengobatan sebaiknya berdasar hasil uji kepekaan secara 
pasienal. Perlu dilakukan uji kepekaan obat, pasien dapat diberikan 
OAT kategori 1 selama menunggu hasil uji kepekaan. Pengobatan 
selanjutnya disesuaikan dengan hasil uji kepekaan. 
 
Pasien dengan TB-Sodiobati memakai  OAT lini pertama 
Nama obat 
Dosis harian 
Dosis (mg/kgBB) Dosis maksimum (mg) 
Rifampicin (R) 10 (8-12) 600 
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 
Pirazinamid (Z) 25 (20-30)   
Etambutol (E) 15 (15-20)   
Streptomisin 15 (12-18)   
 
Untuk menunjang kepatuhan berobat, paduan OAT lini pertama telah 
dikombinasikan dalam obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT), setiap hari, 
dan diberikan dosis 
penanganan reaksi kutaneus dan alergi 
a. Jika pada proses reintroduksi ditemukan obat yang memicu 
alergi, maka obat tersebut harus dihentikan.  
b. Proses desensitisasi obat yaitu  pilihan yang dapat diambil 
terutama jika pasien alergi terhadap obat lini pertama dan lini kedua 
atau jika tidak ada pilihan lain yang lebih baik. Proses desensitisasi 
obat dilakukan tergantung pada derajat berat-ringannya reaksi alergi 
yang terjadi. Jika reaksi alergi yang terjadi derajat ringan, maka dapat 
dilakukan desensitisasi dengan eskalasi dosis per hari (single step 
daily dose escalation) 
 
 
               
                                                                                                                        
penanganan Hepatitis Imbas Obat (Drug Induced Hepatitis/DIH) 
1. Bila ditemukan gejala klinis yaitu mual, muntah, maka OAT 
dihentikan. 
2. Bila ditemukan gejala klinis disertai peningkatan SGOT dan/ SGPT > 
3 kali, maka OAT dihentikan. 
3. Bila tidak ditemukan gejala klinis, OAT dihentikan apabila hasil 
laboratorium bilirubin >2, atau SGOT, SGPT >5 kali. Apabila SGOT, 
SGPT >3 kali, maka pengobatan dilanjutkan, dengan pengawasan. 
Cara pemberian OAT yang dianjurkan: 
Hentikan OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ). Setelah itu, monitor 
gejala klinis dan laboratorium. Bila gejala klinis dan laboratorium 
kembali normal (bilirubin, SGOT, SGPT), maka mulai diberikan 
rifampisin dosis naik perlahan sampai dosis penuh. Selama itu 
perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat rifampisin dosis penuh, 
bila gejala klinis dan laboratorium normal, tambahkan INH dengan dosis 
naik perlahan sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Paduan 
OAT dapat diberikan secara pasienal setelah dilakukan inisiasi ulang 
atau rechallenge. Pada pasien yang mengalami ikterik, maka dianjurkan 
tidak memasukkan pirazinamid kedalam paduan obat. 
Bila rifampisin tidak dapat ditoleransi: 2HES/10HE 
Bila INH tidak dapat ditoleransi: 6-9 RZE 
Paduan OAT pada keadaan khusus 
TB Milier: paduan sama seperti TB paru (2RHZE/4RH). Pemberian 
kortikosteroid tidak dilakukan secara rutin, hanya diberikan pada 
keadaan tertentu yaitu apabila terdapat tanda / gejala meningitis, sesak 
napas, tanda / gejala toksik, demam tinggi.    
TB paru dengan DM: paduan dan durasi pengobatan sama seperti TB 
paru tanpa DM dengan syarat gula darah terkendali . Apabila kadar gula 
darah tidak terkendali , maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 
9 bulan. 
TB paru pada kehamilan, menyusui dan pemakaian kontrasepsi 
hormonal: semua obat TB lini pertama aman dipakai  selama 
kehamilan kecuali streptomisin.  Sedangkan rifampisin mengurangi 
efektivitas kontrasepsi hormonal. 
TB paru pada gangguan ginjal: paduan OAT diberikan 2RHZE/4RH, 
serta memerlukan penyesuaian dosis pirazinamid dan etambutol (3 kali 
seminggu dengan dosis yang disesuaikan). 
TB paru pada gangguan hepar: apabila kadar SGPT > 3 kali nilai 
normal, semakin berat penyakit hepar maka makin sedikit OAT 
                
             
hepatotoksik yang dipakai , dengan pilihan sebagai berikut: 
RHE 9 bulan  
2RHES/6RH  
2HES/10HE 
ES+ Oflokxacin/ Levofloksasin selama 18-24 bulan 
 
2.SUPORTIF/SIMPTOMATIS 
o Makan makanan bergizi tinggi kalori dan protein (tidak ada 
pantangan), bila perlu diberikan vitamin tambahan  
o Obat simptomatik : mukolitik,ekspetoran, antipiretik, analgetik, 
antiemetik , bronkodilator dll 
o Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis, perikarditis, mengancam 
jiwa) 
o Penanganan reaksi tidak diinginkan dari OAT 
o Penanganan efek samping akibat OAT 
o Berhenti merokok 
o Pengendalian infeksi 
o Pengawasan Menelan Obat (PMO) 
 
 
3.PEMBEDAHAN 
Indikasi pembedahan: 
a.Mutlak: pasien batuk darah masif, tidak dapat diatasi dengan cara 
konservatif 
b.Relatif: pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang, 
kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan, sisa kavitas yang 
menetap. 
 
Tindakan invasif selain pembedahan: Bronkoskopi (atas indikasi) 
 
9. Komplikasi o Karena penyakit 
- Penyebaran milier 
- TB ekstrapulmoner 
- Destroyed lung / lobe (luluh paru) 
- Batuk darah masif / berulang 
- Efusi pleura 
- Pneumotoraks  
- Gagal napas 
- Kor pulmonale 
- Gagal jantung 
o Karena tindakan 
Pneumotoraks
10. Penyakit Penyerta Diabetes , HIV, penyakit ginjal kronis, hepatitis kronik 
11. Prognosis Ad fungsionam  : Dubia ad bonam 
Ad sanasionam  : Dubia ad bonam 
Ad vitam            : Dubia ad bonam 
                                                                                                      
                                                                                                                        
 
12. nasihat  o Pengetahuan penyakit TB antara lain cara penularan, cara minum 
obat, tidak boleh putus obat, lama pengobatan, memakai masker,  dll 
o Etika batuk  
o Pola hidup bersih dan sehat 
o Asupan gizi yang baik 
 
13. Indikasi Pulang Komplikasi dan efek samping telah teratasi 

 
PLEURITIS EKSUDATIVA TB  
(EFUSI PLEURA TB) 
 
 
 
1.  Pengertian 
Pleuritis TB adalah peradangan pada pleura, baik pleura parietal 
maupun pleura viseral, yang dipicu  oleh Mycobacterium 
tuberculosis dengan manifestasi berupa akumulasi cairan pada rongga 
pleura. 
 
2.  Anamnesis 
o Nyeri dada yang bersifat tajam menusuk yang memberat saat pasien 
menarik napas dalam atau batuk.  
o Sering ditemukan  batuk tidak berdahak, tetapi bisa juga  ditemukan  
batuk yang berdahak atau berdarah bila disertai lesi  pada paru. 
o Dijumpai sesak napas, semakin banyak cairan di rongga pleura akan 
semakin sesak. Sesak napas dirasakan seperti rasa berat di dada. 
Pasien merasa lebih nyaman dengan posisi tidur miring ke arah lesi. 
o Demam ringan. 
 
3.  Pemeriksaan Fisik 
o Pada Inspeksi dapat terlihat gerakan pernapasan yang tertinggal 
pada hemitoraks yang sakit, bila cairan banyak di rongga pleura 
maka dada tampak cembung dan ruang antar iga melebar. 
o Pada Palpasi ditemukan  fremitus suara yang melemah pada sisi yang 
sakit. Trakea dan mediastinum dapat terdorong ke sisi yang sehat. 
o Pada Perkusi ditemukan  redup pada daerah yang sakit. 
o Pada Auskultasi terdengar suara napas yang melemah sampai 
menghilang pada sisi yang sakit. Suara gesekan pleura (Pleural 
Friction Rub) dapat terdengar bila jumlah cairan minimal. 
  
4.  Kriteria diagnosa  
diagnosa  pasti pada pleuritis TB adalah jika ditemukan  kuman TB pada 
cairan pleura dan jaringan pleura, tetapi  kuman TB pada cairan pleura 
sangat sulit ditemukan secara langsung. 
Anamnesis, Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis yang 
mendukung diagnosa. 
Terbukti secara bakteriologik dari cairan pleura atau histopatologik 
dari biopsi pleura 
Tes mantoux/ tes tuberkulin, Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction 
(PCR), Adenosine Deaminase (ADA), dan / atau Interferon Gamma 
(IFN-γ) yang mendukung diagnosa pleuritis TB. 
Hasil biopsi pleura yang mendukung penegakan diagnosa pleuritis TB. 
Pada pleuroskopi tampak gambaran patognomonis berupa nodul-nodul 
granuloma TB yang menyebar secara merata pada pleura yang disebut 
sagolike nodule. 
 
 
5.  diagnosa  Kerja Pleuritis TB/ Efusi pleura TB  

6.  diagnosa  Banding 
o Efusi pleura ganas 
o Efusi pleura parapneumonia 
o Pleuropneumonia 
 
7. Pemeriksaan Penunjang 
o Pada foto toraks dengan posisi tegak tampak sudut sinus 
frenikokostalis yang tumpul (meniscus sign). 
o Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura 
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa.  
o Biopsi pleura (melalui torakoskopi , atau dengan jarum biopsy 
Abram, Cope dan Veen Silverman) 
o Tes Mantoux / tes tuberkulin  dapat juga dipakai  sebagai 
penunjang diagnosa pleuritis TB walaupun kurang berarti pada 
dewasa. 
o Pemeriksaan Adenosin deaminase (ADA) dengan nilai cut off ADA 
sangat bervariasi antara 40-71 IU/L.  
o Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)  
o Pemeriksaan IFN-γ  
 
 
8.  penanganan 
o Paduan obat minimal: 2 RHZE/4RH, dapat dilanjutkan lebih dari 6 
bulan sesuai indikasi. 
o Melakukan evakuasi cairan seoptimal mungkin, sesuai kondisi  
pasien. 
o Pemberian kortikosteroid dengan cara tapering off pada pleuritis 
eksudativa tanpa lesi di paru. 
o Torakoskopi atas indikasi 
o Pembedahan toraks atas indikasi 
 
9.  Komplikasi o Penebalan Pleura 
o Empiema
10. Penyakit Penyerta Diabetes Melitus, HIV 
 
11. Prognosis Baik bila belum terjadi komplikasi dan belum ada penyakit penyerta 
 
12. nasihat  Quo ad vitam: dubia 
Quo ad functionam:dubia 
Quo ad sanasionam:dubia 
 
13. Indikasi Pulang Perbaikan keadaan klinis, cairan sudah terevakuasi dari rongga pleura 
dan penyakit dasar serta komplikasi sudah tertangani. 
 

 
 
EMPIEMA TORAKS TB 
 
1.  Pengertian 
ada nya pus dalam rongga pleura yang dipicu  oleh 
Mycobacterium tuberculosis 
 
2.  Anamnesis 
Munculnya gejala di bawah ini dalam rentang waktu bervariasi dari 
sebulan sampai dua tahun 
o Batuk  
o Sesak napas, lebih nyaman bila miring ke salah satu sisi. 
o Riwayat demam tidak tinggi dan bersifat hilang timbul 
o Nyeri dada 
o Gejala konstitusi seperti keringat malam anoreksia, malaise, dan 
penurunan berat badan 
 
3.  Pemeriksaan Fisik 
o Frekuensi napas meningkat 
o Suhu bisa normal atau meningkat 
o Pemeriksaan toraks  
a. Inspeksi: bentuk dada unilateral prominens dengan pergerakan 
napas sisi cembung tertinggal 
b. Palpasi: Fremitus pada sisi yang cembung melemah 
c. Perkusi: redup sampai pekak pada sisi yang cembung 
d. Auskultasi: suara napas melemah pada sisi yang cembung, pada 
sisi yang lain bisa ditemukan adanyan ronki dan atau bunyi 
napas amforis. 
 
4.  Kriteria diagnosa  
Pasti  
o Adanya gambaran efusi pleura dan tuberkulosis aktif secara klinis 
dan didukung pemeriksaan penunjang (salah satu atau gabungan 
dari rontgen toraks, USG toraks, CT scan toraks); dan  
o Didapatkan adanya pus dari torakosentesis secara makroskopis 
dengan dengan BTA positif pada pewarnaan atau kultur.  
 
o Kemungkinan besar empiema toraks tuberkulosis  
a. Adanya gambaran efusi pleura dan tuberkulosis aktif secara 
klinis dan didukung pemeriksaan penunjang (salah satu atau 
gabungan dari rontgen toraks, USG toraks, CT scan toraks);  
b. Didapatkan adanya pus dari torakosentesis 
c. Adenosine deaminase (ADA) ≥ 30 U/L (cut off point bisa 
berbeda pada masing-masing laboratorium) 
d. BTA positif pada pewarnaan sputum 
e. Predominan sel MN 
 
5.  diagnosa  Kerja Empiema toraks dekstra / sinistra / bilateral tuberkulosis  
                                                                                                          
                                                                                                                        
 
6.  diagnosa  Banding 
o Efusi pleura ganas 
o Pneumonia 
o Empiema toraks non tuberkulosis 
o Chylothorax 
o Abses paru 
o Ruptur esofageal  
7.  Pemeriksaan Penunjang 
o Rontgen toraks 
o USG toraks 
o CT scan toraks 
o BTA pus 
o Kultur M. tuberculosis pus 
o Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura 
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa.  
o Biopsi pleura (melalui torakoskopi , atau dengan jarum biopsy 
Abram, Cope dan Veen Silverman) 
o Tes Mantoux / tes tuberkulin  dapat juga dipakai  sebagai 
penunjang diagnosa walaupun kurang berarti pada dewasa. 
o Pemeriksaan Adenosin deaminase (ADA) dengan nilai cut off ADA 
sangat bervariasi antara 40-71 IU/L.  
o Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)  
o Pemeriksaan IFN-γ  
 
8.  penanganan 
Medikamentosa 
o Paduan obat minimal : 2 RHZE/4RH, dapat dilanjutkan lebih dari 6 
bulan sesuai indikasi 
o Pertimbangkan antibiotik bila ada kemungkinan mix infeksi 
 
Non medikamentosa 
o Pemasangan chest tube 
o Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS) 
o Drainase terbuka  
o Torakotomi dan dekortikasi 
 
9.  Komplikasi o Gagal napas 
o Reexpansion pulmonary oedema 
o Komplikasi pemasangan chest tube 
o Bronkopleural fistula 
o Empyema necessitans  
o Skoliosis sekunder 
 
10. Penyakit Penyerta o Diabetes mellitus 
o HIV/AIDS 
o Gagal ginjal 
o Bronkiektasis 
o PPOK 
o Penyalahgunaan alkohol 
 
                
             
 
11. Prognosis Quo ad vitam: dubia 
Quo ad functionam:dubia 
Quo ad sanasionam:dubia 
12. nasihat  o Etika batuk 
o Berhenti merokok 
o Penatalaksanaan penyakit penyerta 
 
13. Indikasi Pulang o Setelah 5-7 hari pemasangan chest tube apabila cairan pleura tidak 
ada lagi (konfirmasi dengan pemeriksaan rontgen toraks PA, USG 
toraks dan/atau CT scan Toraks) dan paru mengembang. 
o Tidak ada fistula bronkopleura. 
o Perbaikan klinis. 
o Pemberian OAT dilanjutkan sesuai dengan standar. 
 

TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT  
(TB RO) 
 
1.  Pengertian Tuberkulosis resistan obat (TB RO) TB Roadalah tuberkulosis (TB) 
yang dipicu  oleh M.tuberculosis yang telah resistan obat anti 
tuberkulosis (OAT). 
 
Kategori Resistansi Terhadap Obat Anti TB (OAT) 
Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan 
dimana kuman sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. 
 
Kategori resistansi terhadap obat anti TB, yaitu: 
o Monoresistan (Monoresistance): 
Resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan isoniazid (H) 
o Poliresistan(Polyresistance): 
Resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid 
(H) dan rifampisin (R).  
o Multi Drug Resistance (MDR): 
Resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT 
lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES. 
o Pre-extensive drug resistance (pre-XDR): 
  Resistan terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon atau   
  salah satu OAT injeksi lini kedua. 
o Extensively Drug Resistance (XDR): 
TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan 
fluorokuinolondan dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua 
(capreomisin,kanamisin dan amikasin).  
o TB Resistan Rifampisin (TB RR): 
Resistan terhadap rifampisin (monoresistan, poliresistan,TB MDR, 
TB XDR) yang terdeteksi memakai  metode fenotip atau 
genotip dengan atau tanpa resistan OAT lainnya. 
o Total Drug Resistance 
Resistan terhadap seluruh OAT lini 1 dan lini 2. 
 
Klasifikasi TB Roberdasar riwayat pengobatan yaitu: 
o Resistan primer: apabila penderita sebelumnya tidak pernah 
mendapat pengobatan TB 
o Resistan inisial: apabila tidak tahu pasti apakah penderita sudah 
pernah mendapat  riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak 
o Resistan sekunder: apabila penderita penderita telah punya riwayat 
pengobatan sebelumnya 
 
 
Kriteria terduga TB Ro
Terduga TB Roadalah pasien yang memiliki  satu atau lebih kriteria 
di bawah ini, yaitu: 
 
o Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2 
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada bulan ke-5 
atau pada akhir pengobatan. 
              
             
 
 
o Pasien TB yang tidak konversi pengobatan kategori 2 
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah 
pengobatan tahap awal. 
 
o Pasien TB yang memiliki  riwayat pengobatan TB yang tidak 
standar 
Pasien TB yang memiliki riwayat pengobatan TB tidak sesuai 
dengan paduan OAT standar; dan atau memakai  kuinolon serta 
obat injeksi lini kedua paling sedikit selama 1 bulan. 
 
o Pasien TB gagal pengobatan kategori 1 
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada bulan ke-5 
atau pada akhir pengobatan 
 
o Pasien TB yang tidak konversi pengobatan kategori 1 
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah 
pengobatan tahap awal. 
 
o Pasien TB kambuh pengobatan kategori 1 atau kategori 2 
Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan 
lengkap dan saat ini diagnosa TB berdasar hasil pemeriksaan 
bakteriologis atau klinis 
 
o Pasien TB yang kembali setelah putus berobat (loss to follow-up) 
Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan putus berobat selama 
2 bulan berturut-turut atau lebih. 
 
o Terduga TB yang memiliki  riwayat kontak erat dengan pasien 
TB Ro
 
o Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara klinis maupun 
bakteriologis terhadap pemberian OAT 
 
2.  Anamnesis 
o Identitas pasien 
o Pada TB paru, gejala utama TB paru : batuk dahak ≥ 2 minggu, 
batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan turun, berat 
badan turun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, 
demam meriang. Pada pasien HIV positif, batuk sering kali bukan 
yaitu  gejala TB yang khas 
o Harus ditanyakan Riwayat pengobatan OAT sebelumnya (TB 
masalah  gagal, TB masalah  kambuh, TB masalah  putus obat ) 
o Identifikasi faktor risiko : kontak erat dengan pasien TB Ro 
o Identifikasi penyakit komorbid (HIV, DM, penyakit hati, ginjal, 
epilepsi, gangguang psikiatri, gangguan penglihatan, gangguan 
pendengaran, dll) dan riwayat alergi obat 
o Riwayat sosial : merokok, pekerjaan
3.  Pemeriksaan Fisik 
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur 
paru.  Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas 
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda 
penarikan paru, diafragma dan mediastinum. 
 
                                                                                                      
                                                                                                                        
 
4.  Pemeriksaan Penunjang 
a. Pemeriksaan Radiologi : pada foto toraks dapat berupa gambaran 
fibroinfiltrat, perselubungan, kavitas, bercak milier, ektasis, 
ateletaksis, luluh paru dan efusi pleura 
 
b. Pemeriksaan bakteriologis berupa pemeriksaan tes cepat molekuler 
seperti genxpert atau line probe assay dan pemeriksaan biakan dan 
uji kepekaan obat dengan metode konvensional berupa media 
padat atau cair. 
 
Pemeriksaan untuk paduan jangka pendek 
              
 
Pemeriksaan untuk paduan jangka panjang 
 
 
5.  Kriteria diagnosa  
Terbukti resistan minimal terhadap rifampisin dari biakan dan uji 
kepekaan  
a. Metode konvensional  
o memakai  media padat (Lowenstein Jensen/LJ)  atau media 
cair (MGIT) 
o Digunakan untuk uji kepekaan terhadap OAT lini  pertama dan 
OAT lini kedua . Pada pemeriksaan biakan dan uji kepekaan 
metode konvensional didapatkan hasil TB RR, MDR, pre XDR 
atau XDR 
 
b. Tes Cepat (Rapid Test).  
o memakai  Xpert MTB/RIF atau lebih dikenal dengan Test 
Cepat Molekuler (TCM) atau GeneXpert. Digunakan untuk 
menentukan resistansi    terhadap rifampisin. Bila hasil 
Rifampicin resistance detected ditetapkan sebagai TB RR.  
 
o memakai  Line probe assay (LPA) first line: Digunakan  
untuk menentukan resistansi terhadap Rifampisin  dan Isoniazid. 
Pada pemeriksaan LPA didapatkan hasil TB RR atau TB MDR. 
                                                                                                           
                                                                                                                        
 
Catatan : 
o Pasien dengan hasil TCM TB ditemukan M.tb Resistan Rifampisin 
dilanjutkan dengan pemeriksaan biakan dan identifikasi kuman 
M.Tb. untuk mengetahui pola kepekaan obat. 
 
o Jika terdapat perbedaan hasil antara pemeriksaan TCM TB dengan 
hasil pemeriksaan uji kepekaan, maka hasil pemeriksaan resistan 
rifampisin TCM TB menjadi dasar penegakan diagnosa 
 
o Untuk pasien yang memiliki  risiko rendah TB Royaitu pasien 
yang tidak masuk dalam 9 kriteria terduga TB RO, jika pemeriksaan 
TCM TB memberikan hasil Rifampisin Resistan, ulangi 
pemeriksaan TCM TB 1 (satu) kali lagi dengan contoh uji dahak 
yang baru. Jika terdapat perbedaan hasil pemeriksaan, maka hasil 
pemeriksaan yang terakhir yang dijadikan acuan untuk tindak lanjut 
berikutnya dengan pertimbangan klinis dari TAK. 
 
6. diagnosa  Kerja 
o TB-RR 
o TB-MDR 
o TB-PreXDR (resistan kuinolon atau injeksi lini 2) 
o TB-XDR 
 
7. diagnosa  banding Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT)  
8. penanganan  
penanganan  MEDIKAMENTOSA 
 
o Persiapan awal 
- Anamnesis  ulang riwayat alergi obat, riwayat penyakit dahulu 
(hepatitis, DM, gangguan ginjal, gangguan kejiawaan, kejang, 
neuropati, dll) 
 
- Pemeriksaan berat badan, fungsi penglihatan dan fungsi 
pendengaran 
 
- Pemeriksaan kondisi kejiwaan bila dicurigai ada gangguan 
kejiawaan 
 
- Memastikan data dasar identitas 
 
- Pemeriksaan penunjang baseline meliputi : 
a. Darah lengkap 
b. Kimia darah : 
c. Pemeriksaan Thyroid stimulating hormone (TSH) 
d. Tes kehamilan pada perempuan usia subur 
e. Foto toraks 
f. Pemeriksaan pendengaran (audiometri jika mampu laksana) 
g. EKG 
h. Tes HIV 
i. Pemeriksaan penglihatan (buta warna, lapang pandang) 
j. Pemeriksaan kejiwaan (fokus pada kecenderungan psikosis 
dan kepatuhan pasien) 
 
                
             
o Penetapan pasien TB Royang akan diobati oleh Tim Ahli Klinis 
(TAK) yaitu pasien yang terbukti resistan terhadap rifampisin 
berdasar pemeriksaan genotipik (tes cepat) atau pemeriksaan 
fenotipik (uji kepekaan konvensional) 
 
o Bersedia menjalani program pengobatan dengan menandatangani 
informed consent oleh pasien dan keluarga serta bersedia datang 
setiap hari ke fasyankes TB Rodan satelit. 
 
Alur Pengobatan TB Ro
 
 
 
Paduan pengobatan TB Ro
Paduan pengobatan TB Roterdiri dari yaitu paduan standar jangka 
pendek (9-11 bulan ) dan jangka Panjang (18-20 bulan) 
 
o Pengobatan TB Rodengan paduan standar jangka pendek  
Paduan pengobatan jangka pendek tanpa injeksi yang dipakai  
adalah sebagai berikut:  
 
                                                                                                             
                                                                                                                        
 
Prinsip pemberian paduan pengobatan TB Rojangka pendek 
tanpa injeksi adalah sebagai berikut.  
 
o Sebelum pengobatan, direkomendasikan untuk menunggu hasil 
uji kepekaan obat terhadap florokuinolon (hasil LPA lini kedua), 
namun bila hasil LPA tidak tersedia hingga hari ke-7, 
pengobatan harus segera dimulai dan pemilihan paduan 
pengobatan didasarkan pada hasil anamnesis dan riwayat 
pengobatan TB/TB Rosebelumnya  
 
o Durasi total pengobatan adalah 9–11 bulan, dengan tahap awal 
selama 4 bulan (bila terjadi konversi BTA pada atau sebelum 
bulan ke-4) dan tahap lanjutan selama 5 bulan. Pasien dengan 
hasil pemeriksaan BTA atau biakan awal negatif dapat diberikan 
tahap awal selama 4 bulan. Kondisi klinis dan radiologis harus 
dipantau untuk memastikan terjadi perbaikan. 
 
o Bila belum terjadi konversi BTA pada bulan ke-4, tahap awal 
pengobatan dapat diperpanjang sampai bulan ke-5 atau bulan ke-
6 (bergantung pada waktu konversi BTA). Pemeriksaan LPA lini 
kedua dan uji kepekaan obat harus diulang bila hasil 
pemeriksaan BTA pada bulan ke-4 masih positif. 
 
o Pada paduan jangka pendek, bedaquiline tetap diberikan selama 
6 bulan tanpa memperhatikan durasi tahap awal pengobatan. 
 
o Bila tidak terjadi konversi BTA pada bulan ke-6, pengobatan 
paduan jangka pendek harus dihentikan dan hasil pengobatan 
pasien dicatat sebagai “Gagal pengobatan”. Pasien didaftarkan 
kembali atau dirujuk untuk memperoleh  paduan pengobatan TB 
Rojangka Panjang 
 
o Komposisi paduan pengobatan jangka pendek yaitu  
panduan standar yang tidak dapat dimodifikasi. Tidak dianjurkan 
untuk mengubah komposisi obat, kecuali Levofloksasin diganti 
dengan Moksifloksasin.  
 
 
 
  
             
 
Durasi Pemberian Obat Jangka Pendek 
 
 
Bila pengobatan pasien sudah dimulai dengan paduan jangka pendek 
dan hasil uji kepekaan menunjukkan adanya resistansi terhadap 
florokuinolon, maka status pengobatan pasien ditutup dan dicatat 
sebagai masalah  “Gagal karena perubahan diagnosa”. Pasien selanjutnya 
didaftarkan kembali untuk memperoleh  paduan pengobatan jangka 
panjang mulai dari awal berdasar hasil uji kepekaan. 
Bila terjadi intoleransi obat pada paduan jangka pendek yang 
memerlukan penghentian salah satu obat utama (Bdq, Lfx/ Mfx, Cfz, 
Eto, INHDT), maka paduan pengobatan jangka pendek harus 
dihentikan dan dicatat sebagai masalah  “Gagal pengobatan”. Selanjutnya 
pindah ke paduan jangka panjang dengan memperhatikan konversi 
biakan.  Apabila sudah terjadi konversi biakan, pengobatan dilanjutkan 
dengan paduan obat jangka Panjang sampai total 18 bulan.  Apabila 
belum terjadi konversi biakan, pengobatan jangka panjang harus 
dimulai dari awal. 
Paduan Jangka Panjang Tanpa Injeksi  
Kriteria pasien TB Royang diberikan paduan jangka panjang tanpa 
injeksi ialah:  
o Pasien TB RR/MDR dengan resistansi terhadap florokuinolon (TB 
pre-XDR)  
o Pasien TB RR/MDR yang gagal pengobatan jangka pendek 
sebelumnya  
 
                                                                                                              
                                                                                                                        
o Pasien TB Royang pernah memperoleh  OAT lini kedua selama 1 
bulan  
o Pasien TB RR/MDR yang terbukti atau diduga resistan terhadap 
Bedaquiline, Clofazimine, atau Linezolid  
o Pasien TB MDR dengan hasil LPA terdapat mutasi pada inhA dan 
katG  
o Pasien TB RR/MDR paru dengan lesi luas, kavitas bilateral  
o Pasien TB RR/MDR ekstra paru berat atau dengan komplikasi 
(yang harus diobati jangka panjang), seperti meningitis, 
osteoarticular, efusi pericardial, TB abdomen  
o Pasien TB Rodengan kondisi klinis tertentu (misalnya alergi berat 
/ intoleran terhadap obat utama pada paduan jangka pendek)  
o Ibu hamil, menyusui 
Langkah penyusunan paduan jangka panjang dapat dilihat sebagai 
berikut. 
 
Pengobatan dimulai dengan lima obat TB yang diperkirakan efektif 
dan terdapat setidaknya tiga obat setelah pemakaian  Bedaquiline 
dihentikan.  
 
Pola resistansi dan riwayat pengobatan TB pasien harus diperhatikan 
dalam menyusun paduan jangka panjang 
Durasi total pemberian paduan pengobatan TB Rojangka panjang 
minimal ialah 18 bulan atau setelah 16 bulan sejak terjadinya konversi 
kultur dahak. Durasi total paling lama ialah 24 bulan, yaitu bila pasien 
mengalami konversi pada bulan ke-8 pengobatan.  
                
             
 
 
Dosis Obat TB Ro(Usia ≥ 15 tahun) 
 
 
 
 
penanganan  NON-MEDIKAMENTOSA 
1. Pengendalian infeksi 
2. Pemberian gizi yang baik 
3. Pengawasan Menelan Obat (PMO) oleh petugas kesehatan 
4. Konseling dan dukungan psikososial  
 
penanganan  BEDAH 
Pembedahan  pada pasien TB RO, syarat: 
1. Toleransi operasi baik 
2. Lesi terlokalisir pada satu lobus 
3. Diberikan OAT 2 bulan sebelum operasi 
4. Pascabedah dilanjutkan OAT 12-24 bulan 
 
penanganan  KHUSUS 
 
1. Pengobatan TB Ropada ibu hamil 
Pasien TB Royang sedang hamil direkomendasikan untuk segera 
                                                                                                       
                                                                                                                        
memulai pengobatan segera setelah diagnosa TB Roditegakkan, 
terutama pada pasien TB Royang memiliki koinfeksi HIV. Pada 
pasien TB Rodengan HIV negatif, pengobatan TB Rodapat 
ditunda sampai trimester kedua bila kondisi pasien stabil (atau 
penyakit TB tidak berat) untuk menghindari terjadinya efek 
teratogenik pada trimester pertama kehamilan. Beberapa prinsip 
pengobatan TB Ropada ibu hamil adalah:  
a. Wanita hamil tidak bisa memperoleh  paduan pengobatan TB 
Rojangka pendek.  
b. Obati dengan minimal empat (4) jenis OAT lini kedua oral yang 
diperkirakan efektif.  
c. Obat pilihan untuk pengobatan TB Ropada kehamilan ialah 
bedaquiline dan delamanid (kategori B), serta fluorokuinolon, 
sikloserin, dan PAS (kategori C).  
d. Hindari pemberian Etionamid  
2. Pengobatan TB Ropada ibu menyusui 
Pasien TB Royang sedang menyusui tidak dapat diobati dengan 
paduan pengobatan TB Rojangka pendek. Hampir semua OAT lini 
kedua dapat diberikan kepada ibu menyusui kecuali bedaquiline dan 
clofazimine  
 
3.  Pengobatan pasien TB Rodengan diabetes mellitus 
a. Pada TB Rodengan retinopati DM : hati-hati dalam pemakaian 
etambutol (wajib pemantauan ketat).. 
b. Pada TB Rodengan nefropati DM: Kadar kalium darah dan 
serum kreatinin harus dipantau, setiap minggu selama bulan 
pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya sekali sebulan.  
c. Pada TB Rodengan neuropati DM: Tiga obat utama yang 
paling banyak memicu neuropati perifer adalah Sikloserin, 
Linezolid, dan Isoniazid. Pemberian obato- bat tersebut pada 
pasien dengan neuropati DM harus disertai dengan piridoksin. 
Dosis piridoksin yang diberikan adalah 50 mg piridoksin setiap 
pemberian 250 mg sikloserin.  
d. Perlu diperhatikan interaksi dengan obat diabetes, khususnya 
pemakaian  Bedaquiline dan Delamanid. 
 
4.  Pengobatan pasien TB Rodengan gagal ginjal 
o Pasien TB Rodengan gagal ginjal tidak bisa memperoleh  
paduan pengobatan jangka pendek.  
o Kadar kalium dan kreatinin harus dipantau, setiap minggu 
selama bulan pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya 
sekali sebulan. 
o Strategi biasanya ialah memperpanjang interval pemberian obat 
dan atau menurunkan dosis yang disesuaikan dengan fungsi 
ginjal.  
 
5.  Pengobatan pasien TB Rodengan gangguan hati 
o Secara umum, pasien dengan penyakit liver kronik tidak boleh 
memperoleh  pirazinamid. Obat TB yang lain dapat diberikan 
dengan pemantauan fungsi hati yang ketat. Bila terjadi inflamasi 
liver akut berat, obat yang diduga sebagai penyebab harus 
dihentikan. 
               
             
o Pada masalah  tertentu, OAT dapat dihentikan sampai menunggu 
hepatitis akut sembuh. Pada masalah  tertentu dimana 
pengobatan TB Roharus diobati meskipun terdapat hepatitis 
akut, kombinasi empat OAT yang tidak bersifat hepatotoksik 
yaitu  pilihan yang paling aman.  
5.  Pengobatan pasien TB Rodengan HIV 
o Pada pasien TB Rodengan HIV yang sudah memulai 
pengobatan antiretrovirus (ARV), maka ARV diteruskan dan 
obat TB Rodapat segera diberikan sesudah diagnosa 
ditegakkan. Sedangkan pada pasien TB Rodengan HIV yang 
belum memulai pengobatan ARV, maka pengobatan ARV 
dimulai dalam 8 minggu setelah pengobatan TB Rodimulai 
dan toleransi pasien terhadap OAT baik,  
o Regimen ARV yang paling umum dipakai  untuk pasien 
TB Royang terinfeksi HIV adalah AZT + 3TC + EFV.  
o Beberapa obat TB yang dapat berinteraksi dengan obat ARV 
ialah:  
o Kuinolon dan didanosine (DDI) 
o Bedaquiline dan efavirenz 
o Delamanid dan efavirenz 
o Delamanid dan Lopinavir/Ritonavir 
 
11. Komplikasi 
Batuk darah 
Gangguan saluran cerna 
Efek samping obat 
Pneumotoraks  
Atelektasis  
Destroyed lung  
Sepsis 
 
12. Penyakit penyerta 
o DM 
o HIV 
o Jamur 
o Hepatitis kronik 
o Penyakit ginjal kronik 
o Malnutrisi 
 


 
TUBERKULOSIS 
EKSTRAPARU 
 
1.  Pengertian 
Tuberkulosis ekstra paru adalah pasien dengan tuberkulosis organ 
selain paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, traktus 
genitorinarius, kulit, tulang, dan sendi serta selaput otak.  
diagnosa  dibuat berdasar satu spesimen dengan biakan/ 
mikroskopis/ tes molekuler positif atau histologi atau bukti klinis kuat 
yang konsisten dengan tuberkulosis ekstraparu dan diikuti keputusan 
klinisi untuk memulai terapi antituberkulosis. Pasien dengan diagnosa 
tuberkulosis paru dan ekstraparu digolongkan  sebagai masalah  TB 
paru. 
Bahasan Pleuritis Eksudativa TB dan empyema toraks TB telah dibuat 
tersendiri. 
2.  Anamnesis 
Gambaran klinis TB ekstraparu sesuai dengan lokasi infeksi.  
 
TB LIMFADENOPATI 
Gejala sesuai dengan lokasi kelenjar limfe yang terkena diantaranya  
tuberkulosis limfadenopati perifer yang paling sering menyerang pada 
daerah servikal posterior, anterior dan fossa supraklavikula,  juga dapat 
menyerang daerah aksila, inguinal, submandibular, dan kadang-kadang 
preaurikula atau kelenjar sub mental dan kelenjar intramamari. 
Pengobatan TB limfadenopati sama dengan pengobatan TB paru yaitu 
2RHZE/4RH akan tetapi durasi yang bervariasi 6 sampai 12 bulan 
tergantung kondisi klinis. Eksisi bedah dipertimbangkan pada 
limfadenopati yang memberikan gejala klinis simptomatis dan masalah  
resistensi obat. 
 
TB SALURAN UROGENITAL 
Gangguan miksi dan urgensi kronik yang tidak respons terhadap 
antibiotik dapat mengarah kepada diagnosa tuberkulosis saluran 
urogenital. Epididimitis kronik yaitu  manifestasi tuberkulosis 
saluran urogenital yang paling sering ditemukan pada saluran genital 
laki-laki, biasanya ditemukan bersama dengan fistula skrotal.  Gejala 
lain yang terkadang ditemukan adalah nyeri punggung, pinggang dan 
suprapubik, hematuria, frekuensi miksi bertambah dan nokturia. Pasien 
biasanya mengeluh miksi yang sedikit-sedikit dan sering yang awalnya 
hanya terjadi di malam hari dan kemudian dirasakan juga pada siang 
hari. Kolik ginjal jarang ditemukan, biasanya intermiten dan sudah 
berlangsung beberapa saat sebelum pasien mencari pengobatan. 
Hematospermia, sistitis rekuren serta pembengkakan testis yang 
menimbulkan rasa nyeri dapat juga ditemukan pada tuberkulosis 
saluran urogenital. 
 
TB SUSUNAN SARAF PUSAT (SSP) 
Manifestasi infeksi TB di susunan saraf pusat (SSP) secara patologi 
dapat berupa meningitis, ensefalitis, mielitis, abses dan tuberkuloma, 
ventrikulitis, vaskulitis, dan juga infark.  Gejala yang tersering 
dikeluhkan adalah nyeri kepala, demam, penurunan berat badan, 
penurunan kesadaran), muntah  dan kejang. Gejala dapat disertai defisit 
            
             
neurologis seperti kaku kuduk, paresis saraf kranial dan hemiparesis. 
 
TB TULANG DAN SENDI 
Nyeri atau bengkak di tulang/ sendi paling sering ditemukan pada TB 
tulang dan sendi.  
Demam dan berat badan turun 
Fistula kulit, abses, deformitas sendi pada penyakit lanjut 
Gejala klinis yang penting adalah pembengkakan, nyeri dan gangguan 
fungsi yang progresif selama beberapa minggu sampai beberapa 
bulan.Pada arthritis panggul terdapat spasme paraspinal di sekitar 
tulang vertebra yang terlibat yang relaks ketika tidur sehingga 
memungkinkan pergerakan pada permukaan yang terinflamasi dan 
memicu tangisan di malam hari yang khas.Manifestasi 
tuberkulosis osteomielitis ekstraspinal dapat berupa abses dingin yaitu 
pembengkakan yang tidak teraba hangat, eritema maupun nyeri. Pada 
pemeriksaan seksama dapat ditemukan small knuckle kyphosis pada 
palpasi. 
 
TB GASTROINTESTINAL/ TB ABDOMEN 
Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri perut, penurunan 
berat badan, diare/konstipasi, diare, darah pada rektum, nyeri tekan 
abdomen, massa abdomen dan limfadenopati 
Gejala klinis dapat berupa gejala akut maupun kronik intermiten. 
Sebagian besar pasien mengalami nyeri perut, demam, diare dan 
konstipasi, penurunan berat badan, anoreksia dan malaise.Pasien 
dengan TB peritoneum biasanya bermanifestasi sebagai TB 
gastrointestinal, ditemukan pada pasien berusia <40 tahun dan 
frekuensinya lebih besar pada perempuan. Manifestasi klinisnya tidak 
spesifik dan mirip dengan penyakit gastrointestinal lainnya. Pasien 
dengan TB peritoneum dapat mengalami pembesaran abdomen mulai 
dari asites dan nyeri perut. Adhesi dapat memicu obstruksi usus 
halus.Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan abdomen difus, 
doughy abdomen, hepatomegali dan asites.  
 
TB ENDOMETRIUM 
Gejala tidak spesifik.  Gejala yang paling sering ditemukan  pada wanita 
usia subur adalah gangguan siklus menstruasi atau nyeri pelvis, 
sementara pada wanita pascamenopause seringkali ditemukan 
pyometra atau leucorrhea.  
 
TB PERIKARDIAL 
Gejala yang muncul terutama bersifat sistemik, yaitu demam, 
penurunan berat badan, anoreksia dan malaise. Presentasi klinis TB 
perikardial sangat bervariasi, yaitu dapat berupa perikarditis akut 
dengan atau tanpa efusi; tamponade jantung yang bersifat silent, efusi 
perikardial berulang, gejala toksik dengan demam persisten, 
perikarditis konstriktif akut, perikarditis konstriktif subakut, 
perikarditis konstriktif-efusif atau perikarditis konstriktif kronik dan 
kalsifikasi perikardial. 
 
TB KULIT 
Presentasi klinis TB kulit bervariasi berdasar sumber penularan, 
cara penyebaran, patogenitas kuman, dan status imunitas pasien. 
Berupa lesi kronik, tidak nyeri, non-patognomonik, dapat berupa 
papula kecil dan eritema hingga tuberkuloma besar. 
                                                                                                        
                                                                                                                        
ada  beberapa temuan khas, yaitu gambaran scrofuloform, plak 
anular dengan batas verukosa pada lupus vulgaris atau plak 
hiperkeratotik. 
 
TB LARING 
Gejala yang paling sering adalah serak, odinofagia, disfagia, sesak, 
stridor dan hemoptisis.  
 
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB 
Gejala klinik yang khas dari otitis media tuberkulosis ini terdiri dari 
keluar cairan yang banyak dari telinga tanpa disertai nyeri dan tuli 
berat. Tuli berat yaitu  tanda klasik dari otitis media tuberkulosis 
dapat berupa tuli konduktif, tuli sensorineural atau campur. Gejala lain 
seperti penurunan berat badan, keringat malam dan batuk darah sering 
ditemukan pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif. 
 
TB MATA/TB OKULAR 
Tuberkulosis mata dapat melibatkan semua bagian mata, adneksa mata 
dan orbita dengan patofisiologi yang berbeda.  
 
3.  Pemeriksaan Fisik Gambaran seperti TB paru, TB ekstra paru  
4.  Kriteria diagnosa  
Untuk semua pasien, termasuk anak, yang diduga memiliki TB 
ekstraparu, spesimen yang tepat dari bagian tubuh yang sakit sebaiknya 
diambil untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histologi. 
 
TB LIMFADENOPATI 
diagnosa  ditegakkan melalui aspirasi jarum halus atau   biopsi 
kelenjar. 
 
TB SALURAN UROGENITAL 
1. Pemeriksaan mikroskopik (BTA urin) 
2. Biakan M. tuberculosis (urin pagi, pulasan, sekresi, ejakulat, 
spesimen jaringan) 
3. Pemeriksaan histopatologi (spesimen jaringan) dikombinasikan 
dengan BTA dan/atau TCM TB. 
 
TB SSP 
Kecurigaan ke arah meningitis TB harus dipikirkan pada pasien dengan 
gejala sakit kepala, dan demam yang berlangsung lebih dari 5 hari.  
Cairan serebrospinal (CSS) yaitu  spesimen utama yang harus 
dieksplorasi pada penegakan diagnosa meningitis TB. 
 
diagnosa  definitif meningitis TB adalah berdasar:  
(1) Ditemukannya BTA pada analisis cairan serebrospinal (sensitivitas 
10-20%), atau  
(2) Pemeriksaan TCM MTB/RIF positif dari CSS, atau  
(3) Tumbuhnya M. tuberculosis pada kultur CSS (sensitivitas 60-70%). 
 
Volume CSS minimal yang direkomendasikan untuk memberikan 
sensitivitas pemeriksaan mikrobiologis yang adekuat adalah minimal 6 
ml pada dewasa dan anak sebanyak 2-3 ml. 
Mengingat pentingnya diagnosa cepat pada terduga meningitis TB, 
maka pemeriksaan TCM dari cairan serebrospinal direkomendasikan 
sebagai uji mikrobiologi awal untuk pasien yang diduga meningitis 
                
             
TB. 
 
TB TULANG DAN SENDI 
Baku emas untuk diagnosa tuberkulosis tulang dan sendi adalah 
biakan mikobakterium jaringan tulang atau cairan sinovial. 
 
TB ABDOMEN 
1. Hasil biopsi kelenjar getah bening mesenterik menunjukkan bukti 
histologi tuberkulosis 
2. Inokulasi atau biakan jaringan menunjukkan pertumbuhan 
Mycobacterium tuberkulosis 
3. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan tuberkulosis dengan 
nekrosis kaseosa 
 
TB ENDOMETRIUM 
diagnosa  TB endometrial dapat ditegakkan apabila ditemukan 
gambaran granulomatosa melalui pemeriksaan histopatologi sediaan 
biopsi atau kuretase jaringan endometrium. 
 
TB PERIKARDIAL 
1. Biakan M. tuberculosis positif dari efusi perikardial atau jaringan 
2. BTA positif atau granuloma kaseosa pada spesimen biopsi 
perikardial 
3. PCR (+) pada spesimen biopsi perikardial 
 
TB KULIT  
Ditemukan Mycobacterium tuberculosis pada biakan jaringan dari 
biopsi kulit atau pulasan sitologi, atau ditemukan DNA Mycobacterium 
spp.  dengan pemeriksaan molekuler.  
Selain itu: 1) ditemukan infeksi TB aktif di organ lain, (2) hasil tes 
tuberculin positif kuat, (3) respons baik terhadap terapi dengan OAT. 
 
TB LARING 
diagnosa  dilakukan dari pemeriksaan endoskopi dengan melihat 
respons jaringan setelah terapi OAT. 
 
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB 
Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan perforasi multipel dan jaringan 
granulasi dari telinga tengah yang yaitu  patognomonis untuk 
otitis media tuberkulosis.  Penegakkan diagnosa didukung oleh hasil 
pemeriksaan histopatologi dari jaringan mastoid, BTA dari cairan 
telinga tengah dan biakan maupun tes molekuler dari cairan atau 
jaringan. 
TB MATA/TB OKULAR 
A. Confirmed TB intraokular : 
1. ada  satu atau lebih tanda klinis TB intraokular 
2. Konfirmasi mikrobiologi M. tuberculosis  dari cairan/jaringan 
okular 
B. Probable TB intraokular : 
1. ada  satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan 
eksklusi penyebab lain) 
2. X-ray toraks menggambarkan lesi TB atau bukti klinis TB 
ekstraokular atau konfirmasi mikrobiologi dari sputum atau 
organ – organ ekstraokular 
3. Salah satu dari : 
                   
a. ada  riwayat terpapar TB dalam 24 bulan terakhir 
b. Bukti imunologis (Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif 
menunjukkan infeksi TB 
C. Possible TB intraokular : 
1. ada  satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan 
eksklusi penyebab lain) 
2. X-ray toraks tidak konsisten dengan infeksi TB dan tidak ada 
bukti klinis TB ekstraokular  
3. Salah satu dari : 
a. ada  riwayat terpapar TB dalam 24 bulan terakhir 
b. Bukti imunologis (Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif 
menunjukkan infeksi TB 
ATAU 
a. ada  satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan 
eksklusi penyebab lain) 
b. X-ray toraks konsisten dengan infeksi TB atau bukti klinis 
TB ekstraokular tetapi tidak terdapat riwayat terpapar TB 
dalam 24 bulan terakhir dan tidak terdapat bukti imunologis 
(Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif menunjukkan 
infeksi TB 
 
5.  diagnosa  Kerja 
TB ekstraparu, sesuai lokasi, diantaranya: 
 
o TB limfadenopati 
o TB saluran urogenital 
o TB SSP 
o TB tulang/sendi 
o TB Gastrointestinal/TB abdomen 
o TB perikardial 
o TB kulit 
o TB laring 
o TB telinga tengah/Mastoiditis TB 
o TB mata 
 
6.  diagnosa  Banding Infeksi non TB  
7.  Pemeriksaan Penunjang 
TB SALURAN UROGENITAL 
Pemeriksaan foto polos saluran urogenital serta pemeriksaan urografi 
 
TB SSP 
analisis cairan serebrospinal (CSS), TCM pada CSS, CT scan atau 
MRI otak dengan kontras 
o Penemuan BTA pada cairan serebrospinal dan jaringan yaitu  
diagnosa cepat terbaik untuk diagnosa tuberkulosis sistem saraf 
pusat 
o Volume cairan serebrospinal yang dapat diambil untuk 
pemeriksaan, setidaknya sebanyak 6 ml 
o Biopsi jaringan memiliki  nilai diagnostik yang lebih tinggi 
dibandingkan cairan serebrospinal untuk dignosis tuberkuloma dan 
tuberkulosis spinal. 
 
 
TB TULANG DAN SENDI 
Aspirasi jarum dan biopsi (CT-guided) direkomendasikan untuk 
                
             
konfirmasi TB spondilitis. 
Kecurigaan terhadap infeksi TB yaitu  indikasi biopsi sinovial.  
Tes sensitivitas antimikrobial isolat penting dikerjakan.   
Tidak ada temuan radiologis yang patognomonik untuk TB tulang dan 
sendi, dapat ditemukan pembengkakan jaringan lunak sampai dengan 
destruksi tulang. Foto toraks dapat melihat hubungan TB paru dengan 
TB tulang atau sendi. MRI juga dapat dipakai untuk mengetahui 
perluasan infeksi ke jaringan lunak dan struktur di sekitar tulang. 
 
TB ABDOMEN 
CT scan abdomen 
Foto polos abdomen 
USG abdomen 
Apusan BTA feses atau cairan biakan cairan peritonium 
TCM TB pada biopsi jaringan dan Biakan M TB pada pasien asites 
Laparoskopi dan laparatomi  
 
TB ENDOMETRIUM 
USG intravaginal 
Histerosalpingografi 
Biopsi dari kuretase endometrial 
 
TB PERIKARDIAL 
Foto toraks PA 
Ekokardiografi 
CT/MRI toraks 
 
TB KULIT 
Biakan jaringan dari biopsi kulit atau pulasan sitologi 
 
TB LARING 
Endoskopi 
Sputum BTA 
Kultur jaringan  
Biopsi laring 
 
 
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB 
hasil pemeriksaan histopatologi dari jaringan mastoid, BTA dari cairan 
telinga tengah dan biakan maupun tes molekuler dari cairan atau 
jaringan. 
CT tulang temporal 
 
TB MATA/TB OKULAR 
Cairan/jaringan ocular 
Foto toraks PA 
Bukti imunologis TB 
 
8.  penanganan 
Secara umum paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu 
hasil biakan bila histologi dan gambaran klinis sesuai dengan diagnosa 
tuberkulosis. 
Seluruh pasien TB ekstraparu harus melakukan foto toraks untuk 
menyingkirkan TB paru. Paduan terapi adekuat harus diteruskan 
meskipun hasil biakan negatif.  
Tuberkulosis paru dan TB ekstraparu diterapi dengan paduan obat yang 
                                                                                                          
                                                                                                                        
sama namun beberapa pakar menyarankan 9-12 bulan untuk TB 
meningitis karena memiliki  risiko serius pada disabilitas dan 
mortalitas dan 12 bulan atau lebih untuk TB tulang dan sendi karena 
sulitnya memonitor respons terapi.  
Kortikosteroid direkomendasikan untuk TB perikardial dan TB 
meningitis.  
Terapi bedah memiliki  peran dalam penatalaksanaan TB 
ekstraparu.Terapi bedah dilakukan pada komplikasi lanjut penyakit 
seperti hidrosefalus, uropati obstruktif, perikarditis konstriktif dan 
keterlibatan neurologis akibat penyakit Pott (TB spinal). Apabila 
terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang cukup banyak maka 
drainase, aspirasi maupun insisi dapat membantu.  
 
Foto toraks dilakukan pada pasien TB ekstraparu untuk memastikan 
koeksistensi TB paru. 
Paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu hasil biakan bila 
histologi dan gambaran klinis sesuai dengan diagnosa tuberkulosis. 
Pasien dengan TB ekstraparu, paduan obat selama 6-9 bulan (2 bulan 
INH, RIF, PZA, dan EMB diikuti dengan 4-7 bulan INH dan RIF).  
 
TB sistem saraf pusat (tuberkuloma atau meningitis) dan TB tulang 
dan sendi, OAT diberikan 9-12 bulan.  
Kortikosteroid direkomendasikan pada TB sistem saraf pusat dan 
perikardial. Terapi dengan kortikosteroid dimulai secara intravena 
secepatnya, kemudian disulih oral tergantung perbaikan klinis. 
Rekomendasi kortikosteroid yang dipakai  adalah deksametason 0,3-
0,4 mg/kg di tapering off selama 6-8 minggu, atau prednison 
1mg/kgBB selama 3 minggu, lalu tapering off selama 3-5 minggu. 
Evaluasi pengobatan TB ekstraparu dilakukan dengan memantau klinis 
pasien, tanpa melakukan pemeriksaan histopatologi maupun biakan.  
 
TB LIMFADENOPATI 
Pengobatan tuberkulosis limfadenopati sama dengan pengobatan TB 
paru yaitu 2RHZE/4RH akan tetapi durasi yang bervariasi 6 sampai 12 
bulan tergantung kondisi klinis. Eksisi bedah dipertimbangkan pada 
limfadenopati yang memberikan gejala klinis simtomatis dan masalah  
resistansi obat.   
 
TB SALURAN UROGENITAL 
o Durasi pengobatan tuberkulosis saluran urogenital adalah 6 bulan 
untuk masalah  tanpa komplikasi. Terapi 9-12 bulan diberikan pada 
masalah  dengan komplikasi (masalah  kambuh, imunosupresi dan 
HIV/AIDS). 
o Nefrektomi direkomendasikan pada pasien dengan hipertensi akibat 
komplikasi nefropati tuberkulosis. 
 
TB SSP 
o Paduan obat terapi lini pertama untuk segala bentuk tuberkulosis 
sistem saraf pusat diberikan selama 9-12 bulan. 
o Setiap pasien TB meningen diberikan kortikosteroid tanpa 
memandang tingkat keparahan 
o Dosis kortikosteroid untuk dewasa (>14 tahun) dapat dimulai dari 
metil prednisolon 0,4 mg/kgbb/hari atau prednison/ deksametason/ 
prednisolone dengan dosis setara selama 6-8 minggu lalu dilakukan 
                
             
tappering off 
o Indikasi bedah: hidrosefalus, abses serebral tuberkulosis  
o Dekompresi bedah segera harus dipertimbangkan pada lesi 
ekstradural yang memicu paraparesis. 
 
TB TULANG DAN SENDI 
Terapi biasanya diberikan selama 9-12 bulan dengan 
mempertimbangkan penetrasi obat yang lemah ke dalam jaringan 
tulang dan jaringan fibrosa serta sulitnya memonitor respons 
pengobatan.  
Respons klinis paling baik dinilai melalui indikator klinis seperti nyeri, 
gejala konstitusional, mobilitas dan tanda neurologis.   
Pilihan operasi dilakukan berdasar lokasi lesi, bisa melalui 
pendekatan dari anterior atau posterior. Secara umum jika lesi utama di 
anterior maka operasi dilakukan dari arah anterior dan anterolateral, 
sedangkan jika lesi di posterior maka dilakukan operasi dari posterior.  
Pilihan operasi adalah sebagai berikut: 
o Open surgery 
o Minimal invasif memakai  bronkoskopi 
o Strut grafting pada masalah  deformitas berat 
o Dekompresi/korpektomi kolumna anterior 
o Koreksi kifosis 
o Debridemen abses 
 
TUBERKULOSIS SENDI  
Pengobatan memakai OAT standar harus diberikan 1 tahun sampai 18 
bulan di beberapa masalah . Dianjurkan untuk semua pasien untuk 
memakai traksi, sebaiknya skeletal traksi. 
Pilihan lain selain konservatif adalah operasi, sebagai berikut. 
o Excision arthroplasty 
o Asthrodesis 
o Penggantian pinggul 
 
TB ABDOMEN 
Pengobatan TB abdomen dengan memberikan antituberkulosis 
konvensional 2RHZE/4RH. 
Terapi bedah diperlukan pada beberapa masalah  terutama pada masalah  
yang sudah menimbulkan komplikasi seperti perforasi, obstruksi, 
fistula atau pendarahan. 
 
TB ENDOMETRIUM 
Terapi yang diberikan sama dengan terapi TB paru. Setelah pemberian 
OAT, dapat dilakukan dilatasi dan kuretase ulang untuk menilai apakah 
terdapat konversi jaringan endometrial. Pada sebagian besar masalah , 
akan ditemukan  perbaikan siklus mentruasi. Apabila setelah pengobatan 
konsepsi tidak terjadi, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan 
histerosalpingografi dan laparoskopi. 
 
TB PERIKARDIAL 
Perikardiosentesis. 
Paduan obat yang sama dengan TB paru yaitu 2RHZE/4RH telah 
menunjukkan hasil yang efektif untuk TB perikardial. 
Pemberian kortikosteroid dengan dosis prednisolon 1 mg/kgbb dengan 
tapering off dalam 11 minggu.
               




                                                                                             
                                                                                                                        
 
 
TB KULIT 
Khusus pengobatan untuk TB kulit diberikan minimal 12 bulan atau 2 
bulan setelah lesi kulit menyembuh. 
 
TB LARING 
Terapi yang diberikan adalah 2RHZE/4RH, 2 bulan fase intensif dan 4 
bulan fase lanjutan, disesuaikan dengan klinis pasien. 
 
TB TELINGA TENGAH 
Pengobatan diberikan selama 12 bulan 
 
TB MATA/TB OKULAR 
Pengobatan untuk TB okular hampir sama dengan pengobatan pada TB 
ekstraparu yaitu dengan memakai  obat OAT dengan rentang 
waktu 9 bulan 
 
9.  Komplikasi 
 
TB LIMFADENOPATI 
Perluasan TB ke daerah aksila, inguinal, submandibular, dan kadang-
kadang preaurikula atau kelenjar sub mental dan kelenjar intramamari. 
Selain itu juga dapat ditemukan Limfadenopati mediastinal TB, 
Limfadenopati mesentrik TB. 
 
TB SSP: tergantung stadium  
Stadium 1: GCS 15 tanpa defisit neurologis fokal,  
Stadium 2: GCS 11-14 atau 15 dengan defisit neurologis fokal 
Stadium III: GCS<10 
 
TB TULANG DAN SENDI 
Komplikasi terpenting TB spondilitis adalah kompresi korda spinalis. 
Pasien TB spondilitis memiliki  risiko paraparesis atau paraplegia. 
 
TB ABDOMEN 
Komplikasi TB abdomen dapat berupa ulkus, perforasi, perlengketan, 
obstruksi, pendarahan, pembentukan fistula dan stenosis. 
 
TB ENDOMETRIUM 
Seperti gejala endometriosis  
 
TB PERIKARDIAL 
Tamponade jantung, perikarditis konstriktif, kalsifikasi perikardial. 
 
TB KULIT 
Penularan eksogen dan endogen 
 
TB LARING 
Lesi pada laring dapat berupa lesi perikondritik, granulasi, lesi 
ulseratif, polipoid dan inflamasi yang tidak spesifik. Tuberkulosis 
dapat mengenai area epiglotis, pita suara, aritenoid dan subglotis. 
 
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB 
Gejala klasik dari mastoiditis tuberkulosis dapat disebut sebagai trias 
yaitu sekret supuratif tanpa nyeri perforasi membran timpani multipel, 
                
             
dan kelemahan saraf wajah walaupun jarang.
Limfadenopati servikal dapat terjadi 5-10% masalah  otitis media 
tuberkulosis.  
Komplikasi lain adalah destruksi tulang pendengaran dan destruksi 
kanalis fasialis. 
 
TB MATA 
Uveitis berat dengan keratokonjungtivitis fliktenularis, uveitis posterior 
dengan gambaran occlusive retinal vasculitis dan serpiginoid 
choroiditis. 
 
10. Penyakit Penyerta Infeksi non TB 
 
11. Prognosis Bonam bila belum terjadi penyulit berat 
 
12. nasihat  Pengobatan teratur, penjelasan risiko operasi bila diperlukan 
 
13. Indikasi Pulang Bila keluhan berkurang, kondisi stabil 
 

TUBERKULOSIS DENGAN HIV-AIDS 
 
1.  Pengertian Tuberkulosis dengan infeksi HIV-AIDS  
2.  Anamnesis 
Gambaran klinis TB pada pasien HIV berbeda dengan TB pada 
biasanya, gejalanya tidak spesifik, batuk lebih dari 2 minggu tidak 
menjadi gejala utama. Gejala yang paling sering adalah penurunan 
berat badan dan demam, dapat disertai batuk 
 
TB HIV pada anak 
o Gejala-gejala yang menunjukkan HIV masih mungkin, yaitu infeksi 
berulang (≥3 episode infeksi bakteri yang sangat berat (seperti 
pneumonia, meningitis, sepsis dan selulitis) pada 12 bulan terakhir), 
bercak putih di mulut (thrush), parotitis kronik, limfadenopati 
generalisata, hepatomegali tanpa penyebab yang jelas, demam yang 
menetap dan/atau berulang, disfungsi neurologis, herpes zoster 
(shingles), dermatitisHIV, penyakit paru supuratif yang kronik 
(chronic suppurative lung disease). 
o Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi 
juga lazim ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV, yaitu: 
otitis media kronik, diare persisten, gizi kurang atau gizi buruk. 
o Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi 
HIV, yaitu: PCP (Pneumocystis pneumonia), kandidiasis esofagus, 
LIP (lymphoid interstitial pneumonitis) atau Sarkoma Kaposi. 
 
3.  Pemeriksaan Fisik Gambaran seperti TB paru, TB ekstra paru  
4.  Kriteria diagnosa  
Gambaran Klinis: batuk kronik, TB ekstraparu 
Sputum BTA dan TCM TB 
Foto toraks PA 
 
5.  diagnosa  Kerja TB dengan HIV / AIDS  
6.  diagnosa  Banding Infeksi oportunistik HIV lain  
7.  Pemeriksaan Penunjang 
Sputum BTA dan TCM TB 
Biakan M. tuberculosis dan uji kepekaan OAT 
Foto toraks PA 
 
          
             
 
8.  penanganan 
OAT: prinsip sama dengan penanganan  pengobatan TB tanpa HIV, 
tidak direkomendasikan terapi intermiten pada fase lanjutan 
Pada pasien dengan infeksi HIV dan TB yang menderita imunosupresi 
berat (hitung CD4 kurang dari 50 sel/mm3), ARV harus dimulai dalam 
waktu 2 minggu setelah dimulainya pengobatan TB kecuali jika ada 
meningitis tuberkulosis. 
Untuk semua pasien dengan HIV dan TB, terlepas dari hasil hitung 
CD4, terapi antiretroviral harus dimulai dalam waktu 8 minggu 
semenjak awal pengobatan TB.  
Pasien dengan infeksi TB dan HIV harus diberikan kotrimoksazol 
untuk pencegahan infeksi lain.  Kotrimoksazol diberikan pada semua 
pasien TB HIV tanpa mempertimbangkan nilai CD4 sebagai 
pencegahan infeksi oportunistik lain. Pada ODHA tanpa TB, 
pemberian profilaksis kotrimoksazol direkomendasikan untuk pasien 
dengan nilai CD4 <200 sel/mm3. 
Pasien dengan infeksi HIV yang setelah dievaluasi secara seksama 
tidak memiliki TB aktif harus diobati sebagai infeksi TB laten dengan 
Isoniazid selama setidaknya 6 bulan. 
 
9.  Komplikasi Komplikasi sejalan dengan penyakit TB dan HIV 
 
10. Penyakit Penyerta Infeksi oportunistik HIV 
 
11. Prognosis Tergantung pada berat penyakit 
 
12. nasihat  Konseling dan tes HIV perlu dilakukan untuk semua pasien dengan, 
atau yang diduga TB kecuali sudah ada konfirmasi hasil tes yang 
negatif dalam dua bulan terakhir. Karena hubungan yang erat antara 
TB dan HIV, pendekatan yang terintegrasi untuk pencegahan, 
diagnosa, dan pengobatan baik infeksi TB maupun HIV 
direkomendasikan pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi.  
Pemeriksaan HIV terutama penting sebagai bagian dari 
penatalaksanaan rutin di daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi 
pada populasi umum, pada pasien dengan gejala dan/atau tanda 
kondisi terkait HIV, dan pada pasien yang memiliki riwayat risiko 
tinggi terpajan HIV. 
 
13. Indikasi Pulang Bila keluhan berkurang, kondisi stabil 
 

TUBERKULOSIS LATEN 
 
1.  Pengertian 
Tuberkulosis laten adalah seseorang yang terinfeksi kuman M. 
tuberculosis tetapi tidak menimbulkan tanda dan gejala klinik serta 
gambaran foto toraks normal dengan hasil uji imunologik seperti uji 
tuberkulin atau Interferon Gamma Release Assay (IGRA) positif. 
 
2.  Anamnesis 
Kelompok berisiko TB adalah : 
o Kontak erat dengan pasien TB aktif atau terduga TB  
o Berada pada tempat dengan risiko tinggi untuk  terinfeksi 
tuberkulosis (misalnya, lembaga pemasyarakatan, fasilitas 
perawatan jangka panjang, dan tempat penampungan tunawisma) 
o Kelompok berisiko tinggi diantaranya HIV, kanker dalam 
kemoterapi, pasien dengan steroid jangka panjang, pasien diabetes 
melitus, pasien dengan imunosupresan lain, pasien  yang menjalani 
hemodialisis, pasien yang menjalani transplantasi organ, pasien 
yang mendapat anti tumor necrosis factor alfa (TNFα) 
o Petugas kesehatan yang melayani pasien tuberkulosis. 
o Bayi, anak-anak, dan dewasa muda terpajan orang dewasa yang 
berisiko tinggi terinfeksi TB aktif. 
 
3.  Pemeriksaan Fisik Tergantung klinis  
4.  Kriteria diagnosa  
TB laten dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan uji 
tuberkulin maupun IGRA.   
IGRA tidak menggantikan uji tuberkulin pada negara berpenghasilan 
rendah dan menengah. 
 
5.  diagnosa  Kerja TB laten  
6.  diagnosa  Banding -  
7.  Pemeriksaan Penunjang 
Foto toraks PA 
BTA sputum 
TCM 
Uji Tuberkulin 
IGRA 
8.  penanganan 
Beberapa pilihan pengobatan yang direkomendasikan: 
o Isoniazid selama 6 bulan 
o Isoniazid selama 9 bulan 
o Isoniazid dan Rifapentine (RPT) sekali seminggu selama 3 bulan 
o 3-4 bulan Isoniazid dan Rifampisin 
o 3-4 bulan Rifampisin 
Pasien dengan infeksi HIV yang setelah dievaluasi dengan seksama, 
tidak menderita tuberkulosis aktif seharusnya diobati sebagai infeksi 
tuberkulosis laten dengan isoniazid selama 6-9 bulan 
Anak berusia di bawah 5 tahun dan pasien semua usia dengan infeksi 
HIV yang memiliki kontak erat dengan pasien tuberkulosis aktif dan 
setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif, 
harus diobati sebagai terduga infeksi TB laten dengan isoniazid 
minimal selama 6 bulan. 
                
             
9.  Komplikasi - 
 
10. Penyakit Penyerta Infeksi non TB 
 
11. Prognosis Bonam 
 
12. nasihat  Pengawasan dan observasi TB klinis 
 
13. Indikasi Pulang TB laten tidak dirawat 
 

 
COVID-19 RINGAN 
 
1. Pengertian 
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang 
dipicu  oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 
(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 yaitu  coronavirus jenis baru yang 
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. 
 
2.  Anamnesis 
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas 
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, 
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau 
(anosmia) atau hilang perasa (ageusia).  Pasien usia tua dan 
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan 
kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan 
tidak ada demam. 
 
3.  Pemeriksaan Fisik 
o Kesadaran kompos mentis 
o Tanda vital: frekuensi nadi normal, frekuensi napas normal atau 
meningkat, tekanan darah normal, suhu tubuh normal 
Pemeriksaan fisis paru: Tidak  ditemukan suara napas tambahan 
 
4. Kriteria diagnosa  
Seseorang yang memiliki kriteria berikut:  
o Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan 
swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan 
hasil  ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen 
SARS-CoV-2 POSITIF 
o Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk, 
fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik 
lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, 
diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan 
(ageusia). Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal 
seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, 
hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.  
o Tidak terdapat bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk, 
sesak napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) atau 
hipoksemia.  
 
5.  diagnosa  Kerja COVID-19 ringan  
6. diagnosa  Banding URTI, GEA 
 
                
             
 
7. Pemeriksaan Penunjang o Pemeriksaan radiologi: foto toraks  
o Pemeriksaan swab tenggorok untuk RT-PCR ,TCM virus (COVID-
19) dengan hasil  ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid 
antigen SARS-CoV-2 POSITIF 
o Pemeriksaan kimia darah 
‐ Darah perifer lengkap, Ureum , creatinin, Gula darah sewaktu, 
SGOT dan SGPT 
o Foto toraks 
o EKG untuk  umur > 40 tahun atau jika ada indikasi untuk umur < 40 
tahun 
o Anti HIV (atas indikasi) 
o HbSAg  (atas indikasi) 
o Feses lengkap (atas indikasi) 
 
8.Tata Laksana 1. Melakukan isolasi diri atau Self-Isolation : 
‐ Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 
hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan 
gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi 
dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas 
gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di 
fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.  
‐ Setelah melewati masa isolasi pasien akan kendali  ke FKTP 
terdekat  
‐ Metode : 
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet 
untuk dibawa ke rumah): 
• Idealnya ruangan terpisah dengan anggota keluarga yang lain 
• Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter 
• Selalu memakai  masker 
• Terapkan etika batuk dan bersin, memakai  tissu, langsung 
buang ke tempat sampah tertutup, cuci tangan 
• Hindari pemakaian barang pribadi secara bersamaan seperti 
alat makan, alat mandi, linen dan lainnya 
• Cuci alat makan dengan air dan sabun 
• Tissue, sarung tangan dan pakaian yang terpakai oleh pasien 
harus dimasukkan ke wadah linen khusus dan terpisah. 
• Cuci pakaian dengan mesin cuci suhu 60-90 °C, deterjen biasa. 
• Pembersihan dan desinfektan rutin area yang tersentuh 
• Tetap di rumah dan dapat dikontak 
• Jika harus keluar rumah, gunakan masker 
• Hindari memakai  transportasi umum dan hindari tempat 
ramai 
• Ventilasi ruangan yang baik (buka jendela) 
• Batasi jumlah orang yang merawat pasien, pastikan perawat 
sehat 
                                                                                                             
                                                                                                                        
• Batasi pengunjung dan membuat daftar yang menunjungi 
• Jika gejala bertambah, hubungi fasyankes terdekat 
 
2. Medikamentosa : 
‐ Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap 
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien 
rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat 
ACE inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu 
berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam atau dokter 
spesialis jantung  
‐ Vitamin C dengan pilihan: - Tablet Vitamin C non acidic 500 
mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)  - Tablet isap vitamin C 500 
mg/12 jam oral (selama 30 hari) - Multivitamin yang mengandung 
vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari), 
‐ Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E, 
zink  
‐ Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam 
bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet 
hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) - Obat: 1000-5000 IU/hari 
(tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU) 
‐ Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari   
‐ Salah satu dari antivirus berikut ini:  
A.  Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari Atau 
B. Favipiravir (Avigan) 600 mg/12 jam/oral selama 5 hari  
‐ Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.  
‐ Obato- batan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat 
Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat 
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap 
memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien. 
‐ Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada 
Pemulangan pasien dapat dilakukan bila didapatkan perbaikan klinis dan 
penunjang, tanpa menunggu hasil PCR 
 
9.Komplikasi  COVID-19 sedang/berat/kritis 
 10. Penyakit penyerta Sesuai temuan 
 
11. Prognosis Dubia ad bonam 
 
12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit 
dan status PCR.  
Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obato- batan bisa 
diberikan dalam bentuk oral, dan tidak ada tindakan keperawatan lain 
terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanjutkan 
Isolasi Mandiri. 
Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah maupun di fasilitas publik yang 
dipersiapkan pemerintah. 
Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak 
  dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR.  
Dinyatakan selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset 
dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala 
demam dan gangguan pernapasan. 
 
13.nasihat  o Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah sesuai 
standar WHo
o Etika batuk dan bersin 
o Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter 
o memakai  masker 
o Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke 
fasilitas layanan kesehatan. 
o Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat keramaian. 
 

 
COVID-19 SEDANG 
 
1.Pengertian 
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang 
dipicu  oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 
(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 yaitu  coronavirus jenis baru yang 
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. 
 
2.  Anamnesis 
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas 
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, 
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau 
(anosmia) atau hilang perasa (ageusia).  Pasien usia tua dan 
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan 
kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan 
tidak ada demam 
 
3.Pemeriksaan Fisik 
o Kesadaran kompos mentis 
o Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis 
pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda 
pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan 
ATAU  Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak 
berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan 
dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas 
cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia 
1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit 
o Pemeriksaan fisis paru : Dapat ditemukan suara napas tambahan 
berupa ronki basah kasar
4. Kriteria diagnosa  
Seseorang yang memiliki kriteria berikut:  
o Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan 
swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan 
hasil  ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen 
SARS-CoV-2 POSITIF 
o Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk, 
fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik 
lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, 
diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan 
(ageusia). Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal 
seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, 
hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.  
o ada  bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk, sesak 
napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) tetapi 
tidak ada tanda pneumonia berat (  frekuensi napas > 30 x/menit, 
distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan) 
ATAU  Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak 
berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan 
dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas 
cepat: usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia 
1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit 
 
            
             
5.  diagnosa  Kerja COVID-19 sedang 
6. diagnosa  Banding Pneumonia yang dipicu  bakteri, parasit, jamur dan virus lain selain 
COVID 19 
 
7. Pemeriksaan Penunjang o Pemeriksaan radiologi: foto toraks  
o Pemeriksaan swab tenggorok untuk RT-PCR ,TCM virus (COVID-
19) dengan hasil   ditemukan material virus SARSCOV-2, atau hasil 
rapid antigen SARS-CoV-2 POSITIF 
o Pemeriksaan kimia darah 
o Darah perifer lengkap, Ureum , creatinin, Gula darah sewaktu, SGOT 
dan SGPT 
o Foto toraks serial atau jika pasien perburukan klinis 
o EKG untuk  umur > 40 tahun atau umur < 40 tahun jika ada indikasi 
o D DIMER  
o Anti HIV 
o HbSAg (atas indikasi) 
o IL 6 (atas indikasi) 
o Elektrolit  
o Sputum Gx TB (atas indikasi) 
o CRP 
o Kultur Mosputum dan resistesi jika curiga infeksi sekunder 
o Sputum jamur jika curiga infeksi sekunder 
 
8.Tata Laksana o RAWAT Isolasi  
o Non Farmakologis 
o Istirahat total, asupan kalori adekuat, kendali  elektrolit, status 
hidrasi/terapi cairan, oksigen  
o Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap, CRP, fungsi ginjal, 
fungsi hati, dan foto toraks secara berkala.  
o Medikamentosa : 
o Vitamin C 200 – 400 mg/8-12 jam bolus intravena (IV) selama 
perawatan   
o Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,B, E, 
zink  
o Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk 
tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul 
lunak, serbuk, sirup) - Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam 
bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU) 
o Azitromisin 500 mg/24 jam per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai 
                
alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi 
bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari). 
o Ditambah Salah satu antivirus berikut :  
a. Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 
jam/oral  hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau  
b. Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV 
drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)  
o Antikoagulan LMWH/UFH berdasar evaluasi DPJP untuk 
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi 
klinis pasien. 
o Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan 
kondisi klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan 
kesehatan masing-masing apabila terapi standard tidak memberikan 
respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan 
melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya anti-
IL 6 (tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau Mesenchymal 
Stem Cell (MSCs) / Sel Punca dan lain lain 
o Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).   
o Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada 
 
9.Komplikasi COVID-19 berat/kritis 
 
 10.Penyakit penyerta Sesuai temuan 
 
11.Prognosis Dubia ad bonam 
 
12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit 
dan status PCR 
Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obat obatan bisa 
diberikan dalam bentuk oral, dan bila tidak ada tindakan keperawatan 
lain terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanjutkan 
isolasi mandiri 
Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah maupun di fasilitas publik yang 
dipersiapkan pemerintah 
Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak 
dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR.  
Dinyatakan selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset 
dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala 
demam dan gangguan pernapasan.
13.nasihat  o Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah sesuai 
standar WHO. 
o Etika batuk dan bersin. 
o Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter. 
o Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke 
fasilitas layanan kesehatan 
o Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat keramaian. 
                |
 
COVID-19 BERAT / KRITIS 
 
 
1.Pengertian 
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang 
dipicu  oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 
(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 yaitu  coronavirus jenis baru yang 
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. 
 
2.  Anamnesis 
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas 
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, 
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau 
(anosmia) atau hilang perasa (ageusia).  Pasien usia tua dan 
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan 
kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan 
tidak ada demam 
 
3.Pemeriksaan Fisik 
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia 
(demam, batuk, sesak, napas cepat, terdapat ronki pada auskultasi paru, 
foto toraks gambaran pneumonia) ditambah satu dari: frekuensi napas > 
30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara 
ruangan.  
ATAU   
Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau 
kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:    
o Sianosis sentral atau SpO2<93% ; distres pernapasan berat (seperti 
napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat);   
o Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi 
atau penurunan kesadaran, atau kejang.   
o Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan, 
≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit; 
usia >5 tahun, ≥30x/menit.
4. Kriteria diagnosa  
Seseorang yang memiliki kriteria berikut:  
o Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan 
swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan hasil  
ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen SARS-CoV-
2 POSITIF 
o Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk, 
fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya 
seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual 
dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia). 
Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal seperti 
fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu 
makan, delirium, dan tidak ada demam.  
o ada  bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk, sesak 
napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) DAN ada 
tanda pneumonia berat (frekuensi napas > 30 x/menit, distres 
                
             
pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan)  
 
ATAU  Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia berat 
(batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding 
dada) dan ditambah setidaknya satu dari berikut ini:    
‐ Sianosis sentral atau SpO2<93% ; distres pernapasan berat (seperti 
napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat);   
‐ Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusui atau minum, 
letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.   
‐ Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan, 
≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun, 
≥40x/menit; usia >5 tahun, ≥30x/menit. 
 
Pada COVID 19 kondisi kritis dapat disertai dengan salah satu kondisi 
ARDS, sepsis atau syok sepsis: 
1. Sindrom gawat pernapasan akut /Acute Respiratory Distress Syndrome 
(ARDS) , ditandai oleh : 
a. Terjadi dalam waktu 1 minggu dari timbulnya penyebab (insult) 
klinis diketahui atau memburuknya gejala respirasi. 
b. Pencitraan dada (radiografi, CT scan, atau ultasonografi): opasitas 
bilateral, yang belum dapat dibedakan apakah karena kelebihan 
cairan (volume overload), kolaps lobus atau kolaps paru, atau 
nodul. 
c. infiltrasi paru: gagal napas yang belum dapat dibedakan apakah 
akibat gagal jantung atau kelebihan cairan.  
d. Pelemahan oksigenasi pada pasien dewasa : 
•  ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan 
PEEP atau CPAP ≥ 5 cmH2O, atau Tidak diventilasi) 
•  ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg (dengan 
PEEP ≥ 5 cmH2O, atau tidak Diventilasi) 
•  ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg (dengan PEEP ≥ 5 
cmH2O, atau tidak diventilasi) 
•  Jika tidak tersedia PaO2, SpO2/FiO2 ≤ 315 mengindikasikan 
terjadinya ARDS (termasuk pada Pasien yang tidak diventilasi). 
e.  Pelemahan oksigenasi pada pasien anak: catatan OI = Indeks 
Oksigenasi dan OSI = Indeks Oksigenasi dengan SpO2. 
•  Bilevel NIV atau CPAP ≥ 5 cmH2odengan masker wajah 
penuh: PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤ 264 
• ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ OI < 8 atau 5 ≤ OSI < 7.5 
• ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ OSI 
<12.3 
• ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥12.3. 
120 |                                                                                                                    
                                                                                                                        
2. Sepsis 
o Pasien dewasa: disfungsi organ yang mengancam nyawa akibat 
disregulasi respons tubuh terhadap dugaan infeksi atau infeksi 
terbukti. Tanda-tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status 
mental, kesulitan bernapas atau napas cepat, saturasi oksigen 
rendah, penurunan pengeluaran urin, denyut jantung cepat, nadi 
lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah, kulit 
berbintik, atau bukti laboratorium untuk koagulopati, 
trombositopenia, asidosis, laktat tinggi, atau hiperbilirubinemia. 
Skor SOFA berkisar dari 0 hingga 24 meliputi enam sistem 
organ: pernapasan (hipoksemia, yaitu PaO2/FiO2 rendah); 
koagulasi (trombosit rendah); hati (bilirubin tinggi); 
kardiovaskular (hipotensi); sistem saraf pusat (tingkat kesadaran 
rendah menurut Glasgow Coma Scale); dan ginjal (keluaran urin 
rendah atau  
kreatinin tinggi). Sepsis didefinisikan dengan peningkatan skor 
SOFA terkait sepsis sebesar ≥ 2 angka. Diasumsikan skor awal 
adalah 0 jika data tidak tersedia.  
              Tabel Skor SOFA 
 
 
 
 
 
o  
o Pasien anak: infeksi terduga atau terbukti dan kriteria sesuai umur 
systemic inflammatory response syndrome ≥ 2 
 
3. Syok sepsis 
o Pasien dewasa: hipotensi menetap meskipun sudah dilakukan 
resusitasi cairan, membutuhkan vasopresor untuk 
mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg and kadar laktat serum > 2 
mmol/L. 
o Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau SD > 2 di bawah 
normal usianya) atau dua dari gejala berikut: perubahan status 
mental; takikardia atau bradikardia (denyut jantung < 90 x/menit 
atau > 160 x/menit pada bayi dan < 70 x/menit atau > 150 x/menit 
pada anak); kenaikan waktu pengisian ulang kapiler (> 2 detik) 
atau denyut yang lemah; takipnea; kulit berbintik atau kulit dingin 
atau ruam ptekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria; 
hipertermia atau hipotermia 
 
                
             
 
5.  diagnosa  Kerja COVID-19 derajat berat/ kritis  
6. diagnosa  Banding ARDS karena sebab lain 
 
7. Pemeriksaan Penunjang o Pemeriksaan radiologi: foto toraks  
o Pemeriksaan swab tenggorok dan aspirat saluran napas bawah seperti 
sputum, untuk RT-PCR (COVID-19) dengan hasil ditemukan material 
virus SARSCOV-2, atau hasil rapid antigen SARS-CoV-2 POSITIF 
o Pemeriksaan kimia darah 
o Darah perifer lengkap, ureum, creatinin, gula darah sewaktu, SGOT 
dan SGPT,  bilirubin 
o Foto toraks 
o EKG untuk  umur > 40 tahun , umur < 40 tahun bila ada indikasi 
o Anti HIV 
o HbSAg (atas indikasi) 
o D DIMER  
o IL 6 (atas indikasi) 
o LDH  
o AGD 
o Elektrolit  
o Sputum GX TB (atas indikasi) 
o Kultur Modan Resistansi Dahak/ Darah, sputum jamur 
o CRP 
o Asam laktat 
o Prokalsitonin (atas indikasi) 
o Pengambilan SWAB untuk pemeriksaan PCR ulang sesuai jadwal 
 
8.Tata Laksana o Rawat Isolasi  
o Non Farmakologis 
‐ Istirahat total, asupan kalori adekuat, kendali  elektrolit, status 
hidrasi/terapi cairan, oksigen  
‐ Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan 
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi 
ginjal, fungsi hati, hemostasis, LDH, D-dimer 
                                                                                                              
                                                                                                                        
‐ Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan 
 
o Medikamentosa : 
‐ Vitamin C 200 – 400 mg/8-12 jam diberikan secara bolus Intravena 
(IV) selama perawatan 
‐ Vitamin B1 1 amp/ 24 jam iv  
‐ Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk 
tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul 
lunak, serbuk, sirup) , Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam 
bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)   
‐ Diberikan terapi farmakologis berikut:  
o Azitromisin 500mg per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai 
alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada 
infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 
5-7 hari). 
o Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-
infeksi bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi 
klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. 
Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan 
kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut 
dipertimbangkan. 
o Salah satu antivirus berikut :  
a. Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 
mg/12 jam/oral  hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari 
ke 2-5) Atau  
b. Remdesivir 200 mg IV drip/3jam dilanjutkan 1x100 mg IV 
drip/3 jam selama 9 – 13 hari  
‐ Antikoagulan LMWH/UFH berdasar evaluasi DPJP untuk 
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan 
kondisi klinis pasien. 
‐ Deksametason dengan dosis 6 mg/ 24 jam selama 10 hari atau 
kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada masalah  
berat yang mendapat terapi oksigen atau masalah  berat dengan 
ventilator.  
‐ Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada 
‐ Apabila terjadi syok, lakukan penanganan  syok sesuai pedoman 
penanganan  syok yang sudah ada 
‐ Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi  
‐ Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan 
kondisi klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan 
kesehatan masing-masing apabila terapi standard tidak memberikan 
respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan 
melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya 
anti-IL 6 (tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau 
Mesenchymal Stem Cell (MSCs) / Sel Punca dan lain lain  
‐ Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan 
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi 
ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer. 
‐ Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan 
‐ Monitor tanda-tanda sebagai berikut; 
* Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,  
* Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),   
                
             
* PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,  
* Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada  
   pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,  
* Limfopenia progresif,  
* Asidosis laktat progresif.   
‐ Monitor keadaan kritis   
o Gagal napas yang membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal 
multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.  
o Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan pemakaian  
ventilator mekanik 
o Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) pada pasien dengan 
ARDS atau efusi paru luas.  
o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema 
paru. 
o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone 
position).  
‐ Terapi oksigen:  
Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas 
dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu titrasi 
sesuai target SpO2 92 – 96%.  
Tingkatkan terapi oksigen dengan memakai  alat HFNC (High 
Flow Nasal Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam 
atau terjadi perburukan klinis.  
Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 l/menit, FiO2 40% 
sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target 
SpO2 92-96% 
Tenaga kesehatan  harus memakai  respirator (PAPR, N95).  
Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 l/menit, diikuti peningkatan fraksi 
oksigen, jika frekuensi napas masih tinggi (>35x/menit) , Target SpO2 
belum tercapai (92 – 96%) dan work of breathing yang masih 
meningkat (dyspnea, otot bantu napas aktif)  
Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari 
dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan 
intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.  
Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan memakai  
indeks ROX. 
 Indeks ROX = (SpO2 / FiO2) / laju napas  
 
Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman 
(indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa 
                                                                                                             
                                                                                                                        
pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 
menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi. 
Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi 
oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis 
pada pasien, pertimbangkan untuk memakai  mode ventilasi 
invasif atau trial NIV. 
De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC, 
dimulai dengan menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai 
fraksi 30%, selanjutnya flow secara bertahap 5-10 liter dalam 12 jam) 
hingga mencapai 25 liter. Pertimbangkan untuk memakai  terapi 
oksigen konvensional ketika flow 25 L/menit dan FiO2 < 30% 
 
NIV (Noninvasif Ventilation) 
Tenaga kesehatan harus memakai  respirator (PAPR, N95). 
Trial NIV selama 1-2 jam sebagai bagian dari transisi terapi oksigen  
Inisiasi terapi oksigen dengan memakai  NIV: mode BiPAP atau 
NIV + PSV, tekanan inspirasi 12-14 cmH2O, PEEP 6-12 cmH2O. 
FiO2 40-60%.  
Titrasi tekanan inspirasi untuk mencapai target volume tidal 6-8 
ml/Kg; jika pada inisiasi pemakaian  NIV, dibutuhkan total tekanan 
inspirasi >20 cmH2ountuk mencapai tidal volume yang ditargetkan, 
pertimbangkan untuk segera melakukan metode ventilasi invasif. 
(tambahkan penilaian alternatif parameter)  
Titrasi PEEP dan FiO2 untuk mempertahankan target SpO2 92-96%.  
Evaluasi pemakaian  NIV dalam 1-2 jam dengan target parameter;  
Subjektif: keluhan dispnea mengalami perbaikan, pasien tidak gelisah  
Fisiologis: laju pernapasan <30x/menit. Work of breathing menurun, 
stabilitas hemodniamik baik,  Objektif: SpO2 92-96%, pH >7,25, 
PaCO2; 30 – 55mmHg, PaO2 >60 mmHg, rasio PF > 200, TV 6-8 
ml/kgBB.  
Pada masalah  ARDS berat, gagal organ ganda dan syok disarankan untuk 
segera melakukan ventilasi invasif. Jika pada evaluasi (1–2 jam 
pertama), parameter keberhasilan dengan NIV tidak tercapai atau 
terjadi perburukan klinis pada pasien, lakukan metode ventilasi 
invasif. Kombinasi Awake Prone Position + NIV 2 jam 2 kali sehari 
dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan 
intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.   
NIV dan HFNC memiliki risiko terbentuknya aerosol, sehingga jika 
                
             
hendak diaplikasikan, sebaiknya di ruangan yang bertekanan negatif 
(atau di ruangan dengan tekanan normal, namun pasien terisolasi dari 
pasien yang lain) dengan standar APD yang lengkap.  Bila pasien 
masih belum mengalami perbaikan klinis maupun oksigenasi setelah 
dilakukan terapi oksigen ataupun ventilasi mekanik non invasif, maka 
harus dilakukan penilaian lebih lanjut. 
 
Ventilasi Mekanik invasif (Ventilator)   
Tenaga kesehatan harus memakai  respirator (PAPR, N95).  
Menetapkan target volume tidal yang rendah (4-8 ml/kgBB), plateau 
pressure <30 cmH 2odan driving pressure <15 cmH2O. RR: 18 – 25 
x/menit,  
Pada ARDS sedang – berat diterapkan protokol Higher PEEP, dengan 
pemantauan terjadinya barotrauma pada pemakaian  PEEP >10 
cmH2O. 
Pada ARDS sedang – berat yang mengalami hipoksemia refrakter 
(meski parameter ventilasi optimal), dilakukan ventilasi pada posisi 
prone selama 12-16 jam per hari 
Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dissinkroni antar 
pasien dan ventilator yang persisten, plateau pressure yang tinggi 
secara persisten dan ventilasi pada posisi prone yang membutuhkan 
sedasi yang dalam, pemberian pelumpuh otot secara kontinyu selama 
48 jam dapat dipertimbangkan. Penerapan strategi terapi cairan 
konservatif pada kondisi ARDS 
Penggunaan mode Airway Pressure Release Ventilation dapat 
dipertimbangkan pada pemakaian ventilator. Khusus pemakaian  
mode APRV ini harus di bawah pengawasan intensivis atau dokter 
spesialis anestesi.  
9.Komplikasi Pneumonia berat 
Sepsis 
Syok sepsis 
Gagal napas 
Multiorgan dysfunction syndrome (MODS) 
Kematian
 10.Penyakit penyerta Sesuai temuan 
11.Prognosis Dubia ad bonam 
12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit 
dan status PCR 
Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obat obatan bisa 
diberikan dalam bentuk oral, dan tidak ada tindakan keperawatan lain 
terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanjutkan isolasi 
                                                                                                         
                                                                                                                        
mandiri. 
Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah sakit 
dinyatakan selesai isolasi apabila telah memperoleh  hasil pemeriksaan 
follow up RT-PCR 1 kali negatif ditambah minimal 3 hari tidak lagi 
menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan. 
Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah maupun di fasilitas publik yang 
dipersiapkan pemerintah 
Dalam hal pemeriksaan follow up RT-PCR tidak dapat dilakukan, maka 
pasien masalah  konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah 
sakit yang sudah menjalani isolasi selama 10 hari sejak onset dengan 
ditambah minimal 3 hari tidak lagi menunjukkan gejala demam dan 
gangguan pernapasan, dinyatakan selesai isolasi, dan dapat dialihrawat 
non isolasi atau dipulangkan. 
 
13.nasihat  o Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah sesuai 
standar WHO. 
o Etika batuk dan bersin. 
o Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter. 
o Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke 
fasilitas layanan kesehatan. 
o Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat keramaian. 
14. Kepustakaan 1. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman  
pencegahan dan pengendalian coronavirus disease (COVID-19). 
Revisi ke 5. Edisi 5. Jakarta; Kementerian Kesehatan RI; 2020. 
2. WHO. Clinical management of severe acute respiratory infection when 
when novel corona virus (2019-nCov) infection is suspected. Geneva: 
World Health Organization;2020. 
3. PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. Pedoman penanganan 
COVID-19. Edisi 3. Desember 2020. 
4. Keputusan Menteri Kesehatan No 4718 tentang Petunjuk Teknis 
Pembayaran Klaim Covid 19, Kemkes, 2021. 
                | 127 
             
 
KODE ICD X: 
B 94.8 
 
 
SINDROM PERNAPASAN PASCACOVID-19 
1.  Pengertian   
    
Pasien dengan gejala/gangguan paru dan pernapasan yang menetap > 4 
minggu sejak awitan gejala COVID-19. 
2.  Anamnesis 
o Pasien pernah terkonfirmasi COVID-19.  
o ada  gejala / gangguan paru dan pernapasan yang menetap > 4 
minggu    sejak awitan gejala COVID-19  
o ada  salah satu atau lebih gejala dan/atau tanda berikut : 
1.  Batuk kering atau berdahak 
2.  Sesak napas/napas berat/napas terengah-engah/ lekas lelah  
3.  Aktivitas terbatas 
4.  Nyeri dada 
5.  Tenggorokan sakit atau gatal  
Catatan : 
Pasien dapat menyampaikan hasil kelainan pemeriksaan radiologis atau 
kelainan faal paru yang sudah ada. 
3.  Pemeriksaan  
     Fisis 
Pada pemeriksaan fisis paru dapat ditemukan : 
Inspeksi    : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Palpasi        : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Perkusi       : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Auskultasi  : Normal atau dapat ditemukan kelainan  
 
4.  Kriteria  
     diagnosa  
A.Klasifikasi 
Sindrom pernapasan pascaCOVID-19 terdiri atas 2 kategori yaitu post 
acute COVID-19 syndrome dan pascaCOVID-19 kronik. 
1)   Post acute COVID-19 syndrome :  
a.   Pasien pernah terkonfirmasi COVID-19.  
b.   ada  gejala / gangguan paru dan pernapasan yang menetap 
> 4 minggu  sejak awitan gejala COVID-19 sampai 12 
minggu. 
c.   ada  salah satu atau lebih gejala dan/atau tanda berikut : 
1. Batuk kering atau berdahak 
2. Sesak napas/napas berat/napas terengah-engah/ lekas lelah  
3. Aktivitas terbatas 
4. Nyeri dada 
5. Tenggorokan sakit atau gatal  
6. ada  kelainan hasil pemeriksaan radiologis atau 
kelainan faal paru. 
 
 
2)   Pasca COVID-19 kronik. 
a.    Pasien pernah terkonfirmasi COVID-19.  
b.    ada  gejala / gangguan paru dan pernapasan yang 
menetap > 12 minggu  sejak awitan gejala COVID-19. 
c.    ada  salah satu atau lebih gejala dan/atau tanda berikut. 
 
 
                                                                                                        
                                                                                                                        
1. Batuk kering atau berdahak 
2. Sesak napas/napas berat/napas terengah-engah/ lekas 
lelah  
3. Aktivitas terbatas 
4. Nyeri dada 
5. Tenggorokan sakit atau gatal  
6. ada  kelainan hasil pemeriksaan radiologis atau 
kelainan faal paru. 
 
B.    Kondisi klinis dapat berupa :  
a.  Gejala klinis tidak ada, tetapi radiologis ada kelainan* 
b.  Gejala klinis ada, tetapi radiologis normal 
c.  Gejala klinis ada dan radiologis ada kelainan* 
 
*Catatan : 
Kelainan radiologis yang umum pada pascaCOVID-19 adalah fibrosis 
paru, residual ground glass opacification, interstitial tickening, traction 
bronchiectasis, honey combing dan lain-lain. 
5.  diagnosa  Kerja Sindrom pernapasan pasca COVID-19
6.  diagnosa   
     Banding 
o Nasofaringitis atau faringitis 
o Bronkitis akut 
o Pneumonia bakterial 
o Tuberkulosis paru 
o Penyakit paru insterstisial 
o Emboli paru 
o Gagal jantung 
o Gagal ginjal 
o Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 
o Asma 
o Bronkiektasis 
o Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) 
o Mikosis paru 
 
7.  Pemeriksaan  
     Penunjang 
o Pemeriksaan laboratorium :  
a.  Darah lengkap 
b.  CRP, ferritin  
c.  SGOT, SGPT, ureum, kreatinin  
d.  Gula darah, HbA1c 
e.  Analisis gas darah dan elektrolit 
f.  Pemeriksaan D-dimer, PT, APTT, fibrinogen 
g.  Pemeriksaan antibodi : IgM dan IgG SARS COV-2 
h.  Pemeriksaan ulang Swab PCR SARS COV-2 atas indikasi     
o Pemeriksaan saturasi oksigen perifer (SpO2) 
o Pemeri