Rabu, 07 Juni 2023
Home »
paru-paru 2
» paru-paru 2
paru-paru 2
Juni 07, 2023
paru-paru 2
�
Pengobatan tuberkulosis standar untuk TB Sodibagi menjadi:
o Pasien baru.
Paduan obat yang dianjurkan 2RHZE/4RH dengan pemberian dosis
setiap hari.
o Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama,
Pengobatan sebaiknya berdasar hasil uji kepekaan secara
pasienal. Perlu dilakukan uji kepekaan obat, pasien dapat diberikan
OAT kategori 1 selama menunggu hasil uji kepekaan. Pengobatan
selanjutnya disesuaikan dengan hasil uji kepekaan.
Pasien dengan TB-Sodiobati memakai OAT lini pertama
Nama obat
Dosis harian
Dosis (mg/kgBB) Dosis maksimum (mg)
Rifampicin (R) 10 (8-12) 600
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300
Pirazinamid (Z) 25 (20-30)
Etambutol (E) 15 (15-20)
Streptomisin 15 (12-18)
Untuk menunjang kepatuhan berobat, paduan OAT lini pertama telah
dikombinasikan dalam obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT), setiap hari,
dan diberikan dosis
penanganan reaksi kutaneus dan alergi
a. Jika pada proses reintroduksi ditemukan obat yang memicu
alergi, maka obat tersebut harus dihentikan.
b. Proses desensitisasi obat yaitu pilihan yang dapat diambil
terutama jika pasien alergi terhadap obat lini pertama dan lini kedua
atau jika tidak ada pilihan lain yang lebih baik. Proses desensitisasi
obat dilakukan tergantung pada derajat berat-ringannya reaksi alergi
yang terjadi. Jika reaksi alergi yang terjadi derajat ringan, maka dapat
dilakukan desensitisasi dengan eskalasi dosis per hari (single step
daily dose escalation)
penanganan Hepatitis Imbas Obat (Drug Induced Hepatitis/DIH)
1. Bila ditemukan gejala klinis yaitu mual, muntah, maka OAT
dihentikan.
2. Bila ditemukan gejala klinis disertai peningkatan SGOT dan/ SGPT >
3 kali, maka OAT dihentikan.
3. Bila tidak ditemukan gejala klinis, OAT dihentikan apabila hasil
laboratorium bilirubin >2, atau SGOT, SGPT >5 kali. Apabila SGOT,
SGPT >3 kali, maka pengobatan dilanjutkan, dengan pengawasan.
Cara pemberian OAT yang dianjurkan:
Hentikan OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ). Setelah itu, monitor
gejala klinis dan laboratorium. Bila gejala klinis dan laboratorium
kembali normal (bilirubin, SGOT, SGPT), maka mulai diberikan
rifampisin dosis naik perlahan sampai dosis penuh. Selama itu
perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat rifampisin dosis penuh,
bila gejala klinis dan laboratorium normal, tambahkan INH dengan dosis
naik perlahan sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Paduan
OAT dapat diberikan secara pasienal setelah dilakukan inisiasi ulang
atau rechallenge. Pada pasien yang mengalami ikterik, maka dianjurkan
tidak memasukkan pirazinamid kedalam paduan obat.
Bila rifampisin tidak dapat ditoleransi: 2HES/10HE
Bila INH tidak dapat ditoleransi: 6-9 RZE
Paduan OAT pada keadaan khusus
TB Milier: paduan sama seperti TB paru (2RHZE/4RH). Pemberian
kortikosteroid tidak dilakukan secara rutin, hanya diberikan pada
keadaan tertentu yaitu apabila terdapat tanda / gejala meningitis, sesak
napas, tanda / gejala toksik, demam tinggi.
TB paru dengan DM: paduan dan durasi pengobatan sama seperti TB
paru tanpa DM dengan syarat gula darah terkendali . Apabila kadar gula
darah tidak terkendali , maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai
9 bulan.
TB paru pada kehamilan, menyusui dan pemakaian kontrasepsi
hormonal: semua obat TB lini pertama aman dipakai selama
kehamilan kecuali streptomisin. Sedangkan rifampisin mengurangi
efektivitas kontrasepsi hormonal.
TB paru pada gangguan ginjal: paduan OAT diberikan 2RHZE/4RH,
serta memerlukan penyesuaian dosis pirazinamid dan etambutol (3 kali
seminggu dengan dosis yang disesuaikan).
TB paru pada gangguan hepar: apabila kadar SGPT > 3 kali nilai
normal, semakin berat penyakit hepar maka makin sedikit OAT
hepatotoksik yang dipakai , dengan pilihan sebagai berikut:
RHE 9 bulan
2RHES/6RH
2HES/10HE
ES+ Oflokxacin/ Levofloksasin selama 18-24 bulan
2.SUPORTIF/SIMPTOMATIS
o Makan makanan bergizi tinggi kalori dan protein (tidak ada
pantangan), bila perlu diberikan vitamin tambahan
o Obat simptomatik : mukolitik,ekspetoran, antipiretik, analgetik,
antiemetik , bronkodilator dll
o Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis, perikarditis, mengancam
jiwa)
o Penanganan reaksi tidak diinginkan dari OAT
o Penanganan efek samping akibat OAT
o Berhenti merokok
o Pengendalian infeksi
o Pengawasan Menelan Obat (PMO)
3.PEMBEDAHAN
Indikasi pembedahan:
a.Mutlak: pasien batuk darah masif, tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
b.Relatif: pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang,
kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan, sisa kavitas yang
menetap.
Tindakan invasif selain pembedahan: Bronkoskopi (atas indikasi)
9. Komplikasi o Karena penyakit
- Penyebaran milier
- TB ekstrapulmoner
- Destroyed lung / lobe (luluh paru)
- Batuk darah masif / berulang
- Efusi pleura
- Pneumotoraks
- Gagal napas
- Kor pulmonale
- Gagal jantung
o Karena tindakan
Pneumotoraks
10. Penyakit Penyerta Diabetes , HIV, penyakit ginjal kronis, hepatitis kronik
11. Prognosis Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanasionam : Dubia ad bonam
Ad vitam : Dubia ad bonam
12. nasihat o Pengetahuan penyakit TB antara lain cara penularan, cara minum
obat, tidak boleh putus obat, lama pengobatan, memakai masker, dll
o Etika batuk
o Pola hidup bersih dan sehat
o Asupan gizi yang baik
13. Indikasi Pulang Komplikasi dan efek samping telah teratasi
PLEURITIS EKSUDATIVA TB
(EFUSI PLEURA TB)
1. Pengertian
Pleuritis TB adalah peradangan pada pleura, baik pleura parietal
maupun pleura viseral, yang dipicu oleh Mycobacterium
tuberculosis dengan manifestasi berupa akumulasi cairan pada rongga
pleura.
2. Anamnesis
o Nyeri dada yang bersifat tajam menusuk yang memberat saat pasien
menarik napas dalam atau batuk.
o Sering ditemukan batuk tidak berdahak, tetapi bisa juga ditemukan
batuk yang berdahak atau berdarah bila disertai lesi pada paru.
o Dijumpai sesak napas, semakin banyak cairan di rongga pleura akan
semakin sesak. Sesak napas dirasakan seperti rasa berat di dada.
Pasien merasa lebih nyaman dengan posisi tidur miring ke arah lesi.
o Demam ringan.
3. Pemeriksaan Fisik
o Pada Inspeksi dapat terlihat gerakan pernapasan yang tertinggal
pada hemitoraks yang sakit, bila cairan banyak di rongga pleura
maka dada tampak cembung dan ruang antar iga melebar.
o Pada Palpasi ditemukan fremitus suara yang melemah pada sisi yang
sakit. Trakea dan mediastinum dapat terdorong ke sisi yang sehat.
o Pada Perkusi ditemukan redup pada daerah yang sakit.
o Pada Auskultasi terdengar suara napas yang melemah sampai
menghilang pada sisi yang sakit. Suara gesekan pleura (Pleural
Friction Rub) dapat terdengar bila jumlah cairan minimal.
4. Kriteria diagnosa
diagnosa pasti pada pleuritis TB adalah jika ditemukan kuman TB pada
cairan pleura dan jaringan pleura, tetapi kuman TB pada cairan pleura
sangat sulit ditemukan secara langsung.
Anamnesis, Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis yang
mendukung diagnosa.
Terbukti secara bakteriologik dari cairan pleura atau histopatologik
dari biopsi pleura
Tes mantoux/ tes tuberkulin, Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction
(PCR), Adenosine Deaminase (ADA), dan / atau Interferon Gamma
(IFN-γ) yang mendukung diagnosa pleuritis TB.
Hasil biopsi pleura yang mendukung penegakan diagnosa pleuritis TB.
Pada pleuroskopi tampak gambaran patognomonis berupa nodul-nodul
granuloma TB yang menyebar secara merata pada pleura yang disebut
sagolike nodule.
5. diagnosa Kerja Pleuritis TB/ Efusi pleura TB
6. diagnosa Banding
o Efusi pleura ganas
o Efusi pleura parapneumonia
o Pleuropneumonia
7. Pemeriksaan Penunjang
o Pada foto toraks dengan posisi tegak tampak sudut sinus
frenikokostalis yang tumpul (meniscus sign).
o Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa.
o Biopsi pleura (melalui torakoskopi , atau dengan jarum biopsy
Abram, Cope dan Veen Silverman)
o Tes Mantoux / tes tuberkulin dapat juga dipakai sebagai
penunjang diagnosa pleuritis TB walaupun kurang berarti pada
dewasa.
o Pemeriksaan Adenosin deaminase (ADA) dengan nilai cut off ADA
sangat bervariasi antara 40-71 IU/L.
o Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
o Pemeriksaan IFN-γ
8. penanganan
o Paduan obat minimal: 2 RHZE/4RH, dapat dilanjutkan lebih dari 6
bulan sesuai indikasi.
o Melakukan evakuasi cairan seoptimal mungkin, sesuai kondisi
pasien.
o Pemberian kortikosteroid dengan cara tapering off pada pleuritis
eksudativa tanpa lesi di paru.
o Torakoskopi atas indikasi
o Pembedahan toraks atas indikasi
9. Komplikasi o Penebalan Pleura
o Empiema
10. Penyakit Penyerta Diabetes Melitus, HIV
11. Prognosis Baik bila belum terjadi komplikasi dan belum ada penyakit penyerta
12. nasihat Quo ad vitam: dubia
Quo ad functionam:dubia
Quo ad sanasionam:dubia
13. Indikasi Pulang Perbaikan keadaan klinis, cairan sudah terevakuasi dari rongga pleura
dan penyakit dasar serta komplikasi sudah tertangani.
EMPIEMA TORAKS TB
1. Pengertian
ada nya pus dalam rongga pleura yang dipicu oleh
Mycobacterium tuberculosis
2. Anamnesis
Munculnya gejala di bawah ini dalam rentang waktu bervariasi dari
sebulan sampai dua tahun
o Batuk
o Sesak napas, lebih nyaman bila miring ke salah satu sisi.
o Riwayat demam tidak tinggi dan bersifat hilang timbul
o Nyeri dada
o Gejala konstitusi seperti keringat malam anoreksia, malaise, dan
penurunan berat badan
3. Pemeriksaan Fisik
o Frekuensi napas meningkat
o Suhu bisa normal atau meningkat
o Pemeriksaan toraks
a. Inspeksi: bentuk dada unilateral prominens dengan pergerakan
napas sisi cembung tertinggal
b. Palpasi: Fremitus pada sisi yang cembung melemah
c. Perkusi: redup sampai pekak pada sisi yang cembung
d. Auskultasi: suara napas melemah pada sisi yang cembung, pada
sisi yang lain bisa ditemukan adanyan ronki dan atau bunyi
napas amforis.
4. Kriteria diagnosa
Pasti
o Adanya gambaran efusi pleura dan tuberkulosis aktif secara klinis
dan didukung pemeriksaan penunjang (salah satu atau gabungan
dari rontgen toraks, USG toraks, CT scan toraks); dan
o Didapatkan adanya pus dari torakosentesis secara makroskopis
dengan dengan BTA positif pada pewarnaan atau kultur.
o Kemungkinan besar empiema toraks tuberkulosis
a. Adanya gambaran efusi pleura dan tuberkulosis aktif secara
klinis dan didukung pemeriksaan penunjang (salah satu atau
gabungan dari rontgen toraks, USG toraks, CT scan toraks);
b. Didapatkan adanya pus dari torakosentesis
c. Adenosine deaminase (ADA) ≥ 30 U/L (cut off point bisa
berbeda pada masing-masing laboratorium)
d. BTA positif pada pewarnaan sputum
e. Predominan sel MN
5. diagnosa Kerja Empiema toraks dekstra / sinistra / bilateral tuberkulosis
6. diagnosa Banding
o Efusi pleura ganas
o Pneumonia
o Empiema toraks non tuberkulosis
o Chylothorax
o Abses paru
o Ruptur esofageal
7. Pemeriksaan Penunjang
o Rontgen toraks
o USG toraks
o CT scan toraks
o BTA pus
o Kultur M. tuberculosis pus
o Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa.
o Biopsi pleura (melalui torakoskopi , atau dengan jarum biopsy
Abram, Cope dan Veen Silverman)
o Tes Mantoux / tes tuberkulin dapat juga dipakai sebagai
penunjang diagnosa walaupun kurang berarti pada dewasa.
o Pemeriksaan Adenosin deaminase (ADA) dengan nilai cut off ADA
sangat bervariasi antara 40-71 IU/L.
o Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
o Pemeriksaan IFN-γ
8. penanganan
Medikamentosa
o Paduan obat minimal : 2 RHZE/4RH, dapat dilanjutkan lebih dari 6
bulan sesuai indikasi
o Pertimbangkan antibiotik bila ada kemungkinan mix infeksi
Non medikamentosa
o Pemasangan chest tube
o Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS)
o Drainase terbuka
o Torakotomi dan dekortikasi
9. Komplikasi o Gagal napas
o Reexpansion pulmonary oedema
o Komplikasi pemasangan chest tube
o Bronkopleural fistula
o Empyema necessitans
o Skoliosis sekunder
10. Penyakit Penyerta o Diabetes mellitus
o HIV/AIDS
o Gagal ginjal
o Bronkiektasis
o PPOK
o Penyalahgunaan alkohol
11. Prognosis Quo ad vitam: dubia
Quo ad functionam:dubia
Quo ad sanasionam:dubia
12. nasihat o Etika batuk
o Berhenti merokok
o Penatalaksanaan penyakit penyerta
13. Indikasi Pulang o Setelah 5-7 hari pemasangan chest tube apabila cairan pleura tidak
ada lagi (konfirmasi dengan pemeriksaan rontgen toraks PA, USG
toraks dan/atau CT scan Toraks) dan paru mengembang.
o Tidak ada fistula bronkopleura.
o Perbaikan klinis.
o Pemberian OAT dilanjutkan sesuai dengan standar.
TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT
(TB RO)
1. Pengertian Tuberkulosis resistan obat (TB RO) TB Roadalah tuberkulosis (TB)
yang dipicu oleh M.tuberculosis yang telah resistan obat anti
tuberkulosis (OAT).
Kategori Resistansi Terhadap Obat Anti TB (OAT)
Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan
dimana kuman sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT.
Kategori resistansi terhadap obat anti TB, yaitu:
o Monoresistan (Monoresistance):
Resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan isoniazid (H)
o Poliresistan(Polyresistance):
Resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid
(H) dan rifampisin (R).
o Multi Drug Resistance (MDR):
Resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT
lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.
o Pre-extensive drug resistance (pre-XDR):
Resistan terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon atau
salah satu OAT injeksi lini kedua.
o Extensively Drug Resistance (XDR):
TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan
fluorokuinolondan dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua
(capreomisin,kanamisin dan amikasin).
o TB Resistan Rifampisin (TB RR):
Resistan terhadap rifampisin (monoresistan, poliresistan,TB MDR,
TB XDR) yang terdeteksi memakai metode fenotip atau
genotip dengan atau tanpa resistan OAT lainnya.
o Total Drug Resistance
Resistan terhadap seluruh OAT lini 1 dan lini 2.
Klasifikasi TB Roberdasar riwayat pengobatan yaitu:
o Resistan primer: apabila penderita sebelumnya tidak pernah
mendapat pengobatan TB
o Resistan inisial: apabila tidak tahu pasti apakah penderita sudah
pernah mendapat riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak
o Resistan sekunder: apabila penderita penderita telah punya riwayat
pengobatan sebelumnya
Kriteria terduga TB Ro
Terduga TB Roadalah pasien yang memiliki satu atau lebih kriteria
di bawah ini, yaitu:
o Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada bulan ke-5
atau pada akhir pengobatan.
o Pasien TB yang tidak konversi pengobatan kategori 2
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah
pengobatan tahap awal.
o Pasien TB yang memiliki riwayat pengobatan TB yang tidak
standar
Pasien TB yang memiliki riwayat pengobatan TB tidak sesuai
dengan paduan OAT standar; dan atau memakai kuinolon serta
obat injeksi lini kedua paling sedikit selama 1 bulan.
o Pasien TB gagal pengobatan kategori 1
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada bulan ke-5
atau pada akhir pengobatan
o Pasien TB yang tidak konversi pengobatan kategori 1
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah
pengobatan tahap awal.
o Pasien TB kambuh pengobatan kategori 1 atau kategori 2
Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap dan saat ini diagnosa TB berdasar hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis
o Pasien TB yang kembali setelah putus berobat (loss to follow-up)
Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan putus berobat selama
2 bulan berturut-turut atau lebih.
o Terduga TB yang memiliki riwayat kontak erat dengan pasien
TB Ro
o Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara klinis maupun
bakteriologis terhadap pemberian OAT
2. Anamnesis
o Identitas pasien
o Pada TB paru, gejala utama TB paru : batuk dahak ≥ 2 minggu,
batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan turun, berat
badan turun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang. Pada pasien HIV positif, batuk sering kali bukan
yaitu gejala TB yang khas
o Harus ditanyakan Riwayat pengobatan OAT sebelumnya (TB
masalah gagal, TB masalah kambuh, TB masalah putus obat )
o Identifikasi faktor risiko : kontak erat dengan pasien TB Ro
o Identifikasi penyakit komorbid (HIV, DM, penyakit hati, ginjal,
epilepsi, gangguang psikiatri, gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, dll) dan riwayat alergi obat
o Riwayat sosial : merokok, pekerjaan
3. Pemeriksaan Fisik
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi : pada foto toraks dapat berupa gambaran
fibroinfiltrat, perselubungan, kavitas, bercak milier, ektasis,
ateletaksis, luluh paru dan efusi pleura
b. Pemeriksaan bakteriologis berupa pemeriksaan tes cepat molekuler
seperti genxpert atau line probe assay dan pemeriksaan biakan dan
uji kepekaan obat dengan metode konvensional berupa media
padat atau cair.
Pemeriksaan untuk paduan jangka pendek
Pemeriksaan untuk paduan jangka panjang
5. Kriteria diagnosa
Terbukti resistan minimal terhadap rifampisin dari biakan dan uji
kepekaan
a. Metode konvensional
o memakai media padat (Lowenstein Jensen/LJ) atau media
cair (MGIT)
o Digunakan untuk uji kepekaan terhadap OAT lini pertama dan
OAT lini kedua . Pada pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
metode konvensional didapatkan hasil TB RR, MDR, pre XDR
atau XDR
b. Tes Cepat (Rapid Test).
o memakai Xpert MTB/RIF atau lebih dikenal dengan Test
Cepat Molekuler (TCM) atau GeneXpert. Digunakan untuk
menentukan resistansi terhadap rifampisin. Bila hasil
Rifampicin resistance detected ditetapkan sebagai TB RR.
o memakai Line probe assay (LPA) first line: Digunakan
untuk menentukan resistansi terhadap Rifampisin dan Isoniazid.
Pada pemeriksaan LPA didapatkan hasil TB RR atau TB MDR.
Catatan :
o Pasien dengan hasil TCM TB ditemukan M.tb Resistan Rifampisin
dilanjutkan dengan pemeriksaan biakan dan identifikasi kuman
M.Tb. untuk mengetahui pola kepekaan obat.
o Jika terdapat perbedaan hasil antara pemeriksaan TCM TB dengan
hasil pemeriksaan uji kepekaan, maka hasil pemeriksaan resistan
rifampisin TCM TB menjadi dasar penegakan diagnosa
o Untuk pasien yang memiliki risiko rendah TB Royaitu pasien
yang tidak masuk dalam 9 kriteria terduga TB RO, jika pemeriksaan
TCM TB memberikan hasil Rifampisin Resistan, ulangi
pemeriksaan TCM TB 1 (satu) kali lagi dengan contoh uji dahak
yang baru. Jika terdapat perbedaan hasil pemeriksaan, maka hasil
pemeriksaan yang terakhir yang dijadikan acuan untuk tindak lanjut
berikutnya dengan pertimbangan klinis dari TAK.
6. diagnosa Kerja
o TB-RR
o TB-MDR
o TB-PreXDR (resistan kuinolon atau injeksi lini 2)
o TB-XDR
7. diagnosa banding Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT)
8. penanganan
penanganan MEDIKAMENTOSA
o Persiapan awal
- Anamnesis ulang riwayat alergi obat, riwayat penyakit dahulu
(hepatitis, DM, gangguan ginjal, gangguan kejiawaan, kejang,
neuropati, dll)
- Pemeriksaan berat badan, fungsi penglihatan dan fungsi
pendengaran
- Pemeriksaan kondisi kejiwaan bila dicurigai ada gangguan
kejiawaan
- Memastikan data dasar identitas
- Pemeriksaan penunjang baseline meliputi :
a. Darah lengkap
b. Kimia darah :
c. Pemeriksaan Thyroid stimulating hormone (TSH)
d. Tes kehamilan pada perempuan usia subur
e. Foto toraks
f. Pemeriksaan pendengaran (audiometri jika mampu laksana)
g. EKG
h. Tes HIV
i. Pemeriksaan penglihatan (buta warna, lapang pandang)
j. Pemeriksaan kejiwaan (fokus pada kecenderungan psikosis
dan kepatuhan pasien)
o Penetapan pasien TB Royang akan diobati oleh Tim Ahli Klinis
(TAK) yaitu pasien yang terbukti resistan terhadap rifampisin
berdasar pemeriksaan genotipik (tes cepat) atau pemeriksaan
fenotipik (uji kepekaan konvensional)
o Bersedia menjalani program pengobatan dengan menandatangani
informed consent oleh pasien dan keluarga serta bersedia datang
setiap hari ke fasyankes TB Rodan satelit.
Alur Pengobatan TB Ro
Paduan pengobatan TB Ro
Paduan pengobatan TB Roterdiri dari yaitu paduan standar jangka
pendek (9-11 bulan ) dan jangka Panjang (18-20 bulan)
o Pengobatan TB Rodengan paduan standar jangka pendek
Paduan pengobatan jangka pendek tanpa injeksi yang dipakai
adalah sebagai berikut:
Prinsip pemberian paduan pengobatan TB Rojangka pendek
tanpa injeksi adalah sebagai berikut.
o Sebelum pengobatan, direkomendasikan untuk menunggu hasil
uji kepekaan obat terhadap florokuinolon (hasil LPA lini kedua),
namun bila hasil LPA tidak tersedia hingga hari ke-7,
pengobatan harus segera dimulai dan pemilihan paduan
pengobatan didasarkan pada hasil anamnesis dan riwayat
pengobatan TB/TB Rosebelumnya
o Durasi total pengobatan adalah 9–11 bulan, dengan tahap awal
selama 4 bulan (bila terjadi konversi BTA pada atau sebelum
bulan ke-4) dan tahap lanjutan selama 5 bulan. Pasien dengan
hasil pemeriksaan BTA atau biakan awal negatif dapat diberikan
tahap awal selama 4 bulan. Kondisi klinis dan radiologis harus
dipantau untuk memastikan terjadi perbaikan.
o Bila belum terjadi konversi BTA pada bulan ke-4, tahap awal
pengobatan dapat diperpanjang sampai bulan ke-5 atau bulan ke-
6 (bergantung pada waktu konversi BTA). Pemeriksaan LPA lini
kedua dan uji kepekaan obat harus diulang bila hasil
pemeriksaan BTA pada bulan ke-4 masih positif.
o Pada paduan jangka pendek, bedaquiline tetap diberikan selama
6 bulan tanpa memperhatikan durasi tahap awal pengobatan.
o Bila tidak terjadi konversi BTA pada bulan ke-6, pengobatan
paduan jangka pendek harus dihentikan dan hasil pengobatan
pasien dicatat sebagai “Gagal pengobatan”. Pasien didaftarkan
kembali atau dirujuk untuk memperoleh paduan pengobatan TB
Rojangka Panjang
o Komposisi paduan pengobatan jangka pendek yaitu
panduan standar yang tidak dapat dimodifikasi. Tidak dianjurkan
untuk mengubah komposisi obat, kecuali Levofloksasin diganti
dengan Moksifloksasin.
Durasi Pemberian Obat Jangka Pendek
Bila pengobatan pasien sudah dimulai dengan paduan jangka pendek
dan hasil uji kepekaan menunjukkan adanya resistansi terhadap
florokuinolon, maka status pengobatan pasien ditutup dan dicatat
sebagai masalah “Gagal karena perubahan diagnosa”. Pasien selanjutnya
didaftarkan kembali untuk memperoleh paduan pengobatan jangka
panjang mulai dari awal berdasar hasil uji kepekaan.
Bila terjadi intoleransi obat pada paduan jangka pendek yang
memerlukan penghentian salah satu obat utama (Bdq, Lfx/ Mfx, Cfz,
Eto, INHDT), maka paduan pengobatan jangka pendek harus
dihentikan dan dicatat sebagai masalah “Gagal pengobatan”. Selanjutnya
pindah ke paduan jangka panjang dengan memperhatikan konversi
biakan. Apabila sudah terjadi konversi biakan, pengobatan dilanjutkan
dengan paduan obat jangka Panjang sampai total 18 bulan. Apabila
belum terjadi konversi biakan, pengobatan jangka panjang harus
dimulai dari awal.
Paduan Jangka Panjang Tanpa Injeksi
Kriteria pasien TB Royang diberikan paduan jangka panjang tanpa
injeksi ialah:
o Pasien TB RR/MDR dengan resistansi terhadap florokuinolon (TB
pre-XDR)
o Pasien TB RR/MDR yang gagal pengobatan jangka pendek
sebelumnya
o Pasien TB Royang pernah memperoleh OAT lini kedua selama 1
bulan
o Pasien TB RR/MDR yang terbukti atau diduga resistan terhadap
Bedaquiline, Clofazimine, atau Linezolid
o Pasien TB MDR dengan hasil LPA terdapat mutasi pada inhA dan
katG
o Pasien TB RR/MDR paru dengan lesi luas, kavitas bilateral
o Pasien TB RR/MDR ekstra paru berat atau dengan komplikasi
(yang harus diobati jangka panjang), seperti meningitis,
osteoarticular, efusi pericardial, TB abdomen
o Pasien TB Rodengan kondisi klinis tertentu (misalnya alergi berat
/ intoleran terhadap obat utama pada paduan jangka pendek)
o Ibu hamil, menyusui
Langkah penyusunan paduan jangka panjang dapat dilihat sebagai
berikut.
Pengobatan dimulai dengan lima obat TB yang diperkirakan efektif
dan terdapat setidaknya tiga obat setelah pemakaian Bedaquiline
dihentikan.
Pola resistansi dan riwayat pengobatan TB pasien harus diperhatikan
dalam menyusun paduan jangka panjang
Durasi total pemberian paduan pengobatan TB Rojangka panjang
minimal ialah 18 bulan atau setelah 16 bulan sejak terjadinya konversi
kultur dahak. Durasi total paling lama ialah 24 bulan, yaitu bila pasien
mengalami konversi pada bulan ke-8 pengobatan.
Dosis Obat TB Ro(Usia ≥ 15 tahun)
penanganan NON-MEDIKAMENTOSA
1. Pengendalian infeksi
2. Pemberian gizi yang baik
3. Pengawasan Menelan Obat (PMO) oleh petugas kesehatan
4. Konseling dan dukungan psikososial
penanganan BEDAH
Pembedahan pada pasien TB RO, syarat:
1. Toleransi operasi baik
2. Lesi terlokalisir pada satu lobus
3. Diberikan OAT 2 bulan sebelum operasi
4. Pascabedah dilanjutkan OAT 12-24 bulan
penanganan KHUSUS
1. Pengobatan TB Ropada ibu hamil
Pasien TB Royang sedang hamil direkomendasikan untuk segera
memulai pengobatan segera setelah diagnosa TB Roditegakkan,
terutama pada pasien TB Royang memiliki koinfeksi HIV. Pada
pasien TB Rodengan HIV negatif, pengobatan TB Rodapat
ditunda sampai trimester kedua bila kondisi pasien stabil (atau
penyakit TB tidak berat) untuk menghindari terjadinya efek
teratogenik pada trimester pertama kehamilan. Beberapa prinsip
pengobatan TB Ropada ibu hamil adalah:
a. Wanita hamil tidak bisa memperoleh paduan pengobatan TB
Rojangka pendek.
b. Obati dengan minimal empat (4) jenis OAT lini kedua oral yang
diperkirakan efektif.
c. Obat pilihan untuk pengobatan TB Ropada kehamilan ialah
bedaquiline dan delamanid (kategori B), serta fluorokuinolon,
sikloserin, dan PAS (kategori C).
d. Hindari pemberian Etionamid
2. Pengobatan TB Ropada ibu menyusui
Pasien TB Royang sedang menyusui tidak dapat diobati dengan
paduan pengobatan TB Rojangka pendek. Hampir semua OAT lini
kedua dapat diberikan kepada ibu menyusui kecuali bedaquiline dan
clofazimine
3. Pengobatan pasien TB Rodengan diabetes mellitus
a. Pada TB Rodengan retinopati DM : hati-hati dalam pemakaian
etambutol (wajib pemantauan ketat)..
b. Pada TB Rodengan nefropati DM: Kadar kalium darah dan
serum kreatinin harus dipantau, setiap minggu selama bulan
pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya sekali sebulan.
c. Pada TB Rodengan neuropati DM: Tiga obat utama yang
paling banyak memicu neuropati perifer adalah Sikloserin,
Linezolid, dan Isoniazid. Pemberian obato- bat tersebut pada
pasien dengan neuropati DM harus disertai dengan piridoksin.
Dosis piridoksin yang diberikan adalah 50 mg piridoksin setiap
pemberian 250 mg sikloserin.
d. Perlu diperhatikan interaksi dengan obat diabetes, khususnya
pemakaian Bedaquiline dan Delamanid.
4. Pengobatan pasien TB Rodengan gagal ginjal
o Pasien TB Rodengan gagal ginjal tidak bisa memperoleh
paduan pengobatan jangka pendek.
o Kadar kalium dan kreatinin harus dipantau, setiap minggu
selama bulan pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya
sekali sebulan.
o Strategi biasanya ialah memperpanjang interval pemberian obat
dan atau menurunkan dosis yang disesuaikan dengan fungsi
ginjal.
5. Pengobatan pasien TB Rodengan gangguan hati
o Secara umum, pasien dengan penyakit liver kronik tidak boleh
memperoleh pirazinamid. Obat TB yang lain dapat diberikan
dengan pemantauan fungsi hati yang ketat. Bila terjadi inflamasi
liver akut berat, obat yang diduga sebagai penyebab harus
dihentikan.
o Pada masalah tertentu, OAT dapat dihentikan sampai menunggu
hepatitis akut sembuh. Pada masalah tertentu dimana
pengobatan TB Roharus diobati meskipun terdapat hepatitis
akut, kombinasi empat OAT yang tidak bersifat hepatotoksik
yaitu pilihan yang paling aman.
5. Pengobatan pasien TB Rodengan HIV
o Pada pasien TB Rodengan HIV yang sudah memulai
pengobatan antiretrovirus (ARV), maka ARV diteruskan dan
obat TB Rodapat segera diberikan sesudah diagnosa
ditegakkan. Sedangkan pada pasien TB Rodengan HIV yang
belum memulai pengobatan ARV, maka pengobatan ARV
dimulai dalam 8 minggu setelah pengobatan TB Rodimulai
dan toleransi pasien terhadap OAT baik,
o Regimen ARV yang paling umum dipakai untuk pasien
TB Royang terinfeksi HIV adalah AZT + 3TC + EFV.
o Beberapa obat TB yang dapat berinteraksi dengan obat ARV
ialah:
o Kuinolon dan didanosine (DDI)
o Bedaquiline dan efavirenz
o Delamanid dan efavirenz
o Delamanid dan Lopinavir/Ritonavir
11. Komplikasi
Batuk darah
Gangguan saluran cerna
Efek samping obat
Pneumotoraks
Atelektasis
Destroyed lung
Sepsis
12. Penyakit penyerta
o DM
o HIV
o Jamur
o Hepatitis kronik
o Penyakit ginjal kronik
o Malnutrisi
TUBERKULOSIS
EKSTRAPARU
1. Pengertian
Tuberkulosis ekstra paru adalah pasien dengan tuberkulosis organ
selain paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, traktus
genitorinarius, kulit, tulang, dan sendi serta selaput otak.
diagnosa dibuat berdasar satu spesimen dengan biakan/
mikroskopis/ tes molekuler positif atau histologi atau bukti klinis kuat
yang konsisten dengan tuberkulosis ekstraparu dan diikuti keputusan
klinisi untuk memulai terapi antituberkulosis. Pasien dengan diagnosa
tuberkulosis paru dan ekstraparu digolongkan sebagai masalah TB
paru.
Bahasan Pleuritis Eksudativa TB dan empyema toraks TB telah dibuat
tersendiri.
2. Anamnesis
Gambaran klinis TB ekstraparu sesuai dengan lokasi infeksi.
TB LIMFADENOPATI
Gejala sesuai dengan lokasi kelenjar limfe yang terkena diantaranya
tuberkulosis limfadenopati perifer yang paling sering menyerang pada
daerah servikal posterior, anterior dan fossa supraklavikula, juga dapat
menyerang daerah aksila, inguinal, submandibular, dan kadang-kadang
preaurikula atau kelenjar sub mental dan kelenjar intramamari.
Pengobatan TB limfadenopati sama dengan pengobatan TB paru yaitu
2RHZE/4RH akan tetapi durasi yang bervariasi 6 sampai 12 bulan
tergantung kondisi klinis. Eksisi bedah dipertimbangkan pada
limfadenopati yang memberikan gejala klinis simptomatis dan masalah
resistensi obat.
TB SALURAN UROGENITAL
Gangguan miksi dan urgensi kronik yang tidak respons terhadap
antibiotik dapat mengarah kepada diagnosa tuberkulosis saluran
urogenital. Epididimitis kronik yaitu manifestasi tuberkulosis
saluran urogenital yang paling sering ditemukan pada saluran genital
laki-laki, biasanya ditemukan bersama dengan fistula skrotal. Gejala
lain yang terkadang ditemukan adalah nyeri punggung, pinggang dan
suprapubik, hematuria, frekuensi miksi bertambah dan nokturia. Pasien
biasanya mengeluh miksi yang sedikit-sedikit dan sering yang awalnya
hanya terjadi di malam hari dan kemudian dirasakan juga pada siang
hari. Kolik ginjal jarang ditemukan, biasanya intermiten dan sudah
berlangsung beberapa saat sebelum pasien mencari pengobatan.
Hematospermia, sistitis rekuren serta pembengkakan testis yang
menimbulkan rasa nyeri dapat juga ditemukan pada tuberkulosis
saluran urogenital.
TB SUSUNAN SARAF PUSAT (SSP)
Manifestasi infeksi TB di susunan saraf pusat (SSP) secara patologi
dapat berupa meningitis, ensefalitis, mielitis, abses dan tuberkuloma,
ventrikulitis, vaskulitis, dan juga infark. Gejala yang tersering
dikeluhkan adalah nyeri kepala, demam, penurunan berat badan,
penurunan kesadaran), muntah dan kejang. Gejala dapat disertai defisit
neurologis seperti kaku kuduk, paresis saraf kranial dan hemiparesis.
TB TULANG DAN SENDI
Nyeri atau bengkak di tulang/ sendi paling sering ditemukan pada TB
tulang dan sendi.
Demam dan berat badan turun
Fistula kulit, abses, deformitas sendi pada penyakit lanjut
Gejala klinis yang penting adalah pembengkakan, nyeri dan gangguan
fungsi yang progresif selama beberapa minggu sampai beberapa
bulan.Pada arthritis panggul terdapat spasme paraspinal di sekitar
tulang vertebra yang terlibat yang relaks ketika tidur sehingga
memungkinkan pergerakan pada permukaan yang terinflamasi dan
memicu tangisan di malam hari yang khas.Manifestasi
tuberkulosis osteomielitis ekstraspinal dapat berupa abses dingin yaitu
pembengkakan yang tidak teraba hangat, eritema maupun nyeri. Pada
pemeriksaan seksama dapat ditemukan small knuckle kyphosis pada
palpasi.
TB GASTROINTESTINAL/ TB ABDOMEN
Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri perut, penurunan
berat badan, diare/konstipasi, diare, darah pada rektum, nyeri tekan
abdomen, massa abdomen dan limfadenopati
Gejala klinis dapat berupa gejala akut maupun kronik intermiten.
Sebagian besar pasien mengalami nyeri perut, demam, diare dan
konstipasi, penurunan berat badan, anoreksia dan malaise.Pasien
dengan TB peritoneum biasanya bermanifestasi sebagai TB
gastrointestinal, ditemukan pada pasien berusia <40 tahun dan
frekuensinya lebih besar pada perempuan. Manifestasi klinisnya tidak
spesifik dan mirip dengan penyakit gastrointestinal lainnya. Pasien
dengan TB peritoneum dapat mengalami pembesaran abdomen mulai
dari asites dan nyeri perut. Adhesi dapat memicu obstruksi usus
halus.Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan abdomen difus,
doughy abdomen, hepatomegali dan asites.
TB ENDOMETRIUM
Gejala tidak spesifik. Gejala yang paling sering ditemukan pada wanita
usia subur adalah gangguan siklus menstruasi atau nyeri pelvis,
sementara pada wanita pascamenopause seringkali ditemukan
pyometra atau leucorrhea.
TB PERIKARDIAL
Gejala yang muncul terutama bersifat sistemik, yaitu demam,
penurunan berat badan, anoreksia dan malaise. Presentasi klinis TB
perikardial sangat bervariasi, yaitu dapat berupa perikarditis akut
dengan atau tanpa efusi; tamponade jantung yang bersifat silent, efusi
perikardial berulang, gejala toksik dengan demam persisten,
perikarditis konstriktif akut, perikarditis konstriktif subakut,
perikarditis konstriktif-efusif atau perikarditis konstriktif kronik dan
kalsifikasi perikardial.
TB KULIT
Presentasi klinis TB kulit bervariasi berdasar sumber penularan,
cara penyebaran, patogenitas kuman, dan status imunitas pasien.
Berupa lesi kronik, tidak nyeri, non-patognomonik, dapat berupa
papula kecil dan eritema hingga tuberkuloma besar.
ada beberapa temuan khas, yaitu gambaran scrofuloform, plak
anular dengan batas verukosa pada lupus vulgaris atau plak
hiperkeratotik.
TB LARING
Gejala yang paling sering adalah serak, odinofagia, disfagia, sesak,
stridor dan hemoptisis.
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB
Gejala klinik yang khas dari otitis media tuberkulosis ini terdiri dari
keluar cairan yang banyak dari telinga tanpa disertai nyeri dan tuli
berat. Tuli berat yaitu tanda klasik dari otitis media tuberkulosis
dapat berupa tuli konduktif, tuli sensorineural atau campur. Gejala lain
seperti penurunan berat badan, keringat malam dan batuk darah sering
ditemukan pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif.
TB MATA/TB OKULAR
Tuberkulosis mata dapat melibatkan semua bagian mata, adneksa mata
dan orbita dengan patofisiologi yang berbeda.
3. Pemeriksaan Fisik Gambaran seperti TB paru, TB ekstra paru
4. Kriteria diagnosa
Untuk semua pasien, termasuk anak, yang diduga memiliki TB
ekstraparu, spesimen yang tepat dari bagian tubuh yang sakit sebaiknya
diambil untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histologi.
TB LIMFADENOPATI
diagnosa ditegakkan melalui aspirasi jarum halus atau biopsi
kelenjar.
TB SALURAN UROGENITAL
1. Pemeriksaan mikroskopik (BTA urin)
2. Biakan M. tuberculosis (urin pagi, pulasan, sekresi, ejakulat,
spesimen jaringan)
3. Pemeriksaan histopatologi (spesimen jaringan) dikombinasikan
dengan BTA dan/atau TCM TB.
TB SSP
Kecurigaan ke arah meningitis TB harus dipikirkan pada pasien dengan
gejala sakit kepala, dan demam yang berlangsung lebih dari 5 hari.
Cairan serebrospinal (CSS) yaitu spesimen utama yang harus
dieksplorasi pada penegakan diagnosa meningitis TB.
diagnosa definitif meningitis TB adalah berdasar:
(1) Ditemukannya BTA pada analisis cairan serebrospinal (sensitivitas
10-20%), atau
(2) Pemeriksaan TCM MTB/RIF positif dari CSS, atau
(3) Tumbuhnya M. tuberculosis pada kultur CSS (sensitivitas 60-70%).
Volume CSS minimal yang direkomendasikan untuk memberikan
sensitivitas pemeriksaan mikrobiologis yang adekuat adalah minimal 6
ml pada dewasa dan anak sebanyak 2-3 ml.
Mengingat pentingnya diagnosa cepat pada terduga meningitis TB,
maka pemeriksaan TCM dari cairan serebrospinal direkomendasikan
sebagai uji mikrobiologi awal untuk pasien yang diduga meningitis
TB.
TB TULANG DAN SENDI
Baku emas untuk diagnosa tuberkulosis tulang dan sendi adalah
biakan mikobakterium jaringan tulang atau cairan sinovial.
TB ABDOMEN
1. Hasil biopsi kelenjar getah bening mesenterik menunjukkan bukti
histologi tuberkulosis
2. Inokulasi atau biakan jaringan menunjukkan pertumbuhan
Mycobacterium tuberkulosis
3. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan tuberkulosis dengan
nekrosis kaseosa
TB ENDOMETRIUM
diagnosa TB endometrial dapat ditegakkan apabila ditemukan
gambaran granulomatosa melalui pemeriksaan histopatologi sediaan
biopsi atau kuretase jaringan endometrium.
TB PERIKARDIAL
1. Biakan M. tuberculosis positif dari efusi perikardial atau jaringan
2. BTA positif atau granuloma kaseosa pada spesimen biopsi
perikardial
3. PCR (+) pada spesimen biopsi perikardial
TB KULIT
Ditemukan Mycobacterium tuberculosis pada biakan jaringan dari
biopsi kulit atau pulasan sitologi, atau ditemukan DNA Mycobacterium
spp. dengan pemeriksaan molekuler.
Selain itu: 1) ditemukan infeksi TB aktif di organ lain, (2) hasil tes
tuberculin positif kuat, (3) respons baik terhadap terapi dengan OAT.
TB LARING
diagnosa dilakukan dari pemeriksaan endoskopi dengan melihat
respons jaringan setelah terapi OAT.
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB
Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan perforasi multipel dan jaringan
granulasi dari telinga tengah yang yaitu patognomonis untuk
otitis media tuberkulosis. Penegakkan diagnosa didukung oleh hasil
pemeriksaan histopatologi dari jaringan mastoid, BTA dari cairan
telinga tengah dan biakan maupun tes molekuler dari cairan atau
jaringan.
TB MATA/TB OKULAR
A. Confirmed TB intraokular :
1. ada satu atau lebih tanda klinis TB intraokular
2. Konfirmasi mikrobiologi M. tuberculosis dari cairan/jaringan
okular
B. Probable TB intraokular :
1. ada satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan
eksklusi penyebab lain)
2. X-ray toraks menggambarkan lesi TB atau bukti klinis TB
ekstraokular atau konfirmasi mikrobiologi dari sputum atau
organ – organ ekstraokular
3. Salah satu dari :
a. ada riwayat terpapar TB dalam 24 bulan terakhir
b. Bukti imunologis (Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif
menunjukkan infeksi TB
C. Possible TB intraokular :
1. ada satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan
eksklusi penyebab lain)
2. X-ray toraks tidak konsisten dengan infeksi TB dan tidak ada
bukti klinis TB ekstraokular
3. Salah satu dari :
a. ada riwayat terpapar TB dalam 24 bulan terakhir
b. Bukti imunologis (Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif
menunjukkan infeksi TB
ATAU
a. ada satu atau lebih tanda klinis TB intraokular (dan
eksklusi penyebab lain)
b. X-ray toraks konsisten dengan infeksi TB atau bukti klinis
TB ekstraokular tetapi tidak terdapat riwayat terpapar TB
dalam 24 bulan terakhir dan tidak terdapat bukti imunologis
(Tes Mantoux / IGRA / PCR) yang positif menunjukkan
infeksi TB
5. diagnosa Kerja
TB ekstraparu, sesuai lokasi, diantaranya:
o TB limfadenopati
o TB saluran urogenital
o TB SSP
o TB tulang/sendi
o TB Gastrointestinal/TB abdomen
o TB perikardial
o TB kulit
o TB laring
o TB telinga tengah/Mastoiditis TB
o TB mata
6. diagnosa Banding Infeksi non TB
7. Pemeriksaan Penunjang
TB SALURAN UROGENITAL
Pemeriksaan foto polos saluran urogenital serta pemeriksaan urografi
TB SSP
analisis cairan serebrospinal (CSS), TCM pada CSS, CT scan atau
MRI otak dengan kontras
o Penemuan BTA pada cairan serebrospinal dan jaringan yaitu
diagnosa cepat terbaik untuk diagnosa tuberkulosis sistem saraf
pusat
o Volume cairan serebrospinal yang dapat diambil untuk
pemeriksaan, setidaknya sebanyak 6 ml
o Biopsi jaringan memiliki nilai diagnostik yang lebih tinggi
dibandingkan cairan serebrospinal untuk dignosis tuberkuloma dan
tuberkulosis spinal.
TB TULANG DAN SENDI
Aspirasi jarum dan biopsi (CT-guided) direkomendasikan untuk
konfirmasi TB spondilitis.
Kecurigaan terhadap infeksi TB yaitu indikasi biopsi sinovial.
Tes sensitivitas antimikrobial isolat penting dikerjakan.
Tidak ada temuan radiologis yang patognomonik untuk TB tulang dan
sendi, dapat ditemukan pembengkakan jaringan lunak sampai dengan
destruksi tulang. Foto toraks dapat melihat hubungan TB paru dengan
TB tulang atau sendi. MRI juga dapat dipakai untuk mengetahui
perluasan infeksi ke jaringan lunak dan struktur di sekitar tulang.
TB ABDOMEN
CT scan abdomen
Foto polos abdomen
USG abdomen
Apusan BTA feses atau cairan biakan cairan peritonium
TCM TB pada biopsi jaringan dan Biakan M TB pada pasien asites
Laparoskopi dan laparatomi
TB ENDOMETRIUM
USG intravaginal
Histerosalpingografi
Biopsi dari kuretase endometrial
TB PERIKARDIAL
Foto toraks PA
Ekokardiografi
CT/MRI toraks
TB KULIT
Biakan jaringan dari biopsi kulit atau pulasan sitologi
TB LARING
Endoskopi
Sputum BTA
Kultur jaringan
Biopsi laring
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB
hasil pemeriksaan histopatologi dari jaringan mastoid, BTA dari cairan
telinga tengah dan biakan maupun tes molekuler dari cairan atau
jaringan.
CT tulang temporal
TB MATA/TB OKULAR
Cairan/jaringan ocular
Foto toraks PA
Bukti imunologis TB
8. penanganan
Secara umum paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu
hasil biakan bila histologi dan gambaran klinis sesuai dengan diagnosa
tuberkulosis.
Seluruh pasien TB ekstraparu harus melakukan foto toraks untuk
menyingkirkan TB paru. Paduan terapi adekuat harus diteruskan
meskipun hasil biakan negatif.
Tuberkulosis paru dan TB ekstraparu diterapi dengan paduan obat yang
sama namun beberapa pakar menyarankan 9-12 bulan untuk TB
meningitis karena memiliki risiko serius pada disabilitas dan
mortalitas dan 12 bulan atau lebih untuk TB tulang dan sendi karena
sulitnya memonitor respons terapi.
Kortikosteroid direkomendasikan untuk TB perikardial dan TB
meningitis.
Terapi bedah memiliki peran dalam penatalaksanaan TB
ekstraparu.Terapi bedah dilakukan pada komplikasi lanjut penyakit
seperti hidrosefalus, uropati obstruktif, perikarditis konstriktif dan
keterlibatan neurologis akibat penyakit Pott (TB spinal). Apabila
terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang cukup banyak maka
drainase, aspirasi maupun insisi dapat membantu.
Foto toraks dilakukan pada pasien TB ekstraparu untuk memastikan
koeksistensi TB paru.
Paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu hasil biakan bila
histologi dan gambaran klinis sesuai dengan diagnosa tuberkulosis.
Pasien dengan TB ekstraparu, paduan obat selama 6-9 bulan (2 bulan
INH, RIF, PZA, dan EMB diikuti dengan 4-7 bulan INH dan RIF).
TB sistem saraf pusat (tuberkuloma atau meningitis) dan TB tulang
dan sendi, OAT diberikan 9-12 bulan.
Kortikosteroid direkomendasikan pada TB sistem saraf pusat dan
perikardial. Terapi dengan kortikosteroid dimulai secara intravena
secepatnya, kemudian disulih oral tergantung perbaikan klinis.
Rekomendasi kortikosteroid yang dipakai adalah deksametason 0,3-
0,4 mg/kg di tapering off selama 6-8 minggu, atau prednison
1mg/kgBB selama 3 minggu, lalu tapering off selama 3-5 minggu.
Evaluasi pengobatan TB ekstraparu dilakukan dengan memantau klinis
pasien, tanpa melakukan pemeriksaan histopatologi maupun biakan.
TB LIMFADENOPATI
Pengobatan tuberkulosis limfadenopati sama dengan pengobatan TB
paru yaitu 2RHZE/4RH akan tetapi durasi yang bervariasi 6 sampai 12
bulan tergantung kondisi klinis. Eksisi bedah dipertimbangkan pada
limfadenopati yang memberikan gejala klinis simtomatis dan masalah
resistansi obat.
TB SALURAN UROGENITAL
o Durasi pengobatan tuberkulosis saluran urogenital adalah 6 bulan
untuk masalah tanpa komplikasi. Terapi 9-12 bulan diberikan pada
masalah dengan komplikasi (masalah kambuh, imunosupresi dan
HIV/AIDS).
o Nefrektomi direkomendasikan pada pasien dengan hipertensi akibat
komplikasi nefropati tuberkulosis.
TB SSP
o Paduan obat terapi lini pertama untuk segala bentuk tuberkulosis
sistem saraf pusat diberikan selama 9-12 bulan.
o Setiap pasien TB meningen diberikan kortikosteroid tanpa
memandang tingkat keparahan
o Dosis kortikosteroid untuk dewasa (>14 tahun) dapat dimulai dari
metil prednisolon 0,4 mg/kgbb/hari atau prednison/ deksametason/
prednisolone dengan dosis setara selama 6-8 minggu lalu dilakukan
tappering off
o Indikasi bedah: hidrosefalus, abses serebral tuberkulosis
o Dekompresi bedah segera harus dipertimbangkan pada lesi
ekstradural yang memicu paraparesis.
TB TULANG DAN SENDI
Terapi biasanya diberikan selama 9-12 bulan dengan
mempertimbangkan penetrasi obat yang lemah ke dalam jaringan
tulang dan jaringan fibrosa serta sulitnya memonitor respons
pengobatan.
Respons klinis paling baik dinilai melalui indikator klinis seperti nyeri,
gejala konstitusional, mobilitas dan tanda neurologis.
Pilihan operasi dilakukan berdasar lokasi lesi, bisa melalui
pendekatan dari anterior atau posterior. Secara umum jika lesi utama di
anterior maka operasi dilakukan dari arah anterior dan anterolateral,
sedangkan jika lesi di posterior maka dilakukan operasi dari posterior.
Pilihan operasi adalah sebagai berikut:
o Open surgery
o Minimal invasif memakai bronkoskopi
o Strut grafting pada masalah deformitas berat
o Dekompresi/korpektomi kolumna anterior
o Koreksi kifosis
o Debridemen abses
TUBERKULOSIS SENDI
Pengobatan memakai OAT standar harus diberikan 1 tahun sampai 18
bulan di beberapa masalah . Dianjurkan untuk semua pasien untuk
memakai traksi, sebaiknya skeletal traksi.
Pilihan lain selain konservatif adalah operasi, sebagai berikut.
o Excision arthroplasty
o Asthrodesis
o Penggantian pinggul
TB ABDOMEN
Pengobatan TB abdomen dengan memberikan antituberkulosis
konvensional 2RHZE/4RH.
Terapi bedah diperlukan pada beberapa masalah terutama pada masalah
yang sudah menimbulkan komplikasi seperti perforasi, obstruksi,
fistula atau pendarahan.
TB ENDOMETRIUM
Terapi yang diberikan sama dengan terapi TB paru. Setelah pemberian
OAT, dapat dilakukan dilatasi dan kuretase ulang untuk menilai apakah
terdapat konversi jaringan endometrial. Pada sebagian besar masalah ,
akan ditemukan perbaikan siklus mentruasi. Apabila setelah pengobatan
konsepsi tidak terjadi, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
histerosalpingografi dan laparoskopi.
TB PERIKARDIAL
Perikardiosentesis.
Paduan obat yang sama dengan TB paru yaitu 2RHZE/4RH telah
menunjukkan hasil yang efektif untuk TB perikardial.
Pemberian kortikosteroid dengan dosis prednisolon 1 mg/kgbb dengan
tapering off dalam 11 minggu.
TB KULIT
Khusus pengobatan untuk TB kulit diberikan minimal 12 bulan atau 2
bulan setelah lesi kulit menyembuh.
TB LARING
Terapi yang diberikan adalah 2RHZE/4RH, 2 bulan fase intensif dan 4
bulan fase lanjutan, disesuaikan dengan klinis pasien.
TB TELINGA TENGAH
Pengobatan diberikan selama 12 bulan
TB MATA/TB OKULAR
Pengobatan untuk TB okular hampir sama dengan pengobatan pada TB
ekstraparu yaitu dengan memakai obat OAT dengan rentang
waktu 9 bulan
9. Komplikasi
TB LIMFADENOPATI
Perluasan TB ke daerah aksila, inguinal, submandibular, dan kadang-
kadang preaurikula atau kelenjar sub mental dan kelenjar intramamari.
Selain itu juga dapat ditemukan Limfadenopati mediastinal TB,
Limfadenopati mesentrik TB.
TB SSP: tergantung stadium
Stadium 1: GCS 15 tanpa defisit neurologis fokal,
Stadium 2: GCS 11-14 atau 15 dengan defisit neurologis fokal
Stadium III: GCS<10
TB TULANG DAN SENDI
Komplikasi terpenting TB spondilitis adalah kompresi korda spinalis.
Pasien TB spondilitis memiliki risiko paraparesis atau paraplegia.
TB ABDOMEN
Komplikasi TB abdomen dapat berupa ulkus, perforasi, perlengketan,
obstruksi, pendarahan, pembentukan fistula dan stenosis.
TB ENDOMETRIUM
Seperti gejala endometriosis
TB PERIKARDIAL
Tamponade jantung, perikarditis konstriktif, kalsifikasi perikardial.
TB KULIT
Penularan eksogen dan endogen
TB LARING
Lesi pada laring dapat berupa lesi perikondritik, granulasi, lesi
ulseratif, polipoid dan inflamasi yang tidak spesifik. Tuberkulosis
dapat mengenai area epiglotis, pita suara, aritenoid dan subglotis.
TB TELINGA TENGAH/MASTOIDITIS TB
Gejala klasik dari mastoiditis tuberkulosis dapat disebut sebagai trias
yaitu sekret supuratif tanpa nyeri perforasi membran timpani multipel,
dan kelemahan saraf wajah walaupun jarang.
Limfadenopati servikal dapat terjadi 5-10% masalah otitis media
tuberkulosis.
Komplikasi lain adalah destruksi tulang pendengaran dan destruksi
kanalis fasialis.
TB MATA
Uveitis berat dengan keratokonjungtivitis fliktenularis, uveitis posterior
dengan gambaran occlusive retinal vasculitis dan serpiginoid
choroiditis.
10. Penyakit Penyerta Infeksi non TB
11. Prognosis Bonam bila belum terjadi penyulit berat
12. nasihat Pengobatan teratur, penjelasan risiko operasi bila diperlukan
13. Indikasi Pulang Bila keluhan berkurang, kondisi stabil
TUBERKULOSIS DENGAN HIV-AIDS
1. Pengertian Tuberkulosis dengan infeksi HIV-AIDS
2. Anamnesis
Gambaran klinis TB pada pasien HIV berbeda dengan TB pada
biasanya, gejalanya tidak spesifik, batuk lebih dari 2 minggu tidak
menjadi gejala utama. Gejala yang paling sering adalah penurunan
berat badan dan demam, dapat disertai batuk
TB HIV pada anak
o Gejala-gejala yang menunjukkan HIV masih mungkin, yaitu infeksi
berulang (≥3 episode infeksi bakteri yang sangat berat (seperti
pneumonia, meningitis, sepsis dan selulitis) pada 12 bulan terakhir),
bercak putih di mulut (thrush), parotitis kronik, limfadenopati
generalisata, hepatomegali tanpa penyebab yang jelas, demam yang
menetap dan/atau berulang, disfungsi neurologis, herpes zoster
(shingles), dermatitisHIV, penyakit paru supuratif yang kronik
(chronic suppurative lung disease).
o Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi
juga lazim ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV, yaitu:
otitis media kronik, diare persisten, gizi kurang atau gizi buruk.
o Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi
HIV, yaitu: PCP (Pneumocystis pneumonia), kandidiasis esofagus,
LIP (lymphoid interstitial pneumonitis) atau Sarkoma Kaposi.
3. Pemeriksaan Fisik Gambaran seperti TB paru, TB ekstra paru
4. Kriteria diagnosa
Gambaran Klinis: batuk kronik, TB ekstraparu
Sputum BTA dan TCM TB
Foto toraks PA
5. diagnosa Kerja TB dengan HIV / AIDS
6. diagnosa Banding Infeksi oportunistik HIV lain
7. Pemeriksaan Penunjang
Sputum BTA dan TCM TB
Biakan M. tuberculosis dan uji kepekaan OAT
Foto toraks PA
8. penanganan
OAT: prinsip sama dengan penanganan pengobatan TB tanpa HIV,
tidak direkomendasikan terapi intermiten pada fase lanjutan
Pada pasien dengan infeksi HIV dan TB yang menderita imunosupresi
berat (hitung CD4 kurang dari 50 sel/mm3), ARV harus dimulai dalam
waktu 2 minggu setelah dimulainya pengobatan TB kecuali jika ada
meningitis tuberkulosis.
Untuk semua pasien dengan HIV dan TB, terlepas dari hasil hitung
CD4, terapi antiretroviral harus dimulai dalam waktu 8 minggu
semenjak awal pengobatan TB.
Pasien dengan infeksi TB dan HIV harus diberikan kotrimoksazol
untuk pencegahan infeksi lain. Kotrimoksazol diberikan pada semua
pasien TB HIV tanpa mempertimbangkan nilai CD4 sebagai
pencegahan infeksi oportunistik lain. Pada ODHA tanpa TB,
pemberian profilaksis kotrimoksazol direkomendasikan untuk pasien
dengan nilai CD4 <200 sel/mm3.
Pasien dengan infeksi HIV yang setelah dievaluasi secara seksama
tidak memiliki TB aktif harus diobati sebagai infeksi TB laten dengan
Isoniazid selama setidaknya 6 bulan.
9. Komplikasi Komplikasi sejalan dengan penyakit TB dan HIV
10. Penyakit Penyerta Infeksi oportunistik HIV
11. Prognosis Tergantung pada berat penyakit
12. nasihat Konseling dan tes HIV perlu dilakukan untuk semua pasien dengan,
atau yang diduga TB kecuali sudah ada konfirmasi hasil tes yang
negatif dalam dua bulan terakhir. Karena hubungan yang erat antara
TB dan HIV, pendekatan yang terintegrasi untuk pencegahan,
diagnosa, dan pengobatan baik infeksi TB maupun HIV
direkomendasikan pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi.
Pemeriksaan HIV terutama penting sebagai bagian dari
penatalaksanaan rutin di daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi
pada populasi umum, pada pasien dengan gejala dan/atau tanda
kondisi terkait HIV, dan pada pasien yang memiliki riwayat risiko
tinggi terpajan HIV.
13. Indikasi Pulang Bila keluhan berkurang, kondisi stabil
TUBERKULOSIS LATEN
1. Pengertian
Tuberkulosis laten adalah seseorang yang terinfeksi kuman M.
tuberculosis tetapi tidak menimbulkan tanda dan gejala klinik serta
gambaran foto toraks normal dengan hasil uji imunologik seperti uji
tuberkulin atau Interferon Gamma Release Assay (IGRA) positif.
2. Anamnesis
Kelompok berisiko TB adalah :
o Kontak erat dengan pasien TB aktif atau terduga TB
o Berada pada tempat dengan risiko tinggi untuk terinfeksi
tuberkulosis (misalnya, lembaga pemasyarakatan, fasilitas
perawatan jangka panjang, dan tempat penampungan tunawisma)
o Kelompok berisiko tinggi diantaranya HIV, kanker dalam
kemoterapi, pasien dengan steroid jangka panjang, pasien diabetes
melitus, pasien dengan imunosupresan lain, pasien yang menjalani
hemodialisis, pasien yang menjalani transplantasi organ, pasien
yang mendapat anti tumor necrosis factor alfa (TNFα)
o Petugas kesehatan yang melayani pasien tuberkulosis.
o Bayi, anak-anak, dan dewasa muda terpajan orang dewasa yang
berisiko tinggi terinfeksi TB aktif.
3. Pemeriksaan Fisik Tergantung klinis
4. Kriteria diagnosa
TB laten dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan uji
tuberkulin maupun IGRA.
IGRA tidak menggantikan uji tuberkulin pada negara berpenghasilan
rendah dan menengah.
5. diagnosa Kerja TB laten
6. diagnosa Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks PA
BTA sputum
TCM
Uji Tuberkulin
IGRA
8. penanganan
Beberapa pilihan pengobatan yang direkomendasikan:
o Isoniazid selama 6 bulan
o Isoniazid selama 9 bulan
o Isoniazid dan Rifapentine (RPT) sekali seminggu selama 3 bulan
o 3-4 bulan Isoniazid dan Rifampisin
o 3-4 bulan Rifampisin
Pasien dengan infeksi HIV yang setelah dievaluasi dengan seksama,
tidak menderita tuberkulosis aktif seharusnya diobati sebagai infeksi
tuberkulosis laten dengan isoniazid selama 6-9 bulan
Anak berusia di bawah 5 tahun dan pasien semua usia dengan infeksi
HIV yang memiliki kontak erat dengan pasien tuberkulosis aktif dan
setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif,
harus diobati sebagai terduga infeksi TB laten dengan isoniazid
minimal selama 6 bulan.
9. Komplikasi -
10. Penyakit Penyerta Infeksi non TB
11. Prognosis Bonam
12. nasihat Pengawasan dan observasi TB klinis
13. Indikasi Pulang TB laten tidak dirawat
COVID-19 RINGAN
1. Pengertian
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang
dipicu oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 yaitu coronavirus jenis baru yang
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.
2. Anamnesis
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan,
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau
(anosmia) atau hilang perasa (ageusia). Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan
kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan
tidak ada demam.
3. Pemeriksaan Fisik
o Kesadaran kompos mentis
o Tanda vital: frekuensi nadi normal, frekuensi napas normal atau
meningkat, tekanan darah normal, suhu tubuh normal
Pemeriksaan fisis paru: Tidak ditemukan suara napas tambahan
4. Kriteria diagnosa
Seseorang yang memiliki kriteria berikut:
o Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan
swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan
hasil ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen
SARS-CoV-2 POSITIF
o Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk,
fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik
lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala,
diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan
(ageusia). Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal
seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare,
hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.
o Tidak terdapat bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk,
sesak napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) atau
hipoksemia.
5. diagnosa Kerja COVID-19 ringan
6. diagnosa Banding URTI, GEA
7. Pemeriksaan Penunjang o Pemeriksaan radiologi: foto toraks
o Pemeriksaan swab tenggorok untuk RT-PCR ,TCM virus (COVID-
19) dengan hasil ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid
antigen SARS-CoV-2 POSITIF
o Pemeriksaan kimia darah
‐ Darah perifer lengkap, Ureum , creatinin, Gula darah sewaktu,
SGOT dan SGPT
o Foto toraks
o EKG untuk umur > 40 tahun atau jika ada indikasi untuk umur < 40
tahun
o Anti HIV (atas indikasi)
o HbSAg (atas indikasi)
o Feses lengkap (atas indikasi)
8.Tata Laksana 1. Melakukan isolasi diri atau Self-Isolation :
‐ Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10
hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan
gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi
dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas
gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di
fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.
‐ Setelah melewati masa isolasi pasien akan kendali ke FKTP
terdekat
‐ Metode :
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet
untuk dibawa ke rumah):
• Idealnya ruangan terpisah dengan anggota keluarga yang lain
• Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter
• Selalu memakai masker
• Terapkan etika batuk dan bersin, memakai tissu, langsung
buang ke tempat sampah tertutup, cuci tangan
• Hindari pemakaian barang pribadi secara bersamaan seperti
alat makan, alat mandi, linen dan lainnya
• Cuci alat makan dengan air dan sabun
• Tissue, sarung tangan dan pakaian yang terpakai oleh pasien
harus dimasukkan ke wadah linen khusus dan terpisah.
• Cuci pakaian dengan mesin cuci suhu 60-90 °C, deterjen biasa.
• Pembersihan dan desinfektan rutin area yang tersentuh
• Tetap di rumah dan dapat dikontak
• Jika harus keluar rumah, gunakan masker
• Hindari memakai transportasi umum dan hindari tempat
ramai
• Ventilasi ruangan yang baik (buka jendela)
• Batasi jumlah orang yang merawat pasien, pastikan perawat
sehat
• Batasi pengunjung dan membuat daftar yang menunjungi
• Jika gejala bertambah, hubungi fasyankes terdekat
2. Medikamentosa :
‐ Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien
rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat
ACE inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu
berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam atau dokter
spesialis jantung
‐ Vitamin C dengan pilihan: - Tablet Vitamin C non acidic 500
mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) - Tablet isap vitamin C 500
mg/12 jam oral (selama 30 hari) - Multivitamin yang mengandung
vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
‐ Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E,
zink
‐ Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam
bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet
hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) - Obat: 1000-5000 IU/hari
(tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
‐ Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari
‐ Salah satu dari antivirus berikut ini:
A. Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari Atau
B. Favipiravir (Avigan) 600 mg/12 jam/oral selama 5 hari
‐ Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.
‐ Obato- batan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat
Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap
memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
‐ Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
Pemulangan pasien dapat dilakukan bila didapatkan perbaikan klinis dan
penunjang, tanpa menunggu hasil PCR
9.Komplikasi COVID-19 sedang/berat/kritis
10. Penyakit penyerta Sesuai temuan
11. Prognosis Dubia ad bonam
12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit
dan status PCR.
Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obato- batan bisa
diberikan dalam bentuk oral, dan tidak ada tindakan keperawatan lain
terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanjutkan
Isolasi Mandiri.
Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah maupun di fasilitas publik yang
dipersiapkan pemerintah.
Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak
dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR.
Dinyatakan selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset
dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala
demam dan gangguan pernapasan.
13.nasihat o Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah sesuai
standar WHo
o Etika batuk dan bersin
o Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter
o memakai masker
o Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke
fasilitas layanan kesehatan.
o Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat keramaian.
COVID-19 SEDANG
1.Pengertian
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang
dipicu oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 yaitu coronavirus jenis baru yang
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.
2. Anamnesis
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan,
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau
(anosmia) atau hilang perasa (ageusia). Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan
kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan
tidak ada demam
3.Pemeriksaan Fisik
o Kesadaran kompos mentis
o Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis
pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda
pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan
ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak
berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan
dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas
cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia
1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit
o Pemeriksaan fisis paru : Dapat ditemukan suara napas tambahan
berupa ronki basah kasar
4. Kriteria diagnosa
Seseorang yang memiliki kriteria berikut:
o Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan
swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan
hasil ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen
SARS-CoV-2 POSITIF
o Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk,
fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik
lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala,
diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan
(ageusia). Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal
seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare,
hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.
o ada bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk, sesak
napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) tetapi
tidak ada tanda pneumonia berat ( frekuensi napas > 30 x/menit,
distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan)
ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak
berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan
dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas
cepat: usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia
1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit
5. diagnosa Kerja COVID-19 sedang
6. diagnosa Banding Pneumonia yang dipicu bakteri, parasit, jamur dan virus lain selain
COVID 19
7. Pemeriksaan Penunjang o Pemeriksaan radiologi: foto toraks
o Pemeriksaan swab tenggorok untuk RT-PCR ,TCM virus (COVID-
19) dengan hasil ditemukan material virus SARSCOV-2, atau hasil
rapid antigen SARS-CoV-2 POSITIF
o Pemeriksaan kimia darah
o Darah perifer lengkap, Ureum , creatinin, Gula darah sewaktu, SGOT
dan SGPT
o Foto toraks serial atau jika pasien perburukan klinis
o EKG untuk umur > 40 tahun atau umur < 40 tahun jika ada indikasi
o D DIMER
o Anti HIV
o HbSAg (atas indikasi)
o IL 6 (atas indikasi)
o Elektrolit
o Sputum Gx TB (atas indikasi)
o CRP
o Kultur Mosputum dan resistesi jika curiga infeksi sekunder
o Sputum jamur jika curiga infeksi sekunder
8.Tata Laksana o RAWAT Isolasi
o Non Farmakologis
o Istirahat total, asupan kalori adekuat, kendali elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
o Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap, CRP, fungsi ginjal,
fungsi hati, dan foto toraks secara berkala.
o Medikamentosa :
o Vitamin C 200 – 400 mg/8-12 jam bolus intravena (IV) selama
perawatan
o Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,B, E,
zink
o Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk
tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup) - Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam
bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
o Azitromisin 500 mg/24 jam per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi
bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
o Ditambah Salah satu antivirus berikut :
a. Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12
jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau
b. Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV
drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
o Antikoagulan LMWH/UFH berdasar evaluasi DPJP untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi
klinis pasien.
o Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan
kondisi klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan
kesehatan masing-masing apabila terapi standard tidak memberikan
respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan
melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya anti-
IL 6 (tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau Mesenchymal
Stem Cell (MSCs) / Sel Punca dan lain lain
o Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
o Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
9.Komplikasi COVID-19 berat/kritis
10.Penyakit penyerta Sesuai temuan
11.Prognosis Dubia ad bonam
12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit
dan status PCR
Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obat obatan bisa
diberikan dalam bentuk oral, dan bila tidak ada tindakan keperawatan
lain terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanjutkan
isolasi mandiri
Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah maupun di fasilitas publik yang
dipersiapkan pemerintah
Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak
dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR.
Dinyatakan selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset
dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala
demam dan gangguan pernapasan.
13.nasihat o Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah sesuai
standar WHO.
o Etika batuk dan bersin.
o Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter.
o Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke
fasilitas layanan kesehatan
o Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat keramaian.
|
COVID-19 BERAT / KRITIS
1.Pengertian
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang
dipicu oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 yaitu coronavirus jenis baru yang
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.
2. Anamnesis
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan,
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang pembau
(anosmia) atau hilang perasa (ageusia). Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan
kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan
tidak ada demam
3.Pemeriksaan Fisik
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat, terdapat ronki pada auskultasi paru,
foto toraks gambaran pneumonia) ditambah satu dari: frekuensi napas >
30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara
ruangan.
ATAU
Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau
kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
o Sianosis sentral atau SpO2<93% ; distres pernapasan berat (seperti
napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat);
o Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi
atau penurunan kesadaran, atau kejang.
o Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan,
≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit;
usia >5 tahun, ≥30x/menit.
4. Kriteria diagnosa
Seseorang yang memiliki kriteria berikut:
o Pasien suspek, probable atau kontak erat dengan hasil pemeriksaan
swab tenggorok untuk RT-PCR, TCM virus (COVID-19) dengan hasil
ditemukan material virus SARSCOV-2 atau rapid antigen SARS-CoV-
2 POSITIF
o Pasien konfirmasi covid dengan salah satu gejala : demam, batuk,
fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya
seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual
dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia).
Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal seperti
fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu
makan, delirium, dan tidak ada demam.
o ada bukti tanda dan gejala pneumonia (demam, batuk, sesak
napas, ronkhi pada auskultasi paru, foto toraks pneumonia) DAN ada
tanda pneumonia berat (frekuensi napas > 30 x/menit, distres
pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan)
ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia berat
(batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding
dada) dan ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
‐ Sianosis sentral atau SpO2<93% ; distres pernapasan berat (seperti
napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat);
‐ Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusui atau minum,
letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.
‐ Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan,
≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun,
≥40x/menit; usia >5 tahun, ≥30x/menit.
Pada COVID 19 kondisi kritis dapat disertai dengan salah satu kondisi
ARDS, sepsis atau syok sepsis:
1. Sindrom gawat pernapasan akut /Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) , ditandai oleh :
a. Terjadi dalam waktu 1 minggu dari timbulnya penyebab (insult)
klinis diketahui atau memburuknya gejala respirasi.
b. Pencitraan dada (radiografi, CT scan, atau ultasonografi): opasitas
bilateral, yang belum dapat dibedakan apakah karena kelebihan
cairan (volume overload), kolaps lobus atau kolaps paru, atau
nodul.
c. infiltrasi paru: gagal napas yang belum dapat dibedakan apakah
akibat gagal jantung atau kelebihan cairan.
d. Pelemahan oksigenasi pada pasien dewasa :
• ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan
PEEP atau CPAP ≥ 5 cmH2O, atau Tidak diventilasi)
• ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg (dengan
PEEP ≥ 5 cmH2O, atau tidak Diventilasi)
• ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg (dengan PEEP ≥ 5
cmH2O, atau tidak diventilasi)
• Jika tidak tersedia PaO2, SpO2/FiO2 ≤ 315 mengindikasikan
terjadinya ARDS (termasuk pada Pasien yang tidak diventilasi).
e. Pelemahan oksigenasi pada pasien anak: catatan OI = Indeks
Oksigenasi dan OSI = Indeks Oksigenasi dengan SpO2.
• Bilevel NIV atau CPAP ≥ 5 cmH2odengan masker wajah
penuh: PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤ 264
• ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ OI < 8 atau 5 ≤ OSI < 7.5
• ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ OSI
<12.3
• ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥12.3.
120 |
2. Sepsis
o Pasien dewasa: disfungsi organ yang mengancam nyawa akibat
disregulasi respons tubuh terhadap dugaan infeksi atau infeksi
terbukti. Tanda-tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status
mental, kesulitan bernapas atau napas cepat, saturasi oksigen
rendah, penurunan pengeluaran urin, denyut jantung cepat, nadi
lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah, kulit
berbintik, atau bukti laboratorium untuk koagulopati,
trombositopenia, asidosis, laktat tinggi, atau hiperbilirubinemia.
Skor SOFA berkisar dari 0 hingga 24 meliputi enam sistem
organ: pernapasan (hipoksemia, yaitu PaO2/FiO2 rendah);
koagulasi (trombosit rendah); hati (bilirubin tinggi);
kardiovaskular (hipotensi); sistem saraf pusat (tingkat kesadaran
rendah menurut Glasgow Coma Scale); dan ginjal (keluaran urin
rendah atau
kreatinin tinggi). Sepsis didefinisikan dengan peningkatan skor
SOFA terkait sepsis sebesar ≥ 2 angka. Diasumsikan skor awal
adalah 0 jika data tidak tersedia.
Tabel Skor SOFA
o
o Pasien anak: infeksi terduga atau terbukti dan kriteria sesuai umur
systemic inflammatory response syndrome ≥ 2
3. Syok sepsis
o Pasien dewasa: hipotensi menetap meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan, membutuhkan vasopresor untuk
mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg and kadar laktat serum > 2
mmol/L.
o Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau SD > 2 di bawah
normal usianya) atau dua dari gejala berikut: perubahan status
mental; takikardia atau bradikardia (denyut jantung < 90 x/menit
atau > 160 x/menit pada bayi dan < 70 x/menit atau > 150 x/menit
pada anak); kenaikan waktu pengisian ulang kapiler (> 2 detik)
atau denyut yang lemah; takipnea; kulit berbintik atau kulit dingin
atau ruam ptekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria;
hipertermia atau hipotermia
5. diagnosa Kerja COVID-19 derajat berat/ kritis
6. diagnosa Banding ARDS karena sebab lain
7. Pemeriksaan Penunjang o Pemeriksaan radiologi: foto toraks
o Pemeriksaan swab tenggorok dan aspirat saluran napas bawah seperti
sputum, untuk RT-PCR (COVID-19) dengan hasil ditemukan material
virus SARSCOV-2, atau hasil rapid antigen SARS-CoV-2 POSITIF
o Pemeriksaan kimia darah
o Darah perifer lengkap, ureum, creatinin, gula darah sewaktu, SGOT
dan SGPT, bilirubin
o Foto toraks
o EKG untuk umur > 40 tahun , umur < 40 tahun bila ada indikasi
o Anti HIV
o HbSAg (atas indikasi)
o D DIMER
o IL 6 (atas indikasi)
o LDH
o AGD
o Elektrolit
o Sputum GX TB (atas indikasi)
o Kultur Modan Resistansi Dahak/ Darah, sputum jamur
o CRP
o Asam laktat
o Prokalsitonin (atas indikasi)
o Pengambilan SWAB untuk pemeriksaan PCR ulang sesuai jadwal
8.Tata Laksana o Rawat Isolasi
o Non Farmakologis
‐ Istirahat total, asupan kalori adekuat, kendali elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
‐ Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi
ginjal, fungsi hati, hemostasis, LDH, D-dimer
‐ Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
o Medikamentosa :
‐ Vitamin C 200 – 400 mg/8-12 jam diberikan secara bolus Intravena
(IV) selama perawatan
‐ Vitamin B1 1 amp/ 24 jam iv
‐ Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk
tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup) , Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam
bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
‐ Diberikan terapi farmakologis berikut:
o Azitromisin 500mg per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada
infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk
5-7 hari).
o Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-
infeksi bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi
klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien.
Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan
kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut
dipertimbangkan.
o Salah satu antivirus berikut :
a. Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600
mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari
ke 2-5) Atau
b. Remdesivir 200 mg IV drip/3jam dilanjutkan 1x100 mg IV
drip/3 jam selama 9 – 13 hari
‐ Antikoagulan LMWH/UFH berdasar evaluasi DPJP untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan
kondisi klinis pasien.
‐ Deksametason dengan dosis 6 mg/ 24 jam selama 10 hari atau
kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada masalah
berat yang mendapat terapi oksigen atau masalah berat dengan
ventilator.
‐ Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
‐ Apabila terjadi syok, lakukan penanganan syok sesuai pedoman
penanganan syok yang sudah ada
‐ Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi
‐ Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan
kondisi klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan
kesehatan masing-masing apabila terapi standard tidak memberikan
respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan
melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya
anti-IL 6 (tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau
Mesenchymal Stem Cell (MSCs) / Sel Punca dan lain lain
‐ Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi
ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
‐ Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
‐ Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
* Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
* Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
* PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
* Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada
pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
* Limfopenia progresif,
* Asidosis laktat progresif.
‐ Monitor keadaan kritis
o Gagal napas yang membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal
multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
o Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan pemakaian
ventilator mekanik
o Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) pada pasien dengan
ARDS atau efusi paru luas.
o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema
paru.
o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone
position).
‐ Terapi oksigen:
Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas
dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu titrasi
sesuai target SpO2 92 – 96%.
Tingkatkan terapi oksigen dengan memakai alat HFNC (High
Flow Nasal Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam
atau terjadi perburukan klinis.
Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 l/menit, FiO2 40%
sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target
SpO2 92-96%
Tenaga kesehatan harus memakai respirator (PAPR, N95).
Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 l/menit, diikuti peningkatan fraksi
oksigen, jika frekuensi napas masih tinggi (>35x/menit) , Target SpO2
belum tercapai (92 – 96%) dan work of breathing yang masih
meningkat (dyspnea, otot bantu napas aktif)
Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari
dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan
intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan memakai
indeks ROX.
Indeks ROX = (SpO2 / FiO2) / laju napas
Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman
(indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa
pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85
menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi.
Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi
oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis
pada pasien, pertimbangkan untuk memakai mode ventilasi
invasif atau trial NIV.
De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC,
dimulai dengan menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai
fraksi 30%, selanjutnya flow secara bertahap 5-10 liter dalam 12 jam)
hingga mencapai 25 liter. Pertimbangkan untuk memakai terapi
oksigen konvensional ketika flow 25 L/menit dan FiO2 < 30%
NIV (Noninvasif Ventilation)
Tenaga kesehatan harus memakai respirator (PAPR, N95).
Trial NIV selama 1-2 jam sebagai bagian dari transisi terapi oksigen
Inisiasi terapi oksigen dengan memakai NIV: mode BiPAP atau
NIV + PSV, tekanan inspirasi 12-14 cmH2O, PEEP 6-12 cmH2O.
FiO2 40-60%.
Titrasi tekanan inspirasi untuk mencapai target volume tidal 6-8
ml/Kg; jika pada inisiasi pemakaian NIV, dibutuhkan total tekanan
inspirasi >20 cmH2ountuk mencapai tidal volume yang ditargetkan,
pertimbangkan untuk segera melakukan metode ventilasi invasif.
(tambahkan penilaian alternatif parameter)
Titrasi PEEP dan FiO2 untuk mempertahankan target SpO2 92-96%.
Evaluasi pemakaian NIV dalam 1-2 jam dengan target parameter;
Subjektif: keluhan dispnea mengalami perbaikan, pasien tidak gelisah
Fisiologis: laju pernapasan <30x/menit. Work of breathing menurun,
stabilitas hemodniamik baik, Objektif: SpO2 92-96%, pH >7,25,
PaCO2; 30 – 55mmHg, PaO2 >60 mmHg, rasio PF > 200, TV 6-8
ml/kgBB.
Pada masalah ARDS berat, gagal organ ganda dan syok disarankan untuk
segera melakukan ventilasi invasif. Jika pada evaluasi (1–2 jam
pertama), parameter keberhasilan dengan NIV tidak tercapai atau
terjadi perburukan klinis pada pasien, lakukan metode ventilasi
invasif. Kombinasi Awake Prone Position + NIV 2 jam 2 kali sehari
dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan
intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
NIV dan HFNC memiliki risiko terbentuknya aerosol, sehingga jika
hendak diaplikasikan, sebaiknya di ruangan yang bertekanan negatif
(atau di ruangan dengan tekanan normal, namun pasien terisolasi dari
pasien yang lain) dengan standar APD yang lengkap. Bila pasien
masih belum mengalami perbaikan klinis maupun oksigenasi setelah
dilakukan terapi oksigen ataupun ventilasi mekanik non invasif, maka
harus dilakukan penilaian lebih lanjut.
Ventilasi Mekanik invasif (Ventilator)
Tenaga kesehatan harus memakai respirator (PAPR, N95).
Menetapkan target volume tidal yang rendah (4-8 ml/kgBB), plateau
pressure <30 cmH 2odan driving pressure <15 cmH2O. RR: 18 – 25
x/menit,
Pada ARDS sedang – berat diterapkan protokol Higher PEEP, dengan
pemantauan terjadinya barotrauma pada pemakaian PEEP >10
cmH2O.
Pada ARDS sedang – berat yang mengalami hipoksemia refrakter
(meski parameter ventilasi optimal), dilakukan ventilasi pada posisi
prone selama 12-16 jam per hari
Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dissinkroni antar
pasien dan ventilator yang persisten, plateau pressure yang tinggi
secara persisten dan ventilasi pada posisi prone yang membutuhkan
sedasi yang dalam, pemberian pelumpuh otot secara kontinyu selama
48 jam dapat dipertimbangkan. Penerapan strategi terapi cairan
konservatif pada kondisi ARDS
Penggunaan mode Airway Pressure Release Ventilation dapat
dipertimbangkan pada pemakaian ventilator. Khusus pemakaian
mode APRV ini harus di bawah pengawasan intensivis atau dokter
spesialis anestesi.
9.Komplikasi Pneumonia berat
Sepsis
Syok sepsis
Gagal napas
Multiorgan dysfunction syndrome (MODS)
Kematian
10.Penyakit penyerta Sesuai temuan
11.Prognosis Dubia ad bonam
12.Kriteria lanjutan Tempat perawatan dan isolasi disesuaikan dengan derajat berat penyakit
dan status PCR
Bila klinis dan penunjang didapatkan perbaikan, obat obatan bisa
diberikan dalam bentuk oral, dan tidak ada tindakan keperawatan lain
terkait COVID 19 atau penyakit yang lain pasien bisa melanjutkan isolasi
mandiri.
Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah sakit
dinyatakan selesai isolasi apabila telah memperoleh hasil pemeriksaan
follow up RT-PCR 1 kali negatif ditambah minimal 3 hari tidak lagi
menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah maupun di fasilitas publik yang
dipersiapkan pemerintah
Dalam hal pemeriksaan follow up RT-PCR tidak dapat dilakukan, maka
pasien masalah konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah
sakit yang sudah menjalani isolasi selama 10 hari sejak onset dengan
ditambah minimal 3 hari tidak lagi menunjukkan gejala demam dan
gangguan pernapasan, dinyatakan selesai isolasi, dan dapat dialihrawat
non isolasi atau dipulangkan.
13.nasihat o Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah sesuai
standar WHO.
o Etika batuk dan bersin.
o Jaga jarak dengan orang sehat minimal 1 meter.
o Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke
fasilitas layanan kesehatan.
o Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat keramaian.
14. Kepustakaan 1. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman
pencegahan dan pengendalian coronavirus disease (COVID-19).
Revisi ke 5. Edisi 5. Jakarta; Kementerian Kesehatan RI; 2020.
2. WHO. Clinical management of severe acute respiratory infection when
when novel corona virus (2019-nCov) infection is suspected. Geneva:
World Health Organization;2020.
3. PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. Pedoman penanganan
COVID-19. Edisi 3. Desember 2020.
4. Keputusan Menteri Kesehatan No 4718 tentang Petunjuk Teknis
Pembayaran Klaim Covid 19, Kemkes, 2021.
| 127
KODE ICD X:
B 94.8
SINDROM PERNAPASAN PASCACOVID-19
1. Pengertian
Pasien dengan gejala/gangguan paru dan pernapasan yang menetap > 4
minggu sejak awitan gejala COVID-19.
2. Anamnesis
o Pasien pernah terkonfirmasi COVID-19.
o ada gejala / gangguan paru dan pernapasan yang menetap > 4
minggu sejak awitan gejala COVID-19
o ada salah satu atau lebih gejala dan/atau tanda berikut :
1. Batuk kering atau berdahak
2. Sesak napas/napas berat/napas terengah-engah/ lekas lelah
3. Aktivitas terbatas
4. Nyeri dada
5. Tenggorokan sakit atau gatal
Catatan :
Pasien dapat menyampaikan hasil kelainan pemeriksaan radiologis atau
kelainan faal paru yang sudah ada.
3. Pemeriksaan
Fisis
Pada pemeriksaan fisis paru dapat ditemukan :
Inspeksi : Normal atau dapat ditemukan kelainan.
Palpasi : Normal atau dapat ditemukan kelainan.
Perkusi : Normal atau dapat ditemukan kelainan.
Auskultasi : Normal atau dapat ditemukan kelainan
4. Kriteria
diagnosa
A.Klasifikasi
Sindrom pernapasan pascaCOVID-19 terdiri atas 2 kategori yaitu post
acute COVID-19 syndrome dan pascaCOVID-19 kronik.
1) Post acute COVID-19 syndrome :
a. Pasien pernah terkonfirmasi COVID-19.
b. ada gejala / gangguan paru dan pernapasan yang menetap
> 4 minggu sejak awitan gejala COVID-19 sampai 12
minggu.
c. ada salah satu atau lebih gejala dan/atau tanda berikut :
1. Batuk kering atau berdahak
2. Sesak napas/napas berat/napas terengah-engah/ lekas lelah
3. Aktivitas terbatas
4. Nyeri dada
5. Tenggorokan sakit atau gatal
6. ada kelainan hasil pemeriksaan radiologis atau
kelainan faal paru.
2) Pasca COVID-19 kronik.
a. Pasien pernah terkonfirmasi COVID-19.
b. ada gejala / gangguan paru dan pernapasan yang
menetap > 12 minggu sejak awitan gejala COVID-19.
c. ada salah satu atau lebih gejala dan/atau tanda berikut.
1. Batuk kering atau berdahak
2. Sesak napas/napas berat/napas terengah-engah/ lekas
lelah
3. Aktivitas terbatas
4. Nyeri dada
5. Tenggorokan sakit atau gatal
6. ada kelainan hasil pemeriksaan radiologis atau
kelainan faal paru.
B. Kondisi klinis dapat berupa :
a. Gejala klinis tidak ada, tetapi radiologis ada kelainan*
b. Gejala klinis ada, tetapi radiologis normal
c. Gejala klinis ada dan radiologis ada kelainan*
*Catatan :
Kelainan radiologis yang umum pada pascaCOVID-19 adalah fibrosis
paru, residual ground glass opacification, interstitial tickening, traction
bronchiectasis, honey combing dan lain-lain.
5. diagnosa Kerja Sindrom pernapasan pasca COVID-19
6. diagnosa
Banding
o Nasofaringitis atau faringitis
o Bronkitis akut
o Pneumonia bakterial
o Tuberkulosis paru
o Penyakit paru insterstisial
o Emboli paru
o Gagal jantung
o Gagal ginjal
o Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
o Asma
o Bronkiektasis
o Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS)
o Mikosis paru
7. Pemeriksaan
Penunjang
o Pemeriksaan laboratorium :
a. Darah lengkap
b. CRP, ferritin
c. SGOT, SGPT, ureum, kreatinin
d. Gula darah, HbA1c
e. Analisis gas darah dan elektrolit
f. Pemeriksaan D-dimer, PT, APTT, fibrinogen
g. Pemeriksaan antibodi : IgM dan IgG SARS COV-2
h. Pemeriksaan ulang Swab PCR SARS COV-2 atas indikasi
o Pemeriksaan saturasi oksigen perifer (SpO2)
o Pemeri