Pemeriksaan status generalis dapat ditemukan kelainan sesuai dengan
tempat metastasis
4. Kriteria diagnosa
diagnosa pasti dengan pemeriksaan patologi anatomi baik berupa
sitologi maupun patologi
Staging berdasar pemeriksaan fisis, gambaran radiologi dan atau
bronkoskopi
5. diagnosa Kerja Tumor mediastinum; timoma, germinal atau neurogenik atau lainnya
6. diagnosa Banding
‐ Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil
‐ Kanker paru jenis karsinoma sel kecil
‐ Mediastinal TB
‐ Aneurisma aorta
7. Pemeriksaan Penunjang
Pengambilan sampel:
‐ Biopsi kelenjar
‐ Biopsi jarum halus
‐ Sitologi cairan pleura
‐ TTNA USG guided
‐ TTNA CT guided
‐ Biopsi pleura
‐ Core biopsy
‐ Bronkoskopi (bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi
intrabronkus [forceps biopsy], cryobiopsy, transbronchial needle
aspiration biopsy, transbronchial lung biopsy);
‐ Pleuroskopi
‐ Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS)
‐ Torakotomi eksploratif
Pemeriksaan Patologi
‐ ROSE (Rapid On Site Cyto/Histological Evaluation)
‐ Pulasan HE / Giemsa
‐ Pulasan khusus
‐ Imunohistokimia bila diperlukan
Tumor Marker:
‐ CEA
‐ Beta HCG
‐ LDH
‐ AFP
Pencitraan
‐ Foto toraks
‐ CT scan toraks dengan kontras hingga suprarenal
‐ CT scan kepala dengan kontras
‐ MRI kepala
‐ Bone scan
‐ Bone survey
‐ PET scan bila fasilitas tersedia
Pemasangan chemoport
Pemeriksaan lainnya bila diperlukan
8. PENGOBATAN
MULTIMODALITAS
PENGOBATAN secara umum tergantung pada jenis histologi tumor
mediastinum
Kemoterapi
Radioterapi
Pembedahan
Terapi target (targeted therapy)
Imunoterapi (Immune chek point inhibitor)
Terapi penyakit penyerta
Berhenti merokok
Terapi paliatif lain: fisioterapi, managemen nyeri, gizi, best
supportive care
9. Komplikasi Akibat tumor dapat terajdi: batuk darah masih; emboli paru; obstruksi
saluran napas, Needle tract pada pemasangan IPC / WSD, Selulitis /
esktravasasi akibat terapi sistemik, Nyeri kanker, Gangguan darah akibat
terapi sistemik
10. Penyakit Penyerta Akibat metastasis seperti: metastatis tulang (lumpuh, nyeri kanker);
metastasis kepala (nyeri kepala dan gangguan neuropsikiatri); efusi
pleura maasif, efusi perikard; sindrom vena kava superior; DVT
Sindrom paraneoplastik.
Penyakit yang memperberat: Gangguan nutrisi; Gangguan Mental /
psikologi; PPOK; Penyakit kardiovaskular; DM; Penyakit infeksi;
Penyakit sistemik lainnya.
11. Prognosis Tergantung dari jenis histologi tumor mediastinum
Dubia hingga Dubia ad malam
12. nasihat nasihat tentang tindakan/ prosedur diagnostik yang dilakukan: mulai
yang sederhana hingga invasif/ pembedahan.
nasihat indikasi terapi dan komplikasinya
nasihat pilihan modalitas terapi
nasihat hasil terapi dan rencana selanjutnya
Tindakan lain misal kemoterapi / radioterapi / bedah: berupa
prosedurnya dan efek samping secara umum.
Prognosis penyakit.
Asuhan paliatif.
13. Indikasi Pulang Sesuai kondisi klinis dan asuhan paliatif.
MESOTELIOMA PLEURA
Mesotelioma yaitu jenis kanker yang berasal dari sel mesotel.
Penyebab utama mesotelioma pleura umumnya yaitu paparan asbes.
2. Anamnesis
Keluhan respirasi dapat berupa: batuk kronik, batuk darah, sesak
napas, nyeri dada, suara serak.
Keluhan sistemik dapat berupa: berat badan turun, malaise, nafsu
makan turun, demam hilang timbul, sindrom paraneoplastik
Keluhan akibat metastasis / penyebaran tumor seperti nyeri kanker /
nyeri tulang, bengkak / sindrom vena kava superior, nyeri kepala,
lumpuh
Anamnesis faktor risiko
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan paru
‐ Inspeksi: dapat ditemukan asimetrisitas toraks, venektasi, tanda
bendungan
‐ Palpasi: fremitus dapat melemah/ hilang atau mengeras;
‐ Perkusi: dapat meredup;
‐ Auskultasi : dapat ditemukan suara napas tambahan atau
menghilang
Pemeriksaan status generalis dapat ditemukan kelainan sesuai dengan
tempat metastasis
4. Kriteria diagnosa
diagnosa pasti dengan pemeriksaan patologi anatomi, berupa
histopatologi
Staging berdasar pemeriksaan fisis, gambaran radiologi dan atau
hasil pembedahan
5. diagnosa Kerja Mesotelioma pleura
6. diagnosa Banding
Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil
Kanker paru karsinoma sel kecil
Tumor dinding dada
Metastasis tumor di pleura
Hiperlplasi mesotel
7. Pemeriksaan Penunjang
Pengambilan sampel:
‐ Biopsi kelenjar
‐ Biopsi jarum halus
‐ Sitologi cairan pleura / Cell Block
‐ TTNA USG guided
‐ TTNA CT guided
‐ Biopsi pleura
‐ Core biopsy
‐ Bronkoskopi (bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi
intrabronkus [forceps biopsy], cryobiopsy, transbronchial needle
aspiration biopsy, transbronchial lung biopsy);
‐ Pleuroskopi
‐ Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS)
‐ Torakotomi eksploratif
Pemeriksaan Patologi
‐ ROSE (Rapid On Site Cyto/Histological Evaluation)
‐ Pulasan HE / Giemsa
‐ Pulasan khusus
‐ Imunohistokimia bila diperlukan
Pemeriksaan molekuler jiak diperlukan
Tumor Marker:
‐ Osteopontin
‐ Soluble mesothelin related peptides (SMRPs)
Pencitraan
‐ Foto toraks
‐ CT scan toraks dengan kontras hingga suprarenal
‐ CT scan kepala dengan kontras
‐ MRI kepala
‐ Bone scan
‐ Bone survey
‐ PET scan bila fasilitas tersedia
Pemasangan chemoport
Pemeriksaan fungsi paru dan fungsi jantung
Pemeriksaan lainnya bila diperlukan
8. PENGOBATAN
Multimodalitas:
Kemoterapi
Radioterapi
Pembedahan
Terapi target (targeted therapy)
Imunoterapi (immune check point inhibitor)
Terapi penyakit penyerta
Berhenti merokok
Terapi paliatif lain: fisioterapi, manajemen nyeri, gizi, best
supportive care
9. Komplikasi Akibat tumor dapat terjadi
Batuk darah masif
Emboli par
Obstruksi saluran napas
Needle tract pada pemasangan IPC/WSD
Selulitis / ekstravasasi akibat terapi sistemik
Nyeri kanker
Gangguan darah akibat terapi sistemik
10. Penyakit Penyerta Akibat metastasis seperti
‐ Metastatis tulang (lumpuh, nyeri kanker)
‐ Metastasis kepala (nyeri kepala, gangguan neuropsikiatri)
‐ Efusi pleura massif
‐ Efusi perikard
‐ Sindrom vena kava superior;
‐ DVT
Sindrom paraneoplastic
Penyakit yang memperberat
‐ Gangguan nutrisi
‐ Gangguan mental/psikologi
‐ PPOK
‐ Penyakit kardiovaskular
‐ DM
‐ Penyakit infeksi
‐ Penyakit sistemik lain
11. Prognosis Dubia ad malam
12. nasihat nasihat tentang tindakan/ prosedur diagnostik yang dilakukan: mulai
yang sederhana hingga invasif/ pembedahan
nasihat indikasi terapi dan komplikasinya
nasihat pilihan modalitas terapi
nasihat hasil terapi dan rencana selanjutnya
Tindakan lain misal kemoterapi / radioterapi / bedah: berupa
prosedurnya dan efek samping secara umum
Prognosis penyakit
Asuhan paliatif
End of life care
13. Indikasi Pulang Sesuai kondisi klinis dan asuhan paliatif.
TUMOR DINDING DADA
Neoplasma jinak dan ganas pada dinding dada
2. Anamnesis
Keluhan respirasi dapat berupa:benjolan dinding dada, nyeri dada,
batuk kronik, batuk darah, sesak napas, suara serak.
Keluhan sistemik dapat berupa: berat badan turun, malaise, nafsu
makan turun, demam hilang timbul, sindrom paraneoplastik
Keluhan akibat metastasis / penyebaran tumor seperti nyeri kanker /
nyeri tulang, bengkak / sindrom vena kava superior, nyeri kepala,
lumpuh
Anamnesis faktor risiko
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan paru
‐ Inspeksi: dapat ditemukan asimetrisitas toraks, benjolan dinding
dada, venektasi, tanda bendungan
‐ Palpasi: fremitus dapat melemah/ hilang atau mengeras;
‐ Perkusi: dapat meredup;
‐ Auskultasi : dapat ditemukan suara napas tambahan atau
menghilang
Pemeriksaan status generalis dapat ditemukan kelainan sesuai dengan
tempat metastasis
4. Kriteria diagnosa
diagnosa pasti dengan pemeriksaan patologi anatomi, berupa
histopatologi
Staging berdasar pemeriksaan fisis, gambaran radiologi dan atau
hasil pembedahan
5. diagnosa Kerja Tumor dinding dada (Kondrosarkoma, osteosarkoma, sarkoma Ewing, rabdomiosarkoma, tumor neuroektodermal dan lainnya)
6. diagnosa Banding
Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil
Kanker paru karsinoma sel kecil
Mesothelioma
Metastasis tumor di pleura
Hiperplasi mesotel
Penebalan pleura
7. Pemeriksaan Penunjang
Pengambilan sampel:
‐ Biopsi kelenjar
‐ Biopsi jarum halus
‐ Sitologi cairan pleura / Cell Block
‐ TTNA USG guided
‐ TTNA CT guided
‐ Biopsi pleura
‐ Core biopsy
‐ Bronkoskopi (bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi
intrabronkus [forceps biopsy], cryobiopsy, transbronchial needle
aspiration biopsy, transbronchial lung biopsy);
‐ Pleuroskopi
‐ Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS)
‐ Torakotomi eksploratif
Pemeriksaan Patologi
‐ ROSE (Rapid On Site Cyto/Histological Evaluation)
‐ Pulasan HE / Giemsa
‐ Pulasan khusus
‐ Imunohistokimia bila diperlukan
Pemeriksaan molekuler jiak diperlukan
Tumor Marker bila diperlukan
Pencitraan
‐ Foto toraks
‐ CT scan toraks dengan kontras hingga suprarenal
‐ CT scan kepala dengan kontras
‐ MRI kepala
‐ Bone scan
‐ Bone survey
‐ PET scan bila fasilitas tersedia
Pemasangan chemoport
Pemeriksaan fungsi paru dan fungsi jantung
Pemeriksaan lainnya bila diperlukan
8. PENGOBATAN
Multimodalitas:
Kemoterapi
Radioterapi
Pembedahan
Terapi target (targeted therapy)
Imunoterapi (immune check point inhibitor)
Terapi penyakit penyerta
Berhenti merokok
Terapi paliatif lain: fisioterapi, manajemen nyeri, gizi, best
supportive care
9. Komplikasi Akibat tumor dapat terjadi
Batuk darah masif
Emboli paru
Obstruksi saluran napas
Needle tract pada pemasangan IPC/WSD
Selulitis/ ekstravasasi akibat terapi sistemik
Nyeri kanker
Gangguan darah akibat terapi sistemik
10. Penyakit Penyerta Akibat metastasis seperti
‐ Metastatis tulang (lumpuh, nyeri kanker)
‐ Metastasis kepala (nyeri kepala, gangguan neuropsikiatri)
‐ Efusi pleura massif
‐ Efusi perikard
‐ Sindrom vena kava superior
‐ DVT
Sindrom paraneoplastic
Penyakit yang memperberat
‐ Gangguan nutrisi
‐ Gangguan mental/psikologi
‐ PPOK
‐ Penyakit kardiovaskular
‐ DM
‐ Penyakit infeksi
‐ Penyakit sistemik lain
11. Prognosis Dubia ad malam
12. nasihat nasihat tentang tindakan/ prosedur diagnostik yang dilakukan: mulai
yang sederhana hingga invasif/ pembedahan
nasihat indikasi terapi dan komplikasinya
nasihat pilihan modalitas terapi
nasihat hasil terapi dan rencana selanjutnya
Tindakan lain misal kemoterapi / radioterapi / bedah: berupa
prosedurnya dan efek samping secara umum
Prognosis penyakit
Asuhan paliatif
End of life care
13. Indikasi Pulang Sesuai kondisi klinis dan asuhan paliatif.
PANDUAN UMUM PRAKTIK KLINIS
INTERVENSI DAN GAWAT NAPAS
GAWAT NAPAS
Peningkatan dan perburukan usaha napas yang terlihat dari penampakan
klinis
2. Anamnesis
Sesak napas
Dengan/Tanpa penyakit Paru atau lainnya yang diketahui
3. Pemeriksaan Fisis
Sesak, berkeringat, kemampuan bicara terganggu, dapat disertai
kegelisahan, agitasi atau kontak berkurang, kesadaran menurun
4. Kriteria diagnosa
Frekuensi Napas : 15-19 kali/m : Gawat Napas Ringan
20-24 kali/m : Gawat Napas Sedang
25-29 kali/m : Gawat Napas Berat
Dapat disertai kerja otot bantu napas, retraksi suprasternal dan
supraklavikula
5. diagnosa Kerja/
Masalah
Gawat Napas (Ringan, Sedang, Berat)
6. diagnosa Banding Gagal Napas, ARDS
7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:Darah Lengkap, Analisis Gas Darah, (D-dimer, Ck-
CKMB, proBNP : jika mungkin)
Foto Toraks PA-Lateral Kiri
Rekam Jantung (EKG)
8. PENGOBATAN
Terapi Oksigen (dosis dan cara pemberian sesuai perhitungan dan
sarana) : noninvasif (arus rendah-sedang sampai arus tinggi)
Pengobatan penyakit yang mendasari (penyebab saraf, paru,
kardiovaskular, metabolik, endokrin)
9. Komplikasi Gagal napas, gagal Jantung
10. Penyakit
Penyerta/Dasar
Penyebab sentral (susunan saraf pusat): trauma, gangguan vaskular
Penyebab perifer :
‐ Penyakit/gangguan Paru: saluran napas, jaringan parenkim &
interstisial, pleura
‐ Penyakit/gangguan kardiovaskular
‐ Penyakit/gangguan neuromuskuler
Gangguan metabolik & elektrolit
11. Prognosis Tergantung derajat berat penyakit dasar
12. nasihat Penjelasan tentang penyakit dasar dan derajat berat gawat napas yang
terjadi
13. Indikasi Pulang Kesadaran CM, kontak baik, frekuensi napas sudah pulih dan penyakit
yang mendasari sudah dalam kendali
BATUK DARAH/ HEMOPTISIS
Ekspektorasi darah yang berasal dari saluran respirasi bagian bawah,
dapat berupa blood streak sampai batuk darah dalam jumlah banyak
(gross) dan tanpa disertai sputum.
Hemoptisis masif merupakan batuk darah yang berpotensi mengancam
nyawa.
Definisi dari hemoptisis masif yaitu batuk darah yang lebih dari 100
ml/jam atau lebih dari 600 ml dalam 24 jam.
2. Anamnesis
Jumlah dan lama (durasi) batuk darah
Batuk dengan dahak purulen
Usia
Riwayat merokok
Riwayat batuk darah sebelumnya
Riwayat penyakit paru, jantung atau ginjal
Adanya gejala penyakit paru dan tanda infeksi
Riwayat keluarga dengan batuk darah, perdarahan saluran cerna
Riwayat pengobatan sebelumnya
Riwayat OAT
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
Pemeriksaan pada saluran napas atas untuk menentukan sumber
perdarahan (hidung, rongga mulut, faring posterior dan laring)
Pemeriksaan paru, adanya suara napas tambahan yang dapat
dipicu penyempitan saluran napas karena gumpalan darah
4. Kriteria diagnosa
‐ Anamnesis awal
‐ Pemeriksaan fisik
‐ Pemeriksaan dahak
‐ Foto toraks
‐ HRCT
‐ Bronkoskopi
5. diagnosa Kerja Batuk darah/hemoptisis
6. diagnosa Banding
Perdarahan yang berasal dari saluran respirasi bagian atas dan saluran
percernaan bagian atas.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sputum untuk mengetahui kemungkinan penyebab.
Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, hematokrit untuk
mengetahui kronisitas perdarahan, analisis gas darah, fungsi liver,
pemeriksaan urine dan fungsi ginjal untuk menyingkirkan
kemungkinan terjadinya pulmonary renal syndrome seperti Good
pasture’s syndrome atau granulomatosis dengan polyangitis
( Wagener’s ).
Pemeriksaan radiologis:
a. Foto rontgen toraks, untuk mengetahui adanya kemungkinan
keganasan, infeksi (tuberkulosis, aspergiloma) hingga kelainan
jantung seperti mitral stenosis.
b. High resolution computed tomography (HRCT) Paru, dapat
dipakai untuk mendiagnosa bronkiektasis dan aspergiloma.
Bronkoskopi bersifat diagnostik untuk mengetahui lokasi perdarahan
dan mengetahui secara visual proses penyakit yang terjadi di
endobrokial yang dapat memicu perdarahan, tetapi juga bisa
untuk terapeutik. Flexible bronkoskopi dilakukan pada pasien
dengan foto rontgen dada yang normal, untuk menyingkirkan
keganasan endobronkial yang tidak tampak pada foto rontgen.
Pemeriksaan lain, seperti pemeriksaan faal hemostatis, pada
penderita dengan kecurigaan gangguan pembekuan darah atau
kelainan hematologi lain. Pemeriksaan dsDNA atau ANA dilakukan
pada penderita dengan kecurigaan SLE. Transthoracic
echocardiogram untuk mendeteksi kelainan jantung. Arteriografi
bronkial dan pulmoner dapat dilakukan jika dengan cara lain tidak
berhasil untuk menemukan sumber perdarahan. Arteriografi dapat
juga sebagai alat terapeutik.
8. PENGOBATAN
Batuk darah non masif: terapi sesuai penyebab serta monitoring
Airway, Breathing , dan Circulation.
Batuk darah masif:
‐ Menjaga jalan napas dan stabilisasi penderita
‐ Mencari sumber dan penyebab perdarahan: dilakukan dengan
pemeriksaan radiologi (foto rontgen toraks, HRCT, angiografi)
‐ Pemberian terapi spesifik: Bronkoskopi terapeutik
Bilas bronkus dengan larutan fisiologis dingin (iced saline
lavage )
Pemberian obat topikal (vasopresor, asam traneksamat)
Tamponade endobronkial
Fotokoagulasi laser (Nd-YAG Laser)
‐ Terapi non Bronkoskopik
a. Pemberian terapi medikamentosa
b. Vasopresin intravena
c. Asam traneksamat (anti fibrinolitik)
d. Kortikosteroid sistemik
e. Pemberian GnRH pada hemoptisis katamenial
f. Pada TB diberikan OAT
g. Antibiotik, antijamur pada penyakit infeksi lain
h. Radioterapi, pada aspergiloma
Bedah: terapi definitif pada batuk darah masif yang sumber
perdarahannya tidak diketahui secara pasti.
Embolisasi arteri bronkialis dan pulmoner.
9. Komplikasi Asfiksia
Sufokasi
Gagal napas akut
10. Penyakit Penyerta -
11. Prognosis Pada umumnya prognosis baik jika penyebab dapat di atasi, tetapi jika
penyebab perdarahan merupakan keganasan dan gangguan pembekuan
darah memiliki prognosis yang lebih buruk.
12. nasihat Batuk darah harus dikeluarkan, tidak boleh ditahan.
13. Indikasi Pulang Perdarahan berhenti dan tidak terjadi kekambuhan.
EFUSI PLEURA
Akumulasi cairan pada rongga pleura
2. Anamnesis Gejala klinis yang sering dijumpai yaitu sesak napas, batuk.
Nyeri dada yang bersifat tajam menusuk yang memberat saat
pasien menarik napas dalam atau batuk.
Sering dijumpai batuk yang tidak berdahak, tetapi bisa juga dijumpai
batuk yang berdahak atau berdarah bila disertai lesi pada paru.
Dijumpai sesak napas, semakin banyak cairan di rongga pleura akan
semakin sesak. Sesak napas dirasakan seperti rasa berat di dada.
Pasien akan merasa lebih nyaman dengan posisi tidur miring ke arah
lesi
Demam ringan.
3. Pemeriksaan fisik Inspeksi: terlihat gerakan pernapasan yang tertinggal pada hemitoraks
yang sakit, bila cairan banyak di rongga pleura maka dada tampak
cembung dan ruang antar iga melebar.
Palpasi: dijumpai fremitus suara yang melemah pada sisi yang sakit.
Trakea dan mediastinum dapat terdorong ke sisi yang sehat.
Perkusi: dijumpai redup pada daerah yang sakit.
Auskultasi: terdengar suara napas yang melemah sampai menghilang
pada sisi yang sakit. Suara gesekan pleura (Pleural friction rub ) dapat
terdengar bila jumlah cairan minimal.
4. Kriteria diagnosa Kriteria efusi pleura bila memenuhi salah satu hal berikut.
Efusi pleura dengan jumlah berapapun dan penyebab apapun yang
terbukti ada cairan dengan tindakan punksi pleura/
torakosentesis.
Efusi pleura yang terbukti dengan pemeriksaan imaging (foto toraks
dan/ atau USG toraks dan/ atau CT scan toraks) dengan jumlah
minimal atau lebih dari minimal yang disertai dengan tindakan
punksi pleura (tidak harus keluar cairan) dan/ atau PENGOBATAN
tambahan sesuai penyebabnya di luar PENGOBATAN diagnosa primer.
Definisi efusi pleura dengan jumlah minimal bila memenuhi salah satu
kriteria berikut.
Gambaran efusi pada foto toraks lateral dekubitus dan/ atau CT scan
toraks dengan ketebalan kurang dari 10 mm.\
Gambaran efusi pada USG toraks dengan jumlah cairan kurang dari
100 ml dan / atau jarak antara pleura parietal dan pleura viseral
kurang dari 10 mm.
5. Kriteria eksklusi Efusi pleura TB
6. diagnosa kerja Efusi pleura non TB
7. diagnosa banding Pleuropneumonia
Schwarte (penebalan pleura)
Atelektasis
8. Pemeriksaan penunjang Foto toraks PA dan/ atau lateral/ lateral dekubitus (sesuai letak cairan)
USG toraks
CT scan toraks
Analisis cairan pleura: kimia, hitung sel
Mikrobiologi
Sitologi
9. PENGOBATAN Punksi pleura (torakosentesis) dan biopsi pleura
Torakoskopi (atas indikasi)
Bila cairan sedikit, dapat konservatif (pada kasus infeksi)
Pemasangan water seal drainage / indwelling cathether / pigtail pada
kasus efusi pleura masif
Pleurodesis
10. Komplikasi Karena penyakit:
Empiema, penekanan paru dan mediastinum
Schwarte (penebalan pleura)
Karena tindakan punksi (torakosentesis):
Pneumotoraks, perdarahan
11. Penyakit penyerta Infeksi non TB, TB, keganasan, penyakit jantung, asites
12. Prognosis Sesuai penyebab penyakit
13. nasihat
Menjalani rangkaian diagnostik dan terapi sesuai anjuran, fisioterapi
dada, terapi penyakit penyerta, kontrol ke poliklinik paru sesuai jadwal.
Rawat bila klinis sesak dan cairan banyak.
14. Kriteria pulang Pasien dapat dipulangkan bila tidak ada keluhan, tindakan pasca
punksi baik.
PNEUMOTORAKS
Udara bebas di dalam rongga pleura yang terletak di antara dinding dada
dan paru yang disebabkan oleh trauma dada, kebocoran parenkim paru
yang dapat terjadi secara spontan atau sekunder akibat penyakit yang
mendasari. Kadang-kadang terjadi pada perempuan akibat endometriosis
(yang terjadi bersamaan saat haid) yaitu pneumotoraks katamenial, juga
dapat terjadi akibat tindakan medis (iatrogenik) seperti: TTNA, CVP,
punksi pleura, biopsi pleura, bronkoskopi, dll.
2. Anamnesis
Sesak napas
Batuk
Nyeri dada
3. Pemeriksaan Fisik
Paru
Inspeksi: asimetris, statis dan dinamis, sela iga melebar
Palpasi: sela iga melebar, fremitus vokal melemah
Perkusi: hipersonor
Auskultasi: vesikular melemah, Rh -/- wh -/-
4. Kriteria diagnosa
Gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, berupa
gambaran avaskular pada foto toraks dan pleural line.
5. diagnosa Kerja
Pneumotoraks. Pneumotoraks spontan primer, Pneumotoraks spontan
sekunder.
6. diagnosa Banding
PPOK
Asma bronkial
Infark miokard akut (IMA)
Emboli paru, kelainan pleura
Ruptur bula
7. Pemeriksaan Penunjang
Umum: foto toraks PA (dan lateral atas indikasi)
Kadang-kadang diperlukan foto 2 fase (dalam inspirasi maksimal dan
ekspirasi maksimal) bila dicurigai pneumotoraks ringan atau foto
lateral bila diduga disertai efusi pleura.
Khusus: CT Scan toraks, analisis gas darah, EKG, bronkoskopi sesuai
indikasi, torakoskopi sesuai indikasi.
8. PENGOBATAN
Medikamentosa: tergantung penyebab
Non medikamentosa: Terapi oksigen, fisioterapi, pemasangan WSD
jika pneumotoraks >20% atau klinis didapatkan keluhan sesak,
continous suction atas indikasi, IPPB (intermittent positive pressure
breathing), pleurodesis dengan zat kimia sesuai indikasi atau
pleurodesis secara bedah sesuai indikasi, pleuroskopi untuk
pleurodesis talkum atas indikasi, VATS ( Video Assisted
Thoracoscopic Surgery ), pembedahan atas indikasi.
Khusus: bronkoskopi untuk pemasangan endobronchial valve atau
spigot sesuai indikasi.
9. Komplikasi Karena penyakit: emfisema subkutis, efusi pleura, empiema, pada
tension pneumothorax dapat terjadi torsi, jantung dan pembuluh darah
besar, gagal napas, fistula bronkopleura, pneumomediastinum,
kematian.
Karena tindakan: emfisema subkutis, edema paru pasca reekspansi,
perdarahan, empiema, pneumomediastinum.
10. Penyakit Penyerta PPOK
Pneumocystis pneumonia (PCP)
TB Paru, gangguan imunitas tubuh, emfisema, keganasan rongga toraks.
11. Prognosis Tergantung luas pneumotoraks, penyebab dan penyakit penyerta.
Quo ad vitam: dubia
Quo ad functionam: dubia
Quo ad sanasionam: dubia
12. nasihat Tergantung penyebab. nasihat pencegahan peningkatan tekanan
intratoraks.
13. Indikasi Pulang Sesuai kondisi klinis pasien, bila pneumotoraks telah teratasi.
PNEUMOMEDIASTINUM / EMFISEMA
MEDIASTINUM
Pneumomediastinum atau emfisema mediastinum yaitu kondisi
ada nya udara di mediastinum yang disebabkan ruptur alveoli atau
penyebab di luar paru.
2. Anamnesis Nyeri dada, nyeri retrosternal
Sesak napas
Batuk
Demam ringan (subfebris)
Disfagia dan disfonia
pemakaian ventilator mekanik
Riwayat penyakit paru sebelumnya
3. Pemeriksaan Fisik Tanda vital: frekuensi napas, frekuensi nadi, tekanan darah, suhu.
Krepitasi pada daerah leher dan supraklavikula.
Sianosis dan distensi vena (pada kondisi pneumomediastinum masif).
Hamman’s sign (suara “klik” yang sinkron dengan denyut jantung)
terdengar di daerah prekordial, intensitasnya meningkat selama
inspirasi atau posisi dekubitus lateral kiri.
4. Kriteria diagnosa Anamnesis: didapatkan nyeri dada
Pemeriksaan fisik : didapatkan krepitasi di leher dan supraklavikula
dan ditemukan Hamman’s sign
Radiologis: didapatkan gambaran udara bebas pada mediastinum
yaitu gambaran garis tipis radiolusen sepanjang tepi kiri jantung,
arkus aorta tampak lebih jelas
5. diagnosa Kerja Pneumomediastinum / Emfisema Mediastinum
6. diagnosa Banding Mediastinitis
Pneumotoraks
ARDS
Sindrom aspirasi
7. Pemeriksaan Penunjang Foto toraks: didapatkan gambaran udara bebas pada mediastinum
yaitu gambaran garis tipis radiolusen sepanjang tepi kiri jantung,
arkus aorta tampak lebih jelas
CT Scan Toraks: gambaran udara bebas di mediastinum
Mediastinoskopi
Elektrokardiografi: gambaran low voltage yang luas, pergeseran aksis
yang tidak spesifik, perubahan gelombang ST-T, dan elevasi segmen
ST pada sadapan prekordial tanpa bukti kelainan jantung lainnya.
Laboratorium: Leukositosis ringan
8. PENGOBATAN Penyerapan kembali udara bebas dalam mediastinum
Atasi penyebab atau faktor predisposisi pneumomediastinum.
Suplemen oksigen untuk mempercepat reabsorbsi udara bebas.
Pembedahan jika pneumomediastinum mengancam nyawa pasien.
9. Komplikasi Gangguan kardiovaskular yang mengancam nyawa.
10. Penyakit Penyerta Emfisema subkutis
11. Prognosis Prognosis pada umumnya baik namun semua tergantung penyebab,
komplikasi dan kecepatan diagnosa dan PENGOBATAN pasien.
12. nasihat Penjelasan pneumomediastinum serta kemungkinan komplikasi.
13. Indikasi Pulang Jika didapati klinis membaik yang ditandai dengan hilangnya gejala
pneumomediastinum, didukung oleh evaluasi radiologis yang
menunjukkan hilangnya gambaran udara bebas pada mediastinum.
GAGAL NAPAS AKUT
Gagal napas yaitu kondisi sistem pernapasan gagal dalam fungsi
pertukaran gas, yaitu oksigenasi dan eliminasi karbondioksida (CO2).
Terjadi dalam hitungan menit atau jam.
Gagal napas digolongkan menjadi gagal napas tipe hipoksemik dan
hiperkapnik.
Gagal napas tipe hipoksemik (gagal napas tipe 1)
Ditandai dengan penurunan tekanan oksigen arteri (PaO2) < 60
mmHg dengan nilai tekanan karbondioksida arteri (PaCO2) normal
atau turun. Gagal napas tipe 1 merupakan gagal napas yang sering
terjadi dan dikaitkan dengan penyakit paru akut berupa terisinya
cairan dan kolapsnya alveolus.
Gagal napas tipe hiperkapnik (gagal napas tipe 2)
Ditandai dengan nilai PaCO2 lebih tinggi dari 50 mmHg (45mmHg)
Hipoksemia sering didapatkan pada pasien dengan gagal napas tipe
hiperkapnik yang bernapas dengan udara ruang.
Kriteria gagal napas akut (bila ada 2 dari 4 kriteria berikut)
ada sesak akut
PaO2 < 60 mmHg pada saat bernapas dalam udara ruangan
PaCO2 > 50 mmHg
PH darah arteri sesuai dengan asidosis repiratorik (PH ≤ 7,2)
ada perubahan status mental ditambah 1 atau lebih kriteria di
atas
Patofisiologi gagal napas: Tekanan parsial O2 dan CO2 dalam alveolus
dan kapiler paru ditentukan oleh ketidakseimbangan ventilasi pefusi.
Bila ventilasi-perfusi ↓ maka PO2 darah kapiler ↓, PCO2 ↑. Begitu juga
sebaliknya.
2. Anamnesis
Keluhan pasien datang dengan sesak napas berat, mudah lelah,
berkeringat, sakit kepala, gelisah, sulit tidur dan makan, kejang bahkan
penurunan kesadaran. Pasien gagal napas menunjukkan gejala sesuai
dengan penyakit dasar. Sesak napas merupakan gejala klinis yang
pertama kali muncul sebelum terjadi retensi CO2. Sesak napas memberat
pada posisi supine menunjukkan disfungsi diafragma. pemakaian otot
bantu napas, kelainan pergerakan torakoabdominal. Hipoksia serebral
memicu perubahan mental. Hiperkapnia memicu efek pada
SSP. Peningkatan CO2 menimbulkan gejala letargi, stupor dan koma.
3. Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak sesak napas berat.
Kondisi umum lemah.
Gangguan gelisah sampai dengan penurunan kesadaran.
Kadar Saturasi oksigen <90 %, Hipoksia (saturasi<80mmhg atau pulse
oksimetri <95%).
Takipnea (RR >20x/menit), bradipnea (RR <12x/menit), apnea (henti
napas)
Takikardia (nadi >100x/menit)
Demam suhu >37,6 C .
Kemungkinan ada infeksi paru.
Gejala neurologi: kemungkinan ada stroke atau miastenia gravis.
Pemeriksaan paru :
Inspeksi: didapatkan retraksi otot bantu napas.
Palpasi: fremitus raba melemah.
Perkusi: sonor atau pun hipersonor.
Auskultasi: terdengar stridor, ronki basah kasar, mengi (wheezing),
kemungkinan menunjukkan asma, ronki disertai sputum yang banyak.
Pemeriksaan jantung: ditemukannya murmur, gallop menunjukkan
kemungkinan adanya gagal jantung.
4. Kriteria diagnosa
Penegakan diagnosa (Assessment )
Sesak napas (apnea atau dispnea berat), gelisah,sianosis.
Pemeriksaan paru:
‐ Inspeksi: didapatkan retraksi otot bantu napas.
‐ Palpasi: fremitus raba melemah.
‐ Perkusi: sonor ataupun hipersonor.
‐ Auskultasi: terdengar stridor, ronki basah kasar, mengi (wheezing)
Pemeriksaan jantung: ditemukannya murmur, gallop menunjukkan
kemungkinan gagal jantung,
Hasil pemeriksaan AGD:
‐ PaO2 di bawah 60 mmHg
‐ PaCO2 di atas 50 mmHg
5. diagnosa Kerja Gagal napas akut
6. diagnosa Banding
‐ Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
‐ Angina pektoris
‐ Pneumonitis aspirasi dan pneumonia
‐ Asma
‐ Atelektasis
‐ Pneumonia bakterialis
‐ Edema paru kardiogenik
‐ Syok kardiogenik
‐ Community acquired pneumonia (CAP)
‐ Kor pulmonale
‐ Sianosis
‐ Diaphragmatic paralysis
‐ Dilated cardiomyopathy
‐ Distributive shock
‐ Emfisema
‐ Hypertrophic cardiomyopathy
‐ Idiopathic pulmonary fibrosis
‐ Interstitial (nonidiopath ic) pulmonary fibrosis
‐ Myocardial infarction
‐ Neurogenic pulmonary edema
‐ Obstructive sleep apnea
‐ Pneumotoraks
‐ Primary pulmonary hypertension
‐ Pulmonary embolism
‐ Respirator y acidosis
‐ Restrictive lung disease
‐ Secondary pulmonary hypertension
‐ Ventilation, mechanical
‐ Ventilation, noninvasive
‐ Viral pneumonia
7. Pemeriksaan Penunjang
AGD: Hipoksemia (Pa O2 < 60mmHg) dan atau hiperkapnia (PaCO2 >
50 mmHg)
Foto toraks: sesuai dengan penyakit dasarnya
EKG: Didapatkan kelainan jika ada penyakit jantung yang
mendasari
Pemeriksaan Lab :
Darah rutin, sputum Mo/G/K/R, SGOT, SGPT, albumin, ureum,
kreatinin, gula darah, CKMB, troponin.
8. PENGOBATAN
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
PENGOBATAN jalan napas, ventilasi, dan oksigenasi
Bantuan ventilasi dapat diberikan melalui alat bantu ventilasi
mekanik invasif (mechanical ventilation ) maupun noninvasif (Non-
invasive ventilation /NIV)
Non medikamentosa
‐ Nutrisi
90% pasien gagal napas mengalami undernutrition, sehingga
perlu diperhatikan nutrisinya dengan pemberian suplemen kalori
dan hormon anabolik steroid (tidak dianjurkan pemberian rutin)
‐ Rehabilitasi paru
Berupa exercise training, breathing training, respiratory muscle
training, chest physical therapy
Medikamentosa (sesuai dengan penyakit yang mendasari)
‐ Antibiotik/ anti virus diberikan bila didapatkan infeksi akut
(pada penyakit yang mendasari)
‐ Bronkodilator: agonis beta 2 adrenergik, antikolinergik, teofilin
‐ Antiinflamasi: kortikosteroid
‐ Inhibitor kolinesterase diberikan pada pasien miastenia gravis
‐ Medroksi-progesteronasetat diberikan oral 20 mg tiga kali sehari
untuk menambah respons ventilasi sentral diberikan pada pasien
idiopathic hypoventilation syndrome.
9. Komplikasi Penurunan kesadaran (koma)
Gangguan kardiovaskular
Gangguan traktus gastrointestinal
10. Penyakit Penyerta Pneumonia
CHF
DM
TB paru
ARDS
11. Prognosis Ad vitam : Dubia
Ad sanasionam: Dubia
Ad fungsionam : Dubia
12. nasihat Mengetahui penyakit dasar
Kontrol infeksi
Menggunakan/ minum obat teratur
13. Indikasi Pulang Pemeriksaan fisik
RR< 20x/menit, tidak didapatkan sianosis pada bibir dan ekstremitas,
retraksi dinding toraks (-)
Pemeriksaan paru: ronki basah kasar berkurang/ hilang, mengi
(wheezing) (-)
Laboratorium AGD menunjukkan : perbaikan pO2 (mendekati
normal),
pCO2 (mendekati normal/ menunjukkan gagal napas tipe 2 kronik)
Sesak berkurang atau hilang, dapat mobilisasi, perbaikan kondisi
klinis dan pemeriksaan lain, penyakit penyerta tertangani, mengerti
pemakaian obat.
GAGAL NAPAS KRONIK
Gagal napas yaitu kondisi sistem pernapasan gagal dalam fungsi
pertukaran gas, yaitu oksigenasi dan eliminasi karbondioksida (CO2).
Kondisi ini berlangsung secara bertahap, berkembang dari waktu
ke waktu dan memerlukan pengobatan jangka panjang.
2. Anamnesis
Kesulitan bernapas atau sesak napas, terutama saat aktivitas
Batuk berdahak
Mengi
Warna kebiruan pada kulit, bibir, atau kuku
Napas cepat
Kelelahan
Gelisah
Bingung
3. PemeriksaanFisik
Pasien tampak sesak napas.
Kondisi umum lemah.
Gangguan gelisah sampai dengan penurunan kesadaran.
Kadar Saturasi oksigen <90 %, hipoksia (saturasi <80mmhg atau pulse
oksimetri <95%).
Takipnea (RR >20x/menit), bradipnea (RR <12x/menit), apnea (henti
napas).
Takikardia (nadi >100x/menit).
Pemeriksaan Paru :
• Inspeksi: didapatkan retraksi, pemakaian otot bantu napas.
• Palpasi : fremitus raba melemah.
• Perkusi : sonor ataupun hipersonor.
• Auskultasi: terdengar stridor, ronki basah kasar, mengi (wheezing)
Ekstremitas: jari tabuh
4. Kriteria diagnosa
Penegakan diagnosa (Assessment )
Sesak napas, gelisah, sianosis.
Pemeriksaan paru :
‐ Inspeksi: didapatkan retraksi otot bantu napas.
‐ Palpasi: fremitus raba melemah.
‐ Perkusi: sonor ataupun hipersonor.
‐ Auskultasi: terdengar stridor, ronki basah kasar
Pemeriksaan jantung: ditemukannya murmur, gallop menunjukkan
kemungkinan gagal jantung
Ekstremitas: jari tabuh
Hasil pemeriksaan AGD: pH normal (kompensasi sempurna)
PaO2 di bawah 60 mmHg
PaCO2 di atas 50 mmHg
5. diagnosa Kerja
Gagal napas kronik
6. diagnosa Banding
PPOK
pneumonia
cystic fibrosis
spinal cord injuries
stroke
muscular dystrophy
injury to the chest
drug or alcohol abuse
smoking
7. Pemeriksaan Penunjang
AGD: Hipoksemik didapatkan (Pa O2 < 60mmHg)
Hiperkapnik didapatkan (PaCO2 > 50 mmHg)
Foto toraks: sesuai dengan adanya penyakit dasar.
8. PENGOBATAN
Terapi penyakit dasar: bronkodilator, kortikosteroid,
Menurunkan CO2 dan meningkatkan O2 dalam darah
Terapi oksigen
Trakeotomi
Ventilasi mekanik
9. Komplikasi Penurunan kesadaran (koma)
Gangguan kardiovaskular
10. Penyakit Penyerta PPOK
cystic fibrosis
spinal cord injuries
stroke
muscular dystrophy
injury to the chest
drug or alcohol abuse
11. Prognosis Ad vitam: Dubia
Ad sanam: Dubia
Ad fungsionam: Dubia
12. nasihat Mengetahui penyakit dasar
Kontrol infeksi
Menggunakan/ minum obat teratur.
13. IndikasiPulang Sesak berkurang atau hilang, dapat mobilisasi, perbaikan kondisi klinis
dan pemeriksaan lain, penyakit penyerta tertangani, mengerti
pemakaian obat.
Laboratorium AGD menunjukkan perbaikan pO2 (mendekati normal),
pCO2 (mendekati normal/menunjukkan gagal napas tipe 2 kronik)
CEDERA PARU AKUT
(ACUTE LUNG INJURY /ALI)
Salah satu bentuk acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang
ringan. Gejala klinik dijumpai disfungsi paru persisten berat dan lama,
kerusakan alveoli difus dan penyembuhan fungsi paru yang bervariasi.
Perbedaan ALI dan ARDS terletak pada ratio PaO2 / FiO2 yaitu ALI ≤
300 dan ARDS ≤ 200 sedangkan gambaran radiologi dan tekanan
kapiler pulmoner sama.
2. Anamnesis
Sesak napas
Riwayat jejas baik jejas pulmoner maupun ekstra pulmoner
Batuk
3. Pemeriksaan Fisik
Kondisi umum terlihat sesak
Paru: ronki, mengi (wheezing)
Frekuensi: nadi dan pernapasan meningkat
4. Kriteria diagnosa
Ada faktor penyebab, Gambaran pada foto toraks konsolidasi,
Hipoksemia. Catatan: Gejala klinis tidak khas seperti batuk, sesak
(takipnea), takikardia, ronki di kedua paru.
ada kelainan paru yang berat atau riwayat jejas ekstra
pulmoner berat.
Pemeriksaan fisik: ada ronki dan kemungkinan disertai mengi
(wheezing).
Ratio PaO2 / FiO2 yaitu ALI ≤ 300
5. diagnosa Kerja
Cedera Paru Akut
6. diagnosa Banding
Edema paru kardiogenik
Emboli paru, gagal ginjal overload
7. Pemeriksaan Penunjang
Umum : Foto toraks, AGD, CT scan toraks,
Ventilasi perfusi scan (VPS), CVP, Kateter Swan Ganz
Khusus : CRP, PCT, BNP /NT Pro BNP
8. PENGOBATAN
Medikamentosa: ventilasi mekanis, vasodilatasi, diuretik,
ionotropik, oksigen, cairan infus, nutrisi, PENGOBATAN penyakit dasar
Khusus : memakai ventilasi mekanik (dengan PEEP) yang
dilengkapi dengan terapi NO (nitrogen oksida), extra corporeal
membrane ox yangenation (ECMO), inhalasi nitrit oksida, surfaktan
alveolar, Pentoxifylline /lifofylline , ketokonazol, prostaglandin dan
vasoaktif lainnya, glukokortikoid.
9. Komplikasi Karena penyakit: gagal napas, sepsis, gagal multi organ
Karena tindakan: barotrauma
10. Penyakit Penyerta Penyakit paru kronis
Gangguan fungsi jantung
Gagal ginjal
11. Prognosis Tergantung penyakit dasar dan penyerta
Ada tidaknya faktor autoimun atau gangguan fungsi imunitas tubuh
Ketersediaan obat dan fasilitas
12. nasihat Kemungkinan prognosis
13. Indikasi Pulang Sesuai perbaikan kondisi klinis dan penyakit penyerta.
NEAR DROWNING (HAMPIR
TENGGELAM)
ada nya cairan pada saluran napas akibat tenggelam dalam cairan
(zat iritatif, benda infeksius, benda asing), hampir memicu
kematian akibat sufokasi.
2. Anamnesis
ada riwayat atau kejadian hampir tenggelam air tawar atau air
asin, sesak napas, sianosis, nyeri dada, batuk
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda sianosis pada mukosa
Ronki dan atau mengi (wheezing), jika ada benda asing dapat
stridor
Takikardi dan takipnea
4. Kriteria diagnosa
Manifestasi klinis:
gejala asfiksia dan gejala aspirasi.
Gejala respirasi: batuk, batuk darah, stridor, mengi (wheezing), apnea.
Gejala serebral: konvulsi, termoregulasi
5. diagnosa Kerja Tenggelam (drowning / near drowning)
6. diagnosa Banding
Barotrauma
Pneumotoraks
7. Pemeriksaan Penunjang
Umum : Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, uji hemolisis,
elektrolit, AGD, Bronkoskopi atas indikasi, EKG
Khusus : Alveolar arterial ox yangen gradient, CVP, Swan Ganz
Catheter, EEG
8. PENGOBATAN
Medikamentosa
Airway : membebaskan jalan napas sampai intubasi ETT.
Breathing, terapi oksigen mempertahankan saturasi >90%
Circulation: mencegah hipotensi, pemberian cairan intravena
sampai CVP.
Koreksi asam basa (dalam keadaan berat memakai ventilasi
mekanik untuk menyeimbangkan asidosis metabolik dengan
hiperventilasi).
Koreksi gangguan elektrolit.
Aminofilin atau beta 2 agonis bila didapatkan bronkospasme.
Antibiotik atas indikasi.
Kortikosteroid dosis rendah 5 mg/Kg/24 jam dibagi 6 dosis.
Non Medikamentosa: Fisioterapi.
Khusus: pemakaian ventilator mekanik bila hipoksemia berat.
9. Komplikasi Karena penyakit: ARDS, infeksi-sepsis, hipoksemia karena aspirasi,
edema paru, fibrilasi ventrikel (tenggelam di air tawar),
gangguan fungsi ginjal (albuminuria, hemoglobulinuria, anuria),
gangguan saraf: koma lama, cedera kepala dan leher berat
(menyulitkan intubasi dan bronkoskopi)
Karena tindakan: patah tulang iga saat resusitasi
10. Penyakit Penyerta Gangguan psikiatri
Kelainan jantung
Kelainan paru
11. Prognosis Tergantung kecepatan pertolongan pertama
Tergantung ketersediaan fasilitas
Tergantung lamanya tenggelam, suhu cairan, pH darah saat pertama
ditemukan
12. nasihat Penjelasan tentang prognosis akibat near drowning
13. Indikasi Pulang Sesuai perbaikan kondisi klinis dan penyakit penyerta.
TRAUMA TORAKS
Trauma pada toraks yaitu segala bentuk jejas pada rongga toraks,
termasuk paru, jantung, struktur mediastinum, saluran napas serta
struktur tulang rongga toraks.
Jenis jejas dibagi 2 yaitu trauma tumpul toraks dan trauma tajam
toraks.
Sering terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, usaha
bunuh diri, jatuh dari ketinggian, dll.
2. Anamnesis
ada riwayat jejas, baik jejas tumpul maupun jejas tajam
Sesak napas
Nyeri dada
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital: tekanan darah bisa menurun pada trauma tajam atau
tumpul akibat kehilangan darah ataupun akibat syok.
Tanda tanda: efusi pleura, pneumotoraks, pneumomediastinum.
Tanda fraktur iga: seperti flail chest.
4. Kriteria diagnosa
diagnosa akibat jejas tumpul dapat lebih dikenali dan terkadang
memerlukan pemeriksaan seperti CT scan toraks. Jejas tajam seringkali
memerlukan tindakan bedah walaupun diagnosa tidak sesulit jejas
tumpul. Pasien dengan jejas tajam dapat memburuk dengan cepat dan
umumnya membaik dengan cepat, berbeda dengan pasien dengan jejas
tumpul.
Riwayat benturan/ tusukan pada dada karena kecelakaan lalulintas,
jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, upaya bunuh diri.
Gejala klinis tergantung organ yang terkena.
5. diagnosa Kerja
Trauma Toraks.
Kemungkinan yang terjadi:
Ruptur aorta
Ruptur diafragma
Robekan saluran napas besar
Hemotoraks
Kontusio paru
Kontusio miokard
Emboli udara sistemik
Perforasi esofagus
Fraktur iga single/multiple
Fraktur scapula
Fraktur sternal
Traumatic flail chest
Pneumotoraks
Pneumomediastinum
Emfisema subkutis
6. diagnosa Banding
Seperti di atas
7. Pemeriksaan Penunjang
Umum : Foto toraks, Serial Hb-Hematokrit untuk mengetahui
perdarahan masih berlanjut/tidak, AGD
Khusus : Bronkoskopi atas indikasi
8. PENGOBATAN
MEDIKAMENTOSA
WSD, bila terjadi pneumotoraks, hematotorak masif.
Aspirasi cairan perikard bila terjadi efusi perikard (tamponade
jantung).
Dekompresi lambung, bila terjadi risiko regurgitasi, muntah dan
aspirasi.
Pengobatan nyeri.
Ventilasi mekanik bila terjadi, hipoksemia dan atau hiperkarbia
yang berat, ada cedera kepala, flail chest , kontusio paru dan
distress respirasi.
Operasi: ruptur aorta, ruptur diafragma, ruptur saluran napas besar,
p