Rabu, 07 Juni 2023

paru-paru 4

tidak mengeluarkan sekret. 
Berat: sesak napas hebat, takipnea, takikardi, sianosis, agitasi, batuk 
produktif dan kontinu, sekret berbusa, berdarah dan mukoid. 
 
3.  Pemeriksaan Fisik 
o Takikardi 
o Dispnea 
o Bronchorrhea/ sekresi bercampur darah (hemoptisis) 
o Takipnea 
o Hipoksia 
o Perubahan kesadaran 
o Membutuhkan waktu untuk berkembang, dan sebanyak setengah 
dari masalah  tidak menunjukkan gejala pada presentasi awal. 
o Dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma 
o Pada masalah  berat, gejala dapat terjadi secara cepat sekitar 3-4 jam 
pasca trauma. 
o Hipoksemia 
o Sianosis
                                                                                                          
                                                                                                                        
 
4.  Kriteria diagnosa  
Tipe kontusio pulmo menurut Wagner, 1998 
  
Tipe 1 Due to direct chest wall compression against the 
lung parenchyma; this accounts for the majority 
of cases. 
Tipe 2 Due to shearing of lung tissue across the 
vertebral bodies. 
Tipe 3 Localized lesions due to fractured ribs, which 
directly injure the underlying lung. 
Tipe 4 Due to underlying pleuropulmonary adhesions 
from prior lung injury tearing the parenchyma. 
 
  
5.  diagnosa  Kerja Kontusio Paru  
6.  diagnosa  Banding Gagal Napas, ARDS, pneumonia  
7. Pemeriksaan Penunjang 
 
o Laboratorium  analisis gas darah (AGD): cukup oksigen dan 
tidak ada karbon dioksida yang berlebihan. Namun kadar gas 
mungkin tidak menunjukkan kelainan pada awal perjalanan luka 
memar paru. 
o Foto toraks: menunjukkan memar paru yang berhubungan dengan 
patah tulang rusuk dan emfisema subkutan. Foto toraks 
menunjukkan gambaran infiltrat. Tanda infiltrat kadang tidak 
muncul dalam 12-24 jam. 
o CT scan: menunjukkan gambaran kontusio lebih awal. 
o USG: menunjukkan memar paru awal yang tidak terlihat pada foto 
toraks. Sindrom interstisial dinyatakan dengan garis putih vertikal, 
“B-Line”. 
8.  penanganan
Penatalaksanaan utama: Patensi jalan napas, oksigenasi adekuat, 
kendali  nyeri. 
Perawatan utama: menemukan luka memar yang menyertai, mencegah 
cedera tambahan, dan memberikan perawatan suportif sambal 
menunggu luka memar paru sembuh. 
 
Tindakan: 
o Bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), 
oksigenasi, pain control, diuretika, bila perlu ventilator dengan 
tekanan positif (PEEP > 5). 
o Intubasi ET untuk dapat melakukan penyedotan dan memasang 
ventilasi mekanik dengan continuous positive end-expiratory 
pressure (PEEP). 
 
Penatalaksanaan pada kontusio paru ringan 
o Nebulisasi 
o Postural drainage. 
o Fisioterapi. 
o Pengisapan endotrakheal steril. 
o Antimikrobia. 
                
             
o Oksigenasi. 
o Pembatasan cairan. 
 
Penatalaksanaan pada kontusio paru sedang 
o Intubasi dan ventilator. 
o Diuretik. 
o NGT.  
o Kultur sekresi trakeobronkial. 
 
Penatalaksanaan pada kontusio paru berat 
o Intubasi ET dan ventilator. 
o Diuretik. 
o Pembatasan cairan. 
o Antimikrobial profilaktik. 
o Larutan koloid dan kristaloid. 
9.  Komplikasi o Memar paru dapat mengakibatkan kegagalan pernapasan, sekitar 
setengah dari masalah  terjadi dalam beberapa jam dari trauma awal. 
o Komplikasi lainnya, termasuk infeksi akut dan sindrom gangguan 
pernapasan (ARDS). Sekitar 50% pasien dengan ARDS memar 
paru, dan 80% pasien dengan kontusio paru melibatkan lebih dari 
20% dari volume paru. 
o Pneumonia, komplikasi yang berkembang pada 20% pasien dengan 
memar paru. 
10. Penyakit Penyerta ARDS 
 
11. Prognosis Dubia 
 
12. nasihat  Segera ke unit gawat darurat untuk memperoleh  pertolongan segera, 
mencegah gagal napas dan komplikasi lain. 
 
13. Indikasi Pulang Bila penyulit dan komplikasi tidak ada, dan tidak ada keluhan sesak 
mendadak. 
 

 
ASPIRASI BENDA ASING DI SALURAN 
NAPAS BAWAH 
1.  Pengertian 
Ditemukan benda yang masuk melalui mulut atau hidung di dalam 
saluran napas bawah.  Aspirasi benda asing yaitu  
kegawatdaruratan medis yang dapat mengancam jiwa dan 
membutuhkan intervensi segera, sering ditemukan pada anak. 
 
2.  Anamnesis 
Masuknya benda asing biasanya pada anak, akibat memasukkan benda 
ke mulut, tersedak, tertelan, refleks mengunyah tidak adekuat, diameter 
saluran napas yang lebih kecil serta mekanisme protektif yang masih 
imatur.  Benda asing dapat memicu obstruksi parsial atau total 
pada saluran napas. Gejala awal biasanya batuk. Gejala obstruksi 
parsial berupa suara serak, hilang suara, odinofagi, hemoptysis dan 
sesak napas. Gejala lain seperti mengi, sesak, nyeri dada serta 
pneumonia berulang. 
 
3.  Pemeriksaan Fisik 
Pemeriksaaan fisik dalam batas normal atau tidak spesifik tergantung 
ukuran benda asing.   
Bunyi mengi pada sisi sakit, stridor, hiperinflasi, juga atelektasis dapat 
terjadi. 
4.  Kriteria diagnosa  
Klasifikasi diagnostik berdasar: 
o Derajat obstruksi: obstruksi parsial dan obstruksi total 
o Asal benda asing: dari dalam dan dari luar tubuh. 
 
Kriteria diagnostik menurut Heyer bila 2 dari 3 kriteria sebagai berikut 
memenuhi kriteria aspirasi benda asing yaitu: 
o hiperinflasi 
o riwayat tersedak 
o leukositosis 
 
Kriteria diagnostik menurut Kadmonet dkk: 
o usia 10-24 bulan 
o terdapat objek di mulut pasien diikuti gejala pernapasan berat 
o auskultasi: suara napas abnormal pada sisi unilateral 
o abnormalitas radiogram trakea 
o pemeriksaan foto toraks yang mendukung (gambaran radioopak) 
5.  diagnosa  Kerja Aspirasi benda asing di saluran napas  
6.  diagnosa  Banding 
Laringitis, epiglotitis, massa di trakea, trakeomalasia, bronkitis, 
bronkiektasis, obstruksi lobus, asma, atelektasis. 
 
                
             
 
7.  Pemeriksaan Penunjang 
Radiologi: foto toraks PA, lateral, lateral dekubitus. 
Foto jaringan lunak. 
Fluroskop toraks: mendeteksi pergeseran mediastinum dan respirasi 
diafragma paradoksal 
CT scan toraks dengan kontras 
Bronkoskop virtual (EBUS) 
Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, analisis gas darah 
Patologi anatomi: bila diperlukan kelanjutan diagnostik 
 
8.  penanganan
Prinsip tata laksana 
o Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosa. 
o Pemeriksaan penunjang yang relevan. 
o memakai  klasifikasi diagnostik dan alur diagnostik. 
o Evakuasi secepatnya benda asing dari saluran napas bawah. 
 
Teknik evakuasi dapat memakai : 
o membatukkan benda keluar 
o bronkoskopi rigid 
o bronkoskopi fleksibel 
o Fogarty arterial embolectomy ballon catheter (untuk saluran napas 
yang lebih dalam) 
o Cryoprobe 
o pembedahan: torakotomi/  bronkotomi 
 
9.  Komplikasi Komplikasi minor: desaturasi, bradikardi, bronkospasme. 
Komplikasi mayor: edema laring, pneumotoraks, henti jantung. 
 
10. Penyakit Penyerta Pneumonia berulang, abses, bronkiektasis dan striktur bronkial. 
 
11. Prognosis Tergantung periode tindakan. Apabila terlambat berisiko kematian. 
 
12. nasihat  Diperlukan edukasi agar kejadian tidak berulang  
Diperlukan pula edukasi risiko tindakan dan komplikasi yang mungkin 
terjadi. 
 
13. Indikasi Pulang Bila benda asing berhasil dikeluarkan, keadaan umum pasien baik dan 
tidak ada komplikasi. 
 

             
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

PENYAKIT PARU INTERSTISIAL 
 
 

 
PENYAKIT PARU INTERSTISIAL 
diagnosa :  
 Penyakit Paru Interstitial (Interstitial lung diseases/ILD) 
1.  Pengertian 
Penyakit paru interstisial adalah kelompok penyakit yang mengenai 
rongga interstitial paru, disebut juga diffuse parenchymal lung 
diseases (DPLD). Proses meliputi inflamasi dan pada akhirnya 
memicu fibrosis jaringan interstisial paru 
Penyakit paru interstisial dapat dibagi menjadi: 
1. Penyakit paru interstisial yang sebabnya diketahui 
a. Penyakit jaringan ikat (connective tissue diseases) 
b. Berhubungang dengan pekerjaan dan lingkungan 
c. Berhubungan dengan obat 
d. Infeksi (termasuk fibrosis paru pasca COVID-19: 
2. Pneumonia Interstisial Idiopatik (idiopathic interstitial 
pneumonia) 
a.  Grup Mayor 
‐ Fibrosis kronik (chronic fibrosing) 
- Fibrosis paru idiopatik (idiopathic pulmonary 
fibrosis/IPF) 
- Pneumonia interstisial non spesifik (non-specific 
interstitial pneumonia/NSIP) 
‐ Akut dan subakut 
- Acute interstitial pneumonitis 
- Chronic organizing pneumonia  
‐ Berhubungan dengan pajanan rokok 
- Desquamative interstitial pneumonia/DIP 
- Respiratory bronchiolitis interstitial lung diseases/RB-
ILD, 
b.  IIP yang jarang didapat 
‐ Idiopathic pleuroparenchymal fibroelastosis/PPFE 
‐ Idiopathic lymphocytic interstitial pneumonia 
c. IIP yang tidak dapat digolongkan  
1. Berhubungan dengan penyakit granulomatosis 
‐ Sarkoidosis 
‐ Pneumonitis hipersensitif 
2. Bentuk lain 
‐ Limfangioleiomiomatosis 
‐ Histiositosis X 
 
2.  Anamnesis Keluhan utama berupa sesak, batuk, berat badan turun, nyeri dada, bengkak pada kaki, dan jari tabuh. 
                
             
 
3.  Pemeriksaan Fisik 
Pada pemeriksaan fisis paru dapat ditemukan: 
Inspeksi    : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Palpasi        : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Perkusi       : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Auskultasi  : Normal atau dapat ditemukan kelainan, dapat berupa ronki 
basah velkro (velcro crackles) pada akhir inspirasi pada kedua basal paru.  
Dapat disertai jari tabuh, dan penurunan saturasi oksigen. 
4.  Kriteria diagnosa  Kriteria diagnosa penyakit paru interstitial meliputi: proses inflamasi dan fibrosis dari jaringan interstisial.
5.  diagnosa  Kerja Penyakit Paru Interstisial (interstitial lung diseases) 
6.  diagnosa  Banding 
o Penyakit paru interstisial idiopatik lainnya  
o Pneumonitis hipersensitif 
o Non-specific interstitial pneumonia  
o Penyakit paru interstisial karena penyakit autoimun 
o Chronic-fibrosing interstitial lung diseases 
o Penyakit paru interstisial karena obat 
o Penyakit paru akibat kerja 
o Sarkoidosis 
o Bronkiektasis 
o Fibrosis kistik 
o Penyakit paru obstruktif kronik 
o Tuberkulosis 
o Kanker paru 
o Sindrom respirasi pasca COVID-19
7.  Pemeriksaan Penunjang 
o Pemeriksaan radiologi:  
‐ Foto toraks AP/PA dan/atau 
‐ CT scan toraks (HRCT toraks)  
‐ Lung perfusion scan atas indikasi 
o Pemeriksaan faal paru (di bawah) 
‐ Spirometri rutin 
‐ Pemeriksaan kapasitas difusi 
o Pemeriksaan pulseoksimetri 
o Pemeriksaan laboratorium:  
‐ Darah lengkap 
‐ Faal hati SGOT, SGPT, Bilirubin, GGT 
‐ Faal ginjal: ureum, kreatinin 
‐ Gula darah, HbA1c 
‐ Analisis gas darah dan elektrolit bila diperlukan 
‐ Pemeriksaan D-dimer, PT, APTT, Fibrinogen 
‐ Pemeriksaan ANA penyaring, profil ANA,  
‐ ds-DNA, faktor rheumatoid 
‐ Pemeriksaan ANCA, C3,C4, CRP, dan pemeriksaan panel 
autoimun lainnya. 
‐ Pemeriksaan analisis BAL  
‐ Pemeriksaan analisis metal dan bahan lain dalam BAL.  
‐ Pemeriksaan infeksi (virus, M.Tb, jamur, dan lainnya) 
o Pemeriksaan faal paru:  
‐ Uji jalan 6 menit 
‐ Spirometri 
‐ Kapasitas difusi (DLCO) bila tersedia 
                                                                                                            
                                                                                                                        
‐ Cardiopulmonary Exercise Test (CPET) bila diperllukan dan 
tersedia 
‐ Ergospirometri bila diperlukan dan sarana tersedia 
‐ Pemeriksaan polisomnografi bila diperlukan dan sarana tersedia 
o Pemeriksaan transtorakal biopsi (core biopsy). 
o Pemeriksaan Bronkoskopi: kurasan bronkus (bronchoalveolar lavage) 
o Biopsi paru melalui bronkoskopi (transbronchial lung biopsy, 
cryobiopsy)  
o Biopsi paru terbuka (open lung biopsy), VATS 
o Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi  
o Penilaian kualitas hidup (kuesioner) 
 
8.  penanganan
o Diagnostik (seperti di atas) 
o Nonfarmakologis  
‐ Terapi oksigen  
‐ Rehabilitasi paru  
‐ Terapi paliatif  
‐ Nutrisi sesuai angka kecukupan gizi dan komorbid 
‐ Rawat inap, bila ada indikasi 
‐ Vaksinasi 
o Farmakologis  
o Pemberian Antifibrosis Pirfenidone, Nintedanib dapat 
dipertimbangkan pada masalah  penyakit fibrosis paru idiopatik 
(idiopathic pulmonary fibrosis/IPF), SSc-ILD, atau ILD dengan 
tipe fibrosis kronik (chronic fibrosing interstitial lung diseases). 
o Steroid: pemberian steroid dapat diberikan pada kondisi eksaserbasi 
akut. 
o Makrolid: pemberian makrolid sebagai antiinflamasi dapat 
diberikan pada kondisi tertentu, seperti: azitromisin 250-500mg, 
klaritromisin 500mg, eritromisin 2x250mg. 
o Terapi simtomatik: antitusif (non-narkotik, atau narkotik (kodein 
dan lainnya)) 
o Mukolitik bila diperlukan 
o Antioksidan (seperti, n-asetilsistein) bila diperlukan. 
o Antibiotik bila ada infeksi bakterial 
o Mikronutrien 
o Vaksinasi 
 
9.  Komplikasi o Pneumonia     
o Gagal napas        
o Acute Respiratory Distress Syndrome 
o Pneumotoraks  
o Batuk darah 
o Tromboemboli paru 
o Gangguan koagulopati 
o Hipertensi pulmonal  
o Cor pulmonale kronik 
o Gangguan tidur 
o Gangguan psikologis  
 
               
             
10. Penyakit Penyerta o Kanker paru 
o Diabetes mellitus (tipe 1 dan 2) 
o Hepatitis  
o Penyakit terkait geriatri 
o Penyakit terkait autoimun 
o Penyakit ginjal 
o Penyakit hati  
o Penyakit Jantung  
o Hipertensi 
o Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 
o Asma 
o Tuberkulosis (TB) 
o Penyakit kronik lain 
o Obesitas 
 
11. Follow Up / Evaluasi Evaluasi dilakukan meliputi: 
 
Keluhan klinis  
o Batuk (evaluasi perubahan gejala batuk), melalui skor gejala batuk. 
o Sesak napas (evaluasi perubahan sesak napas), melalui skor MMRC 
o Kualitas hidup, melalui skor  
o Uji jalan 6 menit (6-minutes walk test). 
o Pemeriksaan fisis 
o Pemeriksaan  saturasi oksigen 
 
Pemeriksaan faal paru 
Spirometri dan/atau DLCo
 
Pemeriksaan radiologis 
Pemeriksaan foto toraks atau HRCT toraks 
 
Pemeriksaan laboratorium 
Pemeriksaan darah lengkap, kimia, penanda inflamasi, dan lainnya. 
 
Evaluasi klinis dilakukan sekurangnya setiap bulan, evaluasi faal paru bila 
kondisi klinis memungkinkan, radiologis (HRCT toraks) dilakukan setiap 
8-12 minggu. 
Klinisi menentukan kelanjutan pemberian obat antifibrosis. 
 
12. Prognosis Qua ad vitam: dubia 
Qua ad functionam: dubia 
Qua ad sanationam: dubia 
 
13. Konsultasi Konsultasi ke spesialis lainnya diperlukan sesuai temuan klinis, penyakit 
penyerta/komorbid dan komplikasi pada pasien. 
 
12. nasihat  o Kebersihan personal dan lingkungan  
o Etika batuk dan bersin  
o Tidak merokok 
o memakai  masker 
o Mencuci tangan teratur 
                                                                                                          
                                                                                                                        
o Menjaga jarak dan menghindari kerumunan 
o Bila keluhan memburuk segera ke pelayanan kesehatan 
o Disarankan vaksinasi influenza, pneumokokus, COVID-19 sesuai 
rekomendasi profesi. 
 
 
13 Indikasi Pulang Sesuai kondisi klinis dan asuhan paliatif bila diperlukan. 
 

 
PNEUMONIA INTERSTISIAL 
 NON SPESIFIK  
1.  Pengertian 
Pneumonia interstisial non-spesifik (NSIP) yaitu  bagian dari 
pneumonia interstisial idiopatik (idiopathic interstitial pneumonia) 
dengan gambaran inflamasi dan fibrosis interstisial yang homogen. 
Dikatakan nonspesifik karena gambaran histoptologi yang nonspesifik, 
biasanya bilateral, dan di lobus bawah paru. NSIP dapat berupa 
idiopatik, atau berhubungan dengan penyakit jaringan ikat (connective 
tissue diseases), infeksi, atau sebab lain, seperti infeksi (HIV atau virus), 
obat (amiodaron, metotrexate), pneumonitis hipersensitif, pneumonia 
interstisial dengan gambaran autoimun (interstitial pneumonia with 
autoimmune features/IPAF) 
2.  Anamnesis Keluhan utama berupa sesak, batuk, berat badan turun, nyeri dada, bengkak pada kaki, dan jari tabuh.
3.  Pemeriksaan Fisik 
Pada pemeriksaan fisis paru dapat ditemukan: 
Inspeksi    : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Palpasi        : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Perkusi       : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Auskultasi  : Normal atau dapat ditemukan kelainan, dapat berupa ronki 
basah velkro (velcro crackles) pada akhir inspirasi pada kedua basal 
paru.  
Dapat disertai jari tabuh, dan penurunan saturasi oksigen. 
4.  Kriteria diagnosa  
Kriteria diagnosa penyakit paru interstitial nonspesifik meliputi: proses 
inflamasi dan fibrosis dari jaringan interstisial, gambaran radiologis 
berupa kesuraman (groundglass opacities) disertai gambaran retikuler 
bilateral, disertai dengan gambaran restriksi pada spirometri. 
5.  diagnosa  Kerja Pneumonia interstisial non-spesifik (non-specific interstitial pneumonia) (ICD X J84.113) 
6.  diagnosa  Banding 
o Penyakit paru interstisial idiopatik lainnya  
o Pneumonitis hipersensitif 
o Non-specific interstitial pneumonia  
o Penyakit paru interstisial karena penyakit autoimun 
o Chronic-fibrosing interstitial lung diseases 
o Penyakit paru interstisial karena obat 
o Penyakit paru akibat kerja 
o Sarkoidosis 
o Bronkiektasis 
o Fibrosis kistik 
o Penyakit paru obstruktif kronik 
o Tuberkulosis 
o Kanker paru 
o Sindrom respirasi pasca COVID-19 
                                                                                                           
                                                                                                                        
 
7.  Pemeriksaan Penunjang 
o Pemeriksaan radiologi:  
‐ Foto toraks AP/PA dan/atau 
‐ CT scan toraks (HRCT toraks)  
‐ Lung perfusion scan atas indikasi 
o Pemeriksaan faal paru (di bawah) 
‐ Spirometri rutin 
‐ Pemeriksaan kapasitas difusi 
o Pemeriksaan pulseoksimetri 
o Pemeriksaan laboratorium:  
‐ Darah lengkap 
‐ Faal hati SGOT, SGPT, Bilirubin, GGT 
‐ Faal ginjal: ureum, kreatinin 
‐ Gula darah, HbA1c 
‐ Analisis gas darah dan elektrolit bila diperlukan 
‐ Pemeriksaan D-dimer, PT, APTT, Fibrinogen 
‐ Pemeriksaan ANA penyaring, profil ANA,  
‐ ds-DNA, faktor rheumatoid 
‐ Pemeriksaan ANCA, C3,C4, CRP, dan pemeriksaan autoimun  
o Pemeriksaan faal paru:  
‐ Uji jalan 6 menit 
‐ Spirometri 
‐ Kapasitas difusi (DLCO) bila tersedia 
‐ Cardiopulmonary Exercise Test (CPET) bila diperllukan dan 
tersedia 
‐ Ergospirometri bila diperlukan dan sarana tersedia 
‐ Pemeriksaan polisomnografi bila diperlukan dan sarana tersedia 
o Pemeriksaan biopsi transtorakal 
o Pemeriksaan Bronkoskopi: kurasan bronkus (bronchoalveolar 
lavage) 
o Biopsi paru melalui bronkoskopi (transbronchial lung biopsy, 
cryobiopsy)  
o Biopsi paru terbuka (open lung biopsy), VATS 
o Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi  
o Penilaian kualitas hidup (kuesioner) 
 
8.  penanganan
o Diagnostik (seperti di atas) 
o Nonfarmakologis  
‐ Terapi oksigen  
‐ Rehabilitasi paru  
‐ Terapi paliatif  
‐ Nutrisi sesuai angka kecukupan gizi dan komorbid 
‐ Rawat inap, bila ada indikasi 
‐ Vaksinasi 
o Farmakologis  
‐ Pemberian antifibrosis Pirfenidone, Nintedanib dapat 
dipertimbangkan pada masalah  penyakit fibrosis paru idiopatik 
(idiopathic pulmonary fibrosis/IPF), SSc-ILD, atau ILD dengan 
tipe fibrosis kronik (chronic fibrosing interstitial lung diseases) 
‐ Steroid: pemberian steroid dapat diberikan pada kondisi 
eksaserbasi akut. 
                
             
‐ Makrolid: pemberian makrolid sebagai antiinflamasi dapat 
diberikan pada kondisi tertentu, seperti: azitromisin 250-500mg, 
klaritromisin 500mg, eritromisin 2x250mg. 
‐ Terapi simtomatik: antitusif (non-narkotik, atau narkotik (kodein 
dan lainnya)) 
‐ Mukolitik bila diperlukan 
‐ Antioksidan (seperti, n-asetilsistein) bila diperlukan. 
‐ Antibiotik bila ada infeksi bakterial 
‐ Mikronutrien 
‐ Vaksinasi 
 
9.  Komplikasi o Pneumonia     
o Gagal napas        
o Acute Respiratory Distress Syndrome 
o Pneumotoraks  
o Batuk darah 
o Tromboemboli paru 
o Gangguan koagulopati 
o Hipertensi pulmonal  
o Cor pulmonale kronik 
o Gangguan tidur 
o Gangguan psikologis  
 
10. Penyakit Penyerta o Kanker paru 
o Diabetes mellitus (tipe 1 dan 2) 
o Hepatitis  
o Penyakit terkait geriatri 
o Penyakit terkait autoimun 
o Penyakit ginjal 
o Penyakit hati  
o Penyakit Jantung  
o Hipertensi 
o Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 
o Asma 
o Tuberkulosis (TB) 
o Penyakit kronik lain 
o Obesitas 
 
11. Follow Up / Evaluasi Evaluasi dilakukan meliputi: 
 
Keluhan klinis  
‐ Batuk (evaluasi perubahan gejala batuk), melalui skor gejala 
batuk 
‐ Sesak napas (evaluasi perubahan sesak napas), melalui skor 
MMR 
‐ Kualitas hidup, melalui skor  
‐ Uji jalan 6 menit (6-minutes walk test).  
‐ Pemeriksaan fisis
                                                                                                            
                                                                                                                        
- Pemeriksaan saturasi oksigen 
Pemeriksaan faal paru 
Spirometri dan/atau DLCo
 
Pemeriksaan radiologis 
Pemeriksaan foto toraks atau HRCT toraks 
 
Pemeriksaan laboratorium 
Pemeriksaan darah lengkap, kimia, penanda inflamasi, dan 
lainnya. 
 
Evaluasi klinis dilakukan sekurangnya setiap bulan, evaluasi faal 
paru bila kondisi klinis memungkinkan, radiologis (HRCT toraks) 
dilakukan setiap 8-12 minggu. 
Klinisi menentukan kelanjutan pemberian obat antifibrosis.  
 
 
12. Prognosis Qua ad vitam: dubia 
Qua ad functionam: dubia 
Qua ad sanationam: dubia 
 
13. Konsultasi Konsultasi ke spesialis lainnya diperlukan sesuai temuan klinis, penyakit 
penyerta/komorbid dan komplikasi pada pasien. 
 
14. nasihat  o Kebersihan personal dan lingkungan  
o Etika batuk dan bersin  
o Tidak merokok 
o memakai  masker 
o Mencuci tangan teratur 
o Menjaga jarak dan menghindari kerumunan 
o Bila keluhan memburuk segera ke pelayanan kesehatan 
o Disarankan vaksinasi influenza, pneumokokus, COVID-19 sesuai 
rekomendasi profesi. 
 
15. Indikasi Pulang Sesuai kondisi klinis 
 

 
FIBROSIS PARU IDIOPATIK 
(IDIOPATHIC PULMONARY FIBROSIS) 
 
1.  Pengertian Fibrosis Paru Idiopatik adalah fibrosis yang terjadi di jaringan interstisial 
paru, yang bersifat progresif, kronik, dengan sebab tidak diketahui, yang 
terjadi hanya pada paru, terutama pada usia dewasa. 
 
2.  Anamnesis Keluhan utama berupa sesak, batuk, berat badan turun, nyeri dada, 
bengkak pada kaki, dan jari tabuh. 
3.  Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisis paru dapat ditemukan: 
Inspeksi    : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Palpasi        : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Perkusi       : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Auskultasi  : Normal atau dapat ditemukan kelainan, dapat berupa ronki 
basah velkro (velcro crackles)  pada akhir inspirasi  pada kedua basal 
paru.  
Dapat disertai jari tabuh, dan penurunan saturasi oksigen. 
4.  Kriteria diagnosa  Kriteria diagnosa fibrosis paru idiopatik (FPI) meliputi:  
o Eksklusi dari seluruh penyebab penyakit paru interstisial yang 
diketahui (pajanan domestik dan kerja, penyakit jaringan ikat, penyakit 
kolagen, efek samping obat dan lainnya) dan, 
o Terlihat gambaran Usual Interstisial Pneumonia pada HRCT Toraks,  
atau 
o Kombinasi gambaran “probable/possible UIP” dengan atau tanpa 
biopsi paru. 
Jika diperlukan, suatu diskusi multidisiplin dapat dilakukan untuk 
menyepakati diagnosa FPI, seperti yang tertera dalam algoritma diagnosa 
FPI. 
5.  diagnosa  Kerja Penyakit Fibrosis Paru Idiopatik (idiopathic pulmonary fibrosis) (ICD X 
J84.112) 
6.  diagnosa  Banding o Penyakit paru interstisial idiopatik lainnya  
o Pneumonitis hipersensitif 
o Non-specific interstitial pneumonia  
o Penyakit paru interstisial karena penyakit autoimun 
o Chronic-fibrosing interstitial lung diseases 
o Penyakit paru interstisial karena obat 
o Penyakit paru akibat kerja 
o Sarkoidosis 
o Bronkiektasis 
o Fibrosis kistik 
o Penyakit paru obstruktif kronik 
o Tuberkulosis 
o Kanker paru 
o Sindrom respirasi pasca COVID-19 
                                                                                                          
                                                                                                                        
 
7.  Pemeriksaan Penunjang 
o Pemeriksaan radiologi:  
‐ Foto toraks AP/PA dan/atau 
‐   CT scan toraks (HRCT toraks)  
‐   Lung perfusion scan atas indikasi 
o Pemeriksaan faal paru (di bawah) 
‐ Spirometri rutin 
‐ Pemeriksaan kapasitas difusi 
o Pemeriksaan pulseoksimetri 
o Pemeriksaan laboratorium:  
‐ Darah lengkap 
‐ Faal hati SGOT, SGPT, Bilirubin, GGT 
‐ Faal ginjal: ureum, kreatinin 
‐ Gula darah, HbA1c 
‐ Analisis gas darah dan elektrolit bila diperlukan 
‐ Pemeriksaan D-dimer, PT, APTT, Fibrinogen 
‐ Pemeriksaan ANA penyaring, profil ANA,  
‐ ds-DNA, faktor rheumatoid 
‐ Pemeriksaan ANCA, C3,C4, CRP 
o Pemeriksaan faal paru:  
‐ Uji jalan 6 menit 
‐ Spirometri 
‐ Kapasitas difusi (DLCO) bila tersedia 
‐ Cardiopulmonary Exercise Test (CPET) bila diperllukan dan tersedia 
‐ Ergospirometri bila diperlukan dan sarana tersedia 
‐ Pemeriksaan polisomnografi bila diperlukan dan sarana tersedia 
o Pemeriksaan Bronkoskopi: kurasan bronkus (bronchoalveolar lavage) 
o Biopsi paru melalui bronkoskopi (transbronchial lung biopsy, 
cryobiopsy)  
o Biopsi paru terbuka (open lung biopsy), VATS 
o Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi  
o Penilaian kualitas hidup (kuesioner) 
 
8.  penanganan
o Diagnostik 
Kriteria diagnosa  IPF meliputi: (copas di atas0. 
‐ Eksklusi penyebab ILD yang lain (penyakit jaringan konektif (CTD-
ILD), obat, lingkungan dan pekerjaan) 
‐ Gambaran HRCT: UIP (usual interstitial pneumonia) 
‐ atau bila HRCT tidak menggambarkan suatu UIP, diagnosa dapat 
diputuskan melalui sebuah diskusi multidisiplin (MDT) sebagai IPF 
 
Algoritma 
Algoritma penanganan  diagnosa dan terapi pasien fibrosis paru idiopatik 
dapat dilihat pada gambar 1 (lampiran).    
o Nonfarmakologis  
‐ Terapi oksigen  
‐ Rehabilitasi paru  
‐ Terapi paliatif  
‐ Nutrisi sesuai angka kecukupan gizi dan komorbid 
‐ Rawat inap, bila ada indikasi 
 
                
             
o Farmakologis  
‐ Antifibrosis pirfenidone (tablet), dengan dosis 3-3-3 tablet (mg) 
setiap hari atau nintedanib (2x150mg; kapsul lunak gelatin berassal 
dari babi) setiap hari.  
‐ Steroid: pemberian steroid dapat diberikan pada kondisi eksaserbasi 
akut. 
‐ Makrolid: pemberian makrolid sebagai antiinflamasi dapat diberikan 
pada kondisi tertentu, seperti: azitromisin 250-500mg, klaritromisin 
500mg, eritromisin 2x250mg. 
‐ Terapi simtomatik: antitusif (non-narkotik, atau narkotik (kodein dan 
lainnya)) 
‐ Mukolitik bila diperlukan 
‐ Antioksidan (seperti, n-asetilsistein) bila diperlukan. 
‐ Antibiotik bila ada infeksi bakterial 
‐ Mikronutrien 
‐ Vaksinasi 
 
 
 
Algoritma diagnosa  dan penanganan Fibrosis Paru Idiopatik (dikutip 
dari 1) 
 
9.  Komplikasi o Pneumonia     
o Gagal napas        
o Acute Respiratory Distress Syndrome 
o Pneumotoraks  
o Batuk darah 
l                                                                                                           
                                                                                                                        
o Tromboemboli paru 
o Gangguan koagulopati 
o Hipertensi pulmonal  
o Cor pulmonale kronik 
o Gangguan tidur 
o Gangguan psikologis  
10. Penyakit Penyerta o Kanker paru 
o Diabetes mellitus (tipe 1 dan 2) 
o Hepatitis  
o Penyakit terkait geriatri 
o Penyakit terkait autoimun 
o Penyakit ginjal 
o Penyakit hati  
o Penyakit Jantung  
o Hipertensi 
o Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 
o Asma 
o Tuberkulosis (TB) 
o Penyakit kronik lain 
o Obesitas 
 
11. Follow Up / Evaluasi Evaluasi dilakukan meliputi: 
 
Keluhan klinis  
o Batuk (evaluasi perubahan gejala batuk), melalui skor gejala batuk. 
o Sesak napas (evaluasi perubahan sesak napas), melalui skor MMRC 
o Kualitas hidup, melalui skor  
o Uji jalan 6 menit (6-minutes walk test).  
o Pemeriksaan fisis 
- Pemeriksaan saturasi oksigen 
 
Pemeriksaan faal paru 
o Spirometri dan/atau DLCo
 
Pemeriksaan radiologis 
o Pemeriksaan foto toraks atau HRCT toraks 
 
Evaluasi klinis dilakukan sekurangnya setiap bulan, evaluasi faal paru bila 
kondisi klinis memungkinkan, radiologis (HRCT toraks) dilakukan setiap 
8-12 minggu. 
Klinisi menentukan kelanjutan pemberian obat antifibrosis. 
 
12. Prognosis Qua ad vitam: dubia 
Qua ad functionam: dubia 
Qua ad sanationam: dubia 
 
13. Konsultasi Konsultasi ke spesialis lainnya diperlukan sesuai temuan klinis, penyakit 
penyerta/komorbid dan komplikasi pada pasien. 
 
13. nasihat  o Kebersihan personal dan lingkungan  
o Etika batuk dan bersin  
                
             
o Tidak merokok 
o memakai  masker 
o Mencuci tangan teratur 
o Menjaga jarak dan menghindari kerumunan 
o Bila keluhan memburuk segera ke pelayanan kesehatan 
o Disarankan vaksinasi influenza dan pneumokokus sesuai rekomendasi 
profesi. 
 
14. Indikasi Pulang Sesuai kondisi klinis dan asuhan paliatif. 
 

 
PENYAKIT PARU INTERSTISIAL TERKAIT 
SKLEROSIS SISTEMIK  
diagnosa :  Penyakit paru interstisial terkait sistemik sklerosis(Interstitial lung disease associated 
with systemic sclerosis SSc ILD) 
1.  Pengertian   
    
Penyakit paru interstisial terkait sistemik sclerosis adalah penyakit autoimun yang 
ditandai dengan trias patogenik yang terdiri atas kerusakan mikrovaskular, disregulasi 
sistem imun dan fibrosis pada paru.  
2.  Anamnesis Keluhan utama berupa sesak, batuk kering, berat badan turun dan cepat lelah2 
3.  Pemeriksaan  
     Fisis 
Pada pemeriksaan fisis paru dapat ditemukan: 
Inspeksi    : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Palpasi        : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Perkusi       : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Auskultasi  : Normal atau dapat ditemukan kelainan, dapat berupa ronki basah 
velkro (velcro crackles)  pada akhir inspirasi  pada kedua basal paru.  
Dapat disertai jari tabuh, penurunan saturasi oksigen, penebalan /pengerasan kulit, 
ulkus atau pitting scars, telangiektasia, fenomena Raynaud  
4.  Kriteria  
     diagnosa  
 
Kriteria diagnosa SSc-ILD meliputi:  
o Gambaran sklerosis sistemik sesuai klasifikasi ACR/EULAR 2013 yaitu 
penebalan kulit jari kedua tangan yang meluas proksimal ke sendi 
metacarphophalangeal, penebalan kulit pada jari-jari tangan, lesi pada ujung jari, 
telangiektasia, kapiler abnormal pada lipatan kuku, fenomena Raynaud, hipertensi 
pulmoner dan autoantibodi yang berkaitan dengan SSc.  
o ada  gambaran fibrosis pada high resolution computed tomography (HRCT) 
atau foto toraks standar yang biasanya terlihat pada bagian basal. Gambaran 
umum pada HRCT adalah non-specific interstitial pneumonia (NSIP).1 Pada 
sebagian kecil masalah  juga dapat ditemukan gambaran usual interstitial pneumonia 
(UIP). 
o Jika diperlukan, suatu diskusi multidisiplin dapat dilakukan untuk menyepakati 
diagnosa SSc-ILD 
5.  diagnosa  Kerja Penyakit penyakit paru interstisial terkait sistemik sklerosis (Interstitial lung disease 
associated with systemic sclerosis SSc-ILD)  Kode ICD X: M34.81 
6.  diagnosa   
     Banding 
o Edema paru 
o Pneumonia,  
o Tromboemboli paru kronik 
o Hemoragik alveolar 
o Penyakit paru interstisial idiopatik lainnya  
o Pneumonitis hipersensitif 
o Non-specific interstitial pneumonia  
o Chronic-fibrosing interstitial lung diseases 
o Penyakit paru interstisial karena obat 
o Sarkoidosis 
               
             
o Fibrosis kistik 
o Tuberkulosis 
o Kanker paru 
o Sindrom respirasi pasca COVID-19 
7.  Pemeriksaan  
     Penunjang 
o Pemeriksaan radiologi:  
‐ Foto toraks AP/PA dan/atau 
‐ CT scan toraks (HRCT toraks)  
o Pemeriksaan faal paru (di bawah) 
‐ Spirometri rutin 
‐ Pemeriksaan kapasitas difusi 
o Pemeriksaan pulseoksimetri 
o Pemeriksaan capillaroscopy 
o Pemeriksaan laboratorium:  
‐ Darah lengkap 
‐ Faal hati SGOT, SGPT, Bilirubin, GGT 
‐ Faal ginjal: ureum, kreatinin 
‐ Gula darah, HbA1c 
‐ Analisis gas darah dan elektrolit bila diperlukan 
‐ Pemeriksaan D-dimer, PT, APTT, Fibrinogen 
‐ Pemeriksaan ANA penyaring, profil ANA, ds-DNA, faktor rheumatoid 
‐ Pemeriksaan ANCA, C3,C4, CRP 
o Pemeriksaan faal paru:  
‐ Uji jalan 6 menit 
‐ Spirometri 
‐ Kapasitas difusi (DLCO) bila tersedia 
o Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi  
o Penilaian kualitas hidup (kuesioner) 
8.  penanganan 
o Algoritma 
Algoritma diagnosa dan penanganan  SSc ILD dapat dilihat pada gambar 
(lampiran).    
o Nonfarmakologis  
‐ Terapi oksigen  
‐ Rehabilitasi paru 
‐ Terapi paliatif  
‐ Nutrisi sesuai angka kecukupan gizi dan komorbid 
‐ Rawat inap, bila ada indikasi 
o Farmakologis  
‐ Antifibrosis pirfenidone (tablet), dengan dosis 3-3-3 tablet (mg) setiap hari atau 
nintedanib (2x150mg; kapsul lunak gelatin asal babi) setiap hari  
‐ Prednisolon 20 mg (selang sehari) diikuti dengan siklofosfamid 600 mg/m2 
setiap 4 minggu (selama 6 kali) diikuti oleh azatioprin 2,5 mg/kg/day 
(maksimal 200 mg/hari) sebagai terapi maintenance. 
‐ Micofenolat mofetil 2x750 mg selama 24 bulan 
‐ Transplantasi sel punca hematopoietik 
‐ Makrolid: pemberian makrolid sebagai antiinflamasi dapat diberikan pada 
kondisi tertentu, seperti: azitromisin 250-500mg, klaritromisin 500mg, 
eritromisin 2x250mg. 
‐ Terapi simtomatik: antitusif (non-narkotik, atau narkotik (kodein dan lainnya) 
‐ Mukolitik bila diperlukan 
‐ Antioksidan (seperti, n-asetilsistein) bila diperlukan. 
‐ Antibiotik bila ada infeksi bakterial 
                                                                                                             
                                                                                                                        
‐ Mikronutrien 
‐ Vaksinasi 
      
 
Algoritma diagnosa  dan penanganan Sklerosis Sistemik terkait ILD 
 
9.  Komplikasi 
o Pneumonia     
o Gagal napas   
o Acute Respiratory Distress Syndrome 
o Pneumotoraks  
o Batuk darah 
o Tromboemboli paru 
o Gangguan koagulopati 
o Hipertensi pulmonal  
o Cor pulmonale kronik 
o Gangguan tidur 
o Gangguan psikologis
10. Penyakit  
      Penyerta  
   
o Kanker paru 
o Diabetes mellitus (tipe 1 dan 2) 
o Hepatitis  
o Penyakit terkait geriatri 
o Penyakit terkait autoimun 
o Penyakit ginjal 
o Penyakit hati  
o Penyakit Jantung  
o Hipertensi 
o Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 
o Asma 
o Tuberkulosis (TB) 
o Penyakit kronik lain 
o Obesitas 
  
                
             
 
11. Follow 
Up/Evaluasi 
Evaluasi dilakukan meliputi: 
 
Keluhan klinis  
‐ Batuk (evaluasi perubahan gejala batuk), melalui skor gejala batuk 
‐ Sesak napas (evaluasi perubahan sesak napas), melalui skor MMR 
‐ Kualitas hidup, melalui skor  
‐ Uji jalan 6 menit (6-minutes walk test).  
‐ Pemeriksaan fisis 
- Pemeriksaan saturasi oksigen 
 
Pemeriksaan faal paru 
Spirometri dan/atau DLCo
 
Pemeriksaan radiologis 
Pemeriksaan foto toraks atau HRCT toraks 
 
Evaluasi klinis dilakukan sekurangnya setiap bulan, evaluasi faal paru bila kondisi 
klinis memungkinkan, radiologis (HRCT toraks) dilakukan setiap 8-12 minggu. 
Klinisi menentukan kelanjutan pemberian obat antifibrosis.  
 
12. Prognosis 
 
Qua ad vitam: dubia 
Qua ad functionam: dubia 
Qua ad sanationam: dubia 
 
13. Konsultasi 
Konsultasi ke spesialis lainnya diperlukan sesuai temuan klinis, penyakit 
penyerta/komorbid dan komplikasi pada pasien. 
 
14. nasihat  
o Kebersihan personal dan lingkungan  
o Etika batuk dan bersin  
o Tidak merokok 
o memakai  masker 
o Mencuci tangan teratur 
o Menjaga jarak dan menghindari kerumunan 
o Bila keluhan memburuk segera ke pelayanan kesehatan 
o Disarankan vaksinasi influenza dan pneumokokus sesuai rekomendasi profesi. 
 

 
FIBROSIS PARU PASCA COVID-19 
  
1.  Pengertian   
    Fibrosis Paru pasca COVID-19 
2.  Anamnesis Keluhan utama berupa sesak, batuk, berat badan turun, nyeri dada, bengkak pada kaki, nyeri dada. 
3.  Pemeriksaan  
     Fisis 
Pada pemeriksaan fisis paru dapat ditemukan: 
Inspeksi    : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Palpasi        : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Perkusi       : Normal atau dapat ditemukan kelainan. 
Auskultasi  : Normal atau dapat ditemukan kelainan, dapat berupa ronki basah 
velkro (velcro crackles)  pada akhir inspirasi  pada kedua basal paru.  
Dapat disertai jari tabuh, dan penurunan saturasi oksigen.  
4.  Kriteria  
     diagnosa  
Kriteria diagnosa fibrosis paru pasca COVID-19 meliputi:  
o Riwayat pneumonia COVID-19, 
o Eksklusi dari seluruh penyebab penyakit paru interstisial yang diketahui 
(pajanan domestik dan kerja, penyakit jaringan ikat, penyakit kolagen, efek 
samping obat dan lainnya) dan, 
o Terlihat gambaran Pneumonia Interstisial pada HRCT Toraks, dan, atau  
o Gangguan faal paru berupa gangguan difusi dan atau restriksi 
 
5.  diagnosa  Kerja 
Fibrosis Paru pasca COVID-19 (post-COVID-19 lung fibrosis) (ICD X 
J84.9 atau B94.8)
6.  diagnosa   
     Banding 
o Penyakit paru interstisial idiopatik lainnya  
o Pneumonitis hipersensitif 
o Non-specific interstitial pneumonia  
o Penyakit paru interstisial karena penyakit autoimun 
o Penyakit paru interstisial karena infeksi virus lainnya 
o Chronic-fibrosing interstitial lung diseases 
o Penyakit paru interstisial karena obat 
o Penyakit paru akibat kerja 
o Sarkoidosis 
o Bronkiektasis 
o Fibrosis kistik 
o Penyakit paru obstruktif kronik 
o Tuberkulosis 
o Kanker paru 
o Sindrom respirasi pasca COVID-19
          
 
7.  Pemeriksaan  
     Penunjang 
o Pemeriksaan radiologi:  
‐ Foto toraks AP/PA dan/atau 
‐ CT scan toraks (HRCT toraks)  
‐ Lung perfusion scan atas indikasi 
o Pemeriksaan faal paru (di bawah) 
‐ Spirometri rutin 
‐ Pemeriksaan kapasitas difusi 
o Pemeriksaan pulseoksimetri 
o Pemeriksaan laboratorium:  
‐ Darah lengkap 
‐ Faal hati SGOT, SGPT, Bilirubin, GGT 
‐ Faal ginjal: ureum, kreatinin 
‐ Gula darah, HbA1c 
‐ Analisis gas darah dan elektrolit bila diperlukan 
‐ Pemeriksaan D-dimer, PT, APTT, Fibrinogen 
‐ Pemeriksaan ANA penyaring, profil ANA,  
‐ ds-DNA, faktor rheumatoid 
‐ Pemeriksaan ANCA, C3,C4, CRP 
o Pemeriksaan faal paru:  
o Uji jalan 6 menit 
o Spirometri 
o Kapasitas difusi (DLCO) bila tersedia 
o Cardiopulmonary Exercise Test (CPET) bila diperllukan dan tersedia 
o Ergospirometri bila diperlukan dan sarana tersedia 
o Pemeriksaan polisomnografi bila diperlukan dan sarana tersedia 
o Pemeriksaan Bronkoskopi: kurasan bronkus (bronchoalveolar lavage) 
o Biopsi paru melalui bronkoskopi (transbronchial lung biopsy, cryobiopsy)  
o Biopsi paru terbuka (open lung biopsy), VATS 
o Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi  
o Penilaian kualitas hidup (kuesioner) 
 
8.  penanganan 
o Diagnostik 
Kriteria diagnosa  FPC meliputi:  
‐ Riwayat pneumonia COVID-19 
‐ Eksklusi penyakit paru interstisial lain 
‐ Gambaran HRCT: pneumonia interstisial dan atau 
‐ Gangguan faal paru berupa difusi atau restriksi 
 
o Nonfarmakologis  
‐ Terapi oksigen  
‐ Rehabilitasi paru  
‐ Terapi paliatif  
‐ Nutrisi sesuai angka kecukupan gizi dan komorbid 
‐ Rawat inap, bila ada indikasi 
 
o Farmakologis  
‐ Steroid: pemberian steroid dapat diberikan pada kondisi eksaserbasi 
akut. 
‐ Makrolid: pemberian makrolid sebagai antiinflamasi dapat diberikan 
                
             
pada kondisi tertentu, seperti: azitromisin 250-500mg, klaritromisin 
500mg, eritromisin 2x250mg. 
‐ Terapi simtomatik: antitusif (non-narkotik, atau narkotik (kodein dan 
lainnya)) 
‐ Pemberian antifibrotik berupa pirfenidone atau nintedanib dapat 
dipertimbangkan.  
‐ Mukolitik bila diperlukan 
‐ Antioksidan (seperti, n-asetilsistein) bila diperlukan. 
‐ Antibiotik bila ada infeksi bakterial 
‐ Mikronutrien 
‐ Vaksinasi 
      
9.  Komplikasi 
o Pneumonia     
o Gagal napas        
o Acute Respiratory Distress Syndrome 
o Pneumotoraks  
o Batuk darah 
o Tromboemboli paru 
o Gangguan koagulopati 
o Hipertensi pulmonal  
o Cor pulmonale kronik 
o Gangguan tidur 
o Gangguan psikologis  
 
10. Penyakit  
      Penyerta  
      (komorbid) 
o Kanker paru 
o Diabetes mellitus (tipe 1 dan 2) 
o Hepatitis  
o Penyakit terkait geriatri 
o Penyakit terkait autoimun 
o Penyakit ginjal 
o Penyakit hati  
o Penyakit Jantung  
o Hipertensi 
o Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 
o Asma 
o Tuberkulosis (TB) 
o Penyakit kronik lain 
o Obesitas 
  
11. Follow Up/Evaluasi 
Evaluasi dilakukan meliputi: 
 
Keluhan klinis  
o Batuk (evaluasi perubahan gejala batuk), melalui skor gejala batuk. 
o Sesak napas (evaluasi perubahan sesak napas), melalui skor MMRC 
o Kualitas hidup, melalui skor  
o Uji jalan 6 menit (6-minutes walk test). 
o Pemeriksaan fisis 
o Pemeriksaan saturasi oksigen
                                                                                                      
                                                                                                                        
 
 
Pemeriksaan faal paru 
Spirometri dan/atau DLCo
 
Pemeriksaan radiologis 
Pemeriksaan foto toraks atau HRCT toraks 
 
Evaluasi klinis dilakukan sekurangnya setiap bulan, evaluasi faal paru bila 
kondisi klinis memungkinkan, radiologis (HRCT toraks) dilakukan setiap 8-12 
minggu. 
Klinisi menentukan kelanjutan pemberian obat antifibrosis.  
 
12. Prognosis 
 
Qua ad vitam: dubia 
Qua ad functionam: dubia 
Qua ad sanationam: dubia 
 
13. Konsultasi 
Konsultasi ke spesialis lainnya diperlukan sesuai temuan klinis, penyakit 
penyerta/komorbid dan komplikasi pada pasien. 
 
14. nasihat  
o Kebersihan personal dan lingkungan  
o Etika batuk dan bersin  
o Tidak merokok 
o memakai  masker 
o Mencuci tangan teratur 
o Menjaga jarak dan menghindari kerumunan 
o Bila keluhan memburuk segera ke pelayanan kesehatan 
o Disarankan vaksinasi influenza dan pneumokokus sesuai rekomendasi 
profesi. 
  

PENYAKIT SIRKULASI PULMONER 
 
 
CAISSON DISEASE/ DECOMPRESSION 
SICKNESS  
1. Pengertian Suatu kondisi akut yang terjadi karena terbentuknya gelembung-
gelembung gas dari fase larut dalam sirkulasi darah atau jaringan 
secara tiba-tiba akibat penurunan tekanan dengan cepat. Penyakit 
dekompresi terjadi karena perbedaan tekanan udara pada saat 
menyelam. Tubuh seharusnya beradaptasi terhadap tekanan seiring 
dengan kenaikan ketinggian yang cepat. 
 
2. Anamnesis o Pajanan berulang atau penyelaman berulang dalam waktu yang 
singkat 
o Pasien yang melakukan perjalanan udara dengan pesawat segera 
setelah menyelam (diving). 
o Prodromal:  malaise, lelah, rasa tidak enak, anoreksia, dan sakit 
kepala 
 
3. Pemeriksaan  
     Fisik 
Decompression sickness tipe I 
Penyakit dekompresi tipe I menimbulkan gejala ringan dan biasanya 
mempengaruhi sistem organ berikut. 
o Muskuloskletal:  nyeri sendi yang terlokalisir 
o Kutaneus: pruritus biasanya di tubuh bagian atas 
o Limfatik: limfadenopati dan edema lokal, biasanya dengan depresi 
folikel dan efek peau d'orange. Lesi ini terutama terlihat pada dada 
dan badan 
 
Decompression sickness tipe II 
Penyakit dekompresi tipe II lebih parah dan dapat memicu cedera 
permanen dan kematian serta mempengaruhi sistem berikut. 
o Neurologis: kerusakan pada sumsum tulang belakang lumbal atas 
atau daerah toraks lebih rendah berupa parestesia, paraplegia, 
hilangnya kendali  sfingter terutama kandung kemih dan otak berupa 
kehilangan memori, ataxia, gangguan penglihatan, perubahan 
kepribadian, ucapan dan emosi. 
o Paru: nyeri dada, mengi, dispnea, dan iritasi faring (tersedak).  
 
4. Kriteria diagnosa  Kumpulan gejala gangguan respirasi, sirkulasi, dan biasanya gangguan 
nervus perifer dan atau gangguan susunan saraf pusat yang terjadi pada 
seseorang yang terpapar penurunan tekanan udara tiba-tiba (biasanya 
terjadi peningkatan tekanan terlebih dulu). 
 
1. diagnosa  Kerja Caisson Disease : 
o Decompression sickness tipe I  
o Decompression sickness tipe II 
 
2. diagnosa  Banding Penyakit emboli udara pada arteri dan vena oleh sebab lain 
3. Pemeriksaan Penunjang - 
 
4. penanganano Mempertahankan jalan napas dengan menjamin ventilasi dan 
mencapai sirkulasi optimal.  
                
             
o Rekompresi. Bila perlu penderita dibawa ke ruang rekompresi yang 
terdekat, bila ada RUBT (Ruang Udara BertekananTinggi) portabel 
bertekanan 2 ATA di bawah pemantauan tenaga ahli hiperbarik. 
o Pemberian oksigen 100% 15 liter/menit dengan memakai  
masker reservoir.  
o Pemberian cairan NaCl 0.9% atau kristaloid/ koloid untuk 
mengatasi dehidrasi yang mungkin timbul setelah penyelaman 
(diuresis). Perendaman memicu penyelam kehilangan 250-
500 cc cairan per jam). Rehidrasi diperlukan untuk 
mempertahankan output urin yang baik.  
o Pemberian steroid deksametason 10 sampai 20 mg secara intravena, 
kemudian dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam. 
o Diazepam (5-10 mg) jika pasien mengalami pusing, ketidakstabilan 
dan gangguan visual terkait dengan kerusakan labirin (vestibular) 
pada telinga bagian dalam.  
o Dilantin (Fenitoin) diberikan IV 50 mg/menit selama 10 menit 
untuk 500 mg pertama dan kemudian 100 mg setiap 30 menit 
setelahnya untuk memantau konsentrasi darah yang dipertahankan 
10 sampai 20 mcg/ml. Jika lebih dari 25 mcg/ml akan berbahaya. 
Dapat diberikan aspirin 600 mg sebagai anti-platelet. 
 
5. Komplikasi Kehilangan memori, gangguan penglihatan, dan perubahan 
kepribadian, ucapan dan emosi sampai dengan kematian 
 
6. Penyakit Penyerta - 
7. Prognosis Tipe I biasanya memberikan prognosis yang baik, sedangkan tipe II 
biasanya memberikan prognosis yang jelek tanpa pengobatan yang 
cepat dan tepat. 
 
8. nasihat  Penumpang pesawat terbang sebaiknya disarankan untuk menunggu 12 
jam sebelum penerbangan bila orang tersebut melakukan satu 
penyelaman per hari. Individu yang telah menyelam beberapa kali atau 
yang memerlukan penghentian dekompresi harus dipertimbangkan 
menunggu hingga 48 jam sebelum penerbangan. 
 
9. Indikasi Pulang Bila tidak didapatkan lagi tanda kegawatan dan gejala klinis yang 
mematikan. 

 
HIGH ALTITUDE PULMONARY EDEMA   
 
1.  Pengertian 
High altitude pulmonary edema (HAPE) adalah terjadinya peningkatan 
tekanan paru secara berlebihan (tekanan rerata 36-51 mmHg), yang 
dipicu  oleh vasokonstriksi pulmoner yang tidak homogen dan 
hipoksia yang memicu peningkatan tekanan kapiler pulmoner 
dan protein endothelin level-1 dan penurunan kadar nitrit oksida.  
 
2.  Anamnesis 
Riwayat pernah berada di ketinggian >2500-3000m. Edema paru 
karena dataran tinggi (HAPE) muncul pada hari ke 2 sampai 5 setelah 
mencapai dataran tinggi. Gejala awal dari HAPE terdiri dari dispnea, 
batuk, dan penurunan tiba-tiba dari performa olahraga. Selanjutnya 
akan muncul edema pulmoner, orthopnea, sesak napas saat istirahat, 
munculnya ronki dalam dada, batuk progresif, sputum berwarna merah 
muda dan berbusa menunjukkan edema paru yang parah. 
 
3.  Pemeriksaan Fisik 
High altitude pulmonary edema (HAPE) di diagnosa dengan adanya 2 
atau lebih dari tanda berikut. 
o Takikardi 
o Takipneu 
o Ronki pada auskultasi 
o Sianosis sentral 
o Ketidakseimbangan saturasi oksigen yang rendah yang 
berhubungan dengan ketinggian. 
 
4.  Kriteria diagnosa  
diagnosa  berdasar gejala dan tanda.  
Sekurang-kurangnya didapatkan dua dari gejala di bawah ini. 
o Sesak saat istrahat 
o Batuk 
o Lemah badan 
o Dada terasa terikat 
4.  Kriteria diagnosa  
Sekurang-kurangnya dua dari tanda di bawah ini. 
o Takikardi 
o Takipneu 
o Crackles pada auskultasi 
o Sianosis sentral 
Ketidakseimbangan saturasi oksigen yang rendah yang 
berhubungan dengan ketinggian. 
 
5.  diagnosa  Kerja High altitude pulmonary edema  
6.  diagnosa  Banding 
o Pneumonia 
o Emboli Paru 
o Infark Paru 
o Penyakit saluran napas hiperaktif 
o Sindrom koroner akut 
o Gagal jantung akut yang terdekompensasi 
o Bronkitis  
  
                
             
7.  Pemeriksaan Penunjang 
Foto toraks 
CT – Scan Toraks 
Ekokardiografi 
Laboratorium: Leukosit dan BNP (Brain Natriuretic Peptide) 
 
8.  penanganan
Peningkatan oksigenasi segera dengan cara 
o Suplemen oksigen 
o Terapi hiperbarik 
o Turun dari ketinggian dengan cepat 
o Istirahat dan tempatkan pasien di tempat yang hangat 
 
Bila tidak bisa turun dari ketinggian dengan cepat, maka diberi obat 
o Nifedipine slow release 20 mg setiap 6 jam. 
o Kombinasi sildenafil 25-50 mg setiap 8 jam dan deksametasone 
8mg  tiap 12 jam. 
 
9.  Komplikasi o Infeksi 
o Edema serebri 
o Trombosis paru 
o Frostbite 
o Trauma pada titik tumpu selama imobilisasi 
 
10. Penyakit Penyerta Acute mountain sickness 
High altitude cerebral edema 
 
11. Prognosis Terkait dengan kecepatan diagnosa dan ketepatan terapi serta 
dipengaruhi oleh faktor-faktor: derajat keparahan penyakit, terapi yang 
tersedia, pengalaman klinisi. 
 
12. nasihat  o Memberikan informasi ke pada pasien untuk turun dari tempat 
dengan ketinggian lebih dari 2500 m secara perlahan sehingga 
tubuh dapat beradaptasi dengan perubahan tekanan udara sekitar 
yang terkait dengan perubahan ketinggian. 
o Memberikan informasi kepada pasien bahwa obato- bat yang 
diminum untuk tujuan pencegahan terjadinya HAPE berulang 
seperti nifedipine, deksametason, azetazolamide tidak memberikan 
efek signifikan karena pencegahan yang paling utama adalah turun 
perlahan dari tempat dengan ketinggian lebih dari 2500 m. 
o Memberikan informasi kepada pasien jika mendapati gejala dan 
tanda HAPE segera datang ke pusat pelayanan kesehatan terdekat 
karena semakin cepat terdiagnosa semakin baik. 
o Hindari faktor-faktor risiko terjadinya HAPE. 
 
13. Indikasi Pulang Jika didapati klinis membaik ditandai dengan hilangnya gejala dan 
tanda HAPE didukung oleh evaluasi radiologis yang menunjukkan 
perbaikan. 
 
                                                                                                          
                                                                                                                        
 

KOR PULMONALE KRONIK  
1.  Pengertian 
Kor pulmonale kronik adalah perubahan struktur dan fungsi dari 
ventrikel kanan jantung sebagai akibat dari penyakit paru kronis.  
Perubahan yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi 
atau keduanya sebagai akibat dari adanya hipertensi pulmoner. 
Tidak termasuk gangguan paru secara primer mengenai sisi kiri 
jantung atau pada penyakit jantung kongenital.  
Derajat kerusakan kor pulmonale ditentukan pada abnormalitas 
ventrikel kanan. 
 
2.  Anamnesis 
Sesak saat aktivitas, batuk, kelelahan, lesu, nyeri dada, dan sinkop.  
Lemah, lesu saat aktivitas menunjukkan curah jantung menurun karena 
obstruksi di pembuluh darah paru. 
angina yang khas saat aktivitas dapat terjadi. 
Pada PPOK berat sering terjadi orthopneu yang berhubungan dengan 
hiperinflasi paru karena venous return jantung kanan menurun. 
Gejala yang kurang umum seperti batuk, hemoptisis, suara serak. 
Gagal ventrikel kanan yang berat menimbulkan anoreksia dan nyeri 
perut kuadran kanan atas. 
 
3.  Pemeriksaan Fisik 
Nyeri dada, sesak napas saat aktivitas, sianosis perifer.  
Mengi (wheezing), ronki dan hipertensi ringan,  
Peningkatan intensitas bunyi jantung kedua, dapat terdengar di right 
ventricular lift di regio parasternalis kiri.  
Murmur diastolik pelan, blowing dan decrescendo. 
Murmur pansistolik keras 
Murmur ejeksi sistolik  
Tanda-tanda gagal jantung kanan seperti distensi vena jugularis, 
hepatomegali dan edema perifer.    
Asites, hepatomegali jarang ditemukan. 
 
4.  Kriteria diagnosa  
Tiga kelompok utama penyakit paru yang dapat menimbulkan kor 
pulmonale, yaitu: 
o Penyakit paru dengan limitasi aliran udara: PPOK dan penyakit 
obstruksi bronkial kronik lainnya. 
o Penyakit paru dengan restriksi volume paru karena faktor ekstrinsik 
atau kelainan parenkim paru, misalnya kifoskoliosis, 
pneumokoniosis, fibrosis paru interstisial idiopatik, penyakit 
neuromuskuler dan penyakit jaringan ikat. 
o Gangguan pada rangsang napas yang tidak adekuat sehingga terjadi 
hipoksia, misalnya hipoventilasi alveolar sentral, obesity-
hypoventilation syndrome, sleep apnea syndrome. 
o diagnosa  kor pulmonale berdasar pemeriksaan fisik dan 
penunjang. 
o diagnosa  kor pulmonale harus didasarkan pada temuan adanya 
patologi penyakit paru yang mendasari 
 
                                                                                                           
                                                                                                                        
5.  diagnosa  Kerja Kor Pulmonale Kronik  
6.  diagnosa  Banding 
Atrial myxoma
o Blood disorders that are associated with increased blood viscosity  
o Congestive (biventricular) heart failure  
Constrictive pericarditis 
o Higho- utput heart failure  
o Infiltrative cardiomyopathies  
o Primary pulmonic stenosis  
o Right heart failure due to right ventricular infarction  
o Right-sided heart failure due to congenital heart disease 
o Ventricular septal defect
7.  Pemeriksaan Penunjang 
Pemeriksaan darah 
Hipoksemia dan hiperkapnia pada pasien PPOK yaitu PaO2 <60 mmHg 
dan Pa CO2 >40 mmHg.  
Kadar hematokrit meningkat.  
 
Radiologi 
o Arteri pulmoner utama tampak mengalami dilatasi/pelebaran 16 
mm-18 mm 
o pembesaran arteri pulmoner desenden kanan 
o Ukuran jantung bisa normal atau membesar.  
o Pembesaran ventrikel kanan sulit terlihat  
o Pada foto lateral rongga retrosternal tampak terisi oleh ventrikel 
kanan yang membesar. 
 
Elektrokardiogram (EKG) 
Beberapa gambaran EKG yang berhubungan dengan kor pulmonale 
adalah: 
o Deviasi aksis kompleks QRS ke kanan 
o Gelombang P tinggi di sadapan II, menandakan pembesaran atrium 
dan perubahan posisi atrium 
o Aksis gelombang P +90 derajat atau lebih menggambarkan 
overload atrium kanan dan hiperinflasi paru 
o Pola gelombang S1-3 walaupun tidak spesifik namun menandakan 
perubahan arah vector ventrikel kanan yang lebih ke kanan dan 
superior 
o Pola gelombang S1Q3 lebih sering ditemukan  pada kor pulmonale 
akut namun kadang tampak juga pada kor pulmonale kronik 
o Right bundle branch block (RBBB) berasosiasi kuat dengan kor 
pulmonale namun dapat pula terjadi karena proses penuaan pasien 
normal 
o Hipertrofi ventrikel kanan, ditandai oleh gelombang R dominan di 
V1-2 dan rS di V5-6 (tipe A), pola Rs di V1 dengan amplitude 
gelombang R yang tidak turun dari V1 ke V6 (tipe B), serta 
gelombang R kecil dan gelombang S dalam yang muncul persisten 
di sadapan prekordial (tipe C) 
o Kompleks QRS low-voltage umum ditemukan  pada kor pulmonale 
karena PPOK 
o Depresi segmen ST di sadapan II, III, aVF menggambarkan iskemia 
segmen inferior ventrikel kiri. 
           
             
 
Tes fungsi paru 
Tes fungsi paru harus dilakukan pada pasien dengan penyakit paru 
yang mendasari dan pasien dengan fungsi jantung normal untuk 
menyingkirkan penyakit lain.  
 
Ekokardiografi 
Ekokardiografi untuk menilai hipertrofi ventrikel kanan dan 
pergerakan septum kearah ventrikel kiri. Ekokardiografi M-Mode 
memberikan gambaran pergerakan katup pulmoner abnormal pada 
hipertensi pulmoner. 
 
Ventrikulografi radionuklir dan skintigrafi miokardium 
Ventrikulografi memakai  sel darah merah atau albumin serum 
yang telah dilabel dengan Technesium-99m untuk mengevaluasi bentuk 
dan volume ventrikel kanan serta arteri pulmoner.  
Skintigrafi memakai  bahan radioaktif seperti Thalium atau 
Technetium, untuk melihat gambaran miokard pasien dan 
memperkirakan overload ventrikel kanan. 
 
Magnetic resonance imaging (MRI) 
Sampai saat ini MRI yaitu  modalitas terbaik untuk menilai 
dimensi ventrikel kanan (gold standard). Teknik MRI tidak invasif dan 
tidak memberikan beban radioaktif pada pasien.  
MRI menilai indeks hipertrofi ventrikel kanan melalui ketebalan 
dinding ventrikel kanan dengan ketebalan dinding posterior ventrikel 
kiri. 
 
8.  penanganan
Tujuan tata laksana kor pulmonale adalah untuk mengurangi gejala, 
memperbaiki kapasitas fungsional, menghambat perjalanan penyakit, 
mengurangi derajat hipertensi pulmoner dan perbaikan fungsi ventrikel 
kanan. Terapi spesifik terhadap kelainan di paru harus dilakukan.  
Jika terjadi gagal jantung kanan maka tata laksana meliputi pengobatan 
gagal jantung secara umum. 
 
Terapi oksigen:  
Pemberian  oksigen minimal 15 jam per hari dapat menurunkan 
mortalitas dan  menghambat kenaikan tekanan arteri pulmoner. 
 
Terapi medikamentosa: 
Diuretik dapat menurunkan volume darah sehingga beban kerja 
ventrikel kanan berkurang. Pengurangan volume cairan tubuh 
berlebihan akan menurunkan curah jantung. Penggunaan diuretik 
berlebihan juga dapat menimbulkan alkalosis metabolik sehingga 
terapi diuretik pada kor pulmonale harus dipantau dengan hati-hati. 
 
Vasodilator dipakai  untuk menurunkan tekanan arteri pulmoner, 
diantaranya adalah penghambat kanal kalsium, nitrat, hidralazine, ACE 
inhibitor sampai pada golongan obat yang lebih baru seperti bosentan 
atau sildenafil. Vasodilator lebih efektif pada hipertensi pulmoner 
primer dibandingkan sekunder. Peningkatan tekanan arteri pulmoner 
yang minimal akibat PPOK tidak banyak mendapat manfaat dari terapi 
ini sehingga pemakaian  terapi vasodilator pada kelompok pasien ini 
masih diperdebatkan. 
 
                                                                                                        
                                                                                                                        
Digitalis untuk terapi kor pulmonale masih diperdebatkan.  
Efek digitalis ditemukan lebih baik pada pasien gagal jantung kiri. 
Digitalis tidak dipakai  pada fase akut gangguan pernapasan saat 
pasien dalam kondisi hipoksemia atau asidosis karena akan 
meningkatkan risiko terjadinya aritmia. 
 
Teofilin telah dilaporkan dapat menurunkan resistansi vaskular paru 
dan memperbaiki fungsi pompa ventrikel kanan dan kiri, sehingga 
pemakaian  teofilin berguna untuk menurunkan afterload dan 
meningkatkan kontraktilitas otot jantung.  
Teofilin diindikasikan pada pasien kor pulmonale kronik dengan 
PPOK. 
 
Anti koagulan.  
Pemberian warfarin diindikasikan untuk pasien dengan risiko tinggi 
terjadinya tromboemboli, terutama pada pasien dengan hipertensi 
pulmoner primer dan yang dipicu  oleh tromboemboli kronik.  
 
Almitrine yaitu  stimulan pernapasan  yang dapat menimbulkan 
efek perbaikan pertukaran gas, dapat memperbaiki  cardiac index, dan 
fungsi sistolik ventrikel. Mekanisme kerjanya adalah mengatur pola 
napas dan perbaikan responss kemoreseptor perifer terhadap hipoksia. 
Namun almitrine dapat meningkatkan respons vasokonstriksi pulmonar 
sehingga dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada pasien 
kor pulmonale dengan hipoksia kronik 
 
Amrinone, suatu obat inotropik, dapat menurunkan rerata tekanan 
arteri pulmoner dan juga mampu menurunkan tekanan baji kapiler 
pulmoner tanpa perubahan bermakna pada curah jantung, tekanan 
arteri sistemik serta nilai gas darah pada pasien PPOK dengan kor 
pulmonale. 
 
Flebotomi 
Flebotomi dapat menurunkan tekanan arteri pulmoner pada pasien kor 
pulmonale dengan kadar hematokrit yang tinggi. Hematokrit yang 
diturunkan sampai senilai 50% akan memperbaiki hemodinamik pasien 
baik saat istirahat maupun aktivitas serta memperbaiki proses 
pertukaran gas di paru (penurunan resistansi vaskular paru dan 
peningkatan pO2) pada pasien PPOK stabil dan hipertensi pulmoner.  
Flebotomi dilakukan bila kadar hematokrit di atas 55-60% dengan 
pengeluaran volume darah yang kecil (200-300 ml) dan dilakukan 
dalam pengawasan. 
 
Terapi bedah 
Ada beberapa pilihan terapi bedah untuk perbaikan penyakit dasar 
yang memicu timbulnya kor pulmonale. Uvulopalato-
pharyngeoplasty yaitu  salah satu pilihan terapi pada pasien 
dengan sleep apnea. Transplantasi paru tunggal atau ganda serta 
transplantasi jantung paru dapat yaitu  pilihan pada pasien kor 
pulmonale dan penyakit paru berat.  
Penyakit paru yang paling sering membutuhkan terapi dengan 
transplantasi adalah hipertensi pulmoner primer, emfisema, fibrosis 
paru idiopatik dan fibrosis kistik. 
 
                
             
 
9.  Komplikasi 
Sesak napas yang mengancam jiwa 
Retensi cairan yang berat dalam tubuh 
Syok 
Kematian 
10. Penyakit Penyerta PPOK 
11. Prognosis 
Prognosis kor pulmonale adalah sangat bervariasi tergantung pada 
kelainan patologi yang mendasari.  
12. nasihat  
rekayasa  gaya hidup meliputi berhenti merokok, restriksi cairan dan 
konsumsi natrium, pencapaian berat badan ideal, olah raga sesuai 
kemampuan dan latihan pernapasan.  
Pasien dengan hipertensi pulmoner berat dianjurkan untuk menghindari 
aktivitas berlebihan, hamil serta berada di ketinggian lebih dari 4000 
kaki (sekitar 1220 meter). 
13. Indikasi Pulang 
Pasien dengan kor pulmonale perlu perhatian khusus pada pengaturan 
rawat jalan.  
Sangat tepat untuk secara teratur menilai kebutuhan oksigen pasien dan 
fungsi paru.  
Mempertimbangkan program rehabilitasi paru secara rutin, karena 
terdapat banyak sekali manfaat dari modalitas terapi ini.