Proses penuaan (aging process)
merupakan suatu proses yang alami
ditandai dengan adanya penurunan
atau perubahan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial dalam
berinteraksi dengan orang lain
(Handayani, dkk, 2013). Antara
tahun 2015-2050, dimana lanjut usia
didunia yang di atas 60 tahun
diperkirakan hampir dua kali lipat
dari sekitar 12% menjadi 22%
(WHO, 2017).
Data yang dikutip dari Informasi
Kesehatan RI (2017) Persentase
lansia di Indonesia tahun 2017 telah
mencapai 9,03% dari keseluruhan
penduduk. Untuk di Kalimantan
Barat persentase dari total
keseluruhan lansia di Indonesia yaitu
6,3% yang mana populasi lansia
(Dukcapil, 2015 dalam Hafitz, 2017).
Lansia harus menyesuaikan
dengan berbagai perubahan baik
yang bersifat fisik, mental maupun
sosial (Indriana 2010 dalam Kartika,
2017). Selain itu, perubahan
lingkungan sosial dialami lansia juga
terus terjadi seperti perubahan status
ekonomi, kehilangan sanak saudara
yang dapat memberi motivasi
berhenti bekerja,kehilangan keluarga,
serta ketidakmampuan bersosialisasi
lagi di masyarakat. Perubahan
tersebut dapat membuat lansia
mudah untuk mengalami masalah
emosional. Hal ini akan membuat
lansia merasa tidak dihargai dan
mencetuskan lansia untuk mengalami
kesepian, dimana kesepian awal dari
terjadinya depresi (Ariastuti, 2015).
Depresi adalah suatu
terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang
sedih dan gejala penyertanya, yang
termasuk perubahan pada pola tidur
dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa
dan tidak berdaya, serta adanya
keinginanan untuk bunuh diri
(Kaplan, 2010 dalam Manurung N,
2016).
Depresi tidak bisa dianggap
sebagai gangguan yang sederhana
karena secara umum tidak bisa
sembuh secara spontan. Kondisi ini
juga dapat menimbulkan berbagai
dampak buruk seperti perubahan
mood, dan menurunnya minat pada
semua aktivitas sehari-hari yang
nantinya akan berujung adanya
resiko bunuh diri (Thompson dalam
Kurnia, 2017).
Sekitar 15% orang dewasa
berusia 60 tahun ke atas menderita
gangguan mental. (WHO, 2017). Di
Indonesia prevalensi depresi pada
lanjut usia sekitar 11,6% yang
mengalami gangguan mental
emosional atau gangguan kesehatan
jiwa seperti depresi, sekitar 25%
lanjut usia yang mengalami depresi
dan tidak ditangani dapat
menyebabkan untuk bunuh diri
(Afia, 2011 dalam Mikhaline, 2015).
Diperlukan suatu penanganan
yang sangat serius terhadap
psikologis yang di alami lansia
khususnya untuk depresi.Terapi
reminiscence merupakan salah satu
perawatan psikologis yang
digunakan sebagai terapi bagi lansia
yang bertujuan untuk meningkatkan
status kesehatan mental mereka
dengan mengingat dan menilai lansia
yang sudah ada memori ,terapi
kelompok reminiscence secara
efektif mampu menurunkan tingkat
depresi pada lansia yang tinggal di
panti werdha SA, Jakarta.
Berdasarkan studi pendahuluan
dengan hasil pengambilan data awal
di Panti Sosial Tresna Werdha
Mustika Dharma Ketapang di
dapatkan jumlah lanjut usia yang
tinggal dipanti sebanyak 40 orang
lanjut usia. Hingga saat ini belum
pernah dilakukan pemberian
intervensi terkait masalah depresi
terhadap lansia dipanti tersebut.
Hal ini menjadikan alasan
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Pengaruh Terapi
Reminiscence Terhadap Skor Depresi
pada Lanjut Usia di Panti Sosial
Tresna Werdha Mustika Dharma
Ketapang.
METODE
Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian kuantitatif dengan
rancangan penelitian “Quasi
Experiment pre and post test without
control group” dengan intervensi
yang diberikan adalah terapi
reminiscence.
Penelitian dilakukan selama 5
hari berturut-turut dengan mengukur
skor depresi pada lanjut usia dengan
menggunakan Geriatric Depression
Scale (GDS) sebelum diberikan
terapi reminiscence dan diukur
kembali skor depresinya setelah
diberikan terapi reminiscence dengan
menggunakan instrumen yang sama
pada akhir pertemuan.
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh lansia yang berjumlah
40 lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Mustika Dharma Ketapang.
Sampel pada penelitian ini
adalah lanjut usia yang mengalami
depresi yang sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi yang berjumlah
19 orang di Panti Sosial Tresna
Werdha Mustika Dharma Ketapang
dengan teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan
non probability sampling (sampel
non-random) dan Purposive
Sampling
Kriteria inklusi dalam penelitian
ini yaitu: Lansia yang bersedia
menjadi responden dengan
menandatangani lembar persetujuan
(informed consent), Lansia yang
mengalami depresi baik ringan,
sedang dan berat. Sedangkan kriteria
eksklusi dalam penelitian ini yaitu:
Lansia memiliki keterbasan fisik
(gangguan bicara, gangguan
pendengaran dan penurunan
kesadaran).
Variabel independen dalam
penelitian ini adalah terapi
reminiscence, sedangkan Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah
tingkat depresi pada lanjut usia yang
diukur menggunakan Geriatric
Depression Scale (GDS).
Tempat pelaksanaan penelitian
ini dilakukan di Panti Sosial Tresna
Werdha Mustika Dharma Ketapang.
Penelitian ini dilaksanakan pada 4
Juni sampai 9 Juni 2018.
Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan dan
Lama Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Mustika Dharma Ketapang
Berdasarkan hasil analisis pada
tabel 1 dapat disimpulkan bahwa
jumlah responden laki-laki lebih
banyak berjumlah 13 orang (68,4%).
Jumlah responden pada rentang usia
terbanyak yaitu rentang usia 60-74
tahun (63,2%). Sedangkan jumlah
responden pada tingkat pendidikan
yang terbanyak yaitu Tidak sekolah
berjumlah 9 orang (47,4%) dan lama
tinggal dipanti berjumlah ≤5 tahun
(63,2%)
Berdasarkan hasil analisis pada
tabel 2 dapat dilihat kondisi depresi
lanjut usia sebelum dan sesudah
dilakukannya terapi reminiscence.
Tingkat depresi pretest paling tinggi
yaitu depresi ringan sebanyak 12
responden (63,2%). Sedangkan
tingkat depresi pada posttest paling
tinggi adalah tidak depresi sebanyak
11 orang (57,9%) dan depresi ringan
sebanyak 7 orang (36,8 %).
Berdasarkan table 3 diatas
didapatkan bahwa skor depresi
sebelum dilakukan terapi
reminiscence di Panti Sosial Tresna
Werdha Mustika Dharma Ketapang
yaitu nilai 7,68 dengan standar
deviasi 1,635 dan skor depresi
sesudah dilakukan terapi
reminiscence mengalami penurunan
dengan nilai mean 4,37 dengan
standar deviasi 2,290 yang di
dapatkan nilai p=0,000. Berdasarkan
data diatas dapat disimpulkan bahwa
nilai p (0,000)<0,05 yang artinya Ho
ditolak dan ada pengaruh terapi
reminiscence terhadap skor depresi
pada lanjut usia di Panti Sosial
Tresna Werdha Mustika Dharma
Ketapang.
PEMBAHASAN
Pada lanjut usia yang
mengalami depresi diberikan terapi
reminiscence dengan menunjukkan
adanya penurunan skor sebelum dan
sesudah diberikan terapi
reminiscence. Penurunan yang
dimaksud dalam hasil penelitian ini
adalah bahwa kondisi depresi lansia
semakin lebih baik, komunikasi antar
lansia juga bisa terjalin, dimana nilai
pengukuran depresi lansia semakin
menurun setelah lanjut usia
mendapatkan terapi reminiscence.
Individu yang mengalami
depresi akan mengalami kesulitan
dalam berkonsentrasi atau pikiran
pada suatu hal. Mengingat kondisi ini
dapat dikatakan bahwa pada lanjut
usia yang mengalami depresi,
perawat sangat diperlukan untuk
menjadi terapi yang dapat membantu
dalam upaya meningkatkan
kemampuan konsentrasi pada suatu
hal tertentu Dewi SR (2014).
Terapi reminiscence adalah
salah satu intervensi yang
menggunakan memori yang dimana
menfasilitasi lansia untuk
mengumpulkan kembali memorimemori masa lalu yang
menyenangkan sejak masa anak,
remaja, dewasa dan keluarga
dirumah kemudian disharing dengan
orang lain (Rahayuni, 2015).
Inti dari kegiatan terapi
reminiscence yang berfokus pada
keberhasilan yang pernah dicapai
lansia dengan sangat mendukung
pemulihan depresi pada lansia
tersebut. Dalam proses kegiatan
terapi ini tentunya peneliti dapat
mengajak lansia untuk mengingat
kembali pengalaman keberhasilan
atau suka cita yang pernah dialami
lansia, sehingga menimbulkan
perasaan bahagia dan bangga ini
kemudian diintegrasikan dengan
kemampuan dan keberhasilan lansia.
Dengan melalui kegiatan terapi
reminiscence ini lanjut usia masih
dapat memotivasi dirinya untuk
menimbulkannya perasaan bahagia
dan bangga terhadap diri sendiri,
sehingga persaan-perasaan negatif
dan kesedihan yang dirasakan dapat
menjadi berkurang atau bahkan
hilang. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Chen (2012) manfaat
terapi reminiscence yaitu dapat
meningkatkan kesejahteraan
psikologis dan mengurangi kesepian.
Dalam kegiatan terapi
reminiscence ini setiap lanjut usia
mendapatkan kesempatan yang sama
untuk menyampaikan hal yang
berharga bagi dirinya baik terkait
dengan masa anak, masa remaja,
masa dewasa, berkaitan dengan
keluarga dan dirumah. Dimana
kesempatan ini dapat mengalihkan
konsentrasi lansia dari perasaan sedih
karena konsidinya saat ini menjadi
perasaan senang dan bangga.
Timbulnya perasaan senang dan
bangga merupakan upaya untuk
meminimalkan tanda dan gejala
depresi.
Lansia yang mengikuti
kegiatan terap reminiscence juga
akan mempunyai pengalaman dalam
meningkatkan kemampuan
konsentrasi dan perhatiannnya pada
suatu topik tertentu. Lanjut usia di
bimbing peneliti untuk
berkonsentrasi mengingat kembali
pengalaman masa lalu yang pernah
dicapai dari masa anak, remaja
sampai dewasa dan keluarga dirumah
kemudian di evaluasi. Terapi
reminiscence bertujuan dalam
meningkatkan kemampuan memori
dengan prinsip bercerita dan
berkomunikasi dalam kelompok
untuk membagikan pengalamannya
pada orang lain sehingga dapat
tercipta suasana yang harmonis dan
memberi efek relaksasi (Kartika,
2017).
Terapi reminiscence yang di
laksanakan secara berkelompok
mempunyai keuntungan yang lebih
dari pada terapi yang dilakukan
secara individu, terapi ini secara
langsung maupun tidak langsung dan
untuk menurunkan kondisi depresi
pada lansia yang tinggal di Panti
Sosial Tresna Werdha Mustika
Dharma Ketapang. Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Zhou et al (2012) dengan
hasil bahwa terapi Reminiscence
dapat menurunkan gejala depresi dan
meningkatkan harga diri. Motivasi
setiap individu digambarkan sebagai
suatu kebutuhan yang sangat penting
untuk tumbuh dan berkembang
sebagai partisipasi aktif dalam
kehidupan untuk mencapai
aktualisasi diri. Tahap perkembangan
terakhir yaitu integritas diri ini
apabila tidak dapat tercapai dengan
baik akan mengakibatkan depresi dan
putus asa. Intervensi yang bisa di
berikan pada lansia yang menderita
depresi di panti sosial yaitu
Reminiscence (Melillo & Houde,
2011 dalam Hidayati,2015).
Pada hasil penelitian ini
menunjukkan sebelum di berikan
terapi reminiscence sebesar mean
7,68 dengan standar deviasi 1,635
dan setelah mendapatkan terapi
reminiscence adanya penurunan skor
dengan mean 4,37 dengan standar
deviasi 2,290 yang di dapatkan hasil
p=0,000 yaitu adanya penurunan
skor depresi pada lanjut usia di Panti
Sosial Tresna Werdha Mustika
Dharma Ketapang. Hasi penlitian ini
sesuai dengan proses yang telah
dilakukan dalam kegiatan terapi.
Terapi di lakukan dalam 5 kali
pertemuan dengan topik yang
berbeda dengan waktu sekitar 30-40
menit.
Hasil dari penelitian ini juga
serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Asiret (2016)
penurunan rata-rata skor Skala
Depresi Geriatri dari individu dalam
kelompok intervensi dibandingkan
dengan kelompok kontrol pada akhir
terapi yaitu secara statistik signifikan
(P <0,05).
Hasil penelitian Hidayati
(2015)di dapatkan hasil bahwa
kelompok intervensi yang
mendapatkan terapi reminiscence
mengalami penurunan tingkat
depresi yang signifikan dibandingkan
dengan kelompok kontrol p=0,008 di
Panti Sosial Depok. Hasil penelitian
Poorneselvan (2014) efek terapi
didapatkan hasil skor rata-rata pada
Skala Depresi Geriatrik menurun
secara signifikan pada Lansia di
India.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
tentang pengaruh terapi reminiscence
terhadap skor depresi pada lanjut
usia di Panti Sosial Tresna Werdha
Mustika Dharma Ketapang di
dapatkan jenis kelamin laki-laki
berjumlah 68,4% orang dengan
rentang usia terbanyak antara 60-74
berjumlah 63,2% dan tingkat
pendidikan terbanyak yaitu tidak
sekolah 47,4% serta responden yang
berdasarkan lama tinggal dipanti
yaitu ≤5 tahun 63,2%.
Hasil skor depresi pretest
dengan nilai mean 7,68 dengan
standar deviasi ±1,635 dengan
penurunan skor depresi posttest
dengan nilai mean 4,37 dengan
standar deviasi ±2,290, dapat
disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh terapi reminiscence
terhadap skor depresi pada lanjut
usia di Panti Sosial Tresna Werdha
Mustika Dharma Ketapang
SARAN
Berdasarkan penelitian dan
pembahasan mengenai pengaruh
terapi reminiscence terhadap skor
depresi pada lanjut usia di Panti
Sosial Tresna Werdha Mustika
Dharma Ketapang, maka peneliti
ingin menyampaikan saran berikut:
Bagi Peneliti Selanjutnya
Pemberian Reminiscence
Therapy sebagai terapi untuk
menurunkan tingkat depresi lansia
dapat disertai dengan menggunakan
media seperti gambar, musik, atau
alat-alat yang dapat membantu lansia
dalam sehingga dapat meningkatkan
keefektifan pemberian Reminiscence
Therapy.
Bagi Pengelola Panti
Pemberian Reminiscence Therapy
sebagai terapi penurun depresi dapat
diterapkan kepada lansia yang ada di
Panti Sosial dapat menerapkan hal
ini sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup lanjut usia.
Latar belakang: Proses penuaan kulit merupakan proses fisiologis yang tidak dapat dihindari. Kulit merupakan bagian
tubuh yang paling sering terpapar oleh faktor-faktor luar terutama radiasi sinar ultraviolet, dan karena terlihat oleh orang lain
sehingga akan memengaruhi kehidupan sosial individu. Tujuan: Mengetahui patofisiologi dan manifestasi klinis penuaan
kulit. Telaah Kepustakaan: Penuaan kulit yang terjadi pada seorang individu merupakan gabungan dari penuaan kulit
intrinsik dan penuaan kulit ekstrinsik. Penuaan kulit intrinsik merupakan proses alami yang terjadi seiring bertambahnya
usia, dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin, gen, hormon, dan sebagainya, sedangkan penuaan kulit ekstrinsik dipengaruhi oleh
berbagai faktor dari lingkungan, seperti gaya hidup, polusi, serta terutama paparan sinar ultraviolet (photoaging). Kedua
proses penuaan tersebut akan menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas, kerusakan sel, penurunan sintesis matriks
ekstraseluler, serta peningkatan aktivitas enzim yang mendegradasi kolagen. Simpulan: Dasar patofisiologi penuaan kulit
terutama disebabkan oleh peningkatan radikal bebas, akibat pertambahan usia maupun paparan sinar ultraviolet, sehingga
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan pada lapisan-lapisan dan adneksa kulit yang akan tampak sebagai manifestasi klinis
penuaan kulit.
Proses penuaan kulit merupakan proses
fisiologis yang tidak dapat dihindari.1 Berdasarkan
data penduduk dunia, terjadi peningkatan proporsi
populasi usia lanjut (di atas 65 tahun) yang cukup
signifikan yakni dari sekitar 8% pada tahun 1950
menjadi sekitar 11% pada tahun 2009, dan
diperkirakan akan mencapai angka 20% di tahun
2050.2 Hal ini akan menyebabkan permasalahan
kesehatan terkait penuaan, termasuk didalamnya
penuaan kulit yang juga akan meningkat. Penuaan
kulit akan memengaruhi kehidupan sosial individu,
yang didukung adanya fakta bahwa kulit merupakan
bagian tubuh yang paling sering terpapar oleh faktorfaktor luar dan juga merupakan hal yang pertama kali
nampak dari seorang individu saat berinteraksi dengan
orang lain.3
Penuaan kulit secara umum dapat dibagi menjadi
dua kategori, yakni penuaan intrinsik atau penuaan
kronologis yang terkait dengan semakin
bertambahnya usia dan penuaan ekstrinsik yang
terkait dengan paparan faktor-faktor luar.
4 Faktor
ekstrinsik yang paling utama sebagai penyebab dalam
mempercepat proses penuaan kulit yaitu, paparan
sinar matahari yang mengandung sinar ultraviolet
(UV), sehingga penuaan kulit ekstrinsik sering disebut
juga sebagai photoaging.5
Indonesia merupakan salah
satu negara tropis dengan paparan sinar ultraviolet
matahari sepanjang tahun, sehingga penduduk
Indonesia sangat rentan terhadap terjadinya penuaan
kulit, terutama pada penuaan kulit ekstrinsik akibat
paparan sinar ultraviolet dalam jangka waktu lama.6
WHO menyatakan bahwa successful aging tidak
hanya menjadi tua dengan sehat secara fisik saja,
tetapi juga sehat secara mental dan sosial termasuk
bahagia dan puas dengan dirinya sendiri, yang bisa
dicapai dengan salah satu caranya yaitu, membangun
rasa percaya diri individu melalui pencegahan dan
penanganan penuaan kulit.7 Berbagai macam cara
telah tersedia untuk pencegahan dan penanganan
penuaan kulit, mulai dari penggunaan bahan
photoprotector, obat-obat topikal yang mengandung
asam retinoid atau hidrokuinon, hingga terapi yang
lebih agresif seperti chemical peeling,
mikrodermabrasi, penyuntikan botox, injeksi filler,
hingga terapi laser.5,6,8 Sebelum melakukan
pencegahan dan penanganan tersebut, sangat penting
untuk diketahui mengenai patofisiologi dan gambaran
klinis penuaan kulit sebagai dasar dalam pemilihan
modalitas terapi tersebut.
TELAAH KEPUSTAKAAN
Kulit mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
sebagai barrier utama pertahanan tubuh yang
memisahkan organ dalam dengan lingkungan luar,
mengatur suhu tubuh, keseimbangan cairan dan
elektrolit serta menyediakan beberapa reseptor seperti
reseptor sentuhan, nyeri dan tekanan.9,10 Salah satu
masalah dermatologi yang menjadi perhatian
masyarakat yakni, penuaan kulit (skin aging). Hal ini
didasari oleh fakta bahwa kulit merupakan bagian
tubuh yang paling sering terpapar oleh faktor-faktor
luar dan juga merupakan bagian tubuh yang pertama
kali nampak dari seorang individu saat berinteraksi
dengan orang lain, sehingga terjadinya penuaan kulit
terutama pada wanita akan menurunkan kepercayaan
diri dan mempengaruhi kualitas hidupnya.3
Proses penuaan termasuk penuaan kulit
disebabkan oleh banyak faktor (multifaktorial).9
Berdasarkan penyebabnya, penuaan kulit secara
umum dapat dibagi menjadi dua, yakni, penuaan
intrinsik atau penuaan kronologis dan penuaan
ekstrinsik atau photoaging.5 Penuaan kulit yang
dialami oleh individu merupakan kombinasi dari
penuaan kulit akibat faktor intrinsik serta faktor
ekstrinsik. Sangat sulit untuk memisahkan penuaan
kulit intrinsik dari berbagai faktor eksternal yang
mempengaruhi penuaan kulit.4,9,11
Penuaan kulit intrinsik merupakan proses
penuaan kulit alami yang terjadi seiring bertambahnya
usia yang dimulai pada akhir dekade ketiga. Proses ini
juga merupakan proses yang berjalan lambat yang
akan menyebabkan perubahan pada struktur jaringan
kulit. Pada penuaan kulit intrinsik ini, berbagai
mekanisme perubahan terjadi secara simultan.4 Pada
lapisan epidermis terutama terjadi perubahan
morfologi atau struktur kulit, sedangkan pada lapisan
dermis terjadi perubahan biokimiawi. Perubahan juga
terjadi pada organ-organ adneksa kulit seperti rambut,
kelenjar keringat serta kelenjar minyak.10 Permukaan
kulit yang mengalami penuaan kulit intrinsik akan
tampak lebih pucat, timbul kerutan-kerutan halus (fine
wrinkle), lapisan epidermis dan dermis menjadi atrofi
sehingga kulit tampak lebih tipis, transparan, serta
tampak lebih rapuh. Kulit juga menjadi lebih kering
dan terasa gatal. Penuaan kulit intrinsik juga diikuti
dengan menipisnya jaringan lemak subkutan termasuk
facial fat, sehingga akan menyebabkan gambaran pipi
yang cekung dan dalam serta munculnya kantung
mata. Selain faktor usia, faktor intrinsik lain yang
berhubungan dengan penuaan kulit intrinsik, antara
lain ras, variasi anatomi kulit pada area-area tertentu,
serta perubahan hormonal.
4,11
Proses yang terjadi pada penuaan kulit intrinsik
merupakan kombinasi dari tiga proses, antara lain
penurunan kemampuan proliferasi dari sel-sel kulit,
penurunan sintesis matriks ekstraseluler kulit, serta
peningkatan aktivitas enzim yang mendegradasi
kolagen di lapisan dermis. Sel-sel kulit, antara lain
keratinosit, fibroblas serta melanosit mengalami
penurunan jumlah populasi seiring dengan
pertambahan usia. Penurunan populasi sel fibroblas
menyebabkan penurunan biosintesis kolagen pada
lapisan dermis.12,13 Proliferasi sel fibroblas kulit yang
melambat juga akan mempengaruhi produksi kolagen
di lapisan dermis sehingga menyebabkan penuaan
kulit dan memunculkan kerutan (wrinkle).11 Di
samping itu, terdapat pula peningkatan aktivitas enzim
matrix metalloproteinase (MMP) pada sel-sel
fibroblas seiring dengan pertambahan usia yang
menyebabkan peningkatan degradasi kolagen di
lapisan dermis.13 Kejadian penuaan kulit intrinsik juga
dipengaruhi oleh keseimbangan antara produksi
radikal bebas, terutama reactive oxygen species
(ROS), efektivitas sistem penangkal radikal bebas,
dan perbaikan tubuh. Secara umum terdapat dua
sumber utama radikal bebas, yakni mitokondria
(memegang peranan penting pada proses penuaan)
serta nonmitokondria. Sumber terbanyak ROS
intraseluler berasal dari mitokondria. Peningkatan
ROS akan menyebabkan kerusakan pada lipid, protein
serta deoxyribonucleic acid (DNA) sel yang akan
memicu proses penuaan kulit.11,13
Selain faktor intrinsik, penuaan kulit juga
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
bersifat eksogen (dari luar). Beberapa faktor ekstrinsik
bekerja bersama-sama dengan faktor intrinsik
sehingga menyebabkan penuaan kulit terjadi lebih
dini atau prematur. Faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi antara lain, ekspresi wajah yang
berulang, pengaruh suhu panas, posisi tidur, gaya
gravitasi, gaya hidup misal merokok, polusi, serta
paparan sinar matahari terutama sinar UV.
5,9,14
Sebagai contoh, gaya gravitasi menyebabkan ujung
cuping hidung menjadi turun, cuping telinga
memanjang, kelopak mata turun, bibir atas menjadi
hilang, serta bibir bawah semakin tampak nyata.
Selain itu, efek utama dari paparan radiasi sinar UV
baik akut maupun kronis, yaitu kerusakan DNA,
inflamasi atau peradangan serta imunosupresi.4,14
Penuaan kulit ekstrinsik terutama dipengaruhi
oleh sinar ultraviolet (UV) dan disebut juga sebagai
photoaging.5 Angka kejadian penuaan kulit terutama
photoaging semakin meningkat selama beberapa
dekade terakhir. Meski belum banyak penelitian
mengenai angka kejadian penuaan kulit, sebuah
penelitian di Australia oleh Green menyebutkan
sekitar 72% laki-laki dan 42% perempuan di bawah
usia 30 tahun mengalami photoaging.15 Individu yang
memiliki riwayat paparan sinar matahari yang
intensif, tinggal di daerah yang secara geografis sering
terpapar sinar matahari serta memiliki kulit berwarna
cerah memiliki risiko paparan radiasi sinar UV yang
lebih tinggi sehingga lebih rentan mengalami
photoaging. Pekerja lapangan seperti petani serta
nelayan memiliki risiko paparan sinar UV yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan pekerja kantoran.5
Area kulit yang terbuka lebih rentan terpapar oleh
sinar UV, seperti wajah, leher, dada bagian atas,
tangan serta lengan bagian bawah dan merupakan area
predileksi terjadinya photoaging, berbeda dengan
penuaan kulit intrinsik, yang lebih mudah ditemukan
pada area-area kulit yang tertutup, seperti area
gluteal.8
Matahari merupakan sumber utama dari sinar
UV, sehingga merupakan kontributor utama dari
photoaging. Sinar UV terbagi atas sinar UVA, UVB
dan UVC dengan panjang gelombang yang berbeda.
Sinar UVA dapat menembus lapisan kulit yang lebih
dalam dibanding jenis sinar UV yang lain dan
menimbulkan kerusakan yang lebih berat.14 Radiasi
sinar UV yang mencapai lapisan dermis pada kulit
yang berwarna cerah lebih banyak jika dibandingkan
dengan kulit berwarna gelap sehingga individu
dengan tipe kulit Fitzpatrick rendah cenderung lebih
rentan terhadap photoaging.8
Tipe kulit diklasifikasikan oleh Fitzpatrick
berdasarkan reaksinya terhadap paparan sinar
matahari serta radiasi sinar UV. Klasifikasi Fitzpatrick
saat ini menggolongkan kulit menjadi enam tipe
warna kulit, mulai dari sangat pucat (tipe kulit I)
hingga sangat gelap (tipe kulit VI).16 Warna alami
atau pigmentasi kulit ditentukan oleh jumlah, tipe dan
susunan melanin di kulit. Pigmen melanin
memberikan perlindungan alami terhadap paparan
sinar UV yakni Sun Protection Factor (SPF). Kulit
yang lebih gelap memiliki SPF alami yang lebih
tinggi yakni 13,4 jika dibandingkan kulit bangsa
Kaukasia yang hanya memiliki SPF alami 3-4 atau
bahkan kurang.8
Gambaran klinis dari photoaging dapat berupa
kulit yang kering, pigmentasi kulit yang ireguler
(bervariasi dari bertambah gelap atau menjadi lebih
cerah), kulit yang memucat kekuningan, keriput yang
dalam dan kasar, kulit yang atrofi, kulit menjadi
kendur, telangiektasis, solar elastosis, actinic
purpura, bahkan hingga pembentukan lesi
prakanker.5,14 Kulit yang gelap lebih tahan terhadap
kerusakan kulit akibat paparan sinar UV, sehingga
manifestasi penuaan kulit lebih ringan dan terjadi
lebih lambat 10 hingga 20 tahun dibandingkan dengan
kulit yang lebih terang. Pada kulit dengan tipe
Fitzpatrick III dan IV, dispigmentasi atau perubahan
pigmen kulit merupakan gambaran utama dari
photoaging.17
Klasifikasi photoaging pertama kali dilakukan
oleh Glogau pada tahun 1996. Berdasarkan klasifikasi
dari Glogau, terdapat 4 tipe photoaging mulai dari tipe
I hingga tipe IV. Glogau tipe I (mild) yakni
photoaging fase awal dimana biasanya terjadi pada
usia 20 hingga 30 tahun dan tidak ditemukan adanya
keriput (wrinkle). Pada Glogau tipe II (moderate)
sudah mulai ditemukan adanya tanda-tanda
photoaging yakni keriput pada gerakan ekspresi
wajah. Biasanya Glogau tipe II ini ditemukan pada
usia 30 hingga 40 tahun. Glogau tipe III (advanced)
menunjukkan adanya photoaging lebih lanjut,
biasanya ditemukan pada usia 50 tahun, ditandai
dengan adanya keriput pada saat istirahat (resting
wrinkle). Gambaran photoaging yang berat
digolongkan pada Glogau tipe IV (severe) yang
biasanya ditemukan pada usia 60 tahun dan ditandai
dengan banyaknya kerutan
Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui bahwa
penuaan intrinsik dan ekstrinsik memiliki etiologi dan
akibat yang berbeda, akan tetapi keduanya
menimbulkan kerusakan yang sama terhadap jaringan
ikat pada lapisan dermis berupa reaksi biokimiawi
pada struktur dan organisasi matriks ekstraseluler
yang terutama disusun oleh serabut kolagen dan
elastin. Kolagen merupakan bagian terbesar dari
lapisan dermis, berkontribusi sekitar 70% dari massa
kering kulit, sehingga kerusakannya merupakan
penyebab utama manifestasi penuaan kulit berupa
kerutan (wrinkle), hilangnya elastisitas, dan
kekenduran (sagging). Dua regulator utama pada
proses pembentukan kolagen oleh sel fibroblas adalah
transforming growth factor (TGF-β) dan activator
protein (AP-1). TGF-β merupakan sitokin yang
merangsang produksi kolagen, sedangkan AP-1
merupakan faktor transkripsi yang menghambat
produksi kolagen serta merangsang pemecahan
kolagen. Penuaan intrinsik berperan dalam penurunan
TGF-β dan akumulasi ROS. Penuaan ekstrinsik yang
terutama disebabkan oleh radiasi sinar UV
(photoaging) juga akan menyebabkan peningkatan
produksi ROS pada lapisan dermis. ROS tersebut
akan memicu serangkaian reaksi molekuler berantai
sehingga meningkatkan pembentukan AP-1 yang akan
menstimulasi proses transkripsi enzim MMP yang
berperan dalam proses degradasi kolagen. ROS
bersama dengan AP-1 juga memiliki peranan dalam
menghambat sintesis kolagen dengan cara
menghambat reseptor tipe 2 dari TGF-β. Serangkaian
proses tersebut pada intinya akan menyebabkan
peningkatan pemecahan kolagen serta penurunan
produksi kolagen yang merupakan dasar patofisiologi
dari penuaan kulit.
5,9,12,14 Skema patofisiologi penuaan
kulit baik ekstrinsik maupun intrinsik dapat diringkas
pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 2 menunjukkan gambar dua wanita
kembar identik, yang satu mengalami penuaan kulit
intrinsik karena tidak terpapar radiasi sinar UV,
sedangkan yang lainnya terpapar sinar UV
(photoaging). Wanita yang terpapar sinar UV
menunjukkan gambaran keriput yang lebih dalam dan
penuaan kulit terlihat lebih nyata daripada saudara
kembarnya. Setiap ras juga memberikan gambaran
photoaging yang berbeda. Gambar 3 secara lebih jelas
menunjukkan perbedaan gambaran photoaging pada
wanita Kaukasia dan wanita Asia. Pada wanita
Kaukasia, gambaran photoaging tampak sebagai
kerutan-kerutan (wrinkle) yang nyata dan dalam serta
adanya dispigmentasi pada kulit. Pada wanita Asia,
gambaran photoaging terutama berupa perubahan
pigmentasi kulit disertai kerutan yang tampak di
daerah bawah mata namun tidak terlalu nyata bila
dibandingkan dengan kerutan pada wanita Kaukasia.6
Selain pada wajah, manifestasi penuaan kulit
juga terjadi pada seluruh kulit pada area lain.
Beberapa manifestasi klinis yang sering mengganggu
pada penuaan kulit adalah pruritus senilis, actinic
keratosis, seborrheic keratosis, dan lentigo solaris.
Pruritus senilis atau keluhan rasa gatal pada usia
lanjut terutama disebabkan oleh sindroma kulit kering
atau yang sering disebut dengan xerosis cutis. Angka
kejadian pada usia lanjut dilaporkan sebesar 30-75%,
terjadi akibat pengaruh penuaan kulit yang
menyebabkan penurunan kemampuan
mempertahankan kelembaban kulit, peningkatan
transepidermal water loss (TEWL), penurunan
produksi keringat dan sebum, serta penurunan faktorfaktor yang mempertahankan kelembaban kulit.
Beberapa faktor ekstrinsik juga dapat memicu, antara
lain kelembaban udara yang rendah, kebiasaan mandi
yang berlebihan, pemakaian sabun yang iritatif,
pemakaian pakaian yang bersifat iritatif, serta
penggunaan alkohol dan aseton pada kulit. Gambaran
klinisnya berupa penampilan kulit yang kusam dan
kasar yang kadang disertai skuama, serta keluhan
gatal.
Actinic keratosis merupakan proliferasi
keratinosit yang bersifat neoplastik dan terbatas di
lapisan epidermis, bersifat kronis, terutama dijumpai
pada individu dengan warna kulit cerah, dan
berpotensi berkembang menjadi squamous cell
carcinoma in situ (Bowen’s disease) serta squamous
cell carcinoma (SCC). Data epidemiologis di Amerika
Serikat menunjukkan angka kejadian sebesar 6,5%
pada populasi umum dan lebih tinggi pada usia lanjut
(lebih dari 65 tahun) yang sering terpapar sinar
matahari secara kronis. Faktor risiko yang memicu
antara lain: paparan terhadap sinar UV dengan
intensitas yang tinggi ataupun kronis, jenis kelamin
laki-laki, kulit berwarna cerah (Fitzpatrick I atau II),
warna rambut blonde, riwayat keluarga dengan actinic
keratosis atau predisposisi genetik, pasien
imunokompromis, serta diet tinggi lemak.20,21
Manifestasi klinis berupa papula yang tumbuh lambat,
berukuran kecil dengan diameter kurang dari 1 cm,
kering, eritematosa, kadang disertai dengan
telangiektasis dan dilapisi skuama kuning atau
coklat.21 Area predileksi yakni area wajah, kulit
kepala (terutama pria dengan androgenetik alopesia),
leher, bahu, dada, serta dorsum tangan.20,21 Lesi dapat
mengalami remisi spontan, menetap tanpa
perkembangan lebih lanjut, atau berkembang menjadi
squamous cell carcinoma
Seborrheic keratosis merupakan salah satu
tumor jinak kulit tersering dengan angka kejadian
sekitar 20% dari seluruh populasi orang dewasa dan
pada umumnya terjadi pada usia lanjut. Lesi sering
bersifat multipel dan bervariasi dalam hal ukuran,
gambaran klinis serta warna lesi. Lesi dapat
ditemukan pada seluruh area kulit baik yang
terlindung dari sinar matahari maupun yang terpapar
sinar matahari, namun lesi akan lebih besar dan datar
pada area yang terpapar sinar matahari. Pada
umumnya ditemukan pada area dada, punggung,
kepala, leher serta seluruh area tubuh lain kecuali
telapak tangan dan telapak kaki. Gambaran klinis
sangat bervariasi, mulai dari makula, papula atau plak
yang berbatas tegas dengan permukaan yang kasar
(keratotik) dengan warna lesi yang bervariasi mulai
dari putih cerah hingga coklat kehitaman dan
berukuran 0,5 – 1,5 cm.
Lentigo solaris sering disebut juga sebagai
lentigo senilis merupakan komponen dari penuaan
kulit akibat radiasi sinar UV (photoaging skin) yang
menyebabkan mutasi sehingga terjadi peningkatan
produksi melanin oleh melanosit dan retensi pigmen
secara abnormal oleh keratinosit. Kelainan ini ditandai
dengan makula hiperpigmentasi yang umumnya
terdapat pada wajah (area dahi dan pipi), kulit kepala
(terutama pada pasien botak), lengan dan punggung
tangan serta biasanya ditemukan pada usia di atas 50
tahun. Lesi makula mempunyai warna yang bervariasi
kuning, coklat cerah hingga kehitaman.
Proses penuaan kulit merupakan proses
fisiologis yang tidak dapat dihindari dan menjadi
perhatian masyarakat karena fakta bahwa kulit
merupakan bagian tubuh yang paling sering terpapar
oleh faktor-faktor luar.
1 Penuaan kulit merupakan hal
yang pertama kali tampak dari seorang individu saat
berinteraksi dengan orang lain, sehingga akan sangat
mempengaruhi kualitas hidupnya. Penuaan kulit yang
terjadi pada seorang individu merupakan gabungan
dari proses penuaan kulit intrinsik dan penuaan kulit
ekstrinsik. Proses penuaan intrinsik dan ekstrinsik
memiliki hasil akhir yang sama, yaitu penurunan
fungsi fisiologis kulit yang akan tampak sebagai
manifestasi klinis penuaan kulit. Penuaan ekstrinsik
akan berperan mempercepat munculnya manifestasi
tersebut yang di dalam proses penuaan intrinsik
berjalan normal lebih lambat sesuai dengan
bertambahnya usia.12
Proses yang terjadi pada penuaan kulit intrinsik
meliputi penurunan kemampuan proliferasi dari selsel kulit, penurunan sintesis dan peningkatan
degradasi matriks ekstraseluler kulit, serta
peningkatan produksi radikal bebas.
11,13 Penuaan kulit
ekstrinsik terutama dipengaruhi oleh sinar UV dan
disebut juga sebagai photoaging dengan efek utama
yaitu kerusakan DNA, inflamasi atau peradangan,
imunosupresi, serta sebagaimana penuaan instrinsik,
akan menyebabkan peningkatan radikal bebas yang
akan menurunkan sintesis dan meningkatkan
degradasi matriks ekstraseluler kulit.4,5,14 Dasar dari
patofisiologi penuaan kulit sebagaimana hipotesis
oksigen radikal bebas, terutama disebabkan oleh
peningkatan radikal bebas, disamping disebabkan oleh
faktor yang lainnya, karena pertambahan usia maupun
karena paparan sinar ultraviolet sehingga
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan pada
lapisan-lapisan-lapisan dan adneksa kulit yang akan
tampak sebagai manifestasi klinis penuaan kulit.9
Penurunan kemampuan proliferasi dari sel-sel
kulit dapat berkontribusi pada penipisan lapisan kulit
dan penurunan fungsi fisiologisnya, sehingga terjadi
penurunan kemampuan mempertahankan kelembaban
kulit, peningkatan transepidermal water loss
(TEWL), penurunan produksi keringat dan sebum,
serta penurunan faktor-faktor yang mempertahankan
kelembaban kulit. Hal tersebut akan menyebabkan
terjadinya xerosis cutis dan pruritus senilis.
11,13,19
Matriks ekstraseluler merupakan komponen penyusun
terbanyak dari massa kulit, sehingga penurunan
sintesis dan peningkatan degradasi terhadapnya akan
menyebabkan perubahan yang paling tampak pada
penuaan kulit berupa kerutan (wrinkle), hilangnya
elastisitas, dan kekenduran (sagging).12 Kerusakan
DNA disertai dengan penurunan kemampuan
perbaikan sel yang rusak seiring dengan usia akan
menyebabkan terjadinya mutasi sel-sel kulit, sehingga
bisa bermanifestasi menjadi actinic keratosis,
seborrheic keratosis, lentigo solaris, dan bahkan bisa
memicu timbulnya kanker kulit.11,14
Pemahaman mengenai patofisiologi dan
manifestasi klinis penuaan kulit tersebut akan sangat
berguna dalam menentukan cara pencegahan dan
penanganan penuaan kulit terutama akibat
photoaging, sehingga bisa meningkatkan kualitas
hidup individu terkait proses penuaan kulit.
Pencegahan jauh lebih efektif dan lebih murah
daripada pengobatan. Strategi efektif untuk
melindungi kulit telah tersedia, diantaranya
perlindungan terhadap sinar UV dengan
photoprotector, hidrasi kulit untuk mencegah kulit
kering. Perlindungan kulit harus dimulai sedini
mungkin dalam kehidupan untuk mengoptimalkan
kesehatan kulit. Kulit yang sehat dapat mengarah pada kesehatan mental dan emosional yang lebih baik
dengan dampak yang positif pada hubungan sosial.
Proses penuaan adalah melemahnya sel dan organ secara keseluruhan mulai sejak usia dewasa
secara perlahan dan berlangsung cepat setelah usia 50 tahun, ditandai dengan tubuh mulai
sakit-sakitan dan kulit keriput. Secara alamiah proses penuaan akan terjadi pada setiap
manusia, namun prosesnya berbeda-beda ada yang cepat (proses penuaan dini) dan ada yang
lambat (awet muda). Meskipun proses penuaan terjadii karena beberapa hal, namun radikal
bebas juga berkontribusi dalam mempercepat proses penuaan seseorang. Bahkan hasil
penelitian menunjukkan radikal bebas merupakan penyebab utama penuaan dini. Salah satu
upaya memperlambat penuaan dini akibat radikal bebas yaitu antioksidan. Sebagai bahan
aktif,, antioksidan digunakan untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat oksidasi dan
mencegah penuaan dini. Antioksidan yang digunakan terutama vitamin C dan E, berfungsi
untuk memperbaiki kerusakan kulit akibat radikal bebas yang disebabkan radiasi ultraviolet
dan rokok.
Penuaan dini adalah proses penuaan kulit yang lebih cepat dari waktunya. Penuaan dini
bisa terjadi pada siapa saja, terutama di Indonesia yang merupakan daerah beriklim tropis
dengan sinar matahari berlimpah. Proses degeneratif terjadi lebih cepat pada kulit yang terlalu
sering terpapar sinar ultraviolet [1]. Proses penuaan biasanya ditandai dengan munculnya garisgaris halus atau keriput wajah. Namun proses penuaan sendiri merupakan proses yang lebih
kompleks daripada hanya sekedar keriput wajah. Proses penuaan merupakan proses dimana
terjadi kemunduran atau degenerasi yang menyebabkan tubuh kehilangan fungsi dan
kemampuannya, termasuk menyebabkan munculnya keriput dan garis halus di wajah atau
bagian tubuh lain [2].
Penuaan pada kulit biasanya mulai terlihat ketika memasuki usia dewasa sekitar usia 30-an.
Namun sebuah survei mengungkapkan, sebanyak 57% wanita di Indonesia sudah menyadari
tanda penuaan di usia 25 tahun. Survei yang diadakan brand perawatan kulit Olay bersama salah
satu media online, telah meneliti 778 responden. Dari hasil penelitian juga ditemukan tandatanda penuaan dini yang paling banyak terlihat bukanlah garis halus atau kerutan, melainkan
kulit yang kusam dengan presentase sebanyak 53,30 %. Meskipun menyadari timbulnya tanda
penuaan dini, ternyata masih banyak di antara mereka yang menunda perawatan anti-aging.
Sebuah survei lain yang dilakukan agensi penelitian independen Taylor Nelson Sofres terhadap
1.800 wanita usia 20-39 tahun di Asia (India, Korea, Filipina, Thailand) melaporkan, 1 dari 3
wanita di Asia hanya menggunakan perawatan untuk whitening, walaupun mereka juga
mengalami tanda-tanda penuaan. Data klinis berdasarkan penelitian yang berjudul “The Effects
Of Skin Colour Distribution And Topography Cues On The Persception Of Female Facial Age
And Health” menyebutkan, wanita dengan keriput dan warna kulit tidak merata akan terlihat
lebih tua enam tahun dari usia sebenarnya. Di Indonesia sendiri, wanita lebih mementingkan
kulit yang hanya terlihat putih tanpa memperhatikan kesehatannya. Padahal kulit yang putih
tidak selalu sehat. Indikator kulit sehat biasanya terlihat dari kulit yang cerah tanpa noda dengan rona kemerahan alami. Studi selama 8 tahun yang dimuat pada British Journal of dermatalogy
telah menunjukkan, menggunakan perawatan kulit lebih awal dapat mengurangi tanda-tanda
penuaan. Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa dengan perawatan yang tepat,
perkembangan garis halus dan keriput dapat berkurang [3].
Penyebab penuaan dini meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi
faktor keturunan, kejiwaan, kesehatan dan daya tahan tubuh. Untuk faktor internal ini tentunya
tidak bisa dihindari karena merupakan proses alamiah pada manusia. Hal tersebut juga dipicu
oleh adanya perubahan hormonal dan tingkat stres yang dialami seseorang. Sedangkan untuk
faktor eksternal antara lain sinar matahari, radikal bebas, merokok, mengkonsumsi minuman
alkohol berlebihan, pola makan yang buruk dan posisi tidur [4]. Mengutip dari dr.Oz Indonesia
(2015), penyebab penuaan dini pada kulit adalah faktor dari lingkungan dan juga dari dalam
pribadi orang tersebut. Penyebab yang paling banyak terjadi dikarenakan oleh paparan radikal
bebas berupa sinar ultraviolet [5].
Radikal bebas adalah molekul atau atom yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan. Elektron tersebut sangat reaktif dan cepat bereaksi dengan molekul lain sehingga
terbentuk radikal bebas. Radikal bebas dapat menimbulkan kerusakan sel berupa penuaan dini
dan berbagai penyakit. Salah satu upaya untuk menangkap radikal bebas yaitu antioksidan
seperti vitamin C dan E [6].
PEMBAHASAN
Beberapa cara dilakukan untuk mencegah terjadinya proses penuaan dini mulai dari
perawatan yang alamiah sampai dengan terapi yang membutuhkan biaya mahal. Konsumsi
vitamin C dan E sebagai antioksidan merupakan salah satu cara mencegah penuaan dini [6].
Vitamin C dan E dapat dijumpai pada makanan, juga pada produk olahan seperti krim topikal
dan obat yang dimasukkan ke dalam tubuh. Vitamin C banyak terdapat pada buah jambu,
pepaya, kiwi, jeruk dan lemon. Sedangkan vitamin E terdapat dalam kacang-kacangan, bijibijian dan sayuran hijau.
Menurut teori stres oksidatif, ketidakseimbangan dan kegagalan pengaturan reaksi
oksidasi-reduksii atau redoks di dalam sel bertanggung jawab terhadap rusaknya keseimbangan
secara oksidatif di dalam sell yang terwujud pada proses penuaan. Proses penuaan berlangsung
ketika sel-sel dirusak oleh serangan terus menerus partikel kimia-radikal bebas yang menumpuk
dari tahun ke tahun yang pada akhirnya memunculkan berbagai penyakit kemunduran fungsi
organ atau penyakit degeneratif. Mekanisme perusakan sel oleh radikal bebas yaitu terjadinya
peroksidasi (auto oksidasi) asam lemak tidak jenuh yang mengandung ikatan rangkap yang
diselingi oleh metilen pada komponen fosfolipid membran sel. Reaksi perioksidasi adalah reaksi
berantai yang menghasilkan kembali radikal bebas, sehingga terjadi reaksi peroksidasi asam
lemak tidak jenuh pada fosfolipid membran sel berikutnya. Akibatnya fluiditas dan
permeabilitas lipid membran sel akan menurun. Penurunan ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan pengikatan insulin oleh reseptor insulin, serta penurunan aktivitas enzim Na+/K+
ATPase sehingga akan memicu penurunan sistem transpor aktif glukosa dan asam amino serta
peningkatan kadar insulin plasma. Akibatnya kecepatan produksi energi sel dan biosontesis
makromolekul sel dan unit-unit pembangunan lainnya juga menurun [7].
Dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa meski penuaan tidak bisa dihindari namun
proses terjadinya dapat diperlambat. Sejalan dengan fakta ilmiah tentang kulit bahwa (1) pada
usia muda, kulit baru akan muncul ke lapisan epidermis setiap 28-30 hari. Dengan
bertambahnya usia, proses regenerasi berkurang secara cepat, dan setelah usia di atas 50 tahun
prosesnya sekitar 37 hari; (2) lapisan dermis kulit adalah lapisan kulit yang bertanggung jawab
terhadap sifat elastisitas,dan kehalusan kulit, berfungsi mensuplai makanan untuk lapisan
epidermis, dan sebagai pondasi bagi kolagen serta serat elastin; (3) vitamin C merangsang dan
meningkatkan produksi kolagen kulit dengan cara meningkatkan produksi kolagen kulit dengan
cara meningkatkan kemampuan perkembangbiakan sel fibroblast tua dermis [6].
Adalah mustahil untuk menemukan satu jenis bahan alam yang mampu mencegah proses
penuaan, karena proses penuaan terjadi melalui suatu seri rangkaian reaksi yang komplek
melibatkan interaksi antara replikasi dan ekspresi gen dengan aktivitas metabolisme di dalam
sel. Sedangkan aktivitas metabolisme terutama pada organisme tingkat tinggi merupakan
aktivitas sel yang terkoordinasi, mempunyai tujuan dan mencakup berbagai kerjasama antara
sistem enzim dan hormon. Namun berbagai upaya telah dilakukan untuk memperlambat dan
atau meminimalkan dampak dari terjadinya proses penuaan pada manusia mulai dari terapi
hormon sampai penggunaan antioksidan [7].
Molekul antioksidan berfungsi sebagai sumber hidrogen labil yang akan berkaitan dengan
radikal bebas. Dalam prosesnya, antioksidan mengikat energi yang akan digunakan untuk
pembentukan radikal bebas baru sehingga reaksi antioksidan berhenti. Antioksidan
“mengorbankan dirinya” untuk teroksidasi oleh radikal bebas sehingga melindungi protein atau
asam amino penyusun kolagen dan elastin [6]. Hal ini sesuai dengan beberapa literatur yang
menyatakan tentang fungsi dari vitamin C yaitu 1) sebagai antioksidan kuat yang melindungi
kulit terhadap pengaruh negatif faktor luar seperti polusi, sinar ultra violet matahari, iklim, AC,
asap rokok, dsb.; 2) merangsang pembentukan dan meningkatkan produksi kolagen kulit yang
akan menjaga kekenyalan, kelenturan, serta kehalusan kulit (anti-aging); 3) mencerahkan kulit.
Sedangkan fungsi vitamin E yaitu mengencangkan kulit. Untuk sementara dapat disimpulkan
bahwa dengan perawatan yang tepat seperti penggunaan vitamin C dan E sebagai antioksidan,
maka perkembangan penuaan dapat dihambat atau diminimalkan. Perawatan tidak harus mahal,
vitamin C dan E dalam buah-buahan mudah dijumpai dan aman dikonsumsi meski efeknya
tidak dapat dilihat secara langsung/cepat seperti halnya pada pemakaian krim atau obat-obatan
yang penggunaanya sangat dianjurkan untuk konsultasi dengan dokter (spesialis
kulit/kecantikan) mengingat adanya efek samping akibat pemakaian yang tidak tepat.
SIMPULAN
Seiring pertambahan usia, jaringan kolagen dan elastisitas kulit pada manusia semakin
berkurang sehingga muncul tanda-tanda penuaan. Perawatan anti-aging sebaiknya mulai
dilakukan sejak usia 20-an. Kondisi lingkungan yang tidak seperti dulu lagi karena pemanasan
global dan atmosfer yang semakin menipis, membuat kulit lebih rentan terkenan efek buruk
polusi, radikal bebas dan paparan sinar matahari, sehingga penuaanpun bisa terjadi lebih awal
bahkan sebelum seseorang itu menyadarinya. Salah satu yang dilakukan untuk memperlambat
dan atau meminimalkan dampak dari terjadinya proses penuaan pada manusia yaitu antioksidan
seperti vitamin C dan E.