darah pada hewan percobaan tunggal sesudah
penyuntikan bergantian dari dosis tunggal baku dan satu
dari dua dosis sediaan uji. Perhitungan potensi dari
perbedaan respons sedian uji dan rata-rata dari dua
respons yang berdekatan baku yaitu setara dengan
desain pertama pada Tabel 7 dengan membalikkan S dan
U, I yaitu log-interval di antara dua tingkat dosis
sediaan uji.
Tabel 8
Koefisien faktorial x1 untuk menganalisa penetapan dengan sekuen 3- atau 4-dosis sebesar 1,5; 2,0; 3,0 dan 4,0 tiap dosis
memiliki banyak respons (f) yang sama
Kesalahan Eksperimental dan Uji Keabsahan
Penetapan Istilah yang dipakai di sini, “kesalahan
eksperimental”, merujuk ke variasi sisa dalam respons
dari indikator biologik, bukan untuk kesalahan dalam
procedure atau untuk nilai menyimpang yang memerlukan
penggantian. Kesalahan eskperimental diukur berkenaan
dengan variansi kesalahan pada respons tunggal atau
unit lain, yang dinyatakan secara seragam sebagai s2,
meskipun ada perbedaan dalam definisi unit. Hal ini
diperlukan dalam uji keabsahan penetapan dan dalam
menghitung interval keyakinan.
Variansi Kesalahan Dosis Ambang Masing-masing
dosis ambang diukur secara langsung dalam beberapa
penetapan. Pada penetapan Digitalis masing-masing
dosis ambang dinyatakan dengan simbol z, banyaknya
atau frekuensi z oleh f, dan jumlah dari z untuk tiap
sediaan oleh T, dengan subskrip S dan U masing-masing
untuk baku dan sediaan uji. Hitung variansi kesalahan
dari z sebagai:
(11)
n = fS + fU - 2 derajat bebas. Dalam penetapan lain, tiap
log-dosis ambang sediaan uji yang diinjeksikan
dikurangi log-dosis baku yang bersangkutan pada kelinci
yang sama untuk memperoleh perbedaan individual x.
sebab tiap x mungkin positif atau negatif (+ atau ),
maka perlu diperhatikan tanda yang benar pada semua
penjumlahan. Nyatakan total x untuk hewan yang
diinjeksi dengan baku pada hari kedua sebagai T2.
Hitung variansi kesalahan dari x dengan n = N – 2
derajat bebas sebagai:
(12)
N yaitu total jumlah kelinci untuk menyelesaikan
penetapan, tidak termasuk penggantian nilai hilang
untuk menyelamatkan ukuran dari dua kumpulan.
Variasi kesalahan dari Respons Individual Pada
penetapan di farmakope, perbedaan dalam dosis yang
mengubah respons rata-rata diperkirakan tidak
mempengaruhi variabilitas dalam respons. Perhitungan
variansi kesalahan tergantung pada desain penetapan dan
bentuk pengaturan untuk setiap nilai yang hilang. Tiap
respons lebih dulu diubah ke dalam unit y yang
dipakai dalam menghitung potensi. Tentukan variansi
kesalahan tunggal dari kombinasi deviasi y sekitar rata-
rata untuk tiap tingkat dosis, jumlahkan untuk setiap
tingkat. Nilai y yang meragukan dapat diuji seperti
dijelaskan pada Peniadaan data pengamatan yang
menyimpang, dan nilai menyimpang yang telah terbukti
dapat diganti sebagai nilai yang seperti tertera pada
Penggantian nilai yang hilang.
Dalam desain yang paling sederhana, unit respons
Dosis Baku Dosis sediaan Uji
diatur secara acak untuk tiap tingkat dosis, seperti pada
penetapan kortikotropin. Jika nilai yang hilang diganti
dengan menambahkan rata-rata y yang tersisa pada suatu
tingkat dosis kepada totalnya, maka derajat bebas (n)
pada variansi kesalahan dikurangi dengan satu untuk tiap
penggantian, namun tidak diperlukan perubahan lain
dalam perhitungan. Dengan menganggap bahwa f sama
untuk semua dosis atau kelompok, hitung variansi
kesalahan dari variasi dalam dosis untuk semua nilai y
sebagai berikut:
Tt yaitu total pada tiap dosis dari nilai f dari y, ada
sebanyak k total Tt dan derajat bebas n = f-k, dengan f
dikurangi 1 untuk penggantian.
Jika variasi dalam f diatur dengan mengurangkan nilai
rata-rata kelompok dari total kelompok, hitung variansi
kesalahan dari y yang diamati dan total Tt yang tidak
diatur sebagai:
n = f - k
Dalam perhitungan hasil penetapan memakai
koefisien dari Tabel 6 atau Tabel 8, s2 dapat dihitung
dari respons y untuk tiap h sediaan, meliputi h sediaan
uji dan tingkat dosis baku yang berkaitan. Untuk tiap
sediaan, hitung T1 = y dan faktor kemiringan Tb = (x1y),
nilai dari x1 yaitu koefisien faktorial untuk baku pada
baris b yang sesuai Tabel 6 atau Tabel 8. Variansi
kesalahan penetapan yaitu :
derajat bebas n = h’(k – 1) – 1, dan eb yaitu ei dari
Tabel dan baris yang sama sebagai koefisien x1.
Variasi kesalahan pada Desain Terbatas Pada
beberapa penetapan, respons individual terjadi dalam
tiga atau lebih kumpulan acak. Contoh kumpulan yaitu
pasangan hewan dalam penetapan vitamin D, daerah-
daerah bening dalam tiap lempeng pada penetapan
antibiotik. Masing-masing nilai y dari penetapan ini
disusun dalam Tabel dua arah, tiap kolom menampilkan
perlakuan atau dosis yang berbeda dan tiap baris
menampilkan kumpulan acak. Nilai-nilai yang hilang
dapat diganti seperti dijelaskan pada Penggantian nilai-
nilai yang hilang. Total kolom k yaitu Tt yang
diperlukan untuk analis desain tertimbang. Total baris
f(Tr) menampilkan sumber variasi yang tidak
mempengaruhi potensi yang diperkirakan dan oleh sebab
itu dikeluarkan dari kesalahan penetapan. Hitung
perkiraan variansi kesalahan dari kuadrat masing-masing
y dan jumlah marginal, sebagai:
(16)
T = Ty = Tt’ dan n = (k – 1) (f – 1) derajat bebas harus
dikurangi dengan satu untuk tiap perbedaan dalam tabel
asal yang telah diisi dengan perhitungan.
Jika urutan perlakuan merupakan sumber variasi
tambahan yang penting, pengaruhnya dapat dikoreksi
dengan rejim dosis untuk suatu seri dari n’ kuadrat Latin
dengan k baris secara bersama. Buat Tabel pengamatan
respons y dari tiap hewan penetapan dalam kolom yang
terpisah menurut urutan dosis. Respons dari tiap k dosis
terjadi sering kali sama dalam tiap k baris dan dalam n’k
kolom, n yaitu banyaknya kuadrat Latin. Jumlahkan
respons y dalam tiap baris (Tr) dalam tiap kolom (Tc),
dan dalam Tabel yang terpisah, untuk tiap dosis atau
perlakuan (Tt). Suatu pengamatan yang hilang dapat
diganti memakai persamaan 1a seperti dijelaskan
pada Penggantian nilai yang hilang. Hitung variasi
kesalahan dari kuadran masing-masing y dan dari total
marginal dan perlakuan sebagai:
(16a)
T = yy = Tr = Tc = Tt’ dan N= (k – 1) (nk-2)
derajat bebas harus dikurangi dengan satu untuk tiap
perbedaan dalam tabel asal yang telah diisi dengan
perhitungan.
Pada penetapan dengan reaksi yang terjadi dalam
pasangan, perbedaan di antara hewan penetapan atau
reaksi pasangan secara otomatis dipisah-pisah dengan
menghitung penetapan dari perbedaan dalam suatu
pasangan sebagai respons. Pada insulin, respons yaitu
perbedaan y dalam gula darah pada kelinci tunggal
sesudah dua kali penyuntikan seperti tertera pada
Penetapan Potensi Insulin <161>. sesudah pengaturan
untuk kehilangan kelinci selama penetapan, hitung
variansi kesalahan dan respons pada semua empat
kelompok dan dari total kelompok Ti = T1 sampai T4
sebagai :
banyaknya kelinci f yaitu sama dalam tiap kelompok
dan derajat bebas n = 4 (f – 1), dikurangi dengan satu
untuk setiap penggantian kelinci yang hilang selama
penetapan. Pada penetapan Injeksi Oksitosin, setiap y
menampilkan perbedaan antara respons tekanan darah
terhadap suatu dosis sediaan uji dan respons rata-rata
untuk dua dosis baku yang berdekatan. Hitung variansi
kesalahan dari y sebagai:
n = 2(f – 1) derajat bebas; T1 yaitu total y untuk dosis
rendah sediaan uji dan T2 untuk dosis tinggi.
Pada penetapan secara mikrobiologi yang dihitung
dengan interpolasi dari suatu kurva baku, ubah tiap
perbedaan antara respons pasangan terhadap unit log-
dosis, X, memakai persamaan 7. Dengan setiap
perbedaan X sebagai unit, suatu komposit s2 dihitung
dari variasi nilai-nilai X dalam f untuk tiap sediaan uji,
dijumlahkan dari semua h sediaan uji dalam penetapan
sebagai:
Tx = X untuk sediaan uji tunggal dan derajat bebas nx
= f – h.
Pengujian Keabsahan Penetapan Sebagai tambahan
pada persyaratan yang khusus dalam tiap monografi dan
kombinasi kurva log-dosis respons dengan kemiringan
yang menonjol seperti tertera pada statistik C dalam
bagian selanjutnya, dua kondisi menentukan keabsahan
dari masing-masing penetapan faktorial: (1) kurva log-
dosis respons sediaan uji harus sejajar dengan kurva
baku di dalam kesalahan eksperimental, dan (2) kedua
kurva tidak menyimpang secara menonjol dari garis
lurus. Jika penetapan sudah dibuat secara acak sempurna
atau terdiri dari kumpulan acak, pengujian yang
diperlukan yaitu menghitung dengan koefisien faktorial
untuk ab, q, dan aq dari Tabel 6 sampai Tabel 8 dan
total perlakuan Tt. Jumlahkan hasil kali koefisien dalam
tiap baris yang bersangkutan dengan Tt untuk
mendapatkan total hasil kali Ti’ yang subskrip i masing-
masing berlaku untuk ab, q, dan aq. Masing-masing dari
ketiga perbandingan Ti
2/ef dihitung dengan nilai ei yang
sesuai dari tabel dan dengan f yang sama dengan
banyaknya y dalam tiap Tt. Pada baris ab diuji
kesejajaran garis dosis-respons dan ini yaitu satu-
satunya pengujian yang ada pada penetapan dengan
2 dosis. Dengan tiga atau lebih dosis dari kedua sediaan,
dalam baris q yaitu pengujian lengkungan yang
dikombinasi pada arah yang sama, dan dalam baris aq
pengujian lengkungan yang terpisah pada arah yang
berlawanan. Jika tiap perbandingan dalam penetapan
dengan 3 atau 4 dosis melebihi s2 sebesar tiga kali lipat,
hitung:
Untuk penetapan dengan 2 dosis, hitung:
dan untuk penetapan 3,2 (Tabel 7) tentukan:
Untuk suatu penetapan absah F1, F2 atau F3 tidak
melebihi nilai yang tertera pada Tabel 9 (pada
kemungkinan 1 dalam 20) untuk derajat bebas n dalam
s2.
Suatu penetapan dapat tidak memenuhi uji keabsahan
dan masih dipakai untuk memperkirakan potensi yang
lalu dapat dikombinasi dengan hasil penetapan
yang kedua untuk sediaan uji yang sama seperti
diuraikan pada bagian lebih lanjut. Suatu tingkat dosis
akhir baik baku maupun sediaan uji atau keduanya dapat
berada di luar daerah linier. Dengan tiga atau lebih
tingkat dosis dan nilai-nilai Ta Tab’ dan Taq’ yang relatif
besar, total respons Tt pada suatu dosis akhir dari suatu
sediaan dapat mendekati batas tertinggi atau terendah
dan menjadi penyebab nilai-nilai yang besar Tab dan Taq.
Tt dapat dihilangkan dan penetapan dihitung kembali
dengan desain yang sesuai pada Tabel 7. Jika penetapan
kemungkinan memenuhi pengujian dalam persamaan 20
atau 22, hasil potensi yang didapat, M, dapat
dikombinasi dengan hasil dari penetapan kedua dalam
menghitung log-potensi sediaan uji seperti tertera pada
Kombinasi dari penetapan yang berdiri sendiri. Jika Ta
tidak menonjol namun Tq menampilkan garis lengkung
kombinasi yang menonjol , dosis yang terbesar (atau
terkecil) dari kedua sediaan yang mungkin terlalu besar
(atau terlalu kecil). Penghilangan nilai-nilai ini
dapat menghasilkan penetapan yang absah dengan
koefesien faktorial untuk desain yang lebih kecil
berikutnya pada Tabel 6 atau Tabel 8. Tq atau Tq yang
menonjol secara statistik dapat diabaikan dan semua
tingkat dosis dipakai tanpa menyebabkan bias log-
potensi M’ yang dihitung dari interval keyakinan lebih
besar dari 5% jika kesamaan berikut benar:
tiap Tb
’ dan Tq
’, dihitung dengan Tt (atau y) untuk sediaan
tunggal dikali koefisien untuk Baku dalam baris b dan q
berurutan. Jika Ta dan Tab keduanya menonjol pada
penetapan dengan 2 dosis, satu Tt mungkin di luar
daerah linier. Kadang-kadang perkiraan awal atau
potensi perkiraan dapat dihitung dari nilai Tt yang tersisa
dan desain pertama dalam Tabel 7. Pada penetapan
insulin dan obat-obat lain yang responsnya dibuat
berpasangan, uji kesejajaran sedemikian tidak peka
sesampai dihilangkan. Jika tabung-tabung dalam tiap
kumpulan diatur secara sistematik sebagai ganti cara
acak pada penetapan mikrobiologi, uji keabsahan dapat
memiliki bias dari pengaruh posisi.
INTERVAL DAN BATAS KEYAKINAN
DARI POTENSI
Uji hayati memberi suatu perkiraan dari potensi
sebenarnya dari sediaan uji. Perkiraan ini terletak
dalam suatu interval keyakinan, yang dihitung
sedemikian rupa sesampai kemungkinan tidak lebih dari
1 dalam 20 (P = 0,05) bahwa potensi sebenarnya lebih
besar dari batas tertinggi interval keyakinan atau lebih
rendah dari batas terendah. Mengingat interval ini
ditentukan oleh beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perkiraan potensi, presisi yang
diperlukan untuk sebagian besar uji hayati diberikan
dalam monografi dengan istilah interval keyakinan, yang
berhubungan secara langsung dengan potensi atau
logaritmanya.
Perhitungan umum Meskipun banyak bentuknya, uji
hayati dapat digolongkan dalam dua kategori umum: (1)
log-potensi dihitung langsung dari harga rata-rata atau
perbedaan rata-rata, dan (2) dihitung dari rasio dua
statistik.
(1) Bila log-potensi dari suatu penetapan dihitung
sebagai rata-rata dari beberapa log-potensi yang
diperkirakan memiliki presisi lebih kurang sama, log-
interval keyakinan yaitu :
s yaitu deviasi baku dari log-potensi perkiraan tunggal,
t dibaca dari Tabel 9 dengan derajat bebas n dalam s, dan
k yaitu banyaknya perkiraan yang dirata-ratakan.
Persamaan yang serupa dipakai dan log-potensi
dihitung sebagai rata-rata x dari k perbedaan x, dengan
deviasi baku s dari suatu x tunggal. Dalam hal manapun,
log-potensi M perkiraan terletak ditengah interval
keyakinan, sesampai internal keyakinan yaitu :
XM=M+½L dan M=M ½L atau XM=M±½L
Batas-batas tertinggi dan terendah diubah menjadi
antilogaritma untuk mendapatkan batas-batas potensi
yang jelas.
(2) Lebih sering, log-potensi atau potensi dihitung dati
suatu rasio dan dalam hal ini panjang dari interval
keyakinan dinyatakan sebagai log-interval dalam
persamaan
*adopsi dari bagian-bagian Tabel III sampai IV dari “Statistical Tables for Biological, Agricultural and Medical Research”,
R.A. Fisher and F.Yates, Oliver and Boyd, Ltd., Edinburgh.
M’ yaitu log-potensi relatif seperti telah didefinisikan
dalam Perhitungan Potensi dari suatu Penetapan
Tunggal; i yaitu log-interval dosis yang berurutan dan c
yaitu tetapan karakteristik dari procedure penetapan.
Istilah C tergantung pada ketepatan dengan kemiringan
kurva dosis-respons telah ditentukan. (Hal ini kadang-
kadang dinyatakan dalam istilah g = (C – 1)/C). Dalam
penetapan faktorial dihitung sebagai:
s2 yaitu variansi kesalahan dari pengamatan tunggal, t2
dibaca dari Tabel 9 dengan derajat bebas dalam s2; f
yaitu banyaknya respons dalam tiap Tt yang dipakai
untuk menghitung Tb dan Tb serta eb dihitung dengan
koefisien faktorial untuk baris b dalam Tabel 6 sampai
Tabel 8. Variansi kesalahan s2 dalam persamaan 26
tergantung pada desain penetapan, seperti ditunjukkan
untuk setiap obat pada bagian selanjutnya. Pada
penetapan yang absah C merupakan bilangan positif.
Dalam penetapan dua atau lebih sediaan uji terhadap
baku bersama, semuanya dengan kurva dosis-respons
yang sejajar dalam batas kesalahan eksperimental, C
dapat dihitung dengan variansi kesalahan s2 untuk
penetapan dan dengan kemiringan penetapan sebagai:
Faktor kemiringan Tb
’ = (x1Tt) atau (x1y) untuk tiap
h’ sediaan, termasuk baku, dihitung dengan koefisein
faktorial x1 untuk baku dalam baris b yang sesuai dari
Tabel 6 sampai Tabel 8. Jika total perlakuan Tt
mencakup satu atau lebih penggantian untuk respons
yang hilang, ganti ebf dalam persamaan 27 atau ebfh/2
dalam persamaan 28 dengan f2 (x1
2/f’), tiap x1 yaitu
koefisien faktorial dalam baris b dari Tabel 6 sampai
Tabel 8, dalam bab ini, dan f’ yaitu banyaknya respon
dalam Tt yang bersangkutan, sebelum menambahkan
pengganti. Dengan C ini, hitung interval keyakinan
sebagai :
Dalam penetapan yang dihitung dari suatu rasio, log-
potensi M yang paling mungkin terletak tidak tepat di
tengah interval keyakinan. Batas keyakinan tertinggi dan
terendah dalam logaritma yaitu :
XM =logR+CM’+½L dan logR=CM’ ½L
C sering kali agak lebih besar sedikit dari satuan, dan
makin tepat cara penetapannya, harga C makin
mendekati tepat 1. R = zs/zu yaitu perbandingan dosis
baku dan sediaan uji yang bersesuaian atau potensi
perkiraan dari sediaan uji. Batas keyakinan tertinggi dan
terendah dalam log-potensi diubah secara terpisah
menjadi antilogaritmanya untuk memperoleh potensi
yang bersesuaian.
Interval Keyakinan untuk Penetapan Individual
Oleh sebab interval keyakinan dapat berbeda dalam
rincian dari pola-pola umum di atas, maka hitung untuk
tiap penetapan dengan cara-cara khusus yang diberikan
di bawah nama bahan pada paragraf berikut.
Penetapan Antibiotik Interval keyakinan dapat
dihitung dengan persamaan 24 dan persamaan 25.
Kalsium pantotenat Untuk log-potensi yang diperoleh
dengan interpolasi dari kurva baku, interval keyakinan
dapat dihitung dengan persamaan 19 dan persamaan 24.
Untuk log-potensi yang dihitung dengan persamaan 8
dan persamaan 10, s2 dapat dihitung dengan persamaan
15, C dengan persamaan 27 atau persamaan 28, dan
interval keyakinan L dengan persamaan 26 dan
persamaan 29.
Injeksi Kortikotropin Hitung log interval keyakinan
dengan persamaan 26 dan persamaan 27, koefisien dan
tetapan dalam Tabel 6 untuk penetapan 3 dosis, dan s2
seperti yang ditentukan dengan persamaan 13 atau
persamaan 14.
Digitalis Hitung interval keyakinan sebagai :
fu dan fs yaitu banyaknya pengamatan pada sediaan uji
dan pada bak, dan
ditentukan dengan s2 dari persamaan 11. Batas
keyakinan untuk potensi dalam unit F1
definisi R dapat dilihat pada daftar istilah simbol.
Gonadotropin Korionik Lakukan seperti untuk Injeksi
Korikotropin.
Heparin Natrium Bila dua penentuan terpisah log-
potensi M berbeda lebih dari 0,05; lakukan penetapan
tambahan dan hitung variansi kesalahan dari M di antara
nilai-nilai N sebagai :
n = N-1 derajat kebebasan. Dengan nilai-nilai ini,
tentukan interval keyakinan dalam logaritma (L) dengan
persamaan 24.
Injeksi Insulin Hitung variasi kesalahan (s2) dari y
dengan persamaan 16 dan C sebagai :
t2 dari Tabel 9 tergantung kepada n = 4(f-1) derajat
bebas dalam s2 dan N = 4 f yaitu jumlah dari perbedaan
dalam empat kelompok. Dengan persamaan 26 hitung
interval keyakinan L dalam logaritma, dengan c’i2 =
0,09062. Batas keyakinan tertinggi dan terendah dalam
unit Insulin FI diperoleh dari antilogaritma dari XM pada
persamaan 30.
Injeksi Oksitosin Hitung perkiraan log interval ke-
yakinan dengan persamaan 26, sebagai berikut :
s2 ditentukan dengan persamaan 18 dan
Aktivitas Vitamin B12 Lakukan seperti Kalsium
Pantotenat.
Kombinasi dari Penetapan yang
Berdiri Sendiri
Bila metodenya memungkinkan, tambahan hewan
dapat ditambahkan pada penetapan yang kurang presisi
sampai hasil-hasil yang digabungkan mengurangi
interval keyakinan dalam batas yang ditentukan dalam
monografi. Jika diperlukan dua atau lebih penetapan
yang berdiri sendiri, masing-masing ditujukan kepada
log-potensi M, harga M digabungkan untuk menentukan
potensi rata-rata tertimbang dari sediaan uji. Kecuali
pada penetapan Heparin Natrium yang log-potensi sama
besar disetimbangkan, ketepatan relatif dua atau lebih M
terpisah menentukan bobot yang ditentukan untuk setiap
nilai dalam menghitung harga rata-rata dan interval
keyakinannya.
Sebelum menggabungkan dua atau lebih M terpisah
yang diperkirakan, konsistensi bersamanya harus diuji.
Bila harga-harga M konsisten, masing-masing interval
keyakinannya akan tumpang tindih atau bila tumpang
tindihnya kecil, hitung harga pendekatan M
2. Tentukan
dari tiap h penetapan individual suatu bobot w, yang
dinyatakan sebagai :
dengan panjang interval keyakinan L yang dihitung
dengan persamaan yang sesuai dari bagian terdahulu,
dan t2 dibaca dari Tabel 9 untuk derajat bebas n dalam
variansi kesalahan pengujian. Jumlahkan masing-masing
bobot untuk memperoleh w. lalu suatu
pendekatan x2 dengan h-1 derajat bebas ditentukan
sebagai :
Untuk dua penetapan dengan log-potensi M1 dan M2 dan
bobot w1 dan w2’ persamaan 35 disederhanakan menjadi
:
dengan satu derajat bebas. Jika pendekatan M
2 benar-
benar terletak di bawah nilai kritis 2 dalam Tabel 9,
pakailah bobot w dalam menghitung log-potensi rata-rata
M dan interval keyakinan L. Jika M
2 mendekati atau
melebihi nilai kritis ini, sebagai gantinya pakailah semi-
bobot w’ (persamaan 47 ketika menghitung M).
Hitung log-potensi rata-rata M dari dua atau lebih
penetapan yang sama-sama konsisten sebagai:
Ini yaitu nilai tunggal yang paling mungkin di dalam
interval keyakinan gabungan dengan panjang Lc
ditetapkan sebagai akar dari:
tiap n’ = n – 4(h-2)/(h-1) dan tL
2 diinterpolasi dari Tabel
9 dengan derajat bebas:
Untuk dua penetapan (h = 2) dengan log-potensi M1 dan
M2 dan bobot w1 dan w2, persamaan di atas dapat ditulis
kembali sebagai:
w = w1 + w2. jika Lc interval keyakinan untuk
suatu perkiraan kombinasi, tidak melebihi persyaratan
dalam monografi, batas keyakinan tertinggi dan terendah
dalam ½ Lc di atas dan di bawah M, untuk memperoleh
interval keyakinan mendekati 95%.
Jika variasi potensi hasil penetapan antara h
penentuan terpisah, seperti diuji dengan M
2, mencapai
atau melebihi P = 0,05, beberapa perkiraan ditetapkan
semi-bobot w’. Dari bobot w, hitung variansi dari tiap M
sebagai:
Hitung variansi heterogenitas antara penetapan sebagai :
Atau, bila h = 2
Bila V bervariasi secara jelas sampai v yang dihitung
seperti di atas merupakan angka negatif, sebagai
gantinya hitung suatu perkiraan v dengan menghilangkan
bagian sesudah tanda minus pada persamaan 45 dan
persamaan 46.
Semi-bobot dinyatakan sebagai :
Substitusi w’ dan w’ untuk w dan w dalam
persamaan 41 untuk memperoleh rata-rata semi-bobot
M. Hal ini terletak dekat dengan tengah interval
keyakinan dari perkiraan panjang Lc,
dan t2 dari Tabel 9 memiliki n derajat bebas.
Jika M
2 pada persamaan 39, dari h = 4 atau lebih
perkiraan M, melebihi tingkat kritis dalam Tabel 9 lebih
dari 50%, dan bobot w berbeda kurang dari 30%, h
perkiraan dari M dapat diperiksa untuk nilai me-
nyimpang dapat dihilangkan dalam menghitung M
dengan w’.
Jika potensi obat ditetapkan berulang kali di suatu
laboratorium dengan memakai metode uji hayati
yang sama, penetuan berturutan dari kemiringan b dan
variansi kesalahan s2 dapat tersebar ecara acak di dalam
kesalahan pengambilan contoh uji di sekitar nilai yang
umum untuk setiap parameter. Dengan membuat kurva
perkiraan dari penetapan yang berturutan pada suatu peta
kendali mutu untuk masing-masing statistik dan
menghitung nilai tengah dan batas kendali yang
menyatakan variasi acak yang diperbolehkan,
memungkinkan untuk memeriksa secara terus-menerus
konsistensi dari suatu teknik penetapan secara terus-
menerus.
jika perkiraan dari b dan s dari penetapan tunggal
terletak dalam batas kendali, maka dapat diganti dengan
rata-rata yang diperoleh laboratorium. Tolak tiap
penetapan yang statistiknya berada di luar batas kendali,
atau terima penetapan hanya sesudah penelitian saksama
validitasnya.
Penetapan Gabungan dari Beberapa Sediaan
Setiap monografi menguraikan penetapan dari sediaan
uji tunggal terhadap baku. Meskipun tidak diberikan
secara tegas, beberapa sediaan uji yang berbeda, sering
dimasukkan dalam penetapan yang sama dan masing-
masing dibandingkan secara terpisah dengan respons
yang sama terhadap baku. Kenyataan ini menjamin
bertambahnya jumlah pengamatan dengan baku. Dengan
f pengamatan pada tiap tingkat dosis dari masing-masing
h sediaan uji yang berbeda, jumlah pengamatan pada
tiap tingkat dosis baku dapat bertambah secara
menguntungkan, bila h besar, menjadi f h. Aturan ini
hanya dapat dipakai sebagai pendekatan di mana
perbedaan-perbedaan kecil atau kesetaraan harus
dipisah-pisah, dan dalam hal manapun hanyalah bersifat
anjuran.
Jika semua dari beberapa penetapan yang dilakukan
bersamaan memenuhi persyaratan keabsahan, dan
memiliki kurva log-dosis respons yang linier dengan
kemiringan b yang sama dan variansi kesalahan s2 yang
sama dari garis-garis ini , kedua nilai statistik tadi
dapat dipandang sebagai karakteristik penetapan.
Kombinasi semua bukti dari penetapan yang sama
menjadi nilai tunggal kemiringan penetapan
menghasilkan perkiraan b yang lebih stabil dan dapat
dipercaya, dibandingkan jika setiap sediaan uji dianalisa
secara terpisah. Demikian pula derajat bebas dan
kehandalan dari variasi kesalahan s2 dapat bertambah.
Interval keyakinan yang dihitung dengan nilai-nilai
gabungan untuk b dan s2 lebih kecil dalam rata-rata
dibandingkan bila berdasarkan hanya kepada bagian data
yang relevan. Untuk perhitungan atau pemakaian
perkiraan penetapan yang demikian lihat persamaan 10,
15, 16, 19, 28 dan 29. Potensi perkiraan dengan
kemiringan yang dihitung dari sediaan uji tunggal dan
baku terletak di dalam bagian dari interval keyakinan
yang dihitung dari gabungan kemiringan untuk seluruh
penetapan. sebab didasarkan pada bukti, cara yang
terakhir dianggap merupakan perkiraan yang lebih baik.
DAFTAR ISTILAH
Simbol Keterangan
A serapan untuk menghitung % pengurangan pertumbuhan bakteri dari pengamatan kekeruhan
b kemiringan dari garis lurus hubungan respons (y) dengan log-dosis (x) [Persamaan 2b, 4, 5, 6]
c tetapan untuk menghitung M’ dengan persamaan 8 dan 10
c’ tetapan untuk menghitung L dengan persamaan 26 dan 29
ci tetapan untuk menghitung M’ bila dosis ditempatkan seperti tertera pada Tabel 8.
c’i2 tetapan untuk menghitung L bila dosis ditempatkan seperti tertera pada Tabel 8.
C Simbol untuk menghitung ketepatan dari kemiringan dalam interval keyakinan [Persa-maan
27, 28, 35,36].
2 Tetapan statistik untuk menguji kemenonjol an suatu ketidaksesuaian [Tabel 9].
M
2 2 untuk menguji ketidaksesuaian antara log-potensi perkiraan yang berbeda [Persamaan 39,
40].
eb ei dari baris b dalam Tabel 6 sampai Tabel 8.
eb’i perkalian dari (x – x)2 {tabel 5; Persamaan 6]
ei jumlah kuadrat dari koefisien faktorial dalam tiap baris dari Tabel 6 dan Tabel 8.
eq ei dari baris q dalam Tabel 6 dan Tabel 8
f banyaknya respons pada tiap kali tingkat dosis dari suatu sediaan; banyaknya replikat atau
kumpulan.
fs banyaknya pengamatan pada baku.
fu banyaknya pengamatan pada sediaan uji
F1 sampai F3 rasio variansi yang diamati dengan derajat bebas 1 sampai 3 dalam pembilang [Tabel 9].
G1, G2 dan G3 perbedaan relatif dalam pengujian untuk nilai yang menyimpang [Tabel 1].
h banyaknya sediaan uji dalam penetapan ganda.
h’ banyaknya sediaan dalam penetapan ganda, termasuk baku dan h sediaan uji, h’ = h + 1
i interval dalam logaritma antara log dosis berurutan, sama untuk baku dan sediaan uji.
k banyaknya log-potensi perkiraan dalam suatu rata-rata [Persamaan 24; banyaknya perlakuan
atau dosis (Tabel 4; Persamaan 1, 13, 15, 16); banyaknya rentang atau kelompok dalam suatu
seri [Tabel 2]; banyaknya baris, kolom, dan dosis dalam suatu kuadrat latin tunggal
[Persamaan 1a, 16a].
L panjangnya interval keyakinan dalam logaritma [Persamaan 24, 26, 29, 38], atau dalam
pengertian ukuran dari potensi relatif dari pengenceran-pengenceran yang dibandingkan
[Persamaan 48]
Simbol Keterangan
Lc panjangnya interval keyakinan gabungan [Persamaan 42, 43]
Lc’ panjangnya interval keyakinan untuk rata-rata semi-bobot M [Persamaan 48]
LD50 dosis letal yang diharapkan mematikan 50% dari hewan penetapan yang diuji [Persamaan 2c]
M log-potensi [Persamaan 2]
M’ log potensi sediaan uji, relatif terhadap potensi perkiraannya.
M log potensi rata-rata
n derajat bebas dalam suatu variansi perkiraan s2 atau dalam statistik t atau 2
n’ banyaknya kuadrat Latin dengan baris-baris yang bersamaan [Persamaan 1a, 16a]
N banyaknya; misalnya, pengamatan dalam suatu pengujian celah [Tabel 1], atau respon y pada
suatu penetapan [Persamaan 16]
P probabilitas dari pengamatan hasil tertentu, atau dari nilai-nilai tabel statistik, biasanya P=0,05
atau 0,95 untuk rentang keyakinan [Tabel 1, 2, 9].
P* potensi, P* = antilog M atau dihitung secara langsung
R perbandingan dari dosis tertentu sediaan baku terhadap dosis yang sesuai sediaan uji yang
sesuai, atau potensi perkiraan sediaan uji [Persamaan 2, 30, 33]
R* perbandingan dari rentang yang terbesar pada k rentang dalam suatu seri terhadap jumlah
rentang [Tabel 2]
s = s2 simpangan baku dari unit respons, juga dari log-potensi perkiraan tunggal dalam penetapan
langsung [Persamaan 24]
s2 variansi kesalahan dari unit respons.
Si log-dosis baku [Tabel 6, 7]
jumlah dari.
t t studen untuk n derajat bebas dan probabilitas P = 0,05 [Tabel 9].
T jumlah dari y respons dalam satu penetapan [Persamaan 16]
T’ jumlah yang tidak lengkap untuk suatu penetapan dalam kelompok acak dengan satu
pengamatan yang hilang [Persamaan 1]
T1 (y) untuk hewan percobaan yang disuntik dengan sediaan baku pada hari pertama
[Persamaan 18, 36]
T2 (y) untuk hewan percobaan yang disuntik dengan sediaan baku pada hari kedua [Persamaan
18, 36]
Ta Ti untuk perbedaan dalam respons terhadap baku dan sediaan uji [Tabel 6 sampai Tabel 8]
Tab Ti untuk untuk menguji perbedaan kemiringan antara sediaan baku dan sediaan uji [Tabel 6
sampai Tabel 8]
Tb Ti untuk untuk menguji kelengkungan yang berlawanan dalam kurva-kurva untuk baku dan
sediaan uji [Tabel 6 sampai Tabel 8]
Simbol Keterangan
Tb
’ (X1Tt) atau (X1Y) untuk menghitung kemiringan dari kurva log-dosis respons [Persamaan
10, 23, 28].
Ti jumlah dari hasil kali Tt dengan koefisien faktorial yang sesuai dalam masing-masing baris dari
Tabel 6 sampai Tabel 8.
Tq Ti untuk menguji kelengkungan yang serupa dalam kurva-kurva untuk baku dan sediaan uji
[Tabel 6 sampai Tabel 8]
Tr baris atau total kumpulan dalam penetapan dengan kumpulan acak [Persamaan 16]
Tr
’ total yang tidak lengkap untuk kumpulan acak dengan suatu pengamatan yang hilang dalam
Persamaan 1.
Tt total dari f respons y untuk dosis sediaan [Tabel 6 sampai Tabel 8; Persamaan 6, 13, 14, 16].
Tt’ Total yang tidak lengkap untuk perlakuan dengan suatu pengamatan yang hilang dalam
Persamaan 1.
Ui log dosis sediaan uji [Tabel 6 sampai Tabel 8]
v Variansi untuk heterogenitas antara penetapan [Persamaan 45]
Variansi M individual [Persamaan 44 sampai persamaan 47]
w bobot yang ditetapkan untuk M untuk penetapan individual [Persamaan 38], atau untuk suatu
probit untuk menghitung LD50 [Persamaan 2a, 2b]
w’ semi-bobot untuk tiap M dalam suatu seri penetapan [Persamaan 47, 48]
x log-dosis obat dalam uji hayati [Persamaan 5]; juga perbedaan antara dua log-dosis ambang
pada hewan yang sama [Persamaan 12]
x* koefisien untuk menghitung respons terendah dan tertinggi yang diharapkan YL dan YH dalam
kurva log-dosis respons [Tabel 4; Persamaan 3]
x1 koefisien faktorial untuk perkalian (x – x) untuk menghitung kemiringan dari garis lurus [Tabel
5; Persamaan 6]
x log-dosis rata-rata [Persamaan 5]
xs log-dosis rata-rata untuk baku [Persamaan 9]
xu log-dosis rata-rata untuk sediaan uji [Persamaan 9]
X log-potensi dari suatu unit respons, sebagai interpolasi dari suatu kurva baku [Persamaan 7a,
7b, 19]
XM batas keyakinan untuk suatu log potensi M perkiraan [Persamaan 25, 30]
p* batas keyakinan untuk potensi perkiraan langsung P* seperti tertera pada penetapan Digitalis
[Persamaan 33]
y respons individual yang diamati terhadap dosis obat dalam unit yang dipakai dalam
menghitung potensi dan variansi kesalahan [Persamaan 13 sampai Persamaan 16]; perbedaan
unit antara respons berpasangan dalam penetapan 2 dosis [Persamaan 17, 18]
Simbol Keterangan
y1.....yN Respons yang diamati ada dalam daftar menurut urutan besarnya, untuk menghitung G1,
G2 atau G3 dalam Tabel 1.
y’ penggantian untuk nilai yang hilang [Persamaan 1]
y respons rata-rata dalam satu kelompok atau penetapan [Persamaan 5]
yt respons rata-rata terhadap perlakuan tertentu [Persamaan 36]
Y respons perkiraan dari hubungan dosis respons sering dengan penilaian subskrip [Persamaan 3
sampai Persamaan 5]
z Penetapan dosis ambang secara langsung dengan titrasi (seperti tertera pada penetapan
Digitalis) [Persamaan 11]
z Dosis ambang rata-rata dalam suatu kumpulan seperti tertera pada penetapan Digitalis
[Persamaan 31, 32, 33].
PENETAPAN AKTIVITAS VITAMIN B12 <91>
Baku pembanding Sianokobalamin BPFI; Simpan
dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.
Lakukan pengeringan di atas silika gel P selama 4 jam
sebelum dipakai .
Larutan uji Ukur atau timbang saksama beberapa zat
uji, bila perlu telah diserbukhaluskan, masukkan ke
dalam wadah yang sesuai berisi larutan pengekstraksi.
Untuk tiap g atau ml zat uji diperlukan 25 ml larutan
pengekstraksi yang dibuat segar. Tiap 100 ml
pengekstraksi mengandung 1,29 g dinatrium fosfat P,
1,1 g asam sitrat anhidrat P dan 1,0 g natrium
metabisulfit P dalam air. Campuran dipanaskan dalam
otoklaf pada suhu 121º selama 10 menit. Biarkan
partikel yang tidak larut mengendap, saring atau
sentrifus jika perlu. Encerkan beberapa alikot jernih
dengan air sampai larutan uji akhir mengandung vitamin
B12 dengan aktivitas lebih kurang setara dengan aktivitas
Larutan baku sianokobalamin, yang dimasukkan ke
dalam tabung penetapan kadar.
Larutan baku persediaan Timbang saksama
beberapa Sianokabalamin BPFI, larutkan dalam etanol P
25% sampai kadar 1,0 μg per ml. Simpan dalam lemari
pendingin.
Larutan baku Encerkan beberapa volume Larutan
baku persediaan dengan air sampai volume sedemikian
rupa sampai sesudah masa inkubasi seperti tertera pada
procedure , perbedaan transmitans antara blangko
terinokulasi dan aras 5,0 ml Larutan baku tidak kurang
dari yang setara dengan perbedaan 1,25 mg bobot sel
kering. Kadar ini biasanya antara 0,01 ng dan 0,04 per
ml Larutan baku. Buat larutan baku segar untuk setiap
penetapan kadar.
Larutan persediaan media basal Buat media sesuai
formula dan cara berikut: Campuran dehidrat yang
mengandung komponen sama dapat dipakai dengan
syarat ketika dikonstitusi menurut ketentuan yang
tercantum pada etiket, memberi suatu media yang
sebanding dengan yang diperoleh dari formula berikut
ini. Tambahkan menurut urutan dalam daftar, larutkan
secara hati-hati L-sistin P dan L-triftopan P dalam asam
klorida P sebelum penambahan delapan larutan
berikutnya dalam larutan yang diperoleh. Tambahkan
10 ml air, campur, dan larutkan dekstrosa anhidrat P,
natrium asetat P dan asam askorbat P. Saring jika perlu,
tambahkan Larutan polisorbat 80, atur pH larutan antara
5,5 dan 6,0 dengan penambahan natrium hidroksida 1 N
dan tambahkan air murni sampai 250 ml.
L-Sistin P 0,1 g
L-Triptofan P 0,05 g
Asam klorida 1 N 10 ml
Larutan adenin-guanin-urasil 5 ml
Larutan xantin 5 ml
Larutan vitamin I 10 ml
Larutan vitamin II 10 ml
Larutan garam A 5 ml
Larutan garam B 5 ml
Larutan asparagin 5 ml
Larutan kasein terhidrolisis asam 25 ml
Dekstrosa anhidrat P 10 g
Natrium asetat anhidrat P 5 g
Asam askorbat P 1 g
Larutan polisorbat 80 5 ml
Larutan kasein terhidrolisis asam Buat seperti tertera
pada Penetapan Kadar Kalsium Pantotenat <121>.
Larutan asparagin Larutkan 2,0 g L-asparagin P
dalam air sampai 200 ml. Simpan di bawah lapisan
toluen dalam lemari pendingin.
Larutan adenin-guanin-urasil Buat seperti tertera
pada Penetapan Kadar Kalsium Pantotenat <121>.
Larutan xantin Suspensikan 200 mg xantin dalam
30 ml sampai 40 ml air, panaskan sampai suhu lebih
kurang 70º, tambahkan 6,0 ml amonium hidroksida 6 N,
aduk sampai zat padat melarut. Dinginkan dan
tambahkan air sampai 200 ml. Simpan di bawah lapisan
toluen dalam lemari pendingin.
Larutan garam A Larutkan 10 g kalium fosfat
monobasa P dan 10 g kalium fosfat dibasa P dalam air
sampai 200 ml. Tambahkan 2 tetes asam klorida P dan
Simpan di bawah lapisan toluen.
Larutan garam B Larutkan 4,0 g magnesium sulfat P;
0,20 g natrium klorida P; 0,20 g besi(II) sulfat P dan
0,20 g mangan sulfat P dalam air sampai 200 ml.
Tambahkan 2 tetes asam klorida P dan simpan di bawah
lapisan toluen.
Larutan polisorbat 80 Larutkan 20 g polisorbat 80 P
dalam etanol P sampai 200 ml. Simpan dalam lemari
pendingin.
Larutan vitamin I Larutkan 10 mg riboflavin P,
10 mg tiamin hidroklorida P, 100 μg biotin P dan
20 mg niasin P dalam asam asetat glasial 0,02 N sampai
400 ml. Simpan terlindung dari cahaya dan di bawah
lapisan toluen dalam lemari pendingin.
Larutan Vitamin II Larutkan 20 mg asam para-amino
benzoat P, 10 mg kalsium pantotenat P, 40 mg
piridoksin hidroklorida P, 8 mg piridiksamin
hidroklorida P dan 2 mg asam folat P dalam larutan
etanol netral P (1 dalam 4) sampai 400 ml. Simpan
terlindung dari cahaya, dalam lemari pendingin.
Sediaan sari tomat Sentrifus dari tomat dalam kaleng
yang dapat diperoleh di perdagangan sampai hampir
seluruh daging buah terpisah. Suspensikan bahan
penyaring analitik lebih kurang 5 g per liter ke dalam
beningan dan saring dengan bantuan pengurangan
tekanan melalui lapisan bahan penyaring. Ulangi jika
perlu, sampai diperoleh filtrat jernih berwarna jerami.
Simpan di bawah lapisan toluen dalam lemari pendingin.
Media Biakan [Catatan Campuran dehidrat yang
mengandung komponen sama dapat dipakai dengan
syarat jika dikonstitusi menurut ketentuan yang
tercantum pada etiket memberi suatu media yang
sebanding dengan yang diperoleh dari formula berikut
ini.] Larutkan 0,75 g ekstrak ragi P larut-air; 0,75 g
pepton kering P; 1,0 g dekstrosa anhidrat P dan 0,20 g
kalium fosfat monobasa P dalam 60 ml sampai 70 ml air.
Tambahkan 10 ml Larutan sari tomat dan 1 ml Larutan
polisorbat 80. Atur pH larutan 6,8 dengan natrium
hidroksida 1 N dan tambahkan air sampai 100 ml.
Masukkan 10 ml larutan dalam tabung reaksi dan tutup
dengan kapas, sterilkan tabung dan isinya dalam otoklaf
pada suhu 121º selama 15 menit. Dinginkan secepat
mungkin untuk menghindarkan pembentukan warna
akibat panas berlebih.
Media suspensi Encerkan beberapa volume Larutan
persediaan media basal, dengan air sama banyak.
Masukkan 10 ml larutan ke dalam tabung reaksi.
Sterilkan dan dinginkan seperti tertera pada Media
biakan.
Biakan persediaan Lactobacillus leichmannii
Tambahkan 1,0 g sampai 1,5 g agar ke dalam 100 ml
Media biakan panaskan diatas tangas uap, sambil diaduk
sampai agar melarut. Masukkan lebih kurang 10 ml
larutan panas dalam tabung reaksi, tutup dan sterilkan
pada suhu 121º selama 15 menit dalam otoklaf (dengan
pengatur suhu) dan biarkan tabung dingin dengan posisi
tegak. Inokulasi dengan cara tusukan tiga atau lebih
tabung dengan biakan murni Lactobacillus leichmannii
(sebelum memakai pertama kali biakan segar dalam
penetapan ini, lakukan pemindahan biakan paling sedikit
10 kali berturut-turut selama 2 minggu). Inkubasi selama
16 - 24 jam pada suhu yang dililih antara 30º dan 40º,
usahakan tetap dalam ± 0,5 dan akhirnya simpan dalam
lemari pendingin. Buat biakan segar dalam agar tegak
paling sedikit tiga kali tiap minggu dan tidak boleh
dipakai untuk pembuatan inokulum jika berumur
lebih dari empat hari. Aktivitas jasad renik dapat
ditingkatkan dengan memindahkan biakan tegak tiap
hari atau tiap 2 hari, untuk mencapai tingkat dimana
ruahan dalam inokulum cair dapat diamati 2 - 4 jam
sesudah inokulasi. Biakan yang tumbuh lambat, jarang
memberi kurva respons yang sesuai dan dapat
memberi hasil yang salah.
Inokulum [Catatan Suspensi beku Lactobacillus
leichmannii dapat dipakai sebagai biakan induk,
dengan syarat menghasilkan inokulum seperti biakan
segar.] Pindahkan sel dari biakan induk Lactobacillus
leichmannii, ke dalam 2 tabung steril masing-masing
berisi 10 ml media biakan. Inkubasi biakan selama
16 - 24 jam pada suhu yang dipilih antara 30º dan 40º;
pertahankan suhu tetap dalam ± 0,5º. Secara aseptik
sentrifus biakan dan enaptuangkan beningan.
Suspensikan sel dari biakan dalam 5 ml Media suspensi
steril dan campur. Tempatkan volume dengan media
suspensi steril sedemikian rupa sampai enceran (1 dalam
20) dalam larutan natrium klorida P 0,9% memberi
transmitrans 70% jika diukur pada panjang gelombang
lebih kurang 530 nm memakai larutan natrium
klorida P 0,9% sebagai blangko. Buat pengenceran (1
dalam 400) suspensi yang telah diukur memakai
Larutan persediaan media basal dan pakailah untuk
inokulum uji (Enceran ini dapat diubah bila perlu sampai
diperoleh respons uji yang diinginkan).
Kalibrasi spektrofotometer Tera panjang gelombang
spektrofotometer secara berkala, memakai sel
panjang gelombang baku atau alat yang sesuai. Sebelum
membaca setiap pengujian, kalibrasi spektrofotometer
untuk transitans 0% dan 100% memakai air dengan
panjang gelombang yang diatur pada 530 nm.
procedure Bersihkan semua alat secermat mungkin,
sebaiknya dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu
250º selama 2 jam untuk tabung reaksi kaca tahan panas
dengan ukuran lebih kurang 20 mm x 150 mm dan alat
kaca lainnya, sebab kepekaan yang tinggi dari jasad
renik uji terhadap spora bahan pencuci. Tambahkan
dalam tiap tabung dari 2 seri tabung reaksi berturut-turut
1,0 ml; 1,5 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml dan 5,0 ml Larutan
baku. Pada tiap tabung ini dan 4 tabung kosong yang
serupa tambahkan 5,0 ml Larutan persediaan media
basal dan air sampai 10 ml. Letakkan 1 seri tabung berisi
Larutan baku dan Larutan uji di dalam satu rak dan seri
kedua dalam rak lain atau bagian dari rak, sebaiknya
letakkan urutan tabung secara acak. Tutup tabung untuk
menghindarkan kontaminasi bakteri dan sterilkan dalam
otoklaf pada suhu 121º selama 5 menit, bila perlu atur
supaya suhu ini tercapai tidak lebih dari 10 menit
dengan cara memanaskan otoklaf sebelumnya.
Dinginkan secepat mungkin untuk menghindarkan
pembentukan warna media akibat panas berlebih.
Lakukan upaya untuk mempertahankan sterilitas dan
pendinginan secara seragam selama penetapan kadar,
sebab letak tabung yang terlalu berdekatan dalam
otoklaf dapat menyebabkan kecepatan pemanasan yang
bervariasi.
Secara aseptik tambahkan ke dalam tiap tabung
0,5 ml Inokulum kecuali 2 dari 4 tabung yang tidak
berisi Larutan baku (blangko tidak terinokulasi).
Inkubasi tabung pada suhu antara 30º dan 40º
pertahankan suhu tetap dalam ± 0,5º selama 16 - 24 jam.
Hentikan pertumbuhan dengan cara pemanasan pada
suhu tidak kurang dari 80º selama 5 menit. Dinginkan
sampai suhu ruang. Goyangkan isinya, dan ukur
transmitans dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 530 nm. Pengamatan dilakukan beberapa
detik sesudah digoyang, bila transmitans tetap selama
30 detik atau lebih. Lakukan pembacaan untuk tiap
tabung dalam selang waktu yang hampir sama.
Dengan mengatur transitans pada 100 untuk blangko
tidak terinokulasi, baca transmitans dari blangko
terinokulasi. Jika perbedaan lebih besar dari 5% atau jika
terkontaminasi dengan jasad renik lain abaikan hasil
penetapan.
Dengan mengatur transmitans pada 100% untuk
blangko tidak terinokulasi, baca transmitans tiap tabung
lain. Abaikan hasil penetapan bila kemiringan kurva
baku menampilkan masalah sensitivitas.
Perhitungan Buat kurva baku antara konsentrasi dan
respons dengan cara berikut. Periksa dan abaikan tiap
transitans yang menyimpang. Untuk tiap tingkat kadar
baku, hitung respons dari jumlah harga duplikasi
transmitans ( ) sebagai selisih, y = 2,00 - . Buat kurva
dengan respons pada ordinat kertas grafik terhadap
logaritma volume dalam ml dari Larutan baku dalam ml
tiap tabung pada absis memakai ordinat baik skala
aritmetika atau logaritmik, sesampai diperoleh garis
mendekati lurus yang lebih baik. Gambar garis lurus
atau kurva yang paling mendekati titik yang diperoleh.
Hitung respons y, dengan menambah bersama dua
transmitans untuk tiap kadar Larutan uji. Baca dari
kurva baku logaritma volume Larutan baku yang sesuai
untuk tiap harga y yang terletak dalam rentang titik
terendah dan tertinggi dari baku. Kurangkan dari tiap
logaritma yang diperoleh dari logaritma volume dalam
ml dari Larutan uji untuk memperoleh perbedaan, x,
untuk tiap tingkat dosis. Hitung harga rata-rata dari x
untuk tiap 3 atau lebih tingkat dosis untuk memperoleh x
= M’, log potensi relatif dari Larutan uji. Hitung jumlah
dalam μg, Sianokabalamin BPFI sesuai dengan
sianokobalamin dalam sediaan uji dengan persamaan
antilog M = antilog (M’ + log R), R yaitu jumlah
dalam μg sianokobalamin dalam tiap mg (kapsul atau
tablet) yang dipakai .
Replikasi Ulangi seluruh penetapan sekurang-
kurangnya satu kali memakai Larutan uji yang
dibuat terpisah. Jika perbedaan antara dua log potensi M
tidak lebih dari 0,08, harga rata-rata. M, yaitu log
potensial sediaan uji, seperti tertera pada Penetapan
Aktivitas Vitamin B12 dalam Desain dan analisa
Penetapan Hayati <81>. Jika dua penetapan berbeda
lebih dari 0,08, lakukan satu atau lebih penetapan
tambahan. dari harga rata-rata dua atau lebih harga M
yang tidak berbeda lebih dari 0,15 hitung potensi rata-
rata Larutan uji.
PENETAPAN GOLONGAN DARAH ABO
DONOR <101>
Antigen sel darah merah dalam darah dan antibodi
dalam serum atau plasma ditentukan dengan cara manual
atau otomatis.
Cara manual, ambil beberapa ml darah tanpa anti
koagulan dan biarkan menjendal. Buang serum dan
suspensikan sel darah merah ini sampai kadar 2% -
3% dalam larutan natrium klorida P 0,9 % steril.
Cara otomatis, ambil beberapa ml darah, hindari
penjendalan dengan menambahkan 1 bagian volume
larutan dikalium edetat P 10 % untuk tiap 32 bagian
volume darah yang diuji. Pisahkan plasma dan
komponen sel dan buat suspensi sel darah merah dalam
larutan natrium klorida P 0,9 % yang sesuai untuk jenis
alat yang dipakai .
Uji Antigen
Buat campuran terpisah suspensi sel darah merah
masing-masing dengan Pereaksi golongan darah anti A,
Pereaksi golongan darah anti-B dan Pereaksi golongan
darah anti–A, B (golongan O), dengan spesifisitas yang
telah ditunjukan dengan uji memakai sel darah
merah yang diketahui golongan A, B dan O, dan
tentukan antigen yang ada dengan aglutinasi .
Uji Manual Campur 1 bagian volume Perekasi
golongan darah ABO yang sesuai dengan 1 bagian
volume suspensi sel darah merah dalam tabung reaksi.
Diamkan tabung pada suhu ruang selama 1 - 2 jam dan
goyang tabung perlahan-lahan agar endapan terbagi
merata. Amati aglutinasi secara makroskopis.
Uji Otomatis Lakukan uji dengan peralatan otomatis,
sesuai ketentuan pabrik. Campur suspensi sel darah
merah dengan Perekasi golongan darah ABO yang
sesuai. Diamkan agar terbentuk aglutanasi, tentukan
tingkat aglutinasi secara visual dengan menampung
endapan/aglutinat diatas kertas saring atau dengan
detektor fotometrik yang sesuai dilengkapi alat perekam
otomatis.
Uji Antibodi
Buat campuran terpisah serum atau plasma dengan
suspensi sel darah merah manusia golongan A (sub
golongan A1 dan A2), golongan B dan golongan O dan
tentukan antibodi yang ada dengan pola aglutinasi cara
manual atau otomatis seperti tertera pada Uji Antigen .
- 1387 -
Jika cara di atas dipakai untuk menetapkan
golongan darah penerima dan bukan untuk pemeriksaan
donor, harus diperhatikan bahwa perkembangan antibodi
tidak sempurna pada bayi umur kurang dari 1 tahun;
dalam hal ini golongan darah pada anak hanya
berdasarkan pada antigen yang ada dalam sel darah
merah.
Pereaksi Golongan Darah ABO
[Catatan Pereaksi golongan darah ABO pada
biasanya dipilih atas dasar kesesuaian pemakaian
dalam uji manual.] Jika pereaksi akan dipakai untuk
uji otomatis, kesesuaian pereaksi diperkirakan dengan
melakukan uji otomatis memakai beberapa besar
suspensi sel darah merah golongan ABO yang berbeda
termasuk sub golongan A1, A2, A2B dan Ax.
Pereaksi golongan darah ABO berasal dari serum atau
plasma defibrinasi dari donor terpilih yang memiliki
golongan darah ABO yang sengaja diimunisasi dengan
sel darah merah atau senyawa spesifik dari golongan
darah atau sub golongan darah yang sesuai. Sebagai
pengganti dapat berasal dari serum hewan atau biakan
limfosit mamalia. Sediaan yang berasal dari darah
manusia harus bebas dari antigen permukaan hepatitis B
yang diuji dengan metode yang peka.
Pereaksi golongan darah ABO dapat berupa cairan
atau hasil konstitusi pereaksi kering. Pereaksi cair jernih
atau sedikit opalesen, warna kekuningan atau tidak
berwarna dan tidak keruh dapat mengandung pengawet
antimikroba yang sesuai. Pereaksi kering berupa serbuk
warna kuning pucat atau padatan rapuh.
Pereaksi golongan darah ABO terdiri dari tiga jenis
yaitu, pereaksi golongan darah anti A, pereaksi golongan
darah anti B dan pereaksi golongan darah anti A, B
(golongan O).
Pereaksi golongan darah anti-A mengaglutinasi sel
darah merah manusia yang mengandung antigen A,
meliputi sub golongan A1 dan A2, namun jarang
membentuk aglutinasi dengan sel darah merah golongan
Ax. Pereaksi ini dapat mengaglutinasi sel darah merah
golongan A dan AB meliputi sub golongan A1, A2, A1B
dan A2B namun tidak mengaglutinasi sel darah merah sub
golongan Ax atau AxB. Pereaksi tidak mengaglutinasi
sel darah merah manusia yang tidak mengandung
antigen A, yaitu sel darah merah golongan O dan B.
Pereaksi tidak menampilkan aglutinasi dalam kondisi
seperti tertera pada pemakaian untuk tiap kumpulan sel
yang lengkap dari golongan darah O dan B yang dipilih
mengandung antigen sel darah merah dengan rentang
luas atau mengandung antibodi terhadap protein serum
faktor Gm atau Km. Pereaksi tidak mengaglutinasi sel
darah merah golongan O atau B yang dilapisi IgG.
Pereaksi golongan darah anti-B mengaglutinasi sel
darah merah manusia yang mengandung antigen B yaitu
sel darah merah golongan B dan AB termasuk sub
golongan A1B dan A2B. Pereaksi tidak membentuk
aglutinasi dengan sel darah merah yang tidak
mengandung antigen B yaitu sel darah merah golongan
O dan A termasuk sub golongan A1 dan A2. Pereaksi
tidak membentuk aglutinasi dalam kondisi seperti tertera
pada pemakaian untuk tiap kumpulan sel yang lengkap
dari golongan darah O dan A yang dipilih mengandung
antigen sel darah merah dengan rentang luas atau
mengandung antibodi terhadap protein serum faktor Gm
atau Km. Pereaksi tidak mengaglutinasi golongan darah
merah O atau A yang dilapisi IgG.
Pereaksi golongan darah anti-A, B (golongan O)
mengaglutinasi sel darah merah manusia yang
mengandung antigen A atau B, yaitu mengaglutinasi sel
darah merah golongan A, B dan AB termasuk sub
golongan A1, A2, Ax, A1B, A2B dan Ax B. Pereaksi
tidak mengaglutinasi sel darah merah manusia yang
tidak mengandung antigen A atau B yaitu sel darah
merah golongan O. Pereaksi tidak menampilkan
aglutinasi dalam kondisi seperti tertera pada pemakaian
untuk tiap kumpulan sel yang lengkap dari golongan
darah O yang dipilih mengandung antigen dalam sel
darah merah atau yang mengandung antibodi terhadap
protein serum faktor Gm atau Km. Pereaksi tidak
mengaglutinasi sel darah merah golongan O yang
dilapisi IgG.
Baku pembanding Serum Golongan Darah Anti-A
Manusia BPFI; Serum Golongan Darah Anti-B Manusia
BPFI; Serum Golongan Darah Anti A, B Manusia BPFI.
Pereaksi golongan darah ABO bila perlu
direkonstitusi seperti tertera pada etiket, memenuhi
syarat sebagai berikut:
AVIDITAS Pada kaca obyek, campur beberapa
volume sediaan uji dengan volume sama suspensi
5% - 10%. Suspensi sel darah merah dari masing-masing
golongan atau sub golongan; pakailah secara terpisah
untuk masing-masing tipe sel darah. Waktu yang
diperlukan sampai aglutinasi yang timbul pertama (bila
dilihat dengan mata telanjang) tidak lebih dari 2 kali dari
waktu yang diperlukan bila dipakai Serum golongan
darah BPFI yang sesuai.
Pereaksi golongan darah anti A pakailah sel darah
merah manusia dari sub golongan A1, A2B dan bila perlu
sub golongan A2 dan A1B, baku yang sesuai yaitu Serum
Golongan Darah Anti A Manusia BPFI.
Pereaksi golongan darah anti B pakailah sel darah
merah manusia dari sub golongan B, baku yang sesuai
yaitu Serum Golongan Darah Anti B Manusia BPFI.
Pereaksi golongan darah anti A, B (Golongan O)
pakailah sel darah merah manusia dari sub golongan A1,
A2 dan golongan B, baku yang sesuai yaitu Serum
Golongan Darah Anti A, B Manusia BPFI.
Lakukan procedure yang tertera di atas pada suhu
20º - 25º memakai sel darah merah sub golongan
Ax; aglutinasi pertama yang timbul terlihat dengan mata
telanjang tidak lebih dari 2 menit.
POTENSI Potensi pereaksi golongan darah ABO
ditetapkan dengan membandingkan aktivitas antibodi
aglutinin salin dengan Serum Golongan Darah BPFI
atau dengan baku lain yang potensinya telah dibakukan
dengan baku BPFI yang sesuai.
Lakukan titrasi pereaksi uji dan sediaan baku secara
bersamaan terhadap suspensi sel darah merah manusia
dari golongan atau sub golongan di bawah ini.
- 1388 -
Pereaksi golongan darah Anti-A Tidak kurang dari
64 unit antibodi anti-A per ml; untuk tiap tipe sel darah
merah terhadap yang dititrasi, titer pereaksi uji tidak
kurang dari seperempat dari titer Serum golongan darah
anti-A manusia BPFI yang telah direkonstitusi.
pakailah sel darah merah sub golongan A1, A2B dan
sebaiknya memakai juga sub golongan A2 dan A1B.
Pereaksi golongan darah Anti-B Tidak kurang dari
64 unit antibodi anti-B per ml; titer pereaksi uji tidak
kurang dari seperempat titer Serum Golongan Darah
anti-B manusia BPFI yang telah direkonstitusi. pakailah
sel darah merah manusia golongan B.
Pereaksi golongan darah Anti-A, B (golongan O)
Tidak kurang dari 64 unit antibodi anti-A dan antibodi
anti-B per ml; titer pereaksi uji tidak kurang dari
seperempat titer Serum golongan darah anti-A, B
manusia BPFI yang telah direkonstitusi.
pakailah sel darah merah manusia sub golongan A1
dan A2 dan golongan B.
Pereaksi golongan darah anti-A, B yang tidak
diencerkan memberi aglutinasi yang mudah dideteksi
dengan sekurang-kurangnya satu contoh sel darah merah
sub golongan Ax.
Sterilitas <71> Memenuhi syarat.
Wadah dan penyimpanan Dalam wadah steril
tertutup kedap. Pereaksi golongan darah ABO cair yang
mengandung pengawet antimikroba, simpan dalam
keadaan beku, sebaiknya pada suhu di bawah -30º.
Pereaksi golongan darah ABO cair yang
mengandung pengawet antimikroba, simpan pada suhu
2º sampai 8º; hindari pembekuan kecuali pengawet
antimikroba ini tidak merusak sediaan dalam
keadaan beku.
Pereaksi golongan darah ABO kering disimpan pada
suhu tidak lebih dari 20º.
PENETAPAN GOLONGAN Rh DONOR <111>
Antigen sel darah merah dalam darah dapat
ditentukan dengan cara manual atau otomatis.
Mengingat antibodi sistem Rh hanya diketemukan dalam
darah manusia, yang telah diimunisasi dengan sel darah
merah manusia yang mengandung antigen Rh, dengan
sengaja atau tidak sengaja, maka dalam penetapan
golongan Rh donor yaitu penting hanya bergantung
pada reaksi sel darah merah.
Untuk uji manual atau otomatis buat suspensi sel
darah merah manusia seperti tertera pada Penetapan
Golongan Darah ABO Donor <101>, untuk uji manual
pakailah suspensi darah yang sesuai yang telah dicegah
dari penjendalan dengan penambahan anti koagulan
yang sesuai.
[Catatan Bila dilakukan uji anti globulin tidak
langsung buat suspensi sel darah merah 10%.]
Uji Antigen D Campur suspensi sel darah merah
dengan IgM, Pereaksi golongan darah anti-D atau
dengan IgG, Pereaksi golongan darah anti-D, dengan
spesifisitas yang telah ditunjukkan pada uji sel darah
merah positif-D (sebaiknya genotipe R1r) dan sel darah
merah negatif-D dan tentukan antigen anti-D jika dengan
cara aglutinasi. Jika dipakai pereaksi IgG, perlu
dilakukan peningkatan aglutinasi dengan penambahan
enzim proteolitik yang sesuai atau albumin serum sapi
atau dengan uji sel darah merah yang telah disensitisasi
dengan pereaksi antiglobulin.
Uji manual pakailah satu dari beberapa cara berikut.
Fenotipe Du jarang terdeteksi dengan memakai IgM
pereaksi golongan darah anti D; maka pakailah IgG
pereaksi golongan darah anti D, sebaiknya sesuai
dengan metode (i) atau (iii) berikut:
memakai IgM, pereaksi golongan darah anti-D
Campur 1 bagian volume pereaksi dengan 1 bagian
volume suspensi sel darah merah dalam tabung reaksi.
Inkubasi tabung pada suhu 37º selama 1 - 2 jam dan
ketuk perlahan-lahan sampai endapan sel terdispersi.
Amati aglutinasi dalam tabung secara makroskopik.
memakai IgG, pereaksi golongan darah anti D.
i. Campur 1 bagian volume pereaksi dengan 1 bagian
volume suspensi sel darah merah dalam tabung reaksi
dan tambahkan beberapa volume suspensi sediaan
papain teraktivasi yang sesuai 0,5% pada pH 5,4.
Inkubasi tabung pada suhu 37º selama 30 menit dan
ketuk perlahan-lahan sampai endapan sel tersebar
merata. Amati aglutinasi dalam tabung secara
makroskopik.
ii. Campur 1 bagian volume pereaksi dengan 1
bagian volume suspensi sel darah merah dalam tabung
reaksi. Inkubasi tabung pada suhu 37º selama 1 jam,
lalu tambahkan 1 bagian volume larutan albumin
serum sapi P 30% untuk menggantikan beningan yang
kontak dengan endapan sel darah merah, dan jaga agar
endapan sel darah merah tidak terganggu. Inkubasi
kembali tabung pada suhu 37º selama 30 menit dan tutup
perlahan-lahan sampai endapan sel terdispersi. Amati
aglutinasi dalam tabung secara makroskopik.
iii. Lakukan uji antiglobulin tidak langsung dengan
membuat suspensi sel darah merah 10% dalam larutan
natrium klorida P 0,9% sebagai berikut. Tambahkan 4
bagian volume pereaksi ke dalam 2 bagian volume
suspensi sel darah merah. Inkubasi tabung pada suhu 37º
selama 45 menit. Buat kontrol positif memakai sel
darah merah positif-D yang diketahui (sebaiknya
genotipe R1r) dan buat kontrol negatif memakai sel
negatif-D yang diketahui. sesudah inkubasi, cuci sel uji
dan sel kontrol 4 kali dengan larutan natrium klorida P
0,9%, tiap kali buang cairan beningan sesempurna
mungkin. Suspensikan kembali sel dalam larutan
na