waktu jendal campuran uji yang mengandung beberapa
zat yang berperan dalam penjendalan darah, kecuali
faktor jendal IX dengan jumlah sediaan baku yang
diperlukan untuk menimbulkan efek sama dalam kondisi
metoda penetapan yang sesuai.
Baku pembanding Faktor koagulasi faktor IX Darah
Manusia BPFI (mengandung beberapa aktivitas faktor
jendal IX).
Metode Larutan uji Larutkan isi wadah dalam volume
tertentu air setara dengan volume air untuk injeksi P
seperti tertera pada etiket. Jika sediaan uji mengandung
heparin, netralkan heparin dengan penambahan volume
yang sesuai dari Injeksi Protamin Sulfat yang
mengandung 5 mg protamin sulfat per ml (seperti tertera
pada penetapan Heparin dalam Fraksi Faktor IX).
Rekonstitusi seluruh isi satu ampul Faktor Koagulasi
IX Darah Manusia BPFI dengan 1 ml air dan pakailah
segera.
Buat larutan baku primer dari Faktor Koagulasi IX
Darah Manusia BPFI dalam Plasma kekurangan faktor
IX, sampai mengandung lebih kurang 1 unit aktivitas
faktor jendal IX FI per ml. Buat dengan cara pengenceran
yang sama larutan dari sediaan uji, sampai diperkirakan
memiliki kadar sama. Inkubasi larutan pada suhu 37º
selama 5 menit. Buat dari masing-masing larutan 2 set
terdiri dari 3 seri pengenceran dalam Dapar imidazol pH
7,3 mengandung antara 0,1 unit dan 0,01 unit per ml.
Masukkan 0,1 ml dari masing-masing pengenceran set
pertama kedalam tabung uji terpisah, masing-masing
mengandung 0,1 ml Plasma kekurangan faktor IX dan
tandai tabung dengan S1, untuk set pengenceran sediaan
uji. Masukkan 0,1 ml dari masing-masing pengenceran
set kedua kedalam tabung uji terpisah, masing-masing
mengandung 0,1 ml Plasma kekurangan faktor IX dan
tandai tabung dengan S2 dan U2 dengan cara sama.
Kedalam isi masing-masing tabung, dengan urutan S1, U1,
U2, S2, tambahkan 0,1 ml enceran yang sesuai dari
Pereaksi sefalin dan tempatkan tabung dalam tanggas air
pada suhu 37º . sesudah 30 detik tambahkan 0,1 ml
Suspensi kaolin, tepat 10 menit lalu tambahkan
0,1 ml kalsium klorida 0,025 M dan catat waktu jendal.
Ulangi procedure memakai 2 set pengenceran segar
dimulai dari kata “Masukkan 0,1 ml masing-masing dari
pengenceran set pertama .....” namun tandai masing-
masing tabung dengan S3,U3,S4 dan U4 dan atur secara
berurutan U3,S3,S4,U4. Untuk memastikan tidak ada
cemaran bermakna dari pereaksi dengan faktor jendal I,
lakukan penetapan blanko dengan mengganti Larutan uji
dengan volume setara Dapar imidazol pH 7,3. Hasil
penetapan absah jika waktu jendal blanko antara
100 detik dan 200 detik. Hitung hasil penetapan
memakai metode statistik baku.
Pereaksi
Pereaksi sefalin Pelarut yang dipakai untuk
membuat pereaksi harus mengandung antioksidan yang
sesuai seperti hidroksianisol butilat P dengan kadar
0,1 mM. Ke dalam 0,5 g - 1 g Otak lembu jantan yang
dikeringakan dengan aseton, tambahkan 20 ml aseton P
dan diamkan selama 2 jam, sentrifus selama 2 menit pada
500 gravitasi dan tuang beningan. Keringkan sisa pada
- 1402 -
tekanan 15 mmHg dan ekstraksi bahan kering dengan 20
ml kloroform P selama 2 jam, kocok campuran berkali-
kali. sesudah pemisahan bahan padat dengan penyaringan
atau sentrifus, uapkan kloroform dari ekstrak pada
tekanan 15 mmHg. Suspensikan sisa dalam 5 ml sampai
10 ml larutan natrium klorida P 0,9 % . Emulsi
persediaan dapat disimpan beku atau beku kering selama
3 bulan.
Plasma kekurangan faktor IX Sediaan plasma manusia
dengan aktivitas faktor IX tak terdeteksi, disimpan pada
suhu 20º selama tidak lebih dari 3 bulan.
Suspensi kaolin Suspensikan 0,4 g kaolin ringan P
dalam 100 ml larutan natrium klorida P 0,9%. Kocok
segera sebelum dipakai .
PENETAPAN POTENSI INSULIN <161>
Manifestasi utama dari aktivitas insulin, yaitu
menurunkan kadar gula darah secara tiba-tiba yang
merupakan dasar untuk penetapan biologis potensi
insulin. procedure penetapan walaupun relatif tidak
praktis, memiliki nilai yang besar sebab secara akurat
menggambarkan dengan tepat efek pada penderita
diabetes. Adanya metode fisikokimia yang canggih
(misalnya kromatografi cair) merupakan uji secara
kuantitatif yang memiliki tingkat akurasi dan presisi
tinggi untuk mengukur potensi insulin dan sediaan
insulin.Walaupun metode ini canggih namun tidak dapat
menggambarkan bioidentitas insulin dan sediaan insulin
ini . Selanjutnya uji kualitatif pada kelinci
dimasukkan dalam bab ini dan pemakaian nya ada dalam
setiap monografi yang sesuai.
Metode kuantitatif gula darah kelinci dipakai untuk
penetapan potensi baku pembanding insulin, untuk
validasi stabilitas sediaan insulin baru dan untuk
penetapan aktifitas spesifik dari analog insulin.
Metode Kuantitatif Gula Darah Kelinci
Baku pembanding Dekstrosa BPFI, bentuk anhidrat
dari dektrosa; keringkan pada suhu 105º selama 16 jam
sebelum dipakai , simpan dalam wadah tertutup rapat.
Insulin BPFI; simpan pada suhu tidak lebih dari -15º.
sesudah vial dibuka, tanpa penundaan, pindahkan secara
saksama isi vial ke dalam labu tentukur kering dan bersih
yang sesuai. Tutup rapat labu, simpan dalam lemari
pembeku. Tidak boleh dikeringkan sebelum dipakai
untuk uji atau penetapan kadar. Insulin Manusia BPFI;
simpan dalam lemari pendingin pada suhu antara -20º dan
-18º. sesudah vial dibuka tanpa penundaan, pindahkan
secara saksama isi vial ke dalam labu tentukur kering dan
bersih yang sesuai. Tutup rapat labu, simpan dalam
lemari pembeku. Tidak boleh dikeringkan sebelum
dipakai untuk uji atau penetapan kadar. Insulin (sapi)
BPFI; tidak boleh dikeringkan. Simpan dalam lemari
pembeku pada suhu antara -20º dan -18º, dalam wadah
tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan kelembaban.
Insulin (babi) BPFI; tidak boleh dikeringkan, simpan
dalam lemari pembeku pada suhu antara -20º dan -18º.
sesudah dibuka, simpan dalam wadah tertutup rapat,
lindungi dari cahaya dan kelembaban.
Pengencer Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi, siapkan larutan dalam air mengandung kresol
P atau fenol P 0,1% - 0,25% (b/v), gliserin P 1,4% - 1,8%
(b/v), dan asam klorida P yang sesuai untuk mengatur pH
antara 2,5 dan 3,5.
Larutan baku persediaan Kecuali dinyatakan lain
dalam masing-masing monografi, larutkan secara
kuantitatif beberapa Insulin BPFI yang ditimbang
saksama atau satu vial beku kering Insulin BPFI, dari
spesies yang sesuai dalam Pengencer untuk membuat
larutan baku persediaan yang mengandung 40 unit Insulin
FI per ml dan memiliki pH antara 2,5 dan 3,5. Simpan
di tempat dingin, hindari dari pembekuan dan pakailah
dalam waktu 6 bulan.
Larutan baku Encerkan beberapa Larutan baku
persediaan dengan Pengencer untuk membuat dua
larutan, masing-masing mengandung 1,0 unit Insulin FI
per ml (larutan baku 1) dan 2,0 unit Insulin FI per ml
(larutan baku 2).
Larutan uji persediaan Lakukan seperti tertera pada
Larutan baku persediaan, kecuali memakai beberapa
zat uji sebagai pengganti Insulin BPFI. Larutan
mengandung lebih kurang 40 unit Insulin FI per ml.
Larutan uji Encerkan beberapa Larutan uji persediaan
dengan Pengencer untuk membuat dua enceran uji,
berdasarkan potensi yang diasumsikan, mengandung 1,0
unit Insulin FI per ml (Larutan Uji 1) dan 2,0 unit Insulin
FI per ml (Larutan Uji 2). Jika injeksi insulin netral, atur
pH antara 2,5 dan 3,5 sebelum membuat enceran.
Dosis enceran yang akan disuntikkan Pilih dosis
enceran yang akan disuntikkan berdasarkan percobaan
atau pengalaman, biasanya volume antara 0,30 ml dan
0,50 ml. Untuk masing-masing hewan volume Larutan
baku sama dengan Larutan uji.
Penyiapan hewan uji Pilih kelinci sehat yang sesuai
dengan bobot tubuh tidak kurang dari 1,8 kg. Kelinci
diaklimatisasi di laboratorium selama tidak kurang dari
1 minggu sebelum dipakai , pelihara dengan pakan
yang seragam dan air tersedia sepanjang waktu.
procedure Kelinci dibagi 4 kelompok yang sama dengan
tidak kurang dari 6 pada setiap kelompok. Pada hari
sebelumnya, lebih kurang 20 jam sebelum penetapan,
sediakan beberapa pakan untuk masing-masing kelinci
yang akan dikonsumsi dalam waktu 6 jam. Ikuti jadwal
pemberian makan setiap hari pengujian. Selama
pengujian, puasakan kelinci sampai seluruh pengambilan
specimen darah selesai. Perlakukan kelinci secara hati-
hati untuk mencegah kegelisahan, dan suntik secara
subkutan beberapa dosis yang ditetapkan sesuai
rancangan (lihat Tabel 1), penyuntikkan kedua dilakukan
- 1403 -
pada hari berikutnya, atau tidak lebih dari 1 minggu
lalu . Waktu antara injeksi pertama dan kedua
yaitu sama untuk setiap kelinci.
Tabel 1
Kelompok Penyuntikan pertama Penyuntikan kedua
1
2
3
4
Larutan Baku 2
Larutan Baku 1
Larutan Uji 2
Larutan Uji 1
Larutan Uji 1
Larutan Uji 2
Larutan Baku 1
Larutan Baku 2
Contoh darah Pada 1 jam±5 menit dan 2,5 jam±5 menit
sesudah penyuntikan, ambil spesimen darah dari setiap
kelinci melalui vena tepi telinga atau lebih efektif dari
arteri aurikularis.
Penetapan dekstrosa Tetapkan kandungan dekstrosa
dari spesimen darah dengan procedure yang sesuai yang
diadaptasi dengan analisa secara otomatis. procedure
dibawah ini dapat dipakai .
Larutan antikoagulan Larutkan 1 g natrium EDTA dan
200 mg natrium fluorida dalam 1 liter air, campur.
Larutan baku dekstrosa Pindahkan beberapa Dekstrosa
BPFI yang diketahui kadarnya kedalam labu tentukur
yang sesuai dan encerkan secara kuantitatif dan bertahap
dengan Larutan antikoagulan (1:9) untuk mendapatkan
rentang kadar antara 20 dan 100 mg per 100 ml, yang
diketahui sama dengan kadar pada sampel darah kelinci.
Larutan uji Pipet secara terpisah 0,1 ml setiap sampel
darah, masukkan ke dalam tabung reaksi dan tambahkan
0,9 ml Larutan antikoagulan.
procedure Lakukan dialisa Larutan uji melalui
membran semipermeable dalam waktu yang cukup
sesampai dekstrosa melewati membran masuk ke dalam
larutan salin LP yang mengandung glukosa oksidase,
“horseradish peroxidase”, 3-metil-2-benzotiazolinon
hidrazon hidroklorida LP, dan N,N-dimetilanilin.
Tetapkan serapan Larutan Uji pada 600 nm pada
kolorimeter. Lakukan penetapan serupa terhadap serapan
Larutan Baku Dekstrosa pada awal dan akhir setiap
penetapan.
Perhitungan Hitung respons setiap kelinci pada tiap
penyuntikan dari jumlah 2 nilai gula darah, dan kurangi
respons tanpa memperhatikan urutan kronologis respons
yang diamati, untuk memperoleh perbedaan individu, y,
seperti dijelaskan pada Tabel 2.
Jika data dari satu atau lebih kelinci hilang pada
penetapan, jangan pakailah rumus interval kepercayaan
yang tertera, tapi pakailah rumus statistik lain. Data tetap
dapat dianalisa memakai analisa variansi yang
sesuai.
Jika jumlah kelinci, f, dilakukan melalui penetapan yang
sama dalam setiap kelompok, jumlah y’s dalam setiap
kelompok dan hitung Ta = –T1 + T 2 + T 3 –T4 dan Tb =
T1 + T 2 + T 3 +T4 .Logaritma potensi relatif dari enceran
uji yaitu M = 0,301 Ta /Tb .Potensi injeksi dalam Unit
per mg setara dengan antilog (log R + M), dimana R =
vs/vu, vs yaitu jumlah unit per ml Larutan Baku dan vu
yaitu jumlah mg insulin per ml yang sesuai LarutanUji.
Tetapkan rentang kepercayaan 95% untuk log potensi
relatif memakai teori Fieller’s (lihat Desain dan
analisa Penetapan Hayati <81>). Jika rentang
kepercayaan lebih dari 0,082, yang sesuai pada P = 0,95
dengan batas kepercayaan lebih kurang 10% dari potensi
yang dihitung, ulangi pengujian sampai gabungan data
dari dua atau lebih penetapan, tetapkan kembali seperti
tertera pada Kombinasi dari Penetapan yang Berdiri
Sendiri dalam Desain dan analisa Penetapan Hayati
<81>, memenuhi batas yang dapat diterima.
Tabel 2
Ke
lom
pok
Perbedaan Respon
Individu
(y)
Respons
Total
(T)
Standar
Deviasi
Perbeda
an (S)
1
Larutan Baku 2
Larutan Uji 1
y1
T1
S1
2 Larutan Uji 2-
Larutan Baku 1
y2
T2
S2
3 Larutan Uji 2-
Larutan Baku 1
y3 T3
S3
4 Larutan Baku 2-
Larutan Uji 1
y4 T4 S4
UJI BIOIDENTITAS
Lakukan seperti pada Metode Kuantitatif Gula Darah
Kelinci dengan modifikasi sebagai berikut :
procedure Kelinci dibagi dalam 4 kelompok yang sama,
masing-masing kelompok 2 kelinci.
Perhitungan Lakukan perhitungan seperti pada Metode
Kuantitatif Gula Darah Kelinci, namun tidak menetapkan
rentang kepercayaan dari log potensi relatif, M’.
Interpretasi hasil Jika nilai potensi yang diperoleh
yaitu tidak kurang dari 15 unit FI per mg, persyaratan
Uji bioidentitas terpenuhi. Jika nilai potensi kurang dari
15 unit FI per mg, ulangi pengujian dengan memakai
8 kelinci lebih dari jumlah awal. Jika potensi rata-rata
dari 2 kumpulan uji kurang dari 15 unit FI per mg,
persyaratan uji terpenuhi.
Lampiran
Teori Fieller untuk Penetapan Rentang Kepercayaan
Perbandingan
Versi Teori Fieller ini dipakai bila pembilang dan
penyebut tidak saling berhubungan. Asumsi persamaan
pembilang dan penyebut terdistribusi normal dan
kelompok kelinci ukurannya sama.
Selanjutnya rentang kepercayaan 95% untuk rasio yaitu :
M
- 1404 -
g
SMNSg
Tb
tM
UL
D+±
=
1
)()1(
),(
22'2'
f yaitu derajat kebebasan pada standard errors= 4(k-1),
k yaitu jumlah kelinci pada setiap kelompok; t yaitu
persentil atas 97,5 dari distribusi t dengan derajat
kebebasan f dan
2
22
),(
B
D
T
StUL =
Jika g 1, penyebut tidak berbeda menonjol dari 0
sesampai rumus tidak dapat dipakai,
2
4
2
3
2
2
2
1301,0 SSSSkSN +++=
2
4
2
3
2
2
2
1301,0 SSSSkSD +++=
PENETAPAN POTENSI STREPTOKINASE <171>
Potensi streptokinase ditetapkan dengan membandingkan
kemampuannya untuk mengaktivasi plasminogen
manusia menjadi plasmin terhadap Sediaan baku.
Plasmin yang dihasilkan ditentukan dengan cara
mengukur waktu lisis yang dibutuhkan untuk melisis
jendalan fibrin pada kondisi metode penetapan yang
sesuai.
Sediaan baku Sediaan baku Streptokinase-
Streptodornase BPFI, terdiri dari campuran beku kering
streptokinase dan streptodornase dengan laktosa atau
sediaan lain yang aktivitasnya telah dibakukan dengan
Streptokinase-Streptodornase BPFI.
Penetapan potensi Jika tidak dinyatakan lain, pakailah
dapar fosfat-sitrat pH 7,2 yang mengandung 3% serum
albumin serum sapi P untuk membuat dan mengencerkan
larutan.
Buat larutan Sediaan baku mengandung lebih kurang
1000 unit streptokinase per ml dan buat larutan sediaan
uji dengan kadar lebih kurang sama. Simpan larutan
ini dalam es dan pakailah dalam waktu tidak lebih
dari 6 jam. Buat tiga seri pengenceran larutan sediaan
baku dengan faktor pengenceran 1,5 sesampai waktu lisis
jendalan yang terlama tidak lebih dari 20 menit. Buat
larutan yang sama untuk sediaan uji. Simpan larutan
dalam es dan pakailah dalam waktu tidak lebih dari
1 jam. pakailah 24 tabung bergaris tengah 8 mm, tandai
tabung S1, S2, S3 sesuai dengan pengenceran sediaan baku
dan T1, T2, T3 sesuai dengan pengenceran sediaan uji,
untuk tiap pengenceran dipakai 4 tabung. Letakkan
semua tabung dalam es. Ke dalam tiap tabung masukkan
masing-masing 0,2 ml larutan yang sesuai, 0,2 ml larutan
dapar fosfat-sitrat pH 7,2 mengandung 3% albumin
serum sapi P dan 0,1 ml larutan trombin mengandung 20
unit per ml. Letakkan semua tabung dalam tangas air 37º
dan biarkan selama 2 menit sampai tercapai suhu yang
merata. Dengan pipet otomatis masukkan ke dasar tabung
pertama 0,5 ml larutan Fraksi euglobulin 1%, campur.
lalu dengan selang waktu 5 detik masukkan
berturut-turut ke dalam tabung 0,5 ml larutan Fraksi
euglobulin 1%. Dengan memakai penghitung waktu,
ukur waktu dalam detik mulai dari penambahan
euglobulin dan saat terjadinya lisis jendalan dalam tiap
tabung. Hitung hasil uji dengan metode statistik baku
memakai logaritma waktu analisa .
Pereaksi
Fraksi Euglobulin pakailah darah segar manusia yang
ditampung dalam wadah mengandung larutan
antikoagulan (misalnya larutan natrium sitrat) atau darah
manusia untuk transfusi yang ditampung dalam kantong
plastik darah tepat mencapai waktu kadaluarsa. Buang
darah yang mengalami hemolisis. Sentrifus dengan
kecepatan 1500 - 1800 g pada suhu 15º, sesampai
diperoleh plasma bening mengandung sedikit trombosit.
Plasma dari golongan darah yang sama dapat dicampur.
Tambahkan 75 g barium sulfat P pada 1 liter plasma
manusia dan kocok selama 30 menit. Sentrifus dengan
kecepatan tidak kurang dari 15.000 gravitasi pada suhu
15º, ambil beningan. Tambahkan 10 ml larutan aprotinin
P mengandung 0,2 mg per ml dan kocok. Masukkan
25 liter air suhu 4º ke dalam wadah berukuran tidak
kurang dari 30 liter dalam ruangan bersuhu 4º.
Tambahkan lebih kurang 500 g karbon dioksida padat.
Segera tambahkan sambil diaduk cairan beningan yang
diperoleh dari plasma, terbentuk endapan putih. Biarkan
mengendap pada suhu 4º selama 10 - 15 jam. Buang
beningan jernih dengan pipa sifon. Kumpulkan endapan
dengan cara sentrifus pada suhu 4º. Suspensikan endapan
dengan mendispersikan secara mekanik dalam 500 ml air
pada suhu 4º. Kocok selama 5 menit dan kumpulkan
endapan dengan cara sentrifus pada suhu 4°. Dispersikan
endapan secara mekanik dalam 60 ml larutan
mengandung larutan natrium klorida P 0,9% dan larutan
natrium sitrat P 0,09%, atur pH sampai 7,2 - 7,4 dengan
penambahan larutan natrium hidroksida P 1%. Saring
melalui penyaring kaca masir; untuk mempermudah
kelarutan, haluskan partikel endapan dengan alat yang
sesuai. Cuci penyaring dan alat penghalus dengan 40 ml
larutan klorida-sitrat dan encerkan sampai 100 ml dengan
pelarut sama. Beku keringkan larutan, biasanya
diperoleh antara 6 - 8 g euglobulin per liter plasma
manusia.
Uji kesesuaian Buat larutan memakai dapar
fosfat-sitrat pH 7,2 mengandung 3% albumin serum sapi
P. Masukkan 0,1 ml larutan sediaan baku streptokinase
mengandung 10 unit per ml dan 0,1 ml larutan trombin
mengandung 20 unit per ml ke dalam tabung pada suhu
37°. Dengan cepat tambahkan 1 ml larutan Fraksi
euglobulin mengandung 10 mg per ml. terbentuk jendalan
padat yang jelas dalam waktu kurang dari 10 detik. Catat
waktu yang diperlukan mulai saat penambahan larutan
- 1405 -
Fraksi euglobulin sampai saat terjadinya lisis jendalan.
Waktu lisis tidak lebih dari 15 menit.
Larutan trombin Larutan Sediaan baku trombin
manusia mengandung 20 unit per ml dalam dapar fosfat-
sitrat pH 7,2 mengandung 3% albumin serum sapi P.
Sediaan Baku Trombin Manusia yaitu Baku
Internasional yang pertama dari campuran beku-kering
trombin manusia murni dengan sukrosa.
Wadah dan penyimpanan Pada suhu 4° terlindung
dari kelembaban dan pakailah dalam waktu tidak lebih
dari 1 tahun.
PERANGKAT INFUS DAN TRANSFUSI <181>
Persyaratan ini dipakai untuk alat kesehatan yang
pada etiket tertera steril atau non-pirogen atau alat yang
kontak langsung atau tidak langsung dengan sistem
kardiovaskular, sistem limfatik atau cairan serebrospinal.
Semua alat kesehatan diantaranya perangkat pemberian
larutan, perangkat perpanjangan fungsi organ, perangkat
pemindah, perangkat pemberian darah, kateter intravena,
alat oksigenerator luar tubuh yang ditanam dan
perlengkapannya, alat dan slang dialisis beserta
perlengkapannya, katup jantung, alat cangkok pembuluh
darah, graf vaskular, keteter pemberian obat secara
intramuskular, dan perangkat infus dan transfusi.
Persyaratan ini tidak berlaku untuk produk ortopedi,
sarung tangan karet atau pembalut luka.
Sterilitas Memenuhi syarat; lakukan penetapan
menurut Alat Kesehatan Steril seperti tertera pada Uji
Sterilitas <71>.
Endotoksin bakteri Lakukan seperti tertera pada Uji
Endotoksin Bakteri <201>.
Untuk alat kesehatan, batas endotoksin bakteri tidak
lebih dari 20,0 unit endotoksin FI per alat, kecuali untuk
alat kesehatan yang kontak dengan cairan serobrospinal
batas endotoksin tidak lebih dari 2,15 unit endotoksin FI.
Alat yang gagal memenuhi persyaratan, dapat diulang
sekali lagi dengan Uji Endotoksin bakteri yang lain.
Untuk alat kesehatan yang tidak dapat diuji memakai
Uji Endotoksin Bakteri <201> sebab penghambat atau
pemacu uji tidak dapat dihilangkan, lakukan Uji
Pirogen <231>.
Penyiapan alat Pilih tidak kurang dari 3 namun tidak
lebih dari 10 alat. Cuci atau rendam alat dengan Pereaksi
air LAL. Volume larutan pencuci atau pengekstrak
disesuaikan dengan ukuran dan konfigurasi alat.
Untuk alat dengan etiket “jalur cairan nonpirogenik”
alirkan pada jalur cairan pengekstrak yang telah
dipanaskan 37º±1,0º, jaga cairan pengekstrak tetap
kontak dengan jalur yang relevan tidak kurang dari 1 jam
pada suhu ruang terkontrol. Ekstrak dikumpulkan, jika
memungkinkan. Batas endotoksin pada larutan pencuci
atau pengekstrak dihitung memakai rumus:
(K x N)/(V)
K yaitu jumlah endotoksin yang diperbolehkan per alat,
N yaitu jumlah alat yang diuji, dan V yaitu volume
total ekstrak atau pencuci. Jika larutan pencuci atau
pengekstrak tak diencerkan tidak sesuai untuk Uji
Endotoksin Bakteri <201>, ulangi uji penghambat atau
pemacu sesudah netralisasi dan pembuangan zat
pengganggu atau sesudah larutan diencerkan dengan suatu
faktor yang tidak melebihi Pengenceran Valid
Maksimum. Pengenceran valid maksimum suatu alat
dihitung dengan cara membagi batas endoktosin dengan
sensivitas pada etiket Air Pereaksi LAL yang
dipakai .
Pirogen Untuk contoh yang tidak dapat diuji dengan
Uji Endotoksin Bakteri <201> sebab penghambat atau
pemacu uji tidak dapat dihilangkan, lakukan Uji Pirogen
<231>. Pilih 10 sampel, dan untuk mendapat cairan
gabungan, pakailah metode penyiapan untuk alat yang
sesuai seperti tertera pada Uji Endotoksin Bakteri <201>,
namun memakai cairan pencuci atau pengekstrak
tidak lebih dari 40 ml larutan natrium klorida P 0,9%
steril bebas pirogen per alat. Memenuhi syarat Uji
Pirogen <231>.
Persyaratan lain Alat kesehatan yang terbuat dari
plastik atau polimer lain memenuhi syarat
Uji Biologi-Plastik dan Polimer lain seperti tertera pada
Wadah Plastik <1131>. Alat kesehatan yang terbuat dari
elastomer memenuhi syarat seperti tertera pada Tutup
Elastomer untuk Injeksi <721>. Jika penandaan kelas
elastomer, plastik dan polimer lain diperlukan, lakukan
uji in-vivo yang sesuai seperti tertera pada bab uji umum
pada Uji Reaktivitas Biologi, In Vivo <251>.
UJI DAYA HIPOTENSIF <191>
Baku pembanding Histamin Dihidroklorida BPFI;
lakukan pengeringan diatas silika gel selama 2 jam,
sebelum dipakai . Simpan dalam wadah tertutup rapat
terlindung cahaya.
Larutan baku histamin Timbang seksama beberapa
Histamin Dihidroklorida BPFI larutkan dalam air sampai
kadar setara dengan 1,0 μg histamin basa per ml.
Hewan uji pakailah kucing dewasa sehat, bila betina
pastikan tidak hamil, dan timbang bobot tubuh, suntikkan
secara intraperitoneal bahan anastesi seperti fenobarbital
natrium untuk mempertahankan tekanan darah. Hewan uji
disekap sedemikian sampai dapat mencegah kehilangan
panas tubuh yang berlebihan. Bila dikehendaki masukan
kanula trakhea. Paparkan karotid atau arteri lain yang
sesuai, pisahkan dari jaringan sekelilingnya dan catat
tekanan darah berkesinambungan memakai
- 1406 -
manometer atau alat lain yang memiliki kepekaan
sama atau lebih. lalu paparkan vena femoral
sebagai tempat penyutikan intravena.
Tetapkan kepekaan hewan uji terhadap histamin
dengan menyuntikan Larutan baku histamin yang setara
dengan 0,05 μg, 0,1 μg dan 0,15 μg histamin basa per kg
bobot tubuh hewan uji, dengan interval waktu yang sama
tidak kurang dari 5 menit. Ulangi penyuntikan dan
abaikan respons seri pertama yang timbul. Tetapkan
variasi respon hipotensif terhadap dosis yang sama
dengan pengulangan penyuntukan 0,1 μg per kg.
pakailah hewan uji hanya jika respons terhadap
pemberian dosis yang bertingkat jelas berbeda dan
respons terhadap beberapa penyuntikan dengan dosis
0,1 μg per kg lebih kurang sama dan sebanding dengan
penurunan tekanan yang tidak kurang dari 20 mmHg.
Bila dosis Larutan baku histamin dan Larutan uji
disuntikan melalui kanula tunggal, tiap penyuntikan pada
uji pendahuluan dan pada uji berikutnya segera diikuti
dengan penyuntikan lebih kurang 2,0 ml Injeksi Natrium
Klorida untuk menghilangkan aktivitas yang tersisa.
procedure Larutan sediaan uji dengan pelarut yang
telah ditetapkan sampai memberi dosis seperti tertera
pada masing-masing monografi. Ikuti jadwal waktu yang
sama dengan waktu yang diperlukan selama penyuntikan
Larutan baku histamin. Lakukan satu seri penyuntikan
terdiri dari 3 dosis yaitu di antara 2 penyuntikan dengan
dosis 0,1μg histamin basa per kg, diseling dengan dosis
tertentu larutan uji seperti tertera pada masing-masing
monografi. Ukur perubahan tekanan darah sesudah setiap
penyuntikan. Respons hipotensif terhadap larutan uji
tidak lebih besar dari setengah respons rata-rata yang
disebabkan oleh penyuntikan 0,1 μg histamin basa per kg.
Jika tidak memenuhi syarat, lanjutkan dengan satu seri
penyuntikan yang sama dengan di atas, sampai terdiri dari
5 dosis dengan tiga dosis 0,1 μg histamin basa per kg
diseling dua dosis larutan uji seperti tertera pada masing-
masing monografi. Ukur perubahan tekanan darah sesudah
setiap penyuntikan ulang. Respons hipotensif terhadap
tiap dosis larutan uji tidak lebih besar dari respons rata-
rata yang disebabkan penyuntikan 0,1 μg histamin basa
per kg berurutan.
Jika respons hipotensif terhadap salah satu dosis
larutan uji lebih besar dari respons rata-rata terhadap
0,1 μg histamin basa per kg, lanjutkan pengujian pada
hewan yang sama atau hewan lain yang telah
dipersiapkan sama dan telah diuji responsnya terhadap
Larutan baku histamin. Jika pengujian dilanjutkan pada
hewan yang sama, sesudah dosis terakhir larutan baku
histamin dari seri awal, berikan 4 penyuntikan lagi yaitu
dua dosis larutan uji dan dua dosis 0,1 μg histamin basa
per kg secara berseling. Jika pengujian dilanjutkan pada
hewan lain, buat larutan uji segar dari wadah lain, dan
suntikkan satu seri terdiri dari 5 dosis Larutan baku
histamin dan larutan uji sesuai dengan urutan
penyuntikan semula. Ukur perubahan tekanan darah
sesudah setiap penyuntikan tambahan. Hitung perbedaan
respons antara setiap dosis larutan uji dan respons rata-
rata disebabkan oleh 0,1 μg histamin basa per kg dalam
seluruh seri, awal dan tambahan dan hitung rata-rata
semua perbedaan ini . Pengujian memenuhi syarat
bila rata-rata dari perbedaan ini sedemikian sampai
respons hipotensif terhadap larutan uji tidak lebih besar
dari respons hipotensif yang disebabkan penyuntikan 0,1
μg histamin basa per kg, dan jika tidak lebih dari
setengah dari respons hipotensif terhadap larutan uji lebih
besar dari respons rata-rata dari masing-masing respons
hipotensif yang disebabkan penyuntikan 0,1 μg histamin
basa per kg.
ENDOTOKSIN BAKTERI <201>
Uji endotoksin bakteri yaitu uji untuk mendeteksi
atau mengkuantitasi endotoksin bakteri yang mungkin
ada dalam sampel yang diuji. Pengujian dilakukan
memakai Limulus Amebocyte Lysate (LAL) yang
diperoleh dari ekstrak air amebosit dalam kepiting ladam
kuda (Limulus polyphemus atau Tachypleus tridentatus)
dan dibuat khusus sebagai pereaksi LAL.1)
ada dua tipe teknik uji, teknik pembentukan
jendal gel dan teknik fotometrik. Teknik fotometrik
mencakup metode turbidimetri, yang didasarkan pada
pembentukan kekeruhan sesudah penguraian substrat
endogen, dan metode kromogenik yang didasarkan pada
pembentukan warna sesudah terjadi penguraian kompleks
kromogen-peptida sintetik. Lakukan salah satu dari teknik
ini , kecuali jika dinyatakan lain dalam monografi.
Jika terjadi keraguan, maka keputusan akhir didasarkan
pada hasil Teknik Pembentukan Jendal Gel, kecuali
dinyatakan lain dalam monografi.
Pada Teknik Pembentukan Jendal Gel, penetapan
titik akhir reaksi dilakukan dengan membandingkan
langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotoksin
baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit
Endotoksin (UE).
Pereaksi LAL diformulasikan juga untuk dipakai
dalam pengujian turbidimetri dan kolorimetri, maka
pengujian-pengujian ini dapat dipakai untuk
memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kedua uji ini
memerlukan pembuatan kurva regresi baku dan
kandungan endotoksin dari zat uji ditetapkan dengan
interpolasi dari kurva ini . procedure meliputi inkubasi
selama waktu yang telah ditetapkan dari endotoksin yang
bereaksi dan larutan kontrol dengan pereaksi LAL, dan
pembacaan serapan cahaya pada panjang gelombang yang
sesuai. Pengukuran titik akhir pada procedure secara
turbidimetri, pembacaan dilakukan segera pada akhir
masa inkubasi. Pengukuran titik akhir pada procedure
secara kolorimetri, reaksi dihentikan pada akhir dari
waktu yang telah ditetapkan, dengan penambahan zat
pemutus-reaksi-enzim, sebelum pengukuran. Pada
penetapan kadar secara kinetik (turbidimetri dan
kolorimetri), serapan diukur selama periode reaksi dan
dari pengukuran ini ditetapkan nilai kecepatan
reaksi.
- 1407 -
ALAT DAN ALAT GELAS
Depirogenasi seluruh peralatan gelas dan bahan
tahan panas lainnya dalam oven udara panas
memakai proses yang telah divalidasi.2)
biasanya waktu dan suhu minimum yang
dipakai yaitu 30 menit pada 250°. Jika memakai
Peralatan plastik, misalnya microplate dan pipet tips
untuk pipet otomatis, pakailah hanya yang sudah
dibuktikan bebas endotoksin dan tidak akan mengganggu
pengujian. [Catatan: Pada bagian ini, istilah tabung
dimaksudkan untuk semua wadah, misalnya sumur mikro-
titer.]
1) Pereaksi LAL bereaksi dengan beberapa -glukan bila ditambahkan pada endotoksin. Beberapa sediaan yang diperlakukan tidak
bereaksi dengan -glukan dan harus dipakai untuk contoh yang mengandung glukan.
2) procedure untuk uji validasi inaktivasi endotoksin, lihat Sterilisasi Pemanasan Kering dalam Sterilisasi dan Jaminan Sterilitas untuk
Bahan Kompendial <1371>. pakailah pereaksi LAL dengan sensitivitas tidak kurang dari 0,15 UE per ml.
PENYIAPAN
LARUTAN INDUK BAKU PEMBANDING DAN
LARUTAN BAKU PEMBANDING ENDOTOKSIN
Baku pembanding endotoksin (BPE) yaitu
Endotoksin BPFI yang telah diketahui potensinya dalam
UE per vial. Konstitusi seluruh isi vial BPE dengan
5,0 ml air pereaksi LAL3). [Catatan Air pereaksi LAL
yaitu air untuk injeksi atau air lain yang tidak bereaksi
dengan pereaksi LAL yang dipakai pada batas
kepekaan pereaksi.]
Campur dengan pengocok vorteks secara intermiten
selama 30 menit. pakailah larutan pekat ini untuk
membuat seri pengenceran yang sesuai. Simpan larutan
pekat dalam lemari pendingin, selama tidak lebih dari
14 hari untuk membuat pengenceran berikutnya. Sebelum
dipakai kocok kuat dengan pengocok vorteks selama
tidak kurang dari 3 menit. Campur setiap enceran tidak
kurang dari 30 detik sebelum membuat pengenceran
berikutnya. Enceran tidak boleh disimpan sebab
menyebabkan hilangnya aktivitas oleh penyerapan,
kecuali ada data penunjang tentang hal ini.
Uji Persiapan
pakailah Pereaksi LAL yang sudah ditetapkan
kepekaannya sesuai dengan yang tertera pada etiket.
Keabsahan hasil uji untuk endotoksin bakteri ini
memerlukan pembuktian yang cukup bahwa contoh
bahan atau larutan, pencuci, atau ekstrak yang dipakai
pada uji, tidak menghambat atau memacu reaksi atau
dapat mengganggu pengujian dengan cara apapun.
Validasi dilakukan dengan Uji penghambatan atau
pemacuan sebagaimana yang diuraikan pada 3 teknik
yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam uji ini harus
dimasukkan kontrol negatif yang sesuai. Validasi harus
diulang jika sumber Pereaksi LAL atau metode
pembuatan atau formulasi bahan berubah.
Penyiapan Larutan Uji
Siapkan larutan uji dengan melarutkan atau
mengencerkan obat, atau mengekstraksi alat kesehatan
dengan Air Pereaksi LAL. Beberapa bahan atau sediaan
mungkin lebih baik dilarutkan, diencerkan atau
diekstraksi dalam larutan mengandung air lainnya. Jika
perlu, atur pH larutan (atau hasil pengencerannya) yang
akan diuji sampai pH campuran pereaksi LAL dan larutan
uji terletak pada rentang pH yang ditentukan oleh
produsen pereaksi LAL. Hal ini biasanya dipakai pada
produk dengan rentang pH 6,0-8,0. Pengaturan pH dapat
dilakukan dengan memakai asam, basa atau larutan
dapar yang sesuai dengan rekomendasi produsen
pereaksi LAL. Asam dan basa dapat dibuat dari
konsentrat atau padatan dengan Air Pereaksi LAL dalam
wadah bebas endotoksin. Larutan dapar harus divalidasi
bebas endotoksin dan faktor pengganggu.
PENETAPAN PENGENCERAN MAKSIMUM
YANG ABSAH (PMA)
Pengenceran Maksimum yang Absah (PMA) yaitu
pengenceran maksimum yang diperbolehkan dari suatu
contoh agar batas endotoksinnya dapat ditetapkan.
Pengenceran Maksimum yang Absah diberlakukan untuk
injeksi atau larutan parenteral terkonstitusi atau
diencerkan, atau jika diperlukan, untuk jumlah obat
dalam bobot jika volume obat yang diberikan bervariasi.
Persamaan umum untuk menentukan PMA yaitu :
PMA = (batas endotoksin x konsentrasi larutan
sampel)/
yaitu kepekaan Pereaksi LAL yang tertera pada etiket
(UE/mL).
Hubungan konsentrasi larutan sampel dan dijelaskan di
bawah ini :
Jika batas endotoksin dalam monografi dinyatakan
dalam konsentrasi (UE/mL), maka PMA dapat dihitung
dengan rumus:
PMA = batas endotoksin (UE/mL) /
Jika batas endotoksin dalam monografi dinyatakan
dalam UE/mg atau UE/Unit, maka PMA dapat dihitung
dengan rumus umum ini di atas, PMA = (batas
endotoksin x konsentrasi sampel)/ .
PMA yang diperoleh yaitu batas pengeceran yang
diperbolehkan untuk uji yang absah.
Konsentrasi sampel dengan satuan (mg/mL atau
Unit/mL)
- 1408 -
PENETAPAN BATAS ENDOTOKSIN
Batas endotoksin obat parenteral, ditetapkan
berdasarkan dosis, sama dengan K/M4). K yaitu dosis
ambang pirogenik endotoksin pada manusia per kg berat
badan, dan M sama dengan dosis maksimum produk
pada manusia per kg berat badan dalam periode satu
jam. Dalam masing-masing monografi, batas endotoksin
obat parenteral dinyatakan dalam unit, misalnya UE/ml,
UE/mg atau UE/unit aktivitas biologi.
3) Air steril untuk injeksi atau air lain yang tidak menampilkan reaksi spesifik dengan pereaksi LAL yang akan dipakai , pada batas
sensitivitas pereaksi.
4) K yaitu 5 UE per kg untuk semua cara pemberian selain dari intratekal (K yaitu 0,2 UE per kg berat badan). Untuk sediaan
radiofarmaka yang tidak diberikan secara intratekal, batas endotoksin dihitung sebagai 175/V, V yaitu dosis maksimum dalam ml
yang direkomendasikan. Untuk sediaan radiofarmaka yang diberikan secara intratekal. Batas endotoksin ditetapkan dengan rumus
14/V. Untuk formulasi (biasanya produk antikanker) diberikan berdasarkan pada m2 luas permukaan tubuh, dengan rumus K/M, K= 5
UE per kg dan M yaitu (dosis maksimum/m2/jam x 1,80 m2)/ 70 kg.
CARA JENDAL GEL
Cara jendal gel mendeteksi atau mengkuantitasi
endotoksin berdasarkan pembentukan jendal dari
pereaksi LAL dengan adanya endotoksin. Konsentrasi
endotoksin yang dibutuhkan untuk menyebabkan lysate
menjendal pada kondisi standar dinyatakan sebagai
kepekaan pereaksi LAL yang tertera pada etiket. Untuk
menjamin presisi dan keabsahan pengujian, lakukan uji
konfirmasi kepekaan pereaksi LAL yang tercantum
dalam etiket dan uji faktor pengganggu seperti tertera
dalam Uji Persiapan untuk Cara Jendal Gel.
Uji Persiapan untuk Cara Jendal Gel
Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL Lakukan
konfirmasi kepekaan pereaksi yang tertera pada etiket
memakai tidak kurang dari 1 vial untuk setiap lot
pereaksi LAL. Buat pengenceran seri kelipatan 2 dari
BPE dalam Air Pereaksi LAL sampai konsentrasi 2 ; ;
0,5 ; dan 0,25 . yaitu kepekaan pereaksi LAL yang
tertera pada etiket (UE/mL). Lakukan uji pada 4
konsentrasi larutan baku, dalam 4 replikasi termasuk
kontrol negatif. Uji konfirmasi kepekaan lysate
dilakukan bila memakai pereaksi LAL bets baru
atau bila ada perubahan dalam kondisi uji yang dapat
mempengaruhi hasil uji.
Campur pereaksi LAL dengan larutan baku dari
masing-masing konsentrasi dalam tabung uji dengan
volume yang sama (0,1 ml). Jika dipakai vial atau
ampul uji tunggal berisi pereaksi LAL kering beku,
tambahkan larutan langsung ke dalam vial atau ampul.
Inkubasi campuran reaksi dalam waktu yang tetap sesuai
dengan petunjuk produsen pereaksi LAL (biasanya
37º±1°, selama 60±2 menit), hindari getaran. Untuk
menguji integritas gel, ambil setiap tabung langsung dari
inkubator dan balikkan 180° secara perlahan-lahan. Jika
telah terbentuk gel yang kuat, yang tetap di tempatnya
walaupun telah dibalik, catat sebagai hasil positif. Jika
gel tidak terbentuk atau gel yang terbentuk jatuh ketika
dibalik, maka hasil dinyatakan negatif. Uji dinyatakan
absah, jika larutan baku konsentrasi terendah
memberi hasil negatif pada semua replikasi uji.
Titik akhir yaitu konsentrasi terendah yang masih
memberi hasil positif dari satu pengenceran seri.
Hitung nilai rata-rata dari logaritma konsentrasi titik
akhir, e, dan hitung antilogaritma dari nilai rata-rata
memakai rumus berikut:
Rata-rata geometrik konsentrasi titik akhir = antilog
( e/f)
e yaitu jumlah logaritma konsentrasi titik akhir dari
pengenceran seri yang dipakai ; dan f yaitu jumlah
replikasi. Rata-rata geometri konsentrasi titik akhir
yaitu hasil pengukuran kepekaan pereaksi LAL
(UE/ml). Jika hasil pengukuran kepekaan tidak kurang
dari 0,5 dan tidak lebih dari 2 , maka kepekaan yang
tercantum di etiket sesuai dan dapat dipakai dalam
pelaksanaan pengujian dengan lysate.
Uji Faktor Pengganggu untuk Cara Jendal Gel.
Siapkan larutan A, B, C, dan D seperti tertera pada Tabel
1 dan lakukan uji penghambatan atau pemacuan pada
larutan sampel yang diencerkan kurang dari PMA, tidak
mengandung endotoksin, dan ikuti procedure dalam Uji
Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL Rata-rata geometrik
konsentrasi titik akhir dari larutan B dan C, ditetapkan
dengan memakai persamaan uji di atas.
Uji ini harus diulang jika terjadi perubahan
kondisi yang dapat mempengaruhi hasil uji. Uji
dinyatakan absah jika larutan A dan D memberi
hasil negatif, dan hasil larutan C sesuai dengan kepekaan
yang tertera pada etiket.
Jika kepekaan lysate yang diperoleh dalam larutan
uji pada larutan B tidak kurang dari 0,5 dan tidak lebih
dari 2 , maka larutan uji tidak mengandung faktor
pengganggu pada kondisi uji yang dipakai . Jika
sebaliknya, berarti ada faktor penggangu.
Jika sampel yang diuji tidak memberi hasil yang
sesuai pada pengenceran yang dipakai , ulangi uji
memakai pengenceran yang lebih besar, namun tidak
boleh melebihi PMA. Bila dipakai lysate yang lebih
peka, maka pengenceran sampel lebih besar, dan dalam
hal ini dapat mengurangi pengganggu.
Gangguan dapat diatasi dengan penanganan yang
sesuai misalnya penyaringan, netralisasi, dialisis, atau
pemanasan. Untuk memastikan bahwa penanganan yang
dipilih efektif menghilangkan gangguan tanpa
menghilangkan endotoksin, lakukan pengujian di bawah
ini memakai sediaan uji dengan penambahan BPE
sesuai dengan perlakuan yang dipilih.
- 1409 -
Uji Batas Jendal Gel
Uji ini dilakukan bila dalam monografi disebutkan
batas endotoksin.
procedure Siapkan larutan A, B, C dan D seperti
tertera pada Tabel 2 dan lakukan pengujian larutan ini
mengikuti procedure Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi
LAL, yang dijelaskan dalam Uji Persiapan Cara Jendal Gel.
Interpretasi Uji absah jika kedua replikasi kontrol
positif larutan B dan C memberi hasil positif dan
kedua kontrol negatif larutan D yaitu negatif. Sediaan
uji memenuhi syarat jika diperoleh hasil negatif pada
kedua tabung reaksi yang berisi larutan A, dan tidak
memenuhi syarat jika diperoleh hasil positif pada dua
tabung.
Ulangi pengujian jika diperoleh hasil positif pada
satu tabung reaksi berisi larutan A dan hasil negatif pada
tabung lainnya. Sediaan uji memenuhi syarat jika
diperoleh hasil negatif pada kedua tabung reaksi pada
pengujian ulang. Jika pengujian positif untuk sediaan uji
dengan pengenceran lebih kecil dari PMA, pengujian
dapat diulang dengan pengenceran tidak melebihi PMA.
Tabel 1 Penyiapan Larutan untuk Uji Penghambatan/Pemacuan Cara Jendal Gel
Larutan Konsentrasi endotoksin/Larutan
yang ditambah endotoksin
Pengencer Faktor pengencer Kadar endotoksin
awal Jumlah replikasi
Aa 0 / larutan sampel ---- ---- ---- 4
Bb 2 / larutan sampel larutan sampel
1
2
4
8
2
1
0,5
0,25
4
4
4
4
Cc 2 /air untuk uji endotoksin
bakteri
Air Pereaksi LAL 1
2
4
8
2
1
0,5
0,25
2
2
2
2
Dd 0/Air Pereaksi LAL ---- ---- ---- 2
a Larutan A : larutan sampel dari sediaan uji yang bebas endotoksin
b Larutan B : Uji faktor pengganggu
c Larutan C : Kontrol kepekaan pereaksi LAL sesuai etiket
d Larutan D : Kontrol negatif air pereaksi LAL
Tabel 2. Penyiapan Larutan untuk Pengujian Batas
Pembentukan Jendal Gel
Larutan* Kadar Endotoksin/Larutan yang
ditambah endotoksin
Jumlah
replikasi
A 0/ larutan sampel yang diencerkan 2
B 2 / larutan sampel yang diencerkan 2
C 2 /air pereaksi LAL 2
D 0 / air pereaksi LAL 2
*Siapkan larutan A dan kontrol positif produk larutan B dengan
pengenceran tidak melebihi PMA dan lakukan seperti tertera pada uji
faktor pengganggu teknik pembentukan jendal gel, dalam Uji
Persiapan untuk Cara Jendal Gel. Kontrol positif larutan B dan C
mengandung endotoksin baku dengan konsentrasi dua kali kepekaan
pereaksi LAL yang tercantum pada etiket. Kontrol negatif, larutan D,
yaitu Air Pereaksi LAL
Penetapan Kadar Endotoksin Bakteri dengan
Cara Jendal Gel
Penetapan kadar ini menghitung jumlah endotoksin
bakteri dalam larutan sampel dengan cara titrasi sampai
titik akhir.
procedure Siapkan larutan A,B,C dan D seperti
tertera pada Tabel 3 dan uji larutan ini mengikuti
procedure Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL, tertera
dalam Uji Persiapan untuk Cara Jendal Gel.
Tabel 3 Penyiapan Larutan untuk Penentuan Kadar Pembentukan Jendal Gel
Larutan
Kadar endotoksin/ Larutan
dengan penambahan
endotoksin
Pengencer Faktor pengencer Kadar endotoksin
awal Jumlah replikasi
Aa
0 / larutan sampel
air pereaksi LAL
1
2
4
8
-
-
-
-
2
2
2
2
Bb 2 / larutan sampel - 1 2 2
Cc
2 /air pereaksi LAL
air pereaksi LAL
1
2
4
8
2
1
0,5
0,25
2
2
2
2
Dd 0 / air pereaksi LAL - - - 2
- 1410 -
a Larutan A : larutan sampel pada pengenceran tidak lebih dari PMA yang pengujian terhadap faktor pengganggu pembentukan jendal
gel telah dilakukan. Pengenceran sampel berikutnya tidak lebih dari PMA. pakailah air pereaksi LAL untuk membuat seri
pengenceran dalam empat tabung berisi larutan sampel yang diuji dengan kadar 1, ½, ¼, dan 1/8, relatif terhadap pengenceran yang
pengujian terhadap faktor pengganggu telah dilakukan. Pengenceran lainnya dapat dipakai bila sesuai.
b Larutan B : Larutan A mengandung endotoksin baku pada kadar 2 (kontrol positif produk)
c Larutan C : Dua seri dari 4 tabung air pereaksi LAL mengandung endotoksin baku dengan kadar berturut-turut 2 , , 0,5 dan 0,25 .
d Larutan D : Air pereaksi LAL (kontrol negatif).
Perhitungan dan Interpretasi Uji absah jika kondisi
berikut dipenuhi: (1) Kedua replikasi dari kontrol negatif
larutan D yaitu negatif; (2)Kedua replikasi dari kontrol
positif larutan B yaitu positif; (3) Rata-rata geometrik
kadar titik akhir larutan C berada dalam rentang 0,5 - 2 .
Untuk menentukan kadar endotoksin dalam larutan
A, hitung kadar titik akhir setiap seri replikasi dari
pengenceran dengan mengalikan tiap faktor pengenceran
titik akhir dengan . Kadar endotoksin dalam sampel
yaitu rata-rata geometrik kadar titik akhir replikasi
(lihat rumus yang diberikan dalam Uji Konfirmasi
Kepekaan Pereaksi LAL, yang dijelaskan dalam Uji
Persiapan untuk Cara Jendal Gel). Jika pengujian
dilakukan dengan mengencerkan larutan sampel, hitung
kadar endotoksin dalam sampel awal dengan
mengalikannya dengan faktor pengenceran. Jika tidak
ada pengenceran sampel yang positif dalam pengujian
absah, laporkan kadar endotoksin kurang dari (jika
enceran sampel yang diuji kurang dari dikalikan faktor
pengenceran terkecil dari sampel). Jika semua
pengenceran positif, kadar endotoksin dilaporkan sama
atau lebih besar dari faktor pengenceran terbesar
dikalikan . (Misalnya: Faktor pengenceran awal 8 kali
pada Tabel 3).
Bahan memenuhi syarat jika kadar endotoksin
kurang dari nilai yang dinyatakan dalam masing-masing
monografi.
CARA FOTOMETRIK
Metode turbidimetri mengukur peningkatan
kekeruhan. Berdasarkan prinsip pengujian yang
dipakai , teknik ini diklasifikasikan menjadi
turbidimetri titik akhir dan turbidimetri kinetik. Cara
turbidimetri titik akhir didasarkan pada hubungan
kuantitatif antara kadar endotoksin dan kekeruhan
(serapan atau transmisi) dari campuran reaksi pada akhir
masa inkubasi. Cara turbidimetri kinetik dapat dilakukan
dengan dua cara: mengukur waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai nilai serapan yang telah ditetapkan atau
kecepatan pembentukan kekeruhan.
Metode kromogenik mengukur kromofor yang
dilepaskan dari peptida kromogenik yang sesuai, yang
dihasilkan dari reaksi antara endotoksin dengan pereaksi
LAL. Berdasarkan prinsip pengujian yang dipakai ,
teknik ini diklasifikasikan sebagai teknik kromogenik
titik akhir atau kromogenik kinetik. Cara kromogenik
titik akhir didasarkan pada hubungan kuantitatif antara
kadar endotoksin dan pelepasan kromofor pada akhir
masa inkubasi. Cara kromogenik kinetik dapat dilakukan
dengan mengukur waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai nilai serapan yang telah ditentukan atau
kecepatan pembentukan warna.
Seluruh pengujian fotometrik dilakukan pada suhu
inkubasi yang direkomendasikan oleh produsen Pereaksi
LAL, biasanya 37°±1°.
Uji Persiapan Cara Fotometrik
Untuk menjamin presisi atau keabsahan dari cara
turbidimetri dan kromogenik, dilakukan uji persiapan untuk
memverifikasi kriteria kurva baku yang absah dan larutan
sampel tidak menghambat atau memacu reaksi. Revalidasi
metode pengujian diperlukan bila terjadi perubahan kondisi
yang dapat berpengaruh terhadap hasil uji.
Verifikasi Kriteria Kurva Baku Dengan
memakai larutan endotoksin baku, siapkan minimal
3 kadar endotoksin untuk membuat kurva baku. Lakukan
pengujian memakai minimal 3 replikasi untuk
masing-masing kadar endotoksin baku, sesuai instruksi
produsen pereaksi LAL (perbandingan volume, waktu
inkubasi, suhu, pH, dan lain-lain). Jika rentang yang
diinginkan dalam metode kinetik lebih besar dari 2 log,
maka harus dimasukkan larutan baku tambahan, agar
setiap kenaikan log tetap berada dalam rentang kurva
baku. Nilai absolut dari koefisien korelasi, r , harus
lebih besar atau sama dengan 0,980 untuk rentang kadar
endotoksin sebagaimana ditetapkan oleh produsen
pereaksi LAL.
Uji Faktor Pengganggu untuk Cara Fotometrik
Pilih satu kadar endotoksin pada atau di sekitar
pertengahan kurva baku endotoksin. Siapkan larutan A,
B, C dan D seperti tertera pada Tabel 4. Lakukan uji
terhadap larutan A, B, C dan D minimal duplo sesuai
instruksi untuk Pereaksi LAL yang dipakai (volume
sampel dan pereaksi LAL, perbandingan volume sampel
dengan pereaksi LAL, waktu inkubasi, dan lain-lain).
Rata-rata perolehan kembali endotoksin yang
ditambahkan yaitu kadar endotoksin total dalam larutan
dikurangi kadar endotoksin dalam larutan semula (jika
ada). Agar dapat dinyatakan bebas dari faktor
pengganggu pada kondisi pengujian, hasil pengukuran
kadar endotoksin yang ditambahkan pada sampel harus
berada diantara 50-200% dari kadar endotoksin yang
ditambahkan.
Bila perolehan kembali endotoksin berada di luar
rentang yang ditetapkan maka faktor pangganggu harus
dihilangkan dengan melakukan Uji Faktor Pengganggu
untuk Cara Jendal Gel sebagaimana yang dijelaskan
dalam Uji Persiapan Cara Jendal Gel. Ulangi Uji Faktor
Pengganggu untuk Cara Jendal Gel untuk memvalidasi
perlakuan.
- 1411 -
procedure Cara Fotometrik
Lakukan procedure seperti tertera pada Uji Faktor
Pengganggu untuk Cara Fotometrik dalam Uji Persiapan
Cara Fotometrik.
Perhitungan Untuk Cara Fotometrik
Hitung kadar endotoksin dari tiap-tiap replikasi
larutan uji A, memakai kurva baku yang dibuat
dengan kontrol positif larutan C. Uji dinyatakan absah
jika kondisi berikut dipenuhi: (1) Hasil kontrol positif
larutan C memenuhi persyaratan validasi yang ditetapkan
pada Verifikasi Kriteria Kurva Baku dalam Uji Persiapan
Cara Fotometrik; (2) Perolehan kembali endotoksin,
dihitung dari konsentrasi endotoksin larutan B sesudah
dikurangi konsentrasi endotoksin larutan A, berada pada
rentang 50% – 200%; dan (3) Hasil kontrol negatif larutan
D tidak melebihi batas nilai blangko yang dipersyaratkan
dalam uraian pereaksi LAL yang dipakai .
Penafsiran Hasil Cara Fotometrik
Pada pennetapan kadar secara fotometrik, sediaan uji
memenuhi syarat jika rata-rata kadar endotoksin dari
replikasi larutan A, sesudah koreksi pengenceran dan
kadar, lebih kecil dari batas endotoksin produk.
Tabel 4. Penyiapan Larutan untuk Uji
Penghambatan/Pemacuan Cara Fotometrik
Larutan Kadar endotoksin Larutan yang
ditambah
endotoksin
Jumlah
replika
Aa 0 Larutan
sampel
Tidak kurang
dari 2
Bb kadar tengah
pada kurva baku
Larutan
sampel
Tidak kurang
dari 2
Cc Minimal 3 kadar
(kadar terendah
sama dengan )
Air Pereaksi
LAL
Masing-
masing tidak
kurang dari 2
Dd 0 Air Pereaksi
LAL
Tidak kurang
dari 2
a Larutan A : Larutan sampel, dapat diencerkan tidak lebih
dari PMA
b Larutan B : Sediaan uji dengan pengenceran yang sama
dengan Larutan A mengandung endotoksin yang ditambahkan
sesampai kadar yang sama dengan/mendekati kadar tengah
kurva baku.
c Larutan C : Larutan baku Endotoksin baku dengan kadar
sebagaimana yang dipakai dalam validasi metode seperti
tertera pada Verifikasi Kriteria Kurva Baku dalam Uji
Persiapan untuk Cara Fotometrik (seri kontrol positif).
d Larutan D : Air Pereaksi LAL (kontrol negatif).
UJI HEMOLISIN <211>
Tambahkan 1 bagian volume serum donor segar ke
dalam 1 bagian volume suspensi sel A1 10% dalam
larutan natrium klorida P 0,9% dan tambahkan 1 bagian
volume kedalam 1 bagian volume suspensi sel B yang
serupa; pengujian serupa dilakukan memakai sel O
sebagai kontrol negatif. Jika umur serum lebih dari
24 jam, tambahkan 1 bagian volume serum golongan O
segar bebas lisin ke dalam tiap tabung sebagai sumber
komplemen. Campur isi tiap tabung, inkubasi pada suhu
37º selama 1 jam dan amati hemolisis dalam beningan.
Terhadap serum yang memberi reaksi positif dalam uji
ini lakukan pengujian lebih lanjut sebagai berikut:
Encerkan 1 bagian volume serum dengan 3 bagian
volume larutan natrium klorida P 0,9% dan campur 1
bagian volume serum encer dengan 1 bagian volume
serum golongan O segar bebas lisin dan 1 bagian volume
suspensi sel A1 atau sel B 10% dalam larutan natrium
klorida P 0,9% (yang mengalami lisis pada uji
sebelumnya). Pada waktu yang bersamaan, dalam 2
tabung lain, campur 1 bagian volume larutan natrium
klorida P 0,9% dengan 1 bagian volume serum golongan
O secara segar bebas lisin. Ke dalam salah satu tabung ini
tambahkan 1 bagian volume suspensi sel A1, 10% dalam
larutan natrium klorida P 0,9% dan ke dalam tabung
lainnya 1 bagian volume suspensi sel B 10% dalam
larutan natrium klorida P 0,9%. Inkubasi semua tabung
pada suhu 37º selama 1 jam, campur isi masing-masing
tabung dan amati hemolisis dalam beningan. Tidak
terbentuk hemolisis dalam tiap tabung.
UJI HISTAMIN <221>
Bunuh marmut dengan bobot tubuh 250 g sampai 350 g
yang telah dipuasakan selama 24 jam. Potong usus halus
bagian distal sepanjang 2 cm dan kosong-kan dengan
membilas hati-hati dengan Larutan B memakai alat
suntik. Ikat dengan benang halus kedua ujungnya dan
buat potongan melintang kecil pada bagian tengah
potongan usus halus. Letakkan dalam bejana organ
dengan kapasitas 10 ml sampai 20 ml berisi Larutan B,
yang dipertahankan pada suhu tetap (34° - 36°) dan larutan
dialiri udara atau campuran oksigen P - karbon dioksida
P(95:5). Ikatkan salah satu benang dekat pada dasar
bejana organ. Ikatkan benang yang lain pada miograf
isotonik dan rekam kontraksi organ pada kimograf atau
alat lain yang sesuai yang dapat memberi rekaman
permanen. Jika dipakai pengungkit, panjangnya harus
sedemikian rupa sesampai gerakan organ diperkuat lebih
kurang 20 kali. Tegangan usus halus sebaiknya 9,8 mN
dan disesuaikan dengan kepekaan organ. Bilas bejana
organ dengan Larutan B. Biarkan selama 10 menit. Bilas
dua atau tiga kali lagi dengan Larutan B. Tambahkan 0,2
ml sampai 0,5 ml larutan histamin dihidroklorida P yang
diukur tepat, yang menimbulkan respons submaksimal
yang reprodusibel. Dosis ini dinyatakan sebagai “dosis
tinggi”. Bilas bejana organ (sebaiknya dengan air yang
berlebih tanpa mengosongkan bejana), tiga kali dengan
Larutan B sebelum setiap penambahan histamin.
Penambahan berurutan dibuat dengan interval waktu yang
teratur sedemikian, sesampai terjadi relaksasi sempurna di
antara dua penambahan (lebih kurang 2 menit).
Tambahkan volume yang sama larutan histamin
dihidroklorida P dengan kadar lebih rendah yang
menimbulkan respons yang reprodusibel lebih kurang
setengah dari respons dosis tinggi. Dosis ini dinyatakan
- 1412 -
sebagai “dosis rendah”. Lanjutkan penambahan secara
teratur larutan histamin “dosis tinggi” dan “dosis rendah”
dengan cara ini di atas, bergantian dengan enceran
larutan uji dengan volume yang sama, sesuaikan kadar
enceran larutan uji sedemikian sesampai menimbulkan
kontraksi usus halus, jika ada lebih kecil dari respons
yang disebabkan oleh histamin dosis tinggi. Tetapkan
apakah terjadi kontraksi, jika ada, reprodusibel dan
apakah respons kontraksi terhadap histamin ”dosis tinggi”
dan “dosis rendah” yang diberikan berikutnya tidak
berubah. Hitung aktivitas zat uji dan nyatakan
ekuivalensinya dalam mikrogram histamin basa dari
pengenceran yang ditetapkan di atas. Jumlah yang
diperoleh tidak melebihi jumlah yang tertera pada
monografi.
Jika zat uji tidak menimbulkan kontraksi, buat larutan
segar dengan penambahan histamin sesuai dengan jumlah
maksimum yang dapat ditoleransi dalam monografi dan
catat apakah kontraksi yang dihasilkan oleh sediaan
dengan penambahan histamin sesuai dengan jumlah
histamin yang ditambahkan. Jika tidak, atau jika
kontraksi yang disebabkan zat uji tidak reprodusibel, atau
jika respons berikutnya terhadap histamin “dosis tinggi”
dan “dosis rendah” berkurang, hasil uji dinyatakan tidak
absah dan laku-kan Uji Daya Hipotensif <191>.
Larutan A
Natrium klorida P
Kalium klorida P
Kalsium klorida anhidrat P
Magnesium klorida anhidrat
Natrium fosfat dibasa P
Air untuk injeksi P sampai
160 g
4,0 g
2,0 g
1,0 g
50 mg
1000 ml
Larutan B
Larutan A
Atropin sulfat P
Natrium bikarbonat P
D-Glukosa P
Air untuk injeksi P
50 ml
0,5 ml
1,0 g
0,5 g
950 ml
Larutan B harus dibuat segar dan dipakai dalam waktu
24 jam.
UJI PIROGEN <231>
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi risiko reaksi
demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada
pemberian sediaan injeksi. Pengujian meliputi
pengukuran kenaikan suhu kelinci sesudah penyuntikan
sediaan uji secara intravena dan ditujukan untuk sediaan
yang dapat ditoleransi oleh kelinci percobaan pada dosis
tidak lebih dari 10 ml per kg yang disuntikkan secara
intravena dalam periode tidak lebih dari 10 menit. Untuk
sediaan yang memerlukan penyiapan pendahuluan atau
cara pemberian khusus, ikuti petunjuk tambahan yang
diberikan pada masing-masing monografi atau, dalam hal
antibiotik atau sediaan biologi petunjuk tambahan
diberikan dalam ketentuan lain.
ALAT DAN PENGENCER
Alat suntik, jarum dan alat gelas dibebaskan dari pirogen
dengan pemanasan pada 250° selama tidak kurang dari 30
menit atau dengan metode lain yang sesuai. Perlakukan
semua pengencer dan larutan untuk mencuci dan
membilas peralatan atau alat suntik parenteral sedemikian
rupa yang dapat menjamin alat ini steril dan bebas
pirogen. Lakukan uji pirogen pada pengencer dan larutan
untuk pencuci atau pembilas alat secara berkala. Bila
dipakai Injeksi Natrium Klorida sebagai pengencer,
pakailah larutan yang mengandung natrium klorida 0,9%.
REKAMAN SUHU
pakailah alat pendeteksi suhu yang teliti seperti
thermometer klinik atau alat termistor atau alat sejenis
yang telah dikalibrasi untuk menjamin ketelitian ± 0,1°
dan telah diuji untuk penetapan bahwa pembacaan
maksimum dapat dicapai kurang dari 5 menit. Masukkan
alat pendeteksi suhu ke dalam rektum kelinci uji dengan
kedalaman tidak kurang dari 7,5 cm dan sesudah periode
waktu tidak kurang dari yang ditetapkan sebelumnya,
catat suhu tubuh kelinci.
HEWAN UJI
pakailah kelinci dewasa yang sehat. Tempatkan kelinci
satu ekor dalam satu kandang dalam ruangan dengan suhu
yang seragam antara 20° - 23° dan bebas dari gangguan
yang menimbulkan kegelisahan. Perbedaan suhu tidak
lebih dari ±3° dari suhu yang ditetapkan. Kelinci yang
belum pernah dipakai untuk uji pirogen, adaptasikan
kelinci tidak lebih dari tujuh hari dengan uji pendahuluan
yang meliputi semua tahap yang tertera pada procedure ,
kecuali penyuntikan. Kelinci tidak boleh dipakai untuk
uji pirogen lebih dari sekali dalam waktu 48 jam, atau
sebelum 2 minggu untuk uji pirogen yang menampilkan
kenaikan suhu 0,6° atau lebih, atau telah dipakai untuk
uji sediaan yang dinyatakan pirogenik.
procedure
Lakukan uji dalam ruang terpisah yang dirancang untuk
pengujian pirogen dan pada kondisi lingkungan yang
sama dengan ruang pemeliharaan hewan dan bebas dari
gangguan yang menimbulkan kegelisahan. Kelinci tidak
diberi makan selama pengujian. Boleh diberi minum
setiap saat, namun terbatas. Jika termistor pengukur suhu
rektum dipakai untuk pengujian, kelinci diletakkan
dalam penyekap yang dapat menahan kelinci dengan
leher yang longgar sesampai dapat duduk dengan bebas.
Tetapkan suhu kontrol dari tiap kelinci tidak lebih dari 30
menit sebelum penyuntikan larutan uji. Suhu ini
dipakai sebagai awal untuk penetapan setiap kenaikan
suhu yang dihasilkan dari penyuntikan larutan uji. Dalam
setiap kelompok kelinci uji, pakailah kelinci yang
- 1413 -
memiliki perbedaan suhu kontrol antara satu dengan
lainnya tidak lebihdari 1°, dan suhu kontrol setiap kelinci
tidak boleh lebih dari 39,8°. Kecuali dinyatakan lain pada
masing-masing monografi, suntikkan 10 ml larutan uji
per kg berat badan kedalam vena telinga setiap tiga
kelinci, lakukan penyuntikan dalam waktu 10 menit.
Larutan uji berupa sediaan yang perlu dikonstitusi sesuai
etiket, atau bahan uji yang diperlakukan seperti tertera
pada masing-masing monografi dan disuntikkan sesuai
dosis ini . Untuk uji pirogen dari alat atau perangkat
injeksi, pakailah cucian atau bilasan permukaan yang
kontak dengan bahan yang diberikan secara parenteral,
tempat penyuntikan atau jaringan tubuh pasien. Semua
larutan uji harus terjamin bebas kontaminasi. Lakukan
penyuntikan sesudah larutan uji dihangatkan pada suhu
37°±2°. Rekam suhu berturut-turut an