tara jam ke-1 dan
ke-3 sesudah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.
INTERPRETASI HASIL DAN LANJUTAN
Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi
syarat jika tidak ada satupun kelinci yang
menampilkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih. Bila ada
kelinci yang menampilkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih,
lanjutkan uji memakai lima ekor kelinci lain.
Sediaan memenuhi syarat bebas pirogen bila tidak lebih
dari 3 dari 8 ekor masing-masing menampilkan kenaikan
suhu 0,5° atau lebih dan jumlah kenaikan suhu
maksimum 8 kelinci tidak melebihi 3,3°.
UJI REAKTIVITAS BIOLOGI SECARA
IN-VITRO <241>
Uji berikut dirancang untuk menentukan reaktivitas
biologik biakan sel mamalia sesudah kontak dengan
plastik elastomer dan bahan polimer lain yang kontak
dengan penderita secara langsung atau tidak langsung,
atau dengan ekstrak khusus yang dibuat dari bahan uji.
Hal yang penting yaitu menyediakan luas permukaan
spesifik untuk ekstraksi. Jika luas permukaan spesimen
tidak dapat ditentukan, pakailah 0,1 g elastomer atau
0,2 g plastik atau bahan lain untuk setiap ml cairan
ekstraksi. Juga penting berhati-hati dalam penyediaan
bahan-bahan ini untuk menghindari kontaminasi
mikroba dan zat asing lain.
Tiga uji diuraikan di bawah ini: Uji Difusi Agar, Uji
Kontak Langsung, dan Uji Evaluasi. Keputusan jenis uji
atau jumlah uji yang dilakukan untuk menilai respons
biologik potensial sampel atau ekstrak khusus tergantung
dari bahan, produk akhir dan tujuan pemakaian . Faktor
lain yang mungkin juga mempengaruhi kesesuaian
sampel untuk suatu pemakaian khusus yaitu komposisi
polimer; procedure pembuatan dan pembersihan; media
kontak; tinta; perekat; absorbsi, adsorpsi dan
permeabilitas pengawet; dan kondisi penyimpanan.
Evaluasi terhadap faktor ini harus dilakukan dengan
berbagai uji khusus tambahan sebelum menentukan
bahwa produk yang dibuat dari suatu bahan khusus tepat
untuk tujuan pemakaian nya.
Baku pembanding Bioreaksi Negatif BPFI; Bioreaksi
Positif Padat BPFI; Ekstrak Bioreaksi Positif BPFI.
Penyiapan Biakan Sel Buat biakan ganda sel fibroblas
mamalia L-929 (ATCC cell line CCL1, NCTC klon 929)
dalam media esensial minimum yang ditambah serum dan
memiliki kerapatan benih lebih kurang 105 sel per ml.
Inkubasi biakan pada suhu 37°±1° selama tidak kurang
dari 24 jam dalam atmosfer karbon dioksida 5%±1%,
sampai diperoleh lapisan tunggal sel dan kompak lebih
dari 80%. Periksa di bawah mikroskop untuk memastikan
biakan merupakan lapisan tunggal seragam dan hampir
kompak. [Catatan Reprodusibilitas Uji Reaktivitas
secara Biologi in-vitro tergantung pada kerapatan biakan
sel yang seragam.]
Pelarut ekstraksi Injeksi natrium klorida seperti
tertera pada Injeksi Natrium Klorida mengandung
natrium klorida 0,9%. Sebagai pengganti, dapat
dipakai media biakan sel mamalia bebas serum atau
media biakan sel mamalia yang ditambahkan serum.
Penambahan serum dipakai bila ekstraksi dilakukan
pada suhu 37° selama 24 jam.
Alat
Otoklaf pakailah otoklaf yang dapat mempertahankan
suhu 121°±2°, dilengkapi dengan termometer, pengukur
tekanan, lubang ventilasi, rak yang cukup untuk
menampung wadah uji di atas permukaan air dan sistem
pendingin air yang akan mendinginkan wadah uji sampai
suhu lebih kurang 20°, namun tidak di bawah suhu 20°,
segera sesudah siklus pemanasan.
Oven pakailah oven, sebaiknya model konveksi
mekanik yang akan mempertahankan rentang suhu kerja
50° - 70° dalam kisaran lebih kurang 2°.
Inkubator pakailah inkubator yang dapat
mempertahankan suhu 37°±1° dan atmosfer karbon
dioksida dalam udara 5%±1%. [Catatan Bila dipakai
tabung biakan bertutup, atmosfer karbon dioksida dalam
inkubator tidak diperlukan.]
Wadah untuk ekstraksi pakailah hanya wadah seperti
ampul atau tabung biakan bertutup ulir, atau yang setara,
yang dibuat dari kaca Tipe I. Bila dipakai tabung
biakan, atau yang setara, bertutup ulir berlapis
elastometer yang sesuai, seluruh permukaan lapisan
elastometer yang terpapar dilindungi dengan cakram
padat inert setebal 0,05 mm sampai 0,075 mm. Cakram
yang sesuai dapat dibuat dari politetrafluoroetilen
(politef).
Penyiapan alat Bersihkan semua alat gelas dengan
campuran pembersih asam kromat, bila perlu dengan
asam nitrat panas, lalu dibilas dengan air untuk
injeksi P. Sterilkan wadah dan alat yang dipakai untuk
ekstraksi, pemindahan, atau pemberian bahan uji dan
keringkan dengan cara yang sesuai. Bila etilen oksida
dipakai untuk sterilisasi, biarkan tidak kurang dari 48
jam untuk pengawaudaraan yang sempurna.
- 1414 -
procedure
Penyiapan sampel untuk ekstrak Lakukan procedure
seperti tertera pada Uji Reaktivitas secara Biologi, in-vivo
<251>.
Penyiapan ekstrak Lakukan penyiapan ekstrak seperti
tertera pada Penyiapan ekstrak dalam Uji Reaktivitas
secara Biologi in-vivo <251>, memakai larutan
Injeksi Natrium Klorida (natrium klorida 0,9%) atau
media biakan sel mamalia bebas serum sebagai Pelarut
ekstraksi. [Catatan Bila ekstraksi dilakukan pada suhu
37° selama 24 jam, dalam inkubator, pakailah media
biakan sel yang ditambah serum. Kondisi ekstraksi tidak
boleh menyebabkan perubahan fisik seperti fusi atau
pelelehan potongan bahan kecuali sedikit perlengketan.]
Uji Difusi Agar
Uji ini dirancang untuk tutup elastomer dalam berbagai
bentuk. Lapisan agar berlaku sebagai bantalan untuk
melindungi sel dari kerusakan mekanis dan sebagai
sarana difusi bagi bahan kimia yang dapat terlepas dari
spesimen polimer. Ekstrak bahan uji diletakkan di atas
selembar kertas saring .
Sampel pakailah ekstrak yang telah dibuat seperti yag
telah disebut atau pakailah bagian dari spesimen uji yang
memiliki permukaan datar dengan luas permukaan
tidak kurang dari 100 mm2.
procedure memakai 7 ml suspensi sel yang dibuat
seperti tertera pada Penyiapan biakan sel, buat lapisan
tunggal biakan sel pada lempeng berdiameter 60 mm.
sesudah inkubasi, buang media biakan dari lapisan tunggal
dengan pipet, dan sebagai ganti dengan media biakan
yang ditambah serum dan mengandung agar P tidak lebih
dari 2%. [Catatan Mutu agar harus cukup baik untuk
menunjang pertumbuhan sel. Lapisan agar harus cukup
tipis sesampai bahan kimia yang terlepas dapat
berdifusi.] Tempelkan permukaan datar Sampel,
Biorekasi Negatif BPFI (sebagai Kontrol negatif), dan
Ekstrak Bioreaksi Positif BPFI atau Bioreaksi Positif
Padat BPFI (sebagai Kontrol positif) dalam biakan
rangkap dua pada permukaan agar yang telah memadat.
pakailah tidak lebih dari 3 spesimen per lempeng.
Inkubasi semua biakan pada suhu 37°±1° selama tidak
kurang 24 jam, sebaiknya dalam inkubator lembab yang
mengandung karbon dioksida 5%±1%. Amati masing-
masing biakan pada tiap Sampel, Kontrol negatif dan
Kontrol positif, di bawah mikroskop, bila perlu dengan
memakai pewarna sitokimia.
Interpretasi hasil Reaktivitas biologik (degenerasi dan
malformasi sel) digambarkan dan diberi skala 0 - 4
(seperti tertera pada Tabel 1). Ukur respons yang
diperoleh dari Kontrol negatif dan Kontrol positif. Sistem
uji ini sesuai bila respons yang diamati sesuai dengan
derajat reaktivitas biologik yang tertera pada penandaan
baku pembanding. Ukur respons yang diperoleh dari
Sampel. Sampel memenuhi persyaratan uji bila tidak
satupun biakan sel yang terpapar terhadap Sampel
menampilkan reaktivitas lebih besar dari reaktivitas
ringan (Tingkat 2). Ulangi uji ini bila tidak ada
kesesuaian sistem.
Uji Kontak Langsung
Uji ini dirancang untuk bahan dalam berbagai bentuk.
procedure memungkinkan ekstraksi bersaman dan
pengujian bahan kimia yang dapat lepas dari spesimen
dengan media yang ditambah serum. procedure ini tidak
sesuai untuk bahan dengan kerapatan sangat rendah atau
sangat tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan
mekanis pada sel.
Sampel pakailah bagian dari spesimen uji yang
memiliki permukaan datar dengan luas permukaan
tidak kurang dari 100 mm2.
procedure Dengan memakai 2 ml suspensi sel yang
dibuat seperti tertera pada Penyiapan biakan sel, buat
lapisan tunggal biakan sel pada lempeng berdiameter
35 mm. sesudah inkubasi, buang media biakan dengan
pipet, dan ganti dengan 0,8 ml media biakan segar.
Tempatkan Sampel tunggal, Biorekasi Negatif BPFI
(sebagai Kontrol negatif), dan Ekstrak Bioreaksi Positif
BPFI atau Bioreaksi Positif Padat BPFI (sebagai Kontrol
positif) pada masing-masing biakan rangkap dua.
Inkubasi semua biakan pada suhu 37°±1° selama tidak
kurang 24 jam, sebaiknya dalam inkubator lembab yang
mengandung karbon dioksida 5%±1%. Amati setiap
biakan pada tiap Sampel, Kontrol negatif, dan Kontrol
positif secara visual atau dengan mikroskop bila perlu
dengan memakai pewarna sitokimia.
Interpretasi hasil Lakukan sesuai tertera pada
Interpretasi hasil pada Uji Difusi Agar. Sampel
memenuhi persyaratan uji bila tidak satupun biakan sel
yang terpapar terhadap Sampel menampilkan reaktivitas
lebih besar dari reaktivitas ringan (Tingkat 2). Ulangi uji
ini bila tidak ada kesesuaian sistem.
Tabel 1 Tingkatan Reaktivitas untuk Uji Difusi Agar
dan Uji Kontak Langsung
Tingkat Reaktivitas Pemerian Daerah Reaktivitas
0 Tidak ada Tidak ditemukan daerah
reaktivitas sekitar dan di
bawah spesimen
1 Sedikit Beberapa sel dengan
malformasi dan degenerasi di
bawah spesimen
2 Ringan Daerah reaktivitas terbatas
pada daerah di bawah
spesimen
3 Sedang Daerah reaktivitas meluas
0,5- 1,0 cm di luar spesimen
4 Berat Daerah reaktivitas meluas
lebih dari 1,0 cm di luar
spesimen namun tidak sampai
seluruh cawan.
Uji Eluasi
Uji ini dirancang untuk mengevaluasi ekstrak bahan
polimer. procedure memungkinkan ekstraksi spesimen
pada suhu fisiologik atau nonfisologik untuk berbagai
- 1415 -
interval waktu. Uji ini sesuai untuk bahan dengan
kerapatan tinggi dan untuk evaluasi dosis-respons.
Sampel Lakukan seperti tertera pada Penyiapan
ekstrak, memakai Injeksi Natrium Klorida (natrium
klorida 0,9%) atau media biakan sel mamalia bebas
serum sebagai Pelarut ekstraksi. Bila Sampel tidak dapat
dengan mudah diukur, dapat dipakai tidak kurang dari
0,1 g bahan elastomer atau 0,2 g plastik atau bahan
polimer per ml media ekstraksi. Sebagai cara lain,
pakailah media biakan sel mamalia yang ditambah serum
sebagai media ekstraksi untuk lebih mendekati kondisi
fisiologis. Buat ekstrak dengan memanaskan selama 24
jam dalam inkubator yang sebaiknya mengandung karbon
dioksida 5%±1%. Pertahankan suhu ekstraksi pada
37°±1°, sebab suhu yang lebih tinggi dapat
menyebabkan denaturasi protein serum.
procedure Dengan memakai 2 ml suspensi sel yang
dibuat seperti tertera pada Penyiapan biakan sel, buat
lapisan tunggal biakan sel pada lempeng berdiameter 35
mm. sesudah inkubasi, buang media biakan dari lapisan
tunggal dengan pipet, dan ganti dengan ekstrak Sampel,
Biorekasi Negatif BPFI (sebagai Kontrol negatif) dan
Ekstrak Bioreaksi Positif BPFI. Ekstrak yang dibuat
dengan media biakan sel yang beabs serum maupun yang
ditambah serum diuji rangkap dua tanpa pengenceran
(100%). Ekstrak larutan injeksi natrium klorida
diencerkan dengan media biakan sel yang ditambah
serum dan diuji rangkap dua pada kadar ekstrak 25%.
Inkubasi semua biakan pada suhu 37°±1° selama 48 jam,
dalam inkubator yang sebaiknya mengandung karbon
dioksida 5%±1%. Periksa setiap biakan pada 48 jam di
bawah mikroskop jika perlu memakai pewarna
sitokimia.
Interpretasi hasil Lakukan sesuai yang tertera pada
Interpretasi hasil pada Uji Difusi Agar namun pakailah
tabel 2. Ulangi uji ini bila tidak ada kesesuaian sistem.
Sampel memenuhi persyaratan uji bila biakan yang
diperlakukan dengan Sampel menampilkan reaktivitas
tidak lebih besar dari reaktivitas ringan (Tingkat 2). Bila
biakan yang diperlakukan dengan Sampel menampilkan
reaktivitas yang lebih besar secara bermakna
dibandingkan biakan yang diberi Kontrol negatif, ulangi
uji dengan berbagai pengenceran ekstrak secara kuantitatif.
Tabel 2 Tingkatan Reaktivitas untuk Uji Elusi
Tingkat Reaktivitas Kondisi Semua Biakan
0 Tidak ada Granul intrasitoplasmik yang
terpisah; tidak ada lisis sel.
1 Sedikit Tidak lebih dari 20% sel bulat,
hampir lepas dan tanpa granul
intrasitoplasmik; kadang-kadang
ada sel lisis
2 Ringan Tidak lebih dari 50% sel bulat dan
tanpa granul intrasitoplasmik;
banyak sel lisis dan daerah
kosong di antara sel.
3 Sedang Tidak lebih dari 70% lapisan sel
mengandung sel bulat dan/atau
lisis.
4 Berat Kerusakan lapisan sel hampir
menyeluruh.
UJI REAKTIVITAS BIOLOGI SECARA IN-
VIVO <251>
Uji berikut dirancang untuk menentukan respons
biologik hewan terhadap elastomer, plastik dan bahan
polimer lain yang kontak dengan penderita secara
langsung atau tidak langsung, atau dengan penyuntikan
ekstrak khusus yang dibuat dari bahan uji. Hal yang
penting yaitu menyediakan daerah permukaan spesifik
untuk ekstraksi. Jika daerah permukaan spesimen tidak
dapat ditentukan, pakailah 100 mg elastomer atau 200 mg
plastik atau bahan lain untuk setiap ml cairan ekstraksi.
Juga penting berhati-hati dalam penyediaan bahan-bahan
yang akan disuntikkan atau dimasukkan guna menghindari
kontaminasi mikroba dan zat asing lain.
Tiga uji diuraikan di bawah ini. Uji Injeksi Sistemik
dan Uji Intrakutan dipakai untuk bahan elastomer,
terutama untuk tutup elastomer dengan Uji Reaktivitas
secara Biologi in-vitro <241> yang sesuai telah
menampilkan reaktivitas biologi yang bermakna. Kedua
uji ini dipakai untuk plastik dan polimer lain di
samping uji ketiga, Uji Implantasi, yaitu untuk menguji
kesesuaian bahan yang dimaksudkan untuk pemakaian
dalam pembuatan wadah dan kelengkapannya, pada
pemakaian dalam sediaan parenteral, alat kesehatan,
implan, dan sistem lain. Ketiga uji ini dipakai untuk
bahan atau alat kesehatan, jika diperlukan untuk
klasifikasi plastik dan polimer lain berdasarkan pada Uji
Reaktivitas Biologi in-vivo.
Dalam bab ini berlaku definisi berikut: Sampel yaitu
spesimen yang diuji atau ekstrak yang dibuat dari
spesimen ini . Blangko terdiri dari media ekstraksi
yang sama dalam jumlah yang sama dengan yang
dipakai untuk mengekstraksi spesimen yang diuji,
yang diperlakukan dengan cara yang sama seperti media
ekstraksi yang mengandung spesimen uji. Kontrol Negatif
yaitu spesimen yang tidak memberi reaksi pada kondisi
uji.
Klasifikasi Plastik Plastik diklasifikasikan menjadi
enam kelas seperti tertera pada Tabel 1. Klasifikasi
berdasarkan respons terhadap serangkaian uji in-vivo
yang ditetapkan untuk berbagai ekstrak, bahan dan cara
pemberian. Uji ini berhubungan langsung dengan
pemakaian akhir wadah plastik. Cairan ekstrak yang
dipilih mewakili pembawa dalam sediaan yang akan
kontak dengan plastik ini . Klasifikasi dalam Tabel 1
memberi informasi untuk pemasok, pemakai dan
pabrik plastik, berupa ringkasan uji yang ditentukan oleh
FI untuk wadah injeksi dan alat kesehatan.
Kecuali untuk Uji Implantasi, procedure berdasarkan
pemakaian ekstrak yang tergantung pada daya tahan
bahan terhadap panas, dilakukan pada salah satu dari
3 suhu yaitu 50°, 70°, dan 121°. Oleh sebab itu
penandaan kelas plastik harus disertai dengan suhu
- 1416 -
ekstraksinya; misalnya IV - 121°, yang menampilkan
plastik kelas IV yang diekstraksi pada suhu 121°, atau I -
50°, yang menampilkan plastik kelas I yang diekstraksi
pada suhu 50°. Plastik dapat diklasifikasi sebagai Plastik
BPFI Kelas I - Kelas VI jika didasarkan pada kriteria
respons yang ditentukan dalam Tabel 1.
Klasifikasi tidak berlaku untuk plastik yang
dimaksudkan untuk wadah sediaan oral atau topikal, atau
yang mungkin dipakai sebagai bagian dari formulasi
obat. Tabel 1 tidak berlaku untuk elastomer alamiah yang
harus diuji dalam Injeksi Natrium Klorida dan Minyak
Nabati saja.
Uji Injeksi Sistemik dan Uji Intrakutan masing-masing
dirancang untuk menentukan respons biologik sistemik
dan lokal hewan terhadap plastik dan polimer lain dengan
penyuntikan dosis tunggal ekstrak khusus yang disiapkan
dari Sampel. Uji Implantasi dirancang untuk menilai
reaksi jaringan hidup terhadap plastik dan polimer lain
dengan implantasi Sampel ke dalam jaringan hewan.
Persiapan yang tepat dan penempatan spesimen secara
aseptik penting dalam melaksanakan Uji Implantasi.
Semua uji dirancang untuk plastik dan polimer lain
dalam kondisi pemakaian nya masing-masing. Bila
bahan akan mengalami proses pencucian atau sterilisasi
sebelum pemakaian akhir, maka uji harus dilakukan
pada Sampel yang dibuat dari spesimen yang telah
mengalami proses sama.
Faktor seperti komposisi bahan, procedure pembuatan
dan pembersihan, media kontak, tinta, perekat, absorbsi,
adsorbsi dan permeabilitas pengawet serta kondisi
penyimpanan mungkin juga mempengaruhi kesesuaian
suatu bahan untuk pemakaian tertentu. Evaluasi
terhadap faktor ini dilakukan dengan berbagai uji
khusus tambahan yang sesuai sebelum menentukan
kesesuaian bahan untuk tujuan pemakaian nya.
Media Ekstraksi Injeksi Natrium Klorida seperti
tertera pada monografi. pakailah Injeksi natrium klorida
P 0,9%.
Larutan Etanol P 1 dalam 20 pada larutan Injeksi
Natrium Klorida.
Polietilen Glikol 400 P
Minyak Nabati pakailah Oleum Sesami yang baru
dimurnikan, Oleum Lini atau minyak nabati lain yang
sesuai.
Pembawa sediaan obat. (Jika perlu).
Air untuk injeksi P.
[Catatan Oleum Sesami, Oleum Lini atau minyak nabati
lain yang sesuai memenuhi persyaratan tambahan
berikut: Siapkan bahan bila mungkin minyak yang baru
dimurnikan. Suntik secara intrakutan tiga ekor kelinci
yang telah disiapkan dengan minyak ini dengan
dosis 0,2 ml pada masing-masing 10 tempat per hewan,
dan amati pada 24 jam, 48 jam, dan 72 jam sesudah
suntikan. Berikan skor penilaian seperti tertera pada
Tabel 5 di setiap tempat suntikan. Untuk 3 ekor kelinci
(30 tempat suntikan), pada setiap waktu pengamatan,
respons rata-rata berupa eritema tidak boleh lebih besar
dari 0,5 dan berupa edema tidak lebih besar dari 1,0, dan
tidak satu tempatpun yang memperlihatkan diameter
reaksi jaringan lebih dari 10 mm, residu minyak di
tempat penyuntikan tidak boleh disalah-artikan sebagai
edema. Jaringan yang mengalami edema akan memutih
bila ditekan pelan-pelan].
Tabel 1 Klasifikasi Plastik
Kelas Plastika Uji yang dilakukan
I II III IV V VI Bahan uji Hewan Dosis procedure b
X X X X X X Ekstrak sampel dalam Injeksi
Natrium Klorida
Mencit 50 ml/kg A (IV)
X X X X X X Kelinci 0,2 ml/ekor pada tiap 10
tempat penyuntikan
B
X X X X X Ekstrak sampel dalam Larutan
Etanol P dalam Larutan Injeksi
Natrium Klorida 1 dalam 20
Mencit 50 ml/kg A (IV)
X X X X X Kelinci 0,2 ml/ekor pada tiap 10
tempat penyuntikan
B
X X X Ekstrak sampel dalam Polietilen
Glikol 400
Mencit 10 ml/kg A (IP)
X X Kelinci 0,2 ml/ekor pada tiap 10
tempat penyuntikan
B
X X X X Sampel dalam Minyak Nabati Mencit 50 ml/kg A (IP)
X X X Kelinci 0,2 ml/ekor pada tiap 10
tempat penyuntikan
B
X X Sampel strip implan Kelinci 4 strip/ekor C
a Uji yang diperlukan untuk setiap kelas dinyatakan dengan tanda “x” dalam kolom yang tersedia
b Keterangan :A (ip) Uji Injeksi Sistemik (intraperitoneal);
A (iv) Uji Injeksi Sistemik (intravena);
B Uji Intrakutan;
C Uji Implantasi (implantasi intramuskular)
- 1417 -
Tabel 2 Penilaian Reaksi Kulit
Eritema dan Pembentukan Eskar Skor
Tidak ada eritema 0
Eritema sangat sedikit (hampir tidak terlihat) 1
Eritema jelas terlihat 2
Eritema sedang sampai berat 3
Eritema berat (merah tua) sampai pembentukan
sedikit eskar (kerusakan yang lebih dalam)
4
Pembentukan Edema* Skor
Tidak ada edema 0
Edema sangat sedikit (hampir tidak terlihat) 1
Edema sedikit (tepi area terlihat sedikit
menonjol)
2
Edema sedang (menonjol kira-kira 1 mm) 3
Edema berat (menonjol lebih dari 1 mm dan
lebih luas dari daerah paparan)
4
* Tidak termasuk edema non inflamasi (mekanis) dari
blangko atau cairan ekstraksi
Alat
Otoklaf pakailah otoklaf yang dapat mempertahankan
suhu 121°±2,0°, dilengkapi dengan termometer, pengukur
tekanan, lubang ventilasi, rak yang cukup untuk
menampung wadah uji di atas permukaan air dan sistem
pendingin air yang akan mendinginkan wadah uji sampai
suhu lebih kurang 20°, namun tidak di bawah suhu 20°,
segera sesudah siklus pemanasan.
Oven pakailah oven, sebaiknya model konveksi
mekanik yang akan mempertahankan rentang suhu kerja
50° sampai 70° dalam kisaran ±2°.
Wadah untuk ekstraksi pakailah hanya wadah seperti
ampul atau tabung biakan bertutup ulir, yang terbuat dari
kaca Tipe I. Bila dipakai tabung biakan, atau yang
setara, bertutup ulir berlapis elastome yang sesuai,
seluruh permukaan lapisan elastometer yang terpapar
dilindungi dengan piringan padat netral setebal 0,05 mm
sampai 0,075 mm. Cakram yang sesuai dapat dibuat dari
politetrafluoroetilen (politef).
Penyiapan alat Bersihkan semua alat gelas dengan
campuran pembersih asam kromat, jika perlu dengan
asam nitrat panas, lalu dibilas dengan air.
Bersihkan alat pemotong dengan cara yang sesuai
(misalnya bersihkan berturut-turut dengan aseton dan
metilen klorida) sebelum dipakai untuk membagi
spesimen. Bersihkan alat-alat lain dengan menggosok
memakai detergen yang sesuai dan bilas dengan air.
Sterilkan wadah dan alat yang dipakai untuk ekstraksi,
pemindahan, dan pemberian bahan uji lalu
keringkan dengan cara yang sesuai. [Catatan Bila
dipakai etilen oksida untuk sterilisasi, diperlukan
jangka waktu yang cukup untuk menghilangkan gas
dengan sempurna.]
procedure Penyiapan Sampel Uji Injeksi Sistemik dan
Uji Intrakutan dapat dilakukan dengan memakai
ekstrak yang sama, atau dibuat ekstrak yang terpisah
untuk masing-masing uji. Pilih dan bagi menjadi bagian-
bagian Sampel dengan ukuran seperti tertera pada Tabel
2. Buang partikel seperti serat dan partikel bebas dengan
memperlakukan setiap bagian Sampel atau Kontrol
Negatif dengan cara sebagai berikut: Masukan Sampel ke
dalam labu tentukur 100-ml bertutup kaca yang terbuat
dari kaca Tipe I, dan tambahkan lebih kurang 70 ml Air
untuk injeksi P. Kocok selama lebih kurang 30 detik dan
buang airnya, ulangi pencucian dan keringkan potongan
sampel untuk ekstraksi dengan Minyak Nabati dalam
oven pada suhu tidak lebih dari 50°. [Catatan Tidak
boleh membersihkan Sampel dengan kain kering atau
basah atau dengan membilas atau mencuci dengan
pelarut organik, surfaktan, dsb.]
Tabel 3 Luas Permukaan Spesimen yang dipakai 1*
Bentuk Bahan Ketebalan Jumlah Sampel untuk setiap 20 ml
Media Ekstraksi
Dibagi menjadi
Film atau lembaran < 0,5 mm Setara dengan luas permukaan total 120
cm2 (kedua sisi)
Strip kira-kira 5 x 0,3 cm
0,5 – 1 mm Setara dengan luas permukaan total 60
cm2 (kedua sisi)
Pipa/tabung < 0,5 mm
(dinding)
Panjang (dalam cm) = 120 cm2/
(jumlah keliling diameter dalam dan
diameter luar)
Potongan kira-kira 5 x 0,3 cm
0,5 – 1 mm
(dinding)
Panjang (dalam cm) = 60 cm2/(jumlah
keliling diameter dalam dan diameter
luar)
Lempengan, pipa/tabung
dan bahan cetakan
> 1 mm Setara dengan luas permukaan total 60
cm2 (semua permukaan yang terpapar)
Potongan sampai kira-kira
5 x 0,3 cm
Elastomer > 1 mm Setara dengan luas permukaan total 25
cm2 (semua permukaan yang terpapar)
Tidak boleh dibagi2*
1* Bila luas permukaan tidak dapat ditentukan sebab konfigurasi spesimen, pakailah 0,1 g elastomer
atau 0,2 g plastik atau polimer lain untuk setiap 1 ml cairan ekstraksi.
2* Tutup elastomer cetakan diuji utuh.
- 1418 -
Penyiapan ekstrak Masukkan Sampel uji yang telah
disiapkan ke dalam wadah ekstraksi dan tambahkan 20 ml
media ekstraksi yang sesuai. Ulangi cara ini untuk setiap
media ekstraksi yang diperlukan untuk uji. Juga siapkan
20 ml blangko setiap media untuk penyuntikan paralel
dan dengan cara yang sama sebagai pembanding.
Ekstraksi dengan memanaskan dalam otoklaf pada suhu
121° selama 60 menit, dalam oven pada suhu 70° selama
24 jam, atau pada suhu 50° selama 72 jam. Biarkan cairan
dalam wadah beberapa lama untuk mencapai suhu
ekstraksi.
[Catatan Kondisi ekstraksi tidak boleh menyebabkan
perubahan fisik seperti fusi atau lelehnya potongan
Sampel, yang menyebabkan berkurangnya luas
permukaan yang tersedia. Sedikit perlengketan antara
potongan sampel dapat diterima. Masukkan potongan
yang telah dibersihkan satu per satu ke dalam media.
Bila dipakai tabung biakan bertutup ulir untuk
ekstraksi dalam otoklaf dengan Minyak Nabati, tutup ulir
harus cukup rapat dengan pita peka tekanan.]
Dinginkan sampai kira-kira suhu kamar namun tidak
kurang dari 20°, kocok kuat selama beberapa menit dan
segera enaptuangkan setiap ekstrak secara aseptik ke
dalam wadah kering dan steril. Simpan ekstrak pada suhu
antara 20° dan 30°, dan jangan dipakai untuk uji
sesudah lebih dari 24 jam. Hal yang penting yaitu kontak
antara media ekstraksi dengan daerah permukaan plastik
yang tersedia, waktu dan suhu selama ekstraksi,
pendinginan yang semestinya, pengocokan dan proses
enap tuang, dan penanganan aseptik serta penyiapan
ekstrak sesudah ekstraksi.
Uji Injeksi Sistemik
Uji ini dirancang untuk menilai respons sistemik
terhadap ekstrak bahan uji sesudah disuntikkan pada
mencit.
Hewan uji pakailah mencit putih sehat dan belum
pernah dipakai sebelumnya, bobot tubuh antara 17 g
dan 23 g. Untuk setiap kelompok uji pakailah mencit dari
sumber yang sama. Air dan makanan yang biasa
dipakai untuk hewan percobaan laboratorium dengan
komposisi yang telah diketahui, diberikan secukupnya.
procedure [Catatan Kocok kuat-kuat setiap ekstrak
sebelum disuntikkan, untuk memastikan bahwa bahan
yang terekstraksi terbagi rata. Akan namun , partikel yang
terlihat tidak boleh disuntikkan secara intravena.] Suntik
masing-masing 5 ekor mencit dari kelompok uji dengan
Sampel atau Blangko seperti tertera pada Tabel 3, kecuali
untuk setiap gram ekstrak Sampel yang dibuat dengan
Polietilen Glikol 400 dan blangko, encerkan dengan 4,1
bagian volume Larutan Injeksi Natrium Klorida untuk
memperoleh larutan dengan kadar lebih kurang 200 mg
polietilen glikol per ml.
Amati hewan uji segera sesudah penyuntikan, sesudah
4 jam, dan lalu sekurang-kurangnya sesudah 24 jam,
48 jam dan 72 jam. Bila selama masa observasi tidak
satupun di antara hewan yang diberi ekstrak Sampel
menampilkan reaktivitas biologik yang lebih besar secara
menonjol dibanding hewan yang memperoleh Blangko,
maka Sampel memenuhi persyaratan uji. Bila 2 ekor atau
lebih mencit mati, atau bila terlihat perilaku abnormal
seperti konvulsi atau prostasi pada 2 ekor mencit atau
lebih, atau bila terjadi penurunan bobot tubuh lebih dari
2 g pada 3 ekor mencit atau lebih, maka Sampel tidak
memenuhi persyaratan uji. Bila hewan yang diberi
Sampel ada yang memperlihatkan sedikit tanda-tanda
reaktivitas biologik dan tidak lebih dari 1 ekor hewan
memperlihatkan gejala reaktivitas biologik yang nyata
atau mati, ulangi uji dengan memakai kelompok
yang terdiri dari 10 ekor mencit. Pada uji ulang, ke 10
ekor hewan yang diberi Sampel tidak boleh
memperlihatkan reaktivitas biologik yang lebih besar
secara menonjol dibanding hewan yang diberi Blangko
selama periode pengamatan.
Tabel 4 procedure Injeksi - Uji Injeksi Sistemik
Ekstrak atau Blangko Dosis
per kg
Cara
Pemberian*
Kecepatan
Injeksi,
l/detik
Injeksi Natrium Klorida 50 ml IV 100
Larutan 1 dalam 20
Etanol P dalam Injeksi
Natrium Klorida
50 ml IV 100
Polietilen Glikol 400 10 g IP -
Zat pembawa sediaan
obat (bila perlu)
50 ml IV 100
Minyak Nabati 50 ml IP -
*IV = intravena (sampel dan blangko dalam pembawa air)
IP = intraperitoneal (sampel dan blangko dalam
pembawa minyak)
Uji Intrakutan
Uji ini dirancang untuk menilai respons lokal terhadap
ekstrak bahan uji sesudah penyuntikan intrakutan pada
kulit kelinci.
Hewan Uji Pilih kelinci albino sehat dan berkulit tipis
dan bulunya dapat dicukur pendek dan kulitnya bebas
dari iritasi mekanis atau trauma. Dalam memperlakukan
hewan uji, tempat penyuntikan jangan disentuh selama
waktu pengamatan, kecuali untuk membedakan antara
edema dan residu minyak ikan [Catatan Kelinci yang
sebelumnya dipakai untuk uji yang tidak berhubungan,
misalnya Uji Pirogen <231>, dan yang telah mendapat
masa istirahat yang ditentukan, boleh dipakai untuk
uji asal kulitnya bersih dan tidak cacat.]
procedure [Catatan Kocok kuat-kuat setiap ekstrak
sebelum disuntikkan, untuk memastikan bahwa bahan
yang terekstraksi terbagi rata.] Pada hari uji, cukur bulu
bagian punggung hewan uji pada kedua sisi tulang
belakang sampai diperoleh daerah uji yang cukup. Hindari
iritasi mekanis dan trauma. Bersihkan rambut yang lepas
dengan pompa hisap. Bila perlu seka kulit dengan etanol
encer dan keringkan sebelum disuntik. Lebih dari satu
ekstrak dari bahan tertentu dapat dipakai untuk tiap
ekor kelinci, bila telah dipastikan bahwa hasil uji tidak
akan dipengaruhi. Untuk setiap Sampel pakailah 2 ekor
hewan dan suntik masing-masing hewan secara intrakutan
- 1419 -
dengan memakai satu sisi hewan untuk Sampel dan
sisi lainnya untuk Blangko, seperti tertera pada Tabel 4.
Tabel 5 Uji Intrakutan
Ekstrak atau
Blangko
Jumlah tempat
penyuntikan
(per ekor)
Dosis, l per
tempat
penyuntikan
Sampel 5 200
Blangko 5 200
[Catatan Encerkan setiap gram ekstrak Sampel yang
dibuat dengan Polietilen Glikol 400, dan Blangko,
dengan 7,4 volume Injeksi Natrium klorida untuk
memperoleh larutan dengan kadar lebih kurang 120 mg
polietilen glikol per ml].
Amati tempat penyuntikan terhadap adanya reaksi
jaringan seperti eritema, edema, dan nekrosis. Bila perlu,
seka kulit perlahan-lahan dengan etanol encer untuk
membantu pengamatan. Amati semua hewan pada 24
jam, 48 jam dan 72 jam sesudah penyuntikan. Berikan
skor penilaian untuk ekstrak Sampel dan Blangko
ditentukan pada setiap interval penilaian (24 jam, 48 jam
dan 72 jam) untuk setiap ekor kelinci. sesudah penilaian
72 jam, semua skor eritema ditambah skor edema
dijumlah untuk masing-masing Sampel dan Blangko.
Bagi masing-masing jumlah dengan 12 (2 hewan x 3
waktu penilaian x 2 kategori penilaian) untuk
menentukan skor rata-rata keseluruhan untuk setiap
Sampel versus setiap Blangko. Persyaratan uji dipenuhi
jika perbedaan skor rata-rata antara Sampel dan Blangko
tidak lebih dari 1,0, bila pada waktu pengamatan reaksi
rata-rata lebih besar secara meragukan dari reaksi data-
data Blangko, ulangi uji dengan memakai 3 ekor
kelinci tambahan. Persyaratan uji dipenuhi bila perbedaan
skor rata-rata antara Sampel dan Blangko tidak lebih dari 1,0.
Uji Implantasi
Uji implantasi dirancang untuk menilai bahan plastik
dan polimer lain yang kontak langsung dengan jaringan
hidup. Hal yang penting yaitu penyiapan strip
implantasi dan implantasi secara tepat dengan kondisi
aseptik. Siapkan untuk implantasi 8 strip Sampel dan 4
strip Plastik Kontrol Negatif BPFI. Setiap strip harus
berukuran tidak kurang dari 10 mm x 1 mm. Tepi strip
harus sehalus mungkin untuk menghindarkan trauma
mekanis tambahan sewaktu implantasi. Strip dengan
ukuran minimum tertentu diimplantasi memakai
jarum hipodermik (ukuran 15 sampai 19) dengan ujung
intravena dan trokar steril. pakailah jarum steril untuk
tempat memasukkan strip plastik steril secara aseptik,
atau masukkan setiap strip bersih ke dalam jarum, kanula
dan bagian tengahnya dilindungi oleh penutup yang
sesuai, dan lalu lakukan procedure sterilisasi yang
sesuai. [Catatan Bila dipakai etilen oksida, diperlukan
jangka waktu yang cukup untuk menghilangkan gas
dengan sempurna.]
Hewan Uji Pilih kelinci dewasa sehat dengan bobot
tubuh tidak kurang dari 2,5 kg, dan otot paravertebralnya
cukup besar untuk diimplantasi dengan strip uji. Jangan
memakai jaringan otot lain selain otot paravertebral.
Hewan harus dianestesi dengan bahan anestesi yang biasa
dipakai sampai derajat yang cukup dalam untuk
mencegah gerakan otot, seperti berkedut.
procedure Lakukan uji dalam ruangan bersih. Pada hari
uji atau sampai 20 jam sebelum uji dilakukan, cukur bulu
kelinci pada kedua sisi tulang belakang. Bersihkan
rambut yang lepas dengan pompa hisap. Seka kulit
dengan etanol encer dan keringkan kulit sebelum
disuntik.
Implantasi 4 strip Sampel ke dalam otot paravertebral
pada satu sisi tulang belakang masing-masing dari kedua
kelinci, 2,5 sampai 5 cm dari garis tengah sejajar dengan
tulang belakang, dan terpisah lebih kurang 2,5 cm satu
sama lain. Dengan cara yang sama implantasi 2 strip
Plastik Kontrol Negatif BPFI ke dalam otot paravertebral
sisi yang berlawanan dari setiap kelinci. Masukkan stilet
steril ke dalam jarum untuk menahan strip implan dalam
jaringan sewaktu menarik jarum. Bila terjadi pendarahan
yang berlebihan sesudah implantasi masukkan strip kedua
di tempat lain.
Pelihara hewan ini selama tidak kurang dari 120
jam, dan korbankan pada akhir waktu pengamatan dengan
memberi dosis berlebihan bahan anestesi atau bahan
lain yang sesuai. Tunggu beberapa waktu sampai jaringan
dapat dipotong tanpa menimbulkan pendarahan. Periksa
secara makroskopik daerah jaringan sekitar bagian tengah
dari setiap strip implan. pakailah kaca pembesar dan
sumber cahaya tambahan. Amati tempat implantasi
Sampel dan Kontrol terhadap terjadinya pendarahan,
nekrosis, perubahan warna, dan infeksi lalu catat
hasil pengamatan. Ukur enkapsulasi, bila ada dengan
mengukur lebar kapsul (tepi rongga yang ditempati
implan Kontrol atau Sampel ke bagian tepi kapsul)
bulatkan sampai 0,1 mm. Beri skor untuk enkapsulasi
sesuai dengan Tabel 6.
Hitung perbedaan antara skor rata-rata Sampel dan
Kontrol. Persyaratan dipenuhi bila perbedaan tidak
melebihi 1,0 atau bila perbedaan antara skor rata-rata
Sampel dan Kontrol untuk lebih dari satu di antara empat
tempat implantasi tidak lebih dari 1 untuk semua hewan
yang diimplantasi.
Tabel 6 Penilaian Enkapsulasi dalam
Uji Implantasi
Lebar kapsul Skor
Tidak ada 0
sampai 0,5 mm 1
0,6 – 1,0 mm 2
1,1 – 2,0 mm 3
Lebih dari 2,0 mm 4
- 1420 -
UJI KEAMANAN SECARA BIOLOGI
Uji keamanan yang dimaksud ditujukan untuk
mendeteksi suatu bahan yang tidak diharapkan,
reaktivitas secara biologi yang tidak dapat diterima. Uji
secara in vivo ini disiapkan untuk penilaian keamanan
secara biologi dan produk derivat bioteknologi.
Uji Keamanan
Pilih 5 ekor mencit sehat yang belum pernah
dipakai untuk pengujian, bobot tubuh antara 15 - 23 g,
kecuali ditentukan lain dalam masing-masing monografi
atau di tempat lain dalam bab ini, dan pelihara dengan
diet seimbang yang cukup. Siapkan larutan uji seperti
tertera dalam masing-masing monografi. Kecuali bila
ditentukan lain dalam masing-masing monografi atau di
tempat lain dalam bab ini, suntikkan secara intravena satu
dosis 0,5 ml larutan uji pada masing-masing mencit
memakai jarum ukuran 26 dengan panjang sesuai,
atau panjang ditentukan di bawah ini. Amati hewan uji
selama 48 jam sesudah penyuntikan. Persyaratan uji
dipenuhi, bila pada akhir 48 jam, semua hewan hidup dan
tidak lebih dari satu ekor hewan menampilkan gejala
reaksi yang tidak biasa diharapkan dari derajat toksisitas
yang berhubungan dengan bahan ini . Bila satu atau
lebih hewan mati atau bila lebih dari satu ekor hewan
menampilkan tanda toksisitas abnormal atau toksisitas
yang tidak diinginkan dari bahan uji, ulangi uji
memakai sedikitnya 10 ekor mencit lain yang serupa
dengan yang dipakai pada uji awal, namun bobot tubuh
20±1 g. Dalam masalah lain, bila semua hewan hidup
selama 48 jam dan tidak menampilkan gejala yang
menampilkan indikasi toksisitas abnormal atau toksisitas
yang tidak seharusnya dari bahan ini , persyaratan uji
dipenuhi.
Untuk bahan biologi, lakukan uji memakai tidak
kurang dari 2 ekor mencit yang serupa seperti dijelaskan
di atas, namun bobot tubuh kurang dari 22 g dan tidak
kurang dari 2 ekor marmut sehat dengan bobot tubuh
kurang dari 400 g. Kecuali bila ditentukan lain dalam
masing-masing monografi, untuk sediaan cair atau
sediaan beku kering yang telah direkonstitusi seperti
tertera pada etiket, suntikan 0,5 ml secara intraperitoneal
pada setiap mencit, dan suntikan 0,5 ml secara
intraperitoneal pada setiap marmut. Untuk sediaan beku
kering yang volume konstitusi tidak tertera pada etiket,
atau untuk sediaan bukan cairan selain sediaan beku
kering, lakukan uji memakai cara pemberian, dosis
uji dan pelarut yang disetujui oleh institusi yang
berwewenang, berdasarkan cukup bukti yang
menampilkan bahwa uji ini memiliki kepekaan yang
sama atau lebih besar dari uji yang diuraikan di atas.
Amati hewan uji selama masa pengamatan minimum 7
hari. Bila semua hewan dapat melewati periode uji, tidak
menampilkan respons yang tidak spesifik atau tidak
diharapkan dari sediaan ini yang mungkin
menampilkan perbedaan kualitas sediaan dan bobot tubuh
tidak berkurang pada akhir masa pengamatan dibanding
pada waktu penyuntikan, persyaratan uji dipenuhi. Bila
bahan ini tidak memenuhi persyaratan uji, ulangi
seperti pada uji awal, dengan satu atau kedua spesies
yang dipakai pada uji yang tidak memenuhi
persyaratan. Bila hewan memenuhi kriteria yang
ditentukan untuk uji awal, bahan ini memenuhi
persyaratan uji. Bila bahan ini tidak memenuhi
persyaratan sesudah uji ulang pertama, dan tidak kurang
dari 50% dari jumlah hewan pada uji awal dan uji ulang
pertama, dari spesies yang tidak memenuhi persyaratan,
dapat melewati masa pengamatan, uji ulang kedua dapat
dilakukan. pakailah 2 kali jumlah hewan dari spesies
yang sesuai yang dipakai pada uji awal. Bila hewan
memenuhi kriteria yang ditentukan untuk uji awal,
persyaratan uji dipenuhi.
IDENTIFIKASI BASA NITROGEN ORGANIK
<261>
Cara ini dipakai untuk identifikasi senyawa amin
tersier.
Jika zat berupa ruahan, larutkan 50 mg zat dalam 25 ml
asam klorida 0,01 N. Untuk bentuk sediaan tablet atau
kapsul, timbang beberapa serbuk setara dengan 50 mg
zat, kocok dengan 25 ml asam klorida 0,01 N selama 10
menit. Pindahkan larutan ke dalam corong pisah, saring
jika perlu, bilas penyaring dan sisa beberapa kali dengan
sedikit air. Dalam corong pisah kedua larutkan 50 mg
Baku Pembanding Farmakope negara kita yang sesuai
dalam 25 ml asam klorida 0,01 N. Pada masing-masing
larutan tambahkan 2 ml natrium hidroksida 1 N dan 4 ml
karbon disulfida P dan kocok selama 2 menit. Jika perlu
sentrifus, sampai lapisan bawah menjadi jernih, saring
melalui penyaring kering, kumpulkan filtrat dalam labu
kecil bersumbat kaca.
Segera ukur serapan inframerah dari masing-masing
filtrat pada panjang gelombang antara 7 μm dan 15 μm
menggunkaan sel 1 mm dengan karbon disulfida P
sebagai blangko. Spektrum serapan inframerah Larutan
uji menampilkan maksimum pada bilangan gelombang
yang sama seperti pada Larutan baku.
IDENTIFIKASI TETRASIKLIN <271>
Cara kromatografi berikut ini dipakai untuk
memastikan identitas zat golongan tetrasiklin seperti
doksisiklin, oksitetrasiklin dan tetrasiklin, dan untuk
memastikan identitasnya dalam sediaan. Ada dua cara
yaitu kromatografi kertas (Metode I) dan kromatografi
lapis tipis (Metode II). Kecuali dinyatakan lain dalam
masing-masing monografi, pakailah Metode I.
Larutan baku Kecuali dinyatakan lain dalam masing-
masing monografi, larutkan Baku Pembanding
Farmakope negara kita untuk zat yang akan diidentifikasi
dalam pelarut yang sama dan kadar yang sama seperti
pada Larutan uji.
Larutan uji Lakukan seperti tertera pada masing-
masing monografi.
- 1421 -
Metode I
Dapar pH 3,5 Larutkan 13,4 g asam sitrat anhidrat P
dan 16,3 g natrium fosfat dibasa P dalam 1000 ml air,
campur.
tahap gerak Buat campuran segar kloroform P-
nitrometan P-piridin P (10:20:3).
Larutan uji campuran Buat campuran sama banyak
Larutan uji dan Larutan baku.
Kertas kromatografi Buat garis penotolan 2,5 cm dari
tepi bawah kertas saring (Whatman nomor 1 atau sejenis)
20 x 20 cm. Impregnasi kertas dengan Dapar pH 3,5
dengan cara mencelupkan ke dalam wadah, hilangkan
sisa pelarut dengan menekan kertas saring diantara dua
kertas penyerap yang tidak berfluoresensi.
procedure Totolkan secara terpisah masing-masing 2 l
Larutan baku, Larutan uji dan Larutan uji campuran
dengan jarak 1,5 cm. Diamkan sampai agak kering.
Masukkan kertas ke dalam bejana untuk kromatografi
menaik, yang telah berisi tahap gerak setinggi 0,6 cm,
seperti tertera pada Kromatografi <931>. Biarkan tahap
gerak merambat lebih kurang 10 cm. Angkat kertas dan
uapi dengan dengan uap amonia. Amati kromatogram di
bawah cahaya Ultra Violet dengan panjang gelombang
366 nm. Catat bercak utama yang berfluoresensi kuning.
Harga Rf bercak utama Larutan uji dan Larutan uji
campuran sesuai dengan bercak utama Larutan baku.
Metode II
Larutan resolusi Kecuali dinyatakan lain dalam
masing-masing monografi, buat larutan dalam metanol P
yang mengandung masing-masing 0,5 mg per ml
Klortetrasiklin Hidroklorida BPFI, Doksisiklin Hiklat
BPFI, Oksitetrasiklin BPFI danTetrasiklin Hidroklorida
BPFI.
tahap gerak Campuran asam oksalat 0,5 M, yang telah
diatur pH sampai 2,0 dengan penambahan amonium
hidroksida P-asetonitril P-metanol P (80:20:20).
Lempeng kromatografi pakailah lempeng
kromatografi yang dilapisi dengan campuran silika gel
teroktilsilanisasi P setebal 0,25 mm, aktifkan lempeng
pada suhu 130º selama 20 menit, dinginkan dan pakailah
selagi masih hangat.
procedure Lakukan seperti tertera pada Kromatografi
<931>. Totolkan secara terpisah masing-masing 1 l
Larutan baku, Larutan uji dan Larutan resolusi. Diamkan
sampai kering. Masukkan lempeng ke dalam bejana
kromatografi, sampai merambat lebih kurang tiga per
empat tinggi lempeng. Angkat lempeng, tandai batas
rambat, diamkan pada udara kering. Uapi dengan uap
amoniak selama 5 menit, segera amati di bawah cahaya
Ultra violet dengan panjang gelombang 366 nm. Terjadi
pemisahan sempurna pada bercak Larutan resolusi dan
bercak utama Larutan uji memiliki Rf, intensitas dan
penampakan yang sama seperti pada Larutan baku.
IDENTIFIKASI SECARA KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS <281>
procedure UMUM
procedure berikut dapat dipakai untuk membantu dalam
melakukan verifikasi identitas suatu zat aktif dan bentuk
sediaannya.
Buat Larutan uji seperti tertera pada masing-masing
monografi. Pada garis sejajar dan berjarak lebih kurang 2
cm dari tepi lempeng kromatografi lapis tipis campuran
silika gel setebal 0,25 mm dan mengandung zat
berfluorosensi yang sesuai seperti tertera pada
Kromatografi <931>, totolkan masing-masing 10 l
Larutan uji dan Larutan baku yang dibuat dari Baku
Pembanding FI sesuai dengan zat yang diidentifikasi,
dalam pelarut dan kadar yang sama dengan Larutan uji,
kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi.
Biarkan totolan mengering, kecuali dinyatakan lain dalam
masing-masing monografi, eluasi dengan tahap gerak
campuran kloroform P-metanol P-air (180:15:1), sampai
tahap gerak merambat lebih kurang tiga perempat tinggi
lempeng. Angkat lempeng, tandai batas rambat dan
biarkan tahap gerak menguap. Kecuali dinyatakan lain
dalam masing-masing monografi, amati lempeng di
bawah cahaya Ultra Violet 254 nm. Harga Rf bercak
utama Larutan uji sesuai dengan Larutan baku.
procedure UNTUK BASITRASIN,
NEOMISIN DAN POLIMIKSIN B
procedure kromatografi lapis tipis berikut dapat dipakai
untuk membantu dalam melakukan verifikasi identitas zat
aktif basitrasin, neomisin, dan polimiksin B dan dalam
bentuk sediaan tunggal dan dalam campuran dua atau tiga
komponen.
Buat Larutan uji berikut kecuali dinyatakan lain dalam
masing-masing monografi.
Larutan uji
Untuk senyawa obat Larutkan beberapa basitrasin, zink
basitrasin, neomisin sulfat, atau polimiksin B sulfat dalam
asam klorida 0,1 N sampai kadar masing-masing lebih
kurang 500 unit basitrasin FI per ml; 3,5 mg neomisinper
ml, atau 10.000 unit polimiksin B FI per ml.
Untuk larutan Encerkan larutan yang mengandung
neomisin dan polimiksin B dengan asam klorida 0,1 N
sampai kadar setara dengan lebih kurang 3,5 mg neomisin
per ml. Untuk larutan yang mengandung polimiksin B
namun tidak mengandung neomisin, encerkan larutan
dengan asam klorida 0,1 N sampai kadar lebih kurang
10.000 unit polimiksin B FI per ml.
Untuk krim, losio, dan salep Untuk krim, losio, atau
salep mengandung basitrasin atau zink basitrasin,
pindahkan setara dengan lebih kurang 500 unit basitrasin
FI, ke dalam tabung sentrifuga15 ml. Untuk krim, losio,
atau salep yang mengandung neomisin tapi tidak
mengandung basitrasin atau zink basitrasin, pindahkan
setara dengan lebih kurang 3,5 mg neomisin per ml ke
dalam tabung sentrifuga 15 ml. Tambahkan 4 ml
- 1422 -
kloroform P ke dalam tabung sentrifuga, kocok baik
untuk mendispersikan krim, losio, atau salep. Tambahkan
1 ml asam klorida 0,1 N, vorteks selama 4 menit,
sentrifus, dan pakailah beningan.
[Catatan Larutan uji modifikasi seperti tertera pada
procedure modifikasi dapat dipakai sebagai pengganti
Larutan uji.]
Larutan baku basitrasin Larutkan beberapa Zink
Basitrasin BPFI dalam asam klorida 0,1 N sampai kadar
lebih kurang 500 unit Basitrasin FI per ml.
Larutan baku neomisin Larutkan beberapa Neomisin
Sulfat BPFI dalam asam klorida 0,1 N sampai kadar lebih
kurang 3,5 mg neomisin (basa) per ml.
Larutan baku polimiksin B Larutkan beberapa
Polimiksin B Sulfat BPFI dalam asam klorida 0,1 N
sampai kadar lebih kurang 10.000 unit Polimiksin B FI
per ml. Jika sediaan mengandung basitrasin atau zink
basitrasin, larutkan beberapa Polimiksin B Sulfat BPFI
dalam asam klorida 0,1 N sampai kadar lebih kurang 500J
unit Polimiksin sulfat FI per ml. J yaitu perbandingan
jumlah unit Polimiksin B FI dengan jumlah unit
Basitrasin FI dalam tiap g krim, losio, atau salep yang
tertera pada etiket.
tahap gerak Campuran metanol P-isopropil alkohol P-
metilen klorida P-amonium hidroksida P-air
(4:2:2:2:1,5).
procedure Totolkan masing-masing 10 l Larutan uji
dan masing-masing Larutan baku yang sesuai, pada tepi
lempeng kromatografi campuran silika gel setebal
0,25 mm dan mengandung zat berfluorosensi yang sesuai
seperti tertera pada Kromatografi <931>. Masukkan
lempeng ke dalam bejana kromatografi yang telah
dijenuhkan dengan tahap gerak, eluasi dengan tahap gerak
sampai tahap gerak merambat tiga perempat tinggi
lempeng. Angkat lempeng, tandai batas rambat dan
keringkan pada suhu 105º selama 10 menit. Semprot
lempeng dengan larutan ninhidrin 0,2% dalam butil
alkohol P, dan panaskan pada 105º selama 5 menit. Harga
Rf masing-masing bercak utama kromatogram Larutan uji
sesuai dengan Larutan baku yang sesuai untuk setiap zat
aktif yang tertera pada etiket. Jika kromatogram Larutan
uji menghasilkan kromatogram dengan penotolan yang
berlebih, lakukan seperti tertera pada procedure
modifikasi.
procedure modifikasi Pipet Larutan uji ke dalam
tabung sentrifuga 15 ml, tambahkan 10 ml larutan asam
pikrat P jenuh (1,2% b/v), vorteks selama 1 menit,
sentrifus selama 10 menit, dan buang beningan. Cuci
residu beberapa kali, tiap kali dengan 1 ml air sampai air
cucian tidak berwarna kuning. Buang air cucian, dan
keringkan residu dengan aliran nitrogen P pada suhu 50º.
Larutkan residu dalam 1 ml aseton P, tambahkan 1 ml
larutan asam sulfat P dalam aseton P (1 dalam 100) yang
dibuat segar, kocok, sentrifus selama 5 menit, dan buang
beningan. Bilas residu dengan 1 ml aseton P, sentrifus
sebentar, buang cucian. Ulangi pencucian sampai air
cucian tidak berwarna kuning. Keringkan residu dengan
aliran nitrogen P pada suhu 50º. Larutkan residu dalam
0,5 ml asam klorida 0,1 N (Larutan uji modifikasi).
Ulangi penetapan seperti tertera pada procedure
memakai Larutan uji modifikasi menggantikan
Larutan uji. Harga Rf masing-masing bercak utama
kromatogram Larutan uji modifikasi sesuai dengan
Larutan baku untuk zat aktif atau masing-masing zat aktif
yang tertera pada etiket.
UJI IDENTIFIKASI UMUM <291>
Berikut ini cara uji yang sering dipakai untuk
identifikasi zat yang tertera dalam Farmakope.
[Catatan Uji ini tidak dimaksudkan untuk dilakukan
terhadap campuran zat, kecuali jika dinyatakan demikian.]
Aluminium
A. Tambahkan amonium hidroksida 6 N ke dalam
larutan garam aluminium: terbentuk endapan berupa gel
putih yang tidak larut dalam amonium hidroksida 6 N
berlebih.
B. Tambahkan natrium hidroksida 1 N atau natrium
sulfida LP ke dalam larutan garam aluminium: terbentuk
endapan berupa gel putih yang larut dalam natrium
hidroksida 1 N atau natrium sulfida LP berlebih.
Amonium Tambahkan natrium hidroksida 1 N
berlebih ke dalam garam amonium: terjadi uap amoniak
yang dapat dikenal dari baunya dan mengubah warna
kertas lakmus merah P menjadi biru. Hangatkan larutan
untuk mempercepat reaksi.
Antimon Tambahkan hidrogen sulfida LP ke dalam
larutan senyawa antimon(III) yang sudah diasamkan
dengan asam klorida P: terbentuk endapan jingga
antimon sulfida yang tidak larut dalam amonium hi-
droksida 6 N, namun larut dalam amonium sulfida LP.
Asetat
A. Hangatkan asam asetat atau garamnya dengan asam
sulfat P dan etanol P: terjadi etil asetat yang dapat
dikenal dari baunya yang khas.
B. Tambahkan besi(III) klorida LP ke dalam larutan
asetat netral: terjadi warna merah tua yang rusak dengan
penambahan asam mineral.
C. Panaskan dengan beberapa yang sama asam oksalat
P: terjadi uap asam dengan bau khas asam asetat.
D. Larutkan 20 sampai 40 mg dalam 3 ml air,
tambahkan berturut-turut 0,25 ml larutan lantanum nitrat
P 5%, 0,1 ml iodum 0,1 N dan 0,05 ml amonium
hidroksida 2 N. Panaskan campuran sampai mendidih,
sesudah beberapa menit: terbentuk endapan biru atau
larutan warna biru tua.
Barium
A. Tambahkan asam sulfat 2 N ke dalam larutan garam
barium: terbentuk endapan putih yang tidak larut dalam
asam klorida P dan dalam asam nitrat P.
B. Garam barium memberi nyala hijau ke-kuningan
dalam nyala api yang tidak berwarna, dan jika dilihat
melalui kaca hijau nyala berwarna biru.
- 1423 -
Benzoat
A. Tambahkan besi(III) klorida LP ke dalam larutan
netral benzoat: terbentuk endapan merah muda
kekuningan.
B. Asamkan larutan pekat benzoat dengan asam sulfat
2 N: terbentuk endapan asam benzoat yang mudah larut
dalam eter P.
Besi Tambahkan amonium sulfida LP ke dalam
larutan senyawa besi(II) atau besi(III): terbentuk
endapan hitam yang larut dalam asam klorida 3 N dingin
dengan membebaskan hidrogen sulfida.
Garam besi(III)
A. Tambahkan kalium heksasianoferat(II) LP ke dalam
larutan asam dari garam besi(III): terbentuk endapan biru
tua.
B. Tambahkan natrium hidroksida 1 N berlebih: ter-
bentuk endapan cokelat kemerahan.
C. Tambahkan amonium tiosianat LP ke dalam larutan
garam besi(III): terjadi warna merah tua yang tidak rusak
oleh penambahan asam mineral encer.
Garam besi(II)
A. Tambahkan kalium heksasianoferat(III) LP ke
dalam larutan garam besi(II): terbentuk endapan biru tua
yang tidak larut dalam asam klorida 3 N, namun terurai
oleh natrium hidroksida 1 N.
B. Tambahkan natrium hidroksida 1 N ke dalam
larutan garam besi(II): terbentuk endapan putih kehijauan
yang dengan cepat berubah menjadi hijau dan lalu
cokelat jika dikocok.
Bikarbonat Lakukan seperti tertera pada Karbonat.
Bismut
A. Larutkan garam bismut dalam asam nitrat P atau
asam klorida P sedikit berlebih: terbentuk endapan putih
pada pengenceran dengan air. Tambahkan hidrogen sulfi-
da LP atau natrium sulfida LP: endapan menjadi cokelat
yang larut dalam campuran hangat asam nitrat P dan air
volume sama.
B. Pada 40 sampai 50 mg zat tambahkan 10 ml asam
nitrat 2 N, didihkan selama 1 menit, biarkan dingin dan
saring jika perlu. Pada 5 ml filtrat, tambahkan 2 ml
larutan tiourea P 10%: terbentuk endapan jingga
kekuningan. Tambahkan 4 ml larutan natrium fluorida P
2,5 %: warna larutan tidak hilang selama 30 menit.
Bisulfit Lakukan seperti tertera pada Sulfit.
Borat
A. Asamkan 1 ml larutan borat dengan asam klorida P
sampai bereaksi asam terhadap lakmus. Tambahkan
3 atau 4 tetes larutan jenuh iodum LP dan 3 atau 4 tetes
larutan polivinil alkohol P (1 dalam 50): terjadi warna
biru intensif.
B. Tambahkan asam sulfat P dan metanol P, campur,
lalu bakar: terjadi nyala api bertepi hijau.
Bromida
A. Tambahkan klor LP tetes demi tetes ke dalam
larutan bromida: terjadi brom bebas yang larut dalam
kloroform P pada pengocokan, lapisan kloroform
berwarna merah sampai cokelat kemerahan.
B. Tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan
bromida: terbentuk endapan putih kekuningan yang
tidak larut dalam asam nitrat P dan sedikit larut dalam
amonium hidroksida 6 N.
C. Ke dalam beberapa zat uji setara dengan lebih
kurang 5 mg ion bromida di dalam tabung reaksi kecil
tambahkan 0,25 ml air, lebih kurang 75 mg timbal(IV)
oksida P dan 0,25 ml asam asetat 5 N, kocok perlahan-
lahan. Keringkan bagian dalam atas tabung dengan kertas
saring dan biarkan selama 5 menit. Celup secarik kertas
saring dalam setetes magenta dekolorisasi LP dan segera
masukkan ke dalam tabung reaksi: terjadi warna ungu
dalam 10 detik dimulai dari ujung kertas saring, yang
dapat dibedakan dari warna merah magenta, yang terlihat
sedikit pada ujung kertas saring.
Fosfat [Catatan Jika pada monografi dinyatakan
untuk uji Fosfat, lakukan penetapan memakai uji
ortofosfat, jika tidak dinyatakan atau jika dilakukan
pemijaran sebelum dilakukan uji pakailah uji pirofosfat.]
Ortofosfat
A. Tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan netral
ortofosfat: terbentuk endapan kuning yang larut dalam
asam nitrat 2 N dan dalam amonium hidroksida 6 N.
B. Tambahkan amonium molibdat LP ke dalam larutan
asam dari ortofosfat: terbentuk endapan kuning yang larut
dalam amonium hidroksida 6 N.
Pirofosfat
A. Tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan
pirofosfat yang diperoleh dari pemijaran: terbentuk
endapan putih yang larut dalam asam nitrat 2 N dan
dalam amonium hidroksida 6 N.
B. Tambahkan amonium molibdat LP: terbentuk
endapan kuning yang larut dalam amonium hidroksida 6 N.
Hipofosfit
A. Panaskan kuat-kuat: segera terbentuk fosfin yang
mudah terbakar.
B. Tambahkan raksa(II) klorida LP ke dalam larutan
hipofosfit: terbentuk endapan putih yang berubah menjadi
abu-abu pada hipofosfit berlebih.
C. Asamkan larutan hipofosfit dengan asam sulfat P,
hangatkan dengan tembaga(II) sulfat LP: terbentuk
endapan merah.
lodida
A. Tambahkan klor LP tetes demi tetes ke dalam
larutan iodida: terjadi iodum bebas yang memberi warna
kuning sampai merah pada larutan. Kocok larutan dengan
kloroform P: lapisan kloroform menjadi ungu. Iodum
yang dibebaskan juga memberi warna biru dengan
kanji LP.
B. Tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan
- 1424 -
iodida: terbentuk endapan kuning menggumpal seperti
dadih yang tidak larut dalam asam nitrat P dan dalam
amonium hidroksida 6 N.
Kalium
A. Senyawa kalium memberi warna ungu dalam
nyala api tidak berwarna, yang akan tertutup dengan
adanya sedikit natrium. Pengaruh warna kuning yang
dihasilkan oleh natrium dapat dihilangkan dengan
mengamati melalui penyaring biru yang menahan emisi
natrium pada 589 nm namun melewatkan emisi kalium
pada 404 nm. Juga dapat dipakai kaca kobalt dan
penyaring lain yang tersedia secara komersial.
B. Tambahkan natrium bitartrat LP ke dalam larutan
netral kalium, pekat atau cukup pekat (tergantung pada
kelarutan dan kadar kalium): terbentuk endapan hablur
putih yang larut dalam amonium hidroksida 6 N dan
dalam larutan alkali hidroksida dan alkali karbonat.
Pembentukan endapan, yang biasanya lambat, dipercepat
dengan pengadukan atau penggoresan bagian dalam
tabung reaksi dengan batang pengaduk. Penambahan
sedikit asam asetat glasial P atau etanol P dapat
mempercepat pengendapan.
Kalsium
A. Ke dalam larutan garam kalsium (1 dalam 20)
tambahkan 2 tetes merah metil LP, dan netralkan dengan
amonium hidroksida 6 N. Tambahkan asam klorida 3 N
tetes demi tetes sampai larutan asam terhadap indikator.
Tambahkan amonium oksalat LP: terbentuk endapan
putih yang tidak larut dalam asam asetat 6 N, namun larut
dalam asam klorida P.
B. Basahi garam kalsium dengan asam klorida P:
terjadi warna merah kekuningan dalam nyala tidak
berwarna.
C. Ke dalam 0,2 ml larutan netral yang mengandung
lebih kurang 40 μg ion kalsium tambahkan 0,5 ml larutan
glioksal-bis(2-hidroksianil) P 0,2% dalam etanol P,
9,2 ml natrium hidroksida 2 N dan 0,2 ml natrium
karbonat 1 M. Ekstraksi dengan 1 sampai 2 ml kloroform
P dan tambahkan 1 - 2 ml air: lapisan kloroform berwarna
merah.
D. Larutkan 20 mg dalam 5 ml asam asetat 5 N,
tambahkan 0,5 ml larutan kalium heksasianoferat(II) P
5,0%: larutan tetap jernih. Tambahkan lebih kurang 50
mg amonium klorida P: terbentuk endapan hablur putih.
Karbonat
A. Tambahkan asam ke dalam karbonat atau
bikarbonat: terjadi gelembung gas tidak berwarna yang
jika dialirkan ke dalam kalsium hidroksida LP segera
membentuk endapan putih.
B. Tambahkan fenolftalein LP ke dalam larutan dingin
karbonat (1 dalam 20): terjadi warna merah, sedangkan
pada larutan dingin bikarbonat (1 dalam 20): tidak terjadi
perubahan warna atau hanya sedikit berwarna.
Klorat
A. Tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan klorat:
tidak terbentuk endapan. Tambahkan asam sulfit P:
terbentuk endapan putih yang tidak larut dalam asam
nitrat P, namun larut dalam amonium hidroksida 6 N.
B. Pada pemijaran akan dihasilkan klorida yang dapat
diidentifikasi seperti tertera pada uji Klorida.
C. Tambahkan asam sulfat P pada senyawa klorat
kering: terjadi letikan dan timbul gas kuning kehijauan.
[Perhatian pakailah sedikit zat uji dan lakukan
dengan sangat hati-hati pada pengujian ini.]
Klorida
A. Tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan
klorida: terbentuk endapan putih seperti dadih yang tidak
larut dalam asam nitrat P, namun larut dalam amonium
hidroksida 6 N sedikit berlebih.
B. Pada uji amin klorida (termasuk alkaloida klorida)
tidak menampilkan reaksi terhadap uji A, tambahkan 1
tetes asam nitrat encer P dan 0,5 ml perak nitrat LP pada
larutan uji jika tidak dinyatakan lain pada monografi,
lebih kurang 2 mg ion klorida dalam 2 ml: terbentuk
endapan putih seperti dadih. Sentrifus segera campuran
dan pisahkan beningan. Cuci endapan tiga kali, tiap kali
dengan 1 ml asam nitrat P (1 dalam 100) dan buang air
cucian. Tambahkan tetes demi tetes ammonia LP pada
endapan: endapan segera larut.
C. Campur senyawa klorida kering dengan mangan
dioksida P bobot sama, basahi dengan asam sulfat P, dan
panaskan perlahan: terbentuk klor yang menghasilkan
warna biru pada kerta