lebih besar dari tingkat tertinggi. Jika angka rata-rata
tingkat dosis tinggi pada kelompok baku tidak lebih besar
dari angka rata-rata tingkat dosis rendah pada kelompok
baku, maka hasil tidak dapat dipakai dan ulangi
pengujian. Jika suatu contoh uji diwakili oleh kelompok
uji yang pengukuran potensi vitamin D nya tidak dapat
diterima dan angka rata-rata dalam setiap kelompok
yaitu kurang dari angka rata-rata tingkat dosis rendah
pada kelompok baku atau lebih besar dari angka rata-rata
tingkat dosis tinggi pada kelompok baku, maka
kandungan vitamin D yang ditetapkan masing-masing
yaitu kurang dari yang ditunjukkan oleh dosis rendah
atau lebih besar dari yang ditunjukkan oleh dosis tinggi
Baku pembanding.
Perhitungan Buat tabel, tabulasikan angka (y), tuliskan
setiap kandang dalam suatu baris yang terpisah dan setiap
kelompok perlakuan dalam kolom. Hilangkan setiap
kelompok yang tidak memenuhi Uji Akseptabilitas.
Samakan jumlah pengamatan dalam kelompok yang
diterima dengan mengabaikan hasil yang tak sama dalam
kelompok pada semua kandang atau dengan cara lain
yang sesuai seperti tertera pada Desain dan analisa
Penetapan Hayati <81>. Jumlahkan nilai f untuk masing-
masing kelompok perlakuan, dimana f yaitu jumlah
kandang, dan tandai setiap jumlah sebagai sebagai T
dengan subkskrip masing-masing 1 dan 2 untuk tingkat
dosis rendah dan tinggi. Hitung kemiringan b dari jumlah
T1, yaitu T1 dan jumlah T2, yaitu T2, untuk baku dan
zat uji, yang ditunjukkan pada kedua tingkat dosis,
dengan persamaan:
i yaitu logaritma dari perbandingan dosis tinggi
terhadap dosis rendah dan nilainya sama untuk setiap
sediaan, dan h’ yaitu jumlah sediaan yang ditunjukkan
oleh dua tingkat dosis dan termasuk dalam perhitungan
nilai b.
Hitung logaritma dari potensi relatif setiap zat dengan
persamaan:
Log (potensi relatif) = M’
yu yaitu setiap angka rata-rata zat uji, ys yaitu setiap
angka rata-rata Baku pembanding, yang merupakan rata-
rata dari masing-masing angka untuk tingkat dosis
menengah atau rata-rata dari tingkat dosis tinggi dan
rendah dan dimana Tb = T2 – T1 dan Ta yaitu seperti
yang telah ditetapkan pada Desain dan analisa
Penetapan Hayati <81>. Konversikan setiap M’ yang
diamati menjadi antilogaritmanya untuk memperoleh
potensi relatif zat. Kalikan potensi relatif dengan potensi
yang diduga dari minyak uji (dalam satuan unit per g),
yang diadopsi dari awal pengujian, untuk memperoleh
kandungan vitamin D dalam satuan unit FI per g.
PENETAPAN KADAR KOBALAMIN SECARA
PERUNUT RADIOAKTIF <571>
Semua penetapan radioaktif yang memakai
metode ini harus dilakukan dengan alat pencacah yang
sesuai, dan dalam jangka waktu optimal untuk alat
pencacah ini . Semua procedure harus dilakukan
pengulangan untuk mendapatkan ketepatan yang tinggi.
Baku pembanding Sianokobalamin BPFI; lakukan
pengeringan di atas silika gel P selama 4 jam sebelum
dipakai .
Pereaksi perunut sianokobalamin Ukur saksama
beberapa volume larutan sianokobalamin radioaktif,
encerkan dengan air sampai larutan memiliki
radioaktivitas antara 500 dan 5000 cacahan per menit per
ml larutan, tambahkan 1 tetes kresol P per liter larutan
dan simpan dalam lemari pendingin.
Pembakuan Timbang saksama beberapa
Sianokobalamin BPFI, dan larutkan dalam air sampai
kadar 20 - 50 μg per ml. Lakukan seluruh procedure
penetapan pada 10,0 ml larutan seperti tertera pada
Larutan uji, mulai dari “Tambahkan air sampai volume”.
Larutan kresol-karbon tetraklorida Buat campuran
dalam volume yang sama karbon tetraklorida P dengan
kresol P yang baru didestilasi.
Larutan fosfat-sianida Larutkan 100 mg kalium
sianida P dalam 1000 ml larutan jenuh natrium fosfat
dibasa P.
Larutan butanol-benzalkonium klorida Encerkan
larutan benzalkonium klorida P (17 dalam 100) dengan
air (3:1), campur dengan 36 volume butanol P.
Kolom alumina-resin Masukkan segumpal wol kaca
ke dalam dasar kolom 50 ml, masukkan beberapa bubur
resin penukar ion P dalam air ke dalam kolom sampai
setinggi 7 cm. Bila resin sudah mengendap, biarkan air
menetes sampai tinggi air di atas kolom resin tinggal 1 cm;
padatkan perlahan kolom resin. Tambahkan beberapa
volume bubur alumina anhidrat P (tanpa pencucian
asam) dalam air secukupnya sampai tinggi kolom
menjadi 10 cm, keluarkan air sampai tinggal 1 cm di atas
kolom alumina. Tutup dengan wol kaca, cuci kembali
- 1473 -
kolom dengan 50 ml air, dan buang air sampai tinggi air
di atas kolom tinggal 1 cm. Buat kolom baru untuk setiap
penetapan.
Larutan uji Timbang atau ukur saksama beberapa zat
dengan aktivitas vitamin B12, setara dengan 200 - 500 μg
sianokobalamin, masukkan ke dalam gelas piala.
Tambahkan air sampai volume tidak kurang dari 25 ml,
tambahkan 5 ml Pereaksi perunut sianokobalamin.
Tambahkan 5 mg natrium nitrit P dan 2 mg kalium
sianida P pada tiap ml larutan yang dihasilkan. Lakukan
penambahan dalam lemari asam. Atur pH sampai 4
dengan penambahan asam klorida encer P, panaskan di
atas tangas uap selama 15 menit. Dinginkan dan atur pH
sampai 7,6 - 8,0 dengan penambahan natrium hidroksida
1 N. Sentrifus atau saring untuk membuang bagian padat
yang tidak larut.
procedure Masukkan Larutan uji ke dalam tabung
sentrifuga 250 ml, tambahkan 10 ml Larutan kresol
karbon tetraklorida, tutup tabung dengan tutup kaca,
polietilen atau karet yang dibungkus kertas logam, kocok
kuat-kuat selama 2 - 5 menit, dan sentrifus, ambil larutan
bagian bawah. Ulangi ekstraksi memakai 5 ml
Larutan kresol-karbon tetraklorida, dan gabungkan
ekstrak larutan bagian bawah ke dalam tabung sentrifus
atau corong pisah kapasitas 50 - 100 ml.
Cuci gabungan ekstrak beberapa kali, tiap kali dengan
1 ml asam sulfat 5 N sampai cucian terakhir praktis tidak
berwarna, (biasanya cukup dua kali). Selama tiap
pencucian kocok 2 - 5 menit, diamkan sampai terpisah,
bila perlu sentrifus, dan buang lapisan asam. Cuci
kembali dua kali, tiap kali dengan 10 ml Larutan fosfat
sianida. Terakhir cuci dengan 10 ml air. Buang semua
cairan pencuci.
Pada ekstrak yang sudah dicuci, tambahkan 30 ml
campuran Larutan butanol-benzalkonium klorida dan
karbon tetraklorida P (2:1). Ekstraksi dua kali, tiap kali
dengan 5 ml air, tiap kali kocok kuat selama 1 menit,
sentrifus, ambil dan simpan lapisan air. Lewatkan
campuran ekstrak air melalui kolom alumina-resin,
dengan kecepatan lebih kurang 1 ml per menit, dengan
menjaga tinggi lapisan cairan 1 cm di atas kolom dengan
menambahkan air secukupnya. Buang eluat awal yang
tidak berwarna (biasanya lebih kurang 5 ml), dan
kumpulkan eluat berwarna (biasanya lebih kurang 10 ml)
ke dalam tabung sentrifus atau corong pisah 50 ml yang
berisi 500 μl asam asetat encer P. Ekstraksi eluat dengan
cara mengocok selama 2 - 5 menit dengan 5 ml Larutan
kresol karbon tetraklorida, lalu buang lapisan air
yang diatas. Ke dalam ekstrak tambahkan 5,0 ml air, 5 ml
karbon tetraklorida P dan 10 ml butanol P. Kocok,
diamkan sampai lapisan atas jernih dan pindahkan lapisan
air yang di atas. Ukur serapan ekstrak air pada 361 nm
dan 550 nm dengan spektrofotometer. Pada pembacaan
361 nm pakailah filter untuk mengurangi sinar bias.
Hitung perbandingan A361/A550; kemurnian ekstrak air
memenuhi syarat bila perbandingan antara 3,10 dan 3,40.
Bila perbandingan di luar nilai ini ulangi pemurnian
ekstrak air dengan mengulangi siklus ekstraksi dan
lanjutkan pengujian sebagai berikut.
Bila perbandingan serapan dalam ekstrak air memenuhi
syarat, tetapkan radioaktivitas dalam cacahan per menit,
memakai alat pencacah yang sesuai dalam waktu
optimal untuk alat pencacah ini . Hitung hasil rata-
rata, dan koreksi terhadap latar belakang radioaktivitas
yang ditetapkan dua kali atau lebih selama waktu
30 menit.
Perhitungan Hitung kandungan kobalamin yang
dinyatakan dalam μg sianokobalamin dengan rumus:
S
U
U
S
A
A
C
C
R
R yaitu jumlah μg sianokobalamin dalam Larutan baku
yang dipakai ; Cs dan Cu berturut-turut yaitu nilai
radioaktivitas rata-rata yang telah dikoreksi, dinyatakan
dalam cacahan per menit per ml dari Larutan baku dan
Larutan uji; Au dan As berturut-turut yaitu serapan pada
361 nm dari Larutan uji dan Larutan baku.
PENETAPAN KADAR NITROGEN <581>
Beberapa alkaloid dan senyawa organik lain yang
mengandung nitrogen tidak dapat melepaskan seluruh
nitrogen sesudah ekstraksi dengan asam sulfat P; sebab
itu metode ini tidak dapat dipakai untuk penetapan
nitogen dalam semua senyawa organik.
Metode I
Tanpa Nitrat dan Nitrit Timbang saksama lebih
kurang 1 g zat, masukkan ke dalam labu Kjeldahl
500 ml dari kaca borosilikat keras. Jika zat padat atau
setengah padat, dapat dibungkus dengan sehelai kertas
saring bebas nitrogen untuk memudahkan pemindahan ke
dalam labu. Tambahkan 10 g serbuk kalium sulfat P atau
natrium sulfat anhidrat P, 500 mg serbuk tembaga(II)
sulfat P dan 20 ml asam sulfat P. Miringkan labu pada
posisi dengan sudut lebih kurang 45°, panaskan campuran
dengan hati-hati, jaga suhu di bawah titik didih sampai
tidak berbuih lagi. Tingkatkan pemanasan sampai asam
mendidih secara cepat dan teruskan pemanasan sampai
larutan berwarna hijau jernih atau hampir tak berwarna
selama 30 menit. Biarkan sampai dingin, tambahkan 150
ml air, campur dan dinginkan lagi. Tambahkan hati-hati
100 ml larutan natrium hidroksida P (2 dalam 5) melalui
dinding sebelah dalam labu sampai terbentuk lapisan di
bawah larutan asam. Segera tambahkan beberapa butir
zink P dan segera hubungkan labu ke bola (perangkap)
penghubung Kjeldahl, yang sebelumnya telah
dihubungkan dengan kondensor, yang pipa penyalurnya
tercelup di bawah permukaan larutan 100 ml larutan asam
borat P (1 dalam 25) dalam labu Erlenmeyer 500 ml.
Campur isi labu Kjeldahl dengan memutar hati-hati dan
destilasi sampai lebih kurang empat perlima isi labu
terdestilasi. Titrasi dengan asam sulfat 0,5 N LV.
- 1474 -
Tetapkan titik akhir secara potensiometrik. Lakukan
penetapan blangko.
1 ml asam sulfat 0,5 N
setara dengan 7,003 mg nitrogen
Jika kandungan nitrogen dalam zat rendah, asam sulfat
0,5 N LV dapat diganti dengan asam sulfat 0,1 N LV.
1 ml asam sulfat 0,1 N
setara dengan 1,401 mg nitrogen
Jika Ada Nitrat dan Nitrit Timbang saksama
beberapa zat setara dengan lebih kurang 150 mg nitrogen,
masukkan ke dalam labu Kjeldahl 500 ml dari kaca
borosilikat keras, tambahkan larutan 1 g asam salisilat P
dalam 25 ml asam sulfat P. Campur isi labu, biarkan
selama 30 menit dan sering dikocok. Tambahkan 5 g
serbuk natrium tiosulfat P, campur, tambahkan 500 mg
serbuk tembaga(II) sulfat P, lakukan seperti tertera pada
Tanpa nitrat dan nitrit, mulai dengan “Miringkan labu
pada posisi dengan sudut lebih kurang 45°”.
Jika kandungan nitrogen dalam zat lebih dari 10%,
tambahkan 500 mg sampai 1 g asam benzoat P sebelum
ekstraksi untuk memudahkan peruraian senyawa.
Metode II
Peralatan Pilih satu unit tipe umum alat Kjeldahl semi
mikro, mula-mula nitrogen dibebaskan dengan ekstraksi
asam dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam wadah
titrasi dengan destilasi uap.
procedure Timbang saksama atau ukur secara
kuantitatif beberapa zat setara dengan 2 - 3 mg nitrogen,
masukkan ke dalam labu ekstraksi. Tambahkan 1 g
campuran serbuk kalium sulfat P dan tembaga(II) sulfat P
(10:1) dan cuci serbuk yang menempel pada leher labu
dengan semprotan air. Tambahkan 7 ml asam sulfat P
melalui dinding untuk membilas, lalu sambil
memutar labu, tambahkan 1 ml hidrogen peroksida P,
30% dengan hati-hati melalui dinding labu (jangan
menambahkan hidrogen peroksida selama ekstraksi).
Panaskan labu di atas api langsung atau pemanas
elektrik sampai larutan berwarna biru jernih dan dinding
labu bebas dari zat yang mengarang. Tambahkan hati-hati
70 ml air pada campuran ekstrak, dinginkan, lakukan
destilasi uap. Tambahkan 30 ml larutan natrium
hidroksida P (2 dalam 5) dengan corong sedemikian rupa
sesampai larutan mengalir melalui dinding sebelah dalam
labu sampai terbentuk lapisan di bawah larutan asam,
bilas corong dengan 10 ml air, tutup rapat, segera lakukan
destilasi uap. Tampung destilat dalam 15 ml larutan asam
borat P (1 dalam 25) yang telah ditambah dengan 3 tetes
merah metil-biru metilen LP dan air secukupnya untuk
menutup ujung pipa kondensor. Lanjutkan destilasi
sampai destilat mencapai 80 - 100 ml. Pindahkan labu
serap, bilas ujung pipa pendingin dengan sedikit air dan
titrasi destilat dengan asam sulfat 0,01 N LV. Lakukan
penetapan blangko.
1 ml asam sulfat 0,01 N
setara dengan 140,1 μg nitrogen.
Jika zat mengandung nitrogen lebih dari 2 - 3 mg,
dapat dipakai asam sulfat 0,02 N atau asam sulfat 0,01
N dan dibutuhkan tidak kurang dari 15 ml. Jika jumlah
bobot bahan kering lebih besar dari 100 mg, jumlah asam
sulfat P dan natrium hidroksida P yang dipakai
dinaikkan sampai sebanding dengan bobot bahan.
PENETAPAN KADAR NITROGEN DALAM
PRODUK DARAH <591>
Metode I
Masukkan beberapa zat yang mengandung lebih kurang
2 mg nitrogen, ke dalam labu leher panjang 200 ml,
tambahkan 3 butir manik kaca dan 4 g campuran serbuk
terdiri dari kalium sulfat P, tembaga(II) sulfat P, dan
selenium P (100:5:2,5). Tambahkan 5 ml asam sulfat
bebas nitrogen P, campur, dan longgarkan penutup labu.
Panaskan perlahan sampai mendidih dan jika tidak
dinyatakan lain, didihkan selama 30 menit, dan hindarkan
panas berlebih pada bagian labu di atas permukaan
cairan. Dinginkan, larutkan sisa dengan penambahan
25 ml air secara hati-hati, dinginkan lagi dan hubungkan
labu dengan alat destilasi uap. Tambahkan 30 ml natrium
hidroksida 10 N dan destilasi segera. Tampung lebih
kurang 40 ml destilat dalam campuran 20 ml asam
klorida 0,01 N LV dan air secukupnya sampai ujung
kondensor tercelup. Hindarkan air masuk dari permukaan
luar kondensor ke dalam penampung. Titrasi kelebihan
asam dengan natrium hidroksida 0,01 N LV
memakai merah metil biru metilen LP sebagai
indikator. Ulangi penetapan memakai 50 mg D-
glukosa sebagai pengganti zat uji. Perbedaan hasil kedua
titrasi menampilkan amonia yang dibebaskan oleh zat uji.
Tiap ml asam klorida 0,01 N
setara dengan 0,1401 mg N
Metode II
(Penetapan Protein dalam Produk Darah)
Untuk produk darah kering, rekonstitusi seperti tertera
pada mongrafi.
Pada beberapa volume yang diperkirakan mengandung
lebih kurang 100 mg protein, tambahkan larutan natrium
klorida P 0,9% secukupnya sampai 20 ml. Masukkan
2 ml larutan ini ke dalam labu didih 75 ml, tambahkan 2 ml
asam sulfat 75% bebas nitrogen, kalium sulfat P 4,5%
dan tembaga(II) sulfat P 0,5%, campur dan longgarkan
tutup. Panaskan perlahan, didihkan kuat selama 1,5 jam
dan dinginkan. Jika larutan tidak jernih, tambahkan 0,25 ml
larutan hidrogen peroksida P 6%, lanjutkan pemanasan,
sampai larutan jernih dan dinginkan. Selama pemanasan,
hindarkan panas berlebih pada bagian atas tabung.
- 1475 -
Pindahkan larutan ke dalam alat destilasi bilas tiga kali,
tiap kali dengan 3 ml air, tambahkan 10 ml natrium
hidroksida 10 N, dan lakukan destilasi secara cepat
selama 4 menit, tampung destilat dalam campuran 5 ml
larutan jenuh asam borat P dan 5 ml air dan jaga ujung
kondensor tercelup, Turunkan labu penampung sesampai
destilat dalam kondensor dapat mengalir bebas dan
lanjutkan destilasi selama 1 menit. Titrasi dengan asam
klorida 0,02 N LV memakai indikator merah metil-
biru metilen LP (V1 ml).
Pada beberapa volume sediaan uji atau larutannya yang
diperkirakan mengandung 100 mg protein, tambahkan
12 ml larutan natrium klorida P 0,9%, 2 ml larutan
natrium molibdat P 7,5% dan 2 ml campuran asam sulfat
bebas nitrogen P-air (1:30). Kocok dan biarkan selama
15 menit, tambahkan air secukupnya sampai 20 ml, kocok
lagi dan sentrifus. Ulangi procedure di atas memakai
2 ml larutan beningan mulai dari “Ke dalam labu didih
75 ml” (V2 ml). Hitung kandungan protein dalam mg per
ml memakai rumus:
6,25 x 0,280 (V1 – V2)
dan dengan memperhitungkan faktor pengenceran.
PENETAPAN KADAR RIBOFLAVIN <601>
procedure berikut dipakai untuk penetapan riboflavin
dalam sediaan campuran. Selama penetapan, pH larutan
dipertahankan di bawah 7 dan terlindung cahaya
langsung.
Baku pembanding Riboflavin BPFI.
Larutan baku persediaan Timbang saksama lebih
kurang 50 mg Riboflavin BPFI yang telah dikeringkan
dan disimpan terlindung cahaya dalam desikator di atas
fosfor pentoksida P, tambahkan lebih kurang 300 ml
asam asetat 0,02 N, panaskan campuran di atas tangas
uap sambil sering dikocok, sampai riboflavin larut.
Dinginkan, tambahkan asam asetat 0,02 N sampai
500 ml. Simpan di bawah toluen dalam lemari pendingin.
Larutan baku Pipet 10 ml Larutan baku persediaan
ke dalam labu tentukur 100-ml, tambahkan air sampai
tanda. Tiap ml mengandung 1,0 μg Riboflavin BPFI.
Larutan baku harus dibuat segar.
Larutan uji Timbang saksama beberapa zat,
masukkan ke dalam labu yang sesuai, tambahkan
beberapa volume asam klorida 0,1 N yang tidak kurang
dari 10 kali bobot kering zat dalam g, sesampai larutan
yang diperoleh mengandung riboflavin tidak lebih dari
100 μg per ml. Bila zat tidak mudah larut, usahakan
sampai terdispersi merata dalam cairan. Kocok kuat dan
bilas tepi labu dengan asam klorida 0,1 N.
Panaskan campuran dalam otoklaf pada 121º - 123º
selama 30 menit, dinginkan. Bila terbentuk gumpalan,
kocok campuran sampai partikel-partikel terdispersi
merata. Sambil dikocok kuat, atur pH campuran 6,0 - 6,5
dengan larutan natrium hidroksida yang sesuai, lalu
tambahkan segera larutan asam klorida yang sesuai
sampai tidak terbentuk endapan lagi (biasanya pada pH
lebih kurang 4,5, yang merupakan titik isoelektrik
sebagian besar protein). Encerkan campuran dengan air
sampai volume tertentu sampai kadar riboflavin lebih
kurang 0,11 μg per ml, saring melalui kertas saring yang
tidak menyerap riboflavin. Pada beberapa filtrat,
tambahkan larutan natrium hidroksida sambil terus
dikocok kuat sampai pH 6,6 - 6,8, encerkan larutan
dengan air sampai volume akhir tertentu sampai kadar
riboflavin 0,1 μg per ml, saring lagi bila terjadi
kekeruhan.
procedure Pada masing-masing empat atau lebih
tabung reaksi, tambahkan 10,0 ml Larutan uji. Pada
masing-masing dua atau lebih tabung ini, tambahkan
1,0 ml Larutan baku, dan pada masing-masing dua atau
lebih tabung yang tersisa, tambahkan 1,0 ml air. Pada tiap
tabung tambahkan 1,0 ml asam asetat glasial, campur,
dan tambahkan sambil dikocok 0,5 ml larutan kalium
permanganat (1 dalam 25), biarkan selama 2 menit. Pada
tiap tabung, tambahkan sambil dikocok 0,5 ml larutan
hidrogen peroksida sampai warna permanganat hilang
dalam 10 detik. Kocok tabung dengan kuat sampai
kelebihan oksigen hilang. Hilangkan sisa gelembung gas
pada dinding tabung sesudah busa tidak timbul lagi dengan
memiringkan tabung sampai larutan mengalir perlahan
dari ujung ke ujung tabung. Pada fluorometer yang
sesuai, yang memiliki suatu filter input dari rentang
transmitan lebar dengan maksimum lebih kurang 440 nm
dan suatu filter output dari rentang transmitan lebar
dengan maksimum lebih kurang 530 nm, ukur fluoresensi
semua tabung, IU yaitu fluoresensi rata-rata dari tabung
Larutan uji dan IS yaitu fluoresensi rata-rata dari tabung
yang berisi campuran Larutan uji dan Larutan baku.
lalu pada tiap satu atau lebih tabung dari tiap jenis,
tambahkan sambil dikocok 20 mg natrium hidrosulfit P,
dan dalam waktu 5 detik ukur fluoresensi, fluoresensi
rata-rata dinyatakan sebagai IB.
Perhitungan Hitung jumlah C17H20N4O6, dalam mg
per ml, Larutan uji dengan rumus:
Hitung jumlah C17H20N4O6 , dalam mg per kapsul atau
tablet.
PENETAPAN KADAR ZINK <611>
Penetapan kuantitatif zink di dalam sediaan insulin
diperlukan sebab zink merupakan unsur komponen
esensial dari kristal zink-insulin. Seperti pada timbal, zink
dapat ditetapkan dengan metoda ditizon atau spektrum
serapan atom.
Metode Ditizon
pakailah semua pereaksi dengan kandungan logam
berat serendah mungkin. Jika perlu, destilasi air dan
- 1476 -
pelarut lain dalam alat kaca borosilikat. Bilas semua alat
kaca dengan larutan asam nitrat P hangat (1 dalam 2),
lalu dengan air. Pada pemakaian corong pisah
hindarkan pelumas yang larut dalam kloroform.
Larutan dan pelarut khusus
Larutan amonium sitrat alkalis Larutkan 50 g
amonium sitrat dibasa P dalam air sampai 100 ml.
Tambahkan 100 ml amonium hidroksida P. Hilangkan
logam berat dengan mengekstraksi larutan beberapa kali,
tiap kali memakai 20 ml Larutan pengekstraksi
ditizon seperti tertera pada Uji Batas Timbal <401>
sampai larutan ditizon tetap berwarna hijau jernih,
lalu ekstraksi sisa ditizon dalam larutan sitrat
dengan kloroform P.
Kloroform Destilasi kloroform P dalam alat kaca
borosilikat, tampung destilat dalam etanol mutlak P
secukupnya sampai setiap 100 ml destilat mengandung
1 ml etanol.
Larutan ditizon pakailah Larutan baku ditizon seperti
tertera pada Uji Batas Timbal <401> memakai
kloroform P.
Larutan baku zink Timbang saksama 625 mg zink
oksida P yang telah dipijarkan sampai bobot tetap,
larutkan dalam 10 ml asam nitrat P, dan tambahkan air
sampai 500,0 ml. Larutan ini mengandung 1,0 mg zink
per ml.
Enceran larutan baku zink Pipet 1 ml Larutan baku
zink ke dalam labu tentukur 100-ml, tambahkan 2 tetes
asam nitrat P encerkan dengan air sampai tanda. Larutan
mengandung 10 μg zink per ml. pakailah larutan ini tidak
lebih dari 2 minggu.
Larutan asam trikloroasetat Larutkan 100 g asam
trikloroasetat P dalam air sampai 1000 ml.
procedure Pipet 1 - 5 ml zat uji, masukkan ke dalam
tabung sentrifuga 40 ml berskala. Jika perlu, tambahkan
asam klorida 0,25 N tetes demi tetes sampai larutan
jernih. Tambahkan 5 ml Larutan asam trikloroasetat dan
air secukupnya sampai 40,0 ml. Campur dan sentrifus.
Ukur saksama beberapa volume beningan yang
mengandung 5 - 20 μg zink, masukkan ke dalam corong
pisah. Tambahkan air sampai lebih kurang 20 ml,
tambahkan 1,5 ml Larutan amonium sitrat alkalis dan
35 ml Larutan ditizon. Kocok kuat 100 kali, biarkan
lapisan kloroform memisah. Masukkan kapas ke dalam
tangkai corong pisah untuk menghilangkan emulsi air.
Kumpulkan ekstrak kloroform (buang cairan pertama
yang keluar) dalam tabung reaksi, dan ukur serapan pada
panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang
530 nm terhadap larutan blangko.
Hitung jumlah zink memakai kurva kalibrasi yang
diperoleh dari 0,5 ml, 1 ml dan 1,5 ml Enceran larutan
baku zink. Jika kandungan zink yang telah diekstraksi
dari contoh telah melebihi 15 μg, perlakukan 2,0 ml
enceran Larutan baku zink yang telah dikoreksi terhadap
blangko yang diperlakukan sama, namun tanpa
penambahan zink.
PENETAPAN KADAR SINEOL <621>
Timbang saksama beberapa 3 g zat uji yang telah
dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat P, masukkan
ke dalam tabung reaksi kering, tambahkan 2,10 g
ortokresol P yang telah dileburkan. Masukkan tabung
reaksi ke dalam alat seperti tertera pada Penetapan Suhu
Beku <1101>, biarkan dingin dan aduk terus menerus.
Jika terjadi penghabluran, catat suhu tertinggi
penghabluran (t1).
Lebur kembali hablur di atas tangas air sampai suhu
tidak melebihi 5º di atas t1; masukkan tabung ke dalam
alat Penetapan Suhu Beku <1101> yang diatur dengan
suhu 5º di bawah t1. Jika terjadi penghabluran kembali
atau suhu turun 3º di bawah t1, aduk terus menerus
sampai campuran membeku, catat suhu pembekuan
tertinggi (t2). Ulangi penetapan sampai dua suhu tertinggi
yang diperoleh pada t2, tidak berbeda lebih dari 0,2º. Jika
terjadi pendinginan berlebihan, untuk mempercepat
terbentuknya hablur, tambahkan sedikit hablur senyawa
kompleks sineol orto-kresol yang diperoleh dari 3,0 g
sineol P dan 2,10 g ortokresol P. Jika t2 di bawah 27,4º
ulangi penetapan sesudah penambahan 5,10 g senyawa
kompleks.
Tetapkan persentase (b/b) sineol sesuai suhu beku (t2)
dari Tabel, yang diperoleh dari harga antara dengan cara
interpolasi. Bila dipakai penambahan 5,10 g senyawa
kompleks, hitung persentase (b/b) sineol dengan rumus 2
(A-50). A yaitu harga yang sesuai dengan suhu beku t2
dari Tabel.
t2º Sineol
% b/b
t2º Sineol
% b/b
24 45,5 40 67,0
25 47,0 41 68,5
26 48,5 42 70,0
27 49,5 43 72,5
28 50,5 44 74,0
29 52,0 45 76,0
30 53,5 46 78,0
31 54,5 47 80,0
32 56,0 48 82,0
33 57,0 49 84,0
34 58,5 50 86,0
35 60,0 51 88,5
36 61,0 52 91,0
37 62,5 53 93,5
38 63,5 54 96,0
39 65,0 55 99,0
PENETAPAN KADAR STEROID <631>
Cara ini dipakai untuk penetapan kadar steroid yang
memiliki gugus fungsi mereduksi seperti -ketol.
Larutan baku Timbang saksama beberapa Baku
Pembanding FI, seperti tertera pada monografi, yang
sebelumnya telah dikeringkan menurut cara yang tertera
pada monografi, larutkan dalam etanol P. Lakukan
- 1477 -
pengenceran bertingkat dengan etanol P secukupnya
sampai kadar lebih kurang 10 μg per ml. Pipet 20 ml
larutan ini ke dalam labu Erlenmayer 50 ml bersumbat
kaca.
Larutan uji Buat seperti tertera pada masing-masing
monografi.
procedure Ke dalam dua labu yang masing-masing
berisi Larutan uji dan Larutan baku dan ke dalam labu
ketiga yang berisi 20,0 ml etanol P sebagai blangko,
tambahkan 2,0 ml larutan yang dibuat dengan melarutkan
50 mg biru tetrazolium P dalam 10 ml metanol P, dan
campur. lalu ke dalam tiap labu tambahkan 2,0 ml
campuran etanol P-tetrametil amonium hidroksida LP
(9 : 1), campur, dan biarkan dalam gelap selama
90 menit. Ukur segera serapan larutan yang di peroleh
dari Larutan uji dan Larutan baku pada panjang
gelombang lebih kurang 525 nm dibandingkan terhadap
blangko. Hitung kadar steroid dengan rumus seperti
tertera pada masing-masing monografi. C yaitu kadar
baku pembanding, dalam μg per ml Larutan baku; AU dan
AS berturut-turut yaitu serapan Larutan uji dan Larutan
baku.
PENETAPAN KADAR STEROID TUNGGAL
<641>
Dalam procedure berikut, steroid yang akan ditetapkan
kadarnya dipisahkan dari steroid asing sejenis dan
eksipien dengan cara kromatografi lapis tipis dan
ditetapkan perolehan kembali dari kromatogram.
Penyiapan lempeng Buat lumpuran dari 30 g silika gel
dengan zat berfluoresensi yang sesuai, dengan
menambahkan bertahap dan mencampur, lebih kurang 65
ml campuran air-etanol P (5:2). Pindahkan lumpuran ke
atas lempeng bersih 20 cm x 20 cm, ratakan sampai
diperoleh lapisan serba rata setebal 0,25 mm dan
keringkan pada suhu kamar selama 15 menit. Panaskan
lempeng pada suhu 105º selama 1 jam dan simpan dalam
desikator.
tahap gerak A Campuran diklorometana P-metanol P
(180:16).
tahap gerak B Campuran kloroform P-aseton P (4:1).
Larutan baku Timbang saksama beberapa Baku
Pembanding FI yang tertera pada masing-masing
monografi, yang sebelumnya telah dikeringkan menurut
cara yang tertera pada monografi, larutkan dalam
campuran kloroform P-etanol P (1:1) sampai kadar lebih
kurang 2 mg per ml.
Larutan uji Buat seperti tertera pada masing-masing
monografi.
procedure Bagi lempeng menjadi 3 bagian yang sama,
bagian kiri dan kanan masing-masing untuk Larutan uji
dan Laruan baku dan bagian tengah untuk blangko.
Totolkan terpisah berupa garis masing-masing 200 μl
Larutan uji dan Larutan baku dengan jarak 2,5 cm dari
tepi bawah lempeng. Keringkan lempeng dengan aliran
udara. Dengan memakai tahap gerak yang ada
pada masing-masing monografi, eluasi lempeng dalam
bejana kromatografi yang sesuai, yang sebelumnya telah
dijenuhkan, biarkan merambat sampai 15 cm dari garis
penotolan. Angkat lempeng, biarkan menguap di udara,
dan amati bercak utama berupa pita dari Larutan baku di
bawah cahaya ultra violet. Tandai pita ini, dan pita yang
sesuai dari Larutan uji dan blangko. Pindahkan silika gel
dari tiap-tiap pita secara terpisah ke dalam tabung
sentrifus 50 ml bersumbat kaca. Ke dalam tiap tabung
tambahkan 25,0 ml etanol P, dan kocok selama tidak
kurang dari 2 menit. Sentrifus selama 5 menit, pipet
20 ml beningan dari masing-masing tabung ke dalam labu
Erlenmeyer 50 ml bersumbat kaca, tambahkan 2,0 ml
larutan yang dibuat dengan melarutkan 50 mg biru
tetrazolium P dalam 10 ml metanol P, dan campur.
Lakukan seperti tertera pada procedure pada Penetapan
Kadar Steroid <631> mulai dari “lalu ke dalam
tiap labu…”.
PENETAPAN KADAR TIAMIN <651>
Baku pembanding Tiamin Hidroklorida BPFI; tidak
boleh dikeringkan, tetapkan kadar air secara titrimetri
pada waktu akan dipakai . Simpan dalam wadah
tertutup rapat dan terlindung cahaya.
procedure berikut ini dipakai untuk penetapan tiamin
dalam sediaan multi komponen.
Larutan dan pelarut khusus
Larutan kalium besi(III) sianida Larutkan 1,0 g kalium
besi(III) sianida P dalam air sampai 100 ml. Larutan
dibuat segar.
Pereaksi pengoksidasi Pada 4,0 ml Larutan kalium
heksasianoferat(III) tambahkan natrium hidroksida 3,5 N
sampai 100 ml. pakailah larutan ini dalam 4 jam.
Larutan persediaan kuinin sulfat Larutkan 10 mg
kuinin sulfat dalam asam sulfat 0,1 N sampai 1000 ml.
Simpan larutan ini dalam lemari pendingin dan terlindung
cahaya.
Larutan baku kuinin sulfat Encerkan Larutan
persediaan kuinin sulfat dengan asam sulfat 0,1 N (1:39).
Larutan ini memiliki derajat fluoresensi yang hampir
sama dengan tiokrom yang diperoleh dari 1 μg tiamin
hidroklorida dan dipakai untuk koreksi fluorometer
pada interval tertentu terhadap variasi kepekaan tiap
pengukuran. Larutan dibuat segar.
Larutan baku persediaan Timbang saksama lebih
kurang 25 mg Tiamin Hidroklorida BPFI, masukkan ke
dalam labu tentukur 1000-ml, larutkan dalam lebih
kurang 300 ml larutan etanol P (1 dalam 5) yang diatur
pH 4,0 dengan penambahan asam klorida 3 N dan
tambahkan pelarut yang sama sampai tanda. Simpan
dalam wadah tidak tembus cahaya di dalam lemari
pendingin. pakailah larutan ini dalam waktu satu bulan.
Larutan baku Encerkan beberapa Larutan baku
persediaan secara kuantitatif dan bertahap dengan asam
klorida 0,2 N sampai kadar tiamin hidroklorida lebih
kurang 0,2 μg per ml.
Larutan uji Timbang atau ukur saksama beberapa zat,
masukkan ke dalam labu tentukur yang sesuai, encerkan
dengan asam klorida 0,2 N sampai kadar tiamin
hidroklorida (atau mononitrat) lebih kurang 100 μg per
- 1478 -
ml. Jika sampel sukar larut, panaskan di atas tangas uap,
lalu dinginkan dan encerkan dengan asam klorida
0,2 N sampai tanda. Encerkan 5 ml larutan ini secara
kuantitatif dan jika perlu bertahap, dengan asam klorida
0,2 N sampai kadar tiamin hidroklorida (mononitrat) lebih
kurang 0,2 μg per ml.
procedure Pipet 5 ml Larutan baku ke dalam tiap
tabung dari tiga atau lebih tabung (atau wadah lain yang
sesuai) berkapasitas lebih kurang 40 ml. Ke dalam dua
tabung ini , masing-masing tambahkan secara cepat
(dalam 1 - 2 detik) 3,0 ml Pereaksi pengoksidasi sambil
dicampur, dan dalam 30 detik tambahkan 20,0 ml isobutil
alkohol P, tutup tabung kocok kuat-kuat selama 90 detik
dengan tangan atau dengan mengalirkan gelembung udara
ke dalam campuran. Buat larutan blangko memakai
tabung sisa berisi Larutan baku, sebagai pengganti
Pereaksi pengoksidasi dipakai natrium hidroksida
3,5 N beberapa volume yang sama dan diperlakukan sama
seperti di atas.
Pipet 5 ml Larutan uji ke dalam tiap tabung dari tiga atau
lebih tabung yang serupa, dan diperlakukan sama seperti
Larutan baku.
Pada keenam tabung diatas masukkan masing-masing
2,0 ml etanol mutlak P, goyang selama beberapa detik,
biarkan lapisan memisah dan enaptuangkan atau ambil
lebih kurang 10 ml beningan larutan isobutil-alkohol ke
dalam kuvet yang telah dibakukan, ukur fluoresensi pada
panjang gelombang maksimum emisi lebih kurang
435 nm dengan panjang gelombang maksimum eksitasi
lebih kurang 365 nm.
Perhitungan Hitung jumlah C12H17ClN4OS.HCl dalam
μg per 5 ml Larutan uji, dengan rumus:
A dan S berturut-turut yaitu fluoresensi rata-rata dari
Larutan uji dan Larutan baku yang direaksikan dengan
Pereaksi pengoksidasi; b dan d berturut-turut yaitu
fluoresensilarutan blangko dari Larutan uji dan Larutan
baku. Hitung jumlah tiamin hidroklorida
C12H17ClN4OS.HCl, dalam mg contoh berdasarkan
jumlah alikot yang dipakai . Bila yang diuji yaitu
tiamin mononitrat, C12H17N5O4S, kalikan dengan faktor
0,9706.
PENETAPAN PENISILIN G <661>
Cara ini dipakai untuk menetapkan kandungan
pinisilin G dalam substansi antibiotik, jika suatu
persyaratan tertera pada monografi.
Dapar fosfat 0,05 M, pH 6 Larutkan 6,8 g kalium
fosfat monobasa P dalam 900 ml air, atur pH sampai 6
dengan natrium hidroksida 1 N, encerkan dengan air
sampai 1000 ml.
tahap gerak Buat campuran Dapar fosfat 0,05 M pH 6
dan asetonitril P (4:1), saring melalui penyaring
membran dengan porositas 5 μm atau lebih halus, dan
awaudarakan.
Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 80 mg
Penisilin G Kalium BPFI, masukkan ke dalam labu
tentukur 100-ml, tambahkan lebih kurang 50 ml tahap
gerak, kocok sampai larut, encerkan dengan tahap gerak
sampai tanda.
Larutan uji Kecuali dinyatakan lain dalam monografi;
lakukan seperti tertera pada Larutan baku.
Larutan kesesuaian sistem Buat larutan penisilin V
kalium dalam tahap gerak sampai kadar lebih kurang 1 mg
per ml. Campurkan larutan ini dan Larutan baku volume
sama.
Sistem kromatografi Lakukan seperti tertera pada
Kromatografi <931>. Kromatograf cair dilengkapi
dengan detektor 225 nm dan kolom 30 cm x 4 mm berisi
bahan pengisi L1 dengan ukuran partikel 10 μm. Laju alir
lebih kurang 2 ml per menit. Lakukan kromatografi
terhadap Larutan baku dan Larutan kesesuaian sistem,
rekam kromatogram dan ukur respons puncak utama
seperti tertera pada procedure : efisiensi kolom ditentukan
dari puncak analit tidak kurang dari 600 lempeng teoritis;
resolusi, R, antara puncak penisilin G dan penisilin V
tidak kurang dari 2,0; simpangan baku relatif pada
penyuntikan ulang Larutan baku tidak lebih dari 1,0%.
procedure Suntikkan secara terpisah beberapa volume
sama (lebih kurang 10 μl) Larutan baku, Larutan uji dan
Larutan kesesuaian sistem ke dalam kromatograf, ukur
respons puncak utama. Waktu retensi relatif penisilin G
(C16H18N2O4S)dalam zat uji dengan rumus:
S
U
U
SS
r
r
W
WG
GS yaitu kandungan penisilin G, dalam persen terhadap
Penisilin G Kalium BPFI; WS dan WU berturut-turut
yaitu jumlah dalam mg Penisilin G Kalium BPFI dan
zat uji; rU dan rS berturut-turut yaitu respons puncak
Larutan uji dan Larutan baku.
PENGAMBILAN CONTOH DAN METODE
analisa SIMPLISIA <671>
Pengambilan Contoh
Perlu diperhatikan bahwa contoh suatu simplisia harus
mewakili bets yang diuji, untuk mengurangi penyimpangan
yang disebabkan oleh kesalahan pengambilan contoh
terhadap hasil analisa baik kualitatif maupun kuantitatif.
Cara pengambilan contoh berikut merupakan cara paling
sederhana yang dapat diterapkan untuk bahan nabati.
Beberapa bahan produk atau metode pengujian tertentu
memerlukan cara kerja yang lebih ketat, termasuk
kebutuhan pengambilan contoh dari wadah yang lebih
banyak dan atau pengambilan contoh yang lebih banyak
dari setiap wadah.
- 1479 -
Contoh dalam skala besar Jika pada pengamatan bagian
luar wadah, penandaan dan keterangan etiket
menampilkan bahwa bets dapat dianggap homogen, ambil
contoh secara terpisah dari berbagai wadah yang dipilih
secara acak sesuai ketentuan di bawah ini. Jika bets tidak
dapat dianggap homogen, bagi menjadi beberapa sub-bets
yang sehomogen mungkin, lalu lakukan
pengambilan contoh pada masing-masing sub-bets seperti
pada bets yang homogen.
Jumlah wadah
dalam bets (N)
Jumlah wadah
yang harus di-
ambil contohnya (n)
1 sampai 10 Semua
11 sampai 19 11
> 19
Catatan Bulatkan harga n ke angka yang lebih tinggi.
Contoh bahan harus diambil pada bagian atas, tengah
dan bawah dari setiap wadah. Jika contoh bahan terdiri
dari bagian-bagian berukuran 1 cm atau lebih kecil dan
untuk semua bahan yang diserbukkan atau digiling,
lakukan pengambilan contoh dengan memakai suatu
alat pengambil contoh yang dapat menembus bahan dari
bagian atas ke bagian bawah wadah, tidak kurang dari
dua kali pengambilan yang dilakukan pada arah yang
berlawanan. Jika bahan berupa bagian dengan ukuran
lebih dari 1 cm, lakukan pengambilan contoh dengan
tangan. Untuk bahan dalam wadah atau bungkus yang
besar pengambilan contoh harus dilakukan pada
kedalaman 10 cm, sebab kelembaban bagian permukaan
mungkin berbeda dengan bagian dalam.
Persiapkan contoh dalam skala besar dengan
menggabungkan dan mencampurkan setiap contoh yang
telah diambil dari setiap wadah yang telah terbuka, dan
dijaga jangan sampai terjadi kenaikan tingkat fragmentasi
atau mempengaruhi derajat kelembaban secara bermakna.
Contoh dalam skala laboratorium Persiapkan contoh
laboratorium dengan membagi contoh dalam skala besar
menjadi empat bagian [Catatan Cara membagi empat
yaitu dengan menempatkan contoh, yang telah
dicampur dengan baik, diratakan dalam bentuk tumpukan
segi empat dan sama rata, lalu dibagi secara
diagonal menjadi empat bagian sama. Ambil kedua
bagian yang berlawanan dan campur secara hati-hati.
Ulangi proses ini secukupnya sampai diperoleh jumlah
yang diperlukan.]
Contoh skala laboratorium harus mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan semua pengujian yang diperlukan.
Contoh untuk pengujian Kecuali dinyatakan lain
pada monografi, buat contoh pengujian sebagai berikut:
Perkecil ukuran contoh dalam skala laboratorium
dengan membagi empat, jaga agar setiap bagian dapat
mewakili. Pada bahan yang tidak digiling atau tidak
diserbukkan, giling contoh sesampai melewati pengayak
nomor 20, dan campur hasil ayakan. Jika bahan tidak
dapat digiling, perkecil sedapat mungkin sesampai
menjadi lebih halus, campur dengan mengguling-
gulingkan pada kertas atau kain, sebarkan menjadi lapisan
tipis dan ambil bagian untuk pengujian.
Bahan Organik Asing
Contoh untuk pengujian Kecuali dinyatakan lain
dalam monografi, timbang beberapa contoh dalam skala
laboratorium seperti di bawah ini, usahakan agar bagian
yang diambil mewakili (jika perlu dibagi empat):
Akar, rimpang, kulit batang dan herba 500 g
Daun, bunga, biji dan buah 250 g
Potongan bagian tanaman (bobot rata-
rata setiap potongan kurang dari 500 mg) 50 g
Tebarkan contoh menjadi suatu lapisan tipis dan pisahkan
bahan organik asing dengan tangan sesempurna mungkin.
Timbang dan hitung persentase bahan organik asing
terhadap bobot contoh yang dipakai .
Penetapan Kadar Abu
Timbang saksama, dalam krus yang telah ditara,
beberapa contoh setara dengan 2 - 4 g bahan yang telah
dikeringkan di udara; pijarkan perlahan-lahan, lalu
naikkan suhu secara bertahap sampai 675º±25º sampai
bebas karbon dan tetapkan bobot abu. Jika abu bebas
karbon tidak dapat diperoleh dengan cara ini ,
lakukan penyarian dengan air panas, tampung sisa yang
tidak larut pada kertas saring bebas abu, pijarkan residu
dan kertas saring sampai abu berwarna putih atau hampir
putih, lalu tambahkan filtrat, uapkan sampai kering,
dan panaskan sampai suhu 675º±25º. Jika abu bebas
karbon tidak dapat diperoleh dengan cara ini, dinginkan
krus, tambahkan 15 ml etanol P, lepaskan abu dengan
pengaduk gelas, bakar etanol dan panaskan lagi isi krus
sampai suhu 675º±25º. Dinginkan dalam desikator,
timbang abu dan hitung kadar abu dalam persen terhadap
bobot contoh yang dipakai .
Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Didihkan abu yang diperoleh seperti tertera pada
Penetapan kadar abu dengan 25 ml asam klorida 3 N
selama 5 menit, kumpulkan bagian tidak larut pada krus
kaca masir yang telah ditara atau kertas saring bebas abu,
cuci dengan air panas, pijarkan dan timbang. Hitung
kadar abu tidak larut dalam asam, dalam persen, dihitung
terhadap bobot contoh yang dipakai .
Penetapan Serat Kasar
Timbang beberapa contoh yang setara dengan 2 g bahan,
ekstraksi dengan eter P. Tambahkan 200 ml larutan asam
sulfat P (1 dalam 78) yang mendidih, pada sisa penyarian
dalam labu 500 ml dan refluks selama tepat 30 menit;
saring melalui kain linen atau kertas saring yang
dikeraskan. Cuci residu yang ada pada penyaring
- 1480 -
dengan air mendidih sampai cairan pencuci tidak bereaksi
asam. Masukkan residu ke dalam labu dengan dibilas
memakai 200 ml larutan natrium hidroksida P
1,25% yang mendidih, yang telah ditepatkan menjadi
1,25% dengan titrasi dan bebas dari natrium karbonat.
Refluks kembali campuran selama tepat 30 menit, saring
secara cepat melalui penyaring yang telah ditara, cuci
residu dengan air mendidih sampai cairan pencuci
terakhir bereaksi netral dan keringkan pada suhu 110º
sampai bobot tetap. Pijarkan residu yang telah kering
sampai bobot tetap, dinginkan dalam desikator dan
timbang abu. Perbedaan antara bobot yang diperoleh pada
pengeringan pada suhu 110º dan bobot abu yang
diperoleh menampilkan bobot serat kasar.
[Catatan Pendidihan dengan asam dan basa harus
dilakukan selama tepat 30 menit dihitung dari saat cairan
(yang diinginkan di bawah titik didihnya dengan
menuangkannya ke dalam labu dingin) mulai mendidih
lagi. sesudah larutan mendidih, pemanasan harus di
turunkan secukupnya untuk menjaga tetap mendidih.
Selama pendidihan, labu harus secara hati-hati diputar
dari waktu ke waktu untuk melepaskan partikel yang
mungkin melekat pada dinding labu. Alirkan udara
perlahan-lahan ke dalam labu selama pendidihan untuk
mencegah buih yang berlebihan.]
Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Letakkan labu alas bulat 1 liter, berleher pendek, dalam
mantel pemanas yang dilengkapi dengan pengaduk
magnetik. Masukkan batang pengaduk magnetik ke
dalam labu, hubungkan labu dengan pendingin dan alat
penampung berskala seperti pada Gambar.
Timbang secukupnya beberapa bahan yang telah
dihancurkan, sampai diperkirakan dapat menghasilkan
1 ml sampai 3 ml minyak atsiri. Biji yang kecil, buah atau
potongan daun dari herba pada biasanya tidak perlu
dihancurkan. Serbuk yang sangat halus harus dihindari.
Jika hal ini tidak memungkinkan, bahan dapat dicampur
dengan serbuk gergaji atau pasir yang telah dimurnikan.
Masukkan beberapa bahan yang telah ditimbang saksama
ke dalam labu, dan tambahkan air sampai setengah dari
labu. Hubungkan dengan bagian pendingin dan penam-
pung berskala. Didihkan isi labu dengan pemanasan yang
sesuai untuk menjaga agar pendidihan berlangsung tidak
terlalu kuat selama 2 jam, atau sampai minyak atsiri
terdestilasi sempurna dan tidak bertambah lagi dalam
bagian penampung berskala.
Jika beberapa volume minyak atsiri telah tertampung
dalam bagian penampung berskala, pencatatan dapat
dilakukan dengan pembacaan sampai 0,1 ml, dan volume
minyak atsiri untuk setiap 100 g bahan dapat dihitung
dari bobot bahan yang ditimbang. Skala pada penampung
untuk minyak atsiri dengan bobot jenis lebih besar dari
air diletakkan sedemikian sampai minyak akan
tertampung di bawah kondensasi air, sesampai secara
otomatis air kembali ke dalam labu.
Penetapan Kadar Air
Untuk bahan yang tidak dihaluskan atau tidak
diserbukkan, siapkan lebih kurang 10 g sampel
laboratorium, dengan memotong, membentuk granul atau
mengiris sampai diperoleh bagian dengan ketebalan lebih
kurang 3 mm. Biji atau buah lebih kecil dari 3 mm harus
dipecahkan. Hindarkan pemakaian alat penyerbuk
dengan kecepatan tinggi pada penyiapan contoh; dan
harus dijaga agar tidak terjadi kehilangan air selama
proses penyiapan contoh dan bagian yang diambil
mewakili contoh dalam skala laboratorium. Tetapkan
kadar air seperti tertera pada procedure untuk Obat Tanaman
dalam Penetapan Kadar Air <1031> Metode III.
TITRIMETRI <711>
Titrasi Langsung yaitu perlakuan terhadap suatu
senyawa yang larut (titrat), dalam suatu bejana yang
sesuai, dengan larutan yang sesuai yang sudah dibakukan
(titran), dan titik akhir ditetapkan dengan instrumen atau
secara visual memakai bantuan indikator yang
sesuai.
Titran ditambahkan dari buret yang dipilih sedemikian
sampai sesuai dengan kekuatannya (normalitas), dan
volume yang ditambahkan yaitu antara 30% dan 100%
kapasitas buret. [Catatan Jika dibutuhkan titran kurang
dari 10 ml, harus dipakai mikroburet yang sesuai.]
Titrasi dilakukan dengan cepat namun hati-hati, mendekati
titik akhir titran ditambahkan tetes demi tetes dari buret
agar tetes terakhir yang ditambahkan tidak melewati titik
akhir. Jumlah senyawa yang dititrasi dapat dihitung dari
volume dan faktor normalitas atau molaritas titran dan
faktor kesetaraan untuk senyawa, yang tertera pada
masing-masing monografi.
Titrasi Residual Beberapa penetapan kadar dalam
Farmakope memerlukan penambahan larutan volumetrik
yang terukur, berlebih dari jumlah yang sebenarnya
diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang
ditetapkan kadarnya, kelebihan larutan ini lalu
dititrasi dengan larutan volumetrik kedua. Titrasi ini
- 1481 -
dikenal sebagai “titrasi kembali”. Jumlah senyawa yang
dititrasi dapat dihitung dari selisih antara volume larutan
volumetrik yang ditambahkan mula-mula dan volume
titran dalam titrasi kembali, dengan memperhatikan
faktor normalitas atau molaritas kedua larutan dan faktor
kesetaraan untuk senyawa yang tertera pada masing-
masing monografi.
Penetapan Titik Akhir (memakai Indikator
atau secara Potensiometrik) Metode yang sederhana
dan paling mudah untuk penetapan titik kesetaraan, yaitu
titik pada saat reaksi analitik stokiometri sempurna, dapat
ditetapkan dengan pemakaian indikator. Bahan kimia ini
biasanya berwarna, dan memberi respons untuk
berubah dalam kondisi larutan sebelum dan sesudah titik
kesetaraan dengan menunjukan perubahan warna yang
dapat dilihat secara visual sebagai titik akhir dan
merupakan perkiraan titik kesetaraan yang dapat
dipercaya.
Metode yang juga berguna untuk penetapan titik akhir
yaitu yang memakai pengukuran elektrokimia. Jika
suatu elektrode indikator yang peka terhadap kadar
senyawa yang bereaksi dan suatu elektrode pembanding
yang potensialnya tidak peka terhadap berbagai senyawa
yang terlarut dicelupkan dalam titrat sesampai
membentuk sel Galvanik, perbedaan potensial antara
kedua elektrode dapat dideteksi dengan pH meter dan
sekaligus dapat dipakai untuk mengikuti
berlangsungnya reaksi. Jika suatu seri pengukuran ini
digambarkan dengan benar (yaitu, untuk titrasi asam-
basa, pH terhadap ml tiran yang ditambahkan; untuk
titrasi pengendapan, kompleksometri atau titrasi oksidasi
reduksi, mV terhadap ml titran yang ditambahkan), akan
dihasilkan kurva sigmoid dengan bagian yang berubah
cepat di sekitar titik kesetaraan. Titik tengah bagian
vertikal yang linier ini atau titik infleksi dapat diambil
sebagai titik akhir. Titik kesetaraan dapat juga ditetapkan
secara matematik tanpa membuat kurva. Walaupun begitu
harus dicatat bahwa untuk reaksi asimetris, yaitu reaksi
dengan jumlah anion dan kation yang bereaksi tidak
sama, titik akhir yang ditunjukan oleh titik infleksi kurva
titrasi tidak ada tepat pada titik kesetaraan
stokiometri. Jadi, deteksi titik akhir secara
potensiometrik dengan cara ini tidak sesuai untuk reaksi
asimetris, sebagai contoh yaitu reaksi pengendapan,
2 Ag+ + CrO4
2-
dan reaksi oksidasi reduksi,
5Fe2+ + MnO4
-
Semua reaksi asam-basa yaitu simetris. Jadi, deteksi
titik akhir secara potensiometrik dapat dipakai dalam
titrasi asam-basa dan titrasi lain yang melibatkan reaksi
reversibel simetris, dengan indikator yang sudah
ditentukan, kecuali jika dinyatakan lain dalam masing-
masing monografi.
Ada dua jenis titrator elektrometik otomatik. Titrator
jenis pertama dapat menambahkan titran secara otomatik
dan mencatat beda potensial selama titrasi berlangsung
sebagai kurva sigmoid. Pada jenis kedua, penambahan
titran dilakukan secara otomatik sampai tercapai potensial
atau pH, yang menunjukan titik akhir, dan pada titik
ini penambahan titran akan berhenti.
Beberapa sistem elektrode yang dapat dipakai untuk
titrasi potensiometri dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Sistem Elektrode Titrasi Potensiometri
Titrasi Elektrode
Indikator
Persamaan1 Elektrode
Pembanding
pemakaian 2
Asam-basa Kaca E = k + 0,0591 pH Kalomel atau
perak-perak klorida
Titrasi asam-basa
Pengendapan
(perak)
Perak E = Eo + 0,0591 log [Ag+] Kalomel (dengan
jembatan garam kalium
nitrat)
Titrasi dengan atau untuk
perak melibatkan halida atau
tiosianat
Kompleksometri Raksa-
raksa(II)
E = Eo + 0,0296 (log k’- pM) Kalomel Titrasi berbagai logam (M),
seperti Mg2+, Ca2+, Al3+, Bi3+,
dengan EDTA
Oksidasi-
reduksi
Platina E = Eo + 0,0591 log [oks]
n [red]
Kalomel atau
perak-perak klorida
Titrasi dengan arsenit, brom,
serium(IV), dikromat,
heksasianoferat(III), iodat,
nitrit, permanganat, tiosulfat.
1Bentuk persamaan Nernst yang sesuai untuk menyatakan sistem elektrode; k = tetapan elektrode kaca, k’= tetapan yang
diperoleh dari kesetimbangan Hg-Hg(II)-EDTA; M = setiap logam yang dititrasi dengan EDTA; [oks] dan [red] dari
persamaan oks + ne = red.
2Daftar ini cukup representatif tapi belum lengkap.
- 1482 -
KOREKSI BLANGKO Seperti sudah dinyatakan,
penetapan titik akhir dalam suatu penetapan titrimetri
yaitu perkiraan titik kesetaraan reaksi. Validitas
perkiraan ini antara lain tergantung pada sifat konstituen
titrat dan kadar titran. Koreksi blangko yang sesuai dapat
dipakai dalam penetapan titrimetri untuk
meningkatkan kepercayaan penetapan titik akhir. Koreksi
blangko seperti ini biasanya diperoleh dengan blangko
titrasi residual dengan mengulang selengkapnya procedure
yang dibutuhkan terkecuali senyawa yang hendak
dianalisa tidak diikutsertakan. Dalam hal demikian,
volume titran yang sebenarnya, yang setara dengan
senyawa yang dianalisa , yaitu volume yang dibutuhkan
untuk titrasi blangko dikurangi volume yang dibutuhkan
untuk titrasi senyawa. Volume yang terkoreksi yang
diperoleh dengan cara ini lalu dipakai dalam
perhitungan kadar senyawa yang dititrasi, seperti yang
dinyatakan dalam Titrasi residual. Jika dipakai
penetapan titik akhir secara potensiometrik, koreksi
blangko biasanya diabaikan.
TITRASI KOMPLEKSOMETRI Keberhasilan titrasi
kompleksometri tergantung dari beberapa faktor. Tetapan
kesetimbangan untuk pembentukan kompleks analit-titran
harus cukup besar, sesampai pada titik akhir hampir 100%
analit sudah membentuk kompleks. Pembentukan akhir
dari kompleks harus berlangsung secara cepat. Jika reaksi
analisa berjalan lambat, perlu dilakukan titrasi kembali.
Secara umum, indikator kompleksometri berperan
sebagai senyawa pembentuk kompleks. Reaksi antara ion
logam dan indikator harus cepat dan reversible. Tetapan
kesetimbangan yang terbentuk dari kompleks logam-
indikator harus cukup besar untuk menghasilkan
perubahan warna yang tajam, namun harus lebih kecil dari
tetapan kesetimbangan kompleks logam-titran. Pemilihan
indikator sangat ditentukan oleh rentang pH pada saat
reaksi kompleks berlangsung, dan juga adanya ion lain
yang berasal dari sampel atau dapar. Ion pengganggu
dapat ditutup (masking) atau dilapis dengan penambahan
senyawa pembentuk kompleks lain. (Teknik masking ini
juga dapat dipakai dalam titrasi reduksi-oksidasi).
procedure
Aluminium Kecuali dinyatakan lain dalam masing-
masing monografi, pakailah Metode I.
Metode I Ke dalam 20,0 ml larutan uji tambahkan
25,0 ml dinatrium edetat 0,1 M LV dan 10 ml campuran
volume sama amonium asetat 2 N dan asam asetat 2 N.
Panaskan sampai mendidih selama 2 menit, dinginkan dan
tambahkan 50 ml etanol mutlak P dan 3 ml larutan
ditizon P 0,0025% dalam etanol mutlak P yang dibuat
segar. Titrasi kelebihan dinatrium edetat dengan zink
sulfat 0,1 M LV sampai warna berubah dari biru kehijauan
menjadi ungu kemerahan.
Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M
setara dengan 2,698 mg Al
Metode II Larutkan beberapa zat uji dalam campuran
2 ml asam klorida 1 N dan 50 ml air, tambahkan 50,0 ml
dinatrium edetat 0,05 M LV dan netralkan dengan
natrium hidroksida 1 N memakai merah metil LP
sebagai indikator. Panaskan larutan sampai mendidih,
diamkan selama 10 menit di atas tangas air, segera
dinginkan, tambahkan lebih kurang 50 mg jingga xilenol
campur P dan 5 g heksamin P dan titrasi kelebihan
dinatrium edetat dengan timbal(II) nitrat 0,05 M LV
sampai merah.
Tiap ml dinatrium edetat 0,05 M
setara dengan 1,349 mg Al
Bismut Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi, pakailah Metode I.
Metode I Encerkan larutan uji dengan air sampai
250,0 ml, dan kecuali dinyatakan lain tambahkan
amonium hidroksida P tetes demi tetes sambil dikocok
sampai larutan mulai keruh. Tambahkan 0,5 ml asam
nitrat P dan panaskan sampai suhu 70°, pertahankan
larutan pada suhu ini sampai larutan jernih. Tambahkan
lebih kurang 50 mg jingga xilenol campur P dan titrasi
dengan dinatrium edetat 0,1 M LV sampai warna berubah
dari ungu kemerahan menjadi kuning sitrun.
Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M
setara dengan20,90 mg Bi
Metode II Larutkan beberapa zat uji dalam volume
sesedikit mungkin asan nitrat 2 N, tambahkan 50 ml air
dan atur pH sampai 1 - 2 dengan menambahkan asam
nitrat 2 N atau amonium hidroksida 5 N tetes demi tetes
sambil dikocok. Tambahkan lebih kurang 30 mg jingga
xilenol campur P dan titrasi dengan dinatrium edetat
0,05 M LV sampai warna berubah menjadi kuning.
Tiap ml dinatrium edetat 0,05 M
setara dengan10,45 mg Bi
Kalsium Kecuali dinyatakan lain dalam masing-
masing monografi, pakailah Metode I.
Metode I Encerkan larutan uji dengan air sampai
300 ml, tambahkan 6 ml natrium hidroksida 10 N dan
lebih kurang 15 ml asam kalkon karboksilat campur P
dan titrasi dengan dinatrium edetat 0,1 M LV sampai
warna berubah dari ungu menjadi biru tua.
Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M
setara dengan 4,008 mg Ca
Metode II Larutkan beberapa zat uji dalam beberapa ml
air, asamkan bila perlu, encerkan dengan air sampai lebih
kurang 50 ml. Titrasi dengan dinatrium edetat 0,05 M LV
sampai mendekati titik akhir yang diharapkan, tambahkan
4 ml natrium hidroksida 10 N dan 100 mg kalkon campur
P dan lanjutkan titrasi sampai warna berubah dari merah
muda menjadi biru.
Tiap ml dinatrium edetat 0,05 M
setara dengan 2,004 mg Ca
- 1483 -
Timbal Encerkan larutan uji dengan air sampai 200 ml
atau larutkan beberapa zat uji dalam 5 ml sampai 10 ml
air atau dalam sedikit asam asetat 5 N dan encerkan
dengan air sampai 50 ml. Tambahkan lebih kurang 50 mg
jingga xilenol campur P dan heksamin P secukupnya
sampai warna merah muda ungu. Titrasi dengan dinatrium
edetat 0,05 M LV atau 0,1 M LV, seperti tertera pada
monografi, sampai warna berubah menjadi kuning sitrun.
Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M
setara dengan 20,72 mg Pb
Magnesium Encerkan larutan uji dengan air sampai
300 ml atau larutkan beberapa zat uji dalam 5 - 10 ml air
atau dalam sedikit asam klorida 2 N dan encerkan dengan
air sampai 50 ml. Tambahkan 10 ml dapar amonium pH
10,0 dan lebih kurang 50 mg hitam eriokrom campur P.
Panaskan sampai 40° dan titrasi dengan dinatrium edetat
0,1 M LV sampai warna berubah dari ungu menjadi biru.
Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M
setara dengan 2,431 mg Mg
Zink Encerkan larutan uji dengan air sampai 200 ml
atau larutkan beberapa zat uji dalam beberapa asam
asetat 2 N dan encerkan dengan air sampai 50 ml.
Tambahkan lebih kurang 50 mg jingga xilenol campur P
dan heksamina P secukupnya sampai warna merah muda
ungu. Tambahkan lagi 2 g heksamin P dan titrasi dengan
dinatrium edetat 0,1 M LV seperti tertera pada monografi,
sampai warna berubah menjadi kuning.
Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M
setara dengan 6,538 mg Zn
TITRASI OKSIDASI REDUKSI (REDOKS)
Penetapan dilakukan dengan memakai pereaksi yang
menyebabkan reaksi oksidasi atau reduksi pada analit.
Beberapa kurva titrasi redoks tidak simetris pada titik
kesetaraan sesampai penetapan titik akhir dengan grafik
tidak mungkin dilakukan, namun tersedia indikator untuk
beberapa penetapan. Beberapa pereaksi redoks dapat juga
berfungsi sebagai indikator. Seperti dalam beberapa tipe
titrasi, perubahan warna indikator harus sangat dekat
dengan titik kesetaraan. Jika titran yang dipakai juga
berfungsi sebagai indikator, perbedaan antara titik akhir
dan titik kesetaraan ditetapkan berdasarkan kemampuan
analis melihat perubahan warna. Contoh umum yaitu
pemakaian ion permanganat sebagai titran pengoksidasi,
sedikit kelebihan titran dapat dilihat dengan terjadinya
warna merah muda. Titran lain yang dapat berfungsi
sebagai indikator yaitu iodum, garam serium(IV), dan
kalium dikromat. Dalam beberapa keadaan, pemakaian
indikator redoks yang tepat akan menghasilkan titik akhir
yang lebih tajam.
Mungkin diperlukan penyesuaian tingkat oksidasi dari
analit sebelum dilakukan titrasi dengan memakai
senyawa pengoksidasi atau pereduksi yang tepat;
lalu kelebihan pereaksi harus dihilangkan dengan
cara pengendapan. Hal ini hampir selalu dilakukan pada
penetapan senyawa pengoksidasi sebab hampir semua
larutan volumetrik senyawa pereduksi secara perlahan
akan teroksidasi oleh oksigen di atmosfer.
Titrasi Bebas Air (Titrasi dalam Pelarut bukan Air) Asam
dan basa yaitu senyawa yang memberi ion hidrogen
dan ion hidroksil bila dilarutkan dalam air. Definisi yang
diperkenalkan oleh Arrhenius ini tidak mencakup
kenyataan bahwa sifat yang spesifik dari asam dan basa
ini dapat juga terjadi dalam pelarut lain. Definisi yang
lebih umum yaitu definisi Bronsted, yang menyatakan
bahwa asam yaitu suatu senyawa yang dapat
memberi proton, dan basa yaitu suatu senyawa yang
dapat mengikat proton. Yang lebih luas lagi yaitu
definisi Lewis, yang menyatakan bahwa asam yaitu
setiap senyawa yang dapat menerima pasangan elektron,
basa yaitu bahwa setiap senyawa dapat memberi
pasangan elektron, dan netralisasi yaitu pembentukan
ikatan koordinasi antara suatu asam dan suatu basa.
Kekuatan suatu asam atau suatu basa ditentukan oleh
kemampuannya bereaksi dengan pelarut. Dalam larutan
air semua asam kuat tampak sama kuat sebab senyawa
ini bereaksi dengan pelarut dan konversi sempurna
menjadi ion oksonium dan anion asam (efek
penyetingkatan). Dalam pelarut protofilik lemah seperti
asam asetat, kemampuan pembentukan ion asidium asetat
menunjukan bahwa urutan penurunan kekuatan untuk
asam yaitu asam perklorat, asam bromida, asam sulfat,
asam klorida dan asam nitrat (efek diferensiasi).
Asam asetat bereaksi tidak sempurna dengan air untuk
membentuk ion oksonium, oleh sebab itu merupakan
asam lemah. Sebaliknya, senyawa ini larut dalam basa
seperti etilendiamina, dan bereaksi sempurna dengan
pelarut, sesampai bersifat sebagai asam kuat. Hal yang
sama berlaku juga untuk asam perklorat.
Efek p