Jumat, 06 Desember 2024

farmakope 114


 lebih besar dari tingkat tertinggi. Jika angka rata-rata 

tingkat dosis tinggi pada kelompok baku tidak lebih besar 

dari angka rata-rata tingkat dosis rendah pada kelompok 

baku, maka hasil tidak dapat dipakai dan ulangi 

pengujian. Jika suatu contoh uji diwakili oleh kelompok 

uji yang pengukuran potensi vitamin D nya tidak dapat 

diterima dan angka rata-rata dalam setiap kelompok 

yaitu  kurang dari angka rata-rata tingkat dosis rendah 

pada kelompok baku atau lebih besar dari  angka rata-rata 

tingkat dosis tinggi pada kelompok baku, maka 

kandungan vitamin D yang ditetapkan masing-masing 

yaitu  kurang dari yang ditunjukkan oleh dosis rendah 

atau lebih besar dari yang ditunjukkan oleh dosis tinggi 

Baku pembanding. 

 

Perhitungan Buat tabel, tabulasikan angka (y), tuliskan 

setiap kandang dalam suatu baris yang terpisah dan setiap 

kelompok perlakuan dalam kolom. Hilangkan setiap 

kelompok yang tidak memenuhi Uji Akseptabilitas. 

Samakan jumlah pengamatan dalam kelompok yang 

diterima dengan mengabaikan hasil yang tak sama dalam 

kelompok pada semua kandang atau dengan cara lain 

yang sesuai seperti tertera pada Desain dan analisa  

Penetapan Hayati <81>. Jumlahkan nilai f untuk masing-

masing kelompok perlakuan, dimana f yaitu  jumlah 

kandang, dan tandai setiap jumlah sebagai sebagai T 

dengan subkskrip masing-masing 1 dan 2 untuk tingkat 

dosis rendah dan tinggi. Hitung kemiringan b dari jumlah 

T1, yaitu T1 dan jumlah T2, yaitu T2, untuk baku dan 

zat uji, yang ditunjukkan pada kedua tingkat dosis, 

dengan persamaan: 

 

 

 

i yaitu  logaritma dari perbandingan dosis tinggi 

terhadap dosis rendah dan nilainya sama untuk setiap 

sediaan, dan h’ yaitu  jumlah sediaan yang ditunjukkan 

oleh dua tingkat dosis dan termasuk dalam perhitungan 

nilai b. 

      Hitung logaritma dari potensi relatif setiap zat dengan 

persamaan: 

 

           Log (potensi relatif) = M’ 

 

    

 

    

 

yu yaitu  setiap angka rata-rata zat uji, ys yaitu  setiap 

angka rata-rata Baku pembanding, yang merupakan rata-

rata dari masing-masing angka untuk tingkat dosis 

menengah atau rata-rata dari tingkat dosis tinggi dan 

rendah dan dimana Tb = T2 – T1 dan Ta yaitu  seperti 

yang telah ditetapkan pada Desain dan analisa  

Penetapan Hayati <81>. Konversikan setiap M’ yang 

diamati menjadi antilogaritmanya untuk memperoleh 

potensi relatif zat. Kalikan potensi relatif dengan potensi 

yang diduga dari minyak uji (dalam satuan unit per g), 

yang diadopsi dari awal pengujian, untuk memperoleh 

kandungan vitamin D dalam satuan unit FI per g. 

 

 

PENETAPAN KADAR KOBALAMIN SECARA 

PERUNUT RADIOAKTIF <571> 

 

    Semua penetapan radioaktif yang memakai  

metode ini harus dilakukan dengan alat pencacah yang 

sesuai, dan dalam jangka waktu optimal untuk alat 

pencacah ini . Semua procedure  harus dilakukan 

pengulangan untuk mendapatkan ketepatan yang tinggi. 

 

    Baku pembanding Sianokobalamin BPFI; lakukan 

pengeringan di atas silika gel P selama 4 jam sebelum 

dipakai . 

 

    Pereaksi perunut sianokobalamin Ukur saksama 

beberapa  volume larutan sianokobalamin radioaktif, 

encerkan dengan air sampai  larutan memiliki  

radioaktivitas antara 500 dan 5000 cacahan per menit per 

ml larutan, tambahkan 1 tetes kresol P per liter larutan 

dan simpan dalam lemari pendingin. 

 

    Pembakuan Timbang saksama beberapa  

Sianokobalamin BPFI, dan larutkan dalam air sampai  

kadar 20 - 50 μg per ml. Lakukan seluruh procedure  

penetapan pada 10,0 ml larutan seperti tertera pada 

Larutan uji, mulai dari “Tambahkan air sampai  volume”. 

 

    Larutan kresol-karbon tetraklorida Buat campuran 

dalam volume yang sama karbon tetraklorida P dengan 

kresol P yang baru didestilasi. 

 

    Larutan fosfat-sianida Larutkan 100 mg kalium 

sianida P dalam 1000 ml larutan jenuh natrium fosfat 

dibasa P. 

 

    Larutan butanol-benzalkonium klorida Encerkan 

larutan benzalkonium klorida P (17 dalam 100) dengan 

air (3:1), campur dengan 36 volume butanol P. 

 

    Kolom alumina-resin Masukkan segumpal wol kaca 

ke dalam dasar kolom 50 ml, masukkan beberapa  bubur 

resin penukar ion P dalam air ke dalam kolom sampai  

setinggi 7 cm. Bila resin sudah mengendap, biarkan air 

menetes sampai  tinggi air di atas kolom resin tinggal 1 cm; 

padatkan perlahan kolom resin. Tambahkan beberapa  

volume bubur alumina anhidrat P (tanpa pencucian 

asam) dalam air secukupnya sampai tinggi kolom 

menjadi 10 cm, keluarkan air sampai  tinggal 1 cm di atas 

kolom alumina. Tutup dengan wol kaca, cuci kembali 

- 1473 -

 

 

 

 

 

 

kolom dengan 50 ml air, dan buang air sampai  tinggi air 

di atas kolom tinggal 1 cm. Buat kolom baru untuk setiap 

penetapan. 

 

    Larutan uji Timbang atau ukur saksama beberapa  zat 

dengan aktivitas vitamin B12, setara dengan 200 - 500 μg 

sianokobalamin, masukkan ke dalam gelas piala. 

Tambahkan air sampai  volume tidak kurang dari 25 ml, 

tambahkan 5 ml Pereaksi perunut sianokobalamin. 

Tambahkan 5 mg natrium nitrit P dan 2 mg kalium 

sianida P pada tiap ml larutan yang dihasilkan. Lakukan 

penambahan dalam lemari asam. Atur pH sampai  4 

dengan penambahan asam klorida encer P, panaskan di 

atas tangas uap selama 15 menit. Dinginkan dan atur pH 

sampai  7,6 - 8,0 dengan penambahan natrium hidroksida 

1 N. Sentrifus atau saring untuk membuang bagian padat 

yang tidak larut. 

    procedure  Masukkan Larutan uji ke dalam tabung 

sentrifuga 250 ml, tambahkan 10 ml Larutan kresol 

karbon tetraklorida, tutup tabung dengan tutup kaca, 

polietilen atau karet yang dibungkus kertas logam, kocok 

kuat-kuat selama 2 - 5 menit, dan sentrifus, ambil larutan 

bagian bawah. Ulangi ekstraksi memakai  5 ml 

Larutan kresol-karbon tetraklorida, dan gabungkan 

ekstrak larutan bagian bawah ke dalam tabung sentrifus 

atau corong pisah kapasitas 50 - 100 ml. 

    Cuci gabungan ekstrak beberapa kali, tiap kali dengan 

1 ml asam sulfat 5 N sampai cucian terakhir praktis tidak 

berwarna, (biasanya cukup dua kali). Selama tiap 

pencucian kocok 2 - 5 menit, diamkan sampai terpisah, 

bila perlu sentrifus, dan buang lapisan asam. Cuci 

kembali dua kali, tiap kali dengan 10 ml Larutan fosfat 

sianida. Terakhir cuci dengan 10 ml air. Buang semua 

cairan pencuci. 

    Pada ekstrak yang sudah dicuci, tambahkan 30 ml 

campuran Larutan butanol-benzalkonium klorida dan 

karbon tetraklorida P (2:1). Ekstraksi dua kali, tiap kali 

dengan 5 ml air, tiap kali kocok kuat selama 1 menit, 

sentrifus, ambil dan simpan lapisan air. Lewatkan 

campuran ekstrak air melalui kolom alumina-resin, 

dengan kecepatan lebih kurang 1 ml per menit, dengan 

menjaga tinggi lapisan cairan 1 cm di atas kolom dengan 

menambahkan air secukupnya. Buang eluat awal yang 

tidak berwarna (biasanya lebih kurang 5 ml), dan 

kumpulkan eluat berwarna (biasanya lebih kurang 10 ml) 

ke dalam tabung sentrifus atau corong pisah 50 ml yang 

berisi 500 μl asam asetat encer P. Ekstraksi eluat dengan 

cara mengocok selama 2 - 5 menit dengan 5 ml Larutan 

kresol karbon tetraklorida, lalu  buang lapisan air 

yang diatas. Ke dalam ekstrak tambahkan 5,0 ml air, 5 ml 

karbon tetraklorida P dan 10 ml butanol P. Kocok, 

diamkan sampai lapisan atas jernih dan pindahkan lapisan 

air yang di atas. Ukur serapan ekstrak air pada 361 nm 

dan 550 nm dengan spektrofotometer. Pada pembacaan 

361 nm pakailah  filter untuk mengurangi sinar bias. 

Hitung perbandingan A361/A550; kemurnian ekstrak air 

memenuhi syarat bila perbandingan antara 3,10 dan 3,40. 

Bila perbandingan di luar nilai ini  ulangi pemurnian 

ekstrak air dengan mengulangi siklus ekstraksi dan 

lanjutkan pengujian sebagai berikut. 

    Bila perbandingan serapan dalam ekstrak air memenuhi 

syarat, tetapkan radioaktivitas dalam cacahan per menit, 

memakai  alat pencacah yang sesuai dalam waktu 

optimal untuk alat pencacah ini . Hitung hasil rata-

rata, dan koreksi terhadap latar belakang radioaktivitas 

yang ditetapkan dua kali atau lebih selama waktu           

30 menit. 

 

    Perhitungan Hitung kandungan kobalamin yang 

dinyatakan dalam μg sianokobalamin dengan rumus: 

 

S

U

U

S

A

A

C

C

R  

 

R yaitu  jumlah μg sianokobalamin dalam Larutan  baku 

yang dipakai ; Cs dan Cu berturut-turut yaitu  nilai 

radioaktivitas rata-rata yang telah dikoreksi, dinyatakan 

dalam cacahan per menit per ml dari Larutan baku dan 

Larutan uji; Au dan As berturut-turut yaitu  serapan pada 

361 nm dari Larutan uji dan Larutan baku. 

 

 

PENETAPAN KADAR NITROGEN <581> 

 

    Beberapa alkaloid dan senyawa organik lain yang 

mengandung nitrogen tidak dapat melepaskan seluruh 

nitrogen sesudah  ekstraksi dengan asam sulfat P; sebab  

itu metode ini tidak dapat dipakai  untuk penetapan 

nitogen dalam semua senyawa organik. 

 

Metode I 

 

    Tanpa Nitrat dan Nitrit Timbang saksama lebih 

kurang 1 g zat, masukkan ke dalam labu Kjeldahl        

500 ml dari kaca borosilikat keras. Jika zat padat atau 

setengah padat, dapat dibungkus dengan sehelai kertas 

saring bebas nitrogen untuk memudahkan pemindahan ke 

dalam labu. Tambahkan 10 g serbuk kalium sulfat P atau 

natrium sulfat anhidrat P, 500 mg serbuk tembaga(II) 

sulfat P dan 20 ml asam sulfat P. Miringkan labu pada 

posisi dengan sudut lebih kurang 45°, panaskan campuran 

dengan hati-hati, jaga suhu di bawah titik didih sampai 

tidak berbuih lagi. Tingkatkan pemanasan sampai asam 

mendidih secara cepat dan teruskan pemanasan sampai 

larutan berwarna hijau jernih atau hampir tak berwarna 

selama 30 menit. Biarkan sampai  dingin, tambahkan 150 

ml air, campur dan dinginkan lagi. Tambahkan hati-hati 

100 ml larutan natrium hidroksida P (2 dalam 5) melalui 

dinding sebelah dalam labu sampai  terbentuk lapisan di 

bawah larutan asam. Segera tambahkan beberapa butir 

zink P dan segera hubungkan labu ke bola (perangkap) 

penghubung Kjeldahl, yang sebelumnya telah 

dihubungkan dengan kondensor, yang pipa penyalurnya 

tercelup di bawah permukaan larutan 100 ml larutan asam 

borat P (1 dalam 25) dalam labu Erlenmeyer 500 ml. 

Campur isi labu Kjeldahl dengan memutar hati-hati dan 

destilasi sampai lebih kurang empat perlima isi labu 

terdestilasi. Titrasi dengan asam sulfat 0,5 N LV. 

- 1474 -

 

 

 

 

 

Tetapkan titik akhir secara potensiometrik. Lakukan 

penetapan blangko. 

 

1 ml asam sulfat 0,5 N  

setara dengan 7,003 mg nitrogen 

 

    Jika kandungan nitrogen dalam zat rendah, asam sulfat 

0,5 N LV dapat diganti dengan asam sulfat 0,1 N LV. 

 

1 ml asam sulfat 0,1 N  

setara dengan 1,401 mg nitrogen 

   

    Jika Ada Nitrat dan Nitrit Timbang saksama 

beberapa  zat setara dengan lebih kurang 150 mg nitrogen, 

masukkan ke dalam labu Kjeldahl 500 ml dari kaca 

borosilikat keras, tambahkan larutan 1 g asam salisilat P 

dalam 25 ml asam sulfat P. Campur isi labu, biarkan 

selama 30 menit dan sering dikocok. Tambahkan 5 g 

serbuk natrium tiosulfat P, campur, tambahkan 500 mg 

serbuk tembaga(II) sulfat P, lakukan seperti tertera pada 

Tanpa nitrat dan nitrit, mulai dengan “Miringkan labu 

pada posisi dengan sudut lebih kurang 45°”. 

    Jika kandungan nitrogen dalam zat lebih dari 10%, 

tambahkan 500 mg sampai  1 g asam benzoat P sebelum 

ekstraksi untuk memudahkan peruraian senyawa. 

 

Metode II 

 

    Peralatan Pilih satu unit tipe umum alat Kjeldahl semi 

mikro, mula-mula nitrogen dibebaskan dengan ekstraksi 

asam dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam wadah 

titrasi dengan destilasi uap. 

    procedure  Timbang saksama atau ukur secara 

kuantitatif beberapa  zat setara dengan 2 - 3 mg nitrogen, 

masukkan ke dalam labu ekstraksi. Tambahkan 1 g 

campuran serbuk kalium sulfat P dan tembaga(II) sulfat P 

(10:1) dan cuci serbuk yang menempel pada leher labu 

dengan semprotan air. Tambahkan 7 ml asam sulfat P 

melalui dinding untuk membilas, lalu  sambil 

memutar labu, tambahkan 1 ml hidrogen peroksida P, 

30% dengan hati-hati melalui dinding labu (jangan 

menambahkan hidrogen peroksida selama ekstraksi). 

    Panaskan labu di atas api langsung atau pemanas 

elektrik sampai larutan berwarna biru jernih dan dinding 

labu bebas dari zat yang mengarang. Tambahkan hati-hati 

70 ml air pada campuran ekstrak, dinginkan, lakukan 

destilasi uap. Tambahkan 30 ml larutan natrium 

hidroksida P (2 dalam 5) dengan corong sedemikian rupa 

sesampai  larutan mengalir melalui dinding sebelah dalam 

labu sampai  terbentuk lapisan di bawah larutan asam, 

bilas corong dengan 10 ml air, tutup rapat, segera lakukan 

destilasi uap. Tampung destilat dalam 15 ml larutan asam 

borat P  (1 dalam 25) yang telah ditambah dengan 3 tetes 

merah metil-biru metilen LP dan air secukupnya untuk 

menutup ujung pipa kondensor. Lanjutkan destilasi 

sampai  destilat mencapai 80 - 100 ml. Pindahkan labu 

serap, bilas ujung pipa pendingin dengan sedikit air dan 

titrasi destilat dengan asam sulfat 0,01 N LV. Lakukan 

penetapan blangko. 

 

1 ml asam sulfat 0,01 N  

setara dengan 140,1 μg nitrogen. 

 

    Jika zat mengandung nitrogen lebih dari 2 - 3 mg, 

dapat dipakai  asam sulfat 0,02 N atau asam sulfat 0,01 

N dan dibutuhkan tidak kurang dari 15 ml. Jika jumlah 

bobot bahan kering lebih besar dari 100 mg, jumlah asam 

sulfat P dan natrium hidroksida P yang dipakai  

dinaikkan sampai  sebanding dengan bobot bahan. 

 

 

PENETAPAN KADAR NITROGEN DALAM 

PRODUK DARAH <591> 

 

Metode I 

 

    Masukkan beberapa  zat yang mengandung lebih kurang 

2 mg nitrogen, ke dalam labu leher panjang 200 ml, 

tambahkan 3 butir manik kaca dan 4 g campuran serbuk 

terdiri dari kalium sulfat P, tembaga(II) sulfat P, dan 

selenium P (100:5:2,5). Tambahkan 5 ml asam sulfat 

bebas nitrogen P, campur, dan longgarkan penutup labu. 

Panaskan perlahan sampai  mendidih dan jika tidak 

dinyatakan lain, didihkan selama 30 menit, dan hindarkan 

panas berlebih pada  bagian labu di atas permukaan 

cairan. Dinginkan, larutkan sisa dengan penambahan     

25 ml air secara hati-hati, dinginkan lagi dan hubungkan 

labu dengan alat destilasi uap. Tambahkan 30 ml natrium 

hidroksida 10 N dan destilasi segera. Tampung lebih 

kurang 40 ml destilat dalam campuran 20 ml asam 

klorida 0,01 N LV dan air secukupnya sampai  ujung 

kondensor tercelup. Hindarkan air masuk dari permukaan 

luar kondensor ke dalam penampung. Titrasi kelebihan 

asam dengan natrium hidroksida 0,01 N LV 

memakai  merah metil biru metilen LP sebagai 

indikator. Ulangi penetapan memakai  50 mg D-

glukosa sebagai pengganti zat uji. Perbedaan hasil kedua 

titrasi menampilkan  amonia yang dibebaskan oleh zat uji. 

 

Tiap ml asam klorida 0,01 N  

setara dengan 0,1401 mg N 

 

Metode II 

(Penetapan Protein dalam Produk Darah) 

 

    Untuk produk darah kering, rekonstitusi seperti tertera 

pada mongrafi. 

    Pada beberapa  volume yang diperkirakan mengandung 

lebih kurang 100 mg protein, tambahkan larutan natrium 

klorida P 0,9% secukupnya sampai  20 ml. Masukkan       

2 ml larutan ini ke dalam labu didih 75 ml, tambahkan 2 ml 

asam sulfat 75% bebas nitrogen, kalium sulfat P 4,5% 

dan tembaga(II) sulfat P 0,5%, campur dan longgarkan 

tutup. Panaskan perlahan, didihkan kuat selama 1,5 jam 

dan dinginkan. Jika larutan tidak jernih, tambahkan 0,25 ml 

larutan hidrogen peroksida P 6%, lanjutkan pemanasan, 

sampai  larutan jernih dan dinginkan. Selama pemanasan, 

hindarkan panas berlebih pada bagian atas tabung. 

- 1475 -

 

 

 

 

 

 

    Pindahkan larutan ke dalam alat destilasi bilas tiga kali, 

tiap kali dengan 3 ml air, tambahkan 10 ml natrium 

hidroksida 10 N, dan lakukan destilasi secara cepat 

selama 4 menit, tampung destilat dalam campuran 5 ml 

larutan jenuh asam borat P dan 5 ml air dan jaga ujung 

kondensor tercelup, Turunkan labu penampung sesampai  

destilat dalam kondensor dapat mengalir bebas dan 

lanjutkan destilasi selama 1 menit. Titrasi dengan asam 

klorida 0,02 N LV memakai  indikator merah metil-

biru metilen LP (V1 ml). 

    Pada beberapa  volume sediaan uji atau larutannya yang 

diperkirakan mengandung 100 mg protein, tambahkan   

12 ml larutan natrium klorida P 0,9%, 2 ml larutan 

natrium molibdat P 7,5% dan 2 ml campuran asam sulfat 

bebas nitrogen P-air (1:30). Kocok dan biarkan selama            

15 menit, tambahkan air secukupnya sampai  20 ml, kocok 

lagi dan sentrifus. Ulangi procedure  di atas memakai  

2 ml larutan beningan mulai dari “Ke dalam labu didih  

75 ml” (V2 ml). Hitung kandungan protein dalam mg per 

ml memakai  rumus: 

 

  6,25 x 0,280 (V1 – V2) 

 

dan dengan memperhitungkan faktor pengenceran. 

 

 

PENETAPAN KADAR RIBOFLAVIN <601> 

 

    procedure  berikut dipakai  untuk penetapan riboflavin 

dalam sediaan campuran. Selama penetapan, pH larutan 

dipertahankan di bawah 7 dan terlindung cahaya 

langsung. 

    Baku pembanding Riboflavin BPFI. 

    Larutan baku persediaan Timbang saksama lebih 

kurang 50 mg Riboflavin BPFI yang telah dikeringkan 

dan disimpan terlindung cahaya dalam desikator di atas 

fosfor pentoksida P, tambahkan lebih kurang 300 ml 

asam asetat 0,02 N, panaskan campuran di atas tangas 

uap sambil sering dikocok, sampai  riboflavin larut. 

Dinginkan, tambahkan asam asetat 0,02 N sampai         

500 ml. Simpan di bawah toluen dalam lemari pendingin. 

    Larutan baku Pipet 10 ml Larutan baku persediaan 

ke dalam labu tentukur 100-ml, tambahkan air sampai 

tanda. Tiap ml mengandung 1,0 μg Riboflavin BPFI. 

Larutan baku harus dibuat segar. 

    Larutan uji Timbang saksama beberapa  zat, 

masukkan ke dalam labu yang sesuai, tambahkan 

beberapa  volume asam klorida 0,1 N yang tidak kurang 

dari 10 kali bobot kering zat dalam g, sesampai  larutan 

yang diperoleh mengandung riboflavin tidak lebih dari 

100 μg per ml. Bila zat tidak mudah larut, usahakan 

sampai  terdispersi merata dalam cairan. Kocok kuat dan 

bilas tepi labu dengan asam klorida 0,1 N. 

    Panaskan campuran dalam otoklaf pada 121º - 123º 

selama 30 menit, dinginkan. Bila terbentuk gumpalan, 

kocok campuran sampai  partikel-partikel terdispersi 

merata. Sambil dikocok kuat, atur pH campuran 6,0 -  6,5 

dengan larutan natrium hidroksida yang sesuai, lalu  

tambahkan segera larutan asam klorida yang sesuai 

sampai  tidak terbentuk endapan lagi (biasanya  pada pH 

lebih kurang 4,5, yang merupakan titik isoelektrik 

sebagian besar protein). Encerkan campuran dengan air 

sampai volume tertentu sampai  kadar riboflavin lebih 

kurang 0,11 μg per ml, saring melalui kertas saring yang 

tidak menyerap riboflavin. Pada beberapa  filtrat, 

tambahkan larutan natrium hidroksida sambil terus 

dikocok kuat sampai  pH 6,6 - 6,8, encerkan larutan 

dengan air sampai volume akhir tertentu sampai  kadar 

riboflavin 0,1 μg per ml, saring lagi bila terjadi 

kekeruhan. 

    procedure  Pada masing-masing empat atau lebih 

tabung reaksi, tambahkan 10,0 ml Larutan uji. Pada 

masing-masing dua atau lebih tabung ini, tambahkan    

1,0 ml Larutan baku, dan pada masing-masing dua atau 

lebih tabung yang tersisa, tambahkan 1,0 ml air. Pada tiap 

tabung tambahkan 1,0 ml asam asetat glasial, campur, 

dan tambahkan sambil dikocok 0,5 ml larutan kalium 

permanganat (1 dalam 25), biarkan selama 2 menit. Pada 

tiap tabung, tambahkan sambil dikocok 0,5 ml larutan 

hidrogen peroksida sampai  warna permanganat hilang 

dalam 10 detik. Kocok tabung dengan kuat sampai 

kelebihan oksigen hilang. Hilangkan sisa gelembung gas 

pada dinding tabung sesudah  busa tidak timbul lagi dengan 

memiringkan tabung sampai  larutan mengalir perlahan 

dari ujung ke ujung tabung. Pada fluorometer yang 

sesuai, yang memiliki  suatu filter input dari rentang 

transmitan lebar dengan maksimum lebih kurang 440 nm 

dan suatu filter output dari rentang transmitan lebar 

dengan maksimum lebih kurang 530 nm, ukur fluoresensi 

semua tabung, IU yaitu  fluoresensi rata-rata dari tabung 

Larutan uji dan IS yaitu  fluoresensi rata-rata dari tabung 

yang berisi campuran Larutan uji dan Larutan baku. 

lalu  pada tiap satu atau lebih tabung dari tiap jenis, 

tambahkan sambil dikocok 20 mg natrium hidrosulfit P, 

dan dalam waktu 5 detik ukur fluoresensi, fluoresensi 

rata-rata dinyatakan sebagai IB. 

    Perhitungan Hitung jumlah C17H20N4O6, dalam mg 

per ml, Larutan uji dengan rumus: 

 

 

 

Hitung jumlah C17H20N4O6 , dalam mg per kapsul atau 

tablet. 

 

 

PENETAPAN KADAR ZINK <611> 

     

    Penetapan kuantitatif zink di dalam sediaan insulin 

diperlukan sebab  zink merupakan unsur komponen 

esensial dari kristal zink-insulin. Seperti pada timbal, zink 

dapat ditetapkan dengan metoda ditizon atau spektrum 

serapan atom. 

 

Metode Ditizon 

 

    pakailah  semua pereaksi dengan kandungan logam 

berat serendah mungkin. Jika perlu, destilasi air dan 

- 1476 -

 

 

 

 

 

pelarut lain dalam alat kaca borosilikat. Bilas semua alat 

kaca dengan larutan asam nitrat P hangat  (1 dalam 2), 

lalu  dengan air. Pada pemakaian  corong pisah 

hindarkan pelumas yang larut dalam kloroform. 

    Larutan dan pelarut khusus 

    Larutan amonium sitrat alkalis Larutkan 50 g 

amonium sitrat dibasa P dalam air sampai  100 ml. 

Tambahkan 100 ml amonium hidroksida P. Hilangkan 

logam berat dengan mengekstraksi larutan beberapa kali, 

tiap kali memakai  20 ml Larutan pengekstraksi 

ditizon seperti tertera pada Uji Batas Timbal <401> 

sampai  larutan ditizon tetap berwarna hijau jernih, 

lalu  ekstraksi sisa ditizon dalam larutan sitrat 

dengan kloroform P. 

    Kloroform Destilasi kloroform P dalam alat kaca 

borosilikat, tampung destilat dalam etanol mutlak P 

secukupnya sampai  setiap 100 ml destilat mengandung    

1 ml etanol. 

    Larutan ditizon pakailah  Larutan baku ditizon seperti 

tertera pada Uji Batas Timbal <401> memakai  

kloroform P. 

    Larutan baku zink Timbang saksama 625 mg zink 

oksida P yang telah dipijarkan sampai  bobot tetap, 

larutkan dalam 10 ml asam nitrat P, dan tambahkan air 

sampai  500,0 ml. Larutan ini mengandung 1,0 mg zink 

per ml. 

    Enceran larutan baku zink Pipet 1 ml Larutan baku 

zink ke dalam labu tentukur 100-ml, tambahkan 2 tetes 

asam nitrat P encerkan dengan air sampai tanda. Larutan 

mengandung 10 μg zink per ml. pakailah  larutan ini tidak 

lebih dari 2 minggu. 

    Larutan asam trikloroasetat Larutkan 100 g asam 

trikloroasetat P dalam air sampai  1000 ml. 

    procedure  Pipet 1 - 5 ml zat uji, masukkan ke dalam 

tabung sentrifuga 40 ml berskala. Jika perlu, tambahkan 

asam klorida 0,25 N tetes demi tetes sampai  larutan 

jernih. Tambahkan 5 ml Larutan asam trikloroasetat dan 

air secukupnya sampai  40,0 ml. Campur dan sentrifus.    

    Ukur saksama beberapa  volume beningan yang 

mengandung 5 - 20 μg zink, masukkan ke dalam corong 

pisah. Tambahkan air sampai  lebih kurang 20 ml, 

tambahkan 1,5 ml Larutan amonium sitrat alkalis dan   

35 ml Larutan ditizon. Kocok kuat 100 kali, biarkan 

lapisan kloroform memisah. Masukkan kapas ke dalam 

tangkai corong pisah untuk menghilangkan emulsi air. 

Kumpulkan ekstrak kloroform (buang cairan pertama 

yang keluar) dalam tabung reaksi, dan ukur serapan pada 

panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang    

530 nm terhadap larutan blangko. 

    Hitung jumlah zink memakai  kurva kalibrasi yang 

diperoleh dari 0,5 ml, 1 ml dan 1,5 ml Enceran larutan 

baku zink. Jika kandungan zink yang telah diekstraksi 

dari contoh telah melebihi 15 μg, perlakukan 2,0 ml 

enceran Larutan baku zink yang telah dikoreksi terhadap 

blangko yang diperlakukan sama, namun  tanpa 

penambahan zink. 

 

 

 

 

PENETAPAN KADAR SINEOL <621> 

 

    Timbang saksama beberapa  3 g zat uji yang telah 

dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat P, masukkan 

ke dalam tabung reaksi kering, tambahkan 2,10 g 

ortokresol P yang telah dileburkan. Masukkan tabung 

reaksi ke dalam alat seperti tertera pada Penetapan Suhu 

Beku <1101>, biarkan dingin dan aduk terus menerus. 

Jika terjadi penghabluran, catat suhu tertinggi 

penghabluran (t1). 

    Lebur kembali hablur di atas tangas air sampai  suhu 

tidak melebihi 5º di atas t1; masukkan tabung ke dalam 

alat Penetapan Suhu Beku <1101> yang diatur dengan 

suhu 5º di bawah t1. Jika terjadi penghabluran kembali 

atau suhu turun 3º di bawah t1, aduk terus menerus 

sampai campuran membeku, catat suhu pembekuan 

tertinggi (t2). Ulangi penetapan sampai  dua suhu tertinggi 

yang diperoleh pada t2, tidak berbeda lebih dari 0,2º. Jika 

terjadi pendinginan berlebihan, untuk mempercepat 

terbentuknya hablur, tambahkan sedikit hablur senyawa 

kompleks sineol orto-kresol yang diperoleh dari 3,0 g 

sineol P dan 2,10 g ortokresol P. Jika t2 di bawah 27,4º 

ulangi penetapan sesudah penambahan 5,10 g senyawa 

kompleks.  

    Tetapkan persentase (b/b) sineol sesuai suhu beku (t2) 

dari Tabel, yang diperoleh dari harga antara dengan cara 

interpolasi. Bila dipakai  penambahan 5,10 g senyawa 

kompleks, hitung persentase (b/b) sineol dengan rumus 2 

(A-50). A yaitu  harga yang sesuai dengan suhu beku t2 

dari Tabel. 

 

t2º Sineol  

% b/b 

t2º Sineol  

% b/b 

24 45,5 40 67,0 

25 47,0 41 68,5 

26 48,5 42 70,0 

27 49,5 43 72,5 

28 50,5 44 74,0 

29 52,0 45 76,0 

30 53,5 46 78,0 

31 54,5 47 80,0 

32 56,0 48 82,0 

33 57,0 49 84,0 

34 58,5 50 86,0 

35 60,0 51 88,5 

36 61,0 52 91,0 

37 62,5 53 93,5 

38 63,5 54 96,0 

39 65,0 55 99,0 

 

 

PENETAPAN KADAR STEROID <631> 

 

    Cara ini dipakai  untuk penetapan kadar steroid yang 

memiliki  gugus fungsi mereduksi seperti -ketol. 

    Larutan baku Timbang saksama beberapa  Baku 

Pembanding FI, seperti tertera pada monografi, yang 

sebelumnya telah dikeringkan menurut cara yang tertera 

pada monografi, larutkan dalam etanol P. Lakukan 

- 1477 -

 

 

 

 

 

 

pengenceran bertingkat dengan etanol P secukupnya 

sampai  kadar lebih kurang 10 μg per ml. Pipet 20 ml 

larutan ini ke dalam labu Erlenmayer 50 ml bersumbat 

kaca. 

    Larutan uji Buat seperti tertera pada masing-masing 

monografi. 

    procedure  Ke dalam dua labu yang masing-masing 

berisi Larutan uji dan Larutan baku dan ke dalam labu 

ketiga yang berisi 20,0 ml etanol P sebagai blangko, 

tambahkan 2,0 ml larutan yang dibuat dengan melarutkan 

50 mg biru tetrazolium P dalam 10 ml metanol P, dan 

campur. lalu  ke dalam tiap labu tambahkan 2,0 ml 

campuran etanol P-tetrametil amonium hidroksida LP     

(9 : 1), campur, dan biarkan dalam gelap selama             

90 menit. Ukur segera serapan larutan yang di peroleh 

dari Larutan uji dan Larutan baku pada panjang 

gelombang lebih kurang 525 nm dibandingkan terhadap 

blangko. Hitung kadar steroid dengan rumus seperti 

tertera pada masing-masing monografi. C yaitu  kadar 

baku pembanding, dalam μg per ml Larutan baku; AU dan 

AS berturut-turut yaitu  serapan Larutan uji dan Larutan 

baku. 

     

 

PENETAPAN KADAR STEROID TUNGGAL 

<641> 

 

    Dalam procedure  berikut, steroid yang akan ditetapkan 

kadarnya dipisahkan dari steroid asing sejenis dan 

eksipien dengan cara kromatografi lapis tipis dan 

ditetapkan perolehan kembali dari kromatogram. 

    Penyiapan lempeng Buat lumpuran dari 30 g silika gel 

dengan zat berfluoresensi yang sesuai, dengan 

menambahkan bertahap dan mencampur, lebih kurang 65 

ml campuran air-etanol P (5:2). Pindahkan lumpuran ke 

atas lempeng bersih 20 cm x 20 cm, ratakan sampai  

diperoleh lapisan serba rata setebal 0,25 mm dan 

keringkan pada suhu kamar selama 15 menit. Panaskan 

lempeng pada suhu 105º selama 1 jam dan simpan dalam 

desikator. 

    tahap  gerak A Campuran diklorometana P-metanol P 

(180:16). 

    tahap  gerak B Campuran kloroform P-aseton P (4:1). 

    Larutan baku Timbang saksama beberapa  Baku 

Pembanding FI yang tertera pada masing-masing 

monografi, yang sebelumnya telah dikeringkan menurut 

cara yang tertera pada monografi, larutkan dalam 

campuran kloroform P-etanol P (1:1) sampai  kadar lebih 

kurang 2 mg per ml. 

    Larutan uji Buat seperti tertera pada masing-masing 

monografi. 

    procedure  Bagi lempeng menjadi 3 bagian yang sama, 

bagian kiri dan kanan masing-masing untuk Larutan uji 

dan Laruan baku dan bagian tengah untuk blangko. 

Totolkan terpisah berupa garis masing-masing 200 μl 

Larutan uji dan Larutan baku dengan jarak 2,5 cm dari 

tepi bawah lempeng. Keringkan lempeng dengan aliran 

udara. Dengan memakai  tahap  gerak yang ada  

pada masing-masing monografi, eluasi lempeng dalam 

bejana kromatografi yang sesuai, yang sebelumnya telah 

dijenuhkan, biarkan  merambat sampai  15 cm dari garis 

penotolan. Angkat lempeng, biarkan menguap di udara, 

dan amati bercak utama berupa pita dari Larutan baku di 

bawah cahaya ultra violet. Tandai pita ini, dan pita yang 

sesuai dari Larutan uji dan blangko. Pindahkan silika gel 

dari tiap-tiap pita secara terpisah ke dalam tabung 

sentrifus 50 ml bersumbat kaca. Ke dalam tiap tabung 

tambahkan 25,0 ml etanol P, dan kocok selama tidak 

kurang dari 2 menit. Sentrifus selama 5 menit, pipet       

20 ml beningan dari masing-masing tabung ke dalam labu 

Erlenmeyer 50 ml bersumbat kaca, tambahkan 2,0 ml 

larutan yang dibuat dengan melarutkan 50 mg biru 

tetrazolium P dalam 10 ml metanol P, dan campur. 

Lakukan seperti tertera pada procedure  pada Penetapan 

Kadar Steroid <631> mulai dari “lalu  ke dalam 

tiap labu…”. 

 

     

PENETAPAN KADAR TIAMIN <651> 

 

    Baku pembanding Tiamin Hidroklorida BPFI; tidak 

boleh dikeringkan, tetapkan kadar air secara titrimetri 

pada waktu akan dipakai . Simpan dalam wadah 

tertutup rapat dan terlindung cahaya. 

procedure  berikut ini dipakai  untuk penetapan tiamin 

dalam sediaan multi komponen. 

    Larutan dan pelarut khusus 

    Larutan kalium besi(III) sianida Larutkan 1,0 g kalium 

besi(III) sianida P dalam air sampai  100 ml. Larutan 

dibuat segar. 

    Pereaksi pengoksidasi Pada 4,0 ml Larutan kalium 

heksasianoferat(III) tambahkan natrium hidroksida 3,5 N 

sampai  100 ml. pakailah  larutan ini dalam 4 jam. 

    Larutan persediaan kuinin sulfat Larutkan 10 mg 

kuinin sulfat dalam asam sulfat 0,1 N sampai  1000 ml.  

Simpan larutan ini dalam lemari pendingin dan terlindung 

cahaya. 

    Larutan baku kuinin sulfat Encerkan Larutan 

persediaan kuinin sulfat  dengan asam sulfat 0,1 N (1:39). 

Larutan ini memiliki  derajat fluoresensi yang hampir 

sama dengan tiokrom yang diperoleh dari 1 μg tiamin 

hidroklorida dan dipakai  untuk koreksi fluorometer 

pada interval tertentu terhadap variasi kepekaan tiap 

pengukuran. Larutan dibuat segar. 

    Larutan baku persediaan Timbang saksama lebih 

kurang 25 mg Tiamin Hidroklorida BPFI, masukkan ke 

dalam labu tentukur 1000-ml, larutkan dalam lebih 

kurang 300 ml larutan etanol P (1 dalam 5) yang diatur 

pH 4,0 dengan penambahan asam klorida 3 N dan 

tambahkan pelarut yang sama sampai tanda. Simpan 

dalam wadah tidak tembus cahaya di dalam lemari 

pendingin. pakailah  larutan ini dalam waktu satu bulan. 

    Larutan baku Encerkan beberapa  Larutan baku 

persediaan secara kuantitatif dan bertahap dengan asam 

klorida 0,2 N sampai  kadar tiamin hidroklorida lebih 

kurang 0,2 μg per ml. 

    Larutan uji  Timbang atau ukur saksama beberapa  zat, 

masukkan ke dalam labu tentukur yang sesuai, encerkan 

dengan asam klorida 0,2 N sampai  kadar tiamin 

hidroklorida (atau mononitrat) lebih kurang 100 μg per 

- 1478 -

 

 

 

 

 

ml. Jika sampel sukar larut, panaskan di atas tangas uap, 

lalu  dinginkan dan encerkan dengan asam klorida 

0,2 N sampai tanda. Encerkan 5 ml larutan ini secara 

kuantitatif dan jika perlu bertahap, dengan asam klorida 

0,2 N sampai  kadar tiamin hidroklorida (mononitrat) lebih 

kurang 0,2 μg per ml. 

    procedure  Pipet 5 ml Larutan  baku ke dalam tiap 

tabung dari tiga atau lebih tabung (atau wadah lain yang 

sesuai) berkapasitas lebih kurang 40 ml. Ke dalam dua 

tabung ini , masing-masing tambahkan secara cepat 

(dalam 1 - 2 detik) 3,0 ml Pereaksi pengoksidasi sambil 

dicampur, dan dalam 30 detik tambahkan 20,0 ml isobutil 

alkohol P, tutup tabung kocok kuat-kuat selama 90 detik 

dengan tangan atau dengan mengalirkan gelembung udara 

ke dalam campuran. Buat larutan blangko memakai  

tabung sisa berisi Larutan baku, sebagai pengganti 

Pereaksi pengoksidasi dipakai  natrium hidroksida     

3,5 N beberapa  volume yang sama dan diperlakukan sama 

seperti di atas. 

Pipet 5 ml Larutan uji ke dalam tiap tabung dari tiga atau 

lebih tabung yang serupa, dan diperlakukan sama seperti 

Larutan baku. 

Pada keenam tabung diatas masukkan masing-masing   

2,0 ml etanol mutlak P, goyang selama beberapa detik, 

biarkan lapisan memisah dan enaptuangkan atau ambil 

lebih kurang 10 ml beningan larutan isobutil-alkohol ke 

dalam kuvet yang telah dibakukan, ukur fluoresensi pada 

panjang gelombang maksimum emisi lebih kurang       

435 nm dengan panjang gelombang maksimum eksitasi 

lebih kurang 365 nm. 

    Perhitungan Hitung jumlah C12H17ClN4OS.HCl dalam 

μg per 5 ml Larutan uji, dengan rumus: 

 

 

 

A dan S berturut-turut yaitu  fluoresensi rata-rata dari 

Larutan uji dan Larutan baku yang direaksikan dengan 

Pereaksi pengoksidasi; b dan d berturut-turut yaitu  

fluoresensilarutan blangko dari Larutan uji dan Larutan 

baku. Hitung jumlah tiamin hidroklorida 

C12H17ClN4OS.HCl, dalam mg contoh berdasarkan 

jumlah alikot yang dipakai . Bila yang diuji yaitu  

tiamin mononitrat, C12H17N5O4S, kalikan dengan faktor 

0,9706. 

 

 

PENETAPAN PENISILIN G <661> 

 

    Cara ini dipakai  untuk menetapkan kandungan 

pinisilin G dalam substansi antibiotik, jika suatu 

persyaratan tertera pada monografi. 

    Dapar fosfat 0,05 M, pH 6 Larutkan 6,8 g kalium 

fosfat monobasa P dalam 900 ml air, atur pH sampai  6  

dengan natrium hidroksida 1 N, encerkan dengan air 

sampai  1000 ml. 

    tahap  gerak Buat campuran Dapar fosfat 0,05 M pH 6 

dan asetonitril P (4:1), saring melalui penyaring 

membran dengan porositas 5 μm atau lebih halus, dan 

awaudarakan. 

    Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 80 mg 

Penisilin G Kalium BPFI, masukkan ke dalam labu 

tentukur 100-ml, tambahkan lebih kurang 50 ml tahap  

gerak, kocok sampai larut, encerkan dengan tahap  gerak 

sampai tanda. 

    Larutan uji Kecuali dinyatakan lain dalam monografi; 

lakukan seperti tertera pada Larutan baku. 

    Larutan kesesuaian sistem Buat larutan penisilin V 

kalium dalam tahap  gerak sampai  kadar lebih kurang 1 mg 

per ml. Campurkan larutan ini dan Larutan baku volume 

sama. 

    Sistem kromatografi Lakukan seperti tertera pada 

Kromatografi <931>. Kromatograf cair dilengkapi 

dengan detektor 225 nm dan kolom 30 cm x 4 mm berisi 

bahan pengisi L1 dengan ukuran partikel 10 μm. Laju alir 

lebih kurang 2 ml per menit. Lakukan kromatografi 

terhadap Larutan baku dan Larutan kesesuaian sistem, 

rekam kromatogram dan ukur respons puncak utama 

seperti tertera pada procedure : efisiensi kolom ditentukan 

dari puncak analit tidak kurang dari 600 lempeng teoritis; 

resolusi, R, antara puncak penisilin G dan penisilin V 

tidak kurang dari 2,0; simpangan baku relatif pada 

penyuntikan ulang Larutan baku tidak lebih dari 1,0%. 

    procedure  Suntikkan secara terpisah beberapa  volume 

sama (lebih kurang 10 μl) Larutan baku, Larutan uji dan 

Larutan kesesuaian sistem ke dalam kromatograf, ukur 

respons puncak utama. Waktu retensi relatif penisilin G 

(C16H18N2O4S)dalam zat uji dengan rumus: 

 

S

U

U

SS

r

r

W

WG  

 

GS yaitu  kandungan penisilin G, dalam persen terhadap 

Penisilin G Kalium BPFI; WS dan WU berturut-turut 

yaitu  jumlah dalam mg Penisilin G Kalium BPFI dan 

zat uji; rU dan rS berturut-turut yaitu  respons puncak 

Larutan uji dan Larutan baku. 

 

 

PENGAMBILAN CONTOH DAN METODE 

analisa  SIMPLISIA <671>  

 

Pengambilan Contoh 

 

    Perlu diperhatikan bahwa contoh suatu simplisia harus 

mewakili bets yang diuji, untuk mengurangi penyimpangan 

yang disebabkan oleh kesalahan pengambilan contoh 

terhadap hasil analisa  baik kualitatif maupun kuantitatif. 

Cara pengambilan contoh berikut merupakan cara paling 

sederhana yang dapat diterapkan untuk bahan nabati. 

Beberapa bahan produk atau metode pengujian tertentu 

memerlukan cara kerja yang lebih ketat, termasuk 

kebutuhan pengambilan contoh dari wadah yang lebih 

banyak dan atau pengambilan contoh yang lebih banyak 

dari setiap wadah. 

- 1479 -

 

 

 

 

 

 

Contoh dalam skala besar Jika pada pengamatan bagian 

luar wadah, penandaan dan keterangan etiket 

menampilkan  bahwa bets dapat dianggap homogen, ambil 

contoh secara terpisah dari berbagai wadah yang dipilih 

secara acak sesuai ketentuan di bawah ini. Jika bets tidak 

dapat dianggap homogen, bagi menjadi beberapa sub-bets 

yang sehomogen mungkin, lalu  lakukan 

pengambilan contoh pada masing-masing sub-bets seperti 

pada bets yang homogen. 

 

Jumlah wadah 

dalam bets (N) 

Jumlah wadah 

yang harus di- 

ambil contohnya (n) 

1 sampai 10 Semua 

11 sampai 19 11 

> 19 

 

 

Catatan Bulatkan harga n ke angka yang lebih tinggi. 

 

 Contoh bahan harus diambil pada bagian atas, tengah 

dan bawah dari setiap wadah. Jika contoh bahan terdiri 

dari bagian-bagian berukuran 1 cm atau lebih kecil dan 

untuk semua bahan yang diserbukkan atau digiling, 

lakukan pengambilan contoh dengan memakai  suatu 

alat pengambil contoh yang dapat menembus bahan dari 

bagian atas ke bagian bawah wadah, tidak kurang dari 

dua kali pengambilan yang dilakukan pada arah yang 

berlawanan. Jika bahan berupa bagian dengan ukuran 

lebih dari 1 cm, lakukan pengambilan contoh dengan 

tangan. Untuk bahan dalam wadah atau bungkus yang 

besar pengambilan contoh harus dilakukan pada 

kedalaman 10 cm, sebab  kelembaban bagian permukaan 

mungkin berbeda dengan bagian dalam. 

 Persiapkan contoh dalam skala besar dengan 

menggabungkan dan mencampurkan setiap contoh yang 

telah diambil dari setiap wadah yang telah terbuka, dan 

dijaga jangan sampai terjadi kenaikan tingkat fragmentasi 

atau mempengaruhi derajat kelembaban secara bermakna. 

    Contoh dalam skala laboratorium Persiapkan contoh 

laboratorium dengan membagi contoh dalam skala besar 

menjadi empat bagian [Catatan Cara membagi empat 

yaitu  dengan menempatkan contoh, yang telah 

dicampur dengan baik, diratakan dalam bentuk tumpukan 

segi empat dan sama rata, lalu  dibagi secara 

diagonal menjadi empat bagian sama. Ambil kedua 

bagian yang berlawanan dan campur secara hati-hati. 

Ulangi proses ini secukupnya sampai diperoleh jumlah 

yang diperlukan.] 

Contoh skala laboratorium harus mencukupi untuk 

memenuhi kebutuhan semua pengujian yang diperlukan. 

    Contoh untuk pengujian Kecuali dinyatakan lain 

pada monografi, buat contoh pengujian sebagai berikut: 

 Perkecil ukuran contoh dalam skala laboratorium 

dengan membagi empat, jaga agar setiap bagian dapat 

mewakili. Pada bahan yang tidak digiling atau tidak 

diserbukkan, giling contoh sesampai  melewati pengayak 

nomor 20, dan campur hasil ayakan. Jika bahan tidak 

dapat digiling, perkecil sedapat mungkin sesampai  

menjadi lebih halus, campur dengan mengguling-

gulingkan pada kertas atau kain, sebarkan menjadi lapisan 

tipis dan ambil bagian untuk pengujian. 

 

Bahan Organik Asing 

 

    Contoh untuk pengujian Kecuali dinyatakan lain 

dalam monografi, timbang beberapa  contoh dalam skala 

laboratorium seperti di bawah ini, usahakan agar bagian 

yang diambil mewakili (jika perlu dibagi empat): 

 

 Akar, rimpang, kulit batang dan herba   500 g 

 Daun, bunga, biji dan buah    250 g 

 Potongan bagian tanaman (bobot rata- 

 rata setiap potongan kurang dari 500 mg)     50 g 

 

Tebarkan contoh menjadi suatu lapisan tipis dan pisahkan 

bahan organik asing dengan tangan sesempurna mungkin. 

Timbang dan hitung persentase bahan organik asing 

terhadap bobot contoh yang dipakai . 

 

Penetapan Kadar Abu 

 

 Timbang saksama, dalam krus yang telah ditara, 

beberapa  contoh setara dengan 2 - 4 g bahan yang telah 

dikeringkan di udara; pijarkan perlahan-lahan, lalu  

naikkan suhu secara bertahap sampai  675º±25º sampai 

bebas karbon dan tetapkan bobot abu. Jika abu bebas 

karbon tidak dapat diperoleh dengan cara ini , 

lakukan penyarian dengan air panas, tampung sisa yang 

tidak larut pada kertas saring bebas abu, pijarkan residu 

dan kertas saring sampai abu berwarna putih atau hampir 

putih, lalu  tambahkan filtrat, uapkan sampai kering, 

dan panaskan sampai  suhu 675º±25º. Jika abu bebas 

karbon tidak dapat diperoleh dengan cara ini, dinginkan 

krus, tambahkan 15 ml etanol P, lepaskan abu dengan 

pengaduk gelas, bakar etanol dan panaskan lagi isi krus 

sampai  suhu 675º±25º. Dinginkan dalam desikator, 

timbang abu dan hitung kadar abu dalam persen terhadap 

bobot contoh yang dipakai . 

 

    Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam 

 Didihkan abu yang diperoleh seperti tertera pada 

Penetapan kadar abu dengan 25 ml asam klorida 3 N 

selama 5 menit, kumpulkan bagian tidak larut pada krus 

kaca masir yang telah ditara atau kertas saring bebas abu, 

cuci dengan air panas, pijarkan dan timbang. Hitung 

kadar abu tidak larut dalam asam, dalam persen, dihitung 

terhadap bobot contoh yang dipakai . 

 

Penetapan Serat Kasar 

 

Timbang beberapa  contoh yang setara dengan 2 g bahan, 

ekstraksi dengan eter P. Tambahkan 200 ml larutan asam 

sulfat P (1 dalam 78) yang mendidih, pada sisa penyarian 

dalam labu 500 ml dan refluks selama tepat 30 menit; 

saring melalui kain linen atau kertas saring yang 

dikeraskan. Cuci residu yang ada  pada penyaring  

- 1480 -

 

 

 

 

 

dengan air mendidih sampai  cairan pencuci tidak bereaksi 

asam. Masukkan residu ke dalam labu dengan dibilas 

memakai  200 ml larutan natrium hidroksida P 

1,25% yang mendidih, yang telah ditepatkan menjadi 

1,25% dengan titrasi dan bebas dari natrium karbonat. 

Refluks kembali campuran selama tepat 30 menit, saring 

secara cepat melalui penyaring yang telah ditara, cuci 

residu dengan air mendidih sampai cairan pencuci 

terakhir bereaksi netral dan keringkan pada suhu 110º 

sampai  bobot tetap. Pijarkan residu yang telah kering 

sampai bobot tetap, dinginkan dalam desikator dan 

timbang abu. Perbedaan antara bobot yang diperoleh pada 

pengeringan pada suhu 110º dan bobot abu yang 

diperoleh menampilkan  bobot serat kasar. 

 [Catatan Pendidihan dengan asam dan basa harus 

dilakukan selama tepat 30 menit dihitung dari saat cairan 

(yang diinginkan di bawah titik didihnya dengan 

menuangkannya ke dalam labu dingin) mulai mendidih 

lagi. sesudah  larutan mendidih, pemanasan harus di 

turunkan secukupnya untuk menjaga tetap mendidih. 

Selama pendidihan, labu harus secara hati-hati diputar 

dari waktu ke waktu untuk melepaskan partikel yang 

mungkin melekat pada dinding labu. Alirkan udara 

perlahan-lahan ke dalam labu selama pendidihan untuk 

mencegah buih yang berlebihan.] 

 

Penetapan Kadar Minyak Atsiri 

 

Letakkan labu alas bulat 1 liter, berleher pendek, dalam 

mantel pemanas yang dilengkapi dengan pengaduk 

magnetik. Masukkan batang pengaduk magnetik ke 

dalam labu, hubungkan labu dengan pendingin dan alat 

penampung berskala seperti pada Gambar. 

 

 

 

 

 Timbang secukupnya beberapa  bahan yang telah 

dihancurkan, sampai  diperkirakan dapat menghasilkan     

1 ml sampai 3 ml minyak atsiri. Biji yang kecil, buah atau 

potongan daun dari herba pada biasanya  tidak perlu 

dihancurkan. Serbuk yang sangat halus harus dihindari. 

Jika hal ini tidak memungkinkan, bahan dapat dicampur 

dengan serbuk gergaji atau pasir yang telah dimurnikan. 

Masukkan beberapa  bahan yang telah ditimbang saksama 

ke dalam labu, dan tambahkan air sampai setengah dari 

labu. Hubungkan dengan bagian pendingin dan penam-

pung berskala. Didihkan isi labu dengan pemanasan yang 

sesuai untuk menjaga agar pendidihan berlangsung tidak 

terlalu kuat selama 2 jam, atau sampai minyak atsiri 

terdestilasi sempurna dan tidak bertambah lagi dalam 

bagian penampung berskala. 

 Jika beberapa  volume minyak atsiri telah tertampung 

dalam bagian penampung berskala, pencatatan dapat 

dilakukan dengan pembacaan sampai 0,1 ml, dan volume 

minyak atsiri untuk setiap 100 g bahan dapat dihitung 

dari bobot bahan yang ditimbang. Skala pada penampung 

untuk minyak atsiri dengan bobot jenis lebih besar dari 

air diletakkan sedemikian sampai  minyak akan 

tertampung di bawah kondensasi air, sesampai  secara 

otomatis air kembali ke dalam labu. 

 

Penetapan Kadar Air 

 

    Untuk bahan yang tidak dihaluskan atau tidak 

diserbukkan, siapkan lebih kurang 10 g sampel 

laboratorium, dengan memotong, membentuk granul atau 

mengiris sampai  diperoleh bagian dengan ketebalan lebih 

kurang 3 mm. Biji atau buah lebih kecil dari 3 mm harus 

dipecahkan. Hindarkan pemakaian  alat penyerbuk 

dengan kecepatan tinggi pada penyiapan contoh; dan 

harus dijaga agar tidak terjadi kehilangan air selama 

proses penyiapan contoh dan bagian yang diambil 

mewakili contoh dalam skala laboratorium. Tetapkan 

kadar air seperti tertera pada procedure  untuk Obat Tanaman 

dalam Penetapan Kadar Air <1031> Metode III. 

 

 

TITRIMETRI <711> 

 

    Titrasi Langsung yaitu  perlakuan terhadap suatu 

senyawa yang larut (titrat), dalam suatu bejana yang 

sesuai, dengan larutan yang sesuai yang sudah dibakukan 

(titran), dan titik akhir ditetapkan dengan instrumen atau 

secara visual memakai  bantuan indikator yang 

sesuai. 

    Titran ditambahkan dari buret yang dipilih sedemikian 

sampai  sesuai dengan kekuatannya (normalitas), dan 

volume yang ditambahkan yaitu  antara 30% dan 100% 

kapasitas buret. [Catatan Jika dibutuhkan titran kurang 

dari 10 ml, harus dipakai  mikroburet yang sesuai.] 

Titrasi dilakukan dengan cepat namun  hati-hati, mendekati 

titik akhir titran ditambahkan tetes demi tetes dari buret 

agar tetes terakhir yang ditambahkan tidak melewati titik 

akhir.  Jumlah senyawa yang dititrasi dapat dihitung dari 

volume dan faktor normalitas atau molaritas titran dan 

faktor kesetaraan untuk senyawa, yang tertera pada 

masing-masing monografi. 

 

    Titrasi Residual Beberapa penetapan kadar dalam 

Farmakope memerlukan penambahan larutan volumetrik 

yang terukur, berlebih dari jumlah yang sebenarnya 

diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang 

ditetapkan kadarnya, kelebihan larutan ini lalu  

dititrasi dengan larutan volumetrik kedua. Titrasi ini 

- 1481 -

 

 

 

 

 

 

dikenal sebagai “titrasi kembali”.  Jumlah senyawa yang 

dititrasi dapat dihitung dari selisih antara volume larutan 

volumetrik yang ditambahkan mula-mula dan volume 

titran dalam titrasi kembali, dengan memperhatikan 

faktor normalitas atau molaritas kedua larutan dan faktor 

kesetaraan untuk senyawa yang tertera pada masing-

masing monografi. 

 

    Penetapan Titik Akhir (memakai  Indikator 

atau secara Potensiometrik) Metode yang sederhana 

dan paling mudah untuk penetapan titik kesetaraan, yaitu 

titik pada saat reaksi analitik stokiometri sempurna, dapat 

ditetapkan dengan pemakaian  indikator. Bahan kimia ini 

biasanya berwarna, dan memberi  respons untuk 

berubah dalam kondisi larutan sebelum dan sesudah titik 

kesetaraan dengan menunjukan perubahan warna yang 

dapat dilihat secara visual sebagai titik akhir dan 

merupakan perkiraan titik kesetaraan yang dapat 

dipercaya.  

    Metode yang juga berguna untuk penetapan titik akhir 

yaitu  yang memakai  pengukuran elektrokimia. Jika 

suatu elektrode indikator yang peka terhadap kadar 

senyawa yang bereaksi dan suatu elektrode pembanding 

yang potensialnya tidak peka terhadap berbagai senyawa 

yang terlarut dicelupkan dalam titrat sesampai  

membentuk sel Galvanik, perbedaan potensial antara 

kedua elektrode dapat dideteksi dengan pH meter dan 

sekaligus dapat dipakai  untuk mengikuti 

berlangsungnya reaksi. Jika suatu seri pengukuran ini 

digambarkan dengan benar (yaitu, untuk titrasi asam-

basa, pH terhadap ml tiran yang ditambahkan; untuk 

titrasi pengendapan, kompleksometri atau titrasi oksidasi  

 reduksi, mV terhadap ml titran yang ditambahkan), akan 

dihasilkan kurva sigmoid dengan bagian yang berubah 

cepat di sekitar titik kesetaraan. Titik tengah bagian 

vertikal yang linier ini atau titik infleksi dapat diambil 

sebagai titik akhir. Titik kesetaraan dapat juga ditetapkan 

secara matematik tanpa membuat kurva. Walaupun begitu 

harus dicatat bahwa untuk reaksi asimetris, yaitu reaksi 

dengan jumlah anion dan kation yang bereaksi tidak 

sama, titik akhir yang ditunjukan oleh titik infleksi kurva 

titrasi tidak ada  tepat pada titik kesetaraan 

stokiometri. Jadi, deteksi titik akhir secara 

potensiometrik dengan cara ini tidak sesuai untuk reaksi 

asimetris, sebagai contoh yaitu  reaksi pengendapan, 

 

  2 Ag+ + CrO4

2- 

 

dan reaksi oksidasi reduksi, 

 

  5Fe2+ + MnO4

 

    Semua reaksi asam-basa yaitu  simetris. Jadi, deteksi 

titik akhir secara potensiometrik dapat dipakai  dalam 

titrasi asam-basa dan titrasi lain yang melibatkan reaksi 

reversibel simetris, dengan indikator yang sudah 

ditentukan, kecuali jika dinyatakan lain dalam masing-

masing monografi. 

    Ada dua jenis titrator elektrometik otomatik.  Titrator 

jenis pertama dapat menambahkan titran secara otomatik 

dan mencatat beda potensial selama titrasi berlangsung 

sebagai kurva sigmoid. Pada jenis kedua, penambahan 

titran dilakukan secara otomatik sampai tercapai potensial 

atau pH, yang menunjukan titik akhir, dan pada titik 

ini  penambahan titran akan berhenti. 

    Beberapa sistem elektrode yang dapat dipakai  untuk 

titrasi potensiometri dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Sistem Elektrode Titrasi Potensiometri 

 

Titrasi Elektrode 

Indikator 

Persamaan1 Elektrode 

Pembanding 

pemakaian 2 

Asam-basa Kaca E = k + 0,0591 pH Kalomel atau 

perak-perak klorida 

Titrasi asam-basa 

Pengendapan 

 (perak) 

Perak E = Eo + 0,0591 log [Ag+] Kalomel (dengan 

jembatan garam kalium 

nitrat) 

Titrasi dengan atau untuk 

perak melibatkan halida atau 

tiosianat 

Kompleksometri Raksa- 

raksa(II) 

E = Eo + 0,0296 (log k’- pM) Kalomel Titrasi berbagai logam (M), 

seperti Mg2+, Ca2+, Al3+, Bi3+, 

dengan EDTA 

Oksidasi-  

  reduksi 

Platina E = Eo + 0,0591 log [oks] 

                  n           [red] 

Kalomel atau  

perak-perak klorida 

Titrasi dengan arsenit, brom, 

serium(IV),  dikromat, 

heksasianoferat(III), iodat, 

nitrit, permanganat, tiosulfat. 

1Bentuk persamaan Nernst yang sesuai untuk menyatakan sistem elektrode; k = tetapan elektrode kaca, k’= tetapan yang  

diperoleh dari kesetimbangan Hg-Hg(II)-EDTA; M = setiap logam yang dititrasi dengan EDTA; [oks] dan [red] dari 

persamaan oks + ne = red. 

2Daftar ini cukup representatif tapi belum lengkap. 

 

- 1482 -

 

 

 

 

 

KOREKSI BLANGKO Seperti sudah dinyatakan, 

penetapan titik akhir dalam suatu penetapan titrimetri 

yaitu  perkiraan titik kesetaraan reaksi. Validitas 

perkiraan ini antara lain tergantung pada sifat konstituen 

titrat dan kadar titran. Koreksi blangko yang sesuai dapat 

dipakai  dalam penetapan titrimetri untuk 

meningkatkan kepercayaan penetapan titik akhir. Koreksi 

blangko seperti ini biasanya diperoleh dengan blangko 

titrasi residual dengan mengulang selengkapnya procedure  

yang dibutuhkan terkecuali senyawa yang hendak 

dianalisa  tidak diikutsertakan. Dalam hal demikian, 

volume titran yang sebenarnya, yang setara dengan 

senyawa yang dianalisa , yaitu  volume yang dibutuhkan 

untuk titrasi blangko dikurangi volume yang dibutuhkan 

untuk titrasi senyawa. Volume yang terkoreksi yang 

diperoleh dengan cara ini lalu  dipakai  dalam 

perhitungan kadar senyawa yang dititrasi, seperti yang 

dinyatakan dalam Titrasi residual. Jika dipakai  

penetapan titik akhir secara potensiometrik, koreksi 

blangko biasanya diabaikan. 

 

TITRASI KOMPLEKSOMETRI Keberhasilan titrasi 

kompleksometri tergantung dari beberapa faktor. Tetapan 

kesetimbangan untuk pembentukan kompleks analit-titran 

harus cukup besar, sesampai  pada titik akhir hampir 100% 

analit sudah membentuk kompleks. Pembentukan akhir 

dari kompleks harus berlangsung secara cepat. Jika reaksi 

analisa  berjalan lambat, perlu dilakukan titrasi kembali. 

    Secara umum, indikator kompleksometri berperan  

sebagai senyawa pembentuk kompleks.  Reaksi antara ion 

logam dan indikator harus cepat dan reversible.  Tetapan 

kesetimbangan yang terbentuk dari kompleks logam-

indikator harus cukup besar untuk menghasilkan 

perubahan warna yang tajam, namun  harus lebih kecil dari 

tetapan kesetimbangan kompleks logam-titran. Pemilihan 

indikator sangat ditentukan oleh rentang pH pada saat 

reaksi kompleks berlangsung, dan juga adanya ion lain 

yang berasal dari sampel atau dapar.  Ion pengganggu 

dapat ditutup (masking) atau dilapis dengan penambahan 

senyawa pembentuk kompleks lain. (Teknik masking ini  

juga dapat dipakai  dalam titrasi reduksi-oksidasi).  

 

    procedure  

    Aluminium Kecuali dinyatakan lain dalam masing-

masing monografi, pakailah  Metode I. 

    Metode I Ke dalam 20,0 ml larutan uji tambahkan   

25,0 ml dinatrium edetat 0,1 M LV dan 10 ml campuran 

volume sama amonium asetat 2 N dan asam asetat 2 N. 

Panaskan sampai  mendidih selama 2 menit, dinginkan dan 

tambahkan 50 ml etanol mutlak P dan  3 ml larutan 

ditizon P 0,0025% dalam etanol mutlak P yang dibuat 

segar. Titrasi kelebihan dinatrium edetat dengan zink 

sulfat 0,1 M LV sampai  warna berubah dari biru kehijauan 

menjadi ungu kemerahan. 

 

Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M  

setara dengan 2,698 mg Al 

 

    Metode II Larutkan beberapa  zat uji dalam campuran   

2 ml asam klorida 1 N dan 50 ml air, tambahkan 50,0 ml 

dinatrium edetat 0,05 M LV dan netralkan dengan 

natrium hidroksida 1 N memakai  merah metil LP 

sebagai indikator. Panaskan larutan sampai  mendidih, 

diamkan selama 10 menit di atas tangas air, segera 

dinginkan, tambahkan lebih kurang 50 mg jingga xilenol 

campur P dan 5 g heksamin P dan titrasi kelebihan 

dinatrium edetat dengan timbal(II) nitrat 0,05 M LV 

sampai  merah. 

 

Tiap ml dinatrium edetat 0,05 M  

setara dengan 1,349 mg Al 

 

    Bismut Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing 

monografi, pakailah  Metode I. 

    Metode I Encerkan larutan uji dengan air sampai    

250,0 ml, dan kecuali dinyatakan lain tambahkan 

amonium hidroksida P tetes demi tetes sambil dikocok 

sampai  larutan mulai keruh. Tambahkan 0,5 ml asam 

nitrat P dan panaskan sampai  suhu 70°, pertahankan 

larutan pada suhu ini sampai  larutan jernih. Tambahkan 

lebih kurang 50 mg jingga xilenol campur P dan titrasi 

dengan dinatrium edetat 0,1 M LV sampai  warna berubah 

dari ungu kemerahan menjadi kuning sitrun. 

 

Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M  

setara dengan20,90 mg Bi 

 

    Metode II Larutkan beberapa  zat uji dalam volume 

sesedikit mungkin asan nitrat 2 N, tambahkan 50 ml air 

dan atur pH sampai  1 - 2 dengan menambahkan asam 

nitrat 2 N atau amonium hidroksida 5 N tetes demi tetes 

sambil dikocok. Tambahkan lebih kurang 30 mg jingga 

xilenol campur P dan titrasi dengan dinatrium edetat  

0,05 M LV sampai  warna berubah menjadi kuning. 

 

Tiap ml dinatrium edetat 0,05 M  

setara dengan10,45 mg Bi 

 

    Kalsium Kecuali dinyatakan lain dalam masing-

masing monografi, pakailah  Metode I. 

    Metode I Encerkan larutan uji dengan air sampai       

300 ml, tambahkan 6 ml natrium hidroksida 10 N dan 

lebih kurang 15 ml asam kalkon karboksilat campur P 

dan titrasi dengan dinatrium edetat 0,1 M LV sampai  

warna berubah dari ungu menjadi biru tua. 

 

Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M  

setara dengan 4,008 mg Ca 

 

    Metode II Larutkan beberapa  zat uji dalam beberapa ml 

air, asamkan bila perlu, encerkan dengan air sampai  lebih 

kurang 50 ml. Titrasi dengan dinatrium edetat 0,05 M LV 

sampai  mendekati titik akhir yang diharapkan, tambahkan 

4 ml natrium hidroksida 10 N dan 100 mg kalkon campur 

P dan lanjutkan titrasi sampai  warna berubah dari merah 

muda menjadi biru. 

 

Tiap ml dinatrium edetat 0,05 M  

setara dengan 2,004 mg Ca 

 

- 1483 -

 

 

 

 

 

 

    Timbal Encerkan larutan uji dengan air sampai  200 ml 

atau larutkan beberapa  zat uji dalam 5 ml sampai  10 ml 

air atau dalam sedikit asam asetat 5 N dan encerkan 

dengan air sampai  50 ml. Tambahkan lebih kurang 50 mg 

jingga xilenol campur P dan heksamin P secukupnya 

sampai  warna merah muda ungu. Titrasi dengan dinatrium 

edetat 0,05 M LV atau 0,1 M LV, seperti tertera pada 

monografi, sampai  warna berubah menjadi kuning sitrun. 

  

Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M  

setara dengan 20,72 mg Pb 

 

    Magnesium Encerkan larutan uji dengan air sampai  

300 ml atau larutkan beberapa  zat uji dalam 5 - 10 ml air 

atau dalam sedikit asam klorida 2 N dan encerkan dengan 

air sampai  50 ml. Tambahkan 10 ml dapar amonium pH 

10,0 dan lebih kurang 50 mg hitam eriokrom campur P. 

Panaskan sampai  40° dan titrasi dengan dinatrium edetat 

0,1 M LV sampai  warna berubah dari ungu menjadi biru. 

 

Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M  

setara dengan 2,431 mg Mg 

 

    Zink Encerkan larutan uji dengan air sampai  200 ml 

atau larutkan beberapa  zat uji dalam beberapa  asam 

asetat 2 N dan encerkan dengan air sampai  50 ml. 

Tambahkan lebih kurang 50 mg jingga xilenol campur P 

dan heksamina P secukupnya sampai  warna merah muda 

ungu. Tambahkan lagi 2 g heksamin P dan titrasi dengan 

dinatrium edetat 0,1 M LV seperti tertera pada monografi, 

sampai  warna berubah menjadi kuning. 

 

Tiap ml dinatrium edetat 0,1 M  

setara dengan 6,538 mg Zn 

 

TITRASI OKSIDASI REDUKSI (REDOKS) 

Penetapan dilakukan dengan memakai  pereaksi yang 

menyebabkan reaksi oksidasi atau reduksi pada analit.  

Beberapa kurva titrasi redoks tidak simetris pada titik 

kesetaraan sesampai  penetapan titik akhir dengan grafik 

tidak mungkin dilakukan, namun  tersedia indikator untuk 

beberapa penetapan. Beberapa pereaksi redoks dapat juga 

berfungsi sebagai indikator.  Seperti dalam beberapa tipe 

titrasi, perubahan warna indikator harus sangat dekat 

dengan titik kesetaraan. Jika titran yang dipakai  juga 

berfungsi sebagai indikator, perbedaan antara titik akhir 

dan titik kesetaraan ditetapkan berdasarkan kemampuan 

analis melihat perubahan warna. Contoh umum yaitu  

pemakaian  ion permanganat sebagai titran pengoksidasi, 

sedikit kelebihan titran dapat dilihat dengan terjadinya 

warna merah muda. Titran lain yang dapat berfungsi 

sebagai indikator yaitu  iodum, garam serium(IV), dan 

kalium dikromat. Dalam beberapa keadaan, pemakaian  

indikator redoks yang tepat  akan menghasilkan titik akhir 

yang lebih tajam. 

    Mungkin diperlukan penyesuaian tingkat oksidasi dari 

analit sebelum dilakukan titrasi dengan memakai  

senyawa pengoksidasi atau pereduksi yang tepat; 

lalu  kelebihan pereaksi harus dihilangkan dengan 

cara pengendapan. Hal ini hampir selalu dilakukan pada 

penetapan senyawa pengoksidasi sebab  hampir semua 

larutan volumetrik senyawa pereduksi secara perlahan 

akan teroksidasi oleh oksigen di atmosfer. 

     

Titrasi Bebas Air (Titrasi dalam Pelarut bukan Air) Asam 

dan basa yaitu  senyawa yang memberi  ion hidrogen 

dan ion hidroksil bila dilarutkan dalam air.  Definisi yang 

diperkenalkan oleh Arrhenius ini tidak mencakup 

kenyataan bahwa sifat yang spesifik dari asam dan basa 

ini dapat juga terjadi dalam pelarut lain.  Definisi yang 

lebih umum yaitu  definisi Bronsted, yang menyatakan 

bahwa asam yaitu  suatu senyawa yang dapat 

memberi  proton, dan basa yaitu  suatu senyawa yang 

dapat mengikat proton. Yang lebih luas lagi yaitu  

definisi Lewis, yang menyatakan bahwa asam yaitu  

setiap senyawa yang dapat menerima pasangan elektron, 

basa yaitu  bahwa setiap senyawa dapat memberi  

pasangan elektron, dan netralisasi yaitu  pembentukan 

ikatan koordinasi antara suatu asam dan suatu basa. 

    Kekuatan suatu asam atau suatu basa ditentukan oleh 

kemampuannya bereaksi dengan pelarut.  Dalam larutan 

air semua asam kuat tampak sama kuat sebab  senyawa 

ini bereaksi dengan pelarut dan konversi sempurna 

menjadi ion oksonium dan anion asam (efek 

penyetingkatan). Dalam pelarut protofilik lemah seperti 

asam asetat, kemampuan pembentukan ion asidium asetat 

menunjukan bahwa urutan penurunan kekuatan untuk 

asam yaitu  asam perklorat, asam bromida, asam sulfat, 

asam klorida dan asam nitrat (efek diferensiasi). 

    Asam asetat bereaksi tidak sempurna dengan air untuk 

membentuk ion oksonium, oleh sebab  itu merupakan 

asam lemah.  Sebaliknya, senyawa ini larut dalam basa 

seperti etilendiamina, dan bereaksi sempurna dengan 

pelarut, sesampai  bersifat sebagai asam kuat. Hal yang 

sama berlaku juga untuk asam perklorat. 

    Efek p


Related Posts:

  • farmakope 114 lebih besar dari tingkat tertinggi. Jika angka rata-rata tingkat dosis tinggi pada kelompok baku tidak lebih besar dari angka rata-rata tingkat dosis rendah pada kelompok baku, maka hasil tidak dapat dipa… Read More