enyetingkatan juga terlihat pada basa. Dalam
asam sulfat hampir semua basa berkekuatan sama. Sifat
asam sebagai pelarut menurun dalam seri asam sulfat,
asam asetat, fenol, air, piridina dan butilamina, dalam seri
kebalikannya sifat basa menurun dan asam yang paling
kuat kehilangan sifat basanya. Basa kuat dengan urutan
kekuatan yang menurun, yaitu natrium 2-aminoetoksida,
kalium metoksida, natrium metoksida dan litium
metoksida.
Berbagai senyawa tidak larut dalam air memperoleh
peningkatan sifat asam atau sifat basa jika dilarutkan
dalam pelarut organik. Oleh sebab itu pemilihan pelarut
yang sesuai dapat memberi peluang untuk penetapan
berbagai senyawa ini secara titrasi bebas air.
Selanjutnya tergantung bagian mana suatu senyawa
merupakan bagian yang aktif, seringkali mungkin untuk
mentitrasi bagian ini dengan pemilihan pelarut dan titran
yang tepat. Senyawa murni dapat langsung dititrasi, namun
untuk sediaan farmasi seringkali diperlukan pemisahan
zat aktifnya dari eksipien dan pembawa yang menggangu.
Jenis senyawa yang dapat dititrasi sebagai asam antara
lain halida asam, anhidrida asam, asam karboksilat, asam
amino, senyawa enol seperti barbiturat dan xantin, imida,
fenol, pirol dan sulfonamida. Jenis senyawa yang dapat
dititrasi sebagai basa antara lain amina, senyawa
- 1484 -
heterosiklik yang mengandung nitrogen, oksazolin,
senyawa amonium kuarterner, garam alkali asam organik,
garam alkali asam anorganik lemah dan beberapa garam
amina. Beberapa garam asam halogen dapat dititrasi
dalam asam asetat atau anhidrida asetat sesudah
penambahan raksa(II) asetat, yang akan mendesak ion
halida sebagai kompleks raksa(II) halida yang tak
terionisasi dan membebaskan ion asetat.
Untuk titrasi senyawa basa, larutan volumetrik asam
perklorat dalam asam asetat glasial lebih disukai,
walaupun asam perklorat dalam dioksan juga dipakai
dalam keadaan tertentu. Sistem elektrode kaca-kalomel
dapat dipakai untuk keadaan ini. Dalam pelarut asam
asetat sistem elektrode ini berfungsi sesuai teori.
Untuk titrasi senyawa asam ada dua golongan titran:
alkoksida logam alkali dan tetraalkilamonium hidroksida.
Larutan volumetrik natrium metoksida dalam campuran
metanol dan toluen sering dipakai , walaupun litium
metoksida dalam pelarut metanol-benzen banyak
dipakai untuk senyawa yang dapat menghasilkan
endapan serupa gelatin jika dititrasi dengan natrium
metoksida.
Kesalahan alkali membatasi pemakaian elektrode
kaca sebagai elektrode indikator dalam hubungannya
dengan titran alkoksida logam alkali, terutama dalam
pelarut basa. Dengan demikian elektrode indikator
antimon, walaupun bersifat agak tidak menentu dapat
dipakai untuk titrasi seperti ini. pemakaian senyawa
amonium hidroksida kuartener seperti tetra-n-
butilamonium hidroksida dan trimetil heksadesil-
amonium hidroksida (dalam benzen-metanol atau
isopropanol) memiliki dua keuntungan dibanding-kan
titran lainnya yaitu (a) garam tetraalkilamonium dari
asam yang dititrasi larut dalam media titrasi, dan (b)
elektrode kaca-kalomel yang sesuai dapat dipakai
untuk titrasi potensiometri.
sebab adanya gangguan oleh karbon dioksida, pelarut
untuk senyawa asam harus dilindungi dari paparan
atmosfer yang berlebih dengan penutup yang sesuai atau
bekerja dengan atmosfer inert selama titrasi. Adanya
absorpsi karbon dioksida dapat ditetapkan dengan
melakukan penetapan blangko. Blangko tidak boleh
melebihi 0,01 ml natrium metoksida 0,1 N LV per ml
pelarut.
Titik akhir dapat ditentukan secara visual dengan
mengamati perubahan warna yang terjadi, atau secara
potensiometrik seperti tertera pada masing-masing
monografi. Jika dipakai elektrode pembanding
kalomel, akan lebih baik jika jembatan garam kalium
klorida dalam air digantikan dengan larutan litium
perklorat 0,1 N dalam asam asetat glasial untuk titrasi
dalam pelarut asam, atau kalium klorida dalam metanol
untuk titrasi dalam pelarut basa.
Jika campuran ini atau campuran yang lain telah tertera
pada masing-masing monografi, elektrode pembanding
kalomel dimodifikasi dengan lebih dahulu menghilangkan
larutan kalium klorida dalam air dan kalium klorida yang
tersisa jika ada, dengan membilasnya dengan air,
lalu menghilangkan sisa air dengan membilas
dengan pelarut bebas air yang akan dipakai , dan
akhirnya mengisi elektrode dengan campuran bebas air
yang sudah ditentukan.
Pada hampir semua masalah , kecuali jika ion perak
mengganggu, elektrode kalomel dapat diganti dengan
elektrode pembanding perak-perak klorida. Elektrode
perak-perak klorida lebih tahan dan dipakai untuk
membantu mengurangi pemakaian garam raksa yang
beracun di laboratorium. biasanya , jembatan garam
dapat dipakai untuk menghindarkan gangguan ion
perak.
Sistem yang dapat dipakai untuk titrasi bebas air
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Sistem untuk Titrasi Bebas Air
Jenis
Pelarut
Asam
(untuk titrasi basa dan
garamnya)
Relatif netral
(untuk titrasi
turunan basa)
Basa
(untuk titrasi asam)
Relatif netral
(untuk titrasi
turunan asam)
Pelarut1 Asam asetat glasial
Anhidrida asetat
Asam format
Asam propionat
Sulfuril klorida
Asetonitril
Alkohol
Kloroform
Benzen
Toluen
Klorobenzen
Etil Asetat Dioksan
Dimetil formamida
n-Butilamina
Piridina
Etilendiamina
Morfolina
Aseton
Asetonitril
Metil etil keton
Metil isobutil keton
Tert-Butil alkohol
Indikator Kristal violet
Merah kuinaldin
p-Naftol benzein
Alfazurin 2-G
Hijau malakit
Merah metil
Jingga metil
p-Naftolbenzein
Biru timol
Timolftalein
Lembayung azo
o-Nitroanilina
p-Hidroksiazobenzen
Lembayung azo
Biru bromotimol
p-Hidroksi azobenzen
Biru timol
Elektrode Kaca-kalomel
Kaca-perak-
perak klorida
Raksa-raksa(II)
Asetat
Kaca-kalomel
Kalomel-perak-
perak klorida
Antimon-kalomel
Antimon kaca
Antimon-antimon2
Platina-kalomel
Kaca-kalomel
Antimon-kalomel
Kaca-kalomel
Kaca-platina2
1Pelarut relatif netral dengan tetapan dielektrik rendah seperti benzen, toluen, kloroform atau dioksan dapat dipakai
bersama dengan berbagai pelarut asam atau basa untuk meningkatkan sensitivitas titik akhir titrasi.
2Dalam titran
- 1485 -
procedure
Metode I
Larutkan beberapa zat uji dalam beberapa volume
yang sesuai asam asetat glasial P yang sebelumnya
dinetralkan terhadap indikator seperti tertera pada
monografi, jika perlu hangatkan dan dinginkan, atau buat
larutan seperti yang ditentukan. Jika zat uji berupa garam
asam klorida atau bromida, tambahkan 15 ml raksa(II)
asetat LP, kecuali dinyatakan lain dalam monografi.
Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N LV sampai
perubahan warna indikator yang sesuai dengan harga
mutlak maksimum dE/dV (E yaitu daya elektromotif
dan V yaitu volume titran) dalam titrasi potensiometri.
Indikator yang tertera pada monografi juga dipakai
untuk menetralkan raksa(II) asetat LP dan pembakuan
titran.
Jika suhu titran pada saat penetapan (t2) berbeda dari
suhu titran pada saat pembakuan (t1), kalikan volume
titran yang diperlukan dengan [1+0,0011(t1–t2)] dan
hitung hasil penetapan dari volume terkoreksi.
Titrasi potensiometri dapat dilakukan memakai
elektrode kaca dan elektrode pembanding kalomel jenuh
(pastikan tidak terjadi kebocoran dari larutan jembatan
garam) atau pakailah elektrode kombinasi. Hubungan
antara elektrode kalomel dan cairan titrasi harus
memiliki tahanan listrik cukup rendah dan
perpindahan cairan dari satu sisi ke sisi lain harus
seminimum mungkin. Pembacaan hasil pengukuran
kurang dari nol dapat dihindari dengan memakai
sumber daya elektromotif stabil yang dipasang secara
seri dengan sistem elektrode. Ketidakstabilan dapat
terjadi, jika sambungan antara potensiometer dan sistem
elektrode tidak sesuai dengan petunjuk pabrik.
Metode II
pakailah titran, pelarut dan indikator seperti tertera
pada monografi.
Lindungi larutan dan titran dari karbon dioksida dan
lembab dari udara selama penetapan.
Larutkan beberapa zat uji dalam beberapa volume
pelarut yang sesuai, yang sebelumnya telah dinetralkan
terhadap indikator, jika perlu hangatkan dan dinginkan,
atau buat larutan seperti yang ditentukan. Titrasi sampai
perubahan warna indikator yang sesuai dengan harga
mutlak maksimum dE/dV (E yaitu daya elektromotif
dan V yaitu volume titran) dalam titrasi potensiometri.
Titran dibakukan memakai pelarut dan indikator
yang sama seperti yang ditentukan untuk zat ini .
Titrasi potensiometri dapat dilakukan memakai
elektrode kaca dan elektrode pembanding kalomel jenuh,
larutan jenuh kalium klorida P dalam air diganti dengan
larutan jenuh kalium klorida P dalam metanol P.
Hubungan antara elektrode kalomel dan cairan titrasi
harus memiliki tahanan listrik cukup rendah dan
perpindahan cairan dari satu sisi ke sisi lain harus
seminimum mungkin. Pembacaan hasil pengukuran
kurang dari nol dapat dihindari dengan memakai
sumber daya elektromotif stabil yang dipasang secara
seri dengan sistem elektrode. Ketidakstabilan dapat
terjadi, jika sambungan antara potensiometer dan sistem
elektrode tidak sesuai dengan petunjuk pabrik.
TITRASI NITRIMETRI Metode ini umum dipakai
untuk penetapan sebagian besar obat sulfonamida dan
sediaannya dalam Farmakope, juga obat-obat lain jika
titrasi nitrimetri ini sesuai untuk dipakai .
Baku pembanding Sulfanilamida BPFI; lakukan
pengeringan pada suhu 105º selama 3 jam sebelum
dipakai . Simpan dalam wadah tertutup rapat dan
terlindung cahaya.
procedure Timbang saksama lebih kurang 500 mg
sulfonamida atau beberapa yang tertera pada monografi
dan masukkan ke dalam gelas piala yang sesuai.
Tambahkan 20 ml asam klorida P dan 50 ml air, aduk
sampai larut, dinginkan sampai suhu lebih kurang 15º
dan titrasi perlahan dengan natrium nitrit 0,1 M LV yang
sebelumnya telah dibakukan terhadap Sulfanilamida BPFI.
Tetapkan titik akhir secara elektrometrik,
memakai elektrode yang sesuai (platina-kalomel
atau platina-platina). Tempatkan ujung buret di bawah
permukaan larutan untuk menghindari oksidasi oleh
udara terhadap natrium nitrit dan aduk larutan perlahan
memakai pengaduk magnetik, tanpa menimbulkan
putaran udara di bawah permukaan, dan pertahankan
suhu pada lebih kurang 15º. Titrasi dapat dilakukan
secara manual atau memakai titrator automatik.
Pada titrasi secara manual, tambahkan titran sampai 1 ml
mendekati titik akhir, lalu tambahkan setiap kali
0,1 ml titran dengan selang waktu tidak kurang dari
1 menit (jarum alat menyimpang dan kembali mendekati
posisi semula sampai titik akhir tercapai).
Bobot zat dalam mg per ml natrium nitrit 0,1 M LV
setara dengan yang tertera pada masing-masing
monografi.
Penetapan kadar tablet sulfonamida atau obat lain
Timbang dan serbuk haluskan tidak kurang dari
20 tablet. Timbang saksama beberapa serbuk setara
dengan lebih kurang 500 mg sulfonamida atau beberapa
obat yang tertera dalam masing-masing monografi dan
lakukan penetapan mulai dari “Masukkan ke dalam gelas
piala yang sesuai…”.
Penetapan kadar injeksi dan sediaan cairan lain Pipet
beberapa volume setara dengan lebih kurang 500 mg
sulfonamida atau beberapa obat yang tertera dalam
masing-masing monografi, ke dalam gelas piala yang
sesuai dan lakukan penetapan mulai dari “Tambahkan
20 ml asam klorida P…”.
TUTUP ELASTOMERIK UNTUK INJEKSI
<721>
Penutup elastomerik untuk wadah yang dipakai
pada tipe sediaan yang ditetapkan pada Injeksi dibuat
dari bahan yang dibuat melalui proses vulkanisasi
polimerisasi, poliadisi, atau polikondensasi bahan
organik makromolekular (elastomer). Formulasi penutup
- 1486 -
terdiri dari elastomer alami atau sintetis dan bahan
tambahan organik dan anorganik untuk membantu atau
mengendalikan vulkanisasi, memberi sifat fisika, kimia
dan warna atau menstabilkan formulasi penutup.
Bab ini berlaku untuk penutup yang dipakai untuk
penyimpanan jangka panjang sediaan yang ditetapkan
dalam sediaan umum Injeksi. Tutup yang khusus
dipakai sebagai bagian dari vial, botol, atau sistem
kemasan alat injeksi yang telah berisi sediaan.
Bab ini berlaku untuk penutup yang diformulasi dari
bahan elastomerik alami atau sintetis. Bab ini tidak
berlaku untuk penutup yang dibuat dari elastomer
silikon; akan namun berlaku untuk penutup yang dilapisi
silikon (misalnya dimetikon). jika melakukan
pengujian berdasarkan bab ini, tidak disyaratkan
memakai penutup yang dilapisi silikon, meskipun
tidak ada larangan untuk memakai tutup silikon.
Bab ini juga berlaku untuk penutup yang dilapis
dengan bahan pelincir lain (misalnya bahan yang terikat
secara kimia atau mekanik pada penutup) yang tidak
dimaksudkan atau tidak menyebabkan hambatan ke
dasar elastomer. jika melakukan pengujian, penutup
tanpa penghalang pelincir akan diuji dalam kondisi
terlapis.
Penjelasan berikut hanya berkaitan dengan penutup
yang dilaminasi atau dilapisi dengan bahan yang menjadi
penghalang terhadap dasar elastomer (misal PTFE atau
lapisan pelincir). Tidak diperbolehkan memakai
bahan penghalang untuk mengubah tutup yang tidak
memenuhi persyaratan menjadi memenuhi persyaratan
kompendial. Oleh sebab itu seluruh Uji Fisikokimia
dilakukan pada formula dasar penutup, seperti penutup
yang dilapisi atau dilaminasi. Untuk memperoleh hasil
Uji Fisikokimia, uji dilakukan terhadap penutup yang
tidak dilapis atau dilaminasi dengan bahan elastomer
yang sama, seperti halnya pada tutup yang dilapisi. Uji
Fungsi dilakukan dengan memakai tutup
elastomerik yang dilapisi atau dilaminasi. Uji Biologi
dipakai pada bahan pelapis atau laminasi, seperti pada
formula dasar. Uji Biologi dapat dilakukan pada tutup
yang dilaminasi atau dilapisi, atau bahan
pelapis/laminasi, atau tutup yang tidak dilapisi atau
dilaminasi dengan bahan elastomerik yang sama. Hasil
akhir pengujian akan dilaporkan secara terpisah. Uji
fisikokimia atau uji biologi memakai formula dasar
untuk pemenuhan persyaratan farmakope untuk penutup
yang dilapisi sesuai dengan bentuk dan ukuran penutup
yang dilapisi.
Untuk semua uji pada bab ini yang dilakukan untuk
setiap tipe penutup, perlu dilakukan manuscript tasi sampel
yang diuji, termasuk gambaran lengkap elastomer,
pelincir, pelapis, laminasi atau perlakuan.
Bab ini mencantumkan uji batas untuk penutup
elastomer Tipe I dan Tipe II. Penutup Tipe I dipakai
untuk sediaan berbasis air. Penutup Tipe II dipakai
untuk sediaan tidak berbasis air dan untuk sediaan yang
memiliki sifat khusus, sesampai mungkin tidak
memenuhi semua persyaratan penutup Tipe I sebab sifat
fisik, konstruksi bahan atau keduanya. Jika penutup tidak
memenuhi satu atau lebih persyaratan uji Tipe I, namun
masih memenuhi persyaratan uji Tipe II, maka penutup
diklasifikasi sebagai Tipe II. Semua penutup elastomer
yang dipakai untuk sediaan injeksi harus memenuhi
uji batas Tipe I atau Tipe II. Akan namun spesifikasi ini
tidak dimaksudkan sebagai satu-satunya kriteria evaluasi
untuk seleksi penutup.
Bab ini tepat dipakai untuk identifikasi penutup
elastomerik sediaan injeksi berdasarkan reaktivitas
biologinya, sifat fisikokimia ekstrak berbasis air, dan
kegunaannya.
Berikut persyaratan evaluasi penutup yang tidak
termasuk dalam bab ini:
Penetapan uji identifikasi dan spesifikasi penutup
Verifikasi kesesuaian fisikokimia sediaan dengan
penutup
Identifikasi dan penetapan keamanan kemampuan zat
kimia bermigrasi secara spontan pada penutup yang
ditemukan pada kemasan sediaan.
Verifikasi fungsi penutup kemasan sediaan dalam
kondisi penyimpanan dan pemakaian .
Pabrik pembuat sediaan injeksi (Pemakai ) harus
mendapatkan jaminan dari pemasok penutup bahwa
komposisi penutup tidak bervariasi dan sama dengan
penutup yang dipakai dalam uji kesesuaian. jika
pemasok menginformasikan kepada Pemakai adanya
perubahan komposisi, uji kesesuaian harus diulang,
secara total atau sebagian, tergantung sifat perubahan.
Penutup harus disimpan baik, bersih dan bebas dari
kontaminan lingkungan dan endotoksin, dan untuk
proses aseptik selanjutnya, harus disterilkan sebelum
dipakai sebagai kemasan sediaan injeksi.
Karakteristik Penutup elastomerik bening atau opaq
dan tidak memiliki karakteristik warna tertentu, warna
penutup tergantung bahan tambahan yang dipakai .
Penutup bersifat homogen dan praktis bebas dari
serpihan dan bahan asing (misalnya serat, partikel asing
dan sisa karet).
Identifikasi Penutup dibuat dari berbagai variasi bahan
elastomerik dengan pelapis polimerik yang dapat dipilih.
Oleh sebab itu, untuk menetapkan uji identifikasi yang
mencakup semua kemungkinan jenis penutup, tidak
termasuk bab ini. Akan namun , pemasok penutup dan
pabrik pembuat sediaan injeksi (Pemakai ) bertanggung
jawab untuk melakukan verifikasi terhadap formulasi
penutup elastomerik dan setiap bahan pelapis atau
laminasi yang dipakai dengan uji identifikasi yang
sesuai. Beberapa contoh metodologi uji yang dapat
dipakai termasuk bobot jenis; kadar abu; kadar sulfur;
uji FTIR-ATR; kromatografi lapis tipis dan
spektrofotometri serapan UV dari ekstrak atau
spektofotometri serapan IR dari pirolisat.
procedure Uji Penutup elastomerik harus memenuhi
persyaratan biologi, fisikokimia dan fungsi mulai dari
pengiriman oleh pemasok penutup ke pabrik pembuat
sediaan injeksi (Pemakai ) dan tahap akhir siap-pakai.
- 1487 -
Oleh sebab itu, pada proses pembuatan penutup
elastomer yang dilakukan oleh pemasok sebelum
didistribusi ke Pemakai , pemasok harus menampilkan
bahwa penutup memenuhi persyaratan kompendial
mengenai kemampuan penutup terhadap paparan pada
proses tertentu atau tahapan sterilisasi. Sama halnya jika
penutup elastomerik yang diterima oleh Pemakai akan
diproses atau disterilisasi lagi, Pemakai bertanggung
jawab untuk menampilkan bahwa penutup tetap
memenuhi persyaratan kompendial sesudah proses
tertentu atau proses sterilisasi. Hal ini penting terutama
jika penutup akan terpapar pada proses atau kondisi yang
berpengaruh secara nyata terhadap karakteristik biologi,
fisikokimia dan fungsi penutup (misal radiasi sinar
Gamma).
Untuk penutup yang biasanya diberi pelincir silikon
sebelum dipakai , diperbolehkan untuk melakukan
pengujian fisikokimia pada penutup yang belum diberi
pelincir, untuk menghindari kemungkinan gangguan
pada metode dan kesulitan interpretasi hasil uji. Untuk
tutup berpelincir lain tanpa penghalang, seluruh uji harus
dilakukan dengan penutup yang dilapisi.
Untuk penutup yang dilapisi atau dilaminasi dengan
pelapis yang berfungsi sebagai penghalang (misalnya
PTFE atau lapisan pelincir), uji fisikokimia kompendial
diterapkan pada dasar elastomer tidak terlapis, seperti
pada penutup berlapis. Dalam hal ini pemasok
bertanggung jawab untuk menampilkan bahwa penutup
yang berlapis memenuhi kompendial fisikokimia, seperti
pada tutup yang tidak berlapis, dengan proses atau
perlakuan dalam kondisi simulasi tertentu yang harus
dilakukan oleh pemasok untuk penutup ini sebelum
dikirim ke Pemakai . Ukuran dan konfigurasi penutup
tidak berlapis yang dipakai untuk uji fisikokimia
harus sama dengan penutup yang berlapis. Pemakai
penutup yang berlapis juga bertanggung jawab untuk
menampilkan bahwa penutup yang dilapisi memenuhi
kompendial fisikokimia, dengan proses atau perlakuan
dalam kondisi simulasi tertentu yang dilakukan oleh
Pemakai sebelum dipakai .
Dalam laporan hasil uji harus dicantumkan semua
kondisi dalam proses pembuatan penutup, pra-perlakuan,
sterilisasi atau pelincir.
Persyaratan uji penutup serta tanggung jawab
pemasok dan Pemakai tercantum Tabel 1.
Tabel 1
Tipe penutup (seperti yang
tersedia atau yang dipakai )
Persyaratan Uji
Uji Fisikokimia Uji Fungsi Uji Biologi
Penutup dengan atau tanpa
lapisan silikon
Dilakukan
Pilihan bila memakai
silikon. Penanggung jawab:
Pemasok dan Pemakai
Dilakukan
Pilihan bila memakai
silikon.
Penanggung jawab:
Pemasok dan Pemakai
Dilakukan
Pilihan bila memakai
silikon.
Peanggung jawab:
Pemasok dan Pemakai
Penutup dengan lapisan
pelincir (bahan tanpa
penghalang; bukan silikon)
Dilakukan pada penutup
yang dilapisi.
Penanggung jawab:
Pemasok dan Pemakai
Dilakukan pada penutup
yang dilapisi.
Penanggung jawab:
Pemasok dan Pemakai
Dilakukan pada penutup
yang dilapisi.
Penanggung jawab:
Pemasok dan Pemakai
Penutup dengan lapisan
penghalang
Dilakukan pada penutup
yang dilapisi.
Penanggung jawab:
Pemasok dan Pemakai
DAN
Dilakukan pada penutup
yang belum dilapisi
(formula dasar)
Penanggung jawab:
Pemasok
Dilakukan pada penutup
yang dilapisi.
Penanggung jawab:
Pemasok dan Pemakai
Dilakukan pada penutup
yang dilapisi
ATAU
Dilakukan pada penutup
yang belum dilapisi
(formula dasar) dan
bahan pelapis (laporan
hasil uji terpisah).
Penanggung jawab:
Pemasok dan Pemakai
Uji Biologi ada dua tahapan uji. Tahap pertama
yaitu procedure uji in-vitro seperti yang dijelaskan
dalam lampiran Uji Reaktivitas Secara Biologi, In-Vitro
<241>. Bahan yang tidak memenuhi syarat uji in-vitro
diuji kembali pada tahap kedua, yaitu uji in-vivo Uji
Injeksi Sistemik dan Uji Intrakutan pada lampiran dalam
Uji Reaktivitas Secara Biologi, In-Vivo <251>. Bahan
yang sudah memenuhi syarat uji in-vitro tidak perlu uji
in-vivo.
Penutup Tipe I dan Tipe II harus memenuhi
persyaratan uji reaktivitas biologi in-vitro atau in-vivo.
Uji Fisikokimia
Persiapan Larutan S Masukkan seluruh penutup
yang belum dipotong dengan luas permukaan
100±10 cm2 ke dalam wadah kaca yang sesuai. Rendam
tutup dengan 200 ml Air Murni atau Air untuk Injeksi.
Jika tidak memungkinkan mendapatkan penutup yang
belum dipotong dengan luas permukaan 100±10 cm2,
pilih beberapa tutup dengan luas area mendekati 100 cm2,
dan atur volume air yang dipakai setara 2 ml per cm2
permukaan penutup yang sebenarnya dipakai .
Didihkan selama 5 menit, dan bilas lima kali dengan Air
Murni atau Air untuk Injeksi dingin.
- 1488 -
Masukkan penutup yang telah dicuci ke dalam labu
kaca berleher besar Tipe I seperti tertera pada Wadah
gelas <1271>, tambahkan beberapa sama Air Murni atau
Air untuk Injeksi yang ditambahkan sebelumnya pada
penutup dan timbang. Tutup mulut labu dengan gelas
piala Tipe I.
Panaskan dalam otoklaf sampai suhu 121±2ºC yang
dicapai dalam 20 – 30 menit dan pertahankan selama
30 menit. Dinginkan pada suhu ruang selama lebih
kurang 30 menit. Tambahkan Air Murni atau Air untuk
Injeksi untuk mencapai bobot awal. Kocok, segera tuang
dan kumpulkan larutan. [Catatan Larutan ini harus
dikocok sebelum dipakai untuk setiap uji.]
Persiapan Blangko Siapkan larutan blangko dengan
cara yang sama memakai 200 ml Air Murni atau Air
untuk Injeksi tanpa penutup.
Tabel 2
Suspensi
Pembanding A
Suspensi
Pembanding B
Suspensi
Pembanding C
Suspensi
Pembanding D
Baku opalesens 5,0 ml 10,0 ml 30,0 ml 50,0 ml
Air 95,0 ml 90,0 ml 70,0 ml 50,0 ml
Unit Turbiditas
Nefelometrik
(NTU)
3 NTU 6 NTU 18 NTU 30 NTU
Tampilan Larutan
(Turbiditas/Opalesens dan Warna)
Penetapan Turbiditas (Opalesens) Catatan
Penetapan turbiditas dilakukan dengan membandingkan
secara visual (procedure A) atau memakai alat
turbidimeter (procedure B). Untuk diskusi mengenai
turbidimetri dapat dilihat pada Spektofotometri dan
Hamburan Cahaya <1191>. Penilaian kejernihan
memakai alat memberi perbedaan yang nyata
pada hasil yang tidak bergantung pada ketajaman
pengamatan visual analis.
Larutan Hidrazin Sulfat Larutkan 1,0 g hidrazin
sulfat P dalam air dan encerkan dengan air sampai
100,0 ml. Diamkan selama 4 – 6 jam.
Larutan Heksametilentetramin Larutkan 2,5 g
heksametilentetramin P dalam 25,0 ml air dalam labu
bersumbat kaca 100 ml.
Suspensi persediaan opalesens Tambahkan 25,0 ml
Larutan Hidrazin Sulfat ke dalam Larutan
Heksametilentetramin dalam labu. Campur dan diamkan
selama 24 jam. Suspensi ini stabil selama 2 bulan,
simpan dalam wadah kaca tanpa cacat pada
permukaannya. Suspensi tidak boleh melekat pada gelas
dan tercampur baik sebelum dipakai .
Suspensi baku opalesens Siapkan suspensi dengan
mengencerkan 15,0 ml Suspensi persediaan opalesens
dengan air sampai 1000,0 ml. Suspensi saku opalesens
stabil selama lebih kurang 24 jam sesudah disiapkan.
Suspensi pembanding Siapkan berdasarkan Tabel 2.
Campur dan kocok sebelum dipakai . [Catatan
Suspensi formazin yang distabilkan dapat dipakai
untuk menstabilkan baku turbiditas encer yang dapat
diperoleh secara komersial dan dapat dipakai sesudah
membandingkan dengan baku yang disiapkan seperti
yang telah dijelaskan di atas.]
procedure A Perbandingan Visual pakailah tabung uji
yang seragam, terbuat dari kaca netral tidak berwarna,
transparan dengan dasar rata, dan diameter bagian dalam
15 – 25 mm (tabung Nessler). Isi satu tabung dengan
Larutan S dengan tinggi 40 mm, dengan tinggi yang
sama isi satu tabung dengan air dan empat tabung lain
dengan Suspensi Pembanding A, B, C dan D.
Bandingkan larutan dalam kondisi cahaya yang terang,
5 menit sesudah penyiapan Suspensi Pembanding, amati
secara vertikal dengan latar belakang hitam. Kondisi
cahaya akan membedakan Suspensi Pembanding A
dengan air dan Suspensi Pembanding B dapat dibedakan
dengan Suspensi Pembanding A.
Persyaratan Untuk penutup Tipe I Larutan S tidak
lebih opalesens dari pada Suspensi Pembanding B, dan
untuk penutup Tipe II Larutan S tidak lebih opalesens
dari pada Suspensi Pembanding C. Larutan S dikatakan
bersih jika kejernihannya sama seperti air ketika diuji
seperti dijelaskan di atas atau jika opalesensinya tidak
lebih nyata dari pada Suspensi Pembanding A (lihat
Tabel 3).
procedure B memakai Alat Ukur turbiditas
Suspensi Pembanding dalam turbidimeter terkalibrasi
yang sesuai seperti pada Spektrofotometri dan
Hamburan Cahaya <1191>. Blangko harus diukur dan
hasil pengukuran dikoreksi terhadap blangko. Suspensi
Pembanding A, B, C dan D berturut-turut mewakili 3, 6,
18 dan 30 NTU. Ukur turbiditas Larutan S memakai
turbidimetri terkalibrasi.
Persyaratan Untuk penutup Tipe I turbiditas Larutan
S tidak lebih besar dari pada Suspensi Pembanding B (6
NTU) dan untuk penutup Tipe II Larutan S tidak lebih
besar daripada Suspensi Pembanding C (18 NTU).
Tabel 3
Perbandingan Metode
Persyaratan
opalesens
procedure A
(Visual)
procedure B
(Alat)
Penutup Tipe I tidak lebih
opalesen dari
Suspensi
Pembanding B
tidak lebih
dari 6 NTU
Penutup Tipe II tidak lebih
opalesen dari
Suspensi
Pembanding C
tidak lebih
dari 18 NTU
- 1489 -
Penetapan Warna
Baku Warna Siapkan larutan dengan mengencerkan
3,0 ml Larutan Padanan O seperti pada Warna dan
Akromisitas <1291> dengan 97,0 ml asam hidroklorida
encer LP.
procedure pakailah tabung uji yang seragam, terbuat
dari kaca netral, tidak berwarna, transparan dengan dasar
rata, dan diameter bagian dalam 15 – 25 mm (tabung
Nessler). Isi satu tabung dengan Larutan S dengan tinggi
40 mm, satu tabung kedua dengan Baku Warna.
Bandingkan larutan pada kondisi terang, 5 menit sesudah
penyiapan Larutan padanan, amati secara vertikal
dengan latar belakang putih.
Persyaratan Larutan S berwarna tidak lebih intens
dari pada Baku Warna.
Keasaman dan Kebasaan
Larutan Biru Bromtimol Larutkan 50 mg biru
bromtimol P dalam campuran 4 ml natrium hidroksida
0,02 M dan 20 ml etanol P. Encerkan dengan air sampai
100 ml.
procedure Pada 20 ml Larutan S tambahkan 0,1 ml
Larutan Biru Bromtimol. Jika larutan berwarna kuning,
titrasi dengan natrium hidroksida 0,01 N sampai dicapai
titik akhir biru. Jika larutan berwarna biru, titrasi dengan
asam klorida 0,01 N sampai dicapai titik akhir kuning.
Jika larutan berwarna hijau, bersifat netral maka tidak
perlu dititrasi.
Koreksi Blangko Uji 20 ml blangko yang sama.
Koreksi hasil yang diperoleh untuk Larutan S dengan
mengurangi atau menambah volume titran untuk Blangko
seperti tertera pada Titrimetri <711>.
Persyaratan Untuk pembentukan warna biru
diperlukan tidak lebih dari 0,3 ml larutan natrium
hidroksida 0,01 N, atau untuk pembentukan warna
kuning diperlukan tidak lebih dari 0,8 ml larutan asam
klorida 0,01 N, atau tidak perlu dititrasi.
Serapan
procedure [Catatan Lakukan uji ini dalam waktu 5 jam
sesudah penyiapan Larutan S.] Saring Larutan S melalui
membran dengan porositas 0,45 μm, buang beberapa ml
filtrat pertama. Ukur serapan filtrat pada panjang
gelombang antara 220 dan 360 nm dalam kuvet 1 cm
memakai blangko. Jika diperlukan pengenceran
filtrat sebelum pengukuran serapan, maka hasil uji perlu
dikoreksi.
Persyaratan Untuk penutup Tipe I serapan tidak lebih
dari 0,2 dan untuk penutup Tipe II serapan tidak lebih
dari 4,0.
Zat Tereduksi
procedure [Catatan Lakukan uji ini dalam waktu 4 jam
sesudah penyiapan Larutan S.] Pada 20,0 ml Larutan S
tambahkan 1 ml asam sulfat encer LP dan 20,0 ml
kalium permanganat 0,002 M. Didihkan selama 3 menit.
Dinginkan, tambahkan 1 g kalium iodida P, dan titrasi
segera dengan natrium tiosulfat 0,01 M LV,
memakai 0,25 ml amilum LP sebagai indikator.
Lakukan titrasi memakai 20,0 ml blangko dan catat
perbedaan volume natrium tiosulfat yang diperlukan.
Persyaratan Untuk penutup Tipe I perbedaan antara
volume titrasi tidak lebih dari 3,0 ml dan untuk penutup
Tipe II tidak lebih dari 7,0 ml.
Logam Berat
procedure Lakukan pengujian seperti tertera pada
Metode I dalam Logam Berat <371> Siapkan larutan uji
memakai 10,0 ml Larutan S.
Persyaratan Larutan S mengandung logam berat tidak
lebih dari 2 bpj dihitung sebagai Pb.
Zink terekstraksi
Larutan Uji Pipet 10 ml Larutan S ke dalam labu
tentukur 100-ml, encerkan dengan asam klorida 0,1 N
sampai tanda. Siapkan blangko uji dengan cara yang
sama memakai Blangko untuk Larutan S.
Larutan Baku Larutkan zink sulfat P dalam asam
klorida 0,1 N sampai kadar zink lebih kurang10 bpj.
Larutan Pembanding Siapkan tidak kurang dari 3
larutan pembanding dengan mengencerkan Larutan
Baku dalam asam klorida 0,1 N. Kadar zink dalam
Larutan Pembanding berada dalam rentang batas yang
diperkirakan dari Larutan Uji.
procedure pakailah spektrofotometer serapan atom
seperti pada Spektrofotometri dan Hamburan Cahaya
<1191> yang dilengkapi dengan lampu “hollow cathode”
zink dan nyala asetilen-udara. procedure alternatif yang
dapat dipakai yaitu analisa Inductively Couple
Plasma (ICP) yang sudah divalidasi.
Uji tiap Larutan Pembanding pada garis emisi zink
213,9 nm minimal tiga kali. Catat pembacaan secara
terus menerus. Bilas peralatan dengan larutan blangko
uji setiap kali uji, untuk memastikan pembacaan kembali
ke nilai blangko awal. Buat kurva kalibrasi dari rata-rata
angka pembacaan untuk setiap Larutan Pembanding.
Catat serapan Larutan Uji. Tetapkan kadar zink dalam
bpj dari Larutan Uji memakai kurva kalibrasi.
Persyaratan Larutan S mengandung zink terekstraksi
tidak lebih dari 5 bpj.
Amonium
Larutan Kalium Tetraiodomerkurat Alkalis Larutkan
11 g kalium iodida P dan 15 g raksa(II) iodida P dalam
air sampai 100 ml. Segera sebelum dipakai , campur
volume sama larutan ini dengan larutan natrium
hidroksida 250 g per liter.
Larutan Uji Encerkan 5 ml Larutan S dengan air
sampai 14 ml. Basakan jika perlu dengan menambahkan
natrium hidroksida 1 N dan encerkan dengan air sampai
15 ml. Tambahkan 0,3 ml Larutan Kalium
Tetraiodomerkurat Alkalis lalu tutup wadah.
Larutan Baku Buat larutan amonium klorida P dalam
air sampai kadar NH4 1 bpj. Campur 10 ml larutan 1 bpj
amonium klorida dengan 5 ml air dan 0,3 ml Larutan
Kalium Tetraiodomerkurat alkalis lalu tutup
wadah.
- 1490 -
Persyaratan sesudah 5 menit, warna kuning dari
Larutan Uji tidak lebih gelap dari Larutan Baku
Amonium (tidak lebih dari 2 bpj NH4 dalam Larutan S).
Sulfida mudah menguap
procedure Masukkan penutup jika perlu dipotong-
potong, dengan luas area permukaan total 20±2 cm2 ke
dalam labu 100 ml dan tambahkan 50 ml larutan asam
sitrat P 2%. Dalam waktu dan cara yang sama siapkan
larutan pembanding dalam labu tentukur 100-ml terpisah
dengan melarutkan 0,154 mg natrium sulfida P dalam
50 ml larutan asam sitrat P 2%. Letakkan sepotong
kertas timbal(II) asetat P di atas mulut tiap labu dan
pertahankan kertas dalam posisi ini dengan
meletakkan botol timbang yang dibalik di atasnya.
Panaskan labu dalam otoklaf pada suhu 121º±2º selama
30 menit.
Persyaratan Bercak hitam pada kertas yang dihasilkan
oleh Larutan S tidak lebih intens dari pada bercak hitam
yang dihasilkan oleh larutan pembanding.
Uji Fungsi
Perlakuan sampel seperti pada penyiapan Larutan S dan
udara kering sebaiknya dipakai untuk Uji Fungsi dari
Daya Tembus, Fragmentasi dan kapasitas menutup
sendiri (Self-Sealing). Uji Fungsi dilakukan pada
penutup yang akan ditusuk dengan jarum hipodermik.
Uji kapasitas“Self-Sealing”, diperlukan hanya untuk
penutup wadah sediaan dosis ganda. Jarum yang
dikhususkan untuk setiap uji yaitu jarum hipodermik
panjang diberi pelincir, dengan sudut kemiringan 12º±2º.
Daya Tembus
procedure Isi 10 vial yang sesuai dengan beberapa air
dengan volume tertentu, pasang penutup yang diuji, dan
perkuat dengan tutup luar. pakailah jarum hipodermik
baru untuk setiap penutup, tusuk penutup dengan jarum
tegak lurus ke permukaan.
Persyaratan Kekuatan untuk menusuk tidak lebih dari
10 N (1kgf) untuk setiap tutup, tetapkan dengan
ketelitian ±0,25 N (25 gf).
Fragmentasi
Penutup untuk Sediaan Cair Isi 12 vial bersih dengan
beberapa air dengan volume 4 ml kurang dari volume
nominal. Pasang penutup yang diuji, dan perkuat dengan
tutup luar, biarkan selama 16 jam.
Penutup untuk Sediaan Kering Pasang penutup yang
diuji pada 12 vial bersih dan perkuat dengan tutup luar.
procedure pakailah jarum hipodermik pada siring
bersih, suntikkan ke dalam tiap vial 1 ml air sambil
memindahkan 1 ml udara. Ulangi procedure ini sebanyak
empat kali untuk tiap penutup, setiap penusukkan
dilakukan pada tempat yang berbeda. pakailah jarum
baru untuk tiap penutup, pastikan tidak ada yang tumpul
selama uji. Saring volume total yang ada dalam semua
vial, melalui satu filter dengan porositas tidak lebih dari
0,5 μm. Hitung fragmen (kepingan) karet di permukaan
filter yang dapat dilihat oleh mata.
Persyaratan Tidak boleh terlihat lebih dari 5 fragmen.
Batasan ini berdasarkan asumsi bahwa fragmen dengan
diameter >50 μm akan terlihat oleh mata. Jika timbul
keraguan atau perbedaan maka partikel diuji secara
mikroskopis untuk memverifikasi sifat dan ukurannya.
Kapasitas Menutup Sendiri (Self-Sealing)
procedure Isi 10 vial dengan air sampai volume
nominal. Pasang penutup yang akan diuji, dan perkuat
dengan tutup luar. pakailah jarum hipodermik baru
untuk tiap penutup, tusuk tiap penutup masing-masing
10 kali, setiap penusukkan dilakukan pada tempat yang
berbeda. Rendam 10 vial ini dalam larutan biru
metilen P 0,1%, dan kurangi tekanan luar sampai 27 kPa
selama 10 menit. Kembalikan pada tekanan atmosfer,
dan biarkan vial terendam selama 30 menit. Bilas bagian
luar vial.
Persyaratan Tidak satupun vial mengandung sisa
larutan biru metilen.
UJI BAHAN TAMBAHAN DALAM VAKSIN
DAN IMUNOSERUM <731>
Fenol Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi, vaksin dan imunoserum yang mengandung
fenol sebagai pengawet tidak lebih dari 0,25% bila
ditetapkan dengan cara sebagai berikut. Kocok
homogen, ukur saksama beberapa zat uji, encerkan
dengan air sampai larutan mengandung fenol lebih
kurang 0,0015%. Ke dalam 5 ml larutan tambahkan
masing-masing 5 ml Dapar borat pH 9,0, larutan
4-aminofenazon P 0,1% dan larutan kalium heksa
sianoferat(III) P 5%. Biarkan larutan selama 10 menit
dan ukur serapan pada 546 nm. Hitung kadar fenol
dalam zat uji, memakai kurva kalibrasi yang
diperoleh dengan cara yang sama dari 5 ml larutan baku
fenol yang masing-masing mengandung 0,0005%;
0,0010%; 0,0015; 0,0020% dan 0,0030%.
Formaldehida bebas Tidak lebih dari 0,02% jika
ditetapkan dengan cara sebagai berikut [Catatan Jika
metabisulfit dipakai untuk menetralkan kelebihan
formaldehida, metode ini tidak dapat dipakai .]
Encerkan sediaan uji 10 kali dengan air, ambil 1 ml
tambahkan 4 ml air dan 5 ml asetilaseton LP. Hangatkan
dalam tangas air pada suhu 40° selama 40 menit. Warna
yang terjadi tidak lebih kuat dari warna larutan
pembanding yang dibuat dengan cara dan dalam waktu
yang sama, memakai 1 ml larutan yang mengandung
formaldehida P, CH2O, 0,002% sebagai pengganti
larutan uji. Pada saat membandingkan, amati tabung
dalam posisi vertikal dari atas.
Aluminium Kecuali dinyatakan lain dalam masing -
masing monografi, vaksin jerap mengandung aluminium
tidak lebih dari 1,25 mg per dosis bila ditetapkan dengan
cara sebagai berikut. Kocok homogen sediaan uji,
pindahkan beberapa sediaan mengandung 5 - 6 mg
- 1491 -
aluminium ke dalam labu destruksi 50 ml. Tambahkan
1 ml asam sulfat P, 0,3 ml asam nitrat P dan beberapa
batu didih. Panaskan larutan sampai terbentuk asap
berwarna putih. Bila terjadi pengarangan, tambahkan
beberapa tetes asam nitrat P dan lanjutkan pendidihan
sampai pengarangan hilang. Biarkan dingin selama
beberapa menit, tambahkan hati-hati 10 ml air dan
didihkan sampai larutan jernih. Biarkan dingin,
tambahkan 0,1 ml jingga metil LP dan netralkan dengan
natrium hidroksida 10 N (lebih kurang 6,5 - 7,0 ml). Bila
terbentuk endapan, larutkan endapan dengan
penambahan asam sulfat 1 M tetes demi tetes. Pindahkan
larutan ke dalam labu, bilas labu destruksi dengan 25 ml
air. Tambahkan 25 ml dinatrium edetat 0,02 M LV,
10 ml dapar asetat pH 4,4 dan beberapa batu didih.
Didihkan perlahan-lahan selama 3 menit. Tambahkan
0,25 ml larutan piridilazonaftol P dan titrasi kelebihan
dinatrium edetat dalam keadaan panas dengan
tembaga(II) sulfat 0,02 M LV sampai warna berubah
menjadi cokelat keunguan. Lakukan penetapan blangko.
Perbedaan volume titran menampilkan volume dinatrium
edetat 0,02 M setara dengan jumlah aluminium.
Tiap ml dinatrium edetat 0,02 M
setara dengan 0,5396 mg Al
Kalsium Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi, vaksin jerap mengandung kalsium tidak lebih
dari 1,3 mg per dosis bila ditetapkan dengan cara
berikut. Kocok homogen sediaan uji, ambil 1,0 ml
tambahkan 0,2 ml asam klorida P dan encerkan dengan
air sampai 3,0 ml. Tetapkan kadar kalsium dengan
Spektrofotometri Emisi Atom seperti tertera pada
Spektrofotometri dan Hamburan Cahaya <1191> pada
620 nm memakai Larutan baku kalsium, jika perlu
encerkan dengan air.
analisa TERMAL <741>
Penetapan secara tepat peristiwa termodinamik,
seperti perubahan keadaan, dapat menampilkan
identitas dan kemurnian suatu obat. Farmakope
telah menetapkan pengujian terhadap suhu lebur
atau suhu didih suatu senyawa. Perubahan terjadi
pada suhu yang karakteristik, oleh sebab itu
farmakope menetapkannya sebagai suatu identifikasi
senyawa. Efek cemaran terhadap perubahan ini
dapat diramalkan, farmakope yang sama
memberi kontribusi pada pengujian ini untuk
pengawasan kemurnian senyawa.
analisa termal dalam pengertian luas yaitu
pengukuran sifat kimia-fisika bahan sebagai fungsi
suhu. Metode instrumen sebagian besar telah
menggantikan metode lama yang tergantung pada
pemeriksaan visual dan pengukuran dengan kondisi
tertentu atau berubah-ubah, sebab penetapannya
menjadi lebih objektif, lebih memberi banyak
informasi, memungkinkan pencatatan tetap dan
biasanya lebih sensitif, lebih teliti dan lebih tepat.
Selanjutnya penetapan dapat memberi informasi
pada kesempurnaan hablur, polimorfisma, suhu lebur,
sublimasi, transisi kaca, dehidrasi, penguapan, pirolisis,
interaksi padat-padat dan kemurnian. Data semacam itu
berguna untuk karakterisasi senyawa dengan
memandang kesesuaian, stabilitas, kemasan dan
pengawasan kualitas. Pengukuran yang sering dipakai
dalam analisa termal yaitu: suhu transisi dan suhu lebur
memakai differential scanning calorimetri (DSC),
analisa termogravimetri, hot-stage microscopy dan
eutectic impurity analysis akan diuraikan disini.
SUHU TRANSISI DAN TITIK LEBUR
Jika suatu contoh dipanaskan, timbulnya panas dapat
diukur [differential scanning calorimetri (DSC)] atau
perbedaan suhu yang diakibatkan dapat diukur terhadap
pembanding inert yang dipanaskan secara identik
[differential thermal analysis (DTA)] atau diamati
secara “hot-stage microscopy”. Dalam perubahan panas
secara terus menerus DSC, perbedaan antara contoh dan
bahan pembanding ditetapkan. Penggantian tenaga/daya
DSC, contoh dan bahan pembanding diatur pada suhu
sama, memakai elemen pemanas individu dan
perbedaan dalam masukan tenaga/daya pada kedua
pemanas direkam. Monitor/rekam DTA perbedaan suhu
antara contoh dan pembanding. Transisi dapat diamati
termasuk yang tertera pada Tabel 1 di bawah. Pada
masalah titik lebur kedua suhu “permulaan” dan “puncak”
dapat ditetapkan secara obyektif dan reprodusibilitasnya
baik, sering sampai persepuluh derajat. Meskupun suhu
ini berguna untuk karakterisasi senyawa dan perbedaan
dua suhu menampilkan kemurnian, nilai ini tidak
dapat dibandingkan langsung secara visual sebagai
“jarak lebur” atau ‘suhu lebur” atau dengan konstanta
seperti “titik tripel” bahan murni.
Selanjutnya, peringatan harus dipakai ketika
membandingkan hasil yang diperoleh oleh perbedaan
metode analisa . Metode optik dapat mengukur titik
lebur sebagai suhu dimana tidak terlihat padatan.
Perbedaan, titik lebur yang diukur secara DSC dapat
menampilkan permulaan suhu atau suhu dimana
kecepatan melebur maksimum (puncak) diamati.
Walaupun demikian, puncak sensitif terhadap bobot
contoh, kecepatan panas dan faktor lain, mengingat
suhu awal kurang dipengaruhi oleh faktor ini. Dengan
teknik termal perlu untuk dipertimbangkan pembatasan
bentuk padat dan cair, ketaklarutan dalam leburan,
polimofi dan dekomposisi selama analisa.
Tabel 1
Melebur Endotermis
Cair ke gas Menguap Endotermis
Cair ke
padat
Pembekuan Eksotermis
Penghabluran Eksotermis
Padat ke gas Sublimasi Endotermis
Padat ke
padat
Transisi kaca Kejadian orde kedua
Desolvasi Endotermis
Amorf ke hablur Eksotermis
Polimorfi Endotermis atau
Eksotermis
- 1492 -
Hasil Pelaporan Metode Instrumentasi Deskripsi
lengkap kondisi pemakaian harus disertakan tiap
termogram, termasuk model instrumen/alat dan tahun
pembuatan; rekaman kalibrasi terakhir; ukuran contoh
dan identifikasi (termasuk riwayat termal sebelumnya;
wadah; identitas, laju alir dan tekanan gas atmosfer;
petunjuk dan perubahan kecepatan suhu; kepekaan alat
dan rekorder).
PENETAPAN SUHU TRANSISI
( SUHU AWAL PELEBURAN) DAN
SUHU TITIK LEBUR
Alat Jika tidak dinyatakan lain dalam monografi,
pakailah DTA atau DSC yang dilengkapi dengan alat
pemogram suhu, detektor termal dan sistem perekam
yang dapat dihubungkan dengan komputer.
Kalibrasi Kalibrasi instrumen untuk perubahan suhu
dan “entalpi” memakai indium atau bahan lain
yang bersertifikat. Suhu kalibrasi dilakukan dengan
pemanasan standar melalui transisi melebur dan
perbandingan ekstrapolasi titik lebur permulaan baku
pada sertifikat titik lebur permulaan. Suhu lebur
kalibrasi harus dilakukan pada kecepatan pemanasan
sama sebagai percobaan/eksperimen. Kalibrasi
entalpi dilakukan dengan pemanasan baku melalui
transisi lebur dan dibandingkan perhitungan panas
peleburan pada nilai teoritis.
procedure Timbang saksama beberapa yang cocok
senyawa yang akan diuji dalam wadah contoh,
seperti tertera pada monografi. Atur pada suhu awal,
kecepatan pemanasan, arah perubahan suhu dan
suhu akhir seperti tertera dalam monografi. Jika
tidak tercantum dalam monografi, parameter
ditetapkan sebagai berikut: dibuat pengujian
pendahuluan dengan rentang lebar (khusus suhu
ruang sampai suhu peruaraian atau lebih kurang
10° - 20° diatas titik lebur) dan laju pemanasan
yang lebar (1° - 20° per menit) untuk menampilkan
adanya efek yang tidak lazim. lalu tetapkan
kecepatan pada pemanasan yang lebih rendah
sesampai peruraian diminimalkan dan suhu transisi
tidak disetujui. Tetapkan dalam rentang suhu transisi
dengan menarik garis dasar di perpanjang sampai
memotong tangen leburan (lihat Gambar 1).
Gambar 1. Termogram
Pada pengujian bahan hablur murni, laju pemanasan
1° per menit mungkin cukup, sedangkan laju pemanasan
mulai sampai laju pemanasan mulai sampai 20°
per menit lebih sesuai untuk bahan polimer dan semi
hablur. Mulai analisa dan rekam kurva differential
thermal analysis dengan suhu pada sumbu x dan
perubahan energi pada sumbu y. Suhu lebur (sumbu
permulaan meleleh/lebur) yaitu perpotongan (188,74°)
dari perluasan garis dasar dengan tangen pada titik slope
(lereng) terbesar (titik infleksi/perubahan) dari kurva
(lihat Gambar 1). Puncak yaitu suhu pada puncak
kurva (190,31°). Entalpi dari kejadian yaitu
proporsional pada area di bawah kurva sesudah
pemakaian koreksi garis dasar.
analisa TERMOGRAFI
analisa termogravimetri mencakup penetapan massa
contoh sebagai fungsi suhu, atau lamanya pemanasan,
atau keduanya, dan jika dilakukan dengan baik dan
benar, akan memberi informasi lebih banyak
dibandingkan dengan susut pengeringan pada suhu
tetap, sering untuk waktu yang ditentukan dan biasanya
didalam lingkungan yang tak diatur dengan baik.
Biasanya, kehilangan pelarut yang terserap pada
permukaan dapat dibedakan dari pelarut dalam kisi-kisi
hablur dan dari kehilangan akibat degradasi.
Pengukuran dapat dilakukan dalam lingkungan dengan
kelembaban dan kadar oksigen yang dapat diatur untuk
menyatakan adanya interaksi dengan senyawa obat,
antara senyawa obat dan antara bahan aktif dan pengisi
atau bahan pengemas.
Alat Rincian tergantung pada pabrik, ciri-ciri penting
dari alat yaitu rekaman penimbangan dan sumber
panas dapat diprogram. Peralatan berbeda dalam
kemampuan menangani contoh berbagai ukuran, rata-
rata suhu sensor dan rentang kontrol atmosfer.
Kalibrasi Kalibrasi diperlukan dengan seluruh
sistem: yaitu , skala massa dikalibrasi dengan bobot
baku, dan kalibrasi skala suhu termasuk pemakaian
bahan pembanding, sebab itu diterima suhu contoh
yaitu suhu tanur. Kalibrasi bobot dilakukan dengan
mengukur massa dari sertifikat atau bobot pembanding
dan membandingkan massa yang diukur dengan nilai
sertifikat. Kalibrasi suhu dilakukan dengan menganalisa
pembanding magnetik kemurnian tinggi seperti nikel
untuk suhu “curie’ dan bandingkan nilai yang terukur
terhadap nilai teoritis.
procedure pakailah metode pada contoh,
memakai kondisi seperti tertera dalam monografi,
dan hitung massa yang bertambah atau hilang,
dinyatakan dalam prosentase perubahan massa. Sebagai
alternatif, tempatkan beberapa yang cocok bahan dalam
pemegang contoh, dan rekam massa. Sebab lingkungan
uji kritis, tekanan atau kecepatan/laju alir dan komposisi
gas ditentukan. Atur suhu awal, kecepatan pemanasan
dan suhu akhir, tergantung pada instruksi pabrik dan
- 1493 -
kenaikan suhu awal. Sebagai alternatif, lakukan
pengujian termogram di atas suhu rentang lebar
(khusus, dari suhu ruang sampai suhu peruraian, atau
10° sampai 20° per menit). Hitung massa yang
bertambah atau hilang, dinyatakan dalam presentase
perubahan massa.
“HOT-STAGE MICROSCOPY”
“Hot-Stage Microscopy” yaitu teknik analitik
menyangkut monitoring sifat optik contoh
memakai mikroskop sebagai fungsi suhu.
“Hot-stage microscopy” dapat dipakai sebagai
teknik melengkapi teknik analisa termal lainnya
seperti DSC, DTA atau variabel suhu difraksi sinar-
X serbuk untuk karakteristik keadaan padat
senyawa farmasetik. Sangat bermanfaat untuk
menegaskan transisis seperti sebagai
meleleh/melebur, penghabluran kembali, dan
transformasi keadaan padat memakai teknik
visual. “hot-stage microscopy” harus dikalibrasi
untuk suhu.
analisa CEMARAN EUTEKTIK
Prinsip dari metode kemurnian secara kalorimetri
yaitu adanya hubungan antara penurunan suhu
lebur dan suhu beku, dengan tingkat cemaran.
Leburnya suatu senyawa ditandai dengan
penyerapan panas peleburan laten Hf, pada suhu
spesifik, To. Secara teoritis, transisi peleburan untuk
senyawa hablur murni mutlak akan terjadi dalam
rentang yang sangat sempit. Pelebaran jarak lebur,
yang disebabkan cemaran, memberi kriteria
kemurnian yang peka. Efek itu nyata secara visual
dengan mengamati termogram contoh yang berbeda
beberapa per sepuluh persen dalam kandungan cemaran.
Bahan dengan kemurnian 99%, meleleh lebih kurang
20% pada suhu 3° di bawah titik lebur bahan murni
(lihat gambar yang disertakan).
Parameter peleburan (jarak lebur, Hf dan kemurnian
eutektik yang dihitung) diperoleh dari termogram suatu
peristiwa melebur tunggal memakai contoh uji
dalam jumlah kecil, dan metode ini tidak memerlukan
pengulangan pengukuran suhu sebenarnya yang tepat.
Unit termogram langsung dapat diubah menjadi
pemindahan panas, mili kalori per detik.
Penurunan titik beku dalam larutan encer oleh molekul
berukuran hampir sama dinyatakan dalam persamaan
Van't Hoff yang dimodifikasi:
)1.(
2
2
= D
f
K
H
RT
dX
dT (1)
T = suhu mutlak dalam derajat Kelvin (°K), X2 = fraksi
mol dari komponen minor (zat terlarut; cemaran);
Hf = panas peleburan molar komponen utama;
R = konstanta gas; K = rasio distribusi zat terlarut
dalam tahap padat dan cair.
Dengan anggapan bahwa rentang suhu yaitu sempit
dan tidak ada larutan padatan yang terbentuk (KD = 0),
integrasi persamaan Van't Hoff menghasilkan hubungan
antara fraksi mol dari cemaran dan penurunan suhu
lebur berikut ini:
2
0
2
)(
RT
HTT
X fmo= (2)
To = suhu lebur senyawa murni dalam °K, dan
Tm = suhu lebur contoh yang uji dalam °K.
Dengan tidak adanya pembentukan larutan tahap padat,
kadar cemaran dalam tahap cair pada suatu suhu selama
peleburan berbanding terbalik dengan fraksi yang
melebur pada suhu ini dan penurunan suhu lebur
berbanding lurus dengan fraksi mol cemaran.
Gambar hubungan suhu contoh uji yang diamati, Ts,
terhadap kebalikan fraksi yang melebur, 1/F, pada
suhu Ts, akan menghasilkan garis lurus dengan
kemiringan yang sama dengan penurunan suhu lebur
(To–Tm). Suhu lebur senyawa murni secara teoritis
diperoleh dengan ekstrapolasi pada1/F = 0;
f
o
os H
FXRTTT =
)/1(2
2
(3)
Penggantian harga To - Tm ; Hf dan To hasil percobaan
dalam persamaan 2 menghasilkan fraksi mol dari
jumlah cemaran eutetik, yang bila dikalikan 100
memberi persentase mol jumlah cemaran eutektik.
Penyimpangan dari kurva linier teoritis disebabkan
sebab pembentukan larutan padat (KD 0), sesampai
harus berhati-hati dalam menginterpretasi data.
Untuk mengamati efek linier kadar cemaran terhadap
penurunan suhu lebur, cemaran harus larut dalam tahap
cair atau leburan senyawa namun tidak larut dalam tahap
padatan, artinya tidak terbentuk larutan tahap padat.
Untuk dapat larut dalam leburan diperlukan beberapa
kesamaan kimiawi. Sebagai contoh, adanya senyawa
ionik dalam senyawa organik netral dan adanya
peruraian termal mungkin tidak tercermin dalam
- 1494 -
perkiraan kemurnian. Pembatasan teori baru hanya
sebagian yang telah diteliti.
Cemaran yang berasal dari jalur sintesis sering mirip
dengan produk akhir, sebab itu biasanya tidak
merupakan masalah kelarutan dalam leburan. Cemaran
dengan molekul-molekul yang sama bentuknya, ukuran
dan sifat-sifatnya seperti komponen utama dapat pas ke
dalam matriks komponen utama tanpa gangguan dari
kisi-kisi, pembentukan larutan padatan atau inklusi;
cemaran seperti itu tidak terdeteksi oleh DSC. Perkiraan
kemurnian dapat terlalu tinggi dalam masalah seperti itu.
Hal ini lebih umum pada hablur yang kurang teratur seperti
yang ditunjukkan oleh panas peleburan yang rendah.
Tingkat cemaran yang dihitung dari termogram yaitu
berulang dan keandalannya mungkin dalam batas 0,1%
untuk senyawa ideal. Penetapan suhu lebur dengan
“Scanning calorimetry” memiliki reprodusibilitas
dengan simpangan baku lebih kurang 0,2°. Kalibrasi
terhadap baku dapat memberi akurasi lebih kurang
1° untuk suhu lebur, sesampai teknik ini dapat
dibandingkan terhadap procedure lain.
Senyawa dalam bentuk polimorf tidak dapat dipakai
dalam penetapan kemurnian kecuali senyawa diubah
seluruhnya menjadi satu bentuk. Sebaliknya DSC dan
DTA selalu berguna untuk deteksi, oleh sebab itu juga
dapat dipakai untuk pemantauan polimorfisma.
procedure procedure aktual dan perhitungan yang
dipakai tergantung pada instrumen yang
dipakai . Lihat pustaka pabrik dan atau pustaka
analisa termal untuk mendapatkan teknik yang
tepat untuk alat tertentu. Perlu diperhatikan
keterbatasan yang berasal dari pembentukan larutan
padatan, ketaklarutan dalam leburan, polimorfisma
dan peruraian selama analisa .
BAHAN PARTIKULAT DALAM INJEKSI <751>
Bahan partikulat berupa zat asing yang bergerak dan
asalnya tidak tentu, kecuali gelembung gas, yang tidak
dapat dikuantitasi dengan analisa kimia sebab jumlah
materinya yang kecil dan komposisi yang heterogen.
Larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusikan
dari zat padat steril untuk pemakaian parenteral, harus
bebas dari partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan
secara visual. Pengujian yang disebutkan di sini yaitu
uji fisika yang bertujuan menghitung partikel asing
subvisibel dalam rentang ukuran tertentu.
procedure mikroskopik dan pengaburan cahaya untuk
penetapan bahan partikulat diuraikan di sini. Bab ini
memberi pendekatan pengujian dua tahap. Larutan
injeksi mula-mula diuji dengan procedure pengaburan
cahaya (tahap 1). Jika tidak memenuhi batas yang
ditetapkan, larutan uji harus memenuhi procedure
mikroskopik (tahap 2) dengan batas-batas tersendiri. Jika
larutan uji, sebab alasan teknis, tidak dapat diuji secara
pengaburan cahaya, dapat dipakai pengujian
mikroskopik saja. Dalam tiap masalah diperlukan
manuscript tasi yang menampilkan bahwa procedure
pengaburan cahaya tidak mampu menguji larutan injeksi,
atau memberi hasil yang tidak absah. Diharapkan
bahwa sebagian besar sediaan akan memenuhi
persyaratan atas dasar uji pengaburan cahaya saja, namun
mungkin juga sediaan tertentu memerlukan pengujian
dengan uji pengaburan cahaya yang diikuti dengan uji
mikroskopik untuk memastikan kesesuaian terhadap
persyaratan.
Semua injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal
dan injeksi volume kecil yang monografinya
menetapkan persyaratan, harus memenuhi batas bahan
partikulat seperti tertera pada uji yang dipakai ,
kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi. Injeksi yang dimaksudkan hanya untuk
pemakaian intramuskular dan subkutan dikecualikan
dari persyaratan pada bab ini.
Tidak semua formulasi injeksi dapat diamati partikelnya
dengan salah satu atau kedua cara pengujian ini .
Tiap produk yang bukan larutan sempurna, yang
kejernihan dan viskositasnya menyerupai air, dapat
menghasilkan data yang menyimpang pada pemeriksaan
dengan metode penghitungan pengaburan cahaya. Bahan
demikian dapat diperiksa dengan metode mikroskopik.
Contoh, emulsi, koloid, dan sediaan liposom. Demikian
pula, produk yang menghasilkan udara atau gelembung
gas jika dimasukkan ke dalam sensor, misalnya formula
dapar bikarbonat, juga memerlukan pengujian
mikroskopik. Jika terjadi keraguan pada penerapan
metode pengujian, sebagai acuan dipakai metode
yang tertera pada masing-masing monografi. Batas yang
lebih tinggi sesuai untuk sediaan tertentu dan akan
diuraikan dalam masing-masing monografi.
Pada beberapa keadaan, viskositas bahan uji mungkin
cukup tinggi, sesampai menghalangi pemeriksaan
dengan kedua metode pengujian. Dalam hal ini dapat
dibuat pengenceran kuantitatif seperlunya dengan
pengencer yang sesuai untuk menurunkan viskositas,
sesampai pemeriksaan dapat dilakukan.
Pada uji yang diuraikan di bawah ini, untuk injeksi volume
besar dan injeksi volume kecil, hasil yang diperoleh dari
pengamatan unit tersendiri atau kelompok unit terhadap
bahan partikulat, tidak dapat diekstrapolasikan dengan
pasti pada unit lain yang tidak diuji.
Rancangan pengambilan sampel yang memenuhi syarat
secara statistik berdasarkan beberapa faktor operasional
yang diketahui, harus dikembangkan jika akan ditarik
kesimpulan yang absah dari data yang teramati untuk
menentukan tingkat bahan partikulat pada sekelompok
besar unit. Rancangan pengambilan sampel harus
didasarkan atas pertimbangan volume produk,
banyaknya partikel yang secara historis ditemukan
dibandingkan dengan batas yang ditentukan, distribusi
ukuran partikel-partikel yang ada dan variabilitas
banyaknya partikel antar unit.
UJI HITUNG PARTIKEL SECARA
PENGABURAN CAHAYA
Baku Pembanding FI - Hitung Partikel BPFI
Uji ini dapat dipakai untuk injeksi volume besar yang
menurut etiket berisi lebih dari 100 ml, kecuali
- 1495 -
dinyatakan lain pada masing-masing monografi. Pada uji
ini dihitung partikel tersuspensi, padat ataupun cair. Uji
ini juga dapat dipakai untuk injeksi volume kecil
dosis tunggal atau dosis ganda yang menurut etiket berisi
100 ml atau kurang, dalam larutan atau dalam larutan
yang dikonstitusikan dari zat padat steril, jika uji bahan
partikulat dipersyaratkan pada masing-masing monografi.
Produk yang dalam monografinya mempersyaratkan
penandaan bahwa produk ini dapat dipakai dengan
penyaringan akhir, dikecualikan dari persyaratan ini.
Peralatan
Merupakan sistem elektronik, penghitung partikel yang
ada dalam cairan, yang memanfaatkan sensor
pengaburan cahaya beserta perangkat pengumpan
sampel yang sesuai. Beragam alat sejenis ini yang sesuai
dapat diperoleh secara komersial. Pelaksana pengujian
bertanggung jawab untuk memastikan kesesuaian
parameter operasional peralatan dengan akurasi dan
presisi hasil uji yang diperlukan dan untuk memberi
pelatihan yang memadai kepada pelaksana teknis
pengujian.
Perlu dicatat tujuan akhir pada uji farmakope, bahwa
penghitung partikel mampu menilai ukuran dan
menghitung jumlah partikel dalam larutan injeksi yang
diuji secara reprodusibel. Peralatan yang tersedia
berkisar dari sistem yang memakai kalibrasi dan
pembakuan secara manual, sampai sistem canggih yang
menggabungkan perangkat keras dan perangkat lunak
untuk procedure pembakuan. Jadi, tidak mungkin
menetapkan metode yang pasti untuk standarisasi alat,
perlu ditekankan bahwa hasil akhir lebih diperlukan pada
procedure standarisasi, dari pada metode untuk mencapai
hasil ini . Bagian ini dimaksudkan untuk
menekankan kriteria yang harus dipenuhi oleh sistem
dari pada metode khusus untuk penetapannya.
Pemakai bertanggung jawab untuk menerapkan berbagai
metode standarisasi yang tepat untuk alat tertentu.
Kriteria operasional yang kritis terdiri dari hal berikut.
Batas Konsentrasi Sensor pakailah alat dengan yang
batas konsentrasi (jumlah maksimum partikel per ml),
yang ditetapkan oleh pabrik, lebih besar dari konsentrasi
parti