Jumat, 06 Desember 2024

farmakope 115


 enyetingkatan juga terlihat pada basa.  Dalam 

asam sulfat hampir semua basa berkekuatan sama.  Sifat 

asam sebagai pelarut menurun dalam seri asam sulfat, 

asam asetat, fenol, air, piridina dan butilamina, dalam seri 

kebalikannya sifat basa menurun dan asam yang paling 

kuat kehilangan sifat basanya. Basa kuat dengan urutan 

kekuatan yang menurun, yaitu  natrium 2-aminoetoksida, 

kalium metoksida, natrium metoksida dan litium 

metoksida. 

    Berbagai senyawa tidak larut dalam air memperoleh 

peningkatan sifat asam atau sifat basa jika dilarutkan 

dalam pelarut organik. Oleh sebab  itu pemilihan pelarut 

yang sesuai dapat memberi  peluang untuk penetapan 

berbagai senyawa ini  secara titrasi bebas air. 

Selanjutnya tergantung bagian mana suatu senyawa 

merupakan bagian yang aktif, seringkali mungkin untuk 

mentitrasi bagian ini dengan pemilihan pelarut dan titran 

yang tepat. Senyawa murni dapat langsung dititrasi, namun  

untuk sediaan farmasi seringkali diperlukan pemisahan 

zat aktifnya dari eksipien dan pembawa yang menggangu. 

    Jenis senyawa yang dapat dititrasi sebagai asam antara 

lain halida asam, anhidrida asam, asam karboksilat, asam 

amino, senyawa enol seperti barbiturat dan xantin, imida, 

fenol, pirol dan sulfonamida. Jenis senyawa yang dapat 

dititrasi sebagai basa antara lain amina, senyawa 

- 1484 -

 

 

 

 

 

heterosiklik yang mengandung nitrogen, oksazolin, 

senyawa amonium kuarterner, garam alkali asam organik, 

garam alkali asam anorganik lemah dan beberapa garam 

amina. Beberapa garam asam halogen dapat dititrasi 

dalam asam asetat atau anhidrida asetat sesudah  

penambahan raksa(II) asetat, yang akan mendesak ion 

halida sebagai kompleks raksa(II) halida yang tak 

terionisasi dan membebaskan ion asetat. 

    Untuk titrasi senyawa basa, larutan volumetrik asam 

perklorat dalam asam asetat glasial lebih disukai, 

walaupun asam perklorat dalam dioksan juga dipakai  

dalam keadaan tertentu.  Sistem elektrode kaca-kalomel 

dapat dipakai  untuk keadaan ini.  Dalam pelarut asam 

asetat sistem elektrode ini berfungsi sesuai teori. 

    Untuk titrasi senyawa asam ada dua golongan titran: 

alkoksida logam alkali dan tetraalkilamonium hidroksida. 

Larutan volumetrik natrium metoksida dalam campuran 

metanol dan toluen sering dipakai , walaupun litium 

metoksida dalam pelarut metanol-benzen banyak 

dipakai  untuk senyawa yang dapat menghasilkan 

endapan serupa gelatin jika dititrasi dengan natrium 

metoksida. 

    Kesalahan alkali membatasi pemakaian  elektrode 

kaca sebagai elektrode indikator dalam hubungannya 

dengan titran alkoksida logam alkali, terutama dalam 

pelarut basa. Dengan demikian elektrode indikator 

antimon, walaupun bersifat agak tidak menentu dapat 

dipakai  untuk titrasi seperti ini. pemakaian  senyawa 

amonium hidroksida kuartener seperti tetra-n-

butilamonium hidroksida dan trimetil heksadesil-

amonium hidroksida (dalam benzen-metanol atau 

isopropanol) memiliki  dua keuntungan dibanding-kan 

titran lainnya yaitu (a) garam tetraalkilamonium dari 

asam yang dititrasi larut dalam media titrasi, dan (b) 

elektrode kaca-kalomel yang sesuai dapat dipakai  

untuk titrasi potensiometri. 

    sebab  adanya gangguan oleh karbon dioksida, pelarut 

untuk senyawa asam harus dilindungi dari paparan 

atmosfer yang berlebih dengan penutup yang sesuai atau 

bekerja dengan atmosfer inert selama titrasi. Adanya 

absorpsi karbon dioksida dapat ditetapkan dengan 

melakukan penetapan blangko.  Blangko tidak boleh 

melebihi 0,01 ml natrium metoksida 0,1 N LV per ml 

pelarut. 

    Titik akhir dapat ditentukan secara visual dengan 

mengamati perubahan warna yang terjadi, atau secara 

potensiometrik seperti tertera pada masing-masing 

monografi. Jika dipakai  elektrode pembanding 

kalomel, akan lebih baik jika jembatan garam kalium 

klorida dalam air digantikan dengan larutan litium 

perklorat 0,1 N dalam asam asetat glasial untuk titrasi 

dalam pelarut asam, atau kalium klorida dalam metanol 

untuk titrasi dalam pelarut basa. 

    Jika campuran ini atau campuran yang lain telah tertera 

pada masing-masing monografi, elektrode pembanding 

kalomel dimodifikasi dengan lebih dahulu menghilangkan 

larutan kalium klorida dalam air dan kalium klorida yang 

tersisa jika ada, dengan membilasnya dengan air, 

lalu  menghilangkan sisa air dengan membilas 

dengan pelarut bebas air yang akan dipakai , dan 

akhirnya mengisi elektrode dengan campuran bebas air 

yang sudah ditentukan. 

    Pada hampir semua masalah , kecuali jika ion perak 

mengganggu, elektrode kalomel dapat diganti dengan 

elektrode pembanding perak-perak klorida. Elektrode 

perak-perak klorida lebih tahan dan dipakai  untuk 

membantu mengurangi pemakaian  garam raksa yang 

beracun di laboratorium.  biasanya , jembatan garam 

dapat dipakai  untuk menghindarkan gangguan ion 

perak.  

    Sistem yang dapat dipakai  untuk titrasi bebas air 

dapat dilihat pada Tabel 2. 

 

Tabel 2 Sistem untuk Titrasi Bebas Air 

Jenis 

Pelarut 

Asam 

(untuk titrasi basa dan   

garamnya) 

Relatif netral 

(untuk titrasi 

turunan basa) 

Basa 

(untuk titrasi asam) 

Relatif netral 

(untuk titrasi 

turunan asam) 

Pelarut1 Asam asetat glasial 

Anhidrida asetat 

Asam format 

Asam propionat 

Sulfuril klorida 

Asetonitril 

Alkohol 

Kloroform 

Benzen 

Toluen 

Klorobenzen 

Etil Asetat Dioksan 

Dimetil formamida 

n-Butilamina 

Piridina 

Etilendiamina 

Morfolina 

Aseton 

Asetonitril 

Metil etil keton 

Metil isobutil keton 

Tert-Butil alkohol 

Indikator Kristal violet 

Merah kuinaldin 

p-Naftol benzein 

Alfazurin 2-G 

Hijau malakit 

Merah metil 

Jingga metil 

p-Naftolbenzein 

 

Biru timol 

Timolftalein 

Lembayung azo 

o-Nitroanilina 

p-Hidroksiazobenzen 

Lembayung azo 

Biru bromotimol 

p-Hidroksi azobenzen 

Biru timol 

Elektrode Kaca-kalomel 

Kaca-perak-  

  perak klorida 

Raksa-raksa(II) 

  Asetat 

Kaca-kalomel 

Kalomel-perak- 

  perak klorida 

Antimon-kalomel 

Antimon kaca 

Antimon-antimon2 

Platina-kalomel 

Kaca-kalomel 

Antimon-kalomel 

Kaca-kalomel 

Kaca-platina2 

1Pelarut relatif netral dengan tetapan dielektrik rendah seperti benzen, toluen, kloroform atau dioksan dapat dipakai  

bersama dengan berbagai pelarut asam atau basa untuk meningkatkan sensitivitas titik akhir titrasi. 

2Dalam titran 

- 1485 -

 

 

 

 

 

 

    procedure  

    Metode I  

    Larutkan beberapa  zat uji dalam beberapa  volume 

yang sesuai asam asetat glasial P yang sebelumnya 

dinetralkan terhadap indikator seperti tertera pada 

monografi, jika perlu hangatkan dan dinginkan, atau buat 

larutan seperti yang ditentukan. Jika zat uji berupa garam 

asam klorida atau bromida, tambahkan 15 ml raksa(II) 

asetat LP, kecuali dinyatakan lain dalam monografi. 

Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N LV sampai  

perubahan warna indikator yang sesuai dengan harga 

mutlak maksimum dE/dV (E yaitu  daya elektromotif 

dan V yaitu  volume titran) dalam titrasi potensiometri. 

Indikator yang tertera pada monografi juga dipakai  

untuk menetralkan raksa(II) asetat LP dan pembakuan 

titran. 

    Jika suhu titran pada saat penetapan (t2) berbeda dari 

suhu titran pada saat pembakuan (t1), kalikan volume 

titran yang diperlukan dengan [1+0,0011(t1–t2)] dan 

hitung hasil penetapan dari volume terkoreksi.  

    Titrasi potensiometri dapat dilakukan memakai  

elektrode kaca dan elektrode pembanding kalomel jenuh 

(pastikan tidak terjadi kebocoran dari larutan jembatan 

garam) atau pakailah  elektrode kombinasi. Hubungan 

antara elektrode kalomel dan cairan titrasi harus 

memiliki  tahanan listrik cukup rendah dan 

perpindahan cairan dari satu sisi ke sisi lain harus 

seminimum mungkin. Pembacaan hasil pengukuran 

kurang dari nol dapat dihindari dengan memakai  

sumber daya elektromotif stabil yang dipasang secara 

seri dengan sistem elektrode. Ketidakstabilan dapat 

terjadi, jika sambungan antara potensiometer dan sistem 

elektrode tidak sesuai dengan petunjuk pabrik. 

 

    Metode II  

    pakailah  titran, pelarut dan indikator seperti tertera 

pada monografi. 

    Lindungi larutan dan titran dari karbon dioksida dan 

lembab dari udara selama penetapan. 

    Larutkan beberapa  zat uji dalam beberapa  volume 

pelarut yang sesuai, yang sebelumnya telah dinetralkan 

terhadap indikator, jika perlu hangatkan dan dinginkan, 

atau buat larutan seperti yang ditentukan. Titrasi sampai  

perubahan warna indikator yang sesuai dengan harga 

mutlak maksimum dE/dV (E yaitu  daya elektromotif 

dan V yaitu  volume titran) dalam titrasi potensiometri. 

Titran dibakukan memakai  pelarut dan indikator 

yang sama seperti yang ditentukan untuk zat ini .  

    Titrasi potensiometri dapat dilakukan memakai  

elektrode kaca dan elektrode pembanding kalomel jenuh, 

larutan jenuh kalium klorida P dalam air diganti dengan 

larutan jenuh kalium klorida P dalam metanol P. 

Hubungan antara elektrode kalomel dan cairan titrasi 

harus memiliki  tahanan listrik cukup rendah dan 

perpindahan cairan dari satu sisi ke sisi lain harus 

seminimum mungkin. Pembacaan hasil pengukuran 

kurang dari nol dapat dihindari dengan memakai  

sumber daya elektromotif stabil yang dipasang secara 

seri dengan sistem elektrode. Ketidakstabilan dapat 

terjadi, jika sambungan antara potensiometer dan sistem 

elektrode tidak sesuai dengan petunjuk pabrik. 

 

TITRASI NITRIMETRI Metode ini umum dipakai  

untuk penetapan sebagian besar obat sulfonamida dan 

sediaannya dalam Farmakope, juga obat-obat lain jika 

titrasi nitrimetri ini sesuai untuk dipakai . 

 

Baku pembanding Sulfanilamida BPFI; lakukan 

pengeringan pada suhu 105º selama 3 jam sebelum 

dipakai . Simpan dalam wadah tertutup rapat dan 

terlindung cahaya. 

 

procedure  Timbang saksama lebih kurang 500 mg 

sulfonamida atau beberapa  yang tertera pada monografi 

dan masukkan ke dalam gelas piala yang sesuai. 

Tambahkan 20 ml asam klorida P dan 50 ml air, aduk 

sampai  larut, dinginkan sampai  suhu lebih kurang 15º 

dan titrasi perlahan dengan natrium nitrit 0,1 M LV yang 

sebelumnya telah dibakukan terhadap Sulfanilamida BPFI. 

    Tetapkan titik akhir secara elektrometrik, 

memakai  elektrode yang sesuai (platina-kalomel 

atau platina-platina). Tempatkan ujung buret di bawah 

permukaan larutan untuk menghindari oksidasi oleh 

udara terhadap natrium nitrit dan aduk larutan perlahan 

memakai  pengaduk magnetik, tanpa menimbulkan 

putaran udara di bawah permukaan, dan pertahankan 

suhu pada lebih kurang 15º. Titrasi dapat dilakukan 

secara manual atau memakai  titrator automatik. 

Pada titrasi secara manual, tambahkan titran sampai  1 ml 

mendekati titik akhir, lalu  tambahkan setiap kali 

0,1 ml titran dengan selang waktu tidak kurang dari        

1 menit (jarum alat menyimpang dan kembali mendekati 

posisi semula sampai  titik akhir tercapai). 

    Bobot zat dalam mg per ml natrium nitrit 0,1 M LV 

setara dengan yang tertera pada masing-masing 

monografi. 

    Penetapan kadar tablet sulfonamida atau obat lain 

Timbang dan serbuk haluskan tidak kurang dari             

20 tablet. Timbang saksama beberapa  serbuk setara 

dengan lebih kurang 500 mg sulfonamida atau beberapa  

obat yang tertera dalam masing-masing monografi dan 

lakukan penetapan mulai dari “Masukkan ke dalam gelas 

piala yang sesuai…”. 

    Penetapan kadar injeksi dan sediaan cairan lain Pipet 

beberapa  volume setara dengan lebih kurang 500 mg 

sulfonamida atau beberapa  obat yang tertera dalam 

masing-masing monografi, ke dalam gelas piala yang 

sesuai dan lakukan penetapan mulai dari “Tambahkan  

20 ml asam klorida P…”. 

 

 

TUTUP ELASTOMERIK UNTUK INJEKSI 

<721> 

 

    Penutup elastomerik untuk wadah yang dipakai  

pada tipe sediaan yang ditetapkan pada Injeksi dibuat 

dari bahan yang dibuat melalui proses vulkanisasi 

polimerisasi, poliadisi, atau polikondensasi bahan 

organik makromolekular (elastomer). Formulasi penutup 

- 1486 -

 

 

 

 

 

terdiri dari elastomer alami atau sintetis dan bahan 

tambahan organik dan anorganik untuk membantu atau 

mengendalikan vulkanisasi, memberi sifat fisika, kimia 

dan warna atau menstabilkan formulasi penutup. 

    Bab ini berlaku untuk penutup yang dipakai  untuk 

penyimpanan jangka panjang sediaan yang ditetapkan 

dalam sediaan umum Injeksi. Tutup yang khusus 

dipakai  sebagai bagian dari vial, botol, atau sistem 

kemasan alat injeksi yang telah berisi sediaan. 

    Bab ini berlaku untuk penutup yang diformulasi dari 

bahan elastomerik alami atau sintetis. Bab ini tidak 

berlaku untuk penutup yang dibuat dari elastomer 

silikon; akan namun  berlaku untuk penutup yang dilapisi 

silikon (misalnya dimetikon). jika  melakukan 

pengujian berdasarkan bab ini, tidak disyaratkan 

memakai  penutup yang dilapisi silikon, meskipun 

tidak ada larangan untuk memakai  tutup silikon.  

    Bab ini juga berlaku untuk penutup yang dilapis 

dengan bahan pelincir lain (misalnya bahan yang terikat 

secara kimia atau mekanik pada penutup) yang tidak 

dimaksudkan atau tidak menyebabkan hambatan ke 

dasar elastomer. jika  melakukan pengujian, penutup 

tanpa penghalang pelincir akan diuji dalam kondisi 

terlapis. 

    Penjelasan berikut hanya berkaitan dengan penutup 

yang dilaminasi atau dilapisi dengan bahan yang menjadi 

penghalang terhadap dasar elastomer (misal PTFE atau 

lapisan pelincir). Tidak diperbolehkan memakai  

bahan penghalang untuk mengubah tutup yang tidak 

memenuhi persyaratan menjadi memenuhi persyaratan 

kompendial. Oleh sebab  itu seluruh Uji Fisikokimia 

dilakukan pada formula dasar penutup,  seperti penutup 

yang dilapisi atau dilaminasi. Untuk memperoleh hasil 

Uji Fisikokimia, uji dilakukan terhadap penutup yang 

tidak dilapis atau dilaminasi dengan bahan elastomer 

yang sama, seperti halnya pada tutup yang dilapisi. Uji 

Fungsi dilakukan dengan memakai  tutup 

elastomerik yang dilapisi atau dilaminasi. Uji Biologi 

dipakai  pada bahan pelapis atau laminasi, seperti pada 

formula dasar. Uji Biologi dapat dilakukan pada tutup 

yang dilaminasi atau dilapisi, atau bahan 

pelapis/laminasi, atau tutup yang tidak dilapisi atau 

dilaminasi dengan bahan elastomerik yang sama. Hasil 

akhir pengujian akan dilaporkan secara terpisah. Uji 

fisikokimia atau uji biologi memakai  formula dasar 

untuk pemenuhan persyaratan farmakope untuk penutup 

yang dilapisi sesuai dengan bentuk dan ukuran penutup 

yang dilapisi. 

    Untuk semua uji pada bab ini yang dilakukan untuk 

setiap tipe penutup, perlu dilakukan manuscript tasi sampel 

yang diuji, termasuk gambaran lengkap elastomer, 

pelincir, pelapis, laminasi atau perlakuan. 

    Bab ini mencantumkan uji batas untuk penutup 

elastomer Tipe I dan Tipe II. Penutup Tipe I dipakai  

untuk sediaan berbasis air. Penutup Tipe II dipakai  

untuk sediaan tidak berbasis air dan untuk sediaan yang 

memiliki  sifat khusus, sesampai  mungkin tidak 

memenuhi semua persyaratan penutup Tipe I sebab  sifat 

fisik, konstruksi bahan atau keduanya. Jika penutup tidak 

memenuhi satu atau lebih persyaratan uji Tipe I, namun  

masih memenuhi persyaratan uji Tipe II, maka penutup 

diklasifikasi sebagai Tipe II. Semua penutup elastomer 

yang dipakai  untuk sediaan injeksi harus memenuhi 

uji batas Tipe I atau Tipe II. Akan namun  spesifikasi ini 

tidak dimaksudkan sebagai satu-satunya kriteria evaluasi 

untuk seleksi penutup. 

 Bab ini tepat dipakai  untuk identifikasi penutup 

elastomerik sediaan injeksi berdasarkan reaktivitas 

biologinya, sifat fisikokimia ekstrak berbasis air, dan 

kegunaannya.  

 Berikut persyaratan evaluasi penutup yang tidak 

termasuk dalam bab ini: 

 Penetapan uji identifikasi dan spesifikasi penutup 

 Verifikasi kesesuaian fisikokimia sediaan dengan 

penutup 

 Identifikasi dan penetapan keamanan kemampuan zat 

kimia bermigrasi secara spontan pada penutup yang 

ditemukan pada kemasan sediaan.  

 Verifikasi fungsi penutup kemasan sediaan dalam 

kondisi penyimpanan dan pemakaian . 

    Pabrik pembuat sediaan injeksi (Pemakai ) harus 

mendapatkan jaminan dari pemasok penutup bahwa 

komposisi penutup tidak bervariasi dan sama dengan 

penutup yang dipakai  dalam uji kesesuaian. jika  

pemasok menginformasikan kepada Pemakai  adanya 

perubahan komposisi, uji kesesuaian harus diulang, 

secara total atau sebagian, tergantung sifat perubahan. 

Penutup harus disimpan baik, bersih dan bebas dari 

kontaminan lingkungan dan endotoksin, dan untuk 

proses aseptik selanjutnya, harus disterilkan sebelum 

dipakai  sebagai kemasan sediaan injeksi. 

 

Karakteristik Penutup elastomerik bening atau opaq 

dan tidak memiliki karakteristik warna tertentu, warna 

penutup tergantung bahan tambahan yang dipakai . 

Penutup bersifat homogen dan praktis bebas dari 

serpihan dan bahan asing (misalnya serat, partikel asing 

dan sisa karet).  

 

Identifikasi Penutup dibuat dari berbagai variasi bahan 

elastomerik dengan pelapis polimerik yang dapat dipilih. 

Oleh sebab  itu, untuk menetapkan uji identifikasi yang 

mencakup semua kemungkinan jenis penutup, tidak 

termasuk bab ini. Akan namun , pemasok penutup dan 

pabrik pembuat sediaan injeksi (Pemakai ) bertanggung 

jawab untuk melakukan verifikasi terhadap formulasi 

penutup elastomerik dan setiap bahan pelapis atau 

laminasi yang dipakai  dengan uji identifikasi yang 

sesuai. Beberapa contoh metodologi uji yang dapat 

dipakai  termasuk bobot jenis; kadar abu; kadar sulfur; 

uji FTIR-ATR; kromatografi lapis tipis dan 

spektrofotometri serapan UV dari ekstrak atau 

spektofotometri serapan IR dari pirolisat.   

 

procedure  Uji Penutup elastomerik harus memenuhi 

persyaratan biologi, fisikokimia dan fungsi mulai dari 

pengiriman oleh pemasok penutup ke pabrik pembuat 

sediaan injeksi (Pemakai ) dan tahap akhir siap-pakai. 

- 1487 -

 

 

 

 

 

 

    Oleh sebab  itu, pada proses pembuatan penutup 

elastomer yang dilakukan oleh pemasok sebelum 

didistribusi ke Pemakai , pemasok harus menampilkan  

bahwa penutup memenuhi persyaratan kompendial 

mengenai kemampuan penutup terhadap paparan pada 

proses tertentu atau tahapan sterilisasi. Sama halnya jika 

penutup elastomerik yang diterima oleh Pemakai  akan 

diproses atau disterilisasi lagi, Pemakai  bertanggung 

jawab untuk menampilkan  bahwa  penutup tetap 

memenuhi persyaratan kompendial sesudah  proses 

tertentu atau proses sterilisasi. Hal ini penting terutama 

jika penutup akan terpapar pada proses atau kondisi yang 

berpengaruh secara nyata terhadap karakteristik biologi, 

fisikokimia dan fungsi penutup (misal radiasi sinar 

Gamma). 

    Untuk penutup yang biasanya diberi pelincir silikon 

sebelum dipakai , diperbolehkan untuk melakukan 

pengujian fisikokimia pada penutup yang belum diberi 

pelincir, untuk menghindari kemungkinan gangguan 

pada metode dan kesulitan interpretasi hasil uji. Untuk 

tutup berpelincir lain tanpa penghalang, seluruh uji harus 

dilakukan dengan penutup yang dilapisi. 

    Untuk penutup yang dilapisi atau dilaminasi dengan 

pelapis yang berfungsi sebagai penghalang (misalnya 

PTFE atau lapisan pelincir), uji fisikokimia kompendial 

diterapkan pada dasar elastomer tidak terlapis, seperti 

pada penutup berlapis. Dalam hal ini pemasok 

bertanggung jawab untuk menampilkan  bahwa penutup 

yang berlapis memenuhi kompendial fisikokimia, seperti 

pada tutup yang tidak berlapis, dengan proses atau 

perlakuan dalam kondisi simulasi tertentu yang harus 

dilakukan oleh pemasok untuk penutup ini  sebelum 

dikirim ke Pemakai . Ukuran dan konfigurasi penutup 

tidak berlapis yang dipakai  untuk uji fisikokimia 

harus sama dengan penutup yang berlapis. Pemakai  

penutup yang berlapis juga bertanggung jawab untuk 

menampilkan  bahwa penutup yang dilapisi memenuhi 

kompendial fisikokimia, dengan proses atau perlakuan 

dalam kondisi simulasi tertentu yang dilakukan oleh 

Pemakai  sebelum dipakai . 

    Dalam laporan hasil uji harus dicantumkan semua 

kondisi dalam proses pembuatan penutup, pra-perlakuan, 

sterilisasi atau pelincir. 

    Persyaratan uji penutup serta tanggung jawab 

pemasok dan Pemakai  tercantum Tabel 1. 

 

Tabel 1 

Tipe penutup (seperti yang 

tersedia atau yang dipakai ) 

Persyaratan Uji 

Uji Fisikokimia Uji Fungsi Uji Biologi 

Penutup dengan atau tanpa 

lapisan silikon 

Dilakukan  

Pilihan bila memakai  

silikon. Penanggung jawab: 

Pemasok dan Pemakai  

Dilakukan  

Pilihan bila memakai  

silikon. 

Penanggung jawab: 

Pemasok dan Pemakai  

Dilakukan  

Pilihan bila memakai  

silikon.  

Peanggung jawab: 

Pemasok dan Pemakai  

Penutup dengan lapisan 

pelincir (bahan tanpa 

penghalang; bukan silikon) 

Dilakukan pada penutup 

yang dilapisi. 

Penanggung jawab: 

Pemasok dan Pemakai  

Dilakukan pada penutup 

yang dilapisi. 

Penanggung jawab: 

Pemasok dan Pemakai  

Dilakukan pada penutup 

yang dilapisi. 

Penanggung jawab: 

Pemasok dan Pemakai  

Penutup dengan lapisan 

penghalang 

Dilakukan pada penutup 

yang dilapisi. 

Penanggung jawab: 

Pemasok dan Pemakai  

DAN 

Dilakukan pada penutup 

yang belum dilapisi 

(formula dasar) 

Penanggung jawab: 

Pemasok 

Dilakukan pada penutup 

yang dilapisi. 

Penanggung jawab: 

Pemasok dan Pemakai  

Dilakukan pada penutup 

yang dilapisi  

ATAU 

Dilakukan pada penutup 

yang belum dilapisi 

(formula dasar) dan 

bahan pelapis (laporan 

hasil uji terpisah). 

Penanggung jawab: 

Pemasok dan Pemakai  

 

Uji Biologi ada  dua tahapan uji. Tahap pertama 

yaitu  procedure  uji in-vitro seperti yang dijelaskan 

dalam lampiran Uji Reaktivitas Secara Biologi, In-Vitro 

<241>. Bahan yang tidak memenuhi syarat uji in-vitro 

diuji kembali pada tahap kedua, yaitu  uji in-vivo Uji 

Injeksi Sistemik dan Uji Intrakutan pada lampiran dalam 

Uji Reaktivitas Secara Biologi, In-Vivo <251>. Bahan 

yang sudah memenuhi syarat uji in-vitro tidak perlu uji 

in-vivo. 

    Penutup Tipe I dan Tipe II harus memenuhi 

persyaratan uji reaktivitas biologi in-vitro atau in-vivo. 

 

Uji Fisikokimia 

    Persiapan Larutan S Masukkan seluruh penutup 

yang belum dipotong dengan luas permukaan       

100±10 cm2 ke dalam wadah kaca yang sesuai. Rendam 

tutup dengan 200 ml Air Murni atau Air untuk Injeksi. 

Jika tidak memungkinkan mendapatkan penutup yang 

belum dipotong dengan luas permukaan 100±10 cm2, 

pilih beberapa  tutup dengan luas area mendekati 100 cm2, 

dan atur volume air yang dipakai  setara 2 ml per cm2 

permukaan penutup yang sebenarnya dipakai . 

Didihkan selama 5 menit, dan bilas lima kali dengan Air 

Murni atau Air untuk Injeksi dingin. 

- 1488 -

 

 

 

 

 

    Masukkan penutup yang telah dicuci ke dalam labu 

kaca berleher besar Tipe I seperti tertera pada Wadah 

gelas <1271>, tambahkan beberapa  sama Air Murni atau 

Air untuk Injeksi yang ditambahkan sebelumnya pada 

penutup dan timbang. Tutup mulut labu dengan gelas 

piala Tipe I. 

    Panaskan dalam otoklaf sampai  suhu 121±2ºC yang 

dicapai dalam 20 – 30 menit dan pertahankan selama       

30 menit. Dinginkan pada suhu ruang selama lebih 

kurang 30 menit. Tambahkan Air Murni atau Air untuk 

Injeksi untuk mencapai bobot awal. Kocok, segera tuang 

dan kumpulkan larutan. [Catatan Larutan ini harus 

dikocok sebelum dipakai  untuk setiap uji.] 

    Persiapan Blangko Siapkan larutan blangko dengan 

cara yang sama memakai  200 ml Air Murni atau Air 

untuk Injeksi tanpa penutup.  

 

Tabel 2 

 Suspensi 

Pembanding A 

Suspensi 

Pembanding B 

Suspensi 

Pembanding C 

Suspensi 

Pembanding D 

Baku opalesens 5,0  ml 10,0  ml 30,0  ml 50,0  ml 

Air 95,0  ml 90,0  ml 70,0  ml 50,0  ml 

Unit Turbiditas 

Nefelometrik       

(NTU) 

3 NTU 6 NTU 18 NTU 30 NTU 

 

Tampilan Larutan  

(Turbiditas/Opalesens dan Warna) 

 

    Penetapan Turbiditas (Opalesens) Catatan  

Penetapan turbiditas dilakukan dengan membandingkan 

secara visual (procedure  A) atau memakai  alat 

turbidimeter (procedure  B). Untuk diskusi mengenai 

turbidimetri dapat dilihat pada Spektofotometri dan 

Hamburan Cahaya <1191>. Penilaian kejernihan 

memakai  alat memberi  perbedaan yang nyata 

pada hasil yang tidak bergantung pada ketajaman 

pengamatan visual analis. 

    Larutan Hidrazin Sulfat  Larutkan 1,0 g hidrazin 

sulfat P dalam air dan encerkan dengan air sampai   

100,0 ml. Diamkan  selama 4 – 6 jam.  

    Larutan Heksametilentetramin Larutkan 2,5 g 

heksametilentetramin P dalam 25,0 ml air dalam labu 

bersumbat kaca 100 ml. 

    Suspensi persediaan opalesens Tambahkan 25,0 ml 

Larutan Hidrazin Sulfat ke dalam Larutan 

Heksametilentetramin dalam labu. Campur dan diamkan 

selama 24 jam. Suspensi ini stabil selama 2 bulan, 

simpan dalam wadah kaca tanpa cacat pada 

permukaannya. Suspensi tidak boleh melekat pada gelas 

dan tercampur baik sebelum dipakai . 

    Suspensi baku opalesens Siapkan suspensi dengan 

mengencerkan 15,0 ml Suspensi persediaan opalesens 

dengan air sampai  1000,0 ml. Suspensi saku opalesens 

stabil selama lebih kurang 24 jam sesudah  disiapkan. 

    Suspensi pembanding Siapkan berdasarkan Tabel 2. 

Campur dan kocok sebelum dipakai . [Catatan 

Suspensi formazin yang distabilkan dapat dipakai  

untuk menstabilkan baku turbiditas encer yang dapat 

diperoleh secara komersial dan dapat dipakai  sesudah  

membandingkan dengan baku yang disiapkan seperti 

yang telah dijelaskan di atas.] 

    procedure  A Perbandingan Visual pakailah  tabung uji 

yang seragam, terbuat dari kaca netral tidak berwarna, 

transparan dengan dasar rata, dan diameter bagian dalam 

15 – 25 mm (tabung Nessler).  Isi satu tabung dengan 

Larutan S dengan tinggi 40 mm, dengan tinggi yang 

sama isi satu tabung dengan air dan empat tabung lain 

dengan Suspensi Pembanding A, B, C dan D. 

Bandingkan larutan dalam kondisi cahaya yang terang,  

5 menit sesudah  penyiapan Suspensi Pembanding, amati 

secara vertikal dengan latar belakang hitam. Kondisi 

cahaya akan membedakan Suspensi Pembanding A 

dengan air dan Suspensi Pembanding B dapat dibedakan 

dengan Suspensi Pembanding A. 

    Persyaratan Untuk penutup Tipe I Larutan S tidak 

lebih opalesens dari pada Suspensi Pembanding B, dan 

untuk penutup Tipe II Larutan S tidak lebih opalesens 

dari pada Suspensi Pembanding C. Larutan S dikatakan 

bersih jika kejernihannya sama seperti air ketika diuji 

seperti dijelaskan di atas atau jika opalesensinya tidak 

lebih nyata dari pada Suspensi Pembanding A (lihat 

Tabel 3). 

    procedure  B memakai  Alat Ukur turbiditas 

Suspensi Pembanding dalam turbidimeter terkalibrasi 

yang sesuai seperti pada Spektrofotometri dan 

Hamburan Cahaya <1191>. Blangko harus diukur dan 

hasil pengukuran dikoreksi terhadap blangko. Suspensi 

Pembanding A, B, C dan D berturut-turut mewakili 3, 6, 

18 dan 30 NTU. Ukur turbiditas Larutan S memakai  

turbidimetri terkalibrasi. 

    Persyaratan Untuk penutup Tipe I turbiditas Larutan 

S tidak lebih besar dari pada Suspensi Pembanding B (6 

NTU) dan untuk penutup Tipe II Larutan S tidak lebih 

besar daripada Suspensi Pembanding C (18 NTU). 

  

Tabel 3 

 Perbandingan Metode 

Persyaratan  

opalesens  

procedure  A  

(Visual) 

procedure  B 

(Alat) 

Penutup Tipe I tidak lebih 

opalesen dari 

Suspensi 

Pembanding B 

tidak lebih 

dari 6 NTU 

Penutup Tipe II tidak lebih 

opalesen dari 

Suspensi 

Pembanding C 

tidak lebih 

dari 18 NTU 

- 1489 -

 

 

 

 

 

 

    Penetapan Warna 

    Baku Warna Siapkan larutan dengan mengencerkan 

3,0 ml Larutan Padanan O seperti pada Warna dan 

Akromisitas <1291> dengan 97,0 ml asam hidroklorida 

encer LP. 

    procedure  pakailah  tabung uji yang seragam, terbuat 

dari kaca netral, tidak berwarna, transparan dengan dasar 

rata, dan diameter bagian dalam 15 – 25 mm (tabung 

Nessler). Isi satu tabung dengan Larutan S dengan tinggi 

40 mm, satu tabung kedua dengan Baku Warna. 

Bandingkan larutan pada kondisi terang, 5 menit sesudah  

penyiapan Larutan padanan, amati secara vertikal 

dengan latar belakang putih. 

    Persyaratan Larutan S berwarna tidak lebih intens 

dari pada Baku Warna. 

 

    Keasaman dan Kebasaan 

    Larutan Biru Bromtimol Larutkan 50 mg biru 

bromtimol P dalam campuran 4 ml natrium hidroksida 

0,02 M dan 20 ml etanol P. Encerkan dengan air sampai 

100 ml.  

    procedure  Pada 20 ml Larutan S tambahkan 0,1 ml 

Larutan Biru Bromtimol. Jika larutan berwarna kuning, 

titrasi dengan natrium hidroksida 0,01 N sampai dicapai 

titik akhir biru. Jika larutan berwarna biru, titrasi dengan 

asam klorida 0,01 N sampai dicapai titik akhir kuning. 

Jika larutan berwarna hijau, bersifat netral maka tidak 

perlu dititrasi.  

    Koreksi Blangko Uji 20 ml blangko yang sama. 

Koreksi hasil yang diperoleh untuk Larutan S dengan 

mengurangi atau menambah volume titran untuk Blangko 

seperti tertera pada Titrimetri <711>. 

    Persyaratan Untuk pembentukan warna biru 

diperlukan tidak lebih dari 0,3 ml larutan natrium 

hidroksida 0,01 N, atau untuk pembentukan warna 

kuning diperlukan tidak lebih dari 0,8 ml larutan asam 

klorida 0,01 N, atau tidak perlu dititrasi. 

 

    Serapan 

    procedure  [Catatan Lakukan uji ini dalam waktu 5 jam 

sesudah  penyiapan Larutan S.] Saring Larutan S melalui 

membran dengan porositas 0,45 μm, buang beberapa ml 

filtrat pertama. Ukur serapan filtrat pada panjang 

gelombang antara 220 dan 360 nm dalam kuvet 1 cm 

memakai  blangko. Jika diperlukan pengenceran 

filtrat sebelum pengukuran serapan, maka hasil uji perlu 

dikoreksi. 

    Persyaratan Untuk penutup Tipe I serapan tidak lebih 

dari 0,2 dan untuk penutup Tipe II serapan tidak lebih 

dari 4,0. 

 

    Zat Tereduksi 

    procedure  [Catatan Lakukan uji ini dalam waktu 4 jam 

sesudah  penyiapan Larutan S.] Pada 20,0 ml Larutan S 

tambahkan 1 ml asam sulfat encer LP dan 20,0 ml 

kalium permanganat 0,002 M. Didihkan selama 3 menit. 

Dinginkan, tambahkan   1 g kalium iodida P, dan titrasi 

segera dengan natrium tiosulfat 0,01 M LV, 

memakai  0,25 ml amilum LP sebagai indikator. 

Lakukan titrasi memakai  20,0 ml blangko dan catat 

perbedaan volume natrium tiosulfat yang diperlukan. 

    Persyaratan Untuk penutup Tipe I perbedaan antara 

volume titrasi tidak lebih dari 3,0 ml dan untuk penutup 

Tipe II tidak lebih dari 7,0 ml. 

 

    Logam Berat 

    procedure  Lakukan pengujian seperti tertera pada 

Metode I dalam Logam Berat <371> Siapkan larutan uji 

memakai  10,0 ml Larutan S. 

    Persyaratan Larutan S mengandung logam berat tidak 

lebih dari 2 bpj dihitung sebagai Pb. 

 

    Zink terekstraksi 

    Larutan Uji Pipet 10 ml Larutan S ke dalam labu 

tentukur 100-ml, encerkan dengan asam klorida 0,1 N 

sampai tanda. Siapkan blangko uji dengan cara yang 

sama memakai  Blangko untuk Larutan S. 

    Larutan Baku Larutkan zink sulfat P dalam asam 

klorida 0,1 N sampai  kadar zink lebih kurang10 bpj. 

    Larutan Pembanding Siapkan tidak kurang dari 3 

larutan pembanding dengan mengencerkan Larutan 

Baku dalam asam klorida 0,1 N. Kadar zink dalam 

Larutan Pembanding berada dalam rentang batas yang 

diperkirakan dari Larutan Uji. 

    procedure  pakailah  spektrofotometer serapan atom 

seperti pada Spektrofotometri dan Hamburan Cahaya 

<1191> yang dilengkapi dengan lampu “hollow cathode” 

zink dan nyala asetilen-udara. procedure  alternatif yang 

dapat dipakai  yaitu  analisa  Inductively Couple 

Plasma (ICP) yang sudah divalidasi. 

    Uji tiap Larutan Pembanding pada garis emisi zink 

213,9 nm minimal tiga kali. Catat pembacaan secara 

terus menerus. Bilas peralatan dengan larutan blangko 

uji setiap kali uji, untuk memastikan pembacaan kembali 

ke nilai blangko awal. Buat kurva kalibrasi dari rata-rata 

angka pembacaan untuk setiap Larutan Pembanding. 

Catat serapan Larutan Uji. Tetapkan kadar zink dalam 

bpj dari Larutan Uji memakai  kurva kalibrasi.  

    Persyaratan Larutan S mengandung zink terekstraksi 

tidak lebih dari 5 bpj. 

 

    Amonium 

    Larutan Kalium Tetraiodomerkurat Alkalis Larutkan 

11 g kalium iodida P dan 15 g raksa(II) iodida P dalam 

air sampai  100 ml. Segera sebelum dipakai , campur 

volume sama larutan ini dengan larutan natrium 

hidroksida 250 g per liter. 

    Larutan Uji Encerkan 5 ml Larutan S dengan air 

sampai 14 ml. Basakan jika perlu dengan menambahkan 

natrium hidroksida 1 N dan encerkan dengan air sampai 

15 ml. Tambahkan 0,3 ml Larutan Kalium 

Tetraiodomerkurat Alkalis lalu  tutup wadah. 

    Larutan Baku Buat larutan amonium klorida P dalam 

air sampai  kadar NH4 1 bpj. Campur 10 ml larutan 1 bpj 

amonium klorida dengan 5 ml air dan 0,3 ml Larutan 

Kalium Tetraiodomerkurat alkalis lalu  tutup 

wadah. 

- 1490 -

 

 

 

 

 

    Persyaratan sesudah  5 menit, warna kuning dari 

Larutan Uji tidak lebih gelap dari Larutan Baku 

Amonium (tidak lebih dari 2 bpj NH4 dalam Larutan S). 

 

    Sulfida mudah menguap 

    procedure  Masukkan penutup jika perlu dipotong-

potong, dengan luas area permukaan total 20±2 cm2 ke 

dalam labu 100 ml dan tambahkan 50 ml larutan asam 

sitrat P 2%. Dalam waktu dan cara yang sama siapkan 

larutan pembanding dalam labu tentukur 100-ml terpisah 

dengan melarutkan 0,154 mg natrium sulfida P dalam  

50 ml larutan asam sitrat P 2%. Letakkan sepotong 

kertas timbal(II) asetat P di atas mulut tiap labu dan 

pertahankan kertas dalam posisi ini  dengan 

meletakkan botol timbang yang dibalik di atasnya. 

Panaskan labu dalam otoklaf pada suhu 121º±2º selama 

30 menit. 

    Persyaratan Bercak hitam pada kertas yang dihasilkan 

oleh Larutan S tidak lebih intens dari pada bercak hitam 

yang dihasilkan oleh larutan pembanding. 

 

    Uji Fungsi  

Perlakuan sampel seperti pada penyiapan Larutan S dan 

udara kering sebaiknya dipakai  untuk Uji Fungsi dari 

Daya Tembus, Fragmentasi dan kapasitas menutup 

sendiri (Self-Sealing). Uji Fungsi dilakukan pada 

penutup yang akan ditusuk dengan jarum hipodermik. 

Uji kapasitas“Self-Sealing”, diperlukan hanya untuk 

penutup wadah sediaan dosis ganda. Jarum yang 

dikhususkan untuk setiap uji yaitu  jarum hipodermik 

panjang diberi pelincir, dengan sudut kemiringan 12º±2º. 

 

    Daya Tembus 

    procedure  Isi 10 vial yang sesuai dengan beberapa  air 

dengan volume tertentu, pasang penutup yang diuji, dan 

perkuat dengan tutup luar. pakailah  jarum hipodermik 

baru untuk setiap penutup, tusuk penutup dengan jarum 

tegak lurus ke permukaan. 

    Persyaratan Kekuatan untuk menusuk tidak lebih dari 

10 N (1kgf) untuk setiap tutup, tetapkan dengan 

ketelitian ±0,25 N (25 gf). 

 

    Fragmentasi 

    Penutup untuk Sediaan Cair Isi 12 vial bersih dengan 

beberapa  air dengan volume 4 ml kurang dari volume 

nominal. Pasang penutup yang diuji, dan perkuat dengan 

tutup luar, biarkan selama 16 jam. 

    Penutup untuk Sediaan Kering Pasang penutup yang 

diuji pada 12 vial bersih dan perkuat dengan tutup luar. 

    procedure  pakailah  jarum hipodermik pada siring 

bersih, suntikkan ke dalam tiap vial 1 ml air sambil 

memindahkan 1 ml udara. Ulangi procedure  ini sebanyak 

empat kali untuk tiap penutup, setiap penusukkan 

dilakukan pada tempat yang berbeda. pakailah  jarum 

baru untuk tiap penutup, pastikan tidak ada yang tumpul 

selama uji. Saring volume total yang ada dalam semua 

vial, melalui satu filter dengan porositas tidak lebih dari 

0,5 μm. Hitung fragmen (kepingan) karet di permukaan 

filter yang dapat dilihat oleh mata. 

    Persyaratan Tidak boleh terlihat lebih dari 5 fragmen. 

Batasan ini berdasarkan asumsi bahwa fragmen dengan 

diameter >50 μm akan terlihat oleh mata. Jika timbul 

keraguan atau perbedaan maka partikel diuji secara 

mikroskopis untuk memverifikasi sifat dan ukurannya.  

 

    Kapasitas Menutup Sendiri (Self-Sealing) 

    procedure  Isi 10 vial dengan air sampai  volume 

nominal. Pasang penutup yang akan diuji, dan perkuat 

dengan tutup luar. pakailah  jarum hipodermik baru 

untuk tiap penutup, tusuk tiap penutup masing-masing 

10 kali, setiap penusukkan dilakukan pada tempat yang 

berbeda. Rendam 10 vial ini  dalam larutan biru 

metilen P 0,1%, dan kurangi tekanan luar sampai 27 kPa 

selama 10 menit. Kembalikan pada tekanan atmosfer, 

dan biarkan vial terendam selama 30 menit. Bilas bagian 

luar vial. 

    Persyaratan Tidak satupun vial mengandung sisa 

larutan biru metilen.   

 

 

UJI BAHAN TAMBAHAN DALAM VAKSIN 

DAN IMUNOSERUM <731> 

 

    Fenol Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing 

monografi, vaksin dan imunoserum yang mengandung 

fenol sebagai pengawet tidak lebih dari 0,25% bila 

ditetapkan dengan cara sebagai berikut. Kocok 

homogen, ukur saksama beberapa  zat uji, encerkan 

dengan air sampai  larutan mengandung fenol lebih 

kurang 0,0015%. Ke dalam 5 ml larutan tambahkan 

masing-masing 5 ml Dapar borat pH 9,0, larutan          

4-aminofenazon P 0,1% dan larutan kalium heksa 

sianoferat(III) P 5%. Biarkan larutan selama 10 menit 

dan ukur serapan pada 546 nm. Hitung kadar fenol 

dalam zat uji, memakai  kurva kalibrasi yang 

diperoleh dengan cara yang sama dari 5 ml larutan baku 

fenol yang masing-masing mengandung 0,0005%; 

0,0010%; 0,0015; 0,0020% dan 0,0030%. 

 

    Formaldehida bebas Tidak lebih dari 0,02% jika 

ditetapkan dengan cara sebagai berikut [Catatan Jika 

metabisulfit dipakai  untuk menetralkan kelebihan 

formaldehida, metode ini tidak dapat dipakai .] 

Encerkan sediaan uji 10 kali dengan air, ambil 1 ml 

tambahkan 4 ml air dan 5 ml asetilaseton LP. Hangatkan 

dalam tangas air pada suhu 40° selama 40 menit. Warna 

yang terjadi tidak lebih kuat dari warna larutan 

pembanding yang dibuat dengan cara dan dalam waktu 

yang sama, memakai  1 ml larutan yang mengandung 

formaldehida P, CH2O, 0,002% sebagai pengganti 

larutan uji. Pada saat membandingkan, amati tabung 

dalam posisi vertikal dari atas. 

 

    Aluminium Kecuali dinyatakan lain dalam masing -

masing monografi, vaksin jerap mengandung aluminium 

tidak lebih dari 1,25 mg per dosis bila ditetapkan dengan 

cara sebagai berikut. Kocok homogen sediaan uji, 

pindahkan beberapa  sediaan  mengandung 5 - 6 mg 

- 1491 -

 

 

 

 

 

 

aluminium ke dalam labu destruksi 50 ml. Tambahkan   

1 ml asam sulfat P, 0,3 ml asam nitrat P dan beberapa  

batu didih. Panaskan larutan sampai  terbentuk asap 

berwarna putih. Bila terjadi pengarangan, tambahkan 

beberapa tetes asam nitrat P dan lanjutkan pendidihan 

sampai  pengarangan hilang. Biarkan dingin selama 

beberapa menit, tambahkan hati-hati 10 ml air dan 

didihkan sampai  larutan jernih. Biarkan dingin, 

tambahkan 0,1 ml jingga metil LP dan netralkan dengan 

natrium hidroksida 10 N (lebih kurang 6,5 - 7,0 ml). Bila 

terbentuk endapan, larutkan endapan dengan 

penambahan asam sulfat 1 M tetes demi tetes. Pindahkan 

larutan ke dalam labu, bilas labu destruksi dengan 25 ml 

air. Tambahkan 25 ml dinatrium edetat 0,02 M LV,      

10 ml dapar asetat pH 4,4 dan beberapa batu didih. 

Didihkan perlahan-lahan selama 3 menit. Tambahkan     

0,25 ml larutan piridilazonaftol P dan titrasi kelebihan 

dinatrium edetat dalam keadaan panas dengan 

tembaga(II) sulfat 0,02 M LV sampai  warna berubah 

menjadi cokelat keunguan. Lakukan penetapan blangko. 

Perbedaan volume titran menampilkan  volume dinatrium 

edetat 0,02 M setara dengan jumlah aluminium. 

 

Tiap ml dinatrium edetat 0,02 M  

setara dengan 0,5396 mg Al 

 

Kalsium Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing 

monografi, vaksin jerap mengandung kalsium tidak lebih 

dari 1,3 mg per dosis bila ditetapkan dengan cara 

berikut. Kocok homogen sediaan uji, ambil 1,0 ml 

tambahkan 0,2 ml asam klorida P dan encerkan dengan 

air sampai  3,0 ml. Tetapkan kadar kalsium dengan 

Spektrofotometri Emisi Atom seperti tertera pada 

Spektrofotometri dan Hamburan Cahaya <1191> pada 

620 nm memakai  Larutan baku kalsium, jika perlu 

encerkan dengan air. 

 

 

analisa  TERMAL <741> 

 

Penetapan secara tepat peristiwa termodinamik, 

seperti perubahan keadaan, dapat menampilkan  

identitas dan kemurnian suatu obat. Farmakope 

telah menetapkan pengujian terhadap suhu lebur 

atau suhu didih suatu senyawa. Perubahan terjadi 

pada suhu yang karakteristik, oleh sebab  itu 

farmakope menetapkannya sebagai suatu identifikasi 

senyawa. Efek cemaran terhadap perubahan ini 

dapat diramalkan, farmakope yang sama 

memberi  kontribusi pada pengujian ini untuk 

pengawasan kemurnian senyawa. 

analisa  termal dalam pengertian luas yaitu  

pengukuran sifat kimia-fisika bahan sebagai fungsi 

suhu. Metode instrumen sebagian besar telah 

menggantikan metode lama yang tergantung pada 

pemeriksaan visual dan pengukuran dengan kondisi 

tertentu atau berubah-ubah, sebab penetapannya 

menjadi lebih objektif, lebih memberi  banyak 

informasi, memungkinkan pencatatan tetap dan 

biasanya  lebih sensitif, lebih teliti dan lebih tepat. 

Selanjutnya penetapan dapat memberi  informasi 

pada kesempurnaan hablur, polimorfisma, suhu lebur, 

sublimasi, transisi kaca, dehidrasi, penguapan, pirolisis, 

interaksi padat-padat dan kemurnian. Data semacam itu 

berguna untuk karakterisasi senyawa dengan 

memandang kesesuaian, stabilitas, kemasan dan 

pengawasan kualitas. Pengukuran yang sering dipakai  

dalam analisa  termal yaitu: suhu transisi dan suhu lebur 

memakai  differential scanning calorimetri (DSC), 

analisa  termogravimetri, hot-stage microscopy dan 

eutectic impurity analysis akan diuraikan disini. 

 

SUHU TRANSISI DAN TITIK LEBUR 

 

Jika suatu contoh dipanaskan, timbulnya panas dapat 

diukur [differential scanning calorimetri (DSC)] atau 

perbedaan suhu yang diakibatkan dapat diukur terhadap 

pembanding inert yang dipanaskan secara identik 

[differential thermal analysis (DTA)] atau diamati 

secara “hot-stage microscopy”. Dalam perubahan panas 

secara terus menerus DSC, perbedaan antara contoh dan 

bahan pembanding ditetapkan. Penggantian tenaga/daya 

DSC, contoh dan bahan pembanding diatur pada suhu 

sama, memakai  elemen pemanas individu dan 

perbedaan dalam masukan tenaga/daya pada kedua 

pemanas direkam. Monitor/rekam DTA perbedaan suhu 

antara contoh dan pembanding. Transisi dapat diamati 

termasuk yang tertera pada Tabel 1 di bawah. Pada 

masalah  titik lebur kedua suhu “permulaan” dan “puncak” 

dapat ditetapkan secara obyektif dan reprodusibilitasnya 

baik, sering sampai  persepuluh derajat. Meskupun suhu 

ini berguna untuk karakterisasi senyawa dan perbedaan 

dua suhu menampilkan  kemurnian, nilai ini  tidak 

dapat dibandingkan langsung secara visual sebagai 

“jarak lebur” atau ‘suhu lebur” atau dengan konstanta 

seperti “titik tripel” bahan murni. 

Selanjutnya, peringatan harus dipakai  ketika 

membandingkan hasil yang diperoleh oleh perbedaan 

metode analisa . Metode optik dapat mengukur titik 

lebur sebagai suhu dimana tidak terlihat padatan. 

Perbedaan, titik lebur yang diukur secara DSC dapat 

menampilkan  permulaan suhu atau suhu dimana 

kecepatan melebur maksimum (puncak) diamati. 

Walaupun demikian, puncak sensitif terhadap bobot 

contoh, kecepatan panas dan faktor lain, mengingat 

suhu awal kurang dipengaruhi oleh faktor ini. Dengan 

teknik termal perlu untuk dipertimbangkan pembatasan 

bentuk padat dan cair, ketaklarutan dalam leburan, 

polimofi dan dekomposisi selama analisa. 

 

Tabel 1 

 Melebur Endotermis 

Cair ke gas Menguap Endotermis 

Cair ke 

padat 

Pembekuan Eksotermis 

Penghabluran Eksotermis 

Padat ke gas Sublimasi Endotermis 

Padat ke 

padat 

Transisi kaca Kejadian orde kedua 

Desolvasi Endotermis 

Amorf ke hablur Eksotermis 

Polimorfi Endotermis atau 

Eksotermis 

- 1492 -

 

 

 

 

 

    Hasil Pelaporan Metode Instrumentasi Deskripsi 

lengkap kondisi pemakaian  harus disertakan tiap 

termogram, termasuk model instrumen/alat dan tahun 

pembuatan; rekaman kalibrasi terakhir; ukuran contoh 

dan identifikasi (termasuk riwayat termal sebelumnya; 

wadah; identitas, laju alir dan tekanan gas atmosfer; 

petunjuk dan perubahan kecepatan suhu; kepekaan alat 

dan rekorder). 

 

PENETAPAN SUHU TRANSISI 

( SUHU AWAL PELEBURAN) DAN  

SUHU TITIK LEBUR 

 

    Alat Jika tidak dinyatakan lain dalam monografi, 

pakailah  DTA atau DSC yang dilengkapi dengan alat 

pemogram suhu, detektor termal dan sistem perekam 

yang dapat dihubungkan dengan komputer. 

 

Kalibrasi Kalibrasi instrumen untuk perubahan suhu 

dan “entalpi” memakai  indium atau bahan lain 

yang bersertifikat. Suhu kalibrasi dilakukan dengan 

pemanasan standar melalui transisi melebur dan 

perbandingan ekstrapolasi titik lebur permulaan baku 

pada sertifikat titik lebur permulaan. Suhu lebur 

kalibrasi harus dilakukan pada kecepatan pemanasan 

sama sebagai percobaan/eksperimen. Kalibrasi 

entalpi dilakukan dengan pemanasan baku melalui 

transisi lebur dan dibandingkan perhitungan panas 

peleburan pada nilai teoritis. 

 

procedure  Timbang saksama beberapa  yang cocok 

senyawa yang akan diuji dalam wadah contoh, 

seperti tertera pada monografi. Atur pada suhu awal, 

kecepatan pemanasan, arah perubahan suhu dan 

suhu akhir seperti tertera dalam monografi. Jika 

tidak tercantum dalam monografi, parameter 

ditetapkan sebagai berikut: dibuat pengujian 

pendahuluan dengan rentang lebar (khusus suhu 

ruang sampai  suhu peruaraian atau lebih kurang   

10° - 20° diatas titik lebur) dan laju pemanasan 

yang lebar (1° - 20° per menit) untuk menampilkan  

adanya efek yang tidak lazim. lalu  tetapkan  

kecepatan pada pemanasan yang lebih rendah 

sesampai  peruraian diminimalkan dan suhu transisi 

tidak disetujui.  Tetapkan dalam rentang suhu transisi 

dengan menarik garis dasar di perpanjang sampai  

memotong tangen leburan (lihat Gambar 1). 

 

 

Gambar 1. Termogram 

Pada pengujian bahan hablur murni, laju pemanasan    

1° per menit mungkin cukup, sedangkan laju pemanasan 

mulai sampai  laju pemanasan mulai sampai  20°           

per menit lebih sesuai untuk bahan polimer dan semi 

hablur. Mulai analisa  dan rekam kurva differential 

thermal analysis dengan suhu pada sumbu x dan 

perubahan energi pada sumbu y. Suhu lebur (sumbu 

permulaan meleleh/lebur) yaitu  perpotongan (188,74°) 

dari perluasan garis dasar dengan tangen pada titik slope 

(lereng) terbesar (titik infleksi/perubahan) dari kurva 

(lihat Gambar 1). Puncak yaitu  suhu pada puncak 

kurva (190,31°). Entalpi dari kejadian yaitu  

proporsional pada area di bawah kurva sesudah  

pemakaian  koreksi garis dasar. 

 

analisa  TERMOGRAFI 

 

analisa  termogravimetri mencakup penetapan massa 

contoh sebagai fungsi  suhu, atau lamanya pemanasan, 

atau keduanya, dan jika dilakukan dengan baik dan 

benar, akan memberi  informasi lebih banyak 

dibandingkan dengan susut pengeringan pada suhu 

tetap, sering untuk waktu yang ditentukan dan biasanya 

didalam lingkungan yang  tak diatur dengan baik. 

Biasanya, kehilangan pelarut yang terserap pada 

permukaan dapat dibedakan dari pelarut dalam kisi-kisi 

hablur dan dari kehilangan akibat degradasi. 

Pengukuran dapat dilakukan dalam lingkungan dengan 

kelembaban dan kadar oksigen yang dapat diatur untuk 

menyatakan adanya interaksi dengan senyawa obat, 

antara senyawa obat dan antara bahan aktif dan pengisi 

atau bahan pengemas. 

 

    Alat Rincian tergantung pada pabrik, ciri-ciri penting 

dari alat yaitu  rekaman penimbangan dan sumber 

panas dapat diprogram. Peralatan berbeda dalam 

kemampuan menangani contoh berbagai ukuran, rata-

rata suhu sensor dan rentang kontrol atmosfer. 

 

    Kalibrasi Kalibrasi diperlukan dengan seluruh 

sistem: yaitu , skala massa dikalibrasi dengan bobot 

baku, dan kalibrasi skala suhu termasuk pemakaian  

bahan pembanding, sebab itu diterima suhu contoh 

yaitu  suhu tanur. Kalibrasi bobot dilakukan dengan 

mengukur massa dari sertifikat atau bobot pembanding 

dan membandingkan massa yang diukur dengan nilai 

sertifikat. Kalibrasi suhu dilakukan dengan menganalisa 

pembanding magnetik kemurnian tinggi seperti nikel 

untuk suhu “curie’ dan bandingkan nilai yang terukur 

terhadap nilai teoritis. 

 

    procedure  pakailah  metode pada contoh, 

memakai  kondisi seperti tertera dalam monografi, 

dan hitung massa yang bertambah atau hilang, 

dinyatakan dalam prosentase perubahan massa. Sebagai 

alternatif, tempatkan beberapa  yang cocok bahan dalam 

pemegang contoh, dan rekam massa. Sebab lingkungan 

uji kritis, tekanan atau kecepatan/laju alir dan komposisi 

gas ditentukan. Atur suhu awal, kecepatan pemanasan 

dan suhu akhir, tergantung pada instruksi pabrik dan 

- 1493 -

 

 

 

 

 

 

kenaikan suhu awal. Sebagai alternatif, lakukan 

pengujian termogram di atas suhu rentang lebar 

(khusus, dari suhu ruang sampai  suhu peruraian, atau 

10° sampai  20° per menit). Hitung massa yang 

bertambah atau hilang, dinyatakan dalam presentase 

perubahan massa. 

 

“HOT-STAGE MICROSCOPY” 

 

“Hot-Stage Microscopy” yaitu  teknik analitik 

menyangkut monitoring sifat optik contoh 

memakai  mikroskop sebagai fungsi suhu. 

“Hot-stage microscopy” dapat dipakai  sebagai 

teknik melengkapi teknik analisa  termal lainnya 

seperti DSC, DTA atau variabel suhu difraksi sinar-

X serbuk untuk karakteristik keadaan padat 

senyawa farmasetik. Sangat bermanfaat untuk 

menegaskan transisis seperti sebagai 

meleleh/melebur, penghabluran kembali, dan 

transformasi keadaan padat memakai  teknik 

visual. “hot-stage microscopy” harus dikalibrasi 

untuk suhu. 

 

analisa  CEMARAN EUTEKTIK 

 

Prinsip dari metode kemurnian secara kalorimetri 

yaitu  adanya hubungan antara penurunan suhu 

lebur dan suhu beku, dengan tingkat cemaran. 

Leburnya suatu senyawa ditandai dengan 

penyerapan panas peleburan laten Hf, pada suhu 

spesifik, To. Secara teoritis, transisi peleburan untuk 

senyawa hablur murni mutlak akan terjadi dalam 

rentang yang sangat sempit. Pelebaran jarak lebur, 

yang disebabkan cemaran, memberi  kriteria 

kemurnian yang peka. Efek itu nyata secara visual 

dengan mengamati termogram contoh yang berbeda 

beberapa per sepuluh persen dalam kandungan cemaran. 

Bahan dengan kemurnian 99%, meleleh lebih kurang 

20% pada suhu 3° di bawah titik lebur bahan murni 

(lihat gambar yang disertakan). 

 

 

 

Parameter peleburan (jarak lebur, Hf dan kemurnian 

eutektik yang dihitung) diperoleh dari termogram suatu 

peristiwa melebur tunggal memakai  contoh uji 

dalam jumlah kecil, dan metode ini tidak memerlukan 

pengulangan pengukuran suhu sebenarnya yang tepat. 

Unit termogram langsung dapat diubah menjadi 

pemindahan panas, mili kalori per detik. 

Penurunan titik beku dalam larutan encer oleh molekul  

berukuran hampir sama dinyatakan dalam persamaan 

Van't Hoff yang dimodifikasi: 

 

)1.(

2

2

= D

f

K

H

RT

dX

dT                     (1) 

 

T = suhu mutlak dalam derajat Kelvin (°K), X2 = fraksi 

mol dari komponen minor (zat terlarut; cemaran);     

Hf = panas peleburan molar komponen utama;            

R = konstanta gas; K = rasio distribusi zat terlarut  

dalam tahap  padat dan cair. 

Dengan anggapan bahwa rentang suhu yaitu  sempit 

dan tidak ada larutan padatan yang terbentuk (KD = 0), 

integrasi persamaan Van't Hoff menghasilkan hubungan 

antara fraksi mol dari cemaran dan penurunan suhu 

lebur berikut ini: 

 

2

0

2

)(

RT

HTT

X fmo=                   (2) 

 

To = suhu lebur senyawa murni dalam °K, dan  

Tm = suhu lebur contoh yang uji dalam °K. 

 

Dengan tidak adanya pembentukan larutan tahap  padat, 

kadar cemaran dalam tahap  cair pada suatu suhu selama 

peleburan berbanding terbalik dengan fraksi yang 

melebur pada suhu ini  dan penurunan suhu lebur 

berbanding lurus dengan fraksi mol cemaran. 

Gambar hubungan suhu contoh uji yang diamati, Ts, 

terhadap kebalikan fraksi yang melebur, 1/F, pada 

suhu Ts, akan menghasilkan garis lurus dengan 

kemiringan yang sama dengan penurunan suhu lebur 

(To–Tm). Suhu lebur senyawa murni secara teoritis 

diperoleh dengan ekstrapolasi pada1/F = 0; 

 

f

o

os H

FXRTTT =

)/1(2

2

                (3) 

 

Penggantian harga To - Tm ; Hf  dan To hasil percobaan 

dalam persamaan 2 menghasilkan fraksi mol dari 

jumlah cemaran eutetik, yang bila dikalikan 100 

memberi  persentase mol jumlah cemaran eutektik. 

Penyimpangan dari kurva linier teoritis  disebabkan 

sebab  pembentukan larutan padat   (KD  0), sesampai  

harus berhati-hati dalam menginterpretasi data. 

Untuk mengamati efek linier kadar cemaran terhadap 

penurunan suhu lebur, cemaran harus larut dalam tahap  

cair atau leburan senyawa namun  tidak larut dalam tahap  

padatan, artinya tidak terbentuk larutan tahap  padat. 

Untuk dapat larut dalam leburan diperlukan beberapa 

kesamaan kimiawi. Sebagai contoh, adanya senyawa 

ionik dalam senyawa organik netral dan adanya 

peruraian termal mungkin tidak tercermin dalam 

- 1494 -

 

 

 

 

 

perkiraan kemurnian. Pembatasan teori  baru hanya 

sebagian  yang telah diteliti. 

Cemaran yang berasal dari jalur sintesis sering mirip 

dengan produk akhir, sebab itu biasanya tidak 

merupakan masalah kelarutan dalam leburan. Cemaran 

dengan molekul-molekul yang sama bentuknya, ukuran 

dan sifat-sifatnya seperti komponen utama dapat pas ke 

dalam matriks komponen utama tanpa gangguan dari 

kisi-kisi, pembentukan larutan padatan atau inklusi; 

cemaran seperti itu tidak terdeteksi oleh DSC. Perkiraan 

kemurnian dapat terlalu tinggi dalam masalah  seperti itu. 

Hal ini lebih umum pada hablur yang kurang teratur seperti 

yang ditunjukkan oleh panas peleburan yang rendah. 

Tingkat cemaran yang dihitung dari termogram yaitu  

berulang dan keandalannya mungkin dalam batas 0,1% 

untuk senyawa ideal. Penetapan suhu lebur dengan 

“Scanning calorimetry” memiliki reprodusibilitas 

dengan simpangan baku lebih kurang 0,2°. Kalibrasi 

terhadap baku dapat memberi  akurasi lebih kurang 

1° untuk suhu lebur, sesampai  teknik ini dapat 

dibandingkan terhadap procedure  lain. 

Senyawa dalam bentuk polimorf tidak dapat dipakai  

dalam penetapan kemurnian kecuali senyawa diubah 

seluruhnya menjadi satu bentuk. Sebaliknya DSC dan 

DTA selalu berguna untuk deteksi, oleh sebab  itu juga 

dapat dipakai  untuk pemantauan polimorfisma. 

 

    procedure  procedure  aktual dan perhitungan yang 

dipakai  tergantung pada instrumen yang 

dipakai . Lihat pustaka pabrik dan atau pustaka 

analisa  termal untuk mendapatkan teknik yang 

tepat untuk alat tertentu. Perlu diperhatikan 

keterbatasan yang berasal dari pembentukan larutan 

padatan, ketaklarutan dalam leburan, polimorfisma 

dan peruraian selama analisa . 

 

BAHAN PARTIKULAT DALAM INJEKSI <751> 

 

Bahan partikulat berupa zat asing yang bergerak dan 

asalnya tidak tentu, kecuali gelembung gas, yang tidak 

dapat dikuantitasi dengan analisa  kimia sebab  jumlah 

materinya yang kecil dan komposisi yang heterogen. 

Larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusikan 

dari zat padat steril untuk pemakaian  parenteral, harus 

bebas dari partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan 

secara visual. Pengujian yang disebutkan di sini yaitu  

uji fisika yang bertujuan menghitung partikel asing 

subvisibel dalam rentang ukuran tertentu. 

procedure  mikroskopik dan pengaburan cahaya untuk 

penetapan bahan partikulat diuraikan di sini. Bab ini 

memberi  pendekatan pengujian dua tahap. Larutan 

injeksi mula-mula diuji dengan procedure  pengaburan 

cahaya (tahap 1). Jika tidak memenuhi batas yang 

ditetapkan, larutan uji harus memenuhi procedure  

mikroskopik (tahap 2) dengan batas-batas tersendiri. Jika 

larutan uji, sebab  alasan teknis, tidak dapat diuji secara 

pengaburan cahaya, dapat dipakai  pengujian 

mikroskopik saja. Dalam tiap masalah  diperlukan 

manuscript tasi yang menampilkan  bahwa procedure  

pengaburan cahaya tidak mampu menguji larutan injeksi, 

atau memberi  hasil yang tidak absah. Diharapkan 

bahwa sebagian besar sediaan akan memenuhi 

persyaratan atas dasar uji pengaburan cahaya saja, namun  

mungkin juga sediaan tertentu memerlukan pengujian 

dengan uji pengaburan cahaya yang diikuti dengan uji 

mikroskopik untuk memastikan kesesuaian terhadap 

persyaratan.  

Semua injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal 

dan injeksi volume kecil yang monografinya 

menetapkan persyaratan, harus memenuhi batas bahan 

partikulat seperti tertera pada uji yang dipakai , 

kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing 

monografi. Injeksi yang dimaksudkan hanya untuk  

pemakaian  intramuskular dan subkutan dikecualikan 

dari persyaratan pada bab ini. 

Tidak semua formulasi injeksi dapat diamati partikelnya 

dengan salah satu atau kedua cara pengujian ini . 

Tiap produk yang bukan larutan sempurna, yang 

kejernihan dan viskositasnya menyerupai air, dapat 

menghasilkan data yang menyimpang pada pemeriksaan 

dengan metode penghitungan pengaburan cahaya. Bahan 

demikian dapat diperiksa dengan metode mikroskopik. 

Contoh, emulsi, koloid, dan sediaan liposom. Demikian 

pula, produk yang menghasilkan udara atau gelembung 

gas jika dimasukkan ke dalam sensor, misalnya formula 

dapar bikarbonat, juga memerlukan pengujian 

mikroskopik. Jika terjadi keraguan pada penerapan 

metode pengujian, sebagai acuan dipakai  metode 

yang tertera pada masing-masing monografi. Batas yang 

lebih tinggi sesuai untuk sediaan tertentu dan akan 

diuraikan dalam masing-masing monografi. 

Pada beberapa keadaan, viskositas bahan uji mungkin 

cukup tinggi, sesampai  menghalangi pemeriksaan 

dengan kedua metode pengujian. Dalam hal ini dapat 

dibuat pengenceran kuantitatif seperlunya dengan 

pengencer yang sesuai untuk menurunkan viskositas, 

sesampai  pemeriksaan dapat dilakukan. 

Pada uji yang diuraikan di bawah ini, untuk injeksi volume 

besar dan injeksi volume kecil, hasil yang diperoleh dari 

pengamatan unit tersendiri atau kelompok unit terhadap 

bahan partikulat, tidak dapat diekstrapolasikan dengan 

pasti pada unit lain yang tidak diuji.  

Rancangan pengambilan sampel yang memenuhi syarat 

secara statistik berdasarkan beberapa  faktor operasional 

yang diketahui, harus dikembangkan jika akan ditarik 

kesimpulan yang absah dari data yang teramati untuk 

menentukan tingkat bahan partikulat pada sekelompok 

besar unit. Rancangan pengambilan sampel harus 

didasarkan atas pertimbangan volume produk, 

banyaknya partikel yang secara historis ditemukan 

dibandingkan dengan batas yang ditentukan, distribusi 

ukuran partikel-partikel yang ada dan variabilitas 

banyaknya partikel antar unit. 

 

UJI HITUNG PARTIKEL SECARA 

PENGABURAN CAHAYA 

 

    Baku Pembanding FI - Hitung Partikel BPFI 

Uji ini dapat dipakai  untuk injeksi volume besar yang 

menurut etiket berisi lebih dari 100 ml, kecuali 

- 1495 -

 

 

 

 

 

 

dinyatakan lain pada masing-masing monografi. Pada uji 

ini dihitung partikel tersuspensi, padat ataupun cair. Uji 

ini juga dapat dipakai  untuk injeksi volume kecil 

dosis tunggal atau dosis ganda yang menurut etiket berisi 

100 ml atau kurang, dalam larutan atau dalam larutan 

yang dikonstitusikan dari zat padat steril, jika uji bahan 

partikulat dipersyaratkan pada masing-masing monografi. 

Produk yang dalam monografinya mempersyaratkan 

penandaan bahwa produk ini  dapat dipakai  dengan 

penyaringan akhir, dikecualikan dari persyaratan ini. 

 

Peralatan 

 

Merupakan sistem elektronik, penghitung partikel yang 

ada dalam cairan, yang memanfaatkan sensor 

pengaburan cahaya beserta perangkat pengumpan 

sampel yang sesuai. Beragam alat sejenis ini yang sesuai 

dapat diperoleh secara komersial. Pelaksana pengujian 

bertanggung jawab untuk memastikan kesesuaian 

parameter operasional peralatan dengan akurasi dan 

presisi hasil uji yang diperlukan dan untuk memberi  

pelatihan yang memadai kepada pelaksana teknis 

pengujian. 

Perlu dicatat tujuan akhir pada uji farmakope, bahwa 

penghitung partikel mampu menilai ukuran dan 

menghitung jumlah partikel dalam larutan injeksi yang 

diuji secara reprodusibel. Peralatan yang tersedia 

berkisar dari sistem yang memakai  kalibrasi dan 

pembakuan secara manual, sampai  sistem canggih yang 

menggabungkan perangkat keras dan perangkat lunak 

untuk procedure  pembakuan. Jadi, tidak mungkin 

menetapkan metode yang pasti untuk standarisasi alat, 

perlu ditekankan bahwa hasil akhir lebih diperlukan pada 

procedure  standarisasi, dari pada metode untuk mencapai 

hasil ini . Bagian ini dimaksudkan untuk 

menekankan kriteria yang harus dipenuhi oleh sistem 

dari pada metode khusus untuk penetapannya. 

Pemakai bertanggung jawab untuk menerapkan berbagai 

metode standarisasi yang tepat untuk alat tertentu. 

Kriteria operasional yang kritis terdiri dari hal berikut. 

 

    Batas Konsentrasi Sensor pakailah  alat dengan yang 

batas konsentrasi (jumlah maksimum partikel per ml), 

yang ditetapkan oleh pabrik, lebih besar dari konsentrasi 

parti


Related Posts:

  • farmakope 115 enyetingkatan juga terlihat pada basa.  Dalam asam sulfat hampir semua basa berkekuatan sama.  Sifat asam sebagai pelarut menurun dalam seri asam sulfat, asam asetat, fenol, air, piridina dan bu… Read More