ih baik
membuat larutan persediaan daripada menimbang
beberapa sangat kecil bahan obat. biasanya , perolehan
kembali antara 95 dan 105% dari jumlah yang
ditambahkan. Melakukan penggolongan matriks berbagai
kadar dapat berguna pada tahap ini.
masalah khusus untuk validasi yaitu procedure Tahap
Asam yang diuraikan pada Sediaan Lepas Tunda dalam
Uji Disolusi <1231>. Batas tidak lebih dari 10% harus
divalidasi. Jika senyawa terurai dalam asam, percobaan
validasi harus berdasarkan pada kenyataan ini.
Presisi
Keberulangan Keberulangan ditetapkan melalui
pengukuran berulang larutan baku dan/atau larutan uji.
Keberulangan dapat diukur dengan perhitungan (SBR)
dari beberapa kali penyuntikan atau pembacaan
spektrofotometri untuk masing-masing laruan baku atau
dari akurasi atau linearitas data.
Presisi Antara (Intermediate precision) Presisi antara
dapat dievaluasi untuk menetapkan pengaruh presisi
procedure analitik secara acak. Evaluasi ini dilakukan
sesudah pengembangan produk obat. Dengan presisi dapat
menjelaskan rentang kekuatan produk. Variasi yang
diteliti yaitu hari, analis dan peralatan. pemakaian
rancangan matrik percobaan mendukung evaluasi presisi
antara. Jika memungkinkan, presisi antara dapat
dievaluasi memakai lot produk obat yang memiliki
karakteristik baik dan keseragaman kandungan yang baik.
Bila produk berkarakteristik baik ini tidak tersedia,
plasebo dan bahan aktif dapat dipakai untuk
mengidentifikasi presisi antara.
Profil disolusi pada sampel yang sama dapat dilakukan,
setidaknya pada dua analis yang berbeda, tiap analis
membuat larutan baku dan media. Analis memakai
tangas disolusi, spektrofotometer atau alat KCKT
(termasuk kolom) dan autosampler yang berbeda dan
analis melakukan uji pada hari yang berbeda. procedure ini
mungkin tidak perlu dilakukan untuk tiap kekuatan;
sebagai gantinya, kekuatan tinggi dan rendah dapat
diterima.
Kriteria penerimaan yaitu perbedaan pada nilai rata-
rata antara hasil disolusi pada dua kondisi memakai
kekuatan yang sama, tidak lebih 10% absolut pada titik
waktu kurang dari 85% terlarut dan tidak lebih 5% untuk
titik waktu diatas 85%. Kriteria penerimaan untuk produk
spesifik, serta batas dan uji statistik lain dapat dipakai .
Ketegaran (Robustness)
Evaluasi ketegaran untuk menilai efek yang dibuat
kecil secara disengaja dengan mengubah kondisi disolusi,
dilakukan selanjutnya pada saat pengembangan produk
obat. Jumlah replikasi (3 atau 6) tergantung pada presisi
antara.
Parameter dapat diubah, tergantung pada procedure
disolusi dan tipe analisa . Parameter ini termasuk
komposisi media (antara lain kadar dapar atau surfaktan),
pH, volume, kecepatan pengadukan dan suhu. Untuk
analisa KCKT, parameter ini termasuk komposisi
tahap gerak (persentase larutan organik, kadar dapar, pH),
laju alir, panjang gelombang, suhu kolom dan berbagai
kolom dengan tipe yang sama. Untuk analisa secara
spektrofotometri, panjang gelombang dapat diubah.
Stabilitas Larutan Baku dan Larutan Uji
Larutan baku disimpan pada kondisi yang terjamin
stabilitasnya. Stabilitas baku dianalisa pada periode
waktu yang ditentukan, memakai larutan baku yang
dibuat baru, pada tiap interval waktu sebagai
pembanding. Rentang yang dapat diterima untuk
stabilitas larutan baku yaitu antara 98% dan 102%.
Larutan uji disimpan pada suhu ruang, dianalisa pada
periode waktu yang ditentukan, memakai respons
larutan uji asli sebagai pembanding. Rentang yang dapat
diterima untuk stabilitas larutan uji antara 98% dan 102%
dibandingkan dengan analisa awal dari larutan uji. Jika
larutan tidak stabil, hal yang dapat dipertimbangkan
yaitu suhu (lemari pendingin mungkin diperlukan),
terlindung cahaya, dan wadah bahan (plastik atau kaca).
Pada procedure perlu dinyatakan bahwa baku dan uji
dianalisa dalam periode waktu dimana larutan ini
stabil.
analisa secara Spektrofotometri
Larutan uji dapat secara otomatis diukur pada
spektrofotometer memakai pengisap otomatis
(autosipper) dan ”flow cell”. Pemeriksaan kinerja yang
dilakukan secara rutin, pembersihan dan perawatan
seperti yang diuraikan pada procedure operasional baku
atau manuscript metrologi merupakan hal-hal yang berguna
untuk pemakaian yang dapat dipercaya dari alat ini.
Biasanya dipakai sel dengan panjang pada rentang dari
0,02 - 1 cm. Posisi sel dan gelembung udara dapat
menjadi sumber kesalahan. Sel dengan panjang lebih
kecil dipakai untuk mencegah pengenceran larutan uji;
bagaimanapun juga, linearitas yang dapat diterima dan
kesalahan baku perlu ditunjukkan.
Selama analisa , biasanya larutan baku dibuat dan
dianalisa hanya pada satu kadar, yaitu pada 100% (atau
nilai Q yang dipilih) dari kekuatan dosis. Selama profil
analisa , kadar lain dapat dipakai . Larutan blangko,
baku, dan uji dapat dianalisa dalam serangkaian yang
menghubungkan larutan uji dengan baku dan blangko,
terutama pada awal dan akhir analisa .
Dalam kebanyakan masalah , serapan rata-rata blangko
media disolusi tidak lebih dari 1% terhadap baku. Nilai
yang lebih tinggi dari 1% harus dievaluasi berdasarkan
masalah per masalah . (SBR) untuk analisa ultra violet
biasanya tidak lebih dari 2%.
Absorptivitas dihitung dengan membagi serapan rata-
rata baku dengan kadar, dalam mg per ml, dibagi dengan
panjang ‘flow cell’ dalam cm. sesudah semua data cukup
terkumpul, dapat ditetapkan rentang absorptivitas yang
dapat diterima untuk analit (memakai ”flow cell”
yang sesuai). Nilai ini dapat dipakai untuk mengatasi
penyimpangan data.
Serat optik sebagai sampel dan metode penetapan,
dengan validasi yang tepat dapat menjadi sebuah pilihan.
Pemeriksaan spektrum ultra violet dari larutan obat
mungkin berguna untuk memilih panjang gelombang
optimum.
KCKT
Untuk analisa KCKT, dapat diperiksa kesesuaian
antara media disolusi dan tahap gerak, terutama jika
diperlukan injektor volume besar (lebih dari 100 μl).
Sampel biasanya dianalisa dengan KCKT memakai
sebuah detektor spektrofotometrik dan penyuntik
otomatis (”auto-injector”). Penyuntikan tunggal dari tiap
labu, pada titik waktu dengan baku suatu sistem
merupakan desain yang umum. Uji kesesuaian sistem
mencakup sekurang-kurangnya waktu retensi dan
ketepatan volume penyuntikan. biasanya , pada analisa
KCKT (SBR) tidak lebih dari 2% pada lima atau enam
kali penyuntikan larutan baku. Tingkat baku biasanya
pada 100% terhadap jumlah yang tertera pada etiket,
terutama untuk analisa ”single-point”.
Pembuatan sampel plasebo untuk analisa KCKT
dilakukan dengan cara yang sama seperti pada analisa
secara spektrofotometri. Pemeriksaan kromatogram untuk
puncak yang tereluasi pada waktu retensi yang sama
seperti obat. Jika ada puncak lain, suntikkan larutan baku,
dan bandingkan waktu retensinya. Jika waktu retensi
terlalu dekat, tambahkan obat pada larutan plasebo.
Kromatogram dapat juga diperoleh dari waktu tambahan
memakai blangko (media disolusi), baku, dan larutan
uji untuk mengidentifikasi bahan tereluasi terakhir yang
mungkin mengganggu analisa berikutnya.
manuscript tasi validasi termasuk kromatogram atau
spektra blangko media disolusi, larutan plasebo yang
disaring, larutan baku, dan sampel disolusi yang disaring.
Tidak adanya puncak pengganggu dalam kromatogram
plasebo atau kurangnya serapan plasebo pada panjang
gelombang analitik, menampilkan spesivisitas.
Kriteria Penerimaan
Kriteria penerimaan untuk jumlah zat aktif terlarut,
dinyatakan sebagai persentase jumlah yang tertera pada
etiket (Q), dalam rentang 75% - 80% terlarut. Nilai Q
yang lebih dari 80% tidak umum dipakai , sebab
perkiraan kebutuhan dibuat untuk rentang penetapan
kadar dan keseragaman kandungan. Kriteria penerimaan
termasuk waktu uji yang biasa ditetapkan berdasarkan
evaluasi data profil disolusi. Kriteria penerimaan harus
konsisten dengan data terdahulu, dan suatu harapan
bahwa bets yang dapat diterima (antara lain tidak ada
perbedaan yang bermakna dalam kinerja in-vivo,
komposisi, atau procedure produksi) akan menghasilkan
kesesuaian dengan kriteria penerimaan.
STERILISASI DAN JAMINAN STERILITAS
PADA SUATU SEDIAAN
Informasi pada bagian ini merupakan pandangan
umum tentang konsep dan prinsip termasuk dalam
pengendalian mutu bahan yang harus steril. Tiap
perubahan atau variasi procedure uji sterilitas yang tertera
pada Uji Sterilisitas <71> harus divalidasi dalam seluruh
program jaminan sterilitas, dan tidak ditujukan untuk cara
alternatif dari yang tertera pada bab Uji Sterilisitas <71>.
Dengan definisi hakiki sterilitas dapat diartikan bahwa
suatu contoh hanya dapat diartikan steril jika contoh
ini seutuhnya bebas dari mikroba viabel pada benda
ini . Bagaimanapun juga, definisi mutlak ini tidak
dapat secara umum diterapkan pada seluruh bets bahan
kompedia akhir, sebab keterbatasan pengujian. Sterilitas
mutlak tidak dapat ditunjukkan tanpa merusak tiap bahan
akhir. Sterilisitas suatu bets yang dianggap steril diartikan
sebagai suatu kemungkinan, sesampai dapat
dikesampingkan adanya satuan atau contoh yang
mungkin tercemar. Keadaan jaminan sterlitas ini
diatas hanya dapat dicapai dengan melakukan siklus
sterilisasi yang memadai dan diikuti oleh proses aseptik
jika ada, mengikuti cara produksi yang baik yang berlaku,
dan tidak hanya mengandalkan uji sterilisitas. Prinsip
dasar untuk validasi dan sertifikasi suatu proses sterilisasi
dijabarkan sebagai berikut:
1. Pastikan bahwa peralatan yang dipakai mampu
berfungsi dan memenuhi parameter yang dipersyaratkan.
2. Tunjukkan bahwa peralatan pengendali kritis dan
instrumentasi mampu berfungsi sesuai dengan parameter
yang seharusnya bagi peralatan bersangkutan.
3. Lakukan siklus replikasi yang mewakili rentang
operasional yang dipersyaratkan bagi peralatan
bersangkutan dan pakailah produk sebenarnya atau
simulasi. Tunjukkan bahwa proses telah dilaksanakan
sesuai batasan protokol yang ditetapkan, dan akhirnya
kemungkinan mikroba yang masih hidup pada proses
replikasi yang telah selesai tidak lebih besar dari batasan
yang ditetapkan.
4. Pantau proses yang divalidasi selama pekerjaan
berjalan. Jika perlu, secara periodik peralatan dikalibrasi
dan dan disertifikasi ulang.
5. Lengkapkan protokol lengkap, dan
manuscript tasikan langkah diatas mulai nomor 1 sampai
nomor 4.
Prinsip dan pelaksanaan program validasi proses
procedure proses aseptik yaitu sama seperti validasi
proses sterilisasi. Pada proses aseptik, komponen dari
bentuk sediaan akhir disterilkan secara terpisah dan
produk akhir dicampur secara aseptik.
Validasi yang sesuai pada proses sterilasi atau pada
proses aseptik memerlukan tingkat pengetahuan yang
tinggi pada bidang teknologi sterilisasi dan ruang bersih.
Agar dapat memenuhi batasan parameter sterilisasi yang
berlaku dan dapat diterima serta dapat dicapai, perlu
memakai peralatan dan perlengkapan yang sesuai
untuk pengendalian parameter kritis seperti suhu dan
waktu, kelembaban, kadar gas pensteril, atau radiasi
yang diserap. Aspek yang penting dalam program validasi
dalam berbagai procedure sterilisasi meliputi pemakaian
indikator biologik seperti tertera pada Indikator Biologik
untuk Sterilisasi <1321>. Proses yang telah divalidasi dan
disertifikasi harus divalidasi ulang secara berkala, namun
program validasi ulang tidak perlu seluas program awal.
Program validasi khusus, seperti diuraikan di bawah
ini, dirancang untuk otoklaf, namun prinsipnya dapat
berlaku untuk procedure sterilisasi lainnya yang akan
dibahas pada bagian informasi ini. Program meliputi
beberapa tahap, yaitu:
Tahapan kualifikasi instalasi Tahap ini ditujukan untuk
menjaga agar alat kendali dan alat lainnya dirancang dan
dikalibrasi dengan tepat. manuscript tasi harus disimpan
dalam berkas, yang menampilkan kualitas peralatan dari
hal-hal yang dibutuhkan, seperti uap air, air, dan udara.
Tahap kualifikasi operasional Tahap ini ditujukan
untuk memastikan fungsi bejana kosong dalam parameter
suhu pada semua lokasi ruang utama yang tertera dalam
protokol. Biasanya diperlukan untuk membuat rekaman
tentang profil peningkatan panas, yaitu suhu simultan di
dalam ruang otoklaf yang dilengkapi dengan sensor suhu
ganda. Rentang suhu khas dalam bejana kosong yang
dapat diterima yaitu lebih kurang 1º, jika suhu dalam
bejana tidak kurang dari 121º.
Tahap konfirmasi Tahap ini dalam program validasi
merupakan sterilisasi dari bahan. Penetapan ini
memerlukan pemakaian alat sensor suhu yang
dimasukkan ke dalam contoh bahan, dan juga ke dalam
contoh yang sebelumnya sudah dicemari mikroba uji
dengan kadar yang sesuai, atau indikator biologik terpisah
dalam konfigurasi otoklaf yang terisi penuh dan siap
operasional. Efektivitas penyebaran atau penetrasi panas
ke dalam bahan aktual dan waktu pemaparan merupakan
dua faktor utama yang menentukan daya mematikan
dalam proses sterilisasi.
Tahap akhir Tahap akhir program validasi memerlukan
manuscript tasi data penunjang yang dikembangkan untuk
pelaksanaan program.
Secara umum dapat diterima bahwa bahan steril yang
dapat disuntikkan atau alat tertentu yang harus steril, jika
diproses dalam otoklaf, mencapai suatu probabilitas 10-6
mikroba yang bertahan hidup, yaitu suatu jaminan yang
menyatakan bahwa ada kemungkinan kurang dari
1 dalam 1 juta mikroba viabel dalam bahan atau sediaan
yang telah disterilkan. Terhadap bahan tahan panas,
sering dilakukan sterilisasi melebihi waktu kritis yang
diperlukan untuk mencapai 10-6 mikroba yang bertahan
hidup (lewat musnah). Bagaimanapun juga, untuk bahan
yang rusak bila terpapar panas berlebihan, penerapan
pendekatan lewat musnah ini tidak tepat. Untuk hal ini,
pengembangan siklus sterilisasi sangat tergantung pada
diketahuinya beban mikroba produk, berdasarkan atas
pengujian mencangkup jangka waktu yang sesuai
terhadap beberapa tertentu bets produk yang sebelum
telah disterilkan.
Nilai D yaitu yaitu waktu (dalam menit) yang
diperlukan untuk mengurangi populasi mikroba beberapa
90% atau 1 log siklus (1/10 bagian yang hidup) pada suhu
tertentu. Jadi bila nilai D suatu indikator biologik,
umpamanya spora Bacillus stearothermophillus yaitu
1,5 menit pada parameter proses total, misalnya pada
suhu 121°, jika perlakuan dilakukan selama 12 menit
pada kondisi yang sama, maka dapat dinyatakan bahwa
masukan letal yaitu 8 D. Efek pemakaian masukan ini
bagi produk tergantung pada bahan mikroba awal.
Andaikata resistensi terhadap sterilisasi setara dengan
indikator biologik, jika beban mikroba produk
bersangkutan yaitu 102, maka masukan letal seharga 2 D
akan menghasilkan suatu beban mikroba sebesar 1 (10°
teoritis), dan harga 6 D selanjutnya akan menghasilkan
probabilitas 10-6 mikroba hidup terhitung. (Pada kondisi
yang sama, suatu masukan letal 12 D dapat dipakai
pada pendekatan lewat musnah khusus). Pada biasanya
probabilitas mikroba hidup yang dicapai untuk bahan
pada siklus sterilisasi yang validasi tidak seluruhnya
berhubungan dengan yang mungkin terjadi pada indikator
biologik. Jadi untuk penerapan validasi yaitu penting
bahwa resistensi indikator biologik lebih besar daripada
beban mikroba alami yang ada di dalam bahan yang
disterilkan. Untuk itu perlu dibuat suatu asumsi keadaan
terburuk dan menganggap beban mikroba seakan-akan
resistensinya terhadap panas setara dengan indikator
biologik, walaupun sulit diterima bahwa isolat beban
mikroba khas yang paling resisten akan menampilkan
suatu resistensi terhadap panas sebesar yang ditunjukkan
oleh spesies ini, sering kali dipakai sebagai indikator
biologik untuk sterilisasi uap. Pada contoh diatas, suatu
siklus 12 menit dapat dianggap cukup untuk sterilisasi
jika produk bersangkutan memiliki beban mikroba 102.
Walaupun demikian, jika indikator pada awalnya
mengandung 106 mikroba, pada hakekatnya dapat
diperkirakan suatu probabilitas 102 mikroba hidup; yaitu
1 dari 100 indikator biologik dapat menghasilkan hasil
positif. Situasi seperti ini dapat dihindari dengan memilih
indikator biologik yang sesuai. Sebagai alternatif dapat
dipakai indikator yang mengandung mikroba dalan
jumlah yang tinggi, berdasarkan suatu pengurangan
bilangan yang dapat diterima pada penetapan awal.
Nilai D untuk sediaan Bacillus stearothermophilus
yang ditetapkan atau diverifikasi untuk kondisi ini harus
ditetapkan ulang jika suatu program validasi tertentu
diganti. Penetapan kurva yang hidup (seperti tertera pada
Indikator Biologik untuk Sterilisasi <1321>), ataupun
yang disebut dengan pendekatan siklus berfraksi dapat
dipakai untuk menetapkan nilai D indikator biologik
yang diinginkan untuk procedure sterilisasi tertentu.
Pendekatan siklus berfraksi dapat juga dipakai untuk
mengevaluasi resistensi dari beban mikroba. Siklus
berfraksi dapat dikaji baik untuk pengurangan angka
mikroba maupun untuk pencapaian fraksi negatif. Angka
ini dapat dipakai untuk menetapkan letalitas proses
pada kondisi produksi yang memenuhi syarat untuk
menetapkan siklus sterilisasi yang sesuai. Indikator
biologik yang sesuai seperti sediaan Bacillus
stearothermophilus dapat dipakai selama sterilisasi
rutin. Tiap metode beban mikroba untuk jaminan sterilitas
memerlukan pengamatan yang cukup terhadap resistensi
mikroba dari bahan untuk menemukan tiap perubahan,
sebagai tambahan pada pengamatan berkala dari
ketetapan lainnya.
CARA STERILISASI
Pada bab ini akan dikemukakan 5 cara sterilisasi akhir,
termasuk cara pemisahan mikroba melalui penyaringan
dan pedoman untuk proses aseptik. Perkembangan
teknologi modern menuntut adanya procedure tambahan,
antara lain termasuk embus bentuk (pada suhu tinggi),
bentuk panas basah selain dari uap jenuh dan iradiasi
ultraviolet, serta pengisian berkesinambungan pada
proses aseptik. Pemilihan proses yang sesuai untuk suatu
bentuk sediaan atau komponen memerlukan pengetahuan
yang tinggi tentang teknik sterilisasi dan informasi yang
berkenaan dengan tiap efek dari proses pada bahan yang
sedang disterilkan.
STERILISASI UAP
Proses sterilisasi termal memakai uap jenuh di
bawah tekanan berlangsung di suatu bejana yang disebut
otoklaf, dan mungkin merupakan suatu proses sterilisasi
yang paling banyak dipakai (suatu siklus otoklaf yang
ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi
yaitu selama 15 menit pada suhu 121° kecuali
dinyatakan lain). Prinsip dasar kerja alat yaitu udara di
dalam bejana sterilisasi digantikan dengan uap jenuh, dan
hal ini dicapai dengan memakai alat pembuka atau
penutup khusus. Untuk mengganti udara secara lebih
efektif dari bejana sterilisasi dan dari bahan yang
disterilisasi, siklus sterilisasi dapat meliputi tahap
evakuasi udara dan uap. Rancangan atau pemilihan suatu
siklus untuk produk atau komponenen tertentu tergantung
pada beberapa faktor, termasuk ketakstabilan panas bahan
pengetahuan tentang penetrasi panas ke dalam bahan, dan
faktor lain yang tercantum dalam program validasi. Selain
gambaran tentang parameter siklus sterilisasi dengan
memakai suhu 121°, konsep Fo dapat juga
diterapkan, Fo pada suhu tertentu selain suhu 121°, yaitu
waktu (dalam menit) yang diperlukan untuk mendapatkan
kesetaraan letalitas seperti pada suhu 121º untuk waktu
tertentu. Otoklaf modern biasanya bekerja dengan
sebuah sistem pengendali yang secara nyata lebih
responsif daripada katup reduksi jenis lama yang selama
ini dipakai . Agar jenis yang lama ini dapat mencapai
ketepatan dan tingkat pengendalian siklus yang
dibicarakan disini, mungkin perlu memperbaharui atau
memodifikasi alat pengendali dan instrumentasi alat
ini . Modifikasi ini dapat dibenarkan hanya jika alat
sterilisasi dan mantel uap masih utuh demi keamanan
Pemakai a sekelanjutnan dan jika endapan yang dapat
mengganggu distribusi panas dapat dihilangkan
.
STERILISASI PANAS KERING
Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di
Farmakope dengan memakai panas kering biasanya
dilakukan dengan suatu proses bets di dalam suatu oven
yang dirancang khusus untuk tujuan itu. Oven modern
dilengkapi dengan udara yang dipanaskan dan disaring,
didistribusikan secara merata ke seluruh bejana dengan
cara sirkulasi atau radiasi memakai sistem semprotan
dengan peralatan sensor, pemantau dan pengendali
parameter kritis. Validasi sterilisasi panas kering
dilakukan dengan cara yang sama seperti sterilisasi uap.
Unit yang dipakai untuk sterilisasi komponen seperti
wadah untuk larutan intravena, harus dijaga agar dapat
dihindari akumulasi partikel di dalam bejana sterilisasi.
Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana
sterilisasi kosong yaitu lebih kurang 15°, jika alat
sterilisasi beroperasikan pada pada suhu lebih kurang
250°.
Sebagai tambahan pada proses bets ini diatas,
suatu proses berkesinambungan sering dipakai untuk
sterilisasi dan alat kaca sebagai suatu bagian dari sistem
pengisisan dan penutupan kedap secara aseptik yang
berkesinambungan dan terpadu. Distribusi panas dapat
berupa sirkulasi atau disalurkan langsung dari suatu nyala
terbuka. Sistem berkesinambungan biasanya memerlukan
suhu yang lebih tinggi dari yang tertera di atas untuk
proses bets sebab waktu menetapnya yang lebih singkat.
Bagaimanapun juga masukan suhu total selama melewati
produk harus sama dengan yang dicapai sewaktu proses
dalam bejana. Proses berkesinambungan biasanya
memerlukan tahap pendinginan cepat sebelum
berlangsung proses pengisiaan aseptik. Pada program
kualifikasi dan validasi, sehubungan dengan waktu
menetap singkat, perlu ditetapkan parameter untuk
keseragaman suhu, terutama waktu menetap.
Suatu probabilitas mikroba hidup beberapa 10-12
dianggap dapat dicapai untuk bahan atau komponen tahan
panas. Contoh suatu indikator biologik untuk validasi dan
pemantauan sterilisasi panas kering yaitu sediaan spora
Bacillus subtilis. sebab panas kering sering dipakai
untuk menjadikan alat kaca atau wadah bebas pirogen dan
mikroba viabel; jika diperlukan, suatu uji tantang pirogen
harus merupakan suatu bagian integral pada program
validasi, umpamanya dengan menginokulasi satu atau
lebih bahan dengan 1000 unit bakteri endotoksin FI atau
lebih. Pengujian memakai Limulus Lisat dapat
dipakai untuk menampilkan bahwa bahan endotoksik
sudah diinaktivasi sampai tidak lebih dari 1/1000 dari
jumlah awal (reduksi 3 log siklus). Agar pengujian
dianggap absah, baik jumlah awal, maupun sesudah
inaktivasi yang dapat diterima, jumlah dari sisa
endotoksin harus diukur. Informasi lebih lanjut mengenai
penetapan endotoksin, tertera pada Uji Endotoksin
Bakteri <201>.
STERILISASI GAS
Pilihan untuk memakai sterilisasi gas sebagai
alternatif dari sterilisasi termal sering dilakukan jika
bahan yang akan disterilisasi tidak tahan terhadap suhu
panas pada proses sterilisasi uap atau panas kering. Bahan
aktif yang biasanya dipakai pada sterilisasi gas
yaitu etilen oksida dengan kualitas mensterilkan yang
dapat diterima. Keburukan dari bahan aktif ini antara lain
sifatnya yang sangat mudah terbakar, walaupun sudah
dicampur dengan gas inert yang sesuai; bersifat
mutagenik, dan kemungkinan adanya residu toksik di
dalam bahan yang disterilkan, terutama yang
mengandung ion klorida. Proses sterilisasi pada
biasanya berlangsung di dalam bejana bertekanan yang
dirancang sama seperti otoklaf, namun dengan tambahan
bagian khusus yang hanya ada pada alat sterilisasi
yang memakai gas. Fasilitas yang memakai
bahan sterilisasi seperti ini harus dirancang sedemikian
rupa sampai mampu mengeluarkan gas sesudah proses
sterilisasi, mampu untuk memantau mikroba yang masih
hidup, dan mengurangi paparan gas yang sangat
berbahaya terhadap petugas yang menangani alat
ini .
Kualifikasi proses sterilisasi memakai gas etilen
oksida dicapai sesuai dengan uraian sebelumnya.
Bagaimanapun juga program ini lebih luas
cakupannya daripada cara sterilisasi lainnya, sebab
selain suhu, tekanan positif atau hampa udara juga
diperlukan pengendalian tetap terhadap kadar etilen
oksida. Suatu ketentuan penting yaitu menampilkan
bahwa semua parameter proses kritis dalam bejana
sterilisasi harus cukup selama berlangsungnya seluruh
siklus. sebab parameter sterilisasi yang dipakai bagi
bahan yang akan disterilkan merupakan variabel kritis,
sering dianjurkan untuk melakukan prakondisi muatan
sampai mencapai kadar kelembaban yang diperlukan,
mengurangi waktu yang diperlukan pada suhu yang
ditentukan, sebelum muatan dimasukkan ke dalam bejana
sterilisasi etilen oksida. Proses validasi biasanya
dilakukan memakai produk yang telah
diinokulasikan dengan indikator biologik yang sesuai,
seperti sediaan spora Bacillus subtilis. Untuk validasi,
spora dapat dipakai dalam bejana sterilisasi yang terisi
penuh dengan produk atau produk simulasinya.
Pemantauan kelembaban dan kadar gas memerlukan
pemakaian alat yang cangih, dan hanya individu yang
terdidik dan berpengalaman yang dapat mengkalibrasi,
memakai dan memeliharanya. Indikator biologik
dapat juga dipakai pada pemantauan langkah-langkah
secara rutin.
Seperti yang telah diuraikan di atas, indikator biologik
dapat dipakai pada cara fraksi negatif untuk
menetapkan probabilitas tertinggi mikroba hidup untuk
merancang suatu siklus sterilisasi etilen oksida
memakai produk yang diinokulasi atau produk
simulasi yang diinokulasi.
Salah satu keterbatasan utama dari proses sterilisasi
etilen oksida yaitu terbatasnya kemampuan gas ini
untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari
produk yang disterilkan. Jadi rancangan kemasan dan
cara pengisian bejana sterilisasi harus ditetapkan
sedemikian rupa sampai ada resistensi minimal
terhadap difusi gas.
STERILISASI DENGAN RADIASI ION
Perkembangan yang pesat alat kesehatan yang tidak
tahan terhadap sterilisasi panas dan kekhawatiran tentang
keamanan etilen oksida mengakibatkan peningkatan
pemakaian sterilisasi radiasi. namun cara ini dapat
dipakai pada bahan obat dan bentuk sediaan akhir.
Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia
rendah, residu rendah yang dapat diukur, dan kenyataan
yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan
lebih sedikit. Kenyataanya sterilisasi radiasi yaitu suatu
kekhususan dalam dasar pengendalian yang penting
yaitu dosis radiasi yang diserap, dan dapat diukur secara
tepat. Oleh sebab sifat khas ini , banyak procedure
baru yang telah dikembangkan untuk menetapkan dosis
sterilisasi. Walaupun begitu, hal ini masih dalam
peninjauan dan pertimbangan, terutama mengenai
kegunaannya, paling tidak, untuk pengendalian tambahan
dan tindakan keamanan. Iradiasi hanya menimbulkan
sedikit kenaikan suhu, namun dapat mempengaruhi
kualitas dan jenis plastik atau kaca tertentu.
Ada 2 jenis radiasi ion yang dipakai , yaitu
disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma)
dan radiasi berkas elektron. Pada kedua jenis ini ,
dosis radiasi yang dapat menghasilkan derajat jaminan
sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian
rupa sampai dalam rentang satuan dosis minimum dan
maksimum, sifat bahan yang disterilkan dapat di terima.
Untuk iradiasi gamma, validasi procedure meliputi
penetapan kesesuaian bahan, kesesuaian cara
memasukkan produk dan penyelesaian penataan jumlah
produk di dalam wadah sterilisasi (termasuk identifikasi
zona dosis minimum dan maksimum), penetapan
pengaturan waktu, dan petunjuk pemberian dosis
sterilisasi yang diperlukan. Untuk iradiasi berkas elekton,
sebagai tambahan, perlu divalidasi pengendalian voltase,
arus listrik, kecepatan ban berjalan, dan dimensi
pengamat berkas elektron.
Untuk sterilisasi radiasi gamma, harus dipilih dosis
sterilisasi yang efektif dan dapat ditoleransi tanpa
menimbulkan kerusakan. Walaupun berdasarkan
pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad ( Mrad ) radiasi
yang diserap, namun dalam beberapa hal, diinginkan dan
dapat diterima pengpakailah dosis yang lebih rendah
untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir.
Dalam hal lain mungkin diperlukan dosis yang lebih
tinggi. Untuk validasi efikasi, terutama tingkat paparan
yang rendah, penting untuk menetapkan besar (jumlah
dan atau derajat) resistensi radiasi alami dari populasi
mikroba produk. Model pengisian produk yang khusus
harus dibuat dan ditetapkan distribusi dosis serapan
maksimum dan minimum memakai dosimeter kimia
(Dosimeter ini biasanya merupakan plastik silinder,
pipih atau segiempat berwarna yang menampilkan
intensifikasi warna berdasarkan langsung pada jumlah
energi radiasi yang di serap; alat ini harus dikalibrasi
dengan saksama). Penetapan dosis serapan yang
diperlukan dilakukan berdasarkan biakan murni mikroba
resisten dan memakai produk yang telah diinokulasi,
misalnya spora dari Bacillus pumilus sebagai indikator
biologik. Siklus eksperimen berfraksi memberi data
yang dapat dipakai untuk menetapkan nilai D10 dari
indikator biologik. Informasi ini dapat diterapkan untuk
ekstrapolasi jumlah radiasi yang diserap untuk
menetapkan suatu probabilitas yang sesuai tentang
mikroba yang masih bertahan hidup. procedure yang
terbaru untuk sterilisasi radiasi gamma berdasarkan pada
dosis terhadap resistensi radiasi dari beban mikroba
heterogen alami, dalam produk yang disterilkan. procedure
ini sedang dikembangkan, namun dapat merupakan
penilaian yang lebih mewakili di bidang resistensi radiasi,
terutama jika ada jumlah mikroba yang menonjol
tahan radiasi. Rentang ini, mulai dari mikroba resisten
baku, seperti Bacillus pumilus sampai pemaparan dosis
sub-letal contoh produk jadi yang diambil dari proses
produksi. Beberapa hipotesis tertentu yaitu umum
terhadap semua metode ini. Walau jumlah populasi yang
ada di dalam suatu bahan mikroba biasanya terdiri
dari campuran mikroba yang memiliki sensitivitas yang
berbeda terhadap radiasi, langkah memperlakukan bahan
ini dengan suatu dosis yang lebih rendah dari jumlah
dosis sterilisasi letal akan menghilangkan fraksi mikroba
yang kurang resisten. Ini akan menghasilkan populasi
residu yang relatif homogen sehubungan dengan
resistensi radiasi, dan menghasilkan suatu hasil penetapan
yang konsisten dan memiliki keberulangan dari
penetapan populasi yang tersisa. Jumlah pengujian
laboratorium yang diperlukan tergantung pada procedure
tertentu yang dipakai .
Satu dari cara ini memerlukan penghitungan
populasi mikroba dari contoh yang mewakili bets bahan
yang diproduksi secara terpisah. Resistensi populasi
mikroba tidak di tetapkan dan penentuan dosis didasarkan
kepada arbitrasi resistensi radiasi baku yang ditetapkan
untuk populasi mikroba, dan dari data yang diterima dari
produsen dan pustaka. Perkiraan lalu dibuat bahwa
distribusi pilihan resistensi menampilkan suatu tantangan
yang lebih hebat daripada populasi mikroba alami di
dalam produk yang akan disterilkan. Perkiraan ini,
bagaimanapun juga harus diverifikasi dengan percobaan.
sesudah verifikasi, dosis sterilisasi radiasi yang sesuai
dapat dilihat dalam suatu tabel.
Metoda lain, yang dibuat lebih rinci, tidak memerlukan
penghitungan populasi mikroba, namun memakai satu
seri paparan dosis meningkat untuk mendapatkan suatu
dosis yang ditetapkan sedemikian rupa sampai lebih
kurang 1 dari 100 contoh yang diiradiasi pada dosis
ini tidak steril. Ini bukanlah dosis sterilisasi
tertinggi, namun sebagai dasar untuk menetapkan dosis
sterilisasi dengan ekstrapolasi dari dosis yang
menghasilkan 1 dari 100 contoh yang tidak steril, dengan
memakai faktor resisten yang sesuai dan
mencerminkan populasi mikroba resisten yang tersisa.
Pengawasan berkala dilakukan untuk memeriksa bahwa
temuan dapat terus dilanjutkan.
procedure yang lebih rinci, memerlukan lebih banyak
percobaan dan meliputi isolasi biakan mikroba, termasuk
satu percobaan sesudah penetapan dosis substerilisasi
(yang menghasilkan 1 dari 100 contoh yang tidak steril),
resistensi mikroba yang bertahan hidup dipakai untuk
menetapkan dosis sterilisasi. Cara lain dibuat berdasarkan
pada penetapan yang berbeda, dimulai dengan
peningkatan dosis substerilisasi yang menghasilkan tidak
lebih dari 50% contoh yang tidak steril. sesudah iradiasi
jumlah secukupnya pada contoh ini, diperoleh beberapa
isolat mikroba. Resistensi radiasi dari setiap procedure
ditetapkan. Dosis sterilisasi lalu dihitung
memakai penetapan resistensi dan dosis sterilisasi
50% yang semula telah ditetapkan. procedure pengawasan
diperlukan untuk metode ini seperti untuk metode lain.
Jika dosis radiasi minimum yang diperlukan telah
ditetapkan dan pemberian dosis ini telah dipastikan
(dengan dosimeter kimia atau fisika), pelepasan bahan
yang telah disterilkan dapat diperkuat dengan validasi
menyeluruh jaminan sterilitas yang meliputi antara lain
kepastian dosis yang dipakai , pemakaian indikator
biologik dan lainnya.
STERILISASI DENGAN PENYARINGAN
Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering
dilakukan penyaringan memakai bahan yang dapat
menahan mikroba, sampai mikroba yang dikandung dapat
dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring biasanya
terdiri dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau
dirangkaikan pada wadah yang tidak permeabel.
Efektivitas suatu penyaring media atau penyaring subtrat
tergantung pada ukuran pori bahan dan dapat tergatung
pada daya adsorpsi bakteri pada atau di dalam matriks
penyaring atau tergantung pada mekanisme penganyakan.
Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa pengayakan
merupakan komponen yang lebih penting dari
mekanisme. Penyaring yang melepas serat, terutama yang
mengandung asbes, harus dihindarkan pemakaian nya
kecuali tidak ada penyaringan alternatif lain yang
mungkin dipakai . Jika penyaring yang melepas serat
memang diperlukan, merupakan keharusan, bahwa proses
penyaringan meliputi adanya penyaring yang melepas
serat diletakkan pada arah hilir atau sesudah langkah
penyaringan awal.
Ukuran penyaring Pengukuran porisitas membran
penyaring dilakukan dengan pengukuran nominal yang
menggambarkan kemampuan membran penyaring untuk
menahan mikroba dari galur tertentu dengan ukuran yang
sesuai, bukan dengan penetapan suatu ukuran rata-rata
pori dan pernyataan tentang distribusi ukuran. Membran
penyaring untuk sterilitas (yang dipakai untuk
memisahkan sebagian besar kontaminan mikroba) yaitu
membran yang mampu menahan 100% biakan dari 107
mikroba galur Pseudomonas diminuta (ATCC 19146)
tiap cm2 permukaan membran pada tekanan tidak kurang
dari 30 psi (2,0 bar). Membran penyaring semacam itu
berukuran nominal 0,22 μm atau 0,2 μm, tergantung pada
cara pembuatan produsen. Pengukuran membran
penyaring dapat juga ditentukan untuk pereaksi atau
media yang harus disterilkan dengan cara penyaringan
(lihat perlakuan terhadap Isopropil Miristat pada Salep
dan Minyak yang Larut pada Isopropil Miristat yang
tertera pada Uji Sterilitas <71>). Membran penyaring
bakteri (juga dikenal sebagai membran penyaring
analitik), yang hanya mampu menahan mikroba
berukuran lebih besar, diberi etiket dengan nominal
0,45 μm. Tidak satupun cara pengukuran penyaring 0,45
μm yang ditetapkan badan berwenang, dan pengukuran
tergantung kepada cara konvensional dari produsen;
penyaring 0,45 μm mampu menahan biakan tertentu,
seperti Serratia marcescens (ATCC 14756) atau
Pseudomonas diminuta. Tekanan uji yang dipakai
beraneka ragam, mulai dari yang rendah (5 psi, 0,33
baruntuk Serratia atau 0,5 psi, 0,34 bar untuk
Pseudomonas diminuta) sampai yang tinggi (50 psi,
3,4 bar). Membran ini dipakai untuk uji sterilitas
(menurut procedure seperti tertera pada Uji memakai
Penyaringan Membran dalam Uji Sterilitas <71>), yang
tidak memerlukan resistensi mikroba yang sempurna.
Kecil kemungkinan untuk melakukan pengujian contoh
yang tercemar hanya oleh mikroba ukuran kecil.
Membran penyaring berukuran nominal yang sangat kecil
dapat di uji dengan biakan Acholeplasma laidlawii atau
galur lain Mycoplasma pada tekanan 7 psi (0,7 bar) dan
akan berukuran nominal 0,1 μm. Pengukuran nominal
yang didasarkan pada sifat retensi mikroba berbeda jika
pengukuran dilakukan dengan cara lain, umpamanya
dengan pengukuran retensi lingkaran lateks dengan
berbagai diameter. Merupakan tanggung jawab Pemakai
untuk memilih suatu penyaring dengan ukuran yang tepat
untuk tujuan tertentu, tergantung kepada sifat produk
yang akan disaring. biasanya tidak layak untuk
mengulang uji kapasitas penyaringan di tempat Pemakai .
Uji tentang mikroba lebih baik dilakukan pada kondisi
produsen terhadap tiap bets membran penyaring yang
diproduksinya.
Pemakai harus menetapkan parameter penyaringan
yang dipakai dalam pembuatan yang mempengaruhi
efisiensi retensi mikroba secara bermakna. Beberapa hal
penting lain yang perlu diperhatikan pada validasi proses
penyaringan, meliputi kemampuan kompatibilitas produk,
penyerapan obat, pengawet dan atau zat tambahan
lainnya, dan pengeluaran awal kandungan endoksin.
sebab efektivitas proses penyaringan juga
dipengaruhi oleh beban mikroba larutan yang akan
disaring, penetapan kualitas larutan sebelum penyaringan
merupakan aspek penting validasi proses penyaringan
sebagai tambahan pada penetapan parameter lain dari
procedure penyaringan, seperti tekanan, laju alir dan
karakteristik unit penyaring. Cara lain untuk menguraikan
kemampuan penahanan penyaring yaitu memakai
log nilai reduksi (LNR). Umpamanya, suatu penyaring
berukuran 0,2 μm yang dapat menahan 107 mikroba galur
tertentu akan memiliki LNR tidak kurang dari 7, pada
kondisi yang telah ditetapkan.
Proses sterilisasi larutan dengan cara penyaringan,
pada akhir-akhir ini telah menghasilkan tingkat kepuasan
yang baru, sebagian besar merupakan hasil
perkembangan dan kemajuan teknologi penyaring
membran. Kelompok media penyaring ini menjurus ke
arah pengendalian pembakuan dan mutu yang lebih
efektif dan juga memberi kesempatan yang lebih luas
pada Pemakai untuk memastikan karakteristik atau sifat
rakitan penyaring sebelum dan sesudah pemakaian .
kenyataan bahwa penyaring yaitu lapisan tipis polimer
memberi banyak keuntungan, namun juga memberi
beberapa kerugian jika dibandingkan dengan penyaring
yang tebal seperti penyaring dari bahan porselen atau
bahan masir. sebab banyak dari permukaan membran
yaitu suatu ruangan yang kosong atau ruang terbuka,
maka penyaring yang cukup baik dirakit dan disterilisasi
akan memberi suatu keuntungan berupa laju aliran
yang tinggi. Kerugian sebab membran biasanya rapuh,
sesampai penting untuk menetapkan bahwa rakitan sudah
cukup baik dan membran tidak akan rusak atau pecah
selama perakitan, sterilisasi atau selama pemakaian .
Rakitan wadah dan penyaring yang dipakai pertama-
tama harus divalidasi terhadap kompatibilitas dan
integritas oleh Pemakai . Jika terbuka kemungkinan
untuk mencampur rakitan dan membran penyaring yang
diproduksi berbagai produsen, maka kompatibilitas dari
rakitan gabungan ini harus lebih dahulu divalidasi.
Disamping itu, ada beberapa uji yang harus
dilakukan oleh produsen penyaring membran yang pada
biasanya tidak diulang lagi oleh Pemakai , meliputi uji
tentang mikrobiologik. Hasil uji terhadap tiap bets
membran penyaring yang diproduksi harus diperoleh dari
produsen, dan dimanuscript tasikan oleh Pemakai .
Penyaringan untuk tujuan stabilisasi biasanya
dilaksanakan memakai rakitan yang memiliki
membran dengan porositas nominal Ukuran minimal
pori-pori sebesar 0,2 μm atau kurang, berdasarkan pada
pembanding yang telah divalidasi tidak kurang dari 107
suspensi Pseudomonas diminuta (ATCC No. 19146) per
cm2 dari luas permukaan penyaring. Media membran
penyaring yang tersedia saat ini yaitu selulosa asetat,
selulosa nitrat, fluorokarbonat, polimer akrilik,
polikarbonat, poliester, polivinil klorida, vinil, nilon,
politef, dan juga membran logam, dan ini dapat diperkuat
atau ditunjang oleh bahan berserat internal. Rakitan
penyaring membran harus diuji untuk integritas awal
sebelum dipakai , dengan ketentuan bahwa uji ini
tidak mengurangi validitas sistem uji, dan harus diuji
sesudah proses penyaring selesai, untuk menampilkan
bahwa rakitan penyaring mempertahankan integritas
sepanjang procedure penyaring berlangsung. Uji
pemakaian khusus yaitu uji titik gelembung, uji aliran
udara difusif, uji penahanan tekanan, dan uji aliran ke
depan. Selama uji harus dikaitkan dengan retensi
mikroba.
PROSES ASEPTIK
Ada pendapat umum yang mengatakan bahwa
sterilisasi wadah akhir terisi sebagai suatu bentuk sediaan
atau alat terkemas akhir yaitu proses yang dipilih untuk
menjamin resiko terkecil kontaminasi mikroba dalam
bets, ada suatu kelompok besar produk yang tidak
disterilisasi akhir, namun disiapkan melalui tahapan
aseptik. Proses ini dirancang untuk mencegah masuknya
mikroba hidup ke dalam komponen steril atau komponen
yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk
setengah jadi atau produk ruahan atau komponennya
bebas dari mikroba hidup. Bagian ini mengemukakan
suatu kajian ulang tentang prinsip produk yang diproses
secara aseptik dengan resiko minimal terjadinya
kontaminasi mikroba di dalam bets produk jadi dari
bentuk sediaan akhir.
Suatu produk yang dianggap diproses secara aseptik
dapat saja terdiri dari komponen yang sebelumnya telah
disterilkan dengan salah satu proses yang telah diuraikan.
Misalnya, produk setengah jadi, jika berupa cairan yang
telah disaring, dapat disterilkan dengan cara penyaringan.
Komponen wadah akhir kosong dapat disterilkan dengan
panas, panas kering dipakai untuk sterilisasi vial kaca,
dan otoklaf untuk penutup karet. Daerah kritis yang perlu
diperhatikan yaitu lingkungan bermikroba tempat
komponen yang sebelumnya telah disterilkan
terkontaminasi selama perakitan untuk memproduksi
bentuk sediaan jadi, dan selama pengisian secara aseptik.
Persyaratan untuk fasilitas pengisian atau proses
aseptik lainnya yang dirancang, divalidasi dan dipelihara
dengan benar, terutama ditujukan pada (i) Lingkungan
udara yang bebas mikroba viabel yang dirancang dengan
benar untuk memungkinkan pemeliharaan yang efektif
dari unit alat pemasok udara (ii) Tersedianya tenaga
pekerja terlatih, yang dilengkapi dan mengenakan
pakaian kerja yang memadai. Lingkungan yang
diinginkan dapat dicapai melalui teknologi penyaringan
udara tingkat tinggi yang pada saat itu mudah diperoleh,
dan yang berperan memasok udara berkualitas
mikrobiologi yang diperlukan. Fasilitas meliputi sistem
sawar primer (di dekat tempat bahan terpapar) dan
sekunder (tempat proses aseptik berlangsung).
Untuk fasilitas proses aseptik atau lingkungan tempat
pengisian aseptik yang dirancang dengan baik, berikan
perhatian untuk bagian yang penting, seperti permukaan
yang tidak berpori dan licin, termasuk dinding dan langit-
langit sampai dapat secara berkala disanitasi; tempat ganti
pakaian kerja dengan ruangan yang cukup memadai
untuk pekerja dan untuk menyimpan pakaian streril;
pemisahan yang memadai antara ruangan persiapan bagi
pekerja dan ruangan proses aseptik akhir, jika perlu
tersedia perlengkapan tertentu seperti ruang tertutup
kedap udara dan atau penyemprotan udara; perbedaan
tekanan yang sesuai antar ruangan, tekanan yang paling
positif yaitu di ruangan atau lingkungan proses aseptik;
pemakaian ruang bersih (satu arah) di tempat yang
paling dekat dengan produk atau komponen yang terpapar
dan aliran udara tersaring ke tempat ini , dengan
frekuensi pergantian udara yang cukup; kelembaban yang
sesuai dan pengendalian suhu lingkungan; dan suatu
program sanitasi yang termanuscript tasi. Pelatihan yang
sesuai bagi pekerja dalam teknik higiene dan cara
berpakaian harus ditekankan sedemikian rupa sampai
kakaian kerja, sarung tangan, dan penutup tubuh lainnya
terutama harus dapat menutupi secara sempurna
permukaan kulit yang terpapar.
Sertifikasi dan validasi proses aseptik dan fasilitas
dapat dicapai dengan penentuan efisiensi sistem
penyaringan, dengan memakai procedure pemantauan
lingkungan secara mikrobiologi, dan membuat media
biakan steril sebagai produk simulasi.
Pemantauan fasilitas aseptik harus meliputi
pemeriksaan penyaringan udara lingkungan secara
berkala sebagaimana juga pemantauan berkala terhadap
partikulat dan mikroba lingkungan, dan dapat meliputi
proses pembuatan media biakan steril secara berkala.
Uji Sterilitas dari Bets
Harus diakui bahwa uji sterilitas penentu mungkin
tidak dapat mendeteksi kontaminasi mikroba jika ada
dalam presentase kecil dari bahan jadi dalam bets, sebab
jumlah satuan tertentu yang diambil memberi
keterbatasan statistik yang menonjol pada pemakaian
hasil pengujian. Bagaimanapun juga kenyataan
keterbatasan ini harus dapat diterima sebab pengetahuan
sekarang ini tidak memberi alternatif yang tidak
merusak untuk menetapkan kualitas mikrobiologi dari
tiap bahan jadi dalam bets, dan merupakan pilihan yang
tidak layak untuk meningkatkan jumlah contoh secara
menonjol .
Tujuan utama dalam menunjang tuntutan bahwa suatu
bets bahan jadi yang harus steril memenuhi spesifikasi
yang terdiri dari manuscript tasi produksi aktual dan
rekaman sterilisasi suatu bets, dan rekaman validasi
sebagai tambahan yang menyatakan bahwa proses
sterilisasi memiliki kemampuan untuk menginaktifkan
secara total beban mikroba yang ada pada produk
jadi atau suatu tantangan yang lebih resisten. Selanjutnya,
harus ditunjukkan bahwa tiap langkah proses yang
melibatkan produk terpapar sesudah proses sterilisasi
harus dilakukan secara aseptik untuk mencegah
kontaminasi. Jika data berasal dari pengkajian validasi
proses jaminan sterilitas produsen dan dari data
pengendalian dalam proses yang telah dinyatakan dapat
memberi jaminan yang lebih menyakinkan bahwa bets
ini memenuhi kemungkinan yang kecil untuk
mengadung unit terkontaminasi yang dikehendaki
(bandingkan dengan hasil uji sterilitas dari satuan akhir
yamg diambil dari bets bersangkutan), maka tiap procedure
uji sterilitas yang diadopsi mungkin minimal, atau tidak
diperlukan secara rutin. Bagaimanapun, anggapan bahwa
semua kriteria produksi yang ini di atas dipenuhi,
masih diperlukan uji sterilitas terhadap contoh dari bets
bahan jadi. Uji sterilitas ini biasanya dilakukan
segera sesudah bets ini diproduksi sebagai suatu uji
pengendalian kualitas produk akhir.
Uji sterilitas yang dilakukan dengan cara ini dalam
rangka pengendalian produksi tidak boleh disalahartikan
dengan yang tertera pada Uji Sterilitas <71>. Cara yang
rinci bisa saja sama, seperti pada media, inokula dan
penanganan contoh, namun jumlah satuan dan/atau waktu
inkubasi yang dipilih dapat berbeda. Jumlah contoh yang
dipilih harus sebanding dengan tujuan yang diinginkan,
umpamanya sehubungan dengan jumlah yang
dikemukakan lebih atau kurang disesuaikan dengan uji
sterilitas dalam konteks dari semua perlakuan untuk
jaminan sterilitas pada produsen. Juga, perpanjangan
waktu inkubasi dapat membuat pengujian menjadi lebih
sensitif untuk mikroba yang lambat tumbuh. Dalam uji
sterilitas media, mikroba lambat tumbuh ini ,
terutama jika diisolasi dari beban mikroba dari produk,
harus disertakan dengan uji pewarnaan lain. Hasil uji
sterilitas yang negatif atau yang memuaskan, hanya
berguna sebagai penunjang lanjutan bagi kenyataan yang
berhubungan dengan kualitas dari bets; jika semua
rekaman produksi dalam keadaan yang teratur yang
berhubungan erat dengan bets yang ada, maka proses
sterilisasi atau aseptik jelas efektif. Bagaimanapun, hasil
uji yang tidak memuaskan, dalam pengendalian kualitas
produksi, menampilkan suatu pertanda diperlukannya
langkah selanjutnya (seperti tertera pada Kinerja,
Pengamatan dan Penafsiran Hasil).
DEFINISI BETS DAN SELEKSI CONTOH UNTUK
UJI STERILITAS
Bahan dapat disterilisasi akhir baik di dalam suatu
bejana maupun melalui suatu proses berkesinambungan.
Pada proses dalam bejana beberapa bahan disterilisasi
secara bersamaan pada kondisi terkendali, misalnya,
dalam suatu otoklaf, sesampai untuk tujuan uji sterilitas,
bets ini dianggap sebagai isi dari suatu bejana
tunggal. Pada proses berkesinambungan, bahan
disterilkan secara tersendiri dan berurutan, misalnya,
dengan memberi radiasi berkas elektron, sesampai
bets dianggap tidak lebih besar dari jumlah keseluruhan
contoh serupa seperti ditunjukkan pada sterilisasi yang
seragam selama jangka waktu tidak lebih dari 24 jam.
Pada pengisian secara aseptik, istilah pelaksanaan
pengisian dimaksudkan suatu kelompok wadah akhir,
dalam segala hal yaitu identik, yang telah diisi secara
aseptik dengan produk yang sama dari bahan setengah
jadi dalam periode waktu tidak lebih dari 24 jam
berurutan tanpa berhenti atau penggantian yang dapat
mempengaruhi integritas rakitan pengisian. Contoh yang
diuji harus dapat mewakili tiap rakitan pengisian dan
harus diseleksi pada selang waktu yang sesuai secara
menyeluruh pada semua pelaksanaan pengisian. Jika
lebih dari tiga mesin pengisi, setiap mesin memiliki
tempat pengisian tunggal atau ganda, dipakai untuk
pengisian bets tunggal, minimum 20 wadah terisi (tidak
kurang dari 10 per media), harus diuji untuk tiap mesin
pengisi, namun yang diperlukan biasanya jumlah total
tidak perlu melebihi 100 wadah.
Untuk bets kecil, dalam hal pengisian aseptik atau
sterilisasi akhir, jika jumlah wadah akhir dalam bets
antara 20 dan 200, biasanya lebih kurang 10% dari
wadah harus diuji. Jika jumlah akhir dalam bets yaitu 20
atau kurang, tidak kurang dari dua wadah akhir harus
diuji.
Kinerja, Pengamatan dan Penafsiran Hasil
Fasilitas untuk uji sterilitas harus diusahakan
sedemikian rupa sampai tidak memberi mikroba
tantang yang lebih besar dari bahan yang diuji jika
dibandingkan oleh seorang yang memiliki keahlian tinggi
dibidang teknik aseptik. Rekaman kinerja uji dari penguji
ini harus dimanuscript tasi.
Penanganan aseptik ekstensif yang diperlukan untuk
pelaksanaan uji sterilitas dapat menghasilkan probabilitas
kontaminasi yang tidak berkaitan dengan produk yang
dinyatakan dengan 10-3, suatu tingkat yang sama dengan
efisiensi pelaksanaan aseptik secara menyeluruh dan
dapat dibandingkan dengan probabilitas mikroba hidup
dari bahan yang diproses secara aseptik. Tingkat
probabilitas ini secara menonjol lebih besar dari yang
umum berlaku bagi proses sterilisasi akhir, yaitu 1 dalam
sejuta atau 10-6 probabilitas mikroba hidup. Sebaiknya,
bahan jadi yang diketahui steril harus secara berkala
diperlakukan sebagai kontrol negatif, sebagai alat kendali
procedure uji yang dapat dipercaya. Sebaiknya teknisi
yang melaksanakan pengijian harus tidak mengetahi
bahwa mereka melakukan uji kontrol negatif. Dari uji ini
diinginkan suatu hasil positif palsu secara berkala tidak
melebihi 2%.
Untuk bahan yang diproses secara aseptik, fakta ini
mendukung pemakaian secara rutin uji yang tertera pada
Uji Sterilitas <71> atau yang lebih rinci. manuscript tasi
produksi dan validasi harus lengkap dan dapat diterima.
Bagaimanapun juga untuk produk yang mengalami
sterilisasi akhir secara efektif, probabilitas mikroba hidup
lebih rendah dapat menuntun pemakaian uji yang kurang
ekstensif daripada procedure yang ditetapkan pada Uji
Sterilitas <71>, atau bahkan dapat menghindari
keharusan untuk melaksanakan salah satunya. Tambahan
jaminan sterilitas dari sterilisasi akhir yang dapat
dipercaya tergantung pada proses sterilisasi yang
divalidasi dan dimanuscript tasi secara baik. Uji sterilisasi
sendiri tidak dapat diganti.
Penafsiran hasil uji pengawasan mutu Tanggung
jawab menyeluruh untuk melakukan satuan uji dan
penafsiran hasil uji berkaitan dengan diterima atau
ditolaknya suatu bets harus berada di tangan petugas yang
telah mendapat latihan formal yang sesuai di bidang
mikrobiologi dan memiliki pengetahuan di bidang
sterilisasi industri, proses aseptik dan konsep statistik
pengambilan contoh. Petugas seperti ini harus juga
menguasai masalah program pengawasan lingkungan
dalam fasilitas uji untuk menjamin agar kualitas
mikrobiologi udara dan permukaan kerja kritis dapat
diterima secara konsisten.
Uji sterilitas pengawasan mutu (baik yang sesuai
dengan uji penentu yang resmi maupun uji yang
dimodifikasi) dapat dilakukan dengan dua tahap terpisah
sedemikian rupa sampai meniadakan hasil positif palsu.
Tahap pertama Dengan mengabaikan rencana
pengambilan contoh yang dipakai , jika tidak terbukti
adanya pertumbuhan mikroba, hasil uji dapat dipakai
sebagai petunjuk tidak adanya kontaminasi intrinsik dari
bets bersangkutan.
Jika ada pertumbuhan mikroba, lanjutkan pada
Tahap kedua.
Tahap kedua Jika terjadi pertumbuhan mikroba,
lakukan uji Tahap kedua (kecuali jika uji Tahap pertama
dinyatakan tidak absah). Bukti yang menyatakan bahwa
uji Tahap pertama tidak absah sampai mengulanginya
sebagai suatu uji Tahap pertama dapat diperoleh dari
pengkajian catatan uji lingkungan dan catatan yang
relevan. Penemuan pertumbuhan mikroba pada kontrol
negatif tidak perlu dipertimbangkan sebagai dasar satu-
satunya untuk menyatakan uji Tahap pertama tidak
absah. Jika melakukan uji Tahap kedua, terutama jika
tergantung dari hasil uji untuk pelepasan bets, mulai dan
manuscript tasikan suatu kajian menyeluruh dari semua
rekaman produksi dan pengawasan yang berlaku secara
bersamaan. Pada pengkajian ini perlu diberikan perhatian
kepada hal berikut:
(1) Pemeriksaan rekaman pemantauan siklus sterilisasi
yang divalidasi yang diterapkan pada produk.
(2) Riwayat uji sterilitas yang berhubungan dengan
produk tertentu, baik untuk contoh jadi dan masih dalam
proses maupun rekaman sterilisasi alat penunjang, wadah,
penutup dan komponen steril, jika ada.
(3) Data pengawasan lingkungan, termasuk yang
diperoleh dari pengisian media, lempeng yang terpapar,
data penyaringan, tiap rekaman sanitasi dan data
pemantauan mikroba dari pekerja, pakaian kerja, sarung
tangan dan cara berpakaian.
Jika tidak berhasil menelusuri dan pengkajian ini
di atas, maka gambaran mikroba produk yang berlaku
harus diperiksa memakai gambaran riwayat adanya
kemungkinan perubahan. Rekaman harus diperiksa secara
bersamaan untuk tiap perubahan dalam sumber
komponen produk dan/atau procedure proses yang sedang
berlangsung yang mungkin ikut berperan. Tergantung
kepada temuan, dan dalam hal yang ekstrim, perlu
diberikan pertimbangan untuk revalidasi seluruh proses
pembuatan. Pada Tahap kedua tidak mungkin untuk
menentukan jumlah tertentu contoh yang diuji. Biasanya
yaitu mengambil jumlah contoh sebanyak dua kali dari
Tahap pertama pada uji sterilitas, atau jumlah lain yang
layak. Volume minimum yang diuji dari tiap contoh,
media dan masa inkubasi sama seperti tertera pada Tahap
pertama.
Jika tidak ada pertumbuhan pada Tahap kedua,
dan manuscript pengkajian dari rekaman yang sesuai dan
pemeriksaan produk yang bersangkutan tidak menunjang
kemungkinan kontaminasi intrinsik, bets dapat
dinyatakan memenuhi persyaratan Uji sterilitas <71>.
Jika ada pertumbuhan, bets bersangkutan tidak
memenuhi persyaratan uji. Seperti yang dinyatakan pada
uji Tahap pertama, uji Tahap kedua dapat dinyatakan
tidak absah dengan bukti yang cukup, dan jika terjadi,
ulangi seperti Tahap kedua.
VALIDASI procedure DALAM
FARMAKOPE
procedure pengujian yang dipakai untuk menilai tingkat
mutu bahan dan sediaan farmasi yang ada dalam
farmakope memerlukan berbagai persyaratan.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini
mempersyaratkan metode yang dipakai untuk menilai
kesesuaian mutu bahan dan sediaan farmasi terhadap
spesifikasi yang telah ditetapkan harus telah dibuktikan
akurasi dan reliabilitasnya.
Pemakai metode-metode analitik yang tertera dalam
farmakope tidak dipersyaratkan untuk memvalidasi
akurasi dan reliabilitas namun cukup memverifikasi
kesesuaiannya pada kondisi nyata pemakaian nya.
Sesuai dengan status legal farmakope, maka procedure
baru yang akan diajukan untuk adopsi atau revisi
procedure yang sudah ada harus didukung oleh data
laboratorium yang memadai.
PENYERAHAN KE PANITIA FARMAKOPE
Penyerahan procedure analisa baru atau yang direvisi
kepada Panitia Farmakope harus disertai dengan
informasi yang cukup untuk dapat dievaluasi. Secara
umum, evaluasi meliputi penilaian kejelasan dan
kelengkapan uraian procedure analisa , penetapan
kebutuhan akan procedure , dan bukti termanuscript tasi
terhadap validasi yang telah dilakukan. Informasi dapat
beragam, tergantung pada jenis metode yang dipakai .
Namun pada biasanya informasi mencakup hal-hal
berikut:
Dasar pemikiran Bagian ini harus mencantumkan
kebutuhan procedure dan uraian kemampuan procedure
khusus yang diusulkan dan alasan pemilihan procedure ini
dibandingkan procedure lain. Untuk procedure yang direvisi
harus disertai dengan perbandingan yang menampilkan
kelemahan procedure yang masih berlaku dan keunggulan
yang dimiliki oleh procedure yang diusulkan.
procedure analisa yang diusulkan Pada bagian ini,
procedure analisa harus diuraikan secara lengkap dan rinci
sesampai personal terlatih mampu melakukan replikasi
pengujian yang sama. Uraian procedure harus meliputi
semua parameter operasional yang penting dan instruksi
khusus seperti penyiapan pereaksi, pelaksanaan uji
kesesuaian sistem, uraian blangko yang dipakai ,
peringatan, dan formula yang jelas untuk perhitungan
hasil pengujian.
Unsur data Bagian ini harus berisi manuscript yang
lengkap dan menyeluruh dari kajian validasi procedure
analisa . Termasuk didalamnya rangkuman data
pengujian dan perhitungan yang mendukung setiap
karakteristik kinerja analisa yang dipakai .
Karakteristik kinerja analisa yang dimaksud akan
diuraikan pada bab berikut.
Validasi Validasi suatu procedure analisa yaitu proses
yang ditetapkan melalui kajian laboratorium bahwa
karakteristik kinerja procedure ini telah memenuhi
persyaratan sesuai dengan tujuan pemakaian nya. Jenis
karakteristik kinerja analitik yang diuraikan dalam
manuscript ini dapat dilihat dalam Tabel 1. sebab
pandangan dan pengertian akan terminologi sering
berbeda, maka masing-masing karakteristik kinerja
analitik akan diuraikan dan didefinisikan secara khusus
dalam bab berikutnya.
Tabel 1
Karakteristik kinerja analitik yang dipakai
dalam validasi metode
Akurasi
Presisi
Spesifisitas
Batas Deteksi
Batas Kuantitasi
Linearitas
Rentang
Ketegaran
Revalidasi Revalidasi perlu dilakukan dalam masalah
berikut: penyerahan procedure analisa yang direvisi
kepada Panitia Farmakope, atau pemakaian suatu
procedure umum yang telah ditetapkan pada produk baru
atau bahan baku baru.
Menurut manuscript ”International Conference on
Harmonization” (ICH) revalidasi perlu dilakukan jika
terjadi : perubahan dalam sintesis senyawa obat,
perubahan dalam komposisi sediaan farmasi, dan
perubahan dalam procedure analisa .
Karakteristik Analitik
AKURASI suatu procedure analisa yaitu tingkat
kedekatan antara hasil pengujian dengan procedure yang
sedang divalidasi terhadap nilai yang benar. Akurasi
procedure analisa harus ditetapkan meliputi rentang nilai
benar ini .
Penetapan Dalam masalah pengujian senyawa obat,
akurasi ditetapkan dengan penerapan procedure anal