isa
ini pada analit yang diketahui kemurniannya
(misalnya bahan pembanding) atau dengan
pembandingan hasil analisa dengan procedure lain yang
telah ditetapkan akurasinya.
Dalam masalah pengujian senyawa obat dalam produk
formulasi, akurasi dapat ditetapkan dengan penerapan
procedure ini pada campuran sintetik komponen
sediaan farmasi yang ke dalamnya telah ditambahkan
beberapa analit dalam suatu rentang kadar tertentu. Jika
hal ini tidak dimungkinkan untuk memperoleh
semua komponen sediaan farmasi ini , maka akurasi
ditetapkan dengan menetapkan kadar analit yang
ditambahkan dan diketahui jumlahnya ke dalam sediaan
farmasi atau membandingkan hasil penetapan dengan
suatu procedure yang telah diketahui akurasinya.
Dalam hal analisa kuantitatif cemaran, akurasi ditetapkan
terhadap sampel (senyawa obat atau sediaan farmasi)
yang telah ditambahkan beberapa tertentu cemaran. Jika
cemaran atau produk degradasi tidak mungkin diperoleh,
maka akurasi ditetapkan dengan membandingkan hasil
analisa terhadap hasil pengujian procedure lain yang telah
diakui. Jika tidak ada informasi lain, dimungkinkan untuk
menghitung jumlah cemaran berdasarkan perbandingan
respons dengan respons senyawa obat. Rasio antara
respons beberapa sama cemaran dengan senyawa obat
(faktor respons relatif) dapat dipakai jika telah
diketahui.
Akurasi dihitung sebagai persentase perolehan kembali
dari penetapan beberapa analit yang ditambahkan dan
diketahui jumlahnya kedalam sampel, atau sebagai selisih
antara hasil rata-rata dengan hasil benar yang diterima
bersama dengan batas kepercayaannya.
manuscript ICH merekomendasikan bahwa akurasi
ditetapkan dengan memakai minimal 9 penetapan
meliputi 3 tingkat konsentrasi berbeda yang telah
ditetapkan (misalnya 3 konsentrasi dan 3 replikasi untuk
masing-masing konsentrasi).
Penilaian akurasi dapat dilakukan dengan berbagai cara,
termasuk menilai persen perolehan kembali dari berbagai
rentang pengujian, atau menilai linearitas hubungan
antara konsentrasi yang dihitung terhadap konsentrasi
sebenarnya. Arah garis lurus hubungan ini harus
sekitar 1,0 atau mendekati 1,0. Dalam masalah lain, interval
kedekatan harus ditetapkan terlebih dahulu dalam
protokol validasi. Kriteria penerimaan akurasi sangat
tergantung kepada jenis pengujian dan keragaman serta
sediaan yang diuji.
PRESISI procedure analisa yaitu tingkat kedekatan
diantara hasil uji individu bila procedure diterapkan
berulangkali terhadap sampling ganda atau sampel yang
homogen. Presisi biasanya dinyatakan sebagai simpangan
baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi) dari
satu seri pengukuran. Presisi merupakan ukuran tingkat
reprodusibilitas atau repetabilitas procedure analisa dalam
kondisi kerja normal. Dalam kaitan ini reprodusibilitas
mengacu pada pemakaian procedure analisa di beberapa
laboratorium yang berbeda. Presisi antara (dikenal juga
sebagai ”ruggedness”), menyatakan keragaman dalam
laboratorium yang dilakukan pada hari yang berbeda atau
oleh analis yang berbeda atau peralatan yang berbeda di
laboratorium yang sama. Repetabilitas mengacu pada
pemakaian procedure analisa dalam laboratorium yang
sama dalam periode waktu yang singkat oleh analis yang
sama dengan peralatan yang sama.
Penetapan Presisi procedure analisa ditetapkan dengan
menentukan kadar beberapa memadai dari larutan sampel
homogen beberapa kali, sesampai hasil pengujian dapat
dihitung secara statistik perkiraan yang sah dari
simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien
variasi). Penetapan kadar dalam kaitan ini yaitu analisa
bebas terhadap sampel yang dilakukan secara lengkap
mulai dari penyiapan sampel sampai diperoleh hasil akhir
pengujian.
manuscript ICH merekomendasikan bahwa repetabilitas
ditentukan dengan memakai minimal 9 penetapan
meliputi suatu rentang konsentrasi khusus untuk procedure
(misalnya 3 konsentrasi dan 3 replikasi untuk masing-
masing konsentrasi, atau minimal 6 penetapan pada
konsentrasi uji 100%)
SPESIFISITAS manuscript ICH mendefinisikan
spesifisitas sebagai kemampuan menguji secara tepat
suatu analit dengan adanya komponen lain dan
diperkirakan ada sebagai cemaran, hasil degradasi, dan
matriks sampel. Ketiadaan spesifisitas dari procedure
analisa dapat diatasi dengan pemakaian procedure
analitik pendukung. [Catatan Beberapa organisasi
internasional memakai istilah selektivitas untuk
menggantikan spesifisitas.] Untuk menjelaskan definisi di
atas dapat dipakai implikasi berikut:
Uji identifikasi procedure harus menjamin identitas
analit.
Uji kemurnian procedure harus menjamin dalam
penetapan akurat kandungan cemaran dalam analit
(seperti senyawa sejenis, batas logam berat, cemaran
organik mudah menguap).
Penetapan kadar procedure harus menjamin dan
memberi pernyataan akurat pada kadar atau potensi
analit dalam sampel.
Penetapan Dalam masalah analisa kualitatif (uji
identifikasi) maka procedure harus menampilkan
kemampuan untuk memilih antara senyawa-senyawa
yang berkaitan erat dengan strukturnya. Ini dapat
dikonfirmasi dengan memperoleh hasil positif dari
sampel yang mengandung analit dibandingkan dengan
hasil negatif dari sampel yang tidak mengandung analit,
dan dikonfirmasi bahwa hasil positif ini tidak
diperoleh dari bahan-bahan yang berstruktur sama atau
berdekatan dengan analit.
Dalam masalah procedure untuk cemaran, spesifisitas
dilakukan dengan menetapkan beberapa tertentu cemaran
yang ditambahkan pada senyawa obat atau sediaan
farmasi, dan hasilnya menampilkan cemaran ini
ditetapkan dengan akurasi dan presisi yang memadai.
Dalam masalah penetapan kadar, spesifisitas dapat
ditunjukkan dengan tidak adanya pengaruh cemaran atau
eksipien pada procedure . Pada prakteknya, hal ini dapat
dilakukan dengan cara menambahkan beberapa cemaran
atau eksipien pada senyawa obat atau sediaan dan hasil
penetapan kadar tidak dipengaruhi oleh adanya bahan-
bahan dari luar ini .
Jika baku cemaran atau hasil urai tidak tersedia, maka
spesifisitas ditunjukkan dengan membandingkan hasil
analisa sampel yang mengandung cemaran atau hasil
urai terhadap hasil procedure lain yang sudah divalidasi.
Pembandingan hasil analisa meliputi juga sampel yang
disimpan pada kondisi perlakuan yang relevan (misalnya
pengaruh cahaya, panas, lembab, hidrolisis asam/basa,
dan oksidasi). Dalam masalah uji kemurnian kromatografi,
maka profil cemaran harus dibandingkan.
manuscript ICH menyatakan jika dipakai procedure
kromatografi, maka kromatogram harus disertakan untuk
menampilkan derajat selektivitasnya, dan puncak harus
diberi tanda. Uji kemurnian puncak (dengan ”Diode
Array” atau Spektrometri Massa) dapat dipakai untuk
menampilkan bahwa puncak kromatogram analit tidak
mengandung komponen lain
BATAS DETEKSI yaitu karakteristik uji batas. Ini
merupakan konsentrasi terendah analit dalam sampel
yang dapat dideteksi, namun tidak perlu kuantitatif dalam
kondisi percobaan yang ditentukan. Uji batas semata-
mata menunjang bahwa konsentrasi analit di bawah atau
di atas aras tertentu. Batas deteksi biasanya dinyatakan
sebagai konsentrasi analit (misalnya persen, bpj, bpm)
dalam sampel.
Penetapan Untuk procedure non-instrumental, batas
deteksi biasanya ditetapkan dengan analisa sampel yang
mengandung analit dalam kadar yang diketahui dan
menentukan kadar analit terendah yang dapat dideteksi
dengan baik.
Untuk procedure instrumental, pendekatan yang sama
dapat dipakai dengan procedure non-instrumental.
Dalam masalah procedure yang diserahkan untuk
dipertimbangkan sebagai procedure farmakope resmi,
semuanya tidak pernah ditentukan batas deteksinya secara
tepat. Batas deteksi cukup ditunjukkan rendah dengan
analisa sampel yang mengandung kadar analit di atas
atau di bawah batas deteksi yang dipersyaratkan.
Dalam masalah procedure analisa instrumental yang
menujukkan adanya gangguan latar belakang, manuscript
ICH menguraikan pendekatan umum dengan
membandingkan hasil pengukuran ”signal” dari sampel
dengan konsentrasi analit rendah yang diketahui dengan
”signal” sampel blangko. Konsentrasi minimum analit
yang masih dapat dideteksi dapat ditentukan pada
perbandingan ”signal to noise” 2:1 atau 3:1. Pendekatan
lain tergantung pada penetapan arah garis kurva kalibrasi
dan standar deviasi respons. Selanjutnya batas deteksi
dapat divalidasi dengan menganalisa beberapa sampel
yang diketahui kadarnya mendekati atau dipersiapkan
pada batas deteksinya.
BATAS KUANTITASI yaitu karakteristik penetapan
kuantitatif pada aras rendah dari senyawa dalam matriks
sampel, seperti cemaran dalam senyawa obat ruahan dan
hasil degradasi dalam sediaan farmasi akhir. Batas
kuantitasi yaitu konsentrasi terendah dari analit dalam
sampel yang ditetapkan dengan akurasi dan presisi yang
dapat diterima dalam kondisi percobaan yang telah
ditetapkan. Batas kuantitasi dinyatakan sebagai
konsentrasi analit (misalnya persen,bpj, bpm) dalam
sampel.
Penetapan Untuk metode non-instrumental, batas
kuantitasi biasanya ditetapkan dengan melakukan
analisa sampel yang mengandung analit dalam jumlah
yang diketahui dan menetapkan kadar terendah analit
yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang
dapat diterima.
Untuk procedure instrumental, pendekatan yang sama
dapat dipakai seperti pada procedure non-instrumental.
Dalam masalah procedure yang diserahkan untuk
dipertimbangkan sebagai procedure resmi, tidak perlu
menentukan batas kuantitasi. Biasanya batas kuantitasi
ditetapkan dengan menganalisa sampel dengan
konsentrasi analit di atas atau di bawah aras
kuantitasinya.
Dalam masalah procedure analisa instrumental yang
menampilkan adanya gangguan latar belakang, manuscript
ICH menguraikan pendekatan umum dengan
membandingkan hasil pengukuran ”signal” dari sampel
yang mengandung analit kadar rendah dengan hasil
pengukuran ”signal” sampel blangko. Konsentrasi
minimum analit dapat ditentukan pada perbandingan
”signal to noise” 10:1. Pendekatan lain tergantung pada
penentuan arah garis kurva kalibrasi dan standar deviasi
dari respons. Selanjutnya batas kuantitasi divalidasi
dengan analisa terhadap beberapa sampel yang
mengandung analit mendekati atau dipersiapkan
mengandung analit pada batas kuantitasinya.
LINEARITAS DAN RENTANG
Linearitas yaitu kemampuannya untuk menampilkan
hasil uji yang secara langsung atau dengan melalui
transformasi matematik yang tepat proporsional terhadap
konsentrasi analit dalam sampel dalam rentang yang
diberikan. Dalam kaitan ini linearitas mengacu pada
hubungan linear antara konsentrasi dan hasil pengukuran
pengujian. Dalam beberapa masalah , untuk mencapai
linearitas, konsentrasi atau hasil pengukuran dapat
ditransformasi dalam bentuklogaritma, akar kuadrat,
resiprokal, atau bentuk transformasi lainnya. Jika
linearitas tidak dicapai, maka hubungan non-linear dapat
dipakai .
Rentang yaitu interval antara batas tertinggi dan batas
terendah dari kadar analit yang telah dibuktikan, dapat
ditentukan dengan presisi, akurasi dan linearitas yang
sesuai memakai procedure analisa yang ditetapkan.
Rentang biasanya dinyatakan dalam satuan yang sama
dengan hasil uji (misalnya persen, bpj, bpm) yang
diperoleh dengan procedure analisa ini.
Penetapan Linearitas dapat ditentukan sepanjang rentang
procedure analisa . Awalnya linearitas digambarkan secara
visual antara ”signal” sebagai fungsi dari konsentrasi
analit. Jika terlihat ada hubungan yang linear, hasil uji
dapat ditentukan dengan metode statistik yang memadai
(misalnya dengan perhitungan garis regresi kuadrat
terkecil). Data dari garis regresi dapat membantu untuk
menunjukan perkiraan derajat linearitas, seperti koefisien
korelasi, perpotongan sumbu y, arah garis regresi dan
jumlah kuadrat residu garis regresi yang dapat diterima.
Rentang procedure divalidasi dengan membuktikan bahwa
procedure analisa memberi presisi, akurasi dan
linearitas yang dapat diterima ketika diterapkan pada
sampel yang mengandung analit pada konsentrasi ekstrim
yang berada pada rentang.
ICH merekomendasikan bahwa linearitas ditetapkan
dengan memakai minimal 5 konsentrasi yang
dipakai secara normal. Dan juga direkomendasikan
rentang minimum yang dipakai sebagai berikut:
Penetapan kadar senyawa obat (atau sediaan farmasi
akhir): dari 80% sampai 120% dari konsentrasi uji.
Penetapan cemaran: dari 50% sampai 120% dari
kriteria penerimaan.
Untuk Keseragaman kandungan: minimal 70% sampai
130% dari konsentrasi uji (sangat tergantung pada sifat
alami bentuk sediaan).
Untuk Uji Disolusi: +20% dari rentang spesifik
(misalnya pada sediaan pelepasan terkendali, sesudah
1 jam 20%, dan sesudah 24 jam lebih dari 90%, maka
rentangnya dari 0% - 110% dari konsentrasi yang
dinyatakan pada etiket).
Ketegaran yaitu ukuran kemampuan procedure untuk
tetap bertahan dan tidak terpengaruh oleh keragaman
kecil yang disengaja pada parameter procedure yang
ada dalam manuscript . Ketegaran dapat ditentukan
pada waktu pengembangan procedure analisa .
Kesesuaian Sistem
Jika pengukuran dapat dipengaruhi oleh keragaman
kondisi analisa , maka perlu adanya pengawasan yang
memadai atau pernyataan peringatan yang tertulis dalam
procedure . Salah satu konsekuensi dari pengujian
ketegaran yaitu parameter kesesuaian sistem yang perlu
ditetapkan untuk menjamin validitas procedure agar tetap
bertahan selama dipakai . Keragaman yang umum
yaitu stabilitas larutan analisa , perbedaan peralatan, dan
perbedaan analis. Dalam hal kromatografi cair,
keragaman yang umum yaitu pH tahap gerak, komposisi
tahap gerak, perbedaan lot kolom atau pemasok kolom,
suhu dan laju alir tahap gerak. Dalam hal kromatografi gas,
variasi yang umum yaitu perbedaan lot kolom atau
pemasok kolom, suhu dan laju alir tahap gerak.
Uji Kesesuaian Sistem berdasarkan pada konsep bahwa
peralatan, elektronik, kerja analitik dan sampel
merupakan satu sistem yang terpadu yang harus
dievaluasi. Parameter kesesuaian sistem yang harus
ditetapkan tergantung pada jenis procedure yang akan
dievaluasi. Kesesuaian sistem sangat penting dalam hal
procedure kromatografi. Penyerahan pada Panitia
Farmakope hendaknya dilengkapi dengan persyaratan
kesesuaian sistem seperti tertera pada Kromatografi
<931>.
Unsur Data yang Diperlukan untuk Validasi
Persyaratan pengujian farmakope beragam, mulai dari
penetapan analisa tingkat kepastian tinggi sampai
evaluasi terhadap karakteristik. Setiap procedure analisa
yang berbeda memerlukan skema validasi yang berbeda.
Bagian ini hanya mencakup kategori pengujian secara
umum yang memsyaratkan data validasi. Kategori-
kategori ini yaitu sebagai berikut:
Kategori I procedure analisa untuk penetapan kadar
komponen utama dalam bahan baku obat atau bahan aktif
(termasuk pengawet) dalam sediaan obat jadi.
Kategori II procedure analisa untuk penetapan cemaran
dalam bahan baku obat atau senyawa hasil degradasi
dalam sediaan obat jadi. procedure ini terdiri dari
penetapan kuantitatif dan uji batas.
Kategori III procedure analisa untuk penetapan karakteristik
kinerja sediaan (misalnya disolusi, pelepasan obat).
Kategori IV procedure analisa untuk identifikasi.
Untuk setiap kategori diperlukan informasi analitik yang
berbeda. Tabel 2 mencantumkan unsur data yang
diperlukan untuk setiap kategori.
Tabel 2 Unsur data yang dibutuhkan untuk validasi procedure analisa
Karakteristik kinerja analitik
Kategori I
Kategori II
Kategori III
Kategori IV Kuantitatif Uji batas
Akurasi Ya Ya * * Tidak
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak
Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya
Batas Deteksi Tidak Tidak Ya * Tidak
Batas Kuantitasi Tidak Ya Tidak * Tidak
Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak
Rentang Ya Ya * * Tidak
Catatan :
* Mungkin dipersyaratkan tergantung pada sifat khusus dari uji
procedure umum yang sudah pasti (seperti penetapan
kadar air secara titrimetri, penetapan endotoksin bakteri)
harus diverifikasi untuk memastikan kesesuaian
pemakaian , seperti akurasinya (dan tidak ada pengaruh
lain) jika dipakai untuk sediaan atau bahan baku baru.
Validitas suatu procedure analisa hanya dapat dibuktikan
melalui kajian laboratorium. Oleh sebab itu kelengkapan
manuscript tasi dari setiap pengujian merupakan suatu
persyaratan dasar dalam menentukan kesesuaian procedure
itu dengan tujuan pemakaian nya. procedure dalam
farmakope harus menampilkan hasil yang sesuai dalam
kondisi nyata, oleh sebab itu perlu dilakukan verifikasi.
VERIFIKASI procedure DALAM
FARMAKOPE <1382>
Bab ini bertujuan memberi informasi mengenai
verifikasi procedure dalam farmakope yang dilakukan
pertama kali untuk memperoleh hasil yang dapat diterima
dengan memakai penguji, peralatan dan pereaksi
yang tersedia. Bab ini bukan untuk aplikasi retroaktif
procedure laboratorium yang sudah ada. Bab Validasi
procedure dalam Farmakope <1381> memberi
informasi umum karakteristik yang harus
dipertimbangkan untuk kategori uji yang beragam dan
manuscript tasi sebaiknya mengikuti procedure analisa yang
ada dalam farmakope. Verifikasi meliputi penilaian
terhadap karakteristik yang dipilih seperti yang diuraikan
pada bab Validasi procedure dalam Farmakope <1381>.
Untuk menghasilkan kesesuaian, data yang relevan lebih
baik daripada pengulangan proses validasi.
Pemakai procedure analisa farmakope tidak perlu
melakukan validasi procedure untuk pertama kali
dipakai di laboratorium, namun harus ada bukti
termanuscript tasi yang sesuai pada kondisi nyata yang
dipakai .
Verifikasi procedure mikrobiologi tidak termasuk dalam
bab ini, sebab telah tercantum dalam Uji Efektivitas
Pengawet Antimikroba <61>, Uji Batas Mikroba <51>,
dan Uji Sterilitas <71>.
PROSES VERIFIKASI
Pemakai harus sudah memiliki pengalaman,
pengetahuan dan pelatihan yang cukup untuk dapat
memahami dan melakukan procedure analisa seperti yang
tertulis. Verifikasi yang dilakukan oleh Pemakai akan
memberi keyakinan bahwa procedure farmakope telah
sesuai dengan tujuannya.
Jika verifikasi procedure farmakope tidak berhasil dan
tidak ada pemecahan masalah ini, dapat disimpulkan
bahwa procedure yang dipakai tidak sesuai dengan
sampel yang sedang diuji di laboratorium ini .
Selanjutnya perlu dilakukan pengembangan dan validasi
procedure alternatif mengikuti ketentuan umum. procedure
alternatif
dapat dikirimkan ke Panitia Farmakope bila disertai data
yang sesuai, untuk mendukung usulan penambahan atau
penggantian procedure yang sedang berlaku.
Persyaratan verifikasi hendaknya didasarkan pada
penilaian kompleksitas, baik pada procedure maupun
bahan pada saat procedure diterapkan. Walaupun
revalidasi procedure farmakope secara lengkap tidak
dipersyaratkan untuk memverifikasi metode yang sesuai
dalam kondisi pemakaian , beberapa karakteristik pada
Tabel 2 bab Validasi procedure dalam Farmakope <1381>
dapat dipakai untuk proses verifikasi. Hanya beberapa
karakteristik yang dipakai untuk memverifikasi
procedure yang perlu dievaluasi. Tingkat kesulitan proses
verifikasi tergantung pada tingkat kemahiran dan
pengalaman Pemakai , jenis procedure dan alat yang
dipakai , tahapan procedure spesifik, dan sampel yang
diuji.
Sebagai contoh, pengujian spesifisitas merupakan
karakteristik kunci dalam melakukan verifikasi bahwa
suatu procedure farmakope dapat dipakai dalam
penetapan kadar bahan obat dan sediaannya. Misalnya,
spesifisitas yang dapat diterima untuk suatu metode
kromatografi dapat diverifikasi sesuai persyaratan
resolusi dalam kesesuaian sistem (jika dicantumkan
dalam procedure ). Akan namun bahan baku obat dari
pemasok yang berbeda mungkin akan memiliki profil
cemaran berbeda yang tidak tercantum dalam procedure
farmakope. Demikian juga bahan baku zat tambahan
dalam suatu sediaan dari pabrik yang berbeda dapat
sangat berbeda dan secara langsung dapat mempengaruhi
procedure atau menyebabkan pembentukan cemaran yang
procedure nya tidak tercantum dalam farmakope.
Disamping itu, sediaan yang mengandung zat tambahan,
antioksidan, dapar atau cemaran dari wadah dapat
mempengaruhi procedure farmakope. Dalam hal ini,
pengujian spesifisitas yang lebih sempurna mungkin
diperlukan untuk membuktikan kesesuaian procedure
terhadap bahan baku atau sediaan tertentu. Karakteristik
analitik lainnya seperti batas deteksi atau batas kuantitasi
dan presisi untuk procedure cemaran dapat dipakai
untuk menampilkan kesesuaian procedure farmakope
dengan kondisi sebenarnya.
Verifikasi tidak dipersyaratkan untuk procedure pengujian
farmakope baku yang dilakukan rutin kecuali ada indikasi
bahwa procedure farmakope ini tidak sesuai dengan
bahan yang diuji. Contoh procedure farmakope baku antara
lain: susut pengeringan, sisa pemijaran, beberapa
procedure kimia seperti bilangan asam, dan metode
instrumen sederhana misalnya pengukuran pH. Akan
namun pemakaian procedure yang sudah rutin dipakai
pada pengujian bahan untuk pertama kali, perlu
dilakukan verifikasi jika penanganan atau penyiapan
larutannya berbeda.
PEREAKSI, INDIKATOR
DAN LARUTAN
PEREAKSI, INDIKATOR DAN LARUTAN
Bagian ini membicarakan pereaksi dan larutan yang
dibutuhkan untuk uji dan penetapan kadar dalam
Farmakope.
Seperti dinyatakan dalam Ketentuan Umum, daftar
pereaksi, indikator dan larutan dalam Farmakope tidak
termasuk zat yang memiliki kegunaan terapi; jadi
dalam Farmakope dinyatakan dengan pereaksi atau mutu
pereaksi.
Pereaksi, indikator dan larutan, pada biasanya
dengan spesifikasi sesuai dengan pemakaian nya.
Kecuali zat yang dinyatakan dengan murni pereaksi;
dipakai zat dengan mutu pereaksi yang tersedia dalam
perdagangan. Kadang-kadang kata “untuk pengujian”
dicantumkan di belakang kata pereaksi, hal ini
menyatakan mutu yang sesuai untuk suatu pengujian.
Daftar ini juga mencakup pereaksi yang dibutuhkan
untuk menetapkan kualitas pereaksi lain. Untuk pereaksi
yang tidak tercantum dalam daftar, spesifikasi tercantum
dalam Baku Pembanding.
Untuk pengujian dan penetapan dalam Farmakope
tidak perlu mutu analisa (pro analisa), cukup merujuk
pada monografi yang tercantum dalam Farmakope.
Dalam hal ini harus diartikan bahwa spesifikasi ini
yaitu persyaratan minimum dan zat dengan spesifikasi
yang lebih murni dapat dipakai .
Nama pereaksi jika tidak tercantum dalam monografi
merujuk pada daftar pereaksi ini.
Pereaksi dan larutan harus disimpan dalam wadah
kaca atau bahan yang sesuai dan tertutup rapat. Petunjuk
untuk penyimpanan dalam wadah tidak tembus cahaya
harus diperhatikan.
Penutup wadah yang kontak dengan zat yang dapat
merusak atau menembus permukaannya harus diberi
lapisan film tipis atau pelicin, kecuali dilarang dalam
spesifikasi. Jika suatu merek atau sumber dari suatu zat
atau bagian dari alat atau nama dan alamat pabrik
dinyatakan (biasanya dalam catatan kaki) hal ini hanya
sebagai informasi untuk memudahkan, tidak mengikat.
Fotometri nyala dan serapan atom memerlukan
beberapa larutan baku ion logam. Pada masing-masing
monografi biasanya dilengkapi dengan cara pembuatan
larutan ini, dapat juga dipakai larutan baku dan ion
yang sesuai yang ada dalam perdagangan. Harus
dilakukan konfirmasi bahwa larutan ini sesuai
dengan data yang diberikan.
Pereaksi disingkat P yaitu suatu zat yang dipakai
sebagai pereaksi atau sebagai unsur pokok dari larutan.
Indikator yaitu pereaksi yang dipakai untuk
menyatakan titik akhir suatu reaksi kimia, untuk
mengukur kadar ion hidrogen (pH) atau untuk
menyatakan bahwa perubahan pH sudah terjadi. Ini
ada dalam daftar indikator dan kertas uji.
Larutan Dapar Seperti tertera pada Larutan Dapar.
Larutan Kolorimetrik disingkat LK yaitu larutan
yang dipakai dalam pembuatan baku kolorimetri
sebagai pembanding.
Larutan Pereaksi disingkat LP yaitu larutan dari
pereaksi dalam pelarut dan kadar tertentu yang sesuai
untuk pemakaian tertentu.
Larutan Volumetrik disingkat LV yaitu larutan
suatu pereaksi dengan kadar diketahui dan dibakukan
untuk dipakai terutama pada penetapan kuantitatif.
Kadar biasanya dinyatakan dalam normalitas.
Air Jika dalam uji untuk pereaksi atau dalam petunjuk
pembuatan larutan uji dan sebagainya dipakai air
tanpa kualifikasi khusus selalu memakai Air Murni
seperti tertera pada monografi Farmakope negara kita V.
Air bebas karbondioksida yaitu air murni yang telah
dididihkan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih dan
didiamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap
karbon dioksida dari udara. Air awaudara yaitu air
murni yang sudah dikurangi udara terlarut dengan cara
yang sesuai seperti dididihkan kuat-kuat selama 5 menit
dan didinginkan atau dengan memakai penggetar
ultrasonik.
Pelarut kromatografi dan gas pembawa Cara
kromatografi dalam Farmakope mensyaratkan
pemakaian pelarut atau gas yang sudah dimurnikan
secara khusus sesuai dengan pemakaian ya. Dengan
tujuan (a) untuk menghilangkan cemaran yang mungkin
mengganggu cara pengujian, atau (b) untuk
memperpanjang umur kolom dengan mengurangi
terbentuknya cemaran pada kolom. Jika disebut cairan
atau gas untuk kromatografi harus dipakai cairan atau
gas yang sesuai. Pelarut atau gas yang sesuai untuk
kromatografi cair kinerja tinggi atau kromatografi
lainnya tersedia sebagai produk khusus dari suatu
produsen, walaupun tidak ada jaminan bahwa produk
yang sama dari produsen lain sesuai dengan procedure
yang diberikan. Spesifikasi pereaksi untuk pemakaian
analisa pada biasanya untuk pelarut dan gas tidak
untuk pemakaian pada kromatografi, untuk ini perlu
dilakukan pemurnian secara khusus.
PEREAKSI
Untuk keperluan dari spesifikasi berikut, pakailah
definisi:
Blangko mengandung pereaksi dengan kuantitas dan
perlakuan yang sama seperti zat uji.
Kontrol yaitu blangko yang ditambahi zat uji dengan
jumlah tertentu atau larutan pembanding khusus yang
dibuat seperti tertera pada pengujian tertentu.
Angka yang tertulis sesudah simbol atau rumus kimia
menyatakan bobot atom atau bobot molekul.
Pembanding warna dan kekeruhan dibuat dalam tabung
pembanding warna yang sebanding atau sedekat
mungkin dalam hal diameter dalam dan hal-hal lain yang
perlu, seperti dinyatakan dalam Spektrofotometri dan
Hamburan Cahaya <1191>. Tabung ini biasa disebut
tabung Nessler.
Dalam melakukan pembandingan visual kekeruhan
cairan, atasi pengaruh perbedaan warna, jika perlu,
dengan melihat kekeruhan melalui kolom air, yang
kedalamannya ditentukan oleh volume tertentu seperti
yang dinyatakan pada spesifikasi masing-masing
pereaksi. Masukkan air ke dalam tabung pembanding
warna dan letakkan satu tabung di atas tabung kontrol
dan yang lain di bawah tabung larutan uji.
Jika dikatakan “sisihkan filtrat”, dan tidak dinyatakan
lain, berarti hasil pencucian residu tidak ditambahkan ke
dalam filtrat.
Pada pengujian kalsium, magnesium dan endapan
R2O3, pernyataan R2O3 dimaksudkan untuk menyatakan
sisa pemijaran dari endapan senyawa sesudah
penambahan amonium hidroksida, seperti pada Fe2O3
dan Al2O3.
UJI PEREAKSI
Metode pengujian umum berikut untuk menguji
pereaksi dalam menetapkan apakah sesuai dengan
spesifikasi dari pereaksi dan akan dipakai , kecuali
dinyatakan lain dalam spesifikasi.
Jarak Destilasi atau Jarak Didih Pereaksi
pakailah procedure berikut untuk menetapkan jarak
destilasi atau jarak didih pereaksi, kecuali dinyatakan
lain dalam spesifikasi masing-masing.
ALAT pakailah alat seperti pada Penetapan Jarak
Destilasi <1011> Metode I kecuali labu destilasi 250 ml
berleher pendek yang dihubungkan dengan pendingin
memakai tabung penghubung bercabang tiga
dengan penyambung yang diasah.
procedure Letakkan labu destilasi dengan posisi
tegak di atas papan abses berlubang dan hubungkan
dengan pendingin.
Ukur 100 ml cairan yang akan diuji dengan gelas
ukur, masukkan ke dalam labu, tambahkan batu didih.
pakailah gelas ukur untuk menampung destilat,
masukkan termometer, panaskan sampai laju destilasi
antara 3 ml dan 5 ml per menit. Jika perlu lakukan
percobaan pendahuluan untuk menentukan pemanasan
yang sesuai. Baca termometer, jika telah terjadi 20
tetesan lalu pada 5 ml, 10 ml, 40 ml, 50 ml, 60 ml,
90 ml, dan 95 ml. Lanjutkan destilasi sampai kering.
Jarak destilasi atau jarak didih berturut-turut yaitu
interval antara suhu-suhu jika hasil destilasi 1 ml dan 95 ml.
Arsen dalam Pereaksi
Untuk pengujian ini dipilih pereaksi dengan
kandungan arsen rendah, sesampai pengujian blangko
tidak menimbulkan Bercak atau tidak teramati.
ALAT Siapkan botol bermulut lebar 60 ml, pasang
sumbat karet berlubang. Melalui lubang sumbat karet
masukkan pipa dengan panjang total 12 cm dan bagian
atas dengan diameter 1 cm (panjang 8 cm), bagian
bawah dengan diameter 5 mm (panjang 4 cm). Bagian
pipa yang kecil sedikit tampak di bawah sumbat karet.
Letakkan pasir yang telah dicuci atau kapas yang telah
dimurnikan, pada bagian atas pipa lebih kurang 3 cm
dari puncak pipa. Basahi kapas atau pasir dengan dengan
timbal asetat LP dan besihkan larutan yang melekat pada
dinding pipa. Pada lubang atas pipa ini masukkan pipa
kaca kedua sepanjang 12 cm dengan diameter dalam
2,5 mm sampai 3 mm dengan memakai sumbat karet
yang berlubang. Sebelum melakukan pengujian,
letakkan kertas raksa (II) bromida P seperti tertera pada
Indikator dan Kertas Indikator dalam tabung ini, tahan
kertas ini pada posisi lebih kurang dari 2 cm di atas
sumbat karet. Bersihkan dan keringkan pipa setiap
sesudah dipakai.
LARUTAN BAKU ARSEN pakailah Larutan baku
seperti tertera pada Uji Batas Arsen <321>.
LARUTAN UJI Tambahkan 1 ml asam sulfat P ke
dalam 5 ml larutan zat (1 dalam 25) kecuali dinyatakan
lain pada masing-masing spesifikasi pereaksi. Abaikan
penambahan ini jika menetapkan asam anorganik.
Kecuali dinyatakan khusus, tambahkan 10 ml asam
sulfit P. Uapkan cairan pada gelas piala kecil di atas
tangas uap sampai bebas dari asam sulfit, dan sampai
volumen 2 ml. Encerkan dengan 5 ml air untuk
memperoleh Larutan uji, zat dengan perlakuan khusus
pada spesifikasi masing-masing dapat langsung
dipakai sebagai Larutan uji.
[Catatan Larutan yang dibuat dengan melarutkan
dalam asam encer tidak termasuk dalam perlakuan
khusus.]
BERCAK BAKU Masukkan ke dalam labu generator
5 ml kalium iodida LP, 2 ml Larutan baku arsen, 5 ml
timah(II) klorida asam LP dan 28 ml air. Tambahkan
1,5 g granul zink P (serbuk nomor 20) segera tutup
dengan sumbat karet yang sudah dilengkapi pipa.
Celupkan labu generator ke dalam air pada suhu 25°
selama pengujian untuk menimbulkan reaksi sesampai
bercak yang terbentuk jelas dan dapat dipakai untuk
membandingkan intensitas warna. sesudah pengeluaran
hidrogen berlangsung selama 1 jam, angkat kertas
raksa(II) bromida untuk dibandingkan. Bercak ini
menampilkan 2 μg arsen.
procedure Pipet ke dalam labu generator 5 ml
kalium iodida LP dan 5 ml Larutan uji dan tambahkan
5 ml timah(II) klorida asam LP. Pasang alat diamkan
pada suhu ruang selama 10 menit lalu tambahkan
25 ml air dan 1,5 g granul zink P dan lakukan pengujian
seperti pada bercak-bercak. Angkat kertas raksa(II)
bromida P dan bandingkan bercak-bercak dengan
Bercak baku. Bercak yang dihasilkan oleh Larutan uji
tidak lebih besar atau lebih intensif menampilkan tidak
lebih dari 10 bpj arsen dari zat uji. sebab sinar, panas
dan kelembaban cepat memucatkan bercak, masukkan
kertas ke dalam tabung yang bersih dan kering, segera
bandingkan bercak.
ZAT KIMIA PENGGANGGU Antimon, jika ada
dalam zat uji akan memberi warna abu-abu. Sulfit,
sulfida, tiosulfat, dan senyawa lain yang dapat
membebaskan hidrogen sulfida atau sulfur dioksida
dengan asam nitrat dan lalu direduksi dengan
sulfur dioksida seperti tertera pada Larutan uji sebelum
dimasukkan ke dalam alat. Beberapa senyawa sulfur
maupun fosfin menimbulkan warna kuning terang pada
kertas indikator. Jika ada senyawa sulfur, pasir atau
kapas yang dibasahi dengan timbal asetat akan berwarna
gelap. Bila hal ini terjadi ulangi pengujian mulai dari
pembuatan larutan uji, pada larutan yang akan diuji
harus benar-benar bebas asam sulfit. Dalam pengujian
hipofosfit, perhatikan oksidasi harus sempurna, jika
tidak uap fosfin dapat menimbulkan bercak kuning yang
dapat mengganggu warna kuning jingga dari arsin.
Bercak yang dihasilkan oleh fosfin dapat dibedakan dari
bercak arsin dengan melembabkan kertas dengan
ammonium hidroksida 6 N. Warna dari arsin menjadi
gelap sedangkan warna dari fosfin tidak berubah.
Klorida dalam Pereaksi
LARUTAN BAKU KLORIDA Larutkan 165,0 mg
natrium klorida P kering dalam air sampai 1000,0 ml.
Larutan ini mengandung setara dengan 0,10 mg klor (Cl)
per ml.
procedure Jika alkalis, netralkan larutan yang akan
diuji dalam 25 ml air, atau larutan yang dibuat seperti
tertera pada pengujian, dengan asam nitrat P,
memakai indikator kertas lakmus, lalu
tambahkan lagi 3 ml asam nitrat P. Jika perlu, saring
larutan melalui kertas saring yang telah dicuci dengan air
sampai bebas klorida, dan tambahkan 1 ml perak nitrat
LP. Campurkan, diamkan selama 5 menit lindungi dari
cahaya matahari langsung. Jika terjadi kekeruhan,
bandingkan dengan kekeruhan yang dihasilkan Larutan
baku klorida yang mengandung klorida (Cl) sebanyak
batas yang dibolehkan. Samakan volume larutan
sebelum penambahan perak nitrat LP dan bandingkan
kekeruhan.
Pada Pengujian garam barium, netralkan larutan
dengan asam nitrat P dan tambahkan 3 tetes lagi asam
nitrat P. Lakukan pengujian seperti di atas.
Pada Pengujian larutan garam yang berwarna,
larutkan 2 g pereaksi dalam 25 ml air dan tambahkan
3 ml asam nitrat P. Jika perlu saring larutan melalui
kertas saring yang telah dicuci dengan air. Filtrat dibagi
dua sama banyak. Pada bagian pertama tambahkan 1 ml
perak nitrat LP, diamkan selama 10 menit, jika
terbentuk kekeruhan, saring melalui kertas saring yang
telah dicuci, pakailah filtrat sebagai blangko. Pada
bagian lain tambahkan 1 ml perak nitrat LP diamkan
selama 5 menit lindungi dari cahaya matahari langsung.
Bandingkan kekeruhan dengan kekeruhan blangko yang
ditambah beberapa volume Larutan baku klorida setara
dengan jumlah klorida yang dipersyaratkan dalam
pengujian, samakan volume kedua larutan.
Fotometri Nyala Untuk Pengujian Pereaksi
Fotometri nyala dipakai untuk menetapkan
sesepora kalsium, kalium, natrium dan stronsium yang
dinyatakan dalam spesifikasi beberapa pereaksi.
Kesesuaian pada penetapan tergantung pada
kelengkapan peralatan yang dipakai dan ketersediaan
instrumen yang selektif. Fotometer nyala yang
dipakai yaitu yang memiliki tabung foto yang
sensitif terhadap merah, tabung foto pelipat ganda,
monokromator dan celah yang dapat diatur, tombol
selektor dan pengatur kepekaan. Fotometer tipe lain
dapat dipakai , jika dapat menetapkan secara tepat
jumlah cemaran yang dibolehkan.
procedure fotometri nyala tergantung pada pemakaian
baku semiinternal, jadi memerlukan Larutan uji dan
Larutan kontrol. Untuk Larutan uji beberapa berat
tertentu dilarutkan dalam volume tertentu. Untuk
Larutan kontrol, larutkan beberapa yang sama zat uji,
tambahkan cemaran yang diduga beberapa batas yang
dibolehkan lalu encerkan sampai volume yang sama
dengan Larutan uji. Atur fotometer nyala sampai
pembacaan emisi Larutan kontrol mendekati 100% pada
panjang gelombang cemaran. Dengan tidak merubah
alat, ukur emisi Larutan uji pada panjang gelombang
yang sama dan panjang gelombang latar belakang.
Pembacaan pada panjang gelombang latar belakang
dipakai untuk koreksi emisi Larutan uji dari emisi
yang disebabkan oleh pelarut dan zat uji. Zat uji
mengandung cemaran kurang dari yang diperbolehkan
jika perbedaan antara latar belakang dan jumlah emisi
Larutan uji lebih kecil daripada perbedaan antara emisi
Larutan kontrol dan Larutan uji pada panjang
gelombang yang ditetapkan untuk semua cemaran.
Kalsium dalam Pereaksi
LARUTAN BAKU KALSIUM Larutkan 250 mg
kalsium karbonat P dalam campuran 20 ml air dan 5 ml
asam klorida encer P, sesudah larut sempurna, encerkan
dengan air sampai 1000 ml. Larutan ini mengandung
kalsium 0,10 mg per ml.
procedure pakailah Larutan uji dan Larutan
kontrol yang dibuat dengan cara seperti tertera pada
masing-masing procedure pengujian. Atur lebar celah
pada fotometer nyala pada 0,03 mm dan selektor pada
0,1. Atur alat sampai memberi emisi maksimum
dengan Larutan kontrol pada 422,7 nm garis kalsium
dan rekam transmitans. Tanpa merubah pengaturan
alat, ukur transmitans dari emisi Larutan uji. Atur
monokromator sampai panjang gelombang yang
dinyatakan dalam masing-masing procedure dan rekam
transmitans latar belakang dari emisi latar belakang
Larutan uji. Perbedaan antara transmitans Larutan uji
pada 422,7 nm dan panjang gelombang latar belakang
tidak lebih besar dari perbedaan antara transmitans
Larutan uji dan Larutan kontrol pada 422,7 nm.
Kalium dalam Pereaksi
LARUTAN BAKU KALIUM Larutkan 191 mg
kalium klorida P dalam beberapa ml air dan encerkan
sampai 1000 ml. Encerkan sebagian dari larutan ini
dengan air dalam perbandingan 1 sampai 10 sampai
kadar 0,01 mg kalium (K) per ml.
procedure pakailah Larutan uji dan Larutan
kontrol yang dibuat dengan cara seperti tertera pada
masing-masing procedure pengujian. [Catatan Jika
menguji garam kalsium pakailah pembakar oksi
hidrogen.]
Atur lebar celah fotometer nyala yang dilengkapi
dengan detektor yang peka terhadap merah pada 0,1 mm
kecuali dinyatakan lain, atur selektor pada 0,1. Atur alat
sampai memberi emisi maksimum dengan Larutan
kontrol pada panjang gelombang 766,5 nm garis kalium
dan rekam tansmitans. Tanpa mengubah alat, rekam
transmitans dari emisi Larutan uji pada 766,5 nm. Atur
monokromator pada 750 nm dan rekam transmitans
latar belakang untuk emisi latar belakang dari Laruan
uji: perbedaan antara transmitans Larutan uji pada
766,5 nm dan 750 nm tidak lebih besar daripada
perbedaan antara transmitans Larutan uji dan Larutan
kontrol pada 766,5 nm.
Natrium dalam Pereaksi
LARUTAN BAKU NATRIUM Larutkan 254 mg
natrium klorida P dalam beberapa ml air dan encerkan
sampai 1000 ml. Encerkan sebagian dari larutan ini
dengan air dalam perbandingan 1 sampai 10 sampai
kadar 0,01 mg natrium (Na) per ml.
procedure pakailah Larutan uji dan Larutan
kontrol yang dibuat dengan cara seperti tertera pada
masing-masing procedure pengujian.
Atur lebar celah fotometer nyala pada 0,01 mm dan
atur selektor pada 0,1. Atur alat sampai memberi
emisi maksimum dengan Larutan kontrol pada panjang
gelombang 589 nm garis natrium dan rekam transmitans.
Tanpa mengubah alat, rekam transmitans untuk emisi
dari Larutan uji pada 589 nm. Atur monokromator pada
580 nm dan rekam transmitans latar belakang untuk
emisi latar belakang dari Larutan uji: perbedaan antara
transmitans dari Larutan uji pada 589 nm dan 580 nm
tidak lebih besar dari perbedaan antara transmitans
Larutan uji dan Larutan kontrol pada 589 nm.
Stronsium dalam Pereaksi
LARUTAN BAKU STRONSIUM Larutkan 242 mg
stronsium nitrat P dalam beberapa ml air dan encerkan
sampai 1000 ml. Encerkan sebagian dari larutan ini
dengan air dalam perbandingan 1 sampai 10 sampai
kadar 0,01 mg stronsium (Sr) per ml.
procedure pakailah Larutan uji dan Larutan
kontrol yang dibuat dengan cara seperti tertera pada
masing-masing procedure pengujian.
Atur lebar celah fotometer nyala pada 0,03 mm dan
atur selektor pada 0,1. Atur alat sampai memberi
emisi maksimum dengan Larutan kontrol pada 460,7 nm
garis stronsium dan rekam transmitans. Tanpa mengubah
alat, rekam transmitans untuk emisi Larutan uji pada
460,7 nm. Atur monokromator pada panjang gelombang
seperti dinyatakan pada masing-masing procedure
pengujian dan rekam transmitans latar belakang untuk
emisi latar belakang Larutan uji : perbedaan antara
transmitans dari Larutan uji pada 460,7 nm dan pada
panjang gelombang latar belakang, tidak lebih besar dari
perbedaan antara transmitans Larutan uji dan Larutan
kontrol pada 460,7 nm.
Logam Berat dalam Pereaksi
LARUTAN BAKU TIMBAL pakailah Larutan baku
timbal seperti tertera pada Uji Batas Logam Berat
<371>. Tiap ml larutan mengandung setara dengan 0,01
mg Pb.
procedure Kecuali dinyatakan lain, pengujian
logam berat yaitu sebagai berikut:
a. Jika batas logam berat 5 bpj, larutkan 6,0 g zat
dalam air sampai 42 ml.
b. Jika batas logam berat 10 bpj atau lebih atau
dalam hal kelarutannya terbatas, larutkan 4 g dalam air
sampai 40 ml, jika perlu hangatkan untuk membantu
kelarutan.
Untuk kontrol, masukkan 7 ml Larutan ke dalam
tabung pembanding warna dan tambahkan beberapa
volume Larutan baku timbal setara dengan jumlah
timbal yang dipersyaratkan dalam 4 g pereaksi.
Encerkan dengan air sampai 35 ml dan tambahkan asam
asetat encer P atau amonia LP, sampai pH lebih kurang
3,5 tetapkan secara potensiometrik, lalu encerkan
dengan air sampai 40 ml dan campurkan. Pindahkan
35 ml sisa Larutan ke dalam tabung pembanding warna
yang sepadan dengan tabung yang dipakai untuk
kontrol dan tambahkan asam asetat encer P atau
amonia LP sampai pH lebih kurang 3,5, tentukan secara
potensiometrik dan encerkan sampai 40 ml. Pada tiap
tabung tambahkan 10 ml hidrogen sulfida LP,
bandingkan warna dengan melihat dari atas pada dasar
putih. Warna dari Larutan uji tidak lebih gelap daripada
Larutan kontrol.
Jika larutan pereaksi dibuat dengan cara b, pakailah
10 ml untuk kontrol dan tambahkan beberapa volume
Larutan baku timbal yang setara dengan jumlah yang
dipersyaratkan untuk 2 g pereaksi. Encerkan 30 ml sisa
Larutan b dengan air sampai 35 ml, dan lanjutkan seperti
di atas mulai dengan “tambahkan asam asetat encer P
atau amonia LP” pada kalimat kedua.
Jika pereaksi yang diuji untuk logam berat merupakan
garam dari asam organik alifatik, ganti asam asetat
dengan asam klorida 1 N pada pengerjaan selanjutnya.
Zat Tak Larut dalam Pereaksi
Larutkan pereaksi yang akan diuji dalam 100 ml air,
panaskan sampai mendidih, kecuali dinyatakan lain,
dalam gelas piala bertutup dan hangatkan di atas tangas
uap selama 1 jam. Saring larutan panas melalui
penyaring asbes yang telah ditara atau melalui penyaring
kaca masir dengan pori halus yang telah ditara. Cuci
gelas piala dan penyaring dengan air panas sampai
bersih, keringkan pada suhu 105º, dinginkan dalam
desikator, dan timbang.
Susut Pengeringan untuk Pereaksi
Lakukan penetapan seperti tertera pada Penetapan
Susut Pengeringan <1121>.
Nitrat dalam Pereaksi
LARUTAN BAKU NITRAT Larutkan 163 mg kalium
nitrat P dalam 100 ml air, encerkan 10 ml larutan ini
sampai 1000 ml, diperoleh larutan yang mengandung
setara dengan 0,01 mg NO3 per ml.
LARUTAN BRUSIN SULFAT Larutkan 600 mg
brusin sulfat P dalam 600 ml larutan asam sulfat P
(2 dalam 3) bebas nitrat yang sebelumnya sudah
didinginkan sampai suhu ruang, dan encerkan dengan
asam sulfat P sampai 1000 ml. [Catatan Buat asam
sulfat bebas nitrat dengan cara menambahkan 4 bagian
asam sulfat P, ke dalam 1 bagian air, panaskan larutan
untuk mengeluarkan uap sulfur trioksida dan dinginkan.
Ulangi pengenceran dan pemanasan tiga atau empat
kali.]
LARUTAN UJI Pada beberapa zat seperti dinyatakan
pada masing-masing spesifikasi pereaksi, tambahkan air
beberapa tertentu dan tambahkan Larutan brusin sulfat
sampai 50 ml.
LARUTAN KONTROL Pada beberapa volume
Larutan baku nitrat yang setara dengan berat nitrat
(NO3) seperti dinyatakan dalam masing-masing
spesifikasi pereaksi, tambahkan beberapa berat zat uji
seperti yang dinyatakan dalam masing-masing
spesifikasi pereaksi, lalu tambahkan Larutan
brusin sulfat sampai 50 ml.
LARUTAN BLANGKO pakailah 50 ml Larutan
brusin sulfat.
procedure Panaskan Larutan uji, Larutan kontrol
dan Larutan blangko dalam tangas air mendidih selama
10 menit, dinginkan segera dalam tangas es sampai suhu
ruang. Atur spektrofotometer sampai Larutan blangko
memberi serapan 0 pada panjang gelombang 410 nm.
Ukur serapan Larutan uji, rekam hasil, lalu atur
alat sampai memberi serapan 0 untuk Larutan uji.
Tetapkan serapan Larutan kontrol: pembacaan serapan
Larutan uji tidak lebih dari Larutan kontrol.
Senyawa Nitrogen dalam Pereaksi
procedure Kecuali dinyatakan lain, uji senyawa
nitrogen yaitu sebagai berikut: Larutkan beberapa
tertentu zat dalam 60 ml air bebas amonia P dalam labu
Kjeldahl yang dihubungkan dengan pendingin, yang
ujungnya dicelupkan di bawah permukaan 10 ml asam
klorida 0,1 N. Tambahkan 10 ml larutan natrium
hidroksida P (1 dalam 10) yang baru di didihkan dan
500 mg kawat aluminium dalam potongan kecil-kecil, ke
dalam labu Kjeldahl, diamkan selama 1 jam, cegah
kehilangan amonium hidroksida. Destilasi sebanyak
35 ml, dan encerkan destilat dengan 50 ml. Tambahkan
2 ml larutan natrium hidroksida P yang baru dididihkan
(1 dalam 10), tambahkan 2 ml raksa(II) kalium iodida
alkalis LP: warna yang terjadi tidak lebih gelap dari
kontrol yang mengandung N yang ditambahkan (sebagai
amonium klorida) seperti tertera pada masing-masing
procedure pengujian.
Fosfat dalam Pereaksi
LARUTAN BAKU FOSFAT Larutkan 143,3 mg
kalium fosfat monobasa P yang telah dikeringkan, dalam
air sampai 1000,0 ml. Larutan ini mengandung setara
dengan 0,10 mg fosfat (PO4) per ml.
PEREAKSI FOSFAT A Larutkan 5 g amonium
molibdat P dalam asam sulfat 1 N sampai 100 ml.
PEREAKSI FOSFAT B Larutkan 200 mg p-metil
aminofenol sulfat P dalam 100 ml air dan tambahkan
20 g natrium bisulfit P. Simpan larutan ini dalam botol
bertutup rapat dan terisi penuh, pakailah dalam waktu
satu bulan.
procedure [Catatan Pengujian zat uji dan kontrol
dilakukan dalam tabung pembanding warna yang
sepadan.] Larutkan beberapa pereaksi seperti yang
dinyatakan pada pengujian pereaksi atau residu yang
diperoleh dari perlakuan sebelumnya dalam 20 ml air,
jika perlu dengan menghangatkan, tambahkan 2,5 ml
larutan asam sulfat P (1 dalam 7) dan encerkan dengan
air sampai 25 ml. (Dapat juga pereaksi atau residu
dilarutkan dalam 25 ml asam sulfat yang normalitasnya
lebih kurang 0,5 N). lalu tambahkan masing-
masing 1 ml Pereaksi fosfat A dan B, campurkan,
diamkan pada suhu ruang selama 2 jam. Bandingkan
warna biru yang terjadi dengan warna biru dari kontrol
yang dikerjakan dengan perlakuan yang sama dan
beberapa volume Larutan baku fosfat yang setara
dengan jumlah fosfat (PO4) seperti tertera pada
spesifikasi pereaksi.
Sisa Pemijaran dalam Pereaksi
procedure Kecuali dinyatakan lain, lakukan
penetapan sisa pemijaran sebagai berikut: Timbang
saksama 1 g sampai 2 g zat dalam cawan yang sesuai
yang sebelumnya sudah dipijarkan, didinginkan dan
ditimbang. Pijarkan perlahan-lahan dengan api kecil
lalu dengan api lebih besar, jika sampai
mengarang sempurna yaitu zat organik atau jika
sampai menguap sempurna yaitu zat anorganik. Jika
dinyatakan harus memakai asam sulfat, dinginkan
cawan, tambahkan beberapa asam yang telah ditentukan,
pijarkan perlahan-lahan sampai uap asam habis.
lalu pijarkan cawan pada suhu 800º±25º,
dinginkan dalam desikator, dan timbang. Jika tidak harus
memakai asam sulfat, cawan tidak perlu
didinginkan, namun langsung dipijarkan pada suhu
800º±25º, jika pengarangan atau penguapan sudah
selesai. Lanjutkan pemijaran sampai bobot tetap, kecuali
dinyatakan lain.
Lakukan pemijaran dalam lemari asam dengan
ventilasi yang baik, namun lindungi dari aliran udara dan
lakukan pada suhu serendah mungkin untuk pembakaran
karbon sempurna. Pemijaran dapat juga dilakukan
dengan tanur, dan pemijaran akhir pada suhu 800º±25º.
Sulfat dalam Pereaksi
LARUTAN BAKU SULFAT Larutkan 181,4 mg
kalium sulfat P kering sampai 1000 ml. Larutan ini
mengandung setara dengan 0,10 mg sulfat (SO4) per ml.
procedure Metode I Jika perlu netralkan larutan
beberapa pereaksi atau residu seperti dinyatakan pada
pengujian dalam 25 ml air; atau larutan yang dibuat
seperti yang dinyatakan pada pengujian dalam 25 ml air;
atau larutan yang dibuat seperti yang dinyatakan pada
pengujian, dengan asam klorida P atau dengan
amonia LP, pakailah indikator kertas lakmus dan
tambahkan 1 ml asam klorida 1 N. Jika perlu saring
larutan dengan kertas saring yang sebelumnya telah
dicuci dengan air dan tambahkan 2 ml barium klorida
LP. Diamkan selama 10 menit. Jika ada kekeruhan,
bandingkan dengan kekeruhan yang terjadi pada kontrol
yang mengandung jumlah dan pereaksi yang sama
dengan yang dipakai pada pengujian dan jumlah
Larutan baku sulfat yang mengandung sulfat (SO4)
setara dengan yang diperbolehkan. Samakan volume
kedua larutan sebelum penambahan barium klorida LP.
Metode II Panaskan larutan yang dibuat sesuai dengan
masing-masing procedure pengujian, atau filtrat yang
diperolah dari procedure pengujian sampai mendidih dan
tambahkan 56 ml barium klorida LP. Ekstraksi larutan
di atas tangas uap selama 2 jam dan diamkan satu
malam. Jika terbentuk endapan, saring larutan melalui
kertas saring, cuci endapan dengan air panas dan
pindahkan kertas saring yang berisi endapan ke dalam
cawan yang telah ditara. Arangkan kertas tanpa terbakar
dan pijarkan cawan berikut isinya sampai bobot tetap.
Lakukan penetapan blangko seperti penetapan zat uji.
Kurangi sisa pijar zat uji dengan sisa pijar blangko,
selisihnya merupakan kandungan sulfat dalam pereaksi.
PEREAKSI DAN LARUTAN PEREAKSI
Adenin sulfat P (C5H5N5)2.H2SO4.2H2O; BM 404,36.
Pemerian Hablur atau serbuk hablur putih. sesudah
pengeringan pada suhu 110º, melebur pada suhu lebih
kurang 200º disertai peruraian.
Kelarutan 1 g larut dalam lebih kurang 160 ml air;
sedikit larut dalam etanol. Larut dalam larutan natrium
hidroksida. Tidak mengendap dengan larutan iodum LP
atau raksa(II) kalium LP, namun terbentuk endapan
dengan trinitrofenol LP.
Sisa Pemijaran Dapat diabaikan; lakukan penetapan
seperti tertera pada Uji Pereaksi, memakai 100 mg
zat.
Air Lakukan pengeringan pada suhu 105º sampai
bobot tetap: kehilangan bobot tidak kurang dari 10,0 %.
Agar P pakailah Agar seperti tertera pada monografi
Farmakope negara kita V. Untuk keperluan mikrobiologi;
lakukan pengeringan sampai kadar air tidak lebih dari 20 %.
Air amonia P pakailah Amonium hidroksida P.
Air bebas amonia P pakailah Air kemurnian tinggi.
Air bebas amonia dan karbondioksida P Air bebas
karbondioksida P yang memenuhi syarat air bebas
amonia P.
Air bebas karbon dioksida P Air bebas karbon
dioksida P yaitu yaitu Air Murni yang telah didihkan
kuat-kuat selama 5 menit atau lebih dan didiamkan
sampai dingin, serta tidak boleh menyerap karbon
dioksida dari udara.
Air bermorfin LP Kocok morfin anhidrat P dengan air
kloroform LP dan biarkan tidak kurang dari 7 hari pada
suhu ruang, kocok sesekali, sampai diperolah larutan
jenuh alkaloid. Saring morfin yang tidak larut segera
sebelum dipakai .
Air brom LP Larutan jenuh brom, dibuat dengan
mengocok 2 - 3 ml brom P dengan 100 ml air dalam
botol bertutup kaca, tutup harus diberi pelicin. Simpan
dalam tempat dingin, terlindung dari cahaya.
Air kemurnian tinggi P Air yang memiliki
konduktivitas tidak lebih dari 0,15 μS per cm.
Air kloroform LP Kocok 2,5 ml kloroform P dengan
900 ml air sampai larut dan encerkan dengan air sampai
1000 ml.
Air suling P Air murni yang diperoleh dengan
penyulingan.
Air untuk injeksi P pakailah Air untuk injeksi seperti
tertera pada monografi Farmakope negara kita V.
Akrilamida P C3H5NO; BM 71,08; [79-06-1]; murni
pereaksi
Suhu lebur Lebih kurang 84º.
Albumin, larutan P Encerkan albumin dengan Injeksi
natrium klorida secukupnya sampai kadar protein 0,1 %
dan atur pH antara 3,5 dan 4,5 dengan penambahan
asam asetat glasial P.
Albumin sapi P pakailah Albumin plasma sapi P.
Albumin plasma sapi P, kering Albumin sapi P; BM
66,0; [9048-46-8]. pakailah kualitas yang sesuai.
Pemerian serbuk hampir tidak berwarna sampai
kuning pucat.
Kemurnian tidak kurang dari 95%.
Kelarutan 40 mg dalam 1 ml air.
Penyimpanan pada suhu 2º-8º.
Albumin serum P pakailah Albumin plasma sapi P.
Alfanaftol P pakailah 1-naftol P.
Alkohol P pakailah Etanol P seperti tertera pada
monografi Farmakope negara kita V.
Alumina P pakailah aluminium oksida tercuci asam P.
Alumina anhidrat P Aluminium oksida; Aluminium
yang khusus dipakai dalam analisa kromatografi
[1344-28-1].
Pemerian Putih atau serbuk putih; ukuran 80 sampai
200 mesh; tidak lembut; mengembang atau rusak dalam
air. Tidak tercuci dengan asam.
Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Aluminium P Al; BM 26,98; [7429-90-5]; murni
pereaksi.
Arsen Masukkan 750 mg zat dalam botol bermulut
besar (lihat Arsen dalam Pereaksi pada Uji Pereaksi).
Tambahkan 10 ml air dan 10 ml larutan natrium
hidroksida P (3 dalam 10), dan biarkan terjadi reaksi
selama 30 menit: terbentuk bercak yang hampir tidak
kelihatan pada kertas raksa(II) bromida P.
Aluminium hidroksida gel P Al(OH)3 + aquadest;
[21645-51-2]; murni pereaksi.
Aluminium klorida P Aluminium klorida heksahidrat;
AlCl3.6H2O; BM 241,4; [7784-13-6]; murni pereaksi,
mengandung tidak kurang dari 98,0%.
Wadah dan penyimpanan Simpan dalam wadah
tertutup rapat.
Aluminium oksida tercuci asam P [1344-28-1];
(Alumina yang dibuat khusus untuk dipakai dalam
analisa kromatografi).
Pemerian Butir halus atau serbuk, putih atau praktis
putih; sangat higroskopis.
pH campuran 5 g zat dalam 150 ml air bebas amonia
dan karbon dioksida P, sesudah didiamkan 10 menit pH
antara 3,5 dan 4,5.
Sisa pemijaran Tidak lebih dari 5%; lakukan
penetapan sebagai berikut: Timbang saksama lebih
kurang 1 g zat, pijarkan dalam tanur pada suhu 800º
sampai 825º sampai bobot tetap.
Silika Campur 500 mg zat dengan 10 g kalium
bisulfit P, dalam krus platina pijarkan selama 1 jam,
dinginkan dan larutkan dalam air panas: hampir tidak
ada sisa yang tidak larut dalam air.
Kesesuaian dalam kromatografi jerapan Tidak kurang
0,3 mg o-nitroanilin dijerap untuk setiap g aluminium
oksida. Larutkan 50 mg o-nitroanilina P dalam benzen P
sampai 50,0 ml. Encerkan 10 ml larutan dengan
benzen P sampai 100,0 ml (Larutan A). Timbang secara
cepat lebih kurang 2 g (±0,005) zat dalam botol timbang
bersumbat kaca dan masukkan dengan cepat ke dalam
tabung reaksi bersumbat kaca yang kering. Tambahkan
20,0 ml Larutan A, tutup, kocok kuat selama 3 menit dan
diamkan. Pipet 10 ml beningan, ke dalam labu tentukur
100-ml, encerkan dengan benzen P sampai tanda
(Larutan B). Ukur serapan Larutan A dan Larutan B
pada panjang gelombang 395 nm terhadap benzen P
sebagai blangko. Hitung jumlah dalam mg, zat yang
terjerap per g contoh dengan rumus:
W
A
A
A
B12
AA dan AB berturut-turut yaitu serapan Larutan A dan
Larutan B; W yaitu bobot dalam g, zat yang dipakai .
Wadah dan penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat.
Aluminium sulfat P Al2(SO4)3.16H2O; BM 630,4;
[10043-01-3]; murni pereaksi.
Amil Alkohol P Isomil alkohol P; Isopentil alkohol P;
C5H11OH; BM 88,15; [598-75-4]; murni pereaksi.
Amilum larut P pakailah kanji larut P.
4-Aminoantipirin P 4-Aminofenazon P; C11H13N3O;
BM 203,254; [83-07-8]
Pemerian Serbuk hablur warna kuning muda; 500 mg
zat larut sempurna dalam 30 ml air dan memberi
larutan jernih.
Jarak lebur <1021> Antara 108° dan 110°.
4-Aminofenazon P pakailah 4-aminoantipirin P.
Aminofenazon LP Larutan 4-aminofenazon P 0,1 %
dalam dapar borat pH 9,0.
p-Aminofenol P ; C6H7NO; BM 109,13; [123-30-8]
Pemerian Serbuk hablur halus, kekuningan.
Kelarutan Sukar larut dalam air dan dalam etanol.
Jarak lebur <1021> Antara 187° dan 189°.
2-Amino-5-klorobenzofenon P C3H10ClNO; BM
231,68; [719-59-5]; pakailah 2-Amino-5-
klorobenzofenon BPFI.
Amonia LP Encerkan 350 ml amonium hidroksida P
dengan air sampai 1000 ml. Larutan mengandung antara
9,5 % dan 10,5 % NH3.
Amonium asetat P NH4C2H3O2 ; BM 77,08; [631-61-8];
murni pereaksi.
Amonium asetat LP Larutkan 10 g amonium asetat P
dalam air sampai 100 ml.
Amonium besi(III) sulfat LP pakailah besi(III)
amonium sulfat LP.
Amonium bikarbonat P Amonium hidrogen karbonat;
NH4HCO3; BM 79,06; [1066-33-7]; murni pereaksi.
Tidak kurang dari 99,0%.
Amonium dihidrogen fosfat P pakailah amonium
fosfat monobasa P.
Amonium etanol LP Larutan dari gas amoniak dalam
etanol P. Mengandung NH3 antara 9% dan 11% .
Pemerian cairan jernih, tidak berwarna, berbau
amoniak.
Bobot jenis Lebih kurang 0,80.
Wadah dan penyimpanan Dalam wadah tahan alkali,
simpan di tempat dingin.
Amonium format P Garam amonium asam format;
CH5NO2; BM 63,06; [540-69-2]; murni pereaksi.
Amonium fosfat P pakailah amonium fosfat dibasa P.
Amonium fosfat dibasa P Diamonium hidrogenfosfat
P; Amonium fosfat P; (NH4)2HPO4; BM 132,06; [7783-
28-0]; murni pereaksi.
Amonium fosfat monobasa P Amonium dihidrogen
fosfat P; NH4H2PO4; BM 115,03; [7722-76-1]; murni
pereaksi.
Amonium hidrogen karbonat pakailah amonium
bikarbonat P.
Amonium hidroksida P; Air Amonia P; Larutan NH3
25 % b/b; [1336-21-6]; murni pereaksi.
Amonium karbonat P Garam Hartshorn [506-87-6];
murni pereaksi.
Amonium karbonat LP Larutkan 20 g amonium
karbonat P dan 20 ml amonia LP dalam air sampai 100 ml.
Amonium klorida P NH4Cl; BM 53,49; [12125-02-9];
murni pereaksi.
Amonium metavanadat P NH4VO3; BM 116,98;
[7803-55-6]; murni pereaksi.
Pemerian Serbuk hablur putih.
Kelarutan Sukar larut dalam air dingin; larut dalam air
panas dan dalam amonium hidroksida encer.
Amonium molibdat P (NH4)6Mo7O24.4H2O; BM
1235,86; [12054-85-2]; murni pereaksi.
Amonium molibdat LP Larutkan 6,5 g asam molibdat P
yang diserbuk halus dalam campuran 14 ml air dan
14,5 ml amonium hidroksida P. Dinginkan larutan,
tambahkan perlahan-lahan sambil diaduk ke dalam
campuran 32 ml asam nitrat P dan 40 ml air yang sudah
dingin. Biarkan selama 48 jam, dan saring melalui
penyaring kaca masir dengan porositas halus. Larutan ini
rusak pada penyimpanan dan tidak boleh dipakai jika
pada penambahan 2 ml natrium fosfat dibasa LP ke
dalam 5 ml larutan tidak segera terbentuk endapan
kuning ataupun sesudah dihangatkan.
Wadah dan penyimpanan Simpan larutan di tempat
gelap. Jika selama penyimpanan terbentuk endapan,
pakailah beningan.
Amonium molibdat, pereaksi Campur dengan urutan
sebagai berikut: 1 bagian volume larutan amonium
molibdat P 2,5 %, 1 bagian volume larutan asam
askorbat P 10 % dan 1 bagian volume asam sulfat 3 M;
tambahkan 2 bagian volume air. Pereaksi amonium
molibdat hanya dapat dipakai dalam 1 hari.
Amonium nitrat P NH4NO3; BM 80,04; [6484-52-2];
murni pereaksi.
Amonium oksalat P (NH4)2 C2O4.H2O; BM 14